Pendekatan-pendekatan
untuk
mempelajari
dan
meneliti
masalah
kepemimpinan telah lama dilakukan orang, para pakar ilmu-ilmu sosial telah
berusaha merumuskan teori-teori kepemimpinan berdasarkan hasil penelitian
lapangan yang tentu tidak lepas dari konteks budaya masyarakat dan bangsanya
sendiri.
Kepemimpinan
dapat
dirumuskan
sebagai
inti
manajemen,
sedangkan
kepustakaan
dikenal
dengan
sebutkan
kepemimpinan
manajerial,
dari
buku HAND
BOOK
OF
LEADERSHIP,
karangan R.M
aktifitas
dan
proses
kelompok.
Mereka
yang
menganggap
mempengaruhi
orang
lain
agar
berperilaku
sesuai
dengan
yang
sebagai
suatu
tindakan
dimana
pemimpin
mengarahkan
dan
yang timbul saat itu. Interaksi antara pemimpin dengan situasinya membentuk tipetipe kepemimpinan tertentu.
ad.4. Teori Interaksi Harapan
Teori ini dikemukakan berdasarkan tiga variable, yaitu : aktivitas, interaksi, dan
sentiment. Struktur interaksi akan menentukan arah aktivitas, sehingga pemimpin
harus dapat menciptakan suatu struktur interaksi dimana struktur ini merupakan
stimulasi terciptanya suatu suasana yang relevan dengan harapan-harapan dari
masyarakat.
ad.5. Teori Humanistik
Teori ini menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengatur kebebasan
individu untuk dapat merealisasikan motivasi rakyatnya agar dapat bersama-sama
mencapai tujuan. Yang terpenting dalam teori ini adalah unsur organisasi yang baik
dan dapat memperhatikan kebutuhan anggotanya.
ad. 6. Teori Pertukaran
Teori ini menganggap bahwa interaksi sosial akan menghasilkan bentuk perubahanperubahan dimana para pengikutnya akan berpartisipasi aktif. Pemimpin dan
kepemimpinan
banyak
diharapkan
mengadakan
interaksi
untuk
menunjang
dan
dimensi
orang.
Gaya
kepemimpinan
pertama
disebut
menyelesaikan
tugas
tertentu,
dan
hal
ini
dianggap
cukup
untuk
Rensis
Likert,
mengembangkan
teori
kepemimpinan
yang
berdasarkan pula pada dua dimensi, yaitu: orientasi tugas dan orientasi bawahan,
yang dijabarkan menjadi empat tingkat model efektivitas manajemen berdasarkan
berbedaan orang yang dipimpinnya, yang paling ketat sampai kepada yang paling
longgar atau bergerak dari sistem I menuju sistem IV, menurut teori ini sistem
kepemipinan terdiri dari empat sistem, yaitu:
1. EXPLOITATIVE AUTHORITATIVE
2. BENEVOLENT AUTHORITATIVE
3. CONSULTATIVE
4. PARTICIPATIVE
1. EXPLOITATIVE AUTHORITATIVE
Sistem ini bercirikan tidak ada kepercayaan kepada bawahan. Ancaman dan
hukuman merupakan alat utama untuk memaksa bawahan untuk melakukan
tugasnya dan berkomunikasi satu arah dari atas kebawah, tertutup, formal dan
instruktif.
2. RENEVOLENT AUTHORITATIVE
Sistem ini bercirikan adanya kepercayaan sedikit tetapi kepercayaan itu sifatnya
seperti tuan kepada hamba. Penghargaan digunakan untuk memotivasi bawahan,
tetapi juga hukuman dan ancaman terus dipergunakan sebagai pendorong untuk
melakukan tugas. Komunikasi sedikit terbuka tetapi berdasarkan ketidak percayaan.
3. CONSULTATIVE
Sistem ini bercirikan adanya kepercayaan kepada bawahan tetapi tidak penuh.
Partisipasi dari bawah terbuka untuk level bawah, demikian pula halnya untuk
proses pengambilan keputusan dimana hal yang penting tetapi berada di tangan
pimpinan.
Komunikasi
terbuka
walaupun
masih
ada
pembatasan,
tetapi
pada pemimpin, sedangkan pada ujung yang lain yaitu gaya demokratis berpusat
pada bawahan.
Prilaku pemimpin yang berpusat pada atasan menekankan pada hak dan
kekuasaan atasan dalam pembuatan keputusan. Sedangkan prilaku yang berpusat
pada bawahan menekankan pada kebebasan bawahan untuk memutuskan suatu
masalah didalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh atasan.
Diantara kedua ekstrim ini ada banyak kombinasi kekuasaan yang manajerial
dan kebebasan bawahan yang tersedia bagi pemimpin. Ia memiliki fleksibilitas
sebayak yang ia ingini dalam memilih gaya kepemimpinan yang cocok untuk
digunakan dalam situasi tertentu.
Ada tujuh model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin. Ketujuh
model ini masih dalam kerangka dua gaya otokratis dan demokratis diatas.
Ketujuh model pengambilan keputusan pimpinan diantara lain:
1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya.
Model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan
daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin terlihat masih banyak
menggunakan otoritas yang ada padanya sehingga sama dengan yang model
pertama. Bawahan disini masih belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3)
untuk
percaya
berkembang
pada
anggota
staf-nya
dan memberikan
dan
memberikan
tertarik
pada
adanya
harmoni
dan
kadang-kadang
tidak
bersedia
ini
penting
karena
merupakan
satu-satunya
yang
menekankan
(1)
Valensi (valence). Manusia cukup logis berfikir mereka hanya akan melakukan
sesuatu dengan baik jika dengan perbuatannya itu mereka akan memperoleh
imbalan yang bermutu. Karena itu, imbalan dan insentif yang diberikan oleh
pemimpin harus menarik bagi mereka.
(2) Harapan (expectancy). Manusia karena cukup main siasat. Mereka secara subjektif
memperkirakan kemampuannya untuk berprestasi sebagaimana yang diharuskan
dan memperkirakan kemungkinan bahwa mereka akan menerima hasil yang mereka
hargai jika mereka berprestasi dengan baik.
(3)
(4)
meliputi
pembentukan
suasana
yang
hangat
dan
membantu,
pendekatan
kelompok
terhadap
pemecahan
masalah
dan
Bawahan dan situasi. Merupakan dimensi kelima. Terdapat banyak jalan kecil
(jalur) yang dapat ditempuh untuk mencapai prestasi dan kepuasan karyawan.
Tugas yang sangat berstruktur yang kecepatannya ditentukan oleh mesin dan
bersifat selalu kurang sama dan dapat membosankan, memerlukan prilaku-prilaku
yang ramah, interaktif dan menyokong secara sosial, misalnya pujian, interaksi,
keramahtamahan, bahkan kelakar yang mengurangi ketegangan. Sebaliknya, tugas
yang berlebihan atau mengandung resiko tinggi memerlukan pendekatan yang lebih
bersifat mengarahkan.
Tipe-tipe prilaku atau gaya kepemimpinan seperti yang telah disebutkan itu dapat
terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang
berbeda.Proposisi dari teori lajur tujuan ini adalah :
(1) Prilaku pemimpin dapat diterima dan memuaskan sejauh bawahan menganggap
prilaku semacam itu merupakan sumber langsung dari kepuasan atau sebagai alat
untuk mendapatkan kepuasan di waktu yang akan datang.
(2) Prilaku pemimpin dapat memotivasi bawahan sampai sejauh prilaku itu memuaskan
kebutuhan bawahan yang digantungkan pada hasil karya yang efektif dan prilaku
tersebut melengkapi lingkungan bawahan dengan memberikan bimbingan, kejelasan
pengarahan, dan imbalan yang perlu bagi hasil karya yang efektif.
Dua jenis variabel situasional atau kontingensi, yaitu : (1) Karakteristik personal
bawahan, dan (2) Tekanan serta tuntutan lingkungan yang harus dihadapi bawahan
agar dapat mencapai tujuan pekerjaan dan kepuasan.
Suatu penelitian menemukan bahwa apabila struktur tugas (pekerjaan yang
berulang-ulang atau yang rutin) itu tinggi, maka prilaku pemimpin yang direktif itu
mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan; apabila struktur tugas itu
rendah, maka prilaku pemimpin yang direktif mempunyai hubungan yang positif
dengan kepuasan. Demikian juga apabila struktur tugas itu tinggi, maka
kepemipinan yang suportif mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan,
sedangkan pada struktur tugas yang rendah tidak ada sesuatu hubungan antara
prilaku pemimpin yang suportif dengan kepuasan (Gibson, 1984 : 303).
e) Model Kepemimpinan dari Vroom dan Yetton
Vroom
dan
memusatkan
Yetton
(1977)
perhatiannya
mengemukakan
pada
cara
model
pengambilan
kepemimpinan
keputusan
dan
yang
cara
Cribbin
(1982
24)
mengemukakan
kriteria
pengambilan
keputusan
kepemimpinan sebagaiman yang dirumuskan oleh Vroom dan Yetton dalam bentuk
pertanyaan, yaitu : (1) apakah ada persyaratan mutu ? (2) Apakah masalah itu
berstruktur ? (3) apa saya cukup mempunyai infomasi? (4) apakah penerimaan oleh
bawahan penting ? (5) jika saya mengambil keputusan, apakah saya cukup yakin
bahwa bawahan akan menerimanya ? (6) apakah bawahan ikut mencapai tujuan
organisasi dalam memecahkan masalah? (7) apa ada kemungkinan terjadi
perselisihan mengenai penyelesaian yang lebih disukai.
Dalam menggunakan kriteria ini, ada tiga strategi bagi manajer. Strategi otokratis
menyangkut pemecahan masalah oleh manajer sendiri dengan mempergunakan
informasi apapun yang tersedia, atau mendapatkan data tertentu dari orang-orang
sebelum
mengambil
keputusan.
pembebanan
masalah itu kepada orang-orang yang relevan dan mengumpulkan usul-usul dan
gagasan mereka sebelum mengambil keputusan atau menggunakan cara
berkonsultasi dalam lingkungan kelompok. Akhirnya, proseskelompok menyangkut
fungsi kasalitator sehingga kelompok mencapai konsensus. Ada dua syarat sebagai
pelengkap ketujuh kriteria tersebut diatas. Jika faktor waktu penting sekali, maka
pendekatan yang paling otokratis mungkin paling baik. Ini berlaku untuk keadaan
darurat dan keadaan yang memerlukan efektivitas waktu dipandang dari segi satu
jam kerja untuk satu orang yang disediakan untuk satu proses. Jika pengembangan
bawahan merupakan masalah yang kritis, maka lebih layak dipergunakan
pendekatan partisipatif seperti yang dikatakan oleh Vroom dan Yetton, Manajer
bukan semata-mata otokratis atau partisipatif belaka, tetapi dapat mempergunakan
pendekatan mana saja sebagai jawaban atas tuntutan situasi sesuai dengan
persepsinya.
f) Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan
Sosial Learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model
yang menjamin kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin, model yang
menjamin kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin, lingkungan dan
prilakunya sendiri. Nampaknya teori ini agak komprehensif dan memberikan dasardasar teori yang jelas dalam rangka memahami kepemimpinan. (M. Thoha, 1983 :
48)
Penekanan pendekatan ini ialah terletak pada peranan prilaku kepemimpinan,
kelangsungan dan interaksi timbal balik diantara semua variable yang ada. Dapat
dikatakan bahwa bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi
bekerja
bersama-sama
dengan
bawahannya
untuk
menentukan
serangkaian prilaku kontigen yang berkepribadiaan dan yang dapat mengatur prilaku
bawahan.
(3) Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang
dapat dipergunakan untuk mengatur prilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil
yang produktif yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi.
Dengan demikian, dalam pendekatan social learning ini antara pemimpin dan
bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara
yang timbul. Keduanya mempunyai hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai
kesadaran untuk menemukan bagaimana caranya menyempurnakan prilaku masingmasing dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang diinginkan.
g)
menentukan komponen
kematangan adalah:
(1) Orang yang mempunyai motif berprestasi memiliki karakteristik umum tertentu,
termasuk kemampuan merumuskan dan dapat mencapai tujuan-tujuan yang tinggi,
mempunyai perhatian pada prestasi pribadi.
(2) Berkaitan dengan istilah tanggung jawab yang dapat dilihat dari dua konsep, yaitu :
kemauan (motivasi) dan kemampuan (kompetensi). Kombinasi dari kedua faktor
tersebut adalah : (a) individu yang tidak mampu bertanggung jawab, (b) individu
yang mau tetapi tidak mampu bertanggung jawab, (c) individu yang mampu tetapi
tidak mau bertanggung jawab, dan (d) individu yang mau dan mampu bertanggung
jawab.
(3) Berkaitan dengan pendidikan dan atau pengalaman.
(4) Berkatian dengan kematangan melakukan tugas relevan ini, terdapat dua faktor : (a)
kematangan kerja yaitu kemampuan dan pengetahuan teknis untuk melakukan
tugas, dan (b) kematangan psikologis yaitu suatu perasaan percaya diri dan harga
diri tentang diri sendiri sebagai seorang individu.
(5) Berkaitan dengan variabel-variabel
tanggung jawab. Mereka adalah orang yang matang melakukan tugas dan matang
pula secara psikologis.
Model kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard tersebut telah
mengalami perbaikan dan perubahan yang dilakukan oleh Kenneth Blanchard
bersama Patricia Zigarmi (1985), yang mereka sebut dengan Kepemimpinan
Situasional
II,
Gaya2 :Melatih (Coasching). Pemimpin terus mengarahkan dan mengawasi secara ketat
penyelesaian tugas, tetapi juga menjelaskan keputusan, meminta saran dan
mendukung kemajuan.
Gaya 3
Rasa percaya diri adalah ukuran dari keyakinan diri seseorang, perasaan bahwa
ia mampu melakukan suatu tugas dengan baik tanpa banyak pengawasan.
Sedangkan motivasi adalah minat dan semangat seseorang untuk melakukan tugas
dengan baik.
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya
yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
EMPAT GAYA KEPEMIMPINAN DARI EMPAT MACAM KEPRIBADIAN
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :
1. Gaya Kepemimpinan Karismatis
2. Gaya Kepemimpinan Diplomatis
3. Gaya Kepemimpinan Otoriter
4. Gaya Kepemimpinan Moralis
GAYA KEPEMIMPINAN KARISMATIS
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka
terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya
pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan
dan tantangan.
Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan
peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang
kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang orang yang datang ini akan kecewa
karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika
diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan
maaf, dan janji.
GAYA KEPEMIPINAN DIPLOMATIS
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak
orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari
sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa
melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga
menguntungkan lawannya.
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini.
Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya
ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan
tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para
pengikutnya meninggalkan si pemimpin.
GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada
satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia
memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah
hasil. Langkah langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini.
Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan
atau dimakan adalah prinsip hidupnya.
GAYA KEPEMIMPINAN MORALIS
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan
sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan
para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan ada dalam diri
pemimpin ini. Orang orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala
kekurangannya.
Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat
tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat
menyenangkan dan bersahabat.
Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan demokratis.
Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini semua permasalahan dapat di selesaikan
dengan kerjasama antara atasan dan bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan
bisa terjalin dengan baik.
Secara Umum
Secara umum tipe kepemimpinan dapat digolongkan menjadi tipe,yaitu :
a. Tipe Otoriter
Tipe kepemimpinan yang berpusat pada pekerjaan tanpa menghiraukan kepentingan anggota
kelompok sama sekali. Keputusan senantiasa berada ditangan pemimpin, anggota kelompok
cederung dijadikan sebagai alat untuk mengekploitir tujuan kelompok semata, sehingga tipe ini
mempunyai kekuasaan absolute.
b. Tipe Laizess Faire
Tipe Laizess faire ini memberikan kebebasan yang terlalu luas bagi anggota kelompok, sehingga
kelompok seolah-olah tidak mempunyai seorang pemimpin, sehingga anggota kelompok cenderung
memperlihatkan perilaku agresif yang tinggi.
c. Tipe Demokratis
Tipe demokratis merupakan pola kepemimpinan yang sama mementingkan tercapainya tujuan
kelompok seoptimal ,mungkin dengan mengikuti sertakan seluruh partisipasi anggota, daya dan
segenap kemampuan tanggung jawab bersama. Itulah sebabnya ciri utama gaya kepemimpinan ini
adalah pendistribusian wewenang dan tanggung jawab pemimpin pada sejumlah anggota, tanpa
mengurangi partisipasi dan tanggung jawab terhadap kelompok secara keseluruhan.
Tipe Kepemimpinan Menurut Blake dan Mouton
Blake dan Mouton mengemukakan lima tipe pemimpin, yaitu.
1. Tipe Improverished
Merupakan perilaku kepemimpinan dengan segala tindakannya yang kurang berkualitas baik ditinjau
dari segi kerjsamanya dengan anggota kelompok maupun dari segi pencapaian tujuan kelompok itu
sendiri. Kepemimpinan seperti ini dapat disebut sebagai kepemimpinan plinplan.
2. Tipe Ujung tombak Kelompok
Kepemimpinan yang menganggap faktor manusia sebagai robot pekerja tujuan kelompok. Ciri-cirinya
adalah kejam, mengeksplottir anggota kelompok, tidak manusiawi, menstruktur batas waktu kerja tak
terbatas, memberikan sangsi beret terhadap kegagalan dan kelalaian, bertipe hubungan impersonal.
3. Tipe Manusiawi
Merupakan pemimpin yang sangat mementingkan keharmonisan hubungan antar pribadi sesama
anggota dan mengesampingkan tujuan utama kelompok. Cirinya adalah sangat menghargai eksis-
tensi individu sebagai pribadi bersikap lunak, rumah dan penuh kesopanan, penampilan sebagai
manusia (penyayang manusia), rela berkorban demi kepentingan anggota, punya tenggang rasa yang
tinggi.
4. Tipe Team Builder
Tipe ini sangat mementingkan tujuan dan keharmonisan hubungan sosial anggota kelompok. Target
tujuannya harus tercapai dan hubungan sosial tetap terbina, harmonis dan penuh keakraban. Tipe ini
adalah yang paling baik dan tidak perlu disangsikan lagi efektivitasnya, apalagi bila digabungkan
dengan pola pendekatan situasional.
3. Tipe Rasional-Legal
Tipe ini, pemimpin yang dipilih berdasarkan pada dua prinsip, yaitu secara rasional dan legal.
Rasional, karena pemimpin dipilih berdasarkan kriteria tertentu, misalnya tingkat pendidikan,
kecakapan dan pengalaman, serta syarat lainnya.
Tipe Kepemimpinan Menurut Martin Conwav
1. Tipe Crowd-Compeller
Kepemimpinan yang muncul atas panggilan kewajiban. sehingga dengan tanggung jawab
moral seseorang menimbulkan sebagai pemegang amanah dan golongan yang tertindas. Misalnya,
pejuang kemerdekaan, para kiyai dengan dorongan penyebaran agama dan sejenis lainnya. Oleh
karena sifatnya yang menyentuh aspirasi segenap lapisan masa, maka dia sangat ampuh
menggerakkan. massa tanpa memperhitungkan akibatnya terlebih dahulu.
2. Tipe Crowd Representative
Pemimpin dipilih oleh golongan atau kelompok tertentu yang dijadikan sebagai ketua
mereka. Kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi dalam kelompoknya, hanya sepanjang dan
selama didukung oleh golongan atau kelompoknya.
3. Tipe Crowd Exponent
Pemimpin seperti ini pada saat yang tepat dan muncul pada waktu yang sangat diperlukan
mampu menggerakkan masa yang sangat hebatnya dan diarahkannya untuk mencapai sasaran dan
maksud tertentu. Biasanya pemimpin seperti ini banyak ditemui dalam keadaan posisi terjepit, merasa
ditindas dan dirugikan, sehingga semua mereka nekad bertindak sesuai yang diinstruksikan oleh
pemimpin mereka. Pemimpin merupakan kunci pembuka hati yang tertekan, tertutup dan tertindas,
sehingga bila kunci itu sudah terbuka akan menimbulkan suatu tenaga yang sangat besar dan
tangguh.
a)
b)
c)
d)
e)
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tipe-Tipe Pemimpin
Sondang P. Siagian membedakan tipe pemimpin sebagai berikut:
Tipe Aristokrat;
Tipe Militeristis;
Tipe Paternalistis;
Tipe Kharismatis;
Tipe Demokratis.
Tipe Aristokrat
Seorang pemimpin yang bertipe aristokratis adalah pemimpin yang
Menganggap organisasi sebagai milik pribadi;
Mengidentikan tujuan pribadi menjadi tujuan organisasi;
Menganggap bawahan sebagai alat semata;
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; .
Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya;
Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan approach yang mengandung
unsur paksaan dan punishtif (bersifat menghukum).
Sifat-sifat tersebut di atas jelas terlihat, bahwa tipe pemimpin itu kurang tepat untuk suatu
organisasi modern, di mana hak-hak manusia itu harus dihormati.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
Tipe Militeristis
Tipe seorang pemimpin militeristis berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang yang memiliki sifat:
Dalam menggerakkan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatan;
Senang kepada formalitas yang berlebihan;
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
Menggemari upacara untuk berbagai keadaan.
Disini juga terlihat, bahwa pemimpin yang bertipe militeristis ini juga merupakan bukan tipe
pemimpin ideal.
Tipe Paternalistis
Seorang pemimpin yang bertipe patnerlistis adalah seorang yang :
menganggap bawahannya sebagai orang yang belum dewasa
bersikap terlalu melindungi;
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif;
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan
fantasi;
sering bersikap maha tahu.
Hendaknya diakui, bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin yang bertipe ini sangat diperlukan,
tetapi sifat negatifnya mengalahkan sifat positif.
d.
Tipe Kharismatis,
Sampai saat ini para ahli belum berhasil menemukan penyebab mengapa seorang pemimpin
memiliki kharisma. Namun yang diketahui hanyalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai
daya tarik yang amat besar dan umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat
besar. Meskipun para pengikutnya sering tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi
pengikut pemimpin tersebut.
Kurang pengetahuan tentang penyebab yang menjadikan pemimpin kharismatis, sehingga sering
hanya dikatakan pemimpin tersebut diberkahi kekuatan gaib (supernatural power). Kekayaan, umur,
kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma. Misalnya Mahatma
Gandhi, Iskandar Zulkarnin bukanlah seorang yang mempunyai fisik sehat; John F. Kennedy adalah
seorang pemimpin yang memiliki kharisma, meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih
menjadi Presiden Amerika Serikat.
e.
1.
Tipe Demokratis,
dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat, bahwa manusia itu adalah
makhluk termulia di atas dunia ;
selalu berusaha mensikronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan
tujuan pribadi dari bawahannya;
senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya;
selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan team work dalam usaha mencapai tujuan;
dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat
kesalahan yang kemudian dibandingkan dan diperbaiki agar bawahan tidak lagi berbuat kesalahan
yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
C. Teori Kepemimpinan
Konsep teori kepemimpinan dilandasi oleh tiga pendapatyang satu dengan yang lainnya
saling berbeda. Pendapat kuno mengatakan bahwa pemimpin itu sebenarnya dilahirkan dan bukan
dibentuk oleh sistem sosial masyarakat (the leader were born not made). Kemudian muncul pendapat
yang menyanggah bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan tetapi sengaja terlahir dari interaksi sistem
sosial ditempat di hidup (the leader are made not born). Akhirnya muncul lagi pendekatan ekologis
yang menyatakan bahwa munculnya seorang pemimpin karena adanya bakat kepemimpinan yang
dibawa semenjak dia lahir dan kemudian bakat tersebut sempat berkembang dalam masyarakat
berkat pengalaman dan pendidikan yang sudah ditempuhnya serta sesuai pula dengan tuntutan
masyarakat(Syahriman Dkk., 1991:133)
Pendekatan yang mangatakan the leaders were born disebut pendekatan genetis, karena
sifatnya diturunkan dari gen orang tua. Pendekatan the leaders are made disebut sebagai
pendekatan sosial, karena pemimpin itu lahir dari masyarakat. Pendekatan ekologis yaitu berusaha
mensintesiskan dua pendapatan di atas. Pendekatan ekologis ini sering diberi nama dengan
1.
2.
Teori Lingkungan
Kemunculan para pemimpin besar, merupakan hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat.
Pernyataan ini merupakan landasan berfikir teori lingkungan. Mumford (1909) menyatakan bahwa
lahirnya seorang pemimpin karena kemampuan dan keterampilannya memecahkan masalah sosial
sewaktu masyarakat dalam keadaan tertekan oleh perubahan dan adaptasi. Kepemimpinan
merupakan sesuatu yang "inner dan menjadi modal dasar bagi kekuatan sosial yang dimilikinya.
Kemudian Scheider (1937) menemukan bahwa jumlah para pemimpin militer di Ingris sebanding
dengan banyaknya konflik yang muncul pada bangsa tersebut. Jadi situasi kultural erat kaitannya
dengan prestasi seorang pemimpin. Selain itu Murphy (1947) menyatakan bahwa kepemimpinan itu
bukan terletak dalam diri seseorang melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa. Teori
Lingkungan Mumford (1909) kelihatannya lebih luas dari Scheider dan Murphy (1937, 1941) yang
menekankan pada faktor "innate" saja. Namun hal ini bukan beitentangan, tetapi saling melengkapai
karena keduanya sama-sania memberi penekanan khusus pada peristiwa sosial itu
sendiri (Syahriman Dkk., 1991:134).
3.
4.
Teori Pertukaran
Interaksi sosial mengentengahkan bentuk pertukaran dan diantara anggota kelompok
berlangsung proses saling memberi dan menerima (Mar'at, 1983). Kelanjutan interaksi terjadi karena
para anggota mendapatkan pertukaran yang berimbang. Artinya ysng dikeluarkan sebanding dengan
yang diperoleh. Dalam akhir tulisannya mengatakan bahwa bila peran harus dimainkan telah
diketahui bersama, maka setiap orang dapat memuaskan harapan yang diidamkannya secara
merata. Sayang hanya berhenti sampai disana dan belum mengungkapkan cara lahirnya para
pemimpin menurut teori ini.
Sebenarnya masyarakat selalu terlibat dalam proses memberi dan menerima (Cost snd reward).
Namun dengan cost dan reward saja belum dapat menerangkan munculnya stuktur sosial secara
lebih sempurna, misalnya pola pertukaran langsung dalam kelompok duaan (dyad). Kemudian Levi
Strauss (1969) menjc-laskan bahwa pola pertukaran langsung cenderung menekankan pada
keseimbangan atau persamaan dan sering berlarut dengan keterlibatan emosional yang mendalam
antara kedua belah pihak (Johnson (1986:57). Teori pertukaran secara langsung belum mampu
memperlihatkan siapa pemimpin dari dua orang yang terlibat dalam transaksi sosial tersebut, karena
dihalangi oleh faktor keseimbangan bersama dan peng'aruh emosional.
Memang disini baru dilihat munculnya kepemimpinan itu dari teori pertukaran yang dikembangkan
Homans pada tahun 1974. Homans (1974) menjelaskan bahwa orang-orang dalam kelompok bekerja
sama menerima social approval (dukungan sosial, yakni reward yang diberikan anggota karena
sumbangannya terhadap tujuan kelompok. Orang yang sumbangannya sangat bernilai dan sifatnya
jarang diperoleh, akan dibiayai sangat tinggi atau lebih tinggi dari tingkat social approval pada
umumnya (Johnson, 1986:69). Orang yang berjasa terhadap kelompok inilah kemudian yang tampil
sebagai pimpinan kelompok dalam (Syahriman Dkk., 1991:134-137).
7. Teori Path-Goal
Melengkapi teori-teori yang dikemukakan oleh yang diajukan Mar'at, ada baiknya dicantumkan
juga satu teori lagi. Mar'at memang pernah menyinggungnya tetapi hanya dalam empat baris saja
dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).Pada hal menurut Evans (1970) bahwa teori Path
Goal merupakan teori kepemimpinan sendiri pula, sebab banyak ahli lain yang menggolongkannya ke
dalam teori yang tergolong "grand" pula. Setelah diamati memang tepat juga digolongkan ke dalam
teori interaksi harapan, karena pada dasarnya teori tersebut juga memperlihatkan kelebihan seorang
pemimpin itu dari yang lainnya tentang pemilihan cara yang tepat untuk mencapai tujuan, sehingga
dia menjadi orangyang diharapkan.
Teori Path Goal menitik beratkan perhatiannya pada cara pemimpin dalam mepengaruhi persepsi
Jawabannya yang menyangkut dengan tujuan pekerjaan, tujuan pribadi dan jalan (path) untuk
mencapai tujuan tersebut (Soejono Trimo, 1986). Akar teori ini adalah teori ekspektasi (expectancy
theory). Orang akan puas dengan hasil pekerjaannya bila membuahkan sesuatu yang berarti bagi
dirinya (uang, kedudukan, pangkat, jabatan dan status sosial). Teori ini mempunyai kesamaan
dengan teori pertukaran, karena itu keduanya sangat mengharapkan reward setelah memberikan
sejumlah Costtertentu. Bahkan Evans sendiri sebagai pakar Teori Path Goal menyebutkan bahwa
kepemimpinan yang efektif melalui dua cara. Pertama, menyediakan sistem reward terhadap
bawahannya. Kedua, mengakaitkan sistem reward tersebut dengan tujuan pribadi bawahannya
dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).
Perbedaan nyata antara teori Path-Goal dengan terori pertukaran terletak pada penekanan cara
(path) daiam mencapai tujuan. Menurut teori ekspektasi ini seorang pemimpin itu adalah orang yang
ahli mentabulasikan berbagai cara merain tujuan yang diinginkan. Setiap cara mengandung
probabilitas efektivitas terhadap tujuan. Pemilihan yang tepat akan membantu kelompok dan para
anggotanya daiam marealisasikan kebutuhannya. Hal ini dis-ebabkan karena kelebihan anggota
kelompok memilihnya sebagai seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan semacam ini lebih
cocok diterapkan dalam kelompok-kelomgok tugas, tetapi belum tentu dapat dijamin"berhasil dalam
kelompok sosil" dalam (Syahriman Dkk., 1991:138).
8. Teori Traits
Teori ini dikemukakan oleh Barnard, Ordway Tead, Millet, Stogdill, Keith Davis, George Terry.
Seandainya diteliti pendapat mereka satu persatu, dapat disimpulkan bahwa diantara mereka sendiri
tidak ada kesatuan pendapat tentang ciri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Untuk melihat
kebenaran tentang ketidak sepakatan mereka, ada baiknya dijelaskan berikut ini. Menurut Millet
(Wahjosumidjo, 1994: 45) yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah:
1. Kemampuan untuk melihat oragnisasi atau kelompok sebagai satu keseluruhan;
2. Kemampuan dalam mengambil keputusan;
3. Kemampuan untuk melimpahkan atau mendelegasikan wewenang;
4. Kemampuan rnenanamkan kesetiaan terhadap bawahan atau anggota kelompok.
Sementara Barnard berpendapat, bahwa harus ada dua sifat pribadi yang dimiliki oleh
seorang pemimpin (Wahjusumidjo, 1994: 46), yaitu:
1.
Sifat pribadi yang meliputi kelebihan fisik, kecakapan, teknologi, daya tanggap, pengetahuan, daya
ingat dan imajinasi.
2. Sifat pribadi yang mempunyai watak lebih subyektif, seperti keunggulan pemimpin dalam hal:
keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian.
Lain pula yang disampaikar. Davis (1972) bahwa ada em pat faktor yang mengantarkan
kesuksesan seseorang dalam memimpin kelompok atau organisasi (Wahjosumidjo, 1994: 46), yaitu:
a. Intelligency
Pada umumnya para peneliti menunjukkan hasil penelitiannya bahwa para pemimpin itu mempunyai
kecerdasan yang lebih tinggi dari pengikutnya.
b. Social Maturity' and Breadth
Kematangan dan keluasan pandangan sosial. Pada umumnya para pemimpin memiliki kestabilan
emosi, keluasan pandangan dan ak-tifitasnya.
c. Inner Motivation and Achievement Drives
Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam dirinya sendiri.
d. Humaa Relations Attitude
Mempunyai sikap dalam membina relasi sosial. Kesuksesan para pemimpin merupakan sikapnya
yang menghargai martabat para pengikutnya serta kemampuan beretnpati dengan mereka.
Ketiga pendapat di atas menyatakan bahwa memang rupanya tidak terdapat kesepakatan
dikalangan para ahli teori kepemimpinan. Namun yang penting adalah bahwa asumsi dasar teori ini
bertitik tolak dari keberhasilan seseorang dalam memimpin kelom-pok tergantung kepada sifat yang
dimilikinya, baik sifat dasar maupun sifat yang dikembangkannya dalarn bentuk prosocial behavior. Pendapat ini tidak begitu banyak lagi dipakai saat ini, karena hasil penelitian yang dilakukan
oleh Byrd (1940) tehadap 20 sifat kepemimpinan. Tidak satupun diantaranj-a yang menunjukkan
bahwa salah satu sifat tersebut selalu ada pada setiap pemimpin yangditelitinya. Penelitian Jenkins
juga mendukungnya yang men-gatakan bahwa "no single trait or group of characteristics has been
isolated which sets off the leader from the members of the group" dalam (Syahriman Dkk., 1991:140).
Kelemahan yang dimiliki teori ini adalah:
a. Teori sifat tidak memiliki standar }'ang baku. sehingga suiit bagi peneliti dalam memformulasikan
indikator penelitiannya yang diakui tingkat validitasnya.
b. Lebih cenderung bersifat deskriptif dan kurang analisis, sehingga bentuk penelitiannya pun lebih
cenderung pada bentuk penelitian kualitatif deskriptif.
c. Ternyata tidak semua sifat itu terdapat pada setiap pemimpin yang dianggap paling efektif.
d. Sulit mencari alat ukur yang valid untuk mengetahui batasan kriteria dari masing-masing
sifat. Misalnya ukuran keyakinan, ketekunan dan keberanian seseorang.
Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah kharisma seseorang, tingkat kecerdasan dan dorongan dari
dalam diri seseorang merupakan sumbangannya yang sangat berharga bagi perkembangan teori
kepemimpinan sampai sekarang.
9. Teori Kepemimpinan Situasionl
Teori situasioaal ini berasumsi bahwa sukses tidaknya.kepemimpinan seseorang tergantung
pada situasi yang mendukungnya. Oleh sebab itu banyak faktor yang memainkan peranan, agar
seseorang bisa sukses dalam karir kepemirnpinannya. Filley dan House (Wahjosumidjo, 1994:99107) rnenyimpulkan bahwa ada 12 faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memimpin, yaitu:
a. Sejarah organisasi;
a.
b.
c.
3.
4.
5.
6.
7.
Dalam tipe ketiga ini, perilaklu pemimpin sudah agak membuka diri denga membentangkan gagasan
dan para anggota diberi kesempatan untuk menanggapinya.
Tipe keempat merupakan perilaku yang berada ekstrin kiri dan kanan. Keputusan pemimin sudah
bersifat tentative dan bisa mengalami perubahan atas saran dari anggota kelompok.
Tipe kelima pemimpin mengajukan berbagai masalah yang sedang dihadapi sehingga dia
memberikan dorongan terhadap bawahan untuk sama-sama memikirkannya.
Pemimpin sudah memberikan batasan keputusan yang patut diambilnya dan disamping itu kelompok
secara nyata turut mempunyai andil dalam keputusan kelompok teresebut.
pemimpin mendelegasikan terhadap para bawahannya yang superior dalam mengambil keputusan
kelompok. Jadi dalam tipe ekstrim kanan ini pemimpin seolah-olah hanya sebagai simbol saja, segala
keputusan berada ditangan orang yang dipercayai dalam(Syahriman Dkk., 1991:143).
D. Studi-studi Kepemirnpinan
Pembahasan selanjutnva lebih dititik beratkan pada studi kepemimpinan yang pernah
dilakukan. Ada 8 (delapan) studi kepemimpinan yang akan dijelaskan dalam tulisan ini.
1. Studi Kepemimpinan /OU'A
Studi ini dilakukan pada tahun 1930 oleh Ronald Lippit dan Ralph K. White di bawah
bimbingan Kuit Lewin salah seorang ahli teori Cognitif di Universitas IOWA. Para ahli kemudian lebih
mengenal Kurt Lewin .sebagai bapak "Dinamika Kelompok" disamping ahli teori "psikologi kognitif.
Mereka ingin melihat produktivitas kelompok melalui tiga tipe kepemimpinan, yaitu otoriter,
demokratis_dan laissez faire. Ketiga gaya kepemimpinan ini diterapkan dalam kelompok anak yang
berumur sekitar 10 tahun. Hasil penelitiannva menunjukkan (Syahriman Dkk., 1991:147), bahwa:
a. Pemimpin Otoriter, ternyata tidak memperoleh paitipasi dari anggota kelompok. karena dia menuntut
perhatian anggota yang teiialu besar, sementara dia sendiri tidak memberikan perhatian terhadap
kelompok. Perilaku anggota kelompok terpola menjadi dua bagian, yaitu agi-esif, apatis, sehingga
cenderung menim-bulkan reaksi frustasi yang melanda anggota kelompok.
b.
Pemimpin Demokratis, lebih cenderung berdiskusi dengan anggota kelompok dalam mengambil
keputusannya. pemimpin berusaha lebih bersikap objektif mau merierima pujian serta tidak menolak
bila dikritik-dan suasana ini merupakan salah satu bentuk spirit dari kelompok. Sedangkan perbedaan
antara democracies leader dengan autocratics leader ditunjukkan sebagai 'The democaraticallyled
group fell between the one extremely aggresive group and the four aphatic groups under the
autocratic leaders".
c.
Kepemimpinan Laisezz faire, memberi kebebasan luas terhadap kelompok yang secara esensial
kelihatan sebagai kelompok yang tidak mempunyai kepemimpinan. Dalam kelompok yang diteliti, tipe
kepemimpinan sepeiti ini menghasilkan tindakan agresif paling besar dari kelompok (the laisezz faire
leadership climate actually produced the greatest number of aggresive acts from the group).
2. Studi Kepemimpinan IOWA State
Studi ini diiakukan oleh Biro Penelitian Universitas IOWA State, yang staf ahlinya terdiri dari
ahli: psikologi, sosiologi dan ekonpmi. Mereka menganalisis kepemimpinan dari berbagai kelompok
dengan situasi yang berbeda, melalui kuisioner. Premis penelitiannya berbunyi: tak satupun definisi
kepemimpinan yang memuaskan (no satisfactory definition of leadership existed). Mereka menolak
pendapatyang mengatakan bahwa jenis kepemimpinan tertentu adalah tepat digunakan untuk
kelompok teilentu. Mereka mengakui apapun gaya kepemimpinan, adalah ingin meiihat efektif atau
tidaknya suatu gaya kepemimpinan (Syahriman Dkk., 1991:148).
Dari kuisioner LBDQ (leader behavior description quistioner.) yang disebarkan, diperoleh
keterangan bahwa terdapat dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu consideration dan initiating
structure. Kedua faktor ini diperoleh dari berbagai penelitian dan posisi kepemimpinan. Selain itu
menemui adanya dua dimensi perilaku kepemimpinan juga menyebutkan bahwa kedua bentuk
dimensi itu adalah saiing terpisah dan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya (Syahriman
Dkk., 1991:148). Hasil empiris mem-buktikan bahwa premis dan hipotesis yang mereka rumuskan ternyata ditolak.
Refrensi:
http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/#ixzz1ijX4CPTU
http://organisasi.org/jenis_dan_macam_gaya_kepemimpinan_pemimpin_klasik_otoriter_de
mokratis_dan_bebas_manajemen_sumber_daya_manusia
http://wapannuri.com/a.kepemimpinan/kepemimpinan_efektif.html
http://felixdeny.wordpress.com/2012/01/07/definisi-kepemimpinan-dan-macam-macam-gayakepemimpinan/