Disusun Oleh :
Siti Sarah Rachmadianti
G4A017065
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kepaniteraan Kedokteran Keluarga
Long Case
Disusun Oleh :
Siti Sarah Rachmadianti
G4A017065
ii
DAFTAR ISI
iii
G. Penentuan Aternatif Terpilih …………………………………... 24
VI. Rencana Pembinaan Keluarga ……………………………………. 27
A. Rencana Pembinaan Keluarga ………………………………….. 27
B. Hasil Pembinaan Keluarga …………………………………….. 27
C. Hasil Evaluasi ………………………………………………….. 28
VII. Tinjauan Pustaka …………………………………………………... 31
VIII. Resume …………………………………………………………... 47
XI. Penutup …………………………………………………………….. 49
Daftar Pustaka ………………………………………………………….. 52
Lampiran ……………………………………………………………….. 53
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Asma Bronkiale” ini. Terima kasih
yang sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada dr. Lily Kusumasita Burkon,
MKK dan dr. Tulus Budi Purwanto selaku pembimbing penulis sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis tunjukan kepada
segenap dokter-dokter dan civitas Puskesmas Wangon I yang telah memberikan
dukungan baik secara moral dan keilmuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini.
Demikian penulis sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik
dalam tutur kata maupun tulisan yang mungkin tidak berkenan. Penulis berharap
supaya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para dokter, dokter muda, ataupun
para medis lainnnya.
Penulis
v
I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
1
II. STATUS PENDERITA
A. Pendahuluan
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang wanita berusia
46 tahun pada tanggal 31 Desember 2019 dari Balai Pengobatan di Puskesmas
Wangon I Kabupaten Banyumas
B. Identitas Penderita
Nama : Ny. W
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : STM
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Citomo, RT 04/RW 05
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal periksa : 31 Desember 2019
C. Anamnesis
1. Keluhan utama : Sesak napas
2. Keluhan tambahan : Batuk dan nyeri kepala
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Wangon I dengan keluhan
sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk Poli Umum Puskesmas. Keluhan
dirasakan seperti tertimpa benda berat. Keluhan tersebut disertai bunyi mengi
dan timbul terutama saat malam hari hingga menjelang pagi hari serta pasien
tidak mengonsumsi obat rutin karena persediaan sudah habis. Keluhan
memberat jika pasien kelelahan, cuaca dan musim dingin, terpapar debu, bau
meyengat dan asap. Keluhan membaik jika pasien istirahat dan duduk dengan
posisi kepala menunduk. Sesak napas mengganggu pasien hingga membuat
pasien tidak dapat beraktivitas dan sulit tidur. Keluhan sesak diderita sejak 10
2
tahun yang lalu dan sering kambuh. Frekuensi serangan satu bulan kurang dai
satu kali. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 hari yg lalu. Batuk tidak
berdahak, hilang timbul dan semakin memberat apabila terkena asap. Selain
itu, pasien juga mengeluhkan nyeri kepala seperti berdenyut di bagian
belakang kepala. Keluhan tersebut memberat apabila pasien sedang
mengalami sesak napas. Keluhan membaik apabila istirahat dan sesak napas
membaik.
Sebelumnya pasien mempunyai riwayat asma tahun 2010, 2018, dan
pertengahan bulan di tahun 2019. Pasien sempat disarankan dirawat di
Puskesmas Wangon I, namun pasien menolak dirawat karena alasan untuk
menjaga anak di rumah. Pasien mengaku diberikan terapi nebulizer dan obat-
obatan. Pasien mengaku rutin kontrol dan berobat ke Puskesmas Wangon I.
Selain itu, pasien memiliki riwayat Brokhitis dan TBC pada tahun 1997-1998.
Pasien mengaku minum obat rutin sebanyak 6x dimana tiap kali minum obat
per 2 minggu yang diberikan oleh dokter umum di suatu Klinik. Kemudian,
pasien merasa sudah membaik dan akhirnya memutuskan untuk berhenti
mengonsumsi obat tersebut. Pasien kembali ke Klinik dokter karena keluhan
sesak napas dan diberikan obat. Pasien juga dinyatakan TBC sudah sembuh.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa : diakui, tahun 2010 dan 2018
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat darah tinggi : disangkal
e. Riwayat jantung : disangkal
f. Riwayat asma : diakui
g. Riwayat alergi obat : disangkal
h. Riwayat alergi makanan : disangkal
i. Riwayat ginjal : disangkal
j. Riwayat stroke : disangkal
k. Riwayat pengobatan : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
3
d. Riwayat darah tinggi : disangkal
e. Riwayat jantung : disangkal
f. Riwayat asma : diakui, kakek pasien dan tante pasien
g. Riwayat alergi obat : disangkal
h. Riwayat alergi makanan : disangkal
i. Riwayat ginjal : disangkal
j. Riwayat stroke : disangkal
k. Riwayat pengobatan : disangkal
f. Drug
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dari warung. Pasien
biasanya hanya mengkonsumsi obat yang diberikan dari puskesmas atau
dokter. Pasien dan keluarganya tidak memiliki riwayat alergi obat.
7. Riwayat gizi
Pasien kesehariannya makan tiga kali sehari dengan makanan terdiri
dari nasi, sayur, dan lauk. Pasien mengaku sering mengkonsumsi goreng-
gorengan.
8. Riwayat Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan tiga orang anak. Pasien berasal dari
keluarga dengan ekonomi menengah kebawah. Penghasilan per harinya kira –
kira Rp 30.000. Sementara itu penghasilan suami tidak menentu sekitar Rp
1.000.000 per bulan.
9. Riwayat Demografi
Hubungan pasien dengan anggota keluarga cukup baik. Interaksi
sesama anggota keluarga di dalamnya juga harmonis. Pasien sering bercerita
tentang penyakitnya kepada suaminya dan suaminya juga mendukung
pengobatan pasien.
10. Riwayat sosial
Penyakit yang diderita pasien dirasakan menghambat aktivitasnya
karena harus berhenti sementara untuk mengerjakan pekerjaan sebagai Ibu
Rumah Tangga. Pasien jarang ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial
sejak memiliki anak.
5
11. Anamnesis Sistemik :
a. Keluhan Utama : sesak napas
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : nyeri kepala
d. Leher : tidak ada keluhan
e. Mata : tidak ada keluhan
f. Hidung : tidak ada keluhan
g. Telinga : tidak ada keluhan
h. Mulut : tidak ada keluhan
i. Tenggorokan : tidak ada keluhan
j. Pernafasan : sesak napas, mengi (+)
k. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
l. Gastrointestinal : tidak ada keluhan
m. Genitourinaria : tidak ada keluhan
n. Neuropsikiatri : tidak ada keluhan
o. Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
p. Ekstremitas : Atas : tidak ada keluhan
Bawah : tidak ada keluhan
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Baik, compos mentis
2. Status gizi
a. BB : 50 kg
b. TB : 155 cm
Kesan status gizi : gizi normal (IMT 20,8)
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 89 x /menit, regular
c. R : 22 x /menit
d. Suhu : 36,7 OC
4. Kepala : Bentuk simetris, mesosefal
5. Rambut : Warna hitam bercampur abu, distribusi merata, tidak
6
mudah dicabut
6. Kulit : Sianosis (-), turgor kulit kembali cepat (<1 detik),
ikterus (-)
7. Mata : Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), air mata (+), mata cekung (-/-)
8. Telinga : Bentuk simetris dan discharge (-)
9. Hidung : Nafas cuping hidung (-) dan discharge (-)
10. Mulut : Bibir sianosis (-), mulut basah (+), mukosa lidah merah
muda (+).
11. Tenggorokan : Tonsil membesar (-) dan radang (-)
12. Leher : Deviasi trakea (-), JVP (+) normal, pembesaran kelenjar
limfe (-)
13. Thoraks : Bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-),
ketinggalan gerak (-),
Jantung
Inspeksi : benjolan (-), tanda radang (-), jejas (-), dan lesi (-).
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, thril (-)
Perkusi : Normal redup
Auskultasi : S1>S2, murmur (-), gallop (-), denyut jantung reguler
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), gerakan paru
simetris, benjolan (-), tanda radang (-), jejas (-), lesi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), retraksi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikular normal, wheezing (+/+) ronki (-/-)
13. Punggung : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
14. Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-), lesi (-), jejas (-), tanda radang (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
15. Genitalia : Tidak dilakukan
16. Anorektal : Tidak dilakukan
17. Ekstremitas :
7
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
F. Resume
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Wangon I dengan keluhan sesak
napas sejak 1 hari sebelum masuk Poli Umum Puskesmas. Keluhan dirasakan
seperti tertimpa benda berat. Keluhan tersebut disertai bunyi mengi dan timbul
terutama saat malam hari hingga menjelang pagi hari serta pasien tidak
mengonsumsi obat rutin karena persediaan sudah habis. Keluhan memberat jika
pasien kelelahan, cuaca dan musim dingin, terpapar debu, bau meyengat dan
asap. Keluhan membaik jika pasien istirahat dan duduk dengan posisi kepala
menunduk. Sesak napas mengganggu pasien hingga membuat pasien tidak dapat
beraktivitas dan sulit tidur. Keluhan sesak diderita sejak 10 tahun yang lalu dan
sering kambuh. Frekuensi serangan satu bulan kurang dai satu kali. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak 3 hari yg lalu. Batuk tidak berdahak, hilang timbul dan
semakin memberat apabila terkena asap. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala seperti berdenyut di bagian belakang kepala. Keluhan tersebut
memberat apabila pasien sedang mengalami sesak napas. Keluhan membaik
apabila istirahat dan sesak napas membaik. Sebelumnya pasien mempunyai
riwayat asma tahun 2010, 2018, dan pertengahan bulan di tahun 2019.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Lingkungan sekitar pasien padat
penduduk dan rumah saling berdekatan. Penduduk mayoritas merupakan ibu
rumah tangga dan peternak kambing, dengan tingkat ekonomi dan pendidikan
menengah ke bawah. Komunikasi pasien dengan tetangga juga relatif sering dan
baik. Dinding rumah sudah menggunakan tembok, sedangkan atap rumah
menggunakan genteng dan anyaman bambu. Pasien tidak pernah memakai
masker saat membersihkan rumah. Sebagian lantai rumah masih yang terbuat dari
semen dan tanah serta disekitar rumah pasien banyak debu sehingga pasien sering
bersin-bersin.
8
compos mentis, kesan status gizi kurang. TD : 110/70 mmHg, N: 89 x/menit,
irama regular, RR : 22 x/menit, S : 36,7 C. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya
suara tambahan wheezing (+/+) pada pemeriksaan Pulmo.
G. Diagnosis Holistik
1. Aspek personal
a. Keluhan Utama : sesak napas
b. Keluhan tambahan : batuk dan nyeri kepala
c. Idea : pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakitnya bisa
membaik dan tidak kambuh kembali
d. Concern : pasien merasa penyakit tersebut agak mengganggu aktivitas
sehari-harinya
e. Expectacy : pasien mempunyai harapan penyakitnya tidak kambuh
kembali
f. Anxiety : pasien pada awalnya merasa cemas pada penyakitnya, namun
setelah diobati pasien merasa sedikit berkurang cemasnya.
Pasien percaya bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.
2. Aspek klinis
Diagnosa : Asma Bronkiale Intermitten Terkontrol
Gejala klinis yang muncul : Sesak napas, batuk, bersin – bersin, riwayat
asma pada tahun 2010 dan 2018
Tanda klinis yang muncul : wheezing (+/+)
Differential diagnosis : PPOK
3. Aspek faktor intrinsik
a. Usia tua
b. Pasien jarang berolahraga
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Riwayat asma tahun 2010 dan 2018
4. Aspek faktor ekstrinsik
a. Tidak memakai masker saat membersihkan rumah
b. Banyak debu disekitar rumah
c. Tidak menggunakan pakaian tebal atau selimut saat tidur malam hari
d. Pembakaran ternak kambing di sekitar rumah
5. Aspek skala penilaian fungsi sosial
9
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3 dikarenakan pasien
sering sesak napas dan aktivitas terganggu, namun pasien masih dapat
melakukan perawatan pada diri sendiri.
H. Tatalaksana komprehensif
1. Personal Care
a. Initial Plan
1. Spirometri
2. Uji Provokasi Bronkus
3. Foto thoraks
4. Pemeriksaan IgE
b. Aspek Kuratif
1) Medikamentosa
Tujuan utama pengobatan asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita dapat hidup tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari – hari, mencegah eksaserbasi akut, mempertahankan
fungsi paru secara optimal dan mencegah terjadi aliran udara yang
ireversibel.
Terapi farmakologi yang diberikan:
PO Salbutamol 3x4 mg selama 7 hari
PO Guaifenesin Gualacolate 3x10 mg selama 3 hari
PO Dexametason 2x0,5 mg selama 3 hari
2) Non Medikamentosa
a) Menghindari faktor pencetus seperti debu
b) Menggunakan masker saat membersihkan rumah
c) Membuka ventilasi di dapur saat memasak
d) Menggunakan pakaian tebal atau selimut saat malam hari
e) Rutin minum obat pengontrol
f) Olahraga teratur
g) Konsultasi rutin ke petugas kesehatan.
b. KIE (Konseling, informasi, dan edukasi)
1) Penjelasan tentang penyakit asma, bahaya, gejala, pencegahan,
serta komplikasi yang bisa terjadi
2) Dukungan psikologis dari keluarga
3) Menganjurkan pasien untuk menggunakan masker saat memasak
10
dan membersihkan rumah
4) Menganjurkan pasien untuk membersihkan rumah dengan teratur
5) Menganjurkan pasien untuk olahraga dengan teratur
6) Menganjurkan pasien untuk meminum obat dengan teratur
7) Mengajarkan penderita tentang pengendalian pernapasan saat
terjadi serangan asma.
c. Rehabilitatif
Memberitahu pasien untuk minum obat secara teratur serta kontrol rutin
sebulan sekali untuk mengetahui kemajuan pengobatan dan terkontrolnya
serangan.
d. Monitoring
Monitoring terhadap kekambuhan serangan asma, kemajuan terapi,
kemajuan aktivitas fisik pasien, serta efek samping yang timbul dari
pengobatan.
2. Family Care
a. Memberikan pengetahuan tentang penyakit asma, penyebab, faktor
risiko, pengobatan, dan pencegahannya kepada anggota keluarga
b. Memberikan pengetahuan untuk berolahraga secara teratur dan
mengurangi paparan fator risiko kepada keluarga.
c. Memberikan pengetahuan tentang penanganan awal saat serangan asma
kepada keluarga.
d. Menganjurkan keluarga untuk saling membantu dalam membersihkan
rumah.
11
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Bentuk keluarga ini adalah nuclear family, dengan Tn. J (46 tahun)
sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai Penjahit. Pada keluarga ini
terdapat ibu dan 3 anak yang hidup bersama..
2. Fungsi Psikologis
Pasien merupakan seorang ibu dengan kehidupan pernikahan yang
harmonis. Setiap masalah yang dihadapi selalu didiskusikan bersama-sama.
Mereka saling menyayangi dan mendukung satu sama lain.
3. Fungsi Sosial
Penyakit yang diderita pasien dirasakan menghambat aktivitasnya
apabila serangan asma. Pasien kurang aktif dalam kegiatan RT atau RW,
namun komunikasi masih baik dengan tetangganya.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Keluarga pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah
kebawah. Sumber penghasilan berasal dari hasil menjahit pakaian dimana
Suami pasien berkerja sebagai penjahit. Pasien dan keluarga pasien hidup
sedehana dalam mencukupi keperluan hidup sehari-hari. Biaya pengobatan di
sarana pelayanan kesehatan menggunakan jaminan kesehatan.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga
dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.
ADAPTATION
Pasien sering menceritakan keluhan kesehatannya terhadap keluarga namun
tidak semua masalah yang dihadapi pasien akan pasien ceritakan pada suaminya.
12
Hanya masalah yang dianggap berat saja yang pasien ceritakan. Saat pasien
menceritakan masalahnya, keluarga akan membantu dan berdiskusi untuk
menyelesaikan masalahnya.
PARTNERSHIP
Komunikasi antara anggota keluarga cukup baik. Suami dan anak pasien
sering menceritakan masalah yang sedang dihadapinya.
GROWTH
Pasien terlihat cukup puas atas segala bentuk dukungan dan bantuan dari
keluarga saat pengobatan pasien.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan suami dan anak –
anaknya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu
pula sebaliknya.
RESOLVE
Pasien merasa bahwa keluarganya memiliki hubungan kasih sayang yang
cukup baik. Demikian sebaliknya, pasien juga sangat menyayangi keluarganya
yang selalu ada untuk dirinya di kala sehat maupun sakit. Selain itu pasien juga
merasa cukup puas dengan segala bentuk dukungan dan bantuan dari keluarga
saat pasien menjalani pengobatan.
13
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10 , fungsi fisiologis Ny. Y terhadap keluarga cukup sehat.
14
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga Ny. W dinilai dengan menggunakan S.C.R.E.E.M
sebagai berikut :
Tn. J Ny. W
46 th 40 th
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien
: Asma
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Ny. W dinilai baik
16
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
17
Diagram 4.1. Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Pengetahuan : Lingkungan:
Pasien dan keluarga Lingkungan rumah
kurang mengetahui cukup berdebu dan
penyakit asma Suami seorang
perokok
Sikap: Tindakan
Perhatian keluarga Pasien langsung ke
Keluarga puskesmas jika
terhadap penyakit
Ny. W mengeluhkan sesak
penderita cukup baik
napas
Faktor Individu:
Pasien sering Pelayanan
Kesehatan:
mengalami bersin-
Menggunakan KIS
bersin saat terpapar
untuk berobat
debu
Pekerjaan
Keturunan
Pasien bekerja sebagai Ibu
Kakek dan Tante Rumah Tangga. Saat memasak
menderita asma dan membersihkan rumah,
pasien tidak pernah
menggunakan masker
: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
18
genteng dan anyaman bambu. Sebelumnya, 2 tahun yang lalu, rumah
pasien masih menggunakan dinding kayu dan lantai semen. Namun,
rumah pasien direnovasi karena mendapatkan dana dari bantuan
Pemerintah. Rumah pasien memiliki 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang
makan, 1 dapur, 1 kamar mandi yang berada di rumah. Setiap ruangan
memiliki jendela dan ventilasi yang cukup. Namun, kesan pencahayaan
kurang. Walaupun rumah memiliki jendela yang cukup besar, sinar
matahari kurang dapat masuk terutama pada ruang makan dan dapur.
Rumah sudah memiliki 1 kamar mandi sendiri dan memiliki jamban yang
berbentuk dari leher angsa. Sumber air yang didapat berasal dari PDAM
desa dan Septic tank berjarak lebih dari 6 m.
2. Denah Rumah
Di dalam rumah pasien terdapat 4 buah ruangan terdiri dari 2 kamar tidur,
1 dapur, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, 1 tempat ibadah. Jumlah jendela
sebagai tempat ventilasi cukup yaitu ada pada ruang tamu dan ruang tidur.
Sumber air yang digunakan berasal dari PDAM desa.
3. Denah Rumah
Kamar tidur
Ruang tamu
Kamar tidur
Mushola
Ruang Keluarga
WC
Dapur
19
V. DAFTAR MASALAH
A. Masalah medis :
Asma Bronkiale Intermitten Terkontrol
B. Masalah non medis :
1. Sering terpapar asap dari pembakaran kayu bakar
2. Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit asma dan
bahaya asap
3. Kondisi lingkungan padat penduduk dan banyak debu dihalaman rumah
4. Keluarga masih menggunakan bantal dari kapuk
5. Kurangnya ventilasi di dapur
C. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Kondisi lingkungan
Ny. Y 50 th Keluarga masih
merupakan padat Asma
bronkiale menggunakan bantal
penduduk & banyak intermitten dari kapuk
debu di halaman rumah terkontrol
20
D. MATRIKULASI MASALAH
Prioritas masalah ini ditentukan melalui Teknik kriteria matriks:
I R Jumlah
No. Daftar masalah T
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
Sering terpapar asap dari 3 4 3 2 4 4 5 28,83
1.
pembakaran kayu bakar
Kurangnya pengetahuan 4 4 4 3 4 3 3 39,6
pasien dan keluarga
2.
tentang penyakit asma
dan bahaya asap
Kondisi lingkungan yang 4 3 3 2 4 2 3 19,98
padat penduduk &
3.
banyak debu dihalaman
rumah
Keluarga masih 3 3 3 2 3 3 4 19,98
4. menggunakan bantal dari
kapuk
Kurangnya ventilasi 4 3 3 2 3 4 4 26,4
5.
didalam dapur
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masyarakat)
SB : Social Benefit (keuntungansosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yag tersedia)
R : Resource (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (ketersediaan sarana)
Kriteria penilaian:
21
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
E. PRIORITAS MASALAH
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah Ny. Y
adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit asma dan
bahaya asap
2. Sering terpapar asap dari pembakaran kayu bakar
3. Kurangnya ventilasi didalam dapur
4. Kondisi lingkungan yang padat penduduk & banyak debu dihalaman rumah
5. Keluarga masih menggunakan bantal dari kapuk
22
Metode yang digunakan adalah metode RINKE. Metode ini menggunakan dua
kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya
yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
Tabel 4.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
C
M
I V (jumlah biaya
(besarnya
(kelanggengan (kecepatan yang diperlukan
Skor masalah
selesainya penyelesaian untuk
yang dapat
masalah) masalah) menyelesaikan
diatasi) masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak Sangat lambat Sangat murah
langgeng
2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat Cukup murah
4 Besar Langgeng Cepat Mahal
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat Sangat mahal
23
4 Penggantian bantal yang 2 4 3 3 8 4
berbahan kapuk dengan
bahan busa
4. Memberikan Ventilasi 4 4 3 4 12 3
tambahan dengan membuka
tembok bambu yang berada
di dapur
24
VI. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA
25
1 17 Membina hubungan saling Pasien Pasien bersedia untuk
September percaya dengan pasien, dan dikunjungi lebih lanjut
2019 diantaranya perkenalan keluarga untuk dipantau
dan bercerita mengenai perkembangannya.
kehidupan sehari-hari.
Mendiskusikan dengan
pasien untuk kedatangan
berikutnya
Menggali pengetahuan dan Pasien bersedia untuk
2 21 pemahaman pasien dilakukan konseling dan
september mengenai penyakitnya dan Pasien edukasi lebih lanjut
2019 mencari faktor risiko yang dan
menyertai pasien dan keluarga
keluarga serta
mendiskusikan untuk
dilakukan konseling dan
edukasi
3. 23 Memberikan penjelasan Pasien Pasien dan keluarga
September mengenai pengertian, dan memahami tentang
2019 faktor risiko dan pencetus, keluarga asma, pentingnya
tanda-gejala, pencegahan, menghindari faktor
komplikasi dari penyakit pencetus dan mengenali
asma tanda dan gejalanya.
26
pemeriksa dan menceritakan hal – hal yang sudah dicoba dilakukan
dirumah dalam mencegah timbulnya penyakit.
b. Sumber Daya
Ruang tamu di kediaman Ny. Y menjadi tempat memberikan informasi
dan pemberian masker. Pemberi informasi yaitu Nirmala dan dibantu
dokumentasi oleh Rahmatika Gita. Nirmala menyampaikan materi yang
berisi definisi, faktor risiko, tanda dan gejala, pencegahan, komplikasi,
diet, pencegahan dan pengobatan dari penyakit asma. Selain itu, pemateri
juga memberika informasi dan leaflet tentang bahaya menghirup asap.
Anggaran yang dihabiskan adalah sejumlah Rp. 16.000.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Acara diselenggarakan di ruang tamu kediaman Ny. Y yang berlangsung
kondusif. Semua kegiatan terlaksana dengan baik dan antusiasme peserta
baik dibuktikan dengan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta ada
sebanyak tiga pertanyaan yang berhubungan dengan penyakit asma.
Materi disampaikan dengan metode lisan/oral tanpa menggunakan
media lain yang meliputi definisi, faktor risiko, tanda dan gejala,
pencegahan, komplikasi, pengobatan penyakit asma dan juga bahaya
menghirup asap pembakaran kayu bakar.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Kegiatan berhasil dilaksanakan pada hari Selasa, 24 September 2019.
Acara dimulai pukul 13.00 WIB – 14.00 WIB dan berlangsung selama 60
menit diakhiri oleh review kembali dan pembagian leaflet. Kegiatan
terlaksana sesuai yang direncanakan.
3. Output
Sebelum dilakukan konseling pasien dan keluarga mengaku masih
bingung mengenai penyakit yang diderita Ny. Y sehingga dengan adanya
konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi lebih paham
tentang penyakitnya. Setelah konseling, dilakukan tanya jawab, narasumber
memberikan 5 pertanyaan terkait penyakit asama. Pasien beserta keluarga
27
dapat menjawab 4 pertanyaan dengan tepat sehingga tingkat pengetahuan
pasien meningkat menjadi 80 % dari sebelumnya yang hanya 40%.
28
VII. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat sementara/reversible (Sukamto, 2006).
Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit
yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat
berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat (Alsagaff,
2006).
B. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia
dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar
pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami
penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan
(Morris, 2011).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini
jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada
tahun 2025 (Partridge, 2007).
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya
saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia (DAI, 2009).
C. Faktor risiko
Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan (Rengganis, 2008).
29
1. Faktor genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14
tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding
anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut
lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih
banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan
faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat
mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan
berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki
gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan.
30
b. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya,
eritosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.
c. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat
untuk menyelsaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diobati maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan
dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan resiko
terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas/olahraga tertentu. Sebagaian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktiviatas jasmani atau olahraga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musin kemarau,
musim bunga (serbuk sari beterbangan)
i. Status ekonomi
31
D. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah
sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang
pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita
asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat
kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila
penderita terpajan oleh alergen tertentu.
Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh
reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor
pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
E. Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang
digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi
pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat
menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan
klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-
ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya (Menteri
Kesehatan RI, 2008).
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut):
32
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari:
1) Intermitten
2) Persisten ringan
3) Persisten sedang
4) Persisten berat (Tabel.1).
Gambar 7.1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara
umum pada orang dewasa.
33
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat
yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-
ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat
pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan
terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan
ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan
antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai
contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan
ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik
jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti
napas yang dapat menyebabkan kematian (Menteri Kesehatan RI, 2008).
Gambar 7.2. Derajat serangan Asma
34
F. Pathogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh
hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel
yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang
dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran
napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor
genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator
yang membentuk proses inflamasi kronik. Proses inflamasi kronik ini
berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu
episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari.
Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu
penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik
(Rahmawati, 2003).
Factor pencetus
Hiperreaktivitas
G. Manifestasi klinis
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi,
dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa
berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin.
Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada
perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang
mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang
gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough
variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan
pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi
bronkus dengan metakolin (Widjaja, 2003).
38
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan
gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan
gejala terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang
merangsang, infeksi saluran napas maupun perubahan cuaca (Widjaja, 2003).
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya
memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada
pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya
mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya,
seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau
uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin
diperlukan untuk menegakkan diagnosis (Widjaja, 2003).
H. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara
lain: riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal,
merah dan berair (konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang
sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat
perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas
karena masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada
malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rhinitis atau alergi lainnya
dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak kecoa,
terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya
tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa
kain beludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak
seperti bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah
pasien merokok, orang lain yang merokok, di rumah atau lingkungan
kerja, obat yang digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin, atau
steroid (Mansjoer, 2001).
b. Pemeriksaan fisik
39
Untuk menetukan diagnosis asma harus dilakukan anamnesis
secara rinci, menetukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran
napas. Pada pemeriksaan fisik pasien asma, sering ditemukan perubahan
cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi thoraks. Pada
inspeksi dapat ditemukan: napas cepat sampai sianosis, kesulitan
bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan dada.
Pada auskultasi dapat ditemukan mengi, ekspirasi diperpanjang
(Rengganis, 2008).
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri
40
4) Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test), untuk menunjukkan adanya
antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong
anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif
tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE atopi
dilakukan dengan cara radio allergo sorbent test (RAST) bila hasil
uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
I. Diagnosis banding
a. Bronchitis kronik
Bronchitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun.
Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan
harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya
didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat.
Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelmaan disertai mengi
dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut,
datap ditemukan sianosis dan tanda-tanda cor pulmonal.
b. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan
asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak
pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung,
peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara
napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.
c. Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan nama asma kardial, dan
bila timbul pada malam hari disebut paroxyismal nokturnal dyspnea.
Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak
menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal
yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Disamping
ortopnea pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema
paru.
41
d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah
imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak
napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura,
keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, irama
derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram
menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.
J. Komplikasi
1. Pneumothoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal napas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga
K. Penatalaksanaan
42
Pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,
diperlukan kerjasama antara pasien, keluarga, serta tenaga kesehatan. Hal
ini dapat tercapai bila pasien dan keluarga memahami tentang penyakit,
tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek samping.
b. Penilaian derajat beratnya asma
Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala,
pemeriksaan uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk
menilai hasil pengobatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak
pasien asma yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan uji faal
parunya menunjukkan adanya obstruksi salura napas.
c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan
Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus
serangan asma makin berkurang atau derajat asma makin ringan.
d. Perencanaan obat-obat jangka panjang
Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat
mengendalikan gejala asma, ada 3 hal yang harus dipertimbangkan
1) Obat-obat anti asma
2) Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tangga
3) Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.
e. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi,
atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma
bervariasi dari yang ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa.
Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan dalam jangka
waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut
menunjukkan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien
sedang terpajan faktor pencetus.
Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:
1) Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera
2) Mengatasi hipoksemia
3) Mengambalikan fungsi paru kearah normal secepat mungkin
4) Mencegah terjadinya serangan berikutnya
43
5) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai
cara-cara mengatasi dan mencegah serangan asma.
f. Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan pasien
asma pada umumnya memerlukan pengawasa yang teratur dari tenaga
kesehatan. Kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil
pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari faktor pencetus serta
poenggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan,
kunjungan ini akan semakin jarang (Widjaja, 2003).
1) Obat-obat anti asma
Pada dasarnya obat-obat anti asma dipakai untuk mencegah
dan mengendalikan gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti asma
antara lain:
Pencegah (controller)
obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan agar gejala
asma persisten tetap terkendali. Obat yang ermasuk golongan ini yaitu
obat-obat anti inflamasi dan bronkodilator kerja panjang (long acting).
Obat-obat anti inflamasi khususnya kortikosteroid inhalasi adalah obat
yang paling efektif sebagai pencegah. Obat-obat anti alergi,
bronkodilator atau obat golongan lain sering dianggap termasuk obat
pencegah. Meskipun sebenarnya kurang tepat karena obat-obat
tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang terbatas misalnya
mengurangi serangan asma, mengurangi gejala asma kronik,
memperbaiki fungsi paru, menurunkan reaktifitas bronkus dan
memperbaiki kualitas hidup. Obat anti inflamasi dapat mencegah
terjadinya inflamasi serta mempunyai daya profilaksis dan supresi.
Dengan pengobatan anti inflamasi jangka panjang ternyata perbaikan
gejala asma, perbaikan fungsi paru serta penurunan reaktifitas bronkus
lebih baik bila di bandingkan bronkodilator. Termasuk golongan
pencegah adalah kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid sistemik,
natrium kromolin, natrium nedokromil, teofilin lepas lambat (TLL),
44
agonis beta 2 kerja panjang hirup (salmaterol dan formoterol) dan oral
dan obat-obat anti alergi (Widjaja, 2003).
Penghilang gejala (reliever)
Obat-obat yang dapat merelaksasi bronkokonstriksi dan gejala-
gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk dalam
golongan ini yaitu agosnis beta 2 kerja pendek (short acting),
kortikosteroid sistemik, anti koinergik hirup, teofilin kerja pendek,
agonis beta2 oral kerja pendek (Widjaja, 2003).
Agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, terbutalin,
prokaterol) merupakan obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila
diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat mencegah serangan asma
karena kegiatan jasmani. Agonis beta 2 hirup juga dipakai sebagai
penghilang gejala pada asma periodic (Widjaja, 2003).
Peran kortikosteroid sitemik pada asma akut untuk mencegah
perburukan gejala lebih lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung
mencegah atau mengurangi frekuensi perawatan di ruang rawat
darurat atau rawat inap. Antikolinergik hirup atau ipatropium bromida
selain dipakai sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma
akut, juga dipakai sebagai obat alternatif pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi efek samping agonos beta 2. Teofilin maupun agonis
beta2 oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai
sediaan hirup (Widjaja, 2003).
Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga
Berdasarkan pengobatan sistemik anak tangga, maka mnurut
berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat, obat yang
dipakai setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid
hirup, bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral jangka panjang
(Widjaja, 2003).
45
Tabel 7.1 Pengobatan sesuai berat asma
46
VIII. RESUME
47
rumah, membuka ventilasi di dapur saat membuat gula aren agar asap bisa keluar,
mengurangi pemakaian bantal dengan bahan kapuk, rutin minum obat pengontrol,
olahraga teratur, dan konsultasi rutin ke petugas kesehatan.
48
IX. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ny. Y adalah seorang pasien yang didiagnosis
asma bronkiale intermitten terkontrol
1. Aspek personal
a) Keluhan Utama : sesak napas
b) Keluhan tambahan : pusing, leher cengeng, batuk, bersin-bersin
c) Idea : pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakitnya bisa
membaik dan tidak kambuh kembali
d) Concern : pasien merasa penyakit tersebut agak mengganggu aktivitas
sehari-harinya
e) Expectacy: pasien mempunyai harapan penyakitnya tidak kambuh
kembali
f) Anxiety : pasien pada awalnya merasa cemas pada penyakitnya, namun
setelah diobati pasien merasa sedikit berkurang cemasnya. Pasien percaya
bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.
2. Aspek klinis
Diagnosa : Asma bronkiale intermitten terkontrol
Gejala klinis yang muncul : sesak napas, mengi (+), batuk, bersin, riwayat
asma pada tahun 2018, riwayat alergi debu.
49
d. Banyak debu disekitar rumah
e. Pengunaan bantal dari bahan kapuk
5. Aspek skala penilaian fungsi sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3 dikarenakan pasien
sering sesak napas dan aktivitas terganggu, namun pasien masih dapat
melakukan perawatan pada diri sendiri.
6. Tatalaksana komprehensif yang diberikan kepada Ny. Y antara lain:
a. Personal care
1) Kuratif berupa terapi medikamentosa dan non medikamentosa
2) Konseling yaitu dengan memberikan edukasi tentang penyakit
asma, bahaya, gejala, pencegahan, serta komplikasi yang bisa
terjadi, dukungan psikologis dari keluarga, menganjurkan
penggunaan masker saat memasak, membersihkan rumah secara
teratur, penggantian kayu bakar dengan bahan bakar gas (LPG),
olahraga teratur dan mengajarkan pengendalian pernapasan saat
terjadi serangan asma.
3) Rehabilitatif dengan memberitahu pasien untuk minum obat
secara teratur serta kontrol rutin sebulan sekali.
4) Monitoring terhadap kekambuhan serangan asma, kemajuan
terapi, kemajuan aktivitas fisik pasien, serta efek samping yang
timbul dari pengobatan.
b. Family care
Memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang penyakit asma,
penyebab, faktor risiko, pengobatan, dan pencegahannya,
mengajarkan untuk berolahraga secara teratur dan penanganan awal
saat serangan asma, membersihkan rumah dengan teratur,
memberikan masker agar digunakan saat memasak maupun
membersihkan rumah, serta mengurangi paparan fator risiko.
c. Community care
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit asma,
penyebab, pengobatan hingga pencegahan penyakit asma,
menghimbau untuk mendukung proses pengobatan pasien dan
50
menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mencegah pasien
terpapar faktor risiko.
B. Saran
1. Pemberian masker kepada pasien dan keluarga
2. Pemberian edukasi dan leaflet kepada pasien dan keluarga mengenai
penyakit asma, penyebab, faktor risiko, faktor pencetus, dan
pencegahannya serta bahaya dari asap.
3. Penggantian kayu bakar menjadi bahan bakar gas (LPG)
4. Penggantian bantal yang berbahan kapuk dengan bahan busa
5. Memberikan ventilasi tambahan dengan membuka tembok bambu yang
berada di dapur
51
DAFTAR PUSTAKA
52
LAMPIRAN
1. Kondisi rumah Ny. W
53
2. Home visit tanggal 2 Januari 2020
54
APA ITU ASAP? APA SAJA BAHAN KIMIA
BAHAYA Suspensi partikel kecil di udara
(aerosol) yang berasal dari
BERBAHAYA PADA ASAP?
1. Senyawa hidrokarbon
ASMA
Yang masuk melalui saluran
Asma adalah suatu penyakit berupa
pernapasan.
penyempitan pada jalan nafas, yang ditandai
Seperti : debu, bulu binatang,
dengan penyempitan pada saluran pernafasan,
serbuk bunga, spora jamur,
peradangan dan peningkatan reaksi jalan nafas
bakteri dan polusi.
terhadap berbagai rangsangan.
Yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-
obatan.
Yang masuk melalui kontak
dengan kulit. seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
c. Stres
Disusun oleh: d. Lingkungan kerja
APA SAJA PENYEBAB SERANGAN
Nirmala Muflihatul K e. Olah raga atau beraktifitas yang berat
ASMA?