Anda di halaman 1dari 5

CONTINUING MEDICAL

TINJAUAN
EDUCATION
PUSTAKA

Tata Laksana Fibrilasi Atrium:


Kontrol Irama atau Laju Jantung
Ignatius Yansen, Yoga Yuniadi
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RS Harapan Kita, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Fibrilasi atrium (atrial fibrillation, AF) adalah takikardia supraventrikular dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. Insidens
AF makin meningkat terutama dengan meningkatnya usia harapan hidup. Manajemen fibrilasi atrium tetap merupakan masalah. Sampai saat
ini, ada dua pilihan intervensi dasar: mengembalikan dan mempertahankan ritme sinus atau mengontrol laju jantung. Sejak tahun 2000 telah
dilakukan beberapa penelitian yang membandingkan kedua pilihan terapi ini. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi terapi mengontrol frekuensi
nadi sama efektifnya dengan usaha mengontrol irama. Studi-studi juga menunjukkan perlunya meneruskan terapi antikoagulan walaupun irama
pasien telah kembali ke sinus. Pada beberapa kasus pilihan terapi dapat sangat jelas; tetapi pada kasus lain mungkin kedua terapi tersebut dapat
dilakukan; pada kasus-kasus ini pengambilan keputusan sebaiknya melibatkan pasien dan keluarga pasien.
Kata kunci: fibrilasi atrium, kontrol irama, kontrol frekuensi nadi, STAF, PIAF, AFFIRM, RACE, HOT-CAF, AF-CHF, J-RHYTHM

ABSTRACT
Atrial fibrillation (AF) is a supraventricular tachyarrhythmia characterised by uncoordinated atrial activation. The incidence of AF is increasing
especially with increasing life expectancy. Despite new insights in the pathophysiology and development of novel ablative technique and
anti arrhythmic drugs, the management of this chronic rhythm disturbance remains problematic. There are two fundamental interventional
choices: restoration and maintenance of normal sinus rhythm (NSR) or control of ventricular rate. While there are compelling theoritical benefits
in restoring and maintaining NSR, until recently there has been little evidence supporting the comparative advantages of either strategy. Since
2000 there are several trials comparing these strategies. Results from these studies indicate that a strategy af rate control in AF patients can
be at least as effective as efforts to control rhythm. These trials have also revealed the necessity of continuing antithrombotic treatment even
when long term sinus rhythm is achieved. In some cases both management could be applicable so we should involve patient and family for
management decision. Ignatius Yansen, Yoga Yuniadi. Management of Atrial Fibrillation: Rate Control or Rhythm Control.
Key words: atrial fibrillation, rate control, rhythm control, STAF, PIAF, AFFIRM, RACE, HOT-CAF, AF-CHF, J-RHYTHM

EPIDEMIOLOGI
Fibrilasi atrium (atrial fibrillation, AF) adalah
takikardia supraventrikular dengan karakteristik
aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. AF
adalah gangguan irama yang paling sering
ditemukan dalam praktek sehari-hari. AF
dialami oleh 1-2% populasi dan meningkat
dalam 50 tahun ke depan. Di Amerika Serikat
diperkirakan 2,3 juta penduduk menderita AF
dengan >10% berusia di atas 65 tahun dan
diperkirakan akan terus bertambah menjadi
4,78 juta pada tahun 2035.1 AF digambarkan
sebagai suatu epidemi kardiovaskular yang
menyebabkan beban ekonomi pada negara
berkembang.
Alamat korespondensi

Gambar 1 Prevalensi fibrilasi atrium berdasarkan usia dan jenis kelamin1

email: ignatius.yansen@gmail.com

CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013

171

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Kejadian klinis yang diakibatkan oleh fibrilasi atrium6
Parameter klinis

Perubahan pada pasien fibrilasi atrium

1.

Kematian

Angka kematian dua kali lipat

2.

Stroke

Angka kejadian stroke meningkat. Fibrilasi atrium dihubungkan dengan stroke


yang lebih buruk

3.

Hospitalisasi

Angka hospitalisasi lebih tinggi dan dikaitkan dengan penurunan kualitas


hidup

4.

Kualitas hidup dan kapasitas fisik

Variasi yang besar dari asimptomatik sampai sangat terganggu akibat simtom
fibrilasi atrium

5.

Fungsi ventrikel kiri

Variasi yang besar dari tidak ada gangguan sampai takikardiomiopati dengan
gagal jantung akut

AF adalah faktor risiko kuat untuk kematian


dengan peningkatan 1,5-1,9 kali dalam
analisis Framingham.2 AF juga dihubungkan
dengan peningkatan 5 kali kejadian stroke
dan faktor penyebab dari 5% kejadian
emboli di serebral.1 AF menyebabkan gagal
jantung kongestif terutama pada pasien yang
frekuensi ventrikelnya tidak dapat dikontrol.
Adanya gagal jantung dihubungkan dengan
prognosis yang lebih buruk. Studi terbaru
menemukan adanya 10-30% AF pada pasien
gagal jantung yang simtomatik, dengan
peningkatan kematian 34% bila dibandingkan
dengan gagal jantung saja.3 Selain itu AF juga
menurunkan status kesehatan, kapasitas
jantung dan kualitas hidup seseorang.4 Dalam
2 dekade terakhir telah terjadi peningkatan
angka rawat di rumah sakit akibat gangguan
listrik jantung.5 Fungsi ventrikel kiri juga
terganggu dengan adanya irama tidak teratur
dan cepat, yang menyebabkan hilangnya
fungsi kontraksi atrium dan meningkatnya
tekanan pengisian pada saat akhir diastolik
ventrikel kiri.

pertama kali terdiagnosis dengan AF tanpa


melihat durasi atau beratnya gejala yang
ditimbulkan oleh AF tersebut.
2. Paroxysmal AF: AF yang biasanya hilang
dengan sendirinya dalam 48 jam sampai 7 hari.
Jika dalam 48 jam belum berubah ke irama
sinus maka kemungkinan kecil untuk dapat
berubah ke irama sinus lagi sehingga perlu
dipertimbangkan pemberian antikoagulan.
3. Persistent AF: episode AF yang bertahan
sampai lebih dari 7 hari dan membutuhkan
kardioversi untuk terminasi dengan obat atau
dengan elektrik.
4. Long standing persistent AF: episode AF
yang berlangsung lebih dari 1 tahun dan
strategi yang diterapkan masih kontrol irama
jantung (rhythm control).
5. Permanent AF: jika AF menetap dan secara
klinis dapat diterima oleh pasien dan dokter
sehingga strategi managemen adalah tata
laksana kontrol laju jantung (rate control).

TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM6


Tata laksana umum pada pasien AF
mempunyai 5 tujuan:
1. Pencegahan kejadian tromboemboli
2. Mengatasi simtom terkait AF
3. Tata laksana optimal terhadap penyakit
kardiovaskular yang menyertai
4. Mengontrol laju jantung.
5. Memperbaiki gangguan irama.
Terapi pada pasien AF yang persisten
masih kontroversial apakah berusaha
untuk mempertahankan irama sinus atau
membiarkan pasien dalam irama AF dan
mengontrol laju jantung. Sampai saat ini
pada tahap awal para klinisi tetap berusaha
tetap
mempertahankan
irama
sinus
dengan kardioversi dan obat antiaritmia.
Mempertahankan irama sinus mempunyai
beberapa
keunggulan:
meningkatkan
hemodinamik dan respons ventrikel kiri;
restorasi fungsi sistolik atrium; mengurangi
laju jantung sehingga mencegah terjadinya
takikardiomiopati; mencegah terjadinya
remodeling miokard; mengurangi gejala dan
meningkatkan kapasitas fisik; meningkatkan
kualitas hidup; mengurangi episode silent
AF; mengurangi kejadian tromboemboli;
meningkatkan angka kesintasan.7
Antiaritmia yang saat ini ada berhubungan
dengan efek samping proaritmia walaupun
kejadiannya jarang (contohnya torsade de
pointes); dibutuhkan monitoring saat memulai
terapi antiaritmia untuk mencegah terjadinya

DEFINISI6
Fibrilasi atrium adalah gangguan irama
jantung dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Ketidakteraturan interval RR yaitu tidak
ada pola repetitif pada EKG.
2. Tidak ada gambaran gelombang P yang
jelas pada EKG.
3. Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval
di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi
(<200 ms) atau >300 kali per menit.
KLASIFIKASI FIBRILASI ATRIUM6
Secara klinis, terdapat 5 tipe AF yang dapat
dibedakan berdasarkan presentasi dan durasi
aritmia.
1. First diagnosed AF: setiap pasien yang baru

172

Gambar 2 Tipe fibrilasi atrium; AF=fibrilasi atrium; CV=kardioversi6; h=hour

CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2 Keuntungan, risiko, dan hasil yang didapat pada terapi kontrol irama jantung dan kontrol laju jantung pada tata
laksana fibrilasi atrium9
Kontrol irama jantung (rhythm control)

Kontrol laju jantung (rate control)

Keuntungan
Meningkatkan efisiensi jantung secara umum
Mengurangi risiko tromboemboli
Mengurangi risiko penggunaan terapi antikoagulan

Tidak membutuhkan obat antiaritmia


Keuntungan dengan penggunaan terapi antikoagulan
yang terus menerus

Kerugian
Efek samping proaritmia dari obat anti aritmik
Risiko efek samping obat
Relaps akut FA disertai gagal jantung
Risiko akibat penghentian obat antikoagulan
Hasil yang didapat
Pengurangan penggunaan antikoagulan
Rekurensi FA yang sering terjadi
Membutuhkan lebih banyak prosedur kardioversi
Risiko kejadian stroke lebih tinggi
Meningkatnya angka hospitalisasi karena gagal jantung

efek samping dan penghentian terapi bila


ditemukan aritmia. Secara umum, risiko
efek samping antiaritmia merupakan dasar
pemilihan jenis terapi mempertahankan irama
sinus. Antiaritmia kelas I seperti propafenon
dan flekainid harus dihindari pada pasien
dengan penyakit jantung struktural. Selain itu,
antiaritmia kelas III yang banyak digunakan,
amiodaron, dapat menyebabkan kejadian
nonkardiak serius bila digunakan jangka
panjang.8
Tujuan mengontrol laju jantung pada AF
yang persisten adalah untuk meminimalkan
gejala, mencegah takikardia saat aktivitas
sehari hari dan memulihkan laju jantung agar
lebih fisiologis. Secara umum dipercaya laju
jantung yang ideal untuk aktivitas yaitu 6080 kali per menit saat istirahat dan 90-115 kali
permenit saat aktivitas agar memungkinkan

Risiko perdarahan akibat penggunaan antikoagulan


Risiko takikardiomiopati apabila laju jantung tidak
adekuat

Angka kematian cenderung lebih rendah


Biaya yang lebih rendah
Simtom yang lebih banyak karena aritmia

hemodinamik jantung yang lebih fisiologis dan


efektif seperti waktu pengisian ventrikel yang
cukup. Pada 10 tahun terakhir telah dilakukan
beberapa penelitian mengenai manajemen
AF, apakah usaha mempertahankan irama
sinus terbukti lebih unggul dibandingkan
mengontrol laju jantung. Dibandingkan
dengan obat antiaritmia, maka obat yang
digunakan untuk mengontrol laju jantung,
yaitu antagonis kanal kalsium, seperti diltiazem
dan verapamil, penyekat beta adrenoseptor,
dan digoksin memiliki efek samping yang lebih
ditolerir dan tidak membutuhkan hospitalisasi
saat inisiasi terapi dilakukan, tetapi obat- obat
ini tidak mengobati penyebab AF. Obat-obat
ini dapat digunakan secara kombinasi untuk
mencapai laju jantung yang diinginkan,
baik saat istirahat maupun dengan aktivitas.
Kombinasi yang digunakan adalah dalam dosis
yang kecil untuk mencegah efek samping.

Gambar 3 Pilihan tata laksana kontrol irama jantung dan kontrol laju jantung pada fibrilasi atrium6

CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013

Obat yang digunakan untuk mengontrol


laju jantung adalah obat yang lebih
aman dibanding dengan antiaritmia
yang digunakan untuk mengontrol irama
jantung. Walaupun demikian tidak berarti
obat tersebut tidak memiliki efek samping.
Efek samping penggunaan obat ini adalah
bradikardia, hipotensi, atau depresi fungsi
jantung (penyekat beta dan antagonis kanal
kalsium). Obat-obat ini tidak efektif untuk
kardioversi dan mempertahankan irama
sinus, kecuali sotalol yang diketahui memiliki
efek mempertahankan irama sinus. Dalam
10 tahun terakhir telah dilakukan beberapa
penilitian untuk membuktikan tata laksana AF
yang lebih unggul.
Sejak tahun 2000, setidaknya ada 7 studi terkait
tata laksana AF dengan membandingkan
kedua jenis terapi medikamentosa kontrol
irama atau kontrol laju jantung. Studi-studi
tersebut adalah PIAF10 (Pharmacological
Intervention in Atrial Fibrillation trial) tahun
2000, RACE11 (Rate Control versus Electrical
Conversion) tahun 2002, studi AFFIRM (Atrial
Fibrillation Follow up of Rhythm Management)
tahun 200212, studi STAF (Strategies of
Treatment of Atrial Fibrillation) tahun 200313,
studi HOT CAF (How to Treat Chronic Atrial
Fibrillation) tahun 200414, studi AF-CHF
(Rhythm control versus Rate control for Atrial
Fibrillation and Heart Failure) tahun 200815,
dan studi J-RHYTHM tahun 200916 (tabel 3).
SIMPULAN STUDI-STUDI
Studi-studi ini seluruhnya menunjukkan tidak
terdapat perbedaan bermakna pada keluaran
primer antara grup kontrol irama dan grup
kontrol laju jantung. Mempertahankan irama
sinus pada pasien AF dengan risiko tinggi stroke
tidak terbukti dapat memperbaiki kesintasan,
mengurangi
keluhan,
meningkatkan
toleransi aktivitas, mengurangi risiko stroke,
memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi
keperluan antikoagulan jangka panjang;
sebaliknya menunjukkan keunggulan strategi
terapi kontrol laju jantung berupa angka
hospitalisasi yang lebih sedikit dan kesintasan
yang cenderung lebih baik. Strategi kontrol
frekuensi nadi bukan pilihan kedua melainkan
dapat dipertimbangkan sebagai strategi tata
laksana utama pada pasien AF. Kedua strategi
ini harus dievaluasi dengan seksama pada
setiap pasien secara individual.
Lima studi terdahulu tidak ada yang secara

173

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 3 Karakteristik umum studi-studi terkait kontrol irama dan kontrol laju jantung pada AF6

Tabel 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tata laksana pada AF


Kontrol irama (rhytm control)

Kontrol laju jantung (rate control)

Pasien simtomatik
Pasien usia yang lebih muda
Lone AF
FA sekunder dengan penyebab dapat diidentifikasi (contoh:
tirotoksikosis, alkohol, dan kafein)

Pasien asimtomatik
Usia 65 tahun
Kontraindikasi atau efek samping terhadap antiaritmia
Tidak sesuai untuk kardioversi (contoh: FA >1 tahun,
dimensi atrium kiri >55mm, kardioversi yang gagal berulang
walaupun menggunakan antiaritmia)

Gambar 4 Odds ratio terhadap kejadian kematian dan stroke tromboembolik17

khusus membandingkan kedua strategi tata


laksana pada pasien AF dengan disfungsi
ventrikel kiri. Pada studi AFFRIM terdapat
23,1% pasien dengan riwayat gagal jantung
kongestif, 9% dengan NYHA kelas fungsional
II.12 Pada studi ini tidak ditemukan perbedaan
bermakna di antara kedua grup. Baru studi
AF-CHF yang secara khusus membandingkan
kedua strategi tata laksana pasien AF dan
disfungsi ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi
yang menurun dengan jumlah pasien cukup
banyak. Penelitian ini tidak menemukan
adanya perbedaan keluaran primer berupa
kematian akibat penyakit kardiovaskular, juga
pada keluaran sekunder berupa kematian
akibat lain, stroke ataupun perburukan gagal
jantung.15 Karakteristik utama pasien pada
studi-studi PIAF, RACE, AFFIRM, STAF, dan
HOT CAF adalah AF yang persisten atau
dengan risiko tinggi terhadap kejadian stroke.
Walaupun demikian ada pasien tertentu yang
perlu tetap mempertahankan irama sinus,
bukan untuk mengurangi angka kematian
dan kesakitan saja tetapi untuk meningkatkan
kualitas hidup, hal yang sangat penting
menurut pasien AF. Studi PIAF, RACE, AFFIRM,
STAF, HOT CAF memberi fokus pada pasien
dengan risiko kematian tinggi sehingga ada
kelompok yang belum terwakili yaitu pasien
usia lebih muda tanpa atau dengan faktor
risiko stroke minimal, terutama pasien AF
paroksismal.
Pada studi J-RHYTHM diteliti pasien AF
paroksismal dengan risiko stroke rendah. Studi
ini juga membuktikan tidak ada perbedaan di
antara kedua grup dalam hal angka kematian,
stroke, perdarahan dan gagal jantung tetapi
lebih banyak pasien yang pindah dari strategi
tata laksana kontrol laju jantung ke strategi
kontrol irama karena ketidaknyamanan dan
secara bermakna terdapat peningkatan
kualitas hidup pada pasien dengan kontrol
irama.16
Metaanalisis studi-studi yang membandingkan strategi kontrol irama dan kontrol laju
jantung pada tata laksana AF mendapatkan
bahwa strategi kontrol laju jantung secara
bermakna menurunkan angka kematian secara
kumulatif dan kejadian stroke dibandingkan
strategi kontrol irama.17

Gambar 5 Odds ratio terhadap kejadian perdarahan mayor intrakranial dan ekstrakranial17

174

Studi AFFIRM18 dan Steinberg et. al19, kemudian


melakukan analisis kembali pada populasi studi
AFFIRM untuk mencari penyebab kematian

CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
yang spesifik dan hubungannya dengan irama
sinus, tata laksana, dan kesintasan. Pada analisis
pertama, peneliti AFFIRM mendapatkan
kecenderungan angka total kematian nonkardiovaskular yang lebih rendah pada
grup kontrol laju jantung dibandingkan
dengan kontrol irama.18 Pada analisis kedua,
Steinberg et al19 menunjukkan bahwa irama
sinus dan terapi warfarin merupakan faktor
protektif terhadap kematian sedangkan
digoxin dan obat antiaritmia berhubungan
dengan meningkatnya angka kematian.
Peneliti menyimpulkan bahwa antiaritmia
dapat menguntungkan apabila irama sinus
dapat dipertahankan tetapi keuntungan ini
bekurang oleh adanya berbagai efek samping
non kardiovaskular obat antiaritmia.

jantung adalah strategi yang lebih dipilih


dalam tata laksana AF adalah karena tidak
mudah mempertahankan irama sinus.
Seperti kelainan irama lain, AF berhubungan
dengan beberapa tipe penyakit jantung yang
mendasarinya; dalam hal ini AF akan memicu
remodeling jantung yang menyebabkan
lingkungan tetap mempertahankan AF
dan menjadi semakin berat (AF begets AF).
Dengan hanya mengembalikan irama sinus
tidak akan mengatasi penyebab AF sehingga
tidak mengherankan jika tingkat rekurensi
AF sangat tinggi, kecuali diberi antiaritmia
yang merupakan pisau bermata dua karena
tidak ada obat antiaritmia yang bebas efek
samping dan tidak ada yang mempunyai
efikasi mendekati 100%.

Salah satu alasan mengapa kontrol laju

Dalam

mempertimbangkan

terapi

AF

yang sesuai, pilihannya adalah usaha


mempertahankan irama sinus (kontrol irama)
atau usaha mengontrol laju jantung. Pada
beberapa kasus, mungkin dapat sangat jelas,
misalnya pada pasien AF yang persisten atau
permanen dengan usia tua dan faktor risiko
stroke tinggi, pilihan utamanya adalah kontrol
laju jantung sedangkan pada usia lebih muda
dengan AF paroksismal, terapi utama adalah
berusaha untuk mengembalikan ke irama
sinus (kontrol irama). Pada beberapa kasus,
kedua terapi tersebut dapat dilakukan; pada
kasus-kasus seperti ini sebaiknya proses
pengambilan keputusan melibatkan pasien
dan keluarganya; kebaikan dan efek samping
setiap strategi dijelaskan kepada pasien dan
keluarga. Dengan demikian, keputusan tata
laksana adalah keputusan bersama pasien,
keluarga dan dokter yang merawat.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Go AS, Hylek EM, Phillips KA, Chang Y, Henault LE, Selby JV, et.al. Prevalence of diagnosed atrial fibrillation in adults: national implications for rhythm management and stroke prevention:
the AnTicoagulation and Risk Factors in Atrial Fibrillation (ATRIA) Study. JAMA. 2001;285(18):2370-2375.

2.
3.

Benjamin EJ, Wolf PA, DAgostino RB, Silbershatz H, Kannel WB, Levy D. Impact of atrial fibrillation on the risk of death: the Framingham Heart Study. Circulation. 1998;98(10):946-952.
Dries DL, Exner DV, Gersh BJ, Domanski MJ, Waclawiw MA, Stevenson LW. Atrial fibrillation is associated with an increased risk for mortality and heart failure progression in patients with
asymptomatic and symptomatic left ventricular systolic dysfunction: a retrospective analysis of the SOLVD trials. Studies of Left Ventricular Dysfunction. J Am Coll Cardiol. 1998;32(3):695703.

4.

Luderitz B, Jung W. Quality of life in patients with atrial fibrillation. Arch Intern Med. 2000;160(12):1749-1757.

5.

Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB. Increasing trends in hospitalization for atrial fibrillation in the United States, 1985 through 1999: implications for primary prevention. Circulation.
2003;108(6):711-716.

6.

Camm AJ, Kirchhof P, Lip GY, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et. al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2010;31(19):2369-2429.

7.

Crijns HJ. Rate versus rhythm control in patients with atrial fibrillation: what the trials really say. Drugs. 2005;65(12):1651-1667.

8.

Borggrefe M, Breithardt G. Maintenance of sinus rhythm as a therapy goal. Europace. 2000;1 Suppl C:C1-5.

9.

Boriani G, Biffi M, Diemberger I, Martignani C, Branzi A. Rate control in atrial fibrillation: choice of treatment and assessment of efficacy. Drugs. 2003;63(14):1489-1509.

10. Hohnloser SH, Kuck KH, Lilienthal J. Rhythm or rate control in atrial fibrillation--Pharmacological Intervention in Atrial Fibrillation (PIAF): a randomised trial. Lancet. 2000;356(9244):17891794.
11. Van Gelder IC, Hagens VE, Bosker HA, Kingma JH, Kamp O, Kingma T, et.al. A comparison of rate control and rhythm control in patients with recurrent persistent atrial fibrillation. N Engl J
Med. 2002;347(23):1834-1840.
12. Wyse DG, Waldo AL, DiMarco JP, Domanski MJ, Rosenberg Y, Schron EB, et.al. A comparison of rate control and rhythm control in patients with atrial fibrillation. N Engl J Med.
2002;347(23):1825-1833.
13. Carlsson J, Miketic S, Windeler J, Cuneo A, Haun S, Micus S, et.al. Randomized trial of rate-control versus rhythm-control in persistent atrial fibrillation: the Strategies of Treatment of Atrial
Fibrillation (STAF) study. J Am Coll Cardiol. 2003;41(10):1690-1696.
14. Opolski G, Torbicki A, Kosior DA, Szulc M, Wozakowska-Kaplon B, Kolodziej P, et.al. Rate control vs rhythm control in patients with nonvalvular persistent atrial fibrillation: the results of the
Polish How to Treat Chronic Atrial Fibrillation (HOT CAFE) Study. Chest. 2004;126(2):476-486.
15. Roy D, Talajic M, Nattel S, Wyse DG, Dorian P, Lee KL, et.al. Rhythm control versus rate control for atrial fibrillation and heart failure. N Engl J Med. 2008;358(25):2667-2677.
16. Ogawa S, Yamashita T, Yamazaki T, Aizawa Y, Atarashi H, Inoue H, et.al. Optimal treatment strategy for patients with paroxysmal atrial fibrillation: J-RHYTHM Study. Circ J. 2009;73(2):242248.
17. Testa L, Biondi-Zoccai GG, Dello Russo A, Bellocci F, Andreotti F, Crea F. Rate-control vs. rhythm-control in patients with atrial fibrillation: a meta-analysis. Eur Heart J. 2005;26(19):20002006.
18. Corley SD, Epstein AE, DiMarco JP, Domanski MJ, Geller N, Greene HL, et.al. Relationships between sinus rhythm, treatment, and survival in the Atrial Fibrillation Follow-Up Investigation of
Rhythm Management (AFFIRM) Study. Circulation. 2004;109(12):1509-1513.
19. Steinberg JS, Sadaniantz A, Kron J, Krahn A, Denny DM, Daubert J, et.al. Analysis of cause-specific mortality in the Atrial Fibrillation Follow-up Investigation of Rhythm Management (AFFIRM) study. Circulation. 2004;109(16):1973-1980.

CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013

175

Anda mungkin juga menyukai