Anda di halaman 1dari 2

Pikiran Rakyat

o Selasa
4
5
6
20
21

Mar

eApr

0 Rabu
7
22
OMei

0 Kamis
8
23

e Jumat

o Sabtu

0 Minggu

9
10
11
12
13
14
24
25
26
27
28
29

OJun

OJul

0 Ags

Mengenang Pak

Sep

0 Okt 0 Nov

30

31

0 Des

Rosih.........-...-.

Oleh S. SAHALA TUA SARAGllI


ARI sekian banyak
tokoh pers nasional
dan
intemasional,
pastilah nama Rosihan Anwar
yang paling sering disebut-sebut
di ruang kuliah. Dari sekian
banyak bahasawan atau munsyi
temama di negeri ini, niscayalah
nama Rosihan Anwar yang paling sering disebut-sebut dalam
perkuliahan, setidak-tidaknya
dalam perkuliahan di Jurusan
Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad).
Memang Rosihan bukan sarjana komunikasi, bukan pula
sarjana bahasa atau linguistik.
Dia "hanya" lulusan AMS (setara SMA) A Jurusan Klasik
Barat, Yogyakarta (1942). Akan
tetapi, buku-buku jumalistiknya, termasuk hasilliputannya ke berbagai negara, menjadi
buku wajib atau rujukan bagi
dosen dan mahasiswa jurusan
jumalistik/fikom di berbagai
perguruan tinggi.
Salah satu bukunya yang sangat terkenal dan menjadi rujukan bagi para mahasiswajurusan jumalistik/fikom
dan
wartawan muda pastilah Bahasa Jurnalistik dan Komposisi
(terbit pertama 1979). lsi buku
klasik ini dihimpun dan direfleksikannya dari bahan-bahan
pelatihan dalam Karya Latihan
Wartawan (KLW) yang diajarkan oleh para ilmuwan linguistik, yaitu Amin Singgih,
Anton Moeliono, dan J. S.
Badudu.Pada197o-an,Pengurus Pusat Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) rutin menyelenggarakan KLW. Buku ini wajib digunakan dalam pelatihan
para wartawan muda atau
pelatihan penyegaran
para
wartawan senior. Beberapa
tahun belakangan ini memang
terbit lebih dari lima buku bahasajurnalistik. Namun, semua
penulis buku ragamjurnalistik
itu temyata menjadikan isi buku
Rosihan tadi sebagai bahan
pokoknya.
"Saya bukan ahli bahasa yang
mendapat didikan formal di
bidang itu. Saya praktikan bahasa karena pekerjaan saya sebagai wartawan \ selama 3~

GAlAH mati mening-

galkan gading. Harimau mati meninggalkan belang.


Wartawan dan sastrawan besar nan sangat termasyhur,
RosihanAnwar (89)
wafat, Kamis (14/4)
pagi, meninggalkan
karya tulis yang tak
terhitung jumlah dan
nilainya. Memanq betul, setiap anak manusia pasti mati dengan
atau tanpa warisan.
Akan tetapi, tak
banyak anak manusia
yang mati dengan
meninggalkan
uiorisan yang sangat
berharga bagi
bangsanya seperti
yang diwariskan oleh
mantan Pemimpin
Redaksi Harian "Pedoman Jakarta" itu.

Kllplng

Humas

Onpad

2011

-r

tahun ini. Akan tetapi, dalam


soal bahasa, saya beruntung
mendapatbimbingan dari guruguru saya pada masa lampau.
Saya sebutkan di sini nama
mereka, yaitu Amin Singgih,
Prof. Sutomo Tjokronegoro, dan
Prof. Dr. Tjan Tjoe Siem. Mereka sudah tidak ada lagi, saya kenangkan mereka dengan ingatan yang mesra, semoga Tuhan
melapangkan arwah mereka."
Demikian Rosihan menulis pada bagian Pendahuluan buku,
Bahasa Jumalistik dan Komposisi (1979), yang hampir sepuluh
kali cetak ulang.
Walaupun demikian, Rosihan
telah mengajar kita (para pembaca karya-karyanya) tentang
kiat jitu menulis, baik bukubuku jurnalisme, buku-buku fiksi (novel), maupun buku-buku
sejarah nasional dan internasional. Kita yang selama ini tekun
membaca tulisan-tulisannya di
berbagai koran besar,juga belajar tentang kiat menulis artikel
opini dan berita khas (feature
news). Mahasiswa kami pun
yang sering mewawancari Rosihan di rumahnya, JIn. Surabaya
Jakarta, terkesan dan terkagumkagum akan keramahan, keterbukaan, kecerdasan, pengetahuannya yang sangat luas, dan
kebaikannya dalam hal memotivasi mereka menulis di media
massa, selain menulis buku.
Dari sekian banyak penulis
senior
tersohor,
terutama
penulis artikel opini, pastilah
Rosihan Anwar yang senantiasa
dijadikan anutan atau teladan
bagi calon penulis atau penulis
muda. Bayangkan, dalam usia,
hampir genap 89 tahun (lahir di
Kubang Nan Duo, Sumatra
Barat pada 10 Mei 1922), Rosihan masih aktif menulis artikel
opini di berbagai media massa
cetak di berbagai kota besar, termasuk Pikiran Rakyat. Di bawah tulisannya, Rosihan selalu
menulis statusnya sebagai "wartawan senior". Secara nyata dia
menanamkan kepada wartawan
generasi dahulu dan sekarang,
wartawan tak mengenal istilah
pensiun. Meskipun secara organik bukan lagi karyawan tetap/tidak tetap di perusahaan media
massa, wartawan haruslah terns
berkarya (menulis) hingga akhir
hayat. Tidaklah berlebihan bila

Rosihan, yang menjadi wartawan sejak 1945 (pertama pada


koran Indonesia Raja Jakarta)
kita sebut sebagai "guru besar"
bahasa dan jumalistik.
Setelah ditinggalkan istri tercintanya, Siti Zuraidah Sanawi,
yang wafat pada 6 September
2010, Rosihan terns berkarya.
Namun, sejak Maret kita tak lagi
menikmati karya-karya tulis
barunya. Anggota Akademi Jakarta (sejak 2003) itu pada 7 Maret terserang sakit jantung. Semula Rosihan dibawa anakanaknya ke Metropolitan MedicalCenter, kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta. Sekitar seminggu setelah jantungnya dioperasi bypass
pada 24 Maret, kesehatannya
tampak pulih. Akan tetapi, Allah
berkehendak lain.
Kemarin pagi, Ketua Umum
PWl Pusat 1970-1973 itu secara
fisik telah meninggalkan kita
untuk selama-lamanya. Kepergiannya tersiar ke seantero
dunia oleh media massa nasional dan internasional.
Rosihan boleh pergi dari tengah-tengah
kita, tetapi
karya-karya tulisnya niscaya kita/kami baca,
gunakan,danterapkan, baik di bangku kuliah maupun dalam dunia tulis-menulis, terutama
dunia kewartawanan.
Selamat
jalan Pak Rosihan, selamat
kembali kepada
Sang
Maha
i ,0
.

,
/JIX ' ~
Penciptal Perca" J'~"J
. / /",' \j
kami '\
y,alah
/f, ;{
"murid-murid"-mu
',' ~/
pun suatu saat, entah kapan, pastilah menyusulmu
ke alam sana!***

e-:

~~,i"

Penulis, dosen
Jurusan
Jurnalistik
Fi ko m
Unpad.

Anda mungkin juga menyukai