Demam tifoid
Disusun Oleh :
i
FAKULTAS KEDOKTERAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Demam Tipoid
Oleh:
iii
Tanggal :15 Maret 2019
Preseptor Lapangan
iv
DAFTAR ISI
1
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Tabel 1.1 Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
FAMILYGENOGRAM
2
Gambar I.1 Genogram Keluarga Ny.S
Keterangan:
: Laki-laki
: Meninggal dunia
: Pasien
3
4
BAB II
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang ibu
rumah tangga berusia 35tahun yang berkunjung ke rumah sakit
B. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
PendidikanTerakhir : SD
1. Keluhan Utama
Badan Demam
5
Pasien mengalami demam tinggi sudah 7 hari, demam naik turun,
naik terutama saat malam hari, turun setelah diberi obat penurun panas,
tidak ada kejang, tidak menggigil. Sehari-hari pasien mengeluh lemas
dan tampak kurang aktif. Saat sedang tidur pasien sering mengigau.
Pasien juga mengalami nyeri perut pada bagian atas dan juga mual tetapi
tidak muntah, nafsu makan menurun, namun nafsu minum baik. Buang
air besar masih dalam batas normal, masih terdapat ampas sedikit,
konsistensi lembek, sehari 1 kali dan berwarna coklat. Keluhan lain
seperti batuk, pilek, mimisan, gusi berdarah, bintik-bintik pada badan dan
6
e. Riwayat alergi : ada, ibu alergi udara dingin, bersin-
bersin
7
dibelakang rumah, dan ditumpuk saja di
perkebunan pelataran belakang rumah. Lingkungan
tempat tinggal Ny.S Smerupakan lingkungan
pemukiman, jarak antar rumah saling berdekatan
sekitar 2-3 meter dipisahkan oleh pekarangan yang
ditanami pohon pisang.Di pekarangan juga terdapat
bekas kandang ayam yang sudah tidak terpakai
ditutupi bekas spanduk. Ia baru menikmati rumah
permanen dengan jamban dan sumur 1 tahun ini.
Sebelumnya, rrumahnya berdinding anyaman
bamboo dan berlubang-lubang.
6. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah kebawah.Ia
menerima kiriman bulanan dari anaknya yang kedua.
8
7. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan
kurang harmonis.Hal tersebut dapat terlihat dari hubunganantara pasien
dan suaminya.Namun dengan keluarga lainnya harmonis.
8. Riwayat Sosial
Saat sakit ini, pasien terbatasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mencuci, menyapu atau membersihkan lantai.Namun ia tetap rajin
dan berusaha dengan kemampuannya membersihkan rumah. Hubungan
pasien dengan tetangga sekitarnya cukup baik. Pasien mengaku tidak
pernah bertemu dengan orang dengan keluhan dan penyakit kulit yang
sama dengan pasien.
9. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : di tangan dan kaki
9
n. Sistem Genitourinaria : tidak ada keluhan
10
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak lemah, kurang aktif
Keadaan lain : Pucat (-), sianosis (-), sesak (-), tanda dehidrasi (-)
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : tidak diukur
Suhu : 38,7°C
Respirasi : 20 x/menit
3. Kulit
Warna : sawo matang
Kelembaban : Cukup
4. Kepala
Bentuk : Mesosefali, deformitas (-)
5. Rambut
Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tipis
Distribusi : Merata
11
Alopesia : Tidak ada, tidak mudah dicabut
6. Mata
Palpebra : edema (-), tidak cekung
Pupil
Diameter : 3 mm / 3mm
Simetris : Isokor
Kornea : Jernih
7. Telinga
Bentuk : Simetris
Serumen : Minimal
8. Hidung
Bentuk : Simetris
9. Mulut
Bentuk : Simetris
12
Gusi : Tidak mudah berdarah
Gigi : Normal
10. Lidah
Bentuk : simetris
Tremor/tidak : Tremor
Kotor/tidak : Kotor
11. Faring
Hiperemi : Tidak ada
12. Tonsil
Warna : Kemerahan
Pembesaran : T1-T1
13. Leher
– Vena Jugularis :
14. Thoraks
13
Dinding dada/paru :
Inspeksi:
Bentuk : Simetris
Retraksi : – Lokasi : –
Dispnea :–
Pernafasan : Thorakal
Palpasi:
Auskultasi:
Jantung :
Inspeksi:
Palpasi:
Perkusi:
Auskultasi :
14
Frekuensi : 100 x/menit, Irama : Reguler
Lokasi :–
Punctum max :–
Penyebaran :–
15. Abdomen
Inspeksi:
Bentuk : datar
Palpasi:
Perkusi :
Timpani/pekak : Timpani
Asites :–
Auskultasi :
Lain-lain: –
16. Ekstremitas
- Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-/-) dan tidak ada parese,
capillary refill time < 2 detik
- Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-/-) dan tidak ada parese,
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
Kultur bakteri
IGm Salmonela
F. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
16
Keluhan Tambahan:
Concern
Expectation
Anxiety
2. Aspek Klinis
1) Karakteristik Pasien
17
1) Perilaku
18
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
G. PENATALAKSANAAN
1. Personal care
a. Medikamentosa
2) Sebelumnya mengonsumsi:
1 tablet lampren 50 mg
19
b. Non Medikamentosa
20
c. KIE (konseling, informasi dan edukasi)
1. FamilyCare
2. Community Care
21
b. Edukasi komunitas untuk mencegah terjadinya penyakit.
H. PROGNOSIS
Ad fungsionam : ad malam
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam
tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan
(usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
B. EPIDEMIOLOGI
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis
yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh
dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara
berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis
dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah
sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi
dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan
1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia
dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3
23
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita
atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama – sama dengan tinja
(melalui rute oral fekal = jalurr oro-fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula
transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses
kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari
laboratorium penelitian.1
Patogenesis
C. PATOGENESIS
24
selnepitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry
dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar
getah bening mesenterika.
25
peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat
akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.
D. Gejala Klinis
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis
besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan :
26
2. Gangguan saluran pencernaan
3. Gangguan kesadaran
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada
orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise
pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41o C) serta dapat pula
bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 – 4
mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini
merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung kuman salmonella,
dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong,
ataupun bagian fleksor lengan atas.
27
ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 – 10 dan
bertahan selama 2 -3 hari.1,4,5
E. Pemeriksaan Penunjang
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai
sedang dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit
normokrom normositer, yang diduga karena efek toksik supresi sumsum
tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu ditemukan leukopenia, diduga
leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran
darah.
Sering kali hitung leukosit dalam batas normal dan dapat pula
leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya
menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis relatif,
28
aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung
pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali meningkat,
tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan
SGPT tidak memerlukan penanganan khusus. Gambaran sumsum tulang
menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid sistem normal, jumlah
megakariosit dalam batas normal.1,4,6
2. Uji serologis
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini
meliputi :
a) Uji Widal
29
yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam
serum.
30
bahwa uji serologi widal kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul
positif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah
positif.
e) Riwayat vaksinasi.
1. Negatif Palsu
2. Positif Palsu
31
Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi
A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi
silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif
palsu (false positive). Padahal sebenarnya yang positif kuman non S.
typhi (bukan tifoid).
b) Tes TUBEX
32
Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :
33
oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji
Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan
uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan
diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
34
panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga
pada kasus dengan Brucellosis.6
e) Pemeriksaan dipstik
35
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung
pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan
meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah
dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.
36
untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur
darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga
tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat
dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan
memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas
karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian
pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan
duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang.5,6
37
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini
meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang
terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-
bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin
dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu
dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif
rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum
memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya
masih terbatas dalam laboratorium penelitian.6
F. Diagnosis
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan
gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi
38
kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis.
Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang
pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah
tepi, serologis, dan bakteriologis.4,5
G. Diagnosis Banding
H. Tatalaksana
a. Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat
membantu. Pasien harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak
bekerja sampai pemulihan.5
b. Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP)
rendah serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi
penderita namun tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah
39
selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet
untuk penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair,
bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
c. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral
maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita
sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit
makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.
Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan
rumatannya.
d. Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya
menurunkan suhu tubuh yaitu dengan pemberian kompres hangat pada
daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui
sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di
hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang
memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran
pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata
dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior
sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan
pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat
(berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga
mencapai keadaan normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori
yang dikemukakan oleh Aden (2010) bahwa tubuh memiliki pusat
pengaturan suhu (thermoregulator) di hipotalamus. Jika suhu tubuh
meningkat, maka pusat pengaturan suhu berusaha menurunkannya
begitu juga sebaliknya.7
2. Medika Mentosa
a. Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi
antipiretik. Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling
aman dalam hal ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali
40
minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya
karena mempunyai efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan
saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk diperberat
keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral
dapat diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah
yang mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.
b. Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah :1,4,5
1) Chloramphenicol
2) Cotrimoxazole
41
3) Ampicillin dan Amoxicillin
42
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma
sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg
dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai
48 jam.
43
I. Komplikasi 3
44
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa
kesadaran menurun, kejang – kejang, muntah, demam tinggi,
pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila disertai kejang – kejang
maka biasanya prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti
oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.
d. Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering
didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan
gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat.
Ternyata peyebabnya adalah Salmonella havana dan Salmonella
oranemburg.
e. Miokarditis
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran
klinis tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun
keatas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran
EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen
ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia,
supraventrikular takikardi.
f. Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella
typhi melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis
maupun pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid.
Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis
yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidrom
nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.
J. Pencegahan
1. Cuci tangan.
45
makan atau mempersiapkan makanan atau setelah menggunakan toilet.
Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak tersedia air.
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam
tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
46
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk
menghindari penyebaran infeksi ke orang lain. Gunakan air
(diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian gosoklah tangan
selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah
menggunakan toilet.
47
Vaksin yang mengandung Salmonella typhi galur Ty 21a.
Diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari.
Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui, penderita
imunokompromais, sedang demam, sedang minum antibiotik, dan anak
kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2
tahun. Lama proteksi dilaporkan 6 tahun.
3. Vaksin polisakarida
K. Prognosis
48
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,
keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara
maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di
negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,
meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
49
BAB IV
PRIORITAS MASALAH
A. Masalah
Kurangnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
1) Sarana air bersih
Air sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana sebagian besar
tubuh manusia adalah air. Air yang kotor juga dapat menjadi sumber
infeksius untuk berbagai penyakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah
a) Mengambil air dari sumber air yang bersih;
b) Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil
air;
c) Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara
sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septictank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus
lebih dari 10 meter. Syarat air bersih diantaranya :
1)Syarat Fisik
Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu di
bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman
2)Syarat Kimia
Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia,
terutama yang berbahaya bagi kesehatan.
3)Syarat Bakteriologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme.
d) Mengunakan air yang direbus;
50
e) Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang
bersih dan cukup
2) Pembuangan kotoran
Rumah pasien belum memiliki jamban, karena kebiasaan, pasien
masih membuang kotoran pada kolam terdekat.
B. Prioritas Masalah
51
Tabel V.1. Matrikulasi Masalah
I T R Jumlah
No. Daftar Masalah
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
1. Kurangnya Sarana Air
5 4 5 3 4 4 5 546
Bersih
2. Pembuangan Kotoran 5 4 5 2 5 3 3 308
3. Pembuangan Air Limbah
4 4 5 3 3 3 3 351
ke sungai
4. Pembuangan Sampah
4 4 4 4 3 4 3 528
Sembarangan
Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (ketersediaan sarana)
Kriteria penilaian:
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
52
1. Kurangnya sarana air bersih
2. Membuang sampah sembarangan
3. Pembuangan Air Limbah ke sungai
4. Pembuangan Kotoran
C. Alternatif Pemecahan Masalah
Prioritas masalah pada pasien adalah kurangnya penerapan perilaku
hidup sehat dibagian sarana air bersih. Diperlukan alternative pemecahan
masalah seperti :
1. Sosialisasi PHBS
53
Tabel V.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
C
M
I V
(jumlah biaya
(besarnya
(kelanggengan (kecepatan yang diperlukan
Skor masalah
selesainya penyelesaian untuk
yang dapat
masalah) masalah) menyelesaikan
diatasi)
masalah)
1. Sosialiasai PHBS 4 3 2 2 12 1
54
3. Kerjasama Lintas Sektor 3 3 2 2 9 2
55
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi yang
ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan masuk ke
saluran cerna masuk ke saluran limfoid dibagian plak peyer kemudian
melakukan fase bakteremia primer masuk kedalam sistem RES dan
malakukan fase bakteremia sekunder
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa demam,
gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang terjadi
lebih dari 7 hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi
hari. Gejala gastrointestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada
cavum oris bisa didapatkan Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi
hiperemi yang mungkin disertai tremor. Gangguan Susunan Saraf Pusat mulai
dari ringan berupa apatis ,somnolen dapat terjadi penurunan kesadaran seperti
delirium, supor sampai koma.
B. SARAN
56
1. Untuk pasien
2. Untuk Puskesmas
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_P
erlu_Diketahui.html. 22 Januari 2012.
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :
Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi
1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta:
EGC ; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :
2003. h. 2-20.
6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada
anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.
7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam
pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSV
ol05No01_08_2012.pdf.
58