makan dan menyebabkan penderita menjadi kurus kering dan merupakan sindrom
klinis dimana seseorang mengalami rasa takut yang tidak wajar terhadap
kegemukan
Anoreksia Nervosa dapat ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat
badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim
menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat terganggu
Menurut Irianto, bahwa ada beberapa gejala anoreksia nervosa diantaranya: 1.
Menggolong-golongkan makanan yang baik dan yang jelek bagi tubuhnya. 2.
Menghindari pertemuan yang menyediakan makanan. 3. Pikiran selalu menuju
pada makanan, kalori dan berat badan. 4. Berat badan menurun drastis. 5. Berlatih
keras tidak mengenal lelah. 6. Takut gemuk, denyut nadi lambat dan lemah,
sensitif terhadap suhu dingin. 7. Gugup saat makan, mudah menangis.
Nasution, S. W., Hasibuan, N. A., & Ramadhani, P. (2017). Sistem Pakar
Diagnosa Anoreksia Nervosa Menerapkan Metode Case Based
Reasoning. KOMIK (Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan
Komputer), 1(1).
Ada 2 jenis penyakit Anoreksia Nervosa terdiri dari Anoreksia Nervosa Restrictive
dan Anoreksia Nervosa BingePurge [7]. Anoreksia Nervosa Restrictive yaitu
Anoreksia yang penderitanya membatasi jumlah asupan makanan yang mereka
komsumsi atau makan dan bahkan mereka sering tidak makan sama sekali dan
dengan sengaja melewatkan makan sehingga tubuhnya akan sangat kurus.
Anoreksia Nervosa Restrictive ini akan menyebabkan tubuh sangat kurus dan
kekurangan vitamin. Anoreksia Nervosa Binge-Purge yaitu Anoreksia tipe yang
hampir sama dengan Bumilia. Orang yang menderita gangguan ini akan ditandai
dengan makan dalam jumlah yang sangat banyak dan sangat cepat sehingga
mengakibatkan perut tidak nyaman akibat kekenyangan
Faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit Anoreksia Nervosa dapat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu : Faktor Biologis, Faktor Psikologis dan Faktor
Sosial [8]. Faktor Biologis pada pasien yang mengalami Anoreksia Nervosa pada
remaja dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, riwayat keluarga yang memiliki
diagnosis akan gangguan makan, gangguan mental. Faktor Psikologis berupa
karakteristik pribadi juga mempengaruhi seseorang dengan Anoreksia Nervosa ini.
Sifat yang dimiliki remaja seperti depresi, obsesi, ketidakpercayaan, emosi, dan
perasaan rendah diri akan memberikan pengaruh pada yang signifikan terhadap
gangguan makan. Faktor ini juga menyebabkan remaja cenderung kurang
menghargai dirinya sendiri. Faktor osial bisa berasal dari lingkungan keluarga dan
sekitarnya, seperti adanya konflik antara keluarga, penghinaan terhadap anggota
keluarga yang dapat menimbulkan stres atau kesal yang akan memicu munculnya
Anoreksi Nervosa.
Pasaribu, R. M., Syahra, Y., & Kusnasari, S. (2023). Mendiagnosis Penyakit
Anoreksia Nervosa Pada Anak Remaja Menggunakan Metode Certainty
Factor. Jurnal Sistem Informasi Triguna Dharma (JURSI TGD), 2(5), 779-790.
bulimia nervosa adalah gangguan pola makan dimana seseorang makan dalam
porsi yang sangat besar dalam waktu yang singkat, dan mengambil tindakan-
tindakan pencegahan agar kalori tersebut tidak terserap oleh tubuh dan berat badan
tidak bertambah
Macam tindakan preventif ini bervariasi, mulai dari memuntahkan kembali
makanan, puasa, atau menggunakan obat-obatan
Umumnya penderita bulimia nervosa mempunyai berat badan yang dianggap
sedikit di atas rata-rata (shightly overweight). Obsesi terhadap berat badan dan
bentuk tubuh ini menjadikan penderitanya terlingkupi rasa malu, tidak berdaya dan
depresi terhadap pola makan mereka. Gangguan makan ini banyak terjadi pada
negara maju dengan masyarakat industri, di mana makanan berlimpah tetapi
langsing diasosiasikan dengan menarik. Media baik cetak maupun elektronik
menanamkan kepercayaan mengenai standar ideal yang tidak realistik akan tubuh
yang kurus, mendorong ketidakpuasan remaja perempuan akan tubuhnya
(Thompson 1996)
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (1997), faktor-faktor penyebab bulimia
nervosa adalah sebagai berikut: 1. Faktor Biologis Antidepresan sangat bermanfaat
bagi pasien penderita bulimia nervosa. Kadar endorfin plasma meningkat pada
pasien bulimia nervosa yang muntah,
dan menyebabkan perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah muntah. 2. Faktor
Sosial Pasien bulimia nervosa cenderung berespon terhadap tekanan sosial untuk
menjadi kurus. Pasien biasanya depresi tinggi. Keluarga pasien bulimia nervosa
kurang dekat dan menggambarkan orang tua yang menolak dan menelantarkan. 3.
Faktor Psikologis Pasien bulimia nervosa memiliki emosi yang terlihat, seperti
mengungkapkan kemarahan secara terbuka dan impulsif. Penderita bulimia
nervosa biasanya makan yang terlalu berlebih. Tidak memiliki super ego dan
kekuatan ego. Kesulitan yang dimiliki penderita bulimia nervosa, yaitu
ketergantungan zat dan hubungan seksual yang merusak diri sendiri (Kaplan,
Sadock, dan Grebb 1997).
Thompson, K. J. 1996. Eating Disorders, Body Image & Obesity: an
Integrative Guide for Assessment and Treatment. USA: American Psychology
Association.
Kaplan, H. I., B. J. Sadock, J. A. Grebb. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta:
Binarupa Aksara
Anindita, S. M. (2021). Model remaja putri: Body image dan bulimia
nervosa. Muqoddima Jurnal Pemikiran Dan Riset Sosiologi, 2(1), 19-36.
Gangguan Tidur
Gangguan tidur didefinisikan sebagai adanya abnormalitas tidur seseorang
sehingga mengganggu jumlah, kualitas dan waktu tidur yang biasanya disebabkan
oleh hal-hal emosional Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders
edisi ke empat (DSM-IV)(8) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan
kriteria diagnostik klinik dan perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan
tidur dalam DSM-IV adalah gangguan tidur primer, gangguan tidur yang
berhubungan dengan gangguan tidur mental lain, dan gangguan tidur lain,
khususnya gangguan tidur akibat kondisi medis umum atau yang disebabkan oleh
zat
Kumara, I. N. A., Aryani, L. N. A., & Diniari, N. K. S. (2019). Proporsi
gangguan tidur pada mahasiswa program studi pendidikan dokter semester
satu dan semester tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali,
Indonesia. Intisari Sains Medis, 10(2).
Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat (DSM-IV)
(8) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostik klinik dan
perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah
gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan tidur
mental lain, dan gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur akibat kondisi
medis umum atau yang disebabkan oleh zat
Prayitno, A. (2002). Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan
penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Trisakti, 21(1), 24.
-Ganguan tidur Non-Organik
1. Dyssomnia
Dyssomnia adalah kondisi psikogenik primer dimana gangguan utamanya adalah
jumlah, kualitas atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal emosional,
misalnya: insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal tidur-jaga.
1.1. Insomnia Non-Organik
Diagnosis dari Hal tersebut adalah
a. Adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas
tidur, atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam satu minggu
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli terlalu ber;ebihan
terhadap akibat nya pada malam hari dan sepanjang siag haari
d. ketidak-puasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan.
A. Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
B. Kriteria "lama tidur" (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya
gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak
memenuhi kriteria diatas (seperti pada "transient insomnia") tidak di-diagnosis
disini, dapat dimasukkan dalam Reaksi Stres Akut atau Gangguan Penyesuaian
(b) gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang
dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup
berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan;
(d) tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa
kantuk pada siang hari.
b. Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa
lain, misalnya Gangguan Afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan
gangguan yang mendasari- nya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus
ditambahkan bila hipersomnia merupakan keluhan yang dominan dari
penderita dengan gangguan jiwa lainnya
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana
penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun
jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur
sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara
lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam
keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun,
dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus
irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara
onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama
sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua
bagian: 1. Sementara (acut work shift, Jet lag) 2. Menetap (shift worker) Keduanya
dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan
waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM.
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh
waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering
ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orangorang tersebut
sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia
sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu
zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur
yang terputus-putus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang
tg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi
jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik
seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola
tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini
sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur
pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini
merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi
penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
2. PARASOMNIA
Parasomnia yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-
kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada
waktu antara bangun dan tidur.
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diag- nosis pasti:
(a) gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan
berteriak karena panik, diser- tai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan
hiperaktivitas otonomik seperti jantung berdebar-de- bar, napas cepat, pupil
melebar, dan berkeringat;
(b) episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1 10 menit, dan
biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam;
(c) secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk
mempengaruhi keadaan teror tidur- nya, dan kemudian dalam beberapa menit
setelah ba- ngun biasanya terjadi disorientasi dan gerakan-ge- rakan berulang;
(d) ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas
pada satu atau dua bayangan-bayangan yang terpilah-pilah);
. Teror tidur harus dibedakan dari Mimpi Buruk yang biasanya terjadi setiap saat
dalam tidur, mudah di- bangunkan, dan teringat dengan jelas kejadiannya.
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diag- nosis pasti:
(a) terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang
menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya
perihal ancaman kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri; terbangun-nya
dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yang khas adalah pada paruh
kedua masa tidur;
(b) setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, indi- vidu segera sadar penuh
dan mampu mengenali ling- kungannya;
(c) pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan
penderitaan cukup berat bagi individu.
Muslim rusdi.(2019). Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta, Pt-Nuh Jaya
Penanganan