Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN KOMUNITAS


PUSKESMAS 1 SUMBANG

Target Capaian Desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas

Disusun Oleh :

• Pravangesta Anggit 1713020014


• Setyawan Aditya 1713020023
• Zaky Rabbani 1713020026
• Bayu Aji Wicaksono 1713020025
• Wahyu Syafiati 1713020020

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 14 JANUARI 2019 - 23 MARET 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Target Capaian Desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Komunitas
Program Profesi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun Oleh :

• Pravangesta Anggit 1713020014


• Setyawan Aditya 1713020023
• Zaky Rabbani 1713020026
• Bayu Aji Wicaksono 1713020025
• Wahyu Syafiyati 1713020020

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Hari, tanggal: Sabtu, 16 Maret 2019
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Christina Iskandar

2
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 33
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
A.Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Tujuan .......................................................................................................... 5
C. Manfaat ........................................................................................................ 5
II. PROFIL PUSKESMAS ................................................................................. 6
A.Visi Misi Puskesmas .................................................................................... 6
B. Misi Puskesmas ............................................................................................ 6
C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerja ......................... 7
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH .. 16
IV. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 19
A.Definisi STBM ........................................................................................... 19
B. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ............................................. 19
C. Lima Pilar ................................................................................................... 21
D.Pentingnya Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat .......................................... 22
E. Jenis-Jenis Jamban ..................................................................................... 23
F.Syarat-syarat Jamban Sehat ........................................................................ 23
G.Tujuan Penggunaan Jamban ....................................................................... 27
H.Konsep Perilaku ......................................................................................... 27
I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Program Jamban Sehat ...................... 29
V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, baik
jasmani, rohani maupun sosial. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu
variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan
masyarakat. Masalah penyehatan lingkungan khususnya pada pembuangan tinja
merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan
prioritas 8.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.852/MENKES/SK/IX/2008
tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program
pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan
sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, serta
mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar berkesinambungan. Melalui program STBM pemerintah
membuat sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi
dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sanitasi. Pendekatan ini
berawal dari keberhasilan pembangunan sanitasi total di Bangladesh dengan
menerapkan model Community Lead TotalSanitation (CLTS) pada tahun 2004.
Pada Puskesmas Kecamatan Sumbang desa yang baru dinyatakan ODF hanya
1 desa dari 11 desa yang ada di Sumbang. Bedasarkan data tersebut maka
dilakukan evaluasi program untuk jamban sehat di Sumbang guna megidentifikasi
strength, weakness, opportunity, threat serta plan of action.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui permasalahan capaian desa ODF pada Kecamatan Sumbang
kabupaten Banyumas
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui permasalahan capaian desa ODF
b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman yang dimiliki
Puskesmas 1 Sumbang dalam capaian desa ODF
c. Mencari pemecahan masalah melalui berbagai strategi yang dapat
diterapkan di Puskesmas 1 Sumbang.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai desa ODF.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai salah satu pertimbangan pemecahan masalah dalam Capaian Desa
ODF.
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Mengetahui permasalahan capaian desa ODF khususnya di Puskesmas 1
Sumbang, sebagai gambaran secara global permasalahan capaian
imunisasi.

5
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

A. Visi Puskesmas
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 2 Tahun 2001
tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Banyumas
Tahun 2002-2006, bahwa pembangunan di bidang kesehatan dan kesejahteraan
sosial diarahkan pada masih rendahnya derajat kesehatan dan kesejahteraan
sosial masyarakat Kabupaten Banyumas.
Visi Kabupaten Banyumas yang tertera dalam Instruksi Bupati
Banyumas Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja
Instansi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas yaitu
“KABUPATEN BANYUMAS MAMPU MEWUJUDKAN MASYARAKAT
YANG SEJAHTERA, TERPENUHI PELAYANAN DASAR SECARA ADIL
DAN TRANSPARAN YANG DIDUKUNG DENGAN PEMERINTAHAN
YANG BAIK DAN APARAT YANG BERSIH DENGAN TETAP
MEMPERTAHANKAN BUDAYA BANYUMAS”. Sedangkan VISI dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas adalah “BANYUMAS SEHAT DAN
MANDIRI”.
Visi Puskesmas 1 Sumbang 1 yang ditetapkan sejak tahun 2014 adalah
“PELAYANAN KESEHATAN DASAR PARIPURNA MENUJU
MASYARAKAT SEHAT MANDIRI”.

B. Misi Puskesmas
Untuk mewujudkan VISI tersebut, maka ditetapkan MISI yang
diharapkan mampu mempercepat cita-cita tersebut. Adapun MISI yang
dimaksud adalah:
1. MENDORONG KEMANDIRIAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT
2. MENINGKATKAN KINERJA DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
3. MENINGKATKAN PROFESIONALISME SUMBER DAYA MANUSIA

6
4. MENINGKATKAN KERJASAMA LINTAS PROGRAM DAN LINTAS
SEKTORAL
5. MENINGKATKAN TERTIB ADMINISTRASI DAN KEUANGAN.

C. Deskripsi Situasi, Kondisi Puskesmas, dan Wilayah Kerjanya

1. Keadaan Geografis
Puskesmas 1 Sumbang terletak di bagian utara kabupaten
Banyumas di kaki Gunung Slamet, berlokasi di Kecamatan Sumbang yang
memiliki 19 desa.

Wilyah kerja Puskesmas 1 Sumbang meliputi 11 (sebelas) desa


binaan yaitu desa Silado, Karangturi, Karangcegak, Sumbang, Kebanggan,
Banteran, Datar, Kawungcarang, Karanggintung, Kedungmalang, dan
Tambaksogra dengan jarak tempuh masing-masing desa 10 menit dengan
kendaran roda 2 dan sekitar 15 menit menggunakan kendaraan roda 4.

Gambar 2.1. Denah Wilayah Puskesmas 1 Sumbang

7
Secara geografis, Puskesmas 1 Sumbang terletak di antara 105o dan
190o30 garis bujur timur dan sekitar 7o30 garis lintang selatan dengan luas
wilayah 1.8881.683 ha, yang meliputi 11 (sebelas) desa.

Wilayah 1 Sumbang sebagian besar merupakan dataran rendah 85%


dan hanya sebagian kecil dataran perbukitan (15%). Seadangkan luas
penggunaan lahan terbanyak adalah dalam bentuk pesawaan atau kebun
sebesar 60% dan pemukiman, tanah pekarangan, kolam, kuburan kurang
lebih 40%.

Adapun batas wilayah Kerja Puskesmas 1 Sumbang adalah sebagai


berikut:

1. Sebelah utara : Wilayah kerja Puskesmas II Sumbang


2. Sebelah selatan : Puskesmas I Kembaran
3. Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga
4. Sebelah Barat : Kecamatan Baturaden

Wilayah kerja puskesmas 1 Sumbang meliputi


1. Desa Silado
2. Desa Karangturi
3. Desa Karangcegak
4. Desa Sumbang
5. Desa Kebanggan
6. Desa Banteran
7. Desa Datar
8. Desa Kawungcarang
9. Desa Karanggintung
10. Desa Kedungmalang
11. Desa Tambaksogra

8
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk di wilah Puskesmas I Sumbang yang
meliputi 11 (sebelas) desa adalah 48.5000 jiwa, dengan pertumbuhan
penduduk 2% dari jumlah tahun sebelumnya.
b. Kepadatan Penduduk
Penyebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Sumbang
belum merata, pada umumnya penduduk masih menumpuk didaerah
yang ramai. Rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Puskwesmas I
Sumbang adalah sebesar 25 wilayah setiap kilometer persegi.
Desa yang paling padat penyebaran penduduknya adalah desa
Datar dengan tingkat kepadatan sebesar 29,5 jiwa setiap kilometer
persegi, sedangkan desa dengan tingkat tingkat kepadatan terendah
adalah Silado dengan tingkat kepadatan sebesar 13,64 per kilometer
perseginya.
3. Indek Pembangunan Manusia (IPM)
IMP merupakan ukuran kinerja pembangunan wilayah terhadap
pembangunan manusia itu sendiri, dengan upaya peningkatan kualitas
penduduk sebagai sumber daya baik aspek fisik (kesehatan), aspek
intelektual (pendidikan) dan aspek kesejahteraan ekonomi (daya beli).
Sebagaian besar penduduk di wilayah Puskesmas I Sumbang adalah
sebagai buruh tani, sebagai sarana penunjang laju perekonomian antara lain
adanya pasar tradisional, warung/toko, badan kredit, lumbung desa dan
koprasi unit desa, sedangkan sarana transportasi umum yang mendukung
aktifitas penduduk adalah angkutan pedesaan.
Dengan letak wilayah berada di lereng Gunung Sleamet wilayah
Sumbang I memiliki potesi agro untuk pertanian, perternakan dan
perkebunan sehingga dapat dikembangkan secara maksimal untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi (daya beli) masyarakat.

9
4. Program Kesehatan Puskesmas 1 Sumbang
a. Program Kerja
Program kerja yang dilaksanakan di Puskesmas 1 Sumbang pada tahun
2017 meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) essensial
a) Pelayanan promosi kesehatan dan UKS
b) Pelayanan kesehatan lingkungan
c) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
d) Pelayanan gizi yang bersifat UKM
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
f) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
2) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pengembangan
a) Pelayanan kesehatan lansia
b) Pelayanan kesehatan haji
c) Pelayanan kesehatan jiwa
d) Pelayanan kesehatan kerja dan olahraga
3) Pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
a) Pelayanan pemeriksaan umum
b) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
c) Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
d) Pelayanan konsultasi sanitasi
e) Pelayanan konsultasi gizi
f) Pelayanan IMS/ VCT
g) Pelayanan imunisasi
h) Pelayanan MTBS
i) Pelayanan lansia
j) Pelayanan laboratorium
k) Pelayanan farmasi
b. Sumber daya puskesmas
1) Sarana dan prasarana

10
a) Gedung Puskesmas : 1 buah
b) Puskesmas pembantu : 1 buah
c) PKD : 9 buah
d) Pusling : 4 buah
e) Posyandu : 61 buah
f) Posyandu lansia : 41 buah
g) UKS : 20 buah
h) Posbindu : 17 buah
i) Poskestren : 1 buah
j) Pos UKK : 1 buah
2) Sumber dana
a) Operasional BLUD
b) Bantuan operasional kesehatan : BOK
c. Ketenagaan
Jumlah tenaga kesehatan pada Puskesmas 1 Sumbang pada
tahun 2017 berjumlah 52 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2.1 Jenis Ketenagaan di Puskesmas 1 Sumbang Tahun 2017

No Jenis Ketenagaan Jumlah (orang)

I Puskesmas Induk
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kasubag TU 1
3 Dokter 3
4 Dokter gigi 1
5 Ahli gizi 2
6 Petugas Promkes 2
7 Apoteker 1
8 Perawat 6

11
9 Surveilan 1
10 Bidan 20
11 Analis Kesehatan 1
12 Tenaga Kebersihan 1
13 Tenaga Pengemudi 1
14 Lainnya 11

Sumber :Profil Puskesmas 1 Sumbang 2017

12
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Data Desa ODF 2018


Tabel III. 1 Data Desa ODF

Desa ODF Bukan ODF

Silado 

Karangturi 

Karangcegak 

Sumbang 

Kebanggan 

Banteran 

Datar 

Kawungcarang 

Karanggintung 

Kedungmalang 

Tambaksogra 

13
B. Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik criteria matriks :
Tabel III.I Martikulasi Masalah

No DaftarMasalah I T R Jumlah
IxTxR
P S SB Mn Mo Ma

1 Dana yang tidak 5 4 4 4 4 5 5 728


memadai

Keterangan :

I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalance (besarnya masalah)

S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)

SB :Social Benefit (keuntungan social Karena selesainya masalah)

T :Technology (teknologi yang tersedia)

R :Resource (sumberdaya yang tersedia)

Mn : Man (tenaga yang tersedia)

Mo : Money (Sarana yang tersedia)

Ma : Material (Keter sediaan sarana)

Kriteriapenilaian :

1 : tidak penting

14
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

Bedasarkan hasil perhitungan menggunakan skala IRT (Importancy,


Technology, Resource) didapatkan hasil bahwa prioritas masalah pada desa ODF
di Kecamatan Sumbang adalah dana yang tidak memadai.

15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan
untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan. Dasar pelaksanaanya adalah Kepmenkes No
852/Menkes/SK/IX/2008 yang diperbaharui dengan Kepmenkes No 3 tahun
2014 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Ciri khas
dari pendekatan STBM adalah :

1. Meniadaakan subsidi untuk pembangunan sarana sanitasi tingkat rumah


tangga.
2. Merupakan methode cepat untuk meningkatkan akses sanitasi dan
perubahan perilaku higiene di Indonesia.
3. STBM adalah satu-satunya program sanitasi yang menyasar langsung ke
tingkat rumah tangga.
4. STBM berfokus pada perubahan perilaku, bukan pembangunan sarana.

B. Pelaku STBM

1. Pemerintah pusat ,daerah hingga desa dan kalurahan.


2. Tokoh agama dan tokoh masyarakat
3. Masyarakat
4. Pihak swasta

16
Agar para pelaku pengembangan STBM dapat melaksanakan peran secara
optimal sesuai kapasitasnya, maka sejak tahun 2008 di Kabupaten Sukoharjo
telah dilaksanakan berbagai kegiatan mencakup advolasi, sosialisasi, forum
konsultasi, pelatihan, workshop, penyuluhan, lomba, monitoring dan evaluasi.

C. Lima Pilar STBM

Gambar 1. Lima pilar STBM

Pengembangan STBM dimasyarakat mencakup :

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan;


b. Cuci Tangan Pakai Sabun;
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga;
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga; dan
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.

D. Implementasi Pilar Pertama : Stop Buang Air Besar Di Sembarangan


Tempat

17
Pencemaran lingkungan oleh tinja atau kotoran manusia berakibat pada
terjangkitnya berbagai penyakit menular terutama diare, thipoid, kecacingan.
Alur masuknya tinja manusia masuk ke mulut digambarkan sebagai berikut :

Terjadinya pencemaran lingkungan oleh tinja disebabkan oleh :

1. Adanya penduduk yang masih buang air besar tidak dijamban ( modol,
ndulih )
2. Adanya WC yang bocor atau sengaja dibocorkan ke sungai atau saluran
3. Jamban cemplong tanpa penutup sehingga serangga dan tikus dapat keluar
masuk

Untuk penyadaran masyarakat tentang bahaya akibat praktik BABS, maka


dilakukan kegiatan pemicuan dan penyuluhan pada kelompok kelompok
masyarakat. Melalui kegiatan pemicuan diharapkan masyarakat secara sadar
dan mandiri mau melakukan perubahan perilaku untuk BAB di Jamban karena
jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban
sehat perlu dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan
penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh
penghuni rumah. Salah satu kendala masih banyaknya penduduk yang belum
memiliki jamban keluarga adalah faktor pembiayaan. Untuk mensiasati
masalah tersebut maka Sekretariat STBM Pusat melaksanakan inovasi konsep
wirausaha sanitasi. Melalui konsep ini diharapkan disetiap wilayah muncul
wirausaha yang mampu memenuhi permintaan masyarakat menyediakan
jamban sehat, sederhana dan murah.

E. Desa / Kelurahan ODF

Adalah desa atau kelurahan yang 100% penduduknya telah mempraktikan


buang air besar di jamban termasuk pembuangan kotoran bayi dan orangtua
jompo. Desa atau kelurahan dinyatakan ODF apabila telah dilakukan verifikasi

18
oleh tim kecamatan. Awal tahun2014, desa ODF di Kabupaten Sukoharjo baru
mencapai 18 desa dari target 48, hal ini tertunya harus dilakukan berbagai upaya
percepatan.

F. Implementasi Pilar KeduA CTPS


a. Manfaat CTPS ?

1. Melindungi kesehatan keluarga (Menurunkan kasus Diare hingga 47%,


ISPA dan Flu Burung hingga 50%, dan direkomendasikan untuk
pencegahan avian flu atau flu burung)
2. Merupakan upaya sederhana, mudah dan terjangkau untuk mencapai
sehat
3. Mendidik anggota keluarga untuk berperilaku bersih, kegiatan yang
menyenangkan keluarga (lakukan sambil bermain dengan anak)

b. Lima Waktu Penting CTPS

1. Sebelum makan
2. Sebelum menghidangkan makanan
3. Sebelum memberi makan bayi / balita
4. Sesudah BAB dan BAK
5. Sesudah memegang hewan.

c. Prinsip CTPS

1. Menggunakan air mengalir


2. Menggunakan sabun cair
3. Setelah CTPS mernggunakan lap bersih dan kering atau dikibas kibaskan

G. Implementasi Pilar Ketiga Pengelolaan Air Minum Dan Makanan Rumah


Tangga

19
Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang rata rata memerlukan
40 s/d 60 l / hari / orang. Mengingat air sangat berpotensi sebagai media
penularan penyakit dan ganguan kesehatan, maka air yang digunakan atau
dikonsumsi harus memenuhi beberapa persyaratan :

1. Syarat fisik : jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa
atau rasanya segar.
2. Syarat bakteriologis : yaitu tidak mengandung kuman kuman penyebab
penyakit
3. Syarat kimia : tidak mengandung unsur atau senyawa kimia
berbahaya
4. Syarat radioaktif : tidak mengandung unsur radioaktif

Sumber air minum yang dimanfaatkan oleh penduduk Kabupaten


Sukoharjo meliputi perpipaan PDAM, perpipaan non PDAM ( pengadaan
melalui program Pamsimas, DAK Air Bersih, PNPM ), sumur gali, sumur
pompa dangkal dan sumber lain yaitu membeli dari penjual keliling atau dari
depot isi ulang. Beberapa permasalahan dalam penyediaan air bersih diwilayah
Sukoharjo. Bebrapa permasalahan yang dialami dalam penyediaan air bersih
antara lain pada saat kemarau panjang wilayah selatan membutuhkan dropping
air, beberapa lokasi tepian bengawan solo dijumpai air yang payau atau asin.

H. Implementasi Pilar Keempat Pengamanan Sampah Skala Rumah Tangga


Meningkatnya volume timbulan sampah di Kabupaten Sukoharjo
semakin meningkat. Hal ini tentunya menjadi permalahan serius yang harus
segera ditangani. Konsep yang rekomendasikan adalah penganan sampah mulai
dari sumbernya yaitu rumah tangga. Sampah dari rumah tangga terdiri dari
sampah organik dan anorganik. Atau ada yang mengelompokkan menjadi
sampah lunak dan sampah padat. Masyarakat diharapkan memiliki kemauan
dan kemampuan untuk mengelola sampah sehingga volume yang dibuang ke

20
area TPA dapat dikurangi. Model pengelolaan sampah yang dikembangkan di
Kabupaten Sukoharjo adalah 3 R :

Reduce, yaitu mengurangi produksi sampah, contoh menyajikan jamuan makan


menggunakan piring bukan kardus atau stereofom. Sampah organik diproses
menjadi kompos

Reuse, yaitu mengurangi penggunaan barang sekali pakai, misal belanja ke


pasar membawa tak plastik dari rumah

Recycle, yaitu mendaur ulang sampah. Kertas, plastik, logam adalah barang
barang yang potensi dilakukan daur ulang baik secara manual / tradisional
maupun pabrikan.

I. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat


Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusia merupakan masalah yang pokok untuk diatasi sedini mungkin, karena
kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia
sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai perantara,
antara lain air, tangan, seranggaa, tanah, makanan, serta minuman yang
mengandung bakteri E.coli yang tercemar oleh kotoran manusia.

Beberapa penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar


seperti penyediaan jamban antara lain : tifus, disentri, kolera, bermacam-
macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), dan schistosomiasis. Bakteri
E.Coli dijadikan sebagai indikator penyebab terjadinya penyakit tersebut dan
seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan manusia
1
.

J. Jenis-jenis Jamban

21
Jamban yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik
adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang
tercukupi. Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan
konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini
hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat
jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat
juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih
menimbulkan gangguan karena baunya.
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang
dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran.
Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas
penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan
menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang
dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin 3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang
disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini
mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang.
Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih
jauh dan mengotori air tanah.
3. Angsatrine (Water Seal Latrine)
Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu
alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini
berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat
penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu
terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat

22
mencegah hubungan lalat dengan kotoran 5. Jamban di Atas Balong
(Empang)
Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong)
adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan
yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan
sebagai berikut:
a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi
b. Balong tersebut tidak boleh kering
c. Balong hendaknya cukup luas
d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh
di air
e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan
f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak
15 meter g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas
permukaan air
4. Jamban Septic Tank
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara
anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan
kotoran terjadiproses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang
sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta
dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa
(misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang),
sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak
tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran,
pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan
yaitu:
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat
b. Lapisan cair

23
c. Lapisan endap
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesan di
Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

a. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam


cara pembuangan kotorannya yaitu:
1) Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah
2) Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang
b. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan
kotorannya yaitu :
a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan
bowl langsung di atas galian penampungan kotoran
b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan
bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan
kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh
suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian
penampungan kotoran.
Syarat-Syarat Jamban sehat
Menurut Depkes RI (2004), jamban keluarga sehat adalah jamban yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung


berjarak 10-15 meter dari sumber air minum
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun
tikus
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga
tidak mencemari tanah di sekitarnya
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan
berwarna
6. Cukup penerangan

24
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedianya air dan alat pembersih
Menurut Arifin dalam Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban
sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air


a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar
dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah
maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10
meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada permukaan
sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes
dan mencemari sumur
2. Tidak mencemari tanah permukaan
Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras
kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian
3. Bebas dari srangga
Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras
kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian

a. Bebas dari serangga Jika menggunakan bak air atau


penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu.
Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya
nyamuk demam berdarah
b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang
gelap dapat menjadi sarang nyamuk

25
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat
celah-celah yang bias menjadi sarang kecoa atau
serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban
cemplung
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus
ditutup setiap selesai digunakan
b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher
angsa harus tertutup rapat oleh air
c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa
ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran
d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin.
Pembersihan harus dilakukan secara periodik
5. Aman digunakan oleh pemakaiaannya
Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat
pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong
anyaman bambu atau bahan penguat lain
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi
pemakainya
a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah
saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda
lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat
saluran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang
kotoran karena jamban akan cepat penuh
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
a. Jamban harus berdinding dan berpintu

26
b.
Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga
pemakainya terhindar dari hujanan dan panas 14
Tujuan Penggunaan Jamban
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, menyebutkan bahwa
tujuan penggunaan jamban sehat merupakan suatu fasilitas pembuangan tinja
yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban
yang baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Melindungi masyarakat dari peyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana
yang aman
3. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor
penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan 7
Menurut Firmansyah (2009), tujuan penggunaan jamban adalah
sebagai berikut:

1. Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau


2. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitamya
3. Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat
menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, tifus,
kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan
keracunan.
Konsep Perilaku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), penggunaan adalah
suatu proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu dan pemakaian sesuatu
yang bermanfaat sehingga dapat mendatangkan kebaikan (keuntungan) bagi

27
yang menggunakannya. Penggunaan ini erat kaitannya dengan perilaku
manusia yang nyata dilakukan oleh seseorang dalam bentuk perbuatan.

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat,
perbuatan yang dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian dan
perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya
(Purwanto, 1998). Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar 1

Teori yang pernah diujicobakan untuk mengetahui faktor-faktor yang


berhubungan dengan perilaku kesehatan adalah teori kesehatan dari Lawrence
Green (1980). Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan
yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal
sebagai kerangka PRECEDE. PRECEDE ini merupakan singkatan dari
Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Causes in Educational Diagnosis
and Evalution. Green menganalisisperilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni:

1. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,


kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok yang
berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat.

28
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

A. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Program Jamban Sehat


1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang
disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi,
poster, majalah dan surat kabar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengetahuan


merupakan segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga merupakan

29
domain yang sangat penting dalam terbentuknya perilaku seseorang.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar
b. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya

c. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain.

d. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru

e. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2. Kebiasaan

30
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kebiasaan disebut
sebagai sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang untuk
hal yang sama. Menurut Tampubolon (2000), kebiasaan disebut sebagai
perilaku atau kegiatan yang bersifat fisik atau mental yang telah mendarah
daging dan membudaya dalam diri seseorang.
Buang air besar sembarangan merupakan prilaku yang masih sering
dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini disebabkan tidak tersedianya
sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana pembuangan kotoran
manusia (jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting
peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran
pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama
dalam mencemari tanah dan sumber air (Soeparmin, 2003).
3. Ketersediaan Jamban Umum
Ketersediaan adalah kestabilan dan kesinambungan penyediaan sarana
dan prasarana (Suryana, 2004). Ketersedianya sarana sanitasi merupakan hal
yang penting dalam kesehatan lingkungan sebagai upaya untuk lokalisasi
pembuangan tinja dan limbah cair lainnya secara terpusat, menjaga
kebersihan air baik air tanah maupun air permukaan seperti sungai, dan
merupakan upaya untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan
gangguan kesehatan lainnya (Soenarto, 2000).
4. Keterjangkauan Jamban Umum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), keterjangkauan
disebut sebagai kemudahan dalam mencapai. Menurut Notoatmodjo (2007),
keterjangkauan masyarakat dalam mencapai tempat-tempat fasilitas sanitasi
seperti sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting peranannya untuk mencegah kontaminasi kotoran manusia.
Menurut Soenarto (2000), untuk memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat dalam penggunaan fasilitas sanitasi seperti sarana

31
jamban maka harus mempertimbangkan jarak fasilitas yang tidak terlalu jauh
dengan tempat pemukiman masyarakat
5. Kebijakan Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kebijakan merupakan
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Kebijakan
berisi peraturan untuk mengatur secara sah batasan-batasan perilaku
masyarakat agar bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Usman (2004), kebijakan bukan sekedar pernyataan cita-cita,
tujuan, atau garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Supriyadi (2007), kebijakan adalah jawaban terhadap suatu
masalah, dan merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah
suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan terarah.
Kebijakan daerah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan
dilaksanakan pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada
tujuan tertentu demi kepentingan masyarakatnya. Menurut Dunn (2003),
kebijakan daerah adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat dimana dalam
penyusunannya melalui berbagai tahapan.
6. Dukungan Tenaga Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), dukungan adalah suatu upaya yang
diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi
seseorang atau masyarakat dalam melaksanakan kegiatan. Perubahan
perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan dan
dibentuk oleh pengetahuan yang diterima kemudian timbul persepsi dari
individu yang memunculkan sikap dan niat untuk mewujudkan suatu
perilaku. Menurut Notoatmodjo (2005), untuk memberdayakan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat dengan baik diperlukan dukungan dari tenaga

32
kesehatan untuk memberikan contoh yang baik maupun membekali
masyarakat dengan pengetahuan/informasi yang bermanfaat.
Menurut Notoatmodjo (2003), memberikan contoh yang baik sebagai
tokoh panutan bagi masyarakat merupakan suatu dukungan agar masyarakat
berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan baik dengan cara persuasi,
bujukan, himbauan, ajakan, melalui kegiatan yang disebut pendidikan
kesehatan. Dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku
masyarakat akan memakan waktu lama, namun bila perilaku tersebut
berhasil diadopsi masyarakat maka akan langgeng bahkan selama hidup
dilakukan. Dukungan tenaga kesehatan juga merupakan suatu bentuk
intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku individu, kelompok,
atau masyarakat agar perilaku tersebut mempunyai pengaruh terhadap
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dukungan
tenaga kesehatan dalam memberikan contoh yang baik maupun memberikan
informasi/pengetahuan kepada masyarakat merupakan suatu upaya
pemberdayaan perubahan perilaku kesehatan masyarakat dalam
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan.
7. Dukungan Tokoh Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2005), salah satu pembentuk perilaku seseorang
atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh adanya acuan atau
referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personnal references).
Di dalam masyarakat, sikap paternalistic masih kuat sehingga perubahan
perilaku masyarakat masih bergantung kepada tokoh masyarakat setempat
sebagai acuan pribadi yang dipercayai.

33
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Strength
1. Puskesmas 1 Sumbang aktif dalam melakukan sosialisasi jamban sehat ke
masyarakat
Puskesmas 1 Sumbang sudah aktif dalam melakukan sosialisasi jamban
sehat ke masyarakat yaitu dengan terlaksananya penyuluhan pada tahun
2018 sebanyak 23 kali.
2. Setiap desa sudah memiliki kader kesehatan lingkungan masing-masing
Setiap desa sudah memiliki kader kesehatan lingkungan yang cukup
memadai, dengan dilakukan pelatihan dari pihak puskesmas pada setiap
kader.
3. Monitoring dan Evaluasi rutin dilakukan setiap bulannya
Monitoring dan evaluasi mengenai jamban sehat sudah dilakukan
namun tidak setiap bulan, hanya dilakukan pada bulan Mei, Juni, Juli,
Agustus setiap tahunnya.
4. Petugas kesling Puskesmas 1 Sumbang sudah mencukupi
Setiap dilakukan penyuluhan tidak terdapat masalah mengenai
kekurangan tenaga karena petugas kesling dibantu oleh bidan desa, kader-
kader, dan juga BABINSA (Bintara Pembina Desa).
5. Terdapatnya data yang valid mengenai akses jamban di Kecamatan
Sumbang.
Petugas kesling puskesmas 1 Sumbang sudah memiliki data mengenai
akses jamban di Kecamatan Sumbang berdasarkan nama penduduk dari
masing-masing desa.

34
B. Weakness
1. Dana yang tidak memadai
Mata pencaharian warga Sumbang yang rendah, dimana pendapatan yang
rendah juga merupakan salah satu faktor penghambat dalam terbentuknya
jamban sehat. Warga yang kurang pengetahuan akan menganggap jamban
sehat tidak penting sehingga dalam pendapatan yang rendah akan lebih
memprioritaskan hal lain.
C. Opportunity
1. Warga yang antusias
Warga yang antusias dapat mempengaruhi tebentuknya jamban sehat.
D. Threat
1. Tidak tercapainya desa ODF
2. Tersedianya wahana seperti sungai yang cukup luas di Sumbang sehingga
menyulitkan warga untuk beralih ke jamban sehat.
3. Penyebaran penyakit terutama penyakit saluran pencernaan meningkat.

Plan of Action

1. Memprioritaskan pengalokasian dana kesehatan untuk pembuatan jamban


sehat.
Pemerintah sudah memberikan dana khusus kesehatan yang seharusnya
sudah mencangkup jamban sehat, namun dari masyarakat Sumbang tidak
memprioritaskan dana kesehatan tersebut untuk pembuatan jamban sehat bagi
setiap warga desa, sehingga perlu dibuat peraturan resmi dari pemerintah untuk
pengalokasian dana kesehatan khusus untuk pembuatan jamban sehat.
2. Peningkatan frekuensi penyuluhan terutama pada warga desa yang belum ODF
Peningkatan frekuensi penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan
tingkat pengetahuan warga yang diharapkan dapat meningkatkan antusias serta
dapat mengubah stigma warga terhadap jaman sehat sehingga program jamban
sehat dapat terlaksana dengan baik.
3. Optimalisasi kerja, pelatihan kader dan bekerjasama dengan pihak lain

35
Optimalisasi kerja kader yaitu dengan mendata warga desa yang belum
memiliki jamban sehat, evaluasi tetap dilakukan, penambahan jumlah kader
juga diperlukan guna meningkatkan kualitas penyuluhan kepada masyarakat
agar lebih intens. Selain itu kerjasama dengan pihak lain seperti tokoh
masyarakat juga dapat membantu dalam pendekatan kepada warga.

Masalah Penyebab Plan of Action

Dana yang tidak Mata pencaharian warga - Meningkatkan kepedulian


tersedia Sumbang yang rendah, dimana masyarakat terhadap jamban
pendapatan yang rendah juga sehat. Sehingga setiap desa
merupakan salah satu faktor dapat memprioritaskan
penghambat dalam terbentuknya terlaksananya program
jamban sehat. Warga yang jamban sehat.
kurang pengetahuan akan - Perlu dibuat peraturan resmi
menganggap jamban sehat tidak dari pemerintah untuk
penting sehingga dalam pengalokasian dana
pendapatan yang rendah akan kesehatan khusus untuk
lebih memprioritaskan hal lain. pembuatan jamban sehat.

36
DAFTAR PUSTAKA
1. Notoadmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Edisi revisi 2011.
Jakarta: Rineka Cipta. 2011
2. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. Buku Kumpulan Peraturan dan
Pedoman Teknis Kesehatan Lingkungan. Propinsi Jawa Barat. 2004
3. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 132 tahun 2013. Tentang
Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), 2013. Diunduh
dari http://new.pamsimas.org/data/2013/sur at edara n20Menke2013.pdf. 28
Februari 2019.
4. Saatnya Memilih yang Lebih Baik Bukan Sekedar Membangun Jamban.
Pronpinsi Jawa Barat, 2010. Diunduh dari
http://www.diskes.jabarprov.go.id, 10 maret 2019.
5. Trihono, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional
2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diunduh
http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf. 10 maret
2019.
6. UNICEF. Air, Lingkungan, Sanitasi dan Kebersihan. Jakarta: UNICEF.
2012.
7. Trihono, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional
2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diunduh dari:
http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf, 09 maret
2019
8. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;2009.
9. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2011.
Memastikan Kelestarian Hidup. Jakarta: Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembanguan Nasional
(BAPPENAS);2012.h.86-9.

37
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Buku Kumpulan Peraturan dan
Pedoman Teknis Kesehatan Lingkungan. Karawang : Kegiatan
Pengembangan dan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan APBD II; 2014.
11. Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Karawang tahun 2014 –
2018.Diunduh dari
https://www.google.com/url.ppsp.nawasis.dokumenperencanaansanitaspokj
akab.karawang . 5 Maret 2019.
12. Azwinsyah, dkk. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Rendahnya Kepemilikan Jamban Keluarga dan Personal Hygiene dengan
Kejadian Diare di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten
Langkat Tahun 2014. http://download.portalgaruda.org/
13. Darsana. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan
Jamban Keluarga di Desa Jehem Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 4 No 2, November 2014
http://poltekkesdenpasar.ac.id/
14. Dharma. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya
Kepemilikan Jamban Keluarga dan Personal Hygiene dengan Kejadian Diare
di Desa Sei Musam Kendit Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun
2014
15. Kusnoputranto, H. (2013). Kesehatan Lingkungan: Jamban di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 5, No.4, November 2013. http://etd.rep

38
39

Anda mungkin juga menyukai