Anda di halaman 1dari 8

F41.

0 Gangguan Panik (Anxietas Paroksismal Episodik)

1) Definisi
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan anxietas berat
(panik) yang berulang, tidak terbatas pada situasi tertentu ataupun suatu
rangkaian kejadian, dan tidak terduga (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1993).
2) Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, gejala yang timbul pada gangguan panik
bersifat mendadak dan dapat bervariasi pada masing-masing pasien:
palpitasi, nyeri dada, perasaan tercekik, pusing, depersonalisasi atau
derealisasi. Pada gejala sekunder dapat muncul rasa takut mati, kehilangan
kendali atau menjadi gila. Biasanya serangan yang muncul hanya
berlangsung beberapa menit (±10 menit), dengan frekuensi serangan yang
bervariasi. Penegakan diagnosis gangguan panik harus terdapat beberapa
serangan berat anxietas otonomik yang terjadi dalam periode kira-kira 1
bulan:
• Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya
• Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya
• Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian,
umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik yaitu anxietas
yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi).

Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama apabila


tidak ditemukan adanya salah satu gangguan fobia (F40.-).

3) Diagnosis banding
Gangguan panik harus dibedakan dari serangan panik yang terjadi
sebagai bagian dari gangguan fobik yang sudah ada. Serangan panik dapat
merupakan hal sekunder dari gangguan depresif, terutama pada laki-laki,
dan jikalau pada saat yang sama kriteria gangguan depresif terpenuhi,
maka gangguan panik jangan dijadikan diagnosis utama.
Diagnosis banding gangguan panik antara lain (Kartikadewi,
2015):
• Gangguan medis umum: asma, penyakit endokrin, intoksikasi obat, gejala
putus obat, anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan, infeksi sistemik,
penyakit cerebrovaskular.
• Malingering (kondisi berpura-pura sakit yang disengaja dengan
menampakkan gejala fisik atau psikologis yang terlalu berlebihan)
• Hipokondriasis
• Obsesi kompulsi
• Depresi saat terjadi anxietas
4) Tatalaksana
a) Farmakoterapi
• Anti panik golongan trisiklik: Imipramine, Clomipramine
• Anti panik golongan benzodiazepine: Alprazolam
• Anti panik golongan RIMA (Reversible Inhibitors of Monoamine
Oxydase-A): Moclobemide
• Anti panik golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor):
Sertraline, Fluoxetine (Maslim, 2007)
b) Psikoterapi
- Terapi relaksasi
Prinsipnya adalah untuk melatih pernapasan,
mengendurkan otot tubuh, dan mensugesti pikiran ke arah
yang ingin dicapai.
- Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Pasien diajak untuk membentuk pola perilaku dan
mengubah pikiran irasional menjadi lebih rasional.
- Psikoterapi dinamik
Pasien diajak untuk memahami diri sendiri dan
kepribadiannya, tidak hanya sekedar menghilangkan gejala
(Elvira and Gitayanti, 2014)
F41.1 Gangguan Anxietas Menyeluruh

1) Definisi
Gangguan anxietas menyeluruh adalah suatu gangguan kecemasan
yang ditandai dengan perasaan cemas yang umum dan memiliki gambaran
yang esensial yaitu adanya anxietas yang menyeluruh dan menetap
(bertahan lama). Tetapi tidak terbatas atau hanya menonjol pada setiap
keadaan lingkungan tertentu saja (misalnya sifatnya “mengambang” atau
free floating). GAD merupakan gangguan yang stabil, muncul pada
pertengahan remaja sampai pertengahan umur dua puluhan tahun dan
kemudian berlangsung sepanjang hidup.
2) Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala yang
timbul pada gangguan cemas menyeluruh dapat bervariasi diantaranya
adalah keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran, otot tegang,
berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing, dan keluhan epigastrik.
Pasien juga dapat memiliki rasa takut bahwa dirinya atau keluarganya
menderita sakit dan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat bersamaan
dengan kekhawatiran atau firasat lainnya. Gangguan ini lebih sering terjadi
pada wanita dan berkaitan dengan stres lingkungan yang kronis.
Perjalanan penyakit berfluktuasi dan kronis.
Penegakkan diagnosis dilakukan jika pasien menunjukkan gejala
primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Gejala-gejala tersebut antara lain:
a) Kecemasan akan masa depan (kekhawatiran akan nasib buruk,
merasa gelisah seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak
dapat santai)
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,
takikardi, takipneu, keluhan epigastrik, pusing, mulut kering,
dsb)
Pada pasien anak-anak terlihat adanya kebutuhan
berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-
keluhan somatik berulang. Apabila terdapat gejala-gejala lain
yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, maka tetap tidak dapat menyingkirkan gangguan
anxietas menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32),
gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif kompulsif (F42) (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1993).
Kriteria Diagnostik menurut DSM-V (300.02), sebagai
berikut:
• Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang
timbul hampir setiap hari, sepanjang hari, terjadi
sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau
kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).
• Individu sulit untuk mengendalikan kecemasan dan
kekhawatiran.
• Kecemasan diasosiasikan dengan 6 gejala berikut ini
(dengan sekurang-kurangnya beberapa gejala lebih
banyak terjadi dibandingkan tidak selama 6 bulan
terakhir), yaitu kegelisahan, mudah lelah, sulit
berkonsentrasi atau pikiran kosong, iritabilitas,
ketegangan otot, dan gangguan tidur (sulit tidur, tidur
gelisah atau tidak memuaskan).
• Kecemasan, kekhwatiran, atau gejala fisik
menyebabkan distress atau terganggunya fungsi sosial,
pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
• Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek
pada fisiologis (memakai obat-obatan) atau kondisi
medis lainnya (seperti hipertiroid).
• Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh
gangguan mental lainnya (seperti kecemasan dalam
gangguan panik atau evaluasi negatif pada gangguan
kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi atau
obsesi lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif,
mengingat kejadian traumatik pada gangguan stress
pasca traumatik, pertambahan berat badan pada
anorexia nervosa, komplin fisik pada gangguan gejala
somatik atau delusi pada gangguan schizophrenia).
3) Diagnosis Banding
Diagnosis banding menurut Kemenkes RI (2015) antara lain:
a) Gangguan medis umum lain: gastritis akut, acute
respiratory distress syndrome, krisis adrenal, anafilaksis,
gangguan jantung, dll
b) Gangguan akibat alkohol, amfetamin, ganja
c) Episode depresi
d) Gangguan anxietas fobik
e) Gangguan panik
f) Gangguan obsesif kompulsif
4) Tatalaksana
a) Farmakoterapi
Rekomendasi farmakoterapi untuk gangguan anxietas menyeluruh
menurut Kemenkes (2015) adalah:
b) Terapi Psikososial
1. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
2. Psikoedukasi

F41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi

1) Definisi
Gangguan campuran anxietas dan depresi adalah kondisi dimana
terdapat gejala anxietas maupun depresi yang masing-masing tidak
menunjukkan gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis sendiri
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).
2) Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa gejala
otonomik seperti tremor, palpitasi, mulut kering, nyeri perut, dan lain-lain
harus ditemukan walaupun terjadi tidak terus-menerus. Apabila hanya
terdapat kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan tanpa gejala
otonomik, maka kategori ini tidak dapat digunakan. (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1993), syarat gangguan campuran anxietas
dan depresi dapat ditegakkan, yaitu:

• Terdapat gejala anxietas maupun depresi dimana masing- masing tidak


menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri.

• Jika terdapat anxietas berat disertai depresi lebih ringan maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.

• Jika ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
harus dikemukakan dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat
digunakan. Untuk alasan praktis, diagnosis gangguan depresif lebih
diutamakan.

• Apabila gejala-gejala yang ada berkaitan erat dengan stres kehidupan


atau perubahan hidup yang bermakna, maka harus digunakan kategori
F43.2 yaitu gangguan penyesuaian.

F41.3 Gangguan Anxietas Campuran Lainnya

Kategori ini digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria


gangguan anxietas menyeluruh (F41.1) serta menunjukkan ciri-ciri yang menonjol
dari kategori gangguan F40-F49 meskipun hanya dalam jangka pendek, walaupun
tidak memenuhi kriteria secara lengkap. Apabila gejala-gejala yang ada memiliki
kaitan erat dengan stres kehidupan atau perubahan hidup yang bermakna, maka
dimasukkan dalam kategori F43.2 yaitu gangguan penyesuaian (Maslim, 2013).

F41.8 Gangguan Anxietas Lainnya YDT

F41.9 Gangguan Anxietas YTT

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1993) ‘Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III)’, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Elvira, S. D. and Gitayanti, H. (2014) Buku Ajar Psikiatri FKUI Edisi Kedua. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Kartikadewi, A. (2015) Buku Ajar Sistem Neurobehaviour. Semarang: Unimus Press.
Kemenkes (2015) ‘KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015 TENTANG PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN JIWA’, Construction and Building Materials, 4(1).
Maslim, R. (2007) Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: PT
Nuh Jaya.
Maslim, R. (2013) DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA RUJUKAN RINGKAS dari PPDGJ -
III, DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA RUJUKAN RINGKAS dari PPDGJ - III dan DSM -
5.

Anda mungkin juga menyukai