Anda di halaman 1dari 22

BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH

1.1.

Urine

Urine adalah cairan yang diekskresi oleh ginjalm dialirkan melalui ureter,
disimpan dalam kandung kemih, dan dikeluarkan melalui uretha, isi kandungan
dan volumenya sangat bervariasi dari hari ke hari untuk mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit yang normal (Dorland, 2012).
1.2.

Hepatitis
Hepatitis merupakan istilah yang dipakai untuk semua jenis peradangan

pada sel-sel hati, yang bisa disebabkan infeksi virus, bakteri dan parasit; obatobatan; konsumsi alkohol; lemak yang berlebih; dan penyakit autoimmun
(Infodatin Kemenkes RI, 2014).
1.3.

BAC
BAC adalah Bawah Arkus Costarum, suatu patokan dalam mengukur pembesaran

hepar, yang diukur dalam satuan sentimeter atau jari BAC

dan atau BPX (Bawah

Processus Xyphoideus). Adapun menentukan pembesaran hepar BAC adalah :


Tarik garis midclavikularis kanan sampai memotong arkus costarum. Dari titik potong
yang terjadi, ditarik garis ke umbilicus. Pembesaran hepar diukur dari titik pertemuan
itu ke arah umbilicus.

1.4.

AST

AST (Aspartate Transaminase) atau SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic


Transaminase) adalah enzim golongan transferase yang diantaranya terdapat
dalam sel hati, yang mengatalisis pemindahan reversibel gugus amino dari
aspartat ke -ketoglutarat untuk membentuk glutamat dan oksaloasetat. Kadar
AST dan transaminase lainnya seringkali meningkat jika hati mengalami
gangguan yang menyebabkan kerusakan jaringan (Dorland, 2012).
1.5.

ALT
ALT (Alanine Transaminase) atau SGPT (Serum Glutamic Pyrupic

Transaminase) adalah enzim golongan transferase yang mengatalisis pemindahan


reversibel gugus asam amino dari alanin ke -ketoglutarat untuk membentuk
glutamat dan pirupat. Enzim ini ditemukan pada serum dan jaringan tubuh
terutama pada hati. Aktivitas enzim ALT sangat meningkat pada penyakit hati
(Dorland, 2012).
1.6.

Bilirubin

Bilirubin adalah suatu pigmen empedu kuning yang merupakan produk


pemecahan heme yang terutama terbentuk dari degradasi hemeglobin eritrosit di
dalam sel retikuloendotelial, namun juga terbentuk dari pemecahan pigmen heme
lainnya, seperti sirokrom (Dorland, 2012)
1.7.

Direct bilirubin

Direct bilirubin atau bilirubin terkonjugasi adalah bilirubin yang telah diambil
oleh sel-sel hati dan dikonjugasikan membentuk bilirubin diglukuronid yang larut
dalam air, yang dapat diekskresikan dalam empedu (Dorland, 2012)
1.8.

Indirect bilirubin
Indirect bilirubin atau bilirubin tak terkonjugasi adalah bentuk bilirubin yang

larut dalam lemak yang bersirkulasi dan membentuk ikatan lemah dengan protein
plasma (Dorland, 2012).

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.

Mengapa urine Ny. Zein seperti air teh?


Apa hubungan penyakit majikannya dengan keluhan pasien?
Interpretasi pemeriksaan fisik dan lab?
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis HAV!
Penegakkan diagnosis dan DD kasus ini?

BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1.

Penyebab urine pasien seperti air teh


Menurut Lindseth (2014) dapat dijelaskan sebagai berikut : Akibat
adanya peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat dari

hasil pemeriksaan fisik adanya ikterik, pembengkakan hepar

dan

pemeriksaan laboratorium meningkatnya kadar AST dan ALT), sehingga


terjadi penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin yang mengakibatkan
terjadinya hiperbiliribinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam
air,

sehingga

dapat

diekskresi

dalam

urine

dan

menimbulkan

hiperbilirubinuria serta urine yang gelap seperti teh.


3.2.

Hubungan penyakit majikannya dengan keluhan pasien


Menurut Lindseth (2014) hepatitis A (HAV) ditularkan terutama per oral
dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi feses. Dalam mengurus
majikannya yang menderita hepatitis, tentunya termasuk dalam mengurus
BAB, dimana virus hepatitis tersebut terkandung dalam feses majikannya.
Sehingga apabila Ny. Zein tidak bersih mencuci tangan sehabis mengurus
BAB majikannya, maka peluang tertularnya Ny. Zein sangat besar melalui
makanan yang dipegangnya. Apalagi menurut Lindseth (2014) masa inkubasi
virus HAV adalah 15-45 hari dan bisa lebih pendek, serta masa penularan
tertinggi adalah pada minggu ke-2 segera sebelum timbulnya ikterus. Dengan
demikian, keluhan yang diderita Ny. Zein merupakan gejala penyakit yang
tertular dari majikannya.

3.3. Interpretasi pemeriksaan fisik dan laboratorium


Hasil Pemeriksaan Fisik
Mata :
CA (-)
SI (+)
C/P : dbn (dalam batas normal)
Abdomen :
Hepar teraba 2 jari BAC
NT (+)
Hasil Pemeriksaan Lab
AST 500 U/L

Interpretasi

Normal
Terjadi ikterik, adanya kelebihan
bilirubin
Normal

Terjadi pembengkakan hati


Adanya nyeri tekan menandakan
terjadi peradangan hati
Interpretasi
AST normal adalah 5-35 U/L (Lindseth,
2014), AST yang meningkat tinggi
menandakan adanya peradangan sel
hati

ALT 500 U/L

ALT normal adalah 5-35 U/L (Lindseth,


2014), ALT yang meningkat tinggi
menandakan adanya peradangan sel
hati
Adanya peradangan sel hati,
menyebabakan terjadi penurunan
penyerapan dan konjugasi bilirubin
yang mengakibatkan terjadinya
hiperbiliribinemia.

Bilirubin :
Total bilirubin 6,2 mg/100 ml

Direct bilirubin 3,0 mg/100 ml

Indirect bilirubin 3,2 mg/100


ml

Total bilirubin normal adalah 0,131,0 mg/dl (Lindseth, 2014), nilai


diatas itu terjadi hiperbilirubinemia
Direct bilirubin normal 0,1-0,3
mg/dl (Lindseth, 2014), nilai diatas
itu terjadi hiperbilirubinemia direct
Direct bilirubin normal 0,2-0,7
mg/dl (Lindseth, 2014), nilai diatas
itu
terjadi
hiperbilirubinemia
indirect

Adanya kandungan bilirubin yang


tinggi seperti diatas yang menyebabkan
terjadi SI (+) dan urine seperti air teh

3.4.

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis HAV


Menurut Lindseth (2014) dan Sanityoso & Christine

(2015)

pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis HAV adalah pemeriksaan (1)


serologis; (2) biokimia hati.
1) Serologis, merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kandungan antibodi
atau antigen yaitu serum IgM anti HAV, apabila kandungan antibodi IgM
anti HAV ditemukan positif pada serum penderita, maka positif adanya
infeksi HAV akut mengingat IgM anti-HAV muncul di awal infeksi dan
menghilang dalam 2-3 bulan;

2) Biokimia hati, merupakan pemeriksaan zat kimia dan enzim yang


dikandung oleh jaringan hati, seperti AST, ALT dan bilirubin. Apabila
kandungan zat-zat tersebut melebihi nilai normal maka mengindikasikan
terjadinya peradangan hati oleh HVA.
3.5.

Penegakkan diagnosis dan DD kasus


Virus
HAV

Cara penularan
Fakal-oral
Makanan
Melalui air
HAB
Parenteral
Hubungan seksual
Melalui darah
HAC
Terutama melalui darah
Hubungan seksual
Perinatal
HAD
Terutama melalui darah
Hubungan seksual
Parenteral
HAE
Fakal-oral
Melalui air
Sumber : Lindseth (2014)

Masa inkubasi
15-45 hari (bisa lebih
pendek), rata-rata 30 hari
50-180 hari, rata-rata 6090 hari
15-160 hari, rata-rata 50
hari
30-60 hari, 21-140 hari,
rata-rata 35 hari
15-60 hari, rata-rata 40
hari

Berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan fisik dan


laboratorium serta melihat cara penularan dan masa inkubasi berbagai virus
hepatitis maka kasus ini di diagnosis sebagai Hepatitis A (Lindseth, 2014;
Sanityoso & Christine; 2015). Adapun DD dari kasus ini menurut Sanityoso
& Christine (2015) adalah :

Hapatitis B

Hepatitis C

Hepatitis E

Virus Epstein-Barr

Cytomegalivirus

Campak

Varicella

Demam Q

Reaksi obat hepatotoksik, termasuk obat herbal

Infeksi bakteri

Sepsis

Hepatitis alkohol

Hepatitis autoimun

DAFTAR PUSTAKA (step 1-3)


Dorland, W.A.N. (2012). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Lindseth, G.A. (2014). Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. In. S.A.
Price and L.M. Wilson (Eds.). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume1. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sanityoso, A. & Christine, G. (2015). Hepatitis Viral Akut. In S. Setiati, I.Alwi,
A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Ed.). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.1947-1964). Jakarta :
Penerbit Interna Publishing.

BAB VI
BERBAGI INFORMASI

6.1. ALL ABOUT HEPATITIS A


a. Definisi
Hepatitis A merupakan penyakit peradangan pada sel-sel hati yang
disebabkan infeksi virus hepatitis A (HAV) suatu virus RNA untai tunggal
(Lindseth, 2014; Sanityoso & Christine, 2015).
b. Etiologi
Menurut Dienstag & Isselbacher (2014), Lindseth (2014) dan
Sanityoso & Christine (2015) hepatitis A disebabkan oleh virus HAV yang
merupakan virus RNA, untai tunggal, berdiameter 27-32 nm, tidak
mempunyai selubung, mempunyai bentuk icosahedral, mempunyai 7,5 kb
genom. Genom tersebut mempunyai 3 regio yaitu 5 untranslated region
dengan 734-742 nukleotida; open reading frame tunggal yang mengkode
poliprotein; dan 3 regio non-coding yang mengandung 40-80 nukleotida.
HAV diklasifikasikan dalam famili Picornavirus dan genus Hepatovirus.

Gambar 1. Gambaran virus HAV dengan mikroskop elektron


Sumber : WHO (2000)

c.

Cara Penularan

Cara penularan hepatitis A adalah sebagai berikut : (1) fekal-oral,


terutama per-oral dengan menelan makanan/minuman yang sudah
terkontaminasi feses; (2) kadang-kadang melalui hubungan seksual; (3)
kadang-kadang melalui transfusi darah (WHO, 2000; Lindseth, 2014;
Sanityoso & Christine, 2015).
d. Patogenesis
Menurut Thomas, Lok, Locarnini & Zuckerman (2013) dan
Sanityoso & Christine (2015) patogenesis hepatitis A sebagai berikut :
HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan traktus
gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian
di transport menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana
pelepasan virus menuju empedu terjadi yang disusul dengan transportasi
virus menuju usus dan feses. Viremia singkat terjadi mendahului
munculnya virus didalam feses dan hepar. Pada individu yang terinfeksi
HAV, konsentrasi terbesar virus yang di ekskresi kedalam feses terjadi
pada 2 minggu sebelum onset ikterus, dan akan menurun setelah ikterus
jelas terlihat. Anak-anak dan bayi dapat terus mengeluarkan virus selama
4-5 bulan setelah onset dari gejala klinis. Berikut ini merupakan ilustrasi
dari patogenesis hepatitis A (Gambar 1).
Respon imun seluler merupakan hal yang paling berperan dalam
patogenesis dari hepatitis A. Kerusakan yang terjadi pada sel hepar
terutama disebabkan oleh mekanisme sistem imun dari Limfosit-T
antigen-specific. Keterlibatan dari sel CD8+ virus-specific, dan juga
sitokin,

seperti

gamma-interferon,

interleukin-1-alpha

(IL-1-),

interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosis factor (TNF) juga berperan


penting dalam eliminasi dan supresi replikasi virus. Meningkatnya kadar
interferon didalam serum pasien yang terinfeksi HAV, mungkin
bertanggung jawab atas penurunan jumlah virus yang terlihat pada pasien
mengikuti timbulnya onset gejala klinis. Pemulihan dari hepatitis A
berhubungan dengan peningkatan relatif dari sel CD4+ virus-specific
dibandingkan dengan sel CD8+.

Gambar 2. Patogenesis hepatitis A


Immunopatogenesis dari hepatitis A konsisten mengikuti gejala
klinis dari penyakit. Korelasi terbalik antara usia dan beratnya penyakit
mungkin berhubungan dengan perkembangan sistem imun yang masih
belum matur pada individu yang lebih muda, menyebabkan respon imun
yang lebih ringan dan berlanjut kepada manifestasi penyakit yang lebih
ringan. Dengan dimulainya onset dari gejala klinis, antibodi IgM dan IgG
anti-HAV dapat terdeteksi. IgM anti-HAV muncul pada awal infeksi dan
menghilang dalam 2 sampai 3 bulan. IgG anti-HAV timbul lebih lambat
yaitu pada masa pasca infeksi atau pemulihan (>4 minggu), dan biasanya
antibodi IgG akan bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi dan
memberikan imunitas seumur hidup. Pada masa penyembuhan, regenerasi
sel hepatosit terjadi. Jaringan hepatosit yang rusak biasanya pulih dalam 812 minggu.
e. Manifestasi Klinis
Menurut WHO (2000) gejala hepatitis A terbagi dalam 4 tahap
yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase ikterus, dan fase
konvalesen (penyembuhan).

1) Fase Inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya


gejala. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan
dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase
inkubasi ini. Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama
14-50 hari, dengan rata-rata 30 hari.
2) Fase Prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan
pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau
insidious ditandai dengan malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah
lelah, gejala saluran napas atas dan anorexia. Mual muntah dan
anoreksia berhubungan dengan perubahan penghirup dan rasa kecap.
Demam derajat rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas.
3) Fase Ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4) Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya
ikterus dan keluhan lain. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam
2-3 minggu dan perbaikan klinis lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada
5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya
<1% yang menjadi fulminant. Kambuhnya penyakit terjadi pada 3-20%
kasus.
Adapun menurut Sanityoso & Christine (2015) gejala tersering infeksi
virus hepatitis A adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Gejala yang sering muncul


Gejala
Ikterus
Urin berwarna seperti teh
Mudah lelah

Angka kejadian (%)


40-80
68-94
52-91

Anoreksia
Nyeri/rasa tidak nyaman pada
abdomen
Feses berwarna dempul
Mual dan muntah
Demam atau menggigil
Sakit kepala
Artralgia
Mialgia
Diare
Nyeri tenggorokan
Sumber : Sanityoso & Christine (2015)

42-90
37-45
52-58
16-87
32-73
26-73
11-40
15-52
16-25
0-20

f. nPegakDois
WHO (2000) dan Sanityoso & Christine (2015) penegakkan diagnosis
HAV dapat dilakukan dengan :
1) Anamnesis
Dari anamnesis akan didapatkan keluhan gejala klinis seperti mudah
lelah, anoreksia, urin berwarna seperti teh dan riwayat paparan virus
2) Pemeriksaan Fisik
Akan didapatkan hepatomegali, ikterus, nyeri tekan abdomen di
kuadran kanan atas
3) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Serologik, adanya

antibodi IgM anti-HAV dalam

serum pasien dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis dari


infeksi akut hepatitis A.

Pemeriksaan Biokimia hati, merupakan pemeriksaan zat kimia dan


enzim yang dikandung oleh jaringan hati, seperti AST, ALT, total
bilirubin, direct bilirubin dan sebagainya. Apabila kandungan zatzat tersebut melebihi nilai normal maka mengindikasikan
terjadinya peradangan hati oleh HVA.

g. Penatalaksanaan

Menurut WHO (2000) dan Sanityoso & Christine (2015) tidak ada
terapi medikamentosa spesifik untuk hepatitis A.

Terapi simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting pada


penatalaksanaan hepatitis A

Penggunaan obat

yang potensial bersifat hepetotoksik seperti

parasetamol sebaiknya dihindari

Sebagian besar penatalaksanaan adalah terapi suportif, yang terdiri dari


bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori dan
pembatasan dari konsumsi alkohol.

Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat


inap. Rawat inap direkomendasikan untuk pasien dengan usia lanjut,
malnutrisi,

kehamilan,

terapi

imunosupresif,

pengobatan

yang

mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah berlebih tanpa diimbangi


dengan asupan cairan yang adekuat, penyakit hati kronis/didasari oleh
kondisi medis yang serius, dan apabila pada pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan

penunjang

didapatkan

gejala-gejala

dari

hepatitis

fulminan. Pasien dengan gagal hati fulminant, didefinisikan dengan


onset dari encephalopathy dalam waktu 8 minggu sejak timbulnya
gejala. Pasien dengan gagal hati fulminant harus dirujuk untuk
pertimbangan melakukan transplantasi hati
h. Prognosis
Tabel 2. Prognosis hepatitis A
Parameter
Kesembuhan
Rata-rata mortalitas :
Usia < 14 tahun
Usia 15-39 tahun
> 40 tahun
Sumber : WHO (2000)

Prognosis
Anak-Anak (<5
Dewasa
tahun)
99%
98%
0,1%
0,3%
2,1%

i. Pencegahan
Menurut WHO (2000) dan Sanityoso & Christine (2015)
pencegahan infeksi virus HAV dapat dilakukan :

Suplai air bersih yang adekuat dengan pembuangan kotoran yang baik
dan benar didalam komunitas, dikombinasikan dengan praktik higiene
personal yang baik, seperti teratur mencuci tangan, dapat mengurangi
penyebaran dari HAV.

Sampai saat ini pemberian immunoglobulin merupakan cara utama


untuk mencegah infeksi virus HAV pada individu yang sangat rentan
dengan paparan, maupun orang yang baru terkena paparan. Imunisasi
immunoglobulin

diberikan

secara

intramuskular,

dosis

tunggal

sebanyak 0,02-0,06 ml/kg. Dosis yang rendah efektif untuk proteksi


selama 3 bulan, sedang pada dosis tinggi efektif untuk 6 bulan.
Tabel 3. Dosis rekomendasi imunisasi hepatitis A dewasa
Vaksin
Dosis
Havrix
1440 EL.U
Vaqta
50 U
Twinrix
720 EL.U
Sumber : Sanityoso & Christine (2015)

Volume
1 ml
1 ml
1 ml

Jadwal
0,6-12 bulan
0,6-18 bulan
0,1-6 bulan

6. 2. ALL ABOUT HEPATITIS B


a. Definisi
Hepatitis B merupakan penyakit peradangan pada sel-sel hati yang
disebabkan infeksi virus hepatitis B (HBV) suatu virus DNA berselubung
ganda (Lindseth, 2014; Sanityoso & Christine, 2015).
b. Etiologi
Menurut Dienstag & Isselbacher (2014), Lindseth (2014) dan
Sanityoso & Christine (2015) hepatitis B disebabkan oleh virus HBV yang
merupakan virus DNA berselubung ganda, bentuk bulat, berukuran 42 nm
yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Virus yang termasuk
golongan Hepadnaviridae yang mempunyai 4 buah open reading frame:
inti, kapsul, polimerase dan X.

c. Cara Penularan
Cara penularan hepatitis A adalah sebagai berikut : (1) Parenteral;
(2) hubungan seksual; (3) perinatal; (4) melalui darah (Lindseth, 2014;
Sanityoso & Christine, 2015).
d. Patogenesis
Menurut Sanityoso & Christine (2015) patogenesis infeksi HBV
melibatkan respons imun humoral dan selular. Virus bereplikasi di
hepatosit, dimana virus tersebut tidak bersifat sitopatik, sehingga yang
membuat kerusakan sel hati dan manifestasi klinis bukan disebabkan oleh
virus yang menyerang hepatosit, tetapi karena respon imun yang
dihasilkan oleh tubuh. Respon antibodi terhadap antigen permukaaan
berperan dalam eliminasi virus. Respon sel T terhadap selubung,
nukleokapsid dan antigen polimerase berperan dalam eliminasi sel yang
terinfeksi.
e. Manifestasi klinis
Menurut Sanityoso & Christine (2015) manifestasi klinis hepatitis
B adalah sebagai berikut :
1) Fase Inkubasi. Masa inkubasi virus HBV adalah 1-4 bulan
2) Fase Prodromal. Dengan gejala konstitusional berupa malaise,
anoreksia, mual, muntah, mialgia dan mudah lelah. Pasien dapat
mengalami perubahan rasa pada indra pengecap dan perubahan sensasi
bau-bauan. Sebagian pasien dapat mengalami nyeri abdomen kuadran
kanan atas atau nyeri epigastrum intermiten yang ringan sampai
moderat. Gejala diatas terjadi pada umumnya 1-2 minggu sebelum
terjadi ikterus.
5) Fase Ikterus. Hanya 30% pasien yang mengalami ikterus, sekitar 70%
mengalami hepatitis subklinis atau anikterik. Pasien dapat mengalami
ensefalopati hepatikum dan kegagalan multiorgan bila terjadi gagal hati
fulminan

6) Fase konvalesen. Gejala klinis dan ikterus biasanya hilang setelah 1-3
bulan, tetapi sebagian pasien dapat mengalami kelelahan persisten
meskipun kadar transaminase serum telah mencapai kadar normal.
f. Penegakkan diagnosis
Menurut Sanityoso & Christine (2015) dilakukan melalui :
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan serologis HBsAg dan IgM anti HBc dalam serum
Pemeriksaan biokimia hati seperti serum transaminase AST dan
ALT.
g. Penatalaksanaan
Sanityoso & Christine (2015) menyatakan bahwa penatalaksanaan
hepatitis B adalah sebagai berikut :
Infeksi HBV akut tidak membutuhkan terapi antiviral. Terapi antiviral
dini hanya diperlukan pada kurang dari 1% kasus, pada kasus hepatitis

fulminan atau pasien yang imunokompromais.


Terapi yang diberikan hanya terapi suportif dan simptomatik karena
sebagian besar infeksi HBV akut pada dewasa dapat sembuh sepontan

6.3.

PERBEDAAN HEPATITIS A, B, C, D DAN E

Menurut Lindseth (2014) dan Dienstag & Isselbacher (2014) perbedaannya


diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Perbedaan Hepatitis A, B, C, D dan E


Virus
HAV

Agen

Klasifikasi

Virus RNA Picornavirus


untai
tunggal,
ukuran 27
nm

Cara penularan
Fekal-oral
Makanan/minuman
yang
terkontaminasi
feses
Hubungan seksual
(kadang-kadang)
Melalui darah
(kadang-kadang)

Masa
inkubasi
15-45 hari
(bisa lebih
pendek),
rata-rata 30
hari

Peny.
kronis
Tidak

Antibodi
Anti HAV

HAB

HAC

HAD

HAE

Virus DNA
berseubung
ganda,
ukuran 42
nm, 27 nm,
22 nm
Virus RNA
untai
tunggal,
ukuran 3060 nm
Virus RNA
untai
tunggal,
ukuran 3537 nm
Virus RNA
untai
tunggal tak
berkapsul,
ukuran 3234 nm

Hepadnavirus Parenteral
Hubungan seksual
Melalui darah

50-180
hari, ratarata 60-90
hari

Ya

Anti HBc
Anti HBe
Anti HBs

Seperti
Flavivirus

Terutama melalui
darah
Hubungan seksual
Perinatal

15-160
hari, ratarata 50 hari

Ya

Anti HCV

Menyerupai
viroid dan
virus satelit
tumbuhan

Terutama melalui
darah
Hubungan seksual
Parenteral

30-60 hari,
21-140
hari, ratarata 35 hari

Ya

Anti HBs
Anti HDV

Seperti
Alfavirus

Fakal-oral
Melalui air

15-60 hari,
rata-rata 40
hari

Tidak

Anti HEV

Sumber : Lindseth (2014) dan Dienstag & Isselbacher (2014).

6.4.

ALL ABOUT SIROSIS HATI


a. Definisi
Sirosis hati (SH) merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati
progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan
nodul regeneratif. Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis difus,
nodul regneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan
vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan
arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika) (Nurdjanah, 2015)
b. Etiologi
Menurut Nurdjanah (2015) penyebab SH bermacam-macam,
kadang lebih dari satu ada pada satu penderita. Di negara barat
alkoholisme kronik bersama virus hepatitis C merupakan penyebab yang
sering dijumpai. Di Asia Tenggara, penyebab utama SH adalah hepatitis B
dan C. Adapun di Indonesia angka kejadian SH akibat hepatitis B berkisar
antara 21,2-46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.

Tabel 5. Penyebab Sirosis hati


Penyebab SH
1. Penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease/ALD)
2. Hepatitis C kronik
3. Hepatitis B kronik dengan atau tanpa hepatitis D
4. Steato hepatitis non alkoholik (NASH), hepatitis tipe ini dikaitkan
dengan DM, malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner,
pemakaian obat kortokosteroid
5. Sirosis bilier primer
6. Kolangitis sklerosing primer
7. Hepatitis autoimun
8. Hemokromatosis herediter
9. Penyakit wilson
10. Defiensi Alpha 1-antitrypsin
11. Sirosis kardiak
12. Galaktosemia
13. Fibrosis kistik
14. Hepatotoksik akibat obat atau toksin
15. Infeksi parasit tertentu
Sumber : Nurdjanah (2015)
c. Manifestasi klinis
Nurdjanah (2015) menyatakan bahwa perjalanan penyakit SH
lambat, asimtomatis dan seringkali tidak dicurigai sampai adanya
komplikasi hati. Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya
sudah dalam stadium dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti
pendarahan varises, peritonitis, bakterial spontan, atau ensefalopati
hepatis. Adapun gambaran klinis dari penderita SH adalah : mudah lelah,
anoreksia, berat badan menurun, atropi otot, ikterus, spider angiomata,
splenomegali, asites, caput medusae, palmar eritema, white nails,
ginekomasti, hilangnya rambut pubis dan ketiak pada wanita, asterixis
(flapping tremor), foetor hepaticus, dupuytrens contracture (sirosis akibat
alkohol).
Tabel 6. Tanda-Tanda Klinis Sirosis Hati dan Penyebabnya
Tanda
Spider angioma (spider nevi)
Palmar erytema
Perubahan kuku

Penyebab
Estradiol meningkat
Gangguan metabolisme hormon seks

- Muehrches line
- Terrys nails
- Clubbing
Osteoartopati Hipertropi
Kontraktur Dupuytren

- Hipoalbuminemia
- Hipoalbuminemia
- Hipertensi portopulmonal
Chronic proliferative periostitis
Proliferasi fibroplastik dan gangguan
deposit kolagen
Ginekomastia
Estradiol meningkat
Hipogonadisme
Perlukaan gonad primer atau supresi
fungsi hipofise atau hipotalamus
Ukuran hati : besar, normal, Hipertensi portal
mengecil
Splenomegali
Hipertensi portal
Asites
Hipertensi portal
Caput medusae
Hipertensi portal
Murmur CruveilhierHipertensi portal
Baungarten (bising daerah
epigastrum)
Fetor hepaticus
Diamethyl sulfide meningkat
Ikterus
Bilirubin meningkat (sekurangkurangnya 2-3 mg/dl)
Astetixis/Flapping tremor
Enselopati hepatikum
Sumber : Nurdjanah (2015)

d. Komplikasi
Menurut Nurdjanah (2015) komplikasi SH yang utama adalah :

Hipertensi portal

Asites

Varises gastroesofagus

Peritonitis baktrerial spontan

Ensefalopati hepatikum

Sindrom hepatotorenal

Kanker hati

e. Penegakkan Diagnosis
Nurdjanah (2015) menyatakan bahwa pada atadium kompensata
sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis SH. Adapun
pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan

tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi. Pada


proses lebih lanjut stadium kompensata bisa ditegakkan dengan bantuan :
1) Pemeriksaan klinis yang cermat
2) Pemeriksaan laboratorium biokimia/serologi
Tabel 7. Pemeriksaan biokimia pada sirosis hati

Jenis pemeriksaan
Aminotransferase ALT dan AST
Alkali fosfatase/ALP
Gamma glutamil transferase

Bilirubin
Albumin
Globulin
Waktu prothrombin

Natrium darah

Trombosit
Leukosit dan netrofil
Anemia

Hasil
Normal atau sedikit meningkat
Sedikit meningkat
Korelasi dengan ALP, spesifik khas
akibat alkohol sangat meningkat
Meningkat pada SH lanjut
Menurun pada SH lanjut
Meningkat terutama IgG
Meningkat/penurunan produksi faktor
V/VII dari hati
Menurun akibat peningkatan ADH
dan aldosteron
Menurun
Menurun
Makrositik, normositik dan mikrositik

Sumber : Nurdjanah (2015)


Adapun pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya :

Serologi virus hepatitis


-

HBV : HBsAg, HbeAg, Anti HBc, HBV-DNA

HCV : Anti HCV, HCV-RNA

Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis

Saturasi transferin dan feritinin untuk hemokromatosis

Ceruloplasmin dan Copper untuk penyakit Wilson

Alpha 1-antitrypsin

AMA untuk sirosis bilier primer

Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer

3) Pemeriksaan pencitraan.

Ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi SH kurang sensitif, namun


cukup spesifik bila penyebabnya jelas.

Pemeriksaan MRI dan CT konvensional dapat digunakan untuk


menentukan derajat beratnya SH.

4) Pemeriksaan biopsi
Baku emas untuk diagnosis SH adalah biopsi melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Akan tatapi
biopsi tidak diperlukan bila secara kilinis pemeriksaan laboratorium dan
radiologi menunjukkan kecenderungan SH (Nurdjanah, 2015).
f. Tatalaksana
Nurdjanah (2015) menyatakan bahwa sirosis hati secara klinis
fungsional dibagi atas :
1) Sirosis hati kompensata
2) Siorsis hati dekompensata disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal
Penanganan SH kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis kronis, hal
ini untuk mengurangi progresifitas penyakit SH agar tidak semakin lanjut
dan menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular :

Untuk HBV kronis bisa diberikan preparat interferon secara injeksi


atau secara oral dengan preparat analog nukleosida jangka panjang.

Preparat

nukleosida

dekompensata

akibat

analog

dapat

juga

HBV

kronis

selain

diberikan

pada

penanganan

SH
untuk

komplikasinya

Untuk SH akibat HBC kronis dapat diberikan preparat interferon,


namun pada SH dekompensata pemberian preparat interferon tidak
direkomendasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Dienstag, J.L. & Isselbacher, K.J. (2014). Hepatitis Akut. In. K.J. Isselbacher, E.
Braunwald, J.D. Wilson, J.B. Martin, A.S. Fauci and D.L. Kasper (Eds.).
Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13.
(pp.1980-1964). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lindseth, G.A. (2014). Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. In. S.A.
Price and L.M. Wilson (Eds.). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume1. Edisi 6. (pp.473-515). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nurdjanah, S. (2015). Sirosis Hati. In S. Setiati, I.Alwi, A.W. Sudoyo, M.
Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Ed.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.1980-1985). Jakarta : Penerbit
Interna Publishing.
Sanityoso, A. & Christine, G. (2015). Hepatitis Viral Akut. In S. Setiati, I.Alwi,
A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Ed.). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.1947-1964). Jakarta :
Penerbit Interna Publishing.
Thomas, H.C., Lok, A.S.F., Locarnini, S.A. & Zuckerman, A.J. (2013). Viral
Hepatitis. 4th Edition. New York : John Wiley & Sons.
WHO. (2000). Hepatitis A. Geneva, Switzerland : Department of Communicable
Disease Surveillance and Response, World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai