Anda di halaman 1dari 17

oleh

CHANDRA
C11109401
Pembimbing Residen:
Dr. Yazzit Mahri
Pembimbing :
DR. dr. H. M. Faisal Idrus Sp.KJ (K)
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
2015

DEFINISI

EPIDEMIOLOGI

ETIOLOGI

PATOGENESIS

Gangguan cemas adalah keadaan


seseorang mengalami perasaan gelisah
atau cemas dengan aktivitas sistem saraf
otonom dalam berespon terhadap suatu
ancaman tertentu (saddock dan virginia,
2007)

DEFINISI

TEORI

EPIDEMIOLOGI

PATOGENESIS

Berdasarkan hasil survey yang


dilakukan oleh Direktorat Kesehatan
Jiwa pada tahun 1996 di Indonesia
diperkirakan 6 juta penduduknya
mengalami gangguan cemas.
Ditemukan, setiap 20 orang per 1000
anggota keluarga menderita gangguan
cemas.

DEFINISI

ETIOLOGI

EPIDEMIOLOGI

ETIOLOGI

a. Kurangnya pengetahuan seseorang dalam menyesuaikan


diri terhadap pertumbuhan dan perkembangan
lingkungan sosial.
b. Kurangnya dukungan dari orang tua, teman sebaya atau
lingkungan masyarakat sekitar.
c. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai
tekanan yang ada.

KLASIFIKASI

GEJALA KLINIS

PROGNOSIS

*Gangguan

panik merupakan salah satu jenis


gangguan cemas kronik yang ditandai oleh
serangan panik parah yang berulang dan tak
terduga, frekuensi serangannya bervariasi
mulai dari beberapa kali serangan dalam
setahun hingga beberapa serangan dalam
sehari.

* Gangguan

panik dapat timbul bersama gangguan mood,


dengan gejala mood secara potensial meningkatkan onset
serangan panik.

Gangguan panik juga bisa didiagnosis dengan atau tanpa


agoraphobia.

Gangguan panik juga biasanya menyertai penyakit somatik


(comorbid) seperti PPOK, IBS, migraine, dan meningkatkan
frekuensi serangan jantung.

* Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang


berada pada usia produktif yakni antara 18-45 tahun.

* Penderita

gangguan panik lebih umum ditemukan pada


wanita, terutama mereka yang belum menikah serta wanita
post-partum.

* Cedera (oleh sebab kecelakaan atau operasi)


* Penyakit somatik
* Adanya konflik dengan orang lain
* Penggunaan ganja
* Penyalahgunaan stimulan seperti caffeine, decongestant, cocaine
dan obat-obatan simpatomimetik (seperti amfetamin, MDMA)

* Berada pada tempat-tempat tertutup atau tempat umum

(terutama pada gangguan panik yang disertai agoraphobia)

* Penggunaan sertraline, yang dapat menginduksi pasien gangguan


panik yang awalnya asimptomatik

* Sindrom putus obat golongan SSRI, yang dapat mendinduksi


gejala-gejala yang menyerupai gangguan panik.

Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan


panik harus dibuktikan dengan adanya serangan
panik yang berkaitan dengan kecemasan
persisten berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap:

* Serangan panik baru


* Konsekuensi serangan
* Terjadi perubahan perilaku yang

signifikan berhubungan dengan serangan.

Selain itu untuk mendiagnosis serangan panik, kita harus


menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:

* Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan


* Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
* Takut mati
* Leher serasa dicekik
* Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
* Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
* Merasa sesak, bernapas pendek
* Mual atau distress abdominal
* Gemetaran
* Berkeringat
* Rasa panas dikulit, menggigil
* Mati rasa, kesemutan
* Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri
sendiri)

*Gangguan cemas
*Gangguan fobia
*Gangguan disosiasi
*PTSD
*Infark Miokard
*Hipertiroidisme
*Intoksikasi Obat

TATALAKSANA
* Terapi oksigen
* Membaringkan pasien dalam posisi Fowler
* Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen,
dan EKG
* Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang
dialami pasien seperti kelainan
kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien
memang sedang mengalami serangan panik.
* Memberikan penjelasan dan motivasi pada
pasien kalau semua keluhan yang dialaminya
dapat berkurang jika dia menenangkan diri.
* Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV
q20min untuk menenangkan dan mengurangi
impuls tak terkontrol pasien.1

Penatalaksanaan Gangguan Panik Ketika Tidak Ada Serangan

* Cognitive-behavioral therapy (CBT)


Terapi restrukturisasi
Terapi relaksasi dan bernapas
Interoceptive therapy
* Terapi Medikasi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi
gangguan panik, yakni

Golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase


inhibitor).

Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih


dianggap kontoversial dalam terapi gangguan panik

KLASIFIKASI

GEJALA KLINIS

PROGNOSIS

Gangguan panik merupakan suatu gangguan kejiwaan


yang membutuhkan penanganan jangka panjang. Adapun
penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk menanganinya
adalah terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai
terapi lini pertama dan golongan benzodiazepin potensi
tinggi, MAOI dan obat anti-panik jenis lain menjadi terapi lini
kedua. CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi
jangka panjang, namun efikasi terapi dapat bertambah serta
tingkat relaps dapat berkurang jika CBT dikombinasikan
dengan terapi medikasi.

* Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2013. hal
258-63.

* Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi kedua.ECG
Jakarta:2010.hal 230 -33.

* Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia III, cetakan pertama. hal. 177-9.

* Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Anxiety Disorders. American Psychiatric


Publishing. 2009. hal399-435.

* Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-Resistance in Panic


Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh tanggal 18
Juli 2014.

* Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic Disorder.

Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009. Diunduh tanggal 18


Juli 2014.

Anda mungkin juga menyukai