Anda di halaman 1dari 20

General Anxiety Disorder (GAD)

Definisi :
GAD merupakan salah satu kecemasan yang dikarakteristikkan dengan adanya kecemasan
yang tidak terkontrol, irasional, terus-menerus, kuat mengenai hal-hal dalam kehidupan
sehari-hari, dimana hal-hal tersebut dicemaskan secara berlebihan atau tidak sewajarnya
mencemaskan hal-hal tersebut secara berlebihan. Gangguan ini ditandai dengan
kecemasan yang persisten yang tidak dipicu oleh suatu objek, situasi atau aktifitas yang
spesifik.
Kecemasan seringkali mengganggu aktifitas kehidupan sehari-hari dan mengganggu fungsi
seseorang sebagai seorang individu. Kecemasan tersebut meliputi kecemasan secara
berlebihan dan ekstrim mengenai permasalahan tertentu, seperti keuangan, keluarga,
permasalahan dan juga pekerjaan. Dan mayoritas penderitanya adalah wanita dan
gangguan ini termasuk gangguan yang stabil yang umumnya mucul saat masa remaja dan
berlangsung terus sepanjang hidup (Rapee,1998).
GAD sering ada bersamaan (comorbid) dengan gangguan lain, seperti depresi,
agoraphobia dan obsesif kompulsif.

Symptom :
Ciri terkait meliputi (APA, 2002) :
1. Perasaan tegang, was-was atau khawatir
2. Mudah lelah
3. Kesulitan dalam berkonsentrasi atau mudah untuk berpikiran kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Adanya gangguan tidur (sulit tidur atau tidur yang gelisah )
Symtops General Anxety Disorder berdasarkan PPDGJ-III :
Gejala primer kecemasan harus berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu,
bahkan biasanya sampai beberapa bulan, gejala tersebut meliputi :
1.Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan gelisah seperti di
ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dll..)
2.Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran dan tidak dapat santai)
3.Overaktivitas otonomik (kepala terasa rungan, berkeringat, takikardi, takikpne, keluhan
epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dll..)
4.Pada anak-anak : Adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta
keluhan-keluhan somatik berulang.
5.Pada beberapa penderita ditemui adanya gangguan tidur, seperti sulit untuk tidur, sulit
untuk terus tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak memuaskan.
Etiology
Ada beberapa etiologi dalam terjadinya GAD, yaitu :
1.Etiologi Psikoanalisis
Bisa disebabkan pengalaman masa lalu yang tanpa disadari individu telah membuat

individu menjadi trauma dan cemas berlebihan. Dengan kata lain, ada konflik konflik tak
sadar yang tetap tinggal tersembunyi dan merembes ke syaraf kesadaran.
2.Etiologi Kognitif
Adanya cara berpikir yang terdistorsi dan disfungsional, bisa meliputi beberapa hal
seperti : prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang self defeating atau
irasional, sensitiviras berlebihan terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah
mengatribusikan sinyal sinyal tubuh,serta self efficacy yang rendah.
3.Etiologi Biologis
Faktor genetik (hereditas) berpengaruh dalam perkembangan kecemasan
Terapi
Terapi terapi yang bisa digunakan dalam menangani GAD, antara lain :
1.Terapi Psikoanalisis
Membantu menemukan sumber konflik dan menyadarkan bahwa kecemasan klien itu
merupakan simbolisasi dari konflik dalam (inner conflict)
2. Terapi Kognitif
Dapat dilakukan melalui cognitive restructuring (restrukturing kognitif). Terapi kognitif ini
dapat dikembangkan menjadi terapi kognitif behavioral dengan cara memadukan teknik
teknik behavioral seperti pemaparan dan teknik teknik kognitif seperti restrukturing
kognitif .
3. Terapi Biologis
Penggunaan obat obat penenang dosis ringan pada penderita. Salah satu caranya adalah
menggunakan SSRI dan obat obatan tertentu. SSRI adalah kepanjangan dari Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors yang merupkan antidepresan yang mempengaruhi aktifitas
kimiawi otak yang menghambat reabsorbsi serotonin di dalam otak. SSRI yang umumnya
diberikan pada penderita GAD adalah : flouxetine (Prozac), paroxetine (Paxil) dan
ecitalopram (Lexapro). Sedangkan untuk obat-obatan yang umumnya juga diberikan pada
penderita GAD adalah Benzodiazepine yaitu perangsang yang cepat bereaksi, penggunaan
obat jenis ini tidaklah dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang karena dapat
menyebabkan ketergantungan (habit-forming). Benzodiazepine yang umumnya diberikan
adalah : alprazolam (Xanax), chlorodiazepoxide ( Libirium).
Isu penting dalam terapi biologis adalah akan adanya kemungkinan kambuh pada
gangguan yang dialami penderita jika penggunaan obat dihentikan. Dan kalaupun terjadi
perbaikan pada penderita, perbaikan itu sifatnya terjadi karena faktor klinis, bukan karena
sumber daya penderita sendiri.

Panic Disorder
Edit 0 1

Neny Nuraeni (9115)


Gangguan panik mencangkup munculnya serangan panik yang berulang dan tidak
terduga. Serangan-serangan panik melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai
dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, nafas
tersenggal atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing
tujuh keliling (Glass, 2000). Serangan-serangan ini disertai dengan perasaan teror
yang luar biasa dan perasaan akan adanya bahaya yang akan segera menyerang atau
malapetaka yang akan segera menimpa serta juga disertai dengan suatu dorongan
untuk melarikan diri dari situasi ini. Orang yang mengalami serangan panikcenderung
sangat menyadari adanya perubahan pada degub jantung mereka (Ricard, Edgar, &
Gibbon, 1996).
Serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncak intensitas dalam 10-15
menit. Serangan biasanya berlangsung selama beberapa menit, tetapi dapat berlanjut
sampai berjam-jam, dan diasosiasikan dengan dorongan yang kuat untuk melarikan
diri dari situasi dimana serangan itu terjadi. Beberapa orang dengan serangan panik,
takut untuk pergi keluar sendiri. Serangan panik yang berulang kemungkinan menjadi
sulit untuk dihadapi sehingga penderitanya mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
Suatu diagnosis gangguan panik didasarkan pada kriteria berikut :
1. Mengalami serangan panik secara berulang dan tak terduga (sedikitnya dua

1.

kali)
2.

2. Sedikitnya satu dari serangan tersebut diikuti oleh paling tudak satu bulan
rasa takut yang persisten akan adanya serangan berikutnya, atau rasa cemas akan
implikasi atau konsekuensi dari serangan (misalnya takut kehilangan akal atau
menjadi gila atau menderita serangna jantung), atau perubahan tingkah laku yang
signifikan (misalnya, menolak meninggalkan rumah atau keluar ke masyarakat karena
takut mendapat serangan lagi)
Prognosis
Gangguan panik biasanya dimulai pada akhir masa remaja sampai pertenghan 30
tahunan (APA, 2000). Perempuan mempunyai kemungkina dua kali lebih besar untuk
mengembangkan gangguan panik (USDHHS, 1999a).
Ciri-ciri diagnostik dari serangan Panik
Serangan panik mencangkup suatu episode ketakutan yang intens atau perasaan tak
nyaman di mana sedikitnya empat dari ciri-ciri berikut ini tiba-tiba muncul dan
mencampai puncaknya dalam jangka waktu 10 menit :

- Palpitasi jantung, jantung berdegub-degub, tachycardia (denyut jantung cepat)


- Berkeringat
- Bergetar atau gemetar
- Nafas pendek atau sensasi seperti terselubung sesuatu
- Sensasi seperti tercekik
- Sakit atau perasaan tak nyaman di dada
- Perasaan mual atau tanda-tanda distres abdominal lainnya
- Perasaan pusing, ketidakseimbangan, kepala enteng, atau seperti mau pingsan
- Perasaan aneh atau tidak riil tentang lingkungannya (derealisasi) atau perasaan asing
tentang dirinya sendiri (depersonalisasi)
- Perasaan takut kehilangan kendali atau akan menjadi gila
- Takut akan mati
- Mati rasa atau sensasi kesemutan
- Merasa kedinginan atau kepanasan
menurut DSM IV TR (APA, 2000)
Perspektif Biologis
1.

a. Peran genetik
Ada petunjuk kuat faktor genetik ikut berperan. Angka prevalensi tinggi pada anak
dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Demikian juga pada kembar
monozigot. Gangguan panik tampaknya berjalan dalam keluarga (Craske & Waters,
2005). Sebuah studi yang menggambarkan riwayat keluarga yang mengalami
gangguan panik menemukan bahwa sekitar 10 persen dari keluarga terdekat orangorang dengan gangguan panik juga memiliki gangguan panik. Sebagai perbandingan,
hanya sekitar 2 persen dari keluarga terdekat tanpa gangguan panik memiliki
gangguan (Hettema, Neale, & Kendler, 2001). Secara khusus, anak-anak dari orang
tua dengan gangguan panik akan meningkatkan risiko mengalami gangguan panik
(Biederman et al, 2001). Studi mengenai anak kembar dengan gangguan panik pada
berbagai tingkat kesesuaian untuk kembar monozigot dan dizigot, tetapi umumnya
menemukan bahwa 30 sampai 40 persen dalam tingkat gangguan panik adalah karena
genetika.
Kerentanan stress model gangguan panik menunjukkan bahwa kerentanan biologis
untuk mengalami hipersensitif atau tanggapan peningkatan berinteraksi dengan
kecenderungan untuk terlibat dalam kognisi menganggap sesuatusebagai bencana
untuk menciptakan serangan panik dan gangguan panik.

1.

a. Neurotransmitter dan Otak


Terdapat hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam
patofisiologi gangguan panik. Adanya peningkatan tonus simpatik pada beberapa orang
dengan gangguan panik. Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin,
serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Dalam lingkungan penelitian
telah ditemukan zat penyebab panik (seringkali disebut panikogen) yang menyebabkan
stimulasi respirasi dan pergeseran keseimbangan asam basa.Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa infus laktat, PET scan, dan prolaps valvula mitral ditemukan

pada pasien dan diperkirakan menjadi penyebab/faktor biologik pada gangguan ini.
Sebagian besar teori-teori neurologis modern, gangguan panik adalah hasil dari
penemuan kebetulan oleh psikiater Donald Kleinin tahun 1960-an bahwa obat
antidepresan mengurangi serangan panik (Klein, 1964). Karena obat ini
mempengaruhi tingkat neurotransmiter norepinefrin di otak, Klein beralasan
norepinefrin yang mungkin terlibat dalam gangguan panik. Selama bertahun-tahun,
bukti telah dipasang neropinephrine yang mungkin kurang diatur pada orang dengan
gangguan panik, terutama di daerah batang otak yang disebut lokus seruleus.
Penelitian menunjukkan bahwa, ketika orang diberi obat yang mengubah aktivitas
norepinefrin, particuarly di lokus seruleus mengalami perubahan dan dapat
menimbulkan serangan panik.
Neurotransmiter lain, serotonin particullary, gamma aminobutyric acid (GABA), dan
cholecystokinin (CCK), telah terlibat dalam gangguan panik. Penelitian juga telah
difokuskan pada serotonin, berikut bukti-bukti bahwa obat yang mengubah fungsi
sistem serotonin sangat membantu dalam mengurangi serangan panik (Bell & Nutt,
1998). Beberapa teori menyatakan bahwa gangguan panik ini disebabkan tingkat
serotonin berlebihan dalam area utama otak, namun teori lain menyatakan itu adalah
karena kekurangan kadar serotonin (Bell & Nutt, 1998; Bourin et al, 1998). Studi
menunjukkan bahwa peningkatan serotonin di daerah tertentu dari batang otak
(khusus abu-abu periaqueductal) mengurangi respon seperti panik, sedangkan
peningkatan soerotonin dalam peningkatan kecemasan amigdala, khususnya
kecemasan antisipatif.
Beberapa wanita yang dengan gangguan panik mengalami peningkatan gejala
kecemasan selama periode pramenstruasi mereka dan periode postpartum. Ini
mungkin bahwa hormon ovarium tersebut, khususnya progesteron, memainkan peran
dalam kerentanan terhadap serangan panik. Progesteron dapat mempengaruhi
aktivitas baik serotonin dan sistem neurotransmitter GABA. Fluktuasi kadar
progresteron dengan siklus menstruasi atau pada periode postpartum sehingga
mungkin mengakibatkan ketidakseimbangan di dalam atau disfungsi dari serotonin
atau sistem GABA, sehingga mempengaruhi mereka mengalami kerentanan panik.
Selain itu, peningkatan progresteron dapat menyebabkan hiperventilasi kronis. Pada
wanita rentan terhadap serangan panik, ini mungkin cukup untuk menginduksi
serangan panik penuh.
Perspektif Psikologis
1.

a. Model Cognitive
Teori kognitif berpendapat bahwa orang rentan terhadap serangan panik cenderung (1)
memberikan perhatian yang pernah dekat dengan sensasi tubuh mereka, (2) salah
menafsirkan sensasi tubuh dengan cara yang negatif dan (3) terlibat dalam pemikiran
bencana terus membesar, melebih-lebihkan gejala mereka dan konsekuensi dari
gejala. Keyakinan bahwa tubuh memiliki konsekuensi gejala berbahaya telah diberi
label sensitivitas kecemasan. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa orang yang
memiliki sensitivitas kecemasan tinggi, lebih cenderung memiliki gangguan serangan
panik lebih sering, atau serangan panik berkembang dari waktu ke waktu,
dibandingkan dengan orang-orang sensitivitas kecemasan rendah.
Dalam studi, peneliti yang meneliti apakah orang-orang dengan gangguan panik dapat
menghindari serangan panik, bahkan setelah menghirup dioxcide karbon, dengan

memiliki "orang aman" di dekatnya. Orang dengan gangguan panik terkena karbon
dioksida dengan kehadiran orang mereka menyelamatkan jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk ecxperience gejala emosional dan fisik dari kecemasan
dibandingkan mereka yang terkena dioxcide karbon tanpa orang terdekat. Selain itu,
orang-orang dengan gangguan panik yang tidak memiliki orang yang aman di
dekatnya ketika mereka menghirup karbon dioksida dilaporkan mlebih catastrophic
kognisi, seperti "Saya kehilangan kendali" dan "Saya mengalami serangan jantung".
Tampaknya ada orang yang aman di dekatnya mengurangi kecenderungan untuk
menafsirkan perubahan tubuh yang mereka alami sebagai berbahaya.
1.

b. Integrasi model
Orang-orang ini biasanya tidak mengalami serangan panik yang sering atau gangguan
panik, kecuali mereka juga terlibat dalam membuat bencana kognisi tentang gejala
fisiologis mereka. Kognisi ini meningkatkan intensitas ringan mereka awalnya sistem
fisiologis ke titik serangan panik. Mereka juga menyebabkan menjadi waspada untuk
tanda-tanda serangan panik, yang menempatkan mereka terus-menerus pada ringan
sampai sedang tingkat kecemasan. Tingkat kecemasan ini meningkatkan
kemungkinan bahwa mereka akan menjadi panik lagi, dan siklus terus.
Faktor Psikososial
Teori psikososial menyatakan bahwa panik terjadi karena kegagalan mekanisme
pertahanan terhadap impuls yang menyebabkan kecemasan.Faktor sosial satu-satunya
yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat
perceraian atau perpisahan yang belum lama.
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menjelaskan
patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku menyatakan
bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling
orang tua atau melalui proses pembiasan klasik. Teori psikoanalitik memandang
serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan
impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal
kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan
gejala somatik.Penyebab serangan panic kemungkinan melibatkan arti bawah sadar
peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin
berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis.
Pengobatan untuk Panic Disorder
Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik diklasifikasikan
sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik dan serotonin reuptake
inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti ansietas, membantu beberapa
orang. Obat antidepresan dan benzodiazepin menumpas gejala gangguan panik
langsung, tetapi kebanyakan orang kambuh jika mereka menghentikan obat. Tingkat
kambuh dapat sangat berkurang, jika terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan
benzodiazepin atau antidepresan.

1.

a. Antidepresan Tricylic
Tricylic antidepresan, seperti imipramine, dapat mengurangi serangan panik pada
kebanyakan pasien (Doyle & Pollack, 2004). Salah satu neurotransmitter yang
mungkin terlibat dalam gangguan panik adalah norepenipherine. Antidepresan tricylic

diperkirakan untuk meningkatkan fungsi dari sistem norepinepherine, dan ini


mungkin efektif dalam mengobati panik. Obat ini juga dapat mempengaruhi tingkat
dari sejumlah neurotransmiters lainnya, termasuk serotonin, sehingga mempengaruhi
tingkat kecemasan. Efek samping yang mungkin termasuk penglihatan kabur, mulut
kering, kesulitan buang air kecil, sembelit, berat badan, dan disfungsi sexsual.
1.

b. Selective serotonin reuptake inhibitor


Tipe lain dari obat yang digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan panik
adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Beberapa SSRI yang umum
digunakan termasuk Paxil, Prozac, Zoloft, dan Celexa. Obat ini meningkatkan tingkat
fungsional dari neurotransmitter serotonin di otak. Kemungkinan efek samping dari
obat ini termasuk gangguan pencernaan dan mudah tersinggung, insomia, mengantuk,
tremor, dan disfungsi seksual. Penelitian menunjukkan bahwa SSRI lebih efektif
daripada plasebo dan seefektif antidepresan trisiklik dalam mengurangi gejala
kecemasan akut (Culpepper, 2004; Doyle & Polack, 2004).

1.

c. Benzodiazepin
Jenis ketiga obat yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah
benzodiazepin, yang menekan sistem saraf pusat dan berfungsi pengaruh di
neropinephrine, GABA, dan sistem serotonin neurotransmitter. Para benzodiazepin
disetujui untuk mengobati panik alprazolam dan clonazepam. Obat ini bekerja dengan
cepat untuk mengurangi serangan panik dan gejala umum kecemasan pada
kebanyakan orang dengan gangguan panik (Culpepper, 2004). Sayangnya,
benzodiazepin memiliki tiga kelemahan utama. Pertama, mereka secara fisik dan
psikologis adiktif. Orang membangun toleransi terhadap obat ini, sehingga mereka
perlu meningkatkan dosis obat untuk mendapatkan efek positif. Pada gilirannya,
ketika mereka berhenti menggunakan obat tersebut, mereka mengalami gejala
penarikan yang sulit, termasuk irritability, tremor, insomia, kecemasan, sensasi
kesemutan, kejang dan paranoia. Kedua, dapat mengganggu fungsi kognitif dan
motorik. Kemampuan orang untuk mengendarai atau untuk menghindari kecelakaan
terganggu, dan kinerja mereka dalam pekerjaan, di sekolah, dan di rumah. Gangguan
ini bisa sangat parah jika benzodiazepin yang dikombinasikan dengan alkohol.
Ketiga, sekitar setengah dari pasien mulai mengalami serangan panik lagi sesaat
setelah penghentian pengobatan dengan obat-obatan, dan 90 persen pasien akhirnya
kambuh dalam gangguan panik setelah menghentikan obat-obatan (Fyer et al., 1987;
Spiegel, 1998).
Terapi untuk penderita Panic Disorder

1.

1. Cognitive Behavioral Therapy


Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk semua gangguan kecemasan, termasuk
gangguan panik, melibatkan klien untuk menghadapi situasi atau pikiran-pikiran yang
membangkitkan kecemasan di dalamnya. Confortation tampaknya membantu dalam
dua cara: pikiran irasional tentang situasi ini bisa ditantang dan diubah, dan perilaku

cemas dapat dipadamkan. Terapi perilaku kognitif setidaknya tampak sama efektif
dalam menghilangkan gangguan panik sebagai terapi obat, dan lebih efektif dalam
mencegah kekambuhan (Barlow dkk, 2000;. Clark et al, 1999;. Kernady et al, 2003.;
Telch et al, 1993.). Ada beberapa komponen untuk intervensi perilaku kognitif.
Pertama, klien diajarkan relaksasi dan latihan pernapasan. Latihan-latihan ini berguna
dalam terapi untuk gangguan kecemasan karena mereka memberikan klien beberapa
kontrol atas sympoms mereka, yang kemudian memungkinkan mereka untuk terlibat
dalam komponen lain dari terapi.
Kedua, panduan klinikus klien dalam mengidentifikasi kognisi casastrophizing yang
mereka miliki mengenai sensasi perubahan dalam tubuh. Klien dapat melakukan ini
dengan menjaga catatan harian dari pikiran-pikiran mereka tentang tubuh mereka
pada hari antara sesi terapi, khususnya ketika mereka mulai merasa mereka akan
panik. Ketiga, klien berlatih menggunakan relaksasi dan latihan pernapasan sementara
mengalami gejala panik dalam sesi terapi. Jika serangan panik terjadi selama sesi,
terapis melatih klien dalam penggunaan keterampilan relaksasi dan pernapasan,
menunjukkan cara-cara meningkatkan keterampilan mereka, dan mencatat
keberhasilan klien telah dalam menggunakan keterampilan ini untuk menghentikan
serangan.
Keempat, terapis mengajarkan klien untuk menantang pikiran-pikiran mereka untuk
menggunakan teknik-teknik kognitif. Terapis dapat membantu klien menafsirkan
sensasi tubuh secara akurat. Kelima, terapis menggunakan terapi desensitisasi
sistematis untuk mengekspos klien secara bertahap untuk situasi mereka paling takut
sambil membantu mereka mempertahankan kontrol atas gejala kepanikan mereka.
Klien dan terapis menyusun daftar merangsang situasi panik, dari yang paling
mengancam untuk paling tidak mengancam. Kemudian, setelah belajar keterampilan
relaksasi dan pernapasan dan mungkin mendapatkan beberapa kontrol atas gejala
panik diinduksi selama sesi terapi, klien mulai untuk mengekspos dirinya sendiri
untuk situasi panik merangsang, dimulai dengan sedikit mengancam.
CONTOH KASUS
1.

1. Saya sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan yang ramai dan tiba-tiba
hal itu terjadi; dalam hitungan detik saya menjadi seperti seorang perempuan gila.
Seperti mimpi buruk, hanya saja saya dalam keadaan bangun; semua menjadi gelap
dan keringat bercucuran keluar tubuh saya, tangan saya, dan bahkan rambut saya
menjadi basah kuyup; punggung dan kaki saya sangat lemah dan saya merasa seperti
tidak mampu bergerak. Saya seakan-akan telah diambil alih oleh kekuatan yyg lebih
besar. Saya merasa semua orang melihat saya hanya wajah-wajah saja, tak ada
badannya; semua bercampur menjadi satu. Jantung saya mulai brdeguub dikepala dan
di telinga saya, saya pikir jantung saya akan berhenti, saya melihat sinar hitam dan
kuning, saya bisa mendengar suara-suara tetapi seperti dari kejuhan. Saya tak dapat
berfikir apapun juga, kecuali apa yang saya rasakan dan bagaimana saya harus keluar
atau saya akan mati. Saya harus keluar dan mendapatkan udara segar. Kejadian ini
bagi saya seperti berlangsung berjam-jam. Saya sangat lelah ketika saya pulang dan
saya menangis dan menangis, baru keesokan harinya saya merasa normal kembali.
Pertama kali Celia mengalami serangan panik, dia bekerja di McDonald. Saat itu dua
hari sebelum ulang tahun ke-20 nya. Karena ia menyerahkan seorang pelanggan Big
Mac, ia memiliki pengalaman terburuk dalam hidupnya. Bumi terlihat membuka

bawahnya. Jantungnya mulai berdebar, dia merasa dia dibekap, ia berkeringat, dan ia
yakin ia akan memiliki serangan jantung dan mati. Setelah sekitar dua puluh menit
teror, panik mereda. Gemetar, ia masuk ke mobilnya, bergegas pulang, dan nyaris
tidak meninggalkan rumah untuk tiga bulan ke depan. Sejak saat itu, Celia telah
memiliki sekitar tiga serangan bulan. Dia tidak tahu kapan mereka akan datang.
Selama suatu serangan dia merasa ketakutan, membakar nyeri dada, menyesakkan dan
tercekik, pusing, dan kegoyahan. Dia kadang-kadang berpikir ini semua tidak nyata
dan dia akan gila. Dia juga berpikir dia akan mati. (Seligman, 1993, hal.61).

Gangguan Somatoform

ditulis oleh: dr Engelberta Pardamean, SpKJ


Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala
fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah
cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada
pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam
peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform
mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu
penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan
somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.
Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ.
Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada
kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi
yang berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata
berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi
oleh faktor psikologis.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan
somatoform:
Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang
tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
A.
Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.

B.
Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang
terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1.
Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan
sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala,
perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi,
selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2.
Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala
gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari
selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3.
Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau
reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau
ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah
sepanjang kehamilan).
4.
Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala
atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas
pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan,
paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di
tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri,
pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti
amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C.
Salah satu (1)atau (2):
1.
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B
tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang
dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi,
obat, atau alkohol)
2.
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium.
D.
Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
gangguan buatan atau pura-pura).
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
A.
Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter
atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis
lain.
B.
Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau
defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh
konflik atau stresor lain.
C.
Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
D.
Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan,
dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung
suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara
kultural.
E.
Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara

klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain
atau memerlukan pemeriksaan medis.
F.
Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak
terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat
diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
A.
Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita,
suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut
terhadap gejalagejala tubuh.
B.
Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang
tepat dan penentraman.
C.
Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti
gangguan delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D.
Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E.
Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F.
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan
umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat,
cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita
penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
A.
Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan
sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan
nyat.
B.
Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C.
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia
nervosa).
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
A.
Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran
klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B.
Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C.
Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,
kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
D.
Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
E.
Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood,
kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Tuliskan seperti berikut:
Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis
dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan
bertahannya nyeri.
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun
kondisi medis umum
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan
dimasukkan untuk mempermudah diagnosis banding.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak
Digolongkan
A.
Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu
makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B.
Salah satu (1)atau (2)
1.
Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung
dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2.
Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik
atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
C.
Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D.
Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E.
Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F.
Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura)

Pengertian PTSD
Perlu untuk dibedakan, apakah seseorang sudah mengarah pada PTSD
atau masih PTS (post traumatic sympton). Kalaupun masih PTS tidak akan
sampai menimbulkan gangguan berat, masih dapat ditangani oleh psikolog yang
terlatih. Yang perlu dilakukan adalah jangan sampai PTS menjadi PTSD. Posttraumatic stress disorder dapat mempengaruhi mereka yang secara pribadi
mengalami bencana atau musibah besar, mereka yang menjadi saksi atas
kejadian tersebut, dan mereka yang membantu dalam kejadian tersebut,
termasuk pekerja sosial dan petugas keamanan. Bahkan hal ini dapat terjadi di
kalangan teman atau kerabat dari orang yang mengalami trauma (Smith & Segal.
2008).

Beberapa
sumber
mendefinisikan Post
Traumatic
Stress
Disorder sebagai berikut:
Post Traumatic Stress Disorder adalah gangguan kecemasan yang
dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang
menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan dimana terdapat
penganiayaan fisik atau perasaan terancam(American Psychological
Association, 2004).
Post-traumatic stress disorder (PTSD) is a disorder that can develop
following a traumatic event that threatens your safety or makes you feel
helpless (Smith & Segal, 2008).
Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah sebuah gangguan yang
dapat terbentuk dari peristiwa traumatik yang mengancam keselamatan anda
atau membuat anda merasa tidak berdaya (Smith & Segal, 2008).
Peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai peristiwa traumatik.
Pada umumnya mengandung tiga buah elemen sebagai berikut (Jaffe,
Segal, & Dumke, 2005):

Kejadian tersebut tidak dapat diprediksi (It was unexpected)

Orang yang mengalami kejadian tersebut tidak siap dihadapkan


pada kondisi / kejadian demikian (The person was unprepared)

Tidak ada yang dapat dilakukan oleh orang tersebut untuk


mencegah terjadinya peristiwa tersebut (There was nothing the
person could do to prevent it from happening)

Pengalaman hidup apapun yang terlalu "mengguncang" dapat memicu


PTSD, terutama jika peristiwa tersebut dilihat sebagai sesuatu yang tidak
dapat diduga dan dikendalikan / dikontrol (Smith & Segal. 2008).
Smith & Segal menyebutkan peristiwa traumatik yang dapatmengarah kepada
munculnya PTSD termasuk:

Perang (War)

Pemerkosaan (Rape)

Bencana alam (Natural disasters)

Kecelakaan mobil / Pesawat (A car or plane crash)

Penculikan (Kidnapping)

Penyerangan fisik (Violent assault)

Penyiksaan seksual / fisik (Sexual or physical abuse)

Prosedur medikal - terutama pada anak-anak (Medical procedures


- especially in kids)
2.

Kategorisasi PTSD
Secara umum gejala PTSD dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Merasakan kembali peristiwa traumatik tersebut (ReExperiencing Symptoms)

Secara berkelanjutan memiliki pikiran atau ingatan yang tidak


menyenangkan mengenai peristiwa traumatik tersebut
(Frequently having upsetting thoughts or memories about a
traumatic event). Terulangnya bayangan mental akibat peristiwa
traumatik yang pernah dialami,

Mengalami mimpi buruk yang terus menerus berulang


(Having recurrent nightmares).

Bertindak atau merasakan seakan-akan peristiwa traumatik


tersebut akan terulang kembali, terkadang ini disebut sebagai
"flashback" (Acting or feeling as though the traumatic event
were happening again, sometimes called a "flashback").

Memiliki perasaan menderita yang kuat ketika teringat


kembali peristiwa traumatik tersebut (Having very strong
feelings of distress when reminded of the traumatic event).

Terjadi respon fisikal, seperti jantung berdetak kencang atau


berkeringat ketika teringat akan peristiwa traumatik tersebut

(Being physically responsive, such as experiencing a surge in


your heart rate or sweating, to reminders of the traumatic
event).

b.

Menghindar (Avoidance Symptoms)

Berusaha keras untuk menghindari pikiran, perasaan atau


pembicaraan mengenai peristiwa traumatik tersebut (Making
an effort to avoid thoughts, feelings, or conversations about
the traumatic event).

Berusaha keras untuk menghindari tempat atau orang-orang


yang dapat mengingatkan kembali akan peristiwa traumatik
tersebut (Making an effort to avoid places or people that
remind you of the traumatic event).

Sulit untuk mengingat kembali bagian penting dari peristiwa


traumatik tersebut (Having a difficult time remembering
important parts of the traumatic event).

Kehilangan ketertarikan atas aktivitas positif yang penting (A


loss of interest in important, once positive, activities).

Merasa "jauh" atau seperti ada jarak dengan orang lain


(Feeling distant from others).

Mengalami kesulitan untuk merasakan perasaan-perasaan


positif, seperti kesenangan / kebahagiaan atau cinta / kasih
sayang ( Experiencing difficulties having positive feelings,
such as happiness or love).

Ketakberdayaan / ketumpulan emosional dan menarik diri

Merasakan seakan-akan hidup anda seperti terputus


ditengah-tengah - anda tidak berharap untuk dapat kembali
menjalani hidup dengan normal, menikah dan memiliki karir.

Terjadi gangguan yang menyebabkan kegagalan untuk


berfungsi secara efektif dalam kehidupan sosial (pekerjaan,
rumah tangga, pendidikan, dll)

c.

Hyperarousal Symptoms

Sulit untuk tidur atau tidur tapi dengan gelisah (Having a


difficult time falling or staying asleep).

Mudah / lekas marah atau meledak-ledak (Feeling more


irritable or having outbursts of anger).

Memiliki kesulitan untuk berkonsentrasi (Having difficulty


concentrating).

Selalu merasa seperti sedang diawasi atau merasa seakanakan bahaya mengincar di setiap sudut "Feeling constantly
"on guard" or like danger is lurking around every corner".
Menjadi gelisah, tidak tenang, atau mudah "terpicu" / sangat
"waspada" (Being "jumpy" or easily startled).
Terlalu
siaga
/
waspada yang
disertai
ketergugahan/keterbangkitan secara kronis.

Jika PSTD tidak ditangani dengan benar, maka akan mempengaruhi


kepribadian seseorang (perubahan kepribadian). Seperti paranoid (mudah
curiga) misalnya. Kesulitan hal ini adalah jarang sekali penderita dengan
kesadaranya datang ke para ahli. Apalagi stigma yang beredar dimasyarakat
bahwa psikiater identik dengan orang sakit jiwa atau gila.
3.

Reaksi Stress Terhadap Bencana


a. Dampak Emosional

Kaget

Marah

Sedih

Mati rasa

Merasa dihantui

Bersalah

Duka yang mendalam

Terlalu perasa

Merasa tidak berdaya

Tumpul dan tak lagi mampu merasa senang serta bahagia


dengan aktifitas sehari-harinya

Disosiasi, berupa keberulangan dalam pikiran tentang bencana


yang telah terjadi, merasa terpaku dan dikendalikan oleh
kejadian-kejadian, atau keterpakuan pada bencana.
b.

Dampak fisik
Kelelahan fisik yang sangat
Sulit atau bahkan tidak bisa tidur
Gangguan tidur
Sangat mudah tersentuh perasaan dan ingatannya
Keluhan-keluhan yang mengarah pada gangguan syaraf
Sakit kepala
Reaksi-reaksi yang menggambarkan kegagalan sistem kekebalan
tubuh
Selera makan terganggu
Libido meningkat atau justru menurun drastic

c.

Dampak kognitif

Sulit atau tak bisa lagi berkonsentrasi

Tidak mampu membuat keputusan-keputusan

Gangguan mengingat

Sulit mempercayai informasi-informasi

Kebingungan

Mudah teralihkan atau perhatian mudah terpecah

Menurunnya penilaian terhadap keadaan diri

Menurunnya penilaian terhadap kemampuan diri

Menyalahkan diri sendiri

Merasa mudah diganggu oleh pikiran ataupun ingatan

Khawatir atau cemas

d.

Dampak Interpersonal

Membatasi dan menarik diri

Menghindar dari relasi-relasi sosial yang ada

Meningkatnya konflik dalam berhubungan dengan orang lain

Keterlibatan dan prestasi kerja menurun

Keterlibatan dan prestasi di sekolah menurun

4.

Bagaimana cara mengatasi dan menghilangkan masalah trauma?


Berbagai model psikoterapi telah dikembangkan untuk mengatasi PTSD
seperti, terapi perilaku, desensitisasi, hipnoterapi, semuanya cukup efektif asal
penderita juga mendapatkan dukungan dari masyarakat lingkunganya dan juga
orang terdekatnya.
a. Menerapkan Prinsip Dasar Penanganan Stress pada Phase
Emergensi:

Membantu survivor (dalam hal ini adalah korban) untuk

istirahat dan tidur untuk pemulihan kondisi tubuh


Menyiapkan area yang aman untuk interaksi antar personal.
Menangani dengan segera kondisi dan kesehatan fisik.
Membantu dalam mencari dan memastikan keselamatan
anggota keluarganya
Membantu menghubungkan survivor dengan keluarga, orang
yang dicintai, atau pihak-pihak yang dapat membantu lainnya
Membantu survivor untuk mengambil langkah praktis
mengatasi masalah aktual dan kembali ke kehidupan semula
Membantu memfasilitasi kehidupan normal yang menyangkut
keluarga, komunitas, sekolah, dan pekerjaan

Memberikan
kesempatan
untuk
mengekspresikan
kesedihannya
Membantu survivor menurunkan tekanan masalah,
kecemasan, atau kesedihannya hingga ke level yang dapat
dikelolanya
Membantu penolong pertama survivor melalui konsultasi dan
training tentang pola umum reaksi stress dan teknik
pengelolaan stress.

b.

Menetapkan Prioritas
Membantu melindungi survivor dari luka atau terpaan stimulus
traumatik selanjutnya dengan cara :

Memberikan tempat perlindungan yang memisahkan mereka


dari stimulus-stimulus tersebut.

Melindungi mereka dari media atau orang-orang yang


sekedar ingin tahu.

c.

Memberikan bantuan dan pengarahan


Survivor biasanya kehilangan arah, shock, atau
dissosiasi.
Membantu mengarahkan mereka untuk menjauh dari:

Area kerusakan/tempat kejadian

Survivor lain yang terluka

Bahaya yang terus berlangsung

mengalami

d.

Memberi kesempatan untuk berinteraksi


Hubungan sosial adalah elemen penting bagi proses pemulhan.

Ketika berinteraksi dengan survivor, agar diciptakan situasi


dan memberi dia kesempatan untuk mengalami kembali nilainilai sosial untuk saling menolong dan menanamkan nilai-nlai
kebaikan.

Membantu survivor untuk dapat berhubungan dengan orang


yang dicintai, memberikaninformasi yang akurat dan
memadai, tempat dimana mereka bisa mendapatkan
dukungan tambahan

e.

Penanganan segera & perawatan penderita akut

Survivor yang menunjukkan reaksi stress panik yang


berlebihan perlu mendapatkan intervensi dengan segera.

Upayakan untuk menangkap tanda-tanda fisik berupa


gemetar, berteriak-teriak marah, agitasi, sikap tubuh seperti
robot yang menandakan panik atau kesedihan mendalam.

Segera
lakukan
pendekatan
terapeutik,
pastikan
keselamatannya,
upayakan
untuk mendengarkan
dan
menghargai
pengalamannya,
dan
menunjukkan
empathi.Pertolongan medis mungkin juga dibutuhkan jika
ada.
Kehadiran anda dapat meredakan penderitaan survivor yang
panik atau sedih mendalam:
Upayakan untuk mendampingi atau menyiapkan orang yang
dapat selalu berada di dekatnya sampai perasaannya reda.

f.

Penanganan Gangguan Berat

Ditangani secara intensif oleh Psikiater dan didampingi oleh


Psikolog.

Dapat dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa atau berobat Jalan.

Dilakukan Evaluasi Setiap Bulan Sekali.

Dipindahkan kedalam program Penanganan Gangguan


Sedang apabila hasil Evaluasi menunjukkan demikian.

g.

Penanganan Gangguan Sedang

Ditangani secara intensif oleh Psikolog melalui Konseling


Individual.

Dilakukan dalam ruangan khusus yang memenuhi syarat


untuk dilaksanakan konseling.

Diberikan pekerjaan-pekerjaan ringan yang disukainya.

Dilakukan evaluasi satu kali setiap bulan.

Program penanganan gangguan ringan atau berat didasarkan hasil


evaluasi. Penanganannya dilaksanakan secara intensif melalui konseling
kelompok oleh Helper dibawah supervisi Psikolog dengan cara :
a. Seminggu sekali dalam 3 bulan pertama
b. Dua bulan sekali mulai bulan keempat sampai keduabelas (sampai
sembuh).

Pengelompokan dilakukan berdasarkan usia dan keluarga


dengan jumlah kelompok maksimal 12 orang (10 orang ideal)

Dilakukan dalam ruangan atau tempat yang memenuhi


syarat untuk konseling kelompok.

Diberikan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan minat


dan penguasaannya.

Dilakukan evaluasi setiap bulan.

5.

Dipindahkan kedalam program Penanganan Gangguan


Sedang apabila hasil evaluasi menunjukkan perkembangan
demikian.
Apabila perkembangannya positif diminta untuk tetap aktif
membantu kelompoknya untuk recovery.

Kesimpulan
Post Trauma Syndrome Disorder (PTSD) merupakan bentuk gangguan
psikologis yang diakibatkan oleh trauma terhadap kejadian yang dialami
seseorang. Trauma ini dapat menyebabkan berbagai macam reaksi stress
baik secara emosional, fisik, kognitif maupun interpersonal. Oleh sebab itu
membutuhkan penanganan secara sungguh-sungguh sesuai dengan tingkat
traumatis yang dialami.

Anda mungkin juga menyukai