Makalah Korporasi
Makalah Korporasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunana dunia hingga saat ini telah memperlihatkan kemajuan yang
siginifikan, pembangunan tersebut tidak hanya menyangkut pembangunan di
bidang ekonomi semata namun manyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat
termasuk pembangunan di bidang hukum. Di bidang ekonomi, pertumbuhan di
tandai oleh globalisasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
begitu cepat sehingga tidak hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga
banyak menimbulkan dampak negatif yang perlu di waspadai. Dampak negatif
tersebut diikuti dengan timbulnya globalisasi kejahatan dan meningkatnya
kuantitas serta kualitas tindak pidana di berbagai negara dan antar negara.
Menurut Saparinah Sadli, kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu
bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk
masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan.1
Pembangunaan di segala bidang dan globalisasi dan modernisasi tepatnya
dalam hal kemajuan teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi, telah
menyebabkan perkembangan yang sangat pesat khususnya kegiatan usaha yang
sudah tentu akan berdampak pada masyarakat. Pada masyarakat sederhana,
kegiatan usaha cukup dijalankan secara perserorangan. Namun seiring dengan
perekembangan masyarakat dan perkembangan zaman, makan timbul kebutuhan
untuk mengadakan kerja sama dengan pihak lain dalam menjalankan kegiatan
usahannya. Dalam hal ini, muncul korporasi (dalam bentuk perseroan terbatas dan
badan hukum lainnya) yang menawarkan saham dan barang (jasa) pada
masyarakat sehingga jumlah kerja sama dapat mencapai ratusan bahkan ribuan
orang.
1
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori- Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1998,
hlm. 148.
Sutan Remi Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Grafiti Pers, 2006,
hlm.2.
Kristian, Hukum Pidana Korporasi (Kebijakan Integral (Integral Policy) Formulasi
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di Indonesia, Bandung: Nuasa Aulia, 2014, hlm. 3.
ditandai dengan usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan korporasi dibatasi
pada perorangan (naturlijk person). Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi
dalam lingkungan korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh
pengurus korporasi tersebut. Dalam tahap ini membebankan tugas pengurus
(zorgplicht) kepada pengurus. Tahap kedua ditandai dengan pengakuan yang
timbul sesudah perang dunia pertama dalam perumusan undang-undang bahawa
suatu tindak pidana, dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha
(korporasi). Tanggung jawab untuk itu juga menjadi beban dari pengurus badan
hukum tersebut. Sementara tahap ketiga, pertanggung jawaban pidana korporasi
secara langsung sudah dikenal. Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk
menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum
pidana4
Sistem pertangungjawaban pidana korporasi bukanlah ciri yang universal
dari sistem hukum modern saat ini, beberapa negaranya seperti Swedia, tidak
memberikan pertanggungjawaban korporasi namun demikian mereka memiliki
system sanksi administrative yang dapat dijatuhkan kepada korporasi atas
perbuatan pidana dari beberaoa karyawannya.5 Berdasarkan hal-hal yang
diuraikan
diatas,
penulis
akan
melalukan
penelitian
mengenai
B. Identifikasi Masalah
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SoerjonoSoekantodanSriMamudji. PenelitianHukumNormatif(SuatuTinjauanSingkat).
Jakarta:RajawaliPers,2001,hlm.1314.
disebut recht persoon atau dalam bahasa inggris dengan istilah legal
person atau legal body.
Secara etimologis, pengertian korporasi yang dalam istilah lain dikenal
dengan corporatie (Belanda), corporation (Inggris), korporation (Jerman),
berasal dari bahasa latin yaitu corporatio. Corporatio sebagai kata benda
(subatantivum) berasal dari kata kerja coporare yang banyak dipakai orang
pada jaman abad pertengahan atau sesudah itu. Corporare sendiri berasal
dari kata corpus (badan), yang berarti memberikan badan atau
membadankan. Dengan demikian, maka akhirnya corporatio itu berarti
hasil dari pekerjaan membadankan, dengan kata lain badan yang dijadikan
orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan
terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.7
Satjipto Raharjo menyatakan bahwa, Korporasi adalah suatu badan hasil
ciptaan hukum. Badan yang diciptakan itu terdiri dari corpus, yaitu struktur
fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur animus yang membuat
badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan
ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannyapun juga ditentukan
oleh hukum.8
Menurut Subekti dan Tjitrosudibio yang dimaksud dengan corporatie atau
korporasi adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum. Adapun Yan
Pramadya Puspa menyatakan yang dimaksud dengan korporasi adalah:
Suatu perseroan yang merupakan badan hukum; korporasi atau
erseroan disini yang dimaksud adalah suatu perkumpulan atau
organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia
(personal) ialah sebagai pengemban atau (pemilik) hak dan kewajiban
7
8
menurut
umumnya
korporasi
suatu
Undang-undang
dapat
suatu
merupakan
negara.
suatu
Pada
organisasi
oleh
korporasi
untuk
pembangunan
perlengkapan
10
11
verband staande handeling van een torekening vatbaar person (suatu perbuatan
yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum
dilakukan oleh seorang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggung jawab
atas perbuatannya). Menurut aliran monisme, unsur-unsur starfbaar feit itu
meliputi baik unsur perbuatan yang lazim disebut unsur objektif, amupun unsur
pembuat yang lazim disebut unsur subjektif. Oleh karena itu, dicampurnya unsur
perbuatan dan unsur pembuatnya, maka dapatlah disimpulkan bahwa strafbaar feit
adalah sama dengan syarat-syarat penjatuhan pidana, sehingga seolah-olah
dianggap bahwa kalau terjadi strafbaar feit, maka pasti pelakunya dapat dipidana.
Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk
hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanyak menunjuk kepada dilarangnya
perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga
dipidana, tergantung pada soal apakah dia dalam melakukan perbuatan itu
memang mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan
perbuatan itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana.
Berhubungan dengan hal itu, Sudarto menyatakan dipidananya seseorang tidaklah
cukup apabila orang iu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun pembuatnya memenuhi
rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan (an objektive breach of
a penal provision), namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk
menjatuhkan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang
yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective
guilt). Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya baru dapat
dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut. Di sini berlaku apa yang disebut
asas tiada pidana tanpa kesalahan (keine strafe ohne schuld atau geen straf
zonder schuld atau nulla poena sine culpa), culpa di sini dalam arti luas meliputi
juga kesengajaan. Dalam hukum pidana inggris asas ini dikenal dalam bahasa
latin yang berbunyi actus non facit reum, nisi mens sit rea (an act does not
make a person guilty, unless the mind is guilty).
12
Asas tersebut di atas tercantum dalam KUH Pidana atau dalam peraturan lain
(asas tidak tertulis), akan tetapi berlakunya asas tersebut sekarang tidak diragukan
lagi. Akan bertentangan dengan rasa keadilan, apabila ada orang yang dijatuhi
pidana padahal ia sama sekali tidak bersalah. Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 4 yang berbunyi:
Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecauli apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang mendapat
keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah
bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa unsur kesalahan sangat menentukan
akibat dari perbuatan seseorang, yaitu berupa penjatuhan pidana. Sehubungan
dengan hal tersebut, Sudarto menyatakan untuk adanya pemidanaan harus ada
kesalahan pada di pembuat. Asas tiada pidana tanpa kesalahan yang telah
disebutkan di atas mempunyai sejarahnya sendiri. Dalam ilmu hukum pidana
dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana yang menitikberatkan kepada
perbuatan orang berserta akibatnya (tatstrafrecht atau erfolgstrafrecht) ke arah
hukum pidana yang berbijak pada orang yang melakukan tindak pidana
(taterstrafrecht), tanpa meninggalkan sama sekali sifat dari tatstrafrecht. Dengan
demikian, hukum pidana yang ada dewasa ini dapat disebut sebagai TatTaterstrafrecht, yaitu hukum pidana yang berpijak pada perbuatan maupun
orangnya.
Hukum
pidana
dewasa
ini
dapat
pula
disebut
sebagai
13
perbuatan
yang
melawan
hukum
(menurut
hukum
pidana)
dengan
korporasi
mempertimbangkan
sekarang
tentang
sudah
dimungkinkan.
pertanggungjawaban
Tetapi
bagaimana
pidananya?.Dapatkah
korporasi
sebagai
pembuat
dan
penguruslah
yang
bertanggungjawab.
b. Korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab.
c. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggungjawab.
13
14
pemikirannya
adalah:
korporasi
itu
sendiri
tidak
dapat
15
Sistem hukum Swedia adalah Hukum sipil (civil law) atau yang biasa dikenal
dengan Romano-Germanic Legal System adalah sistem hukum yang berkembang
di dataran Eropa. Titik tekan pada sistem hukum ini adalah, penggunaan aturanaturan hukum yang sifatnya tertulis. Sistem hukum ini berkembang di daratan
Eropa sehingga dikenal juga dengan sistem Eropa Kontinental. Kemudian
disebarkan negara-negara Eropa Daratan kepada daerah-daerah jajahannya..
Secara umum sistem hukum Eropa Kontinental dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum Publik: peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan hukum
antara warga Negara dengan
16
Kejahatan Ekonomi dan Peraturan Pemerintah (Prop 1985-1986. JuU13). Undangundang baru (UU 1986: 1007) mulai berlaku sejak 1 Januari 1987.
Denda perusahaan pada awal dikenakan pada pengusaha untuk kejahatan
serius dalam perdagangan. Kejahatan tersebut harus melibatkan pelanggaran
serius terhadap kewajiban khusus terkait dengan operasi atau sebaliknya yang
bersifat serius. Para pengusaha tidak melakukan apa yang cukup yang diperlukan
untuk mencegah kejahatan. Di sisi lain, Semua kejahatan pada prinsipnya bisa
mengarah kepada tanggung jawab pidana korporasi. Pelanggaran tersebut tidak
sebutkan.
Sanksi baru termotivasi oleh sistem sanksi yang ada, sanksi tersebut dianggap
tidak cukup untuk mengatasi kriminalitas ekonomi yang akan datang. Menurut
para kritikus ada hampir tidak adanya hubungan antar hukuman yang dijatuhkan
kepada individu dan kepetingan ekonomi yang mempertaruhkan sebuah
perusahaan. Kalimat tersebut tampaknya dianggap tidak cukup, apabila dilihat
dari sudut pandang pencegahan. Kekurangan lainnya adalah bahwah denda hanya
dapat digunakan untuk menghilangkan keuntungan dari kejahatan yang sudah
didapatkan. Karena, denda tidak bisa digunakan untuk menghilangkan keuntungan
ekonomi, sistem sanksi pidana tersebut dapat mengudang perusahaan-perusahaan
untuk berjudi dengan hukum
Oleh karena itu, dianggap perlu untuk memberikan sebuah sanksi terhadap
perusahaan dengan unsur-unsur signifikan represif. Baik perusahaan dibangun
bukan sebagai sanksi pidana tetapi sebagai "Konsekuensi hukum dari Kejahatan
lain", yang biasanya digunakan selain tanggung jawab pidana individual, bukan
sebagai pengganti kewajiban individu.
Pada tahun 1995 pemerintah menunjuk Komisi Hukum untuk menyelidiki
pertanyaan mengenai hukuman atau sanksi untuk tindak pidana dalam bisnis.
Komisi Hukum menyampaikan laporan mereka, pertanggung jawaban pidana
Orang (SOU 1997: 127), pada akhir tahun 1997. Laporan ini berisi review dan
analisis mengenai sanksi untuk pelanggaran tidak pidana dan pelanggaran lainnya
yang dilakukan dalam konteks kegiatan badan hukum.
17
penting dalam persaingan pasar yang sehat. Untuk beberapa kejahatan yang
kurang serius dalam bisnis yang tanggung jawab pidana korporasi adalah dibuat
utama dalam kaitannya dengan tanggung jawab individu. Hal ini dimaksudkan
untuk Mempromosikan prinsip keadilan. Hal ini juga membantu untuk membuat
sebuah perusahaan terdapat di dalam bagian yang lebih sentral dari sistem
18
peradilan pidana. Amandemen (Hukum 2006: 283) KUHP Swedia, Pasal 36, ayat
7 - 10 a, mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2006.
Reformasi bertujuan untuk membuat orang lebih mudah dalam menuntut dan
menghukum perusahaan dengan denda. Persyaratan sebelumnya menyatakan
bahwa suatu kejahatan harus terlibat pelanggaran serius dari kewajiban khusus
yang timbul dari operasi bisnis. Satu-satunya batasan adalah bahwa perusahaan
tidak dikenakan denda untuk kejahatan yang ditentukan.Persyaratan bahwa
pedagang tidak melakukan apa yang cukup diperlukan untuk pencegahan
kejahatan telah dilengkapi dengan ketentuan sesuai dengan denda yang cukup
perusahaan ketika kejahatan itu dilakukan oleh seseorang dalam posisi terdepan
atau orang yang dinyatakan memiliki tanggung jawab khusus untuk mengawasi
atau mengontrol bisnis.
Kisaran hukuman denda korporasi dari 10.000 3.000.000 to 5.000 10.000
Swedish crowns. Sekitar 550-1100000 Euro. Aturan dan Prinsip hukuman yang
Klarifikasi. Alasan untuk Mengurangi hukuman yang dimodifikasi dan
Klarifikasi. Beberapa tanggung jawab pengusaha dalam sejauh ini dengan
kaitannya tanggung jawab individu dalam kasus pelanggaran lalai dari peraturan
bisnis di mana denda adalah hukuman yang pantas untuk pelaku individu. Jika
kejahatan kelalian itu dilakukan dengan sengaja maka diperlukan sanksi lain
selain denda, pelaku individu dapat dituntut oleh jaksa hanya jika penuntutan
dibenarkan untuk kepentingan umum.
Dalam
prakteknya,
Swedish
Economi
Crime
Authority
(Ekobrottsmyndigheten) menuntut denda sebesar 189 juta crown Swedia (20,8 juta
Euro) dari denda perusahaan dan perampasan. Untuk Tahun 2010 adalah 89 juta
crown Swedia (9,8 juta euro). Sebagian besar kasus menyangkut kejahatan
lingkungan, pelanggaran keselamatan kerja, pembukuan pelanggaran, penipuan
pajak dan kebangkrutan kejahatan, tetapi juga pelanggaran makanan dan restoran,
pelanggaran kesejahteraan hewan, pelanggrana alkohol dan rokok, pelanggaran
lotre dan pelanggaran lalu lintas jalan. Kejahatan tradisional juga seperti penipuan
telah menyebabkan tanggung jawab pidana korporasi.
19
BAB III
DATA DAN FAKTA
15
20
FIPO menerima 9.832 laporan tentang money laundering pada tahun 2003,
sekitar 1752 meningkat dari tahun sebelumnya. Sebuah proporsi yang signifikan,
sekitar 45%, dari jumlah yang lebih besar adalah dari daerah Stockholm.
Mengingat bahwa Stockholm adalah keuangan negara, tidak mengherankan
menyumbang hampir setengah dari semua laporan. FIPO bekerja lebih lanjut pada
tahun 2003 dan menerima 2257 dari laporan.
Graph 7 Reports of money laundering, 19982003
12000
9 832
10000
8 080
8000
6000
4000
2 560
2000
4 155
846
1 512
0
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Jumlah terbesar dari laporan pencucian uang adalah dari kantor valuta asing, salah
satu alasan adalah bahwa beberapa dari mereka memberikan notifikasi dari
hampir semua transaksi melalui SEK 110.000.
Table 8
21
2000
2001
2002
2003
1 785
3 227
7 338
8 820
51
92
221
577
777
611
765
Inquiries abroad
68
45
Swedish police
107
32
10
23
23
23
21
Banks
Jumlah laporan pencucian uang naik selama tahun 611-765 oleh bank dan 92-221
oleh perusahaan pengiriman uang.
22
2.
kenaikan melambat dari 17% menjadi 8%. Pemecahan kejahatan dilaporkan Total
ke dalam berbagai kategori tidak berubah secara signifikan dari tahun 2001 ke
2003. Kejahatan terhadap kreditur dan pelanggaran pembukuan terus account
selama lebih dari 50%, dan pelanggaran pajak sekitar 45%, dari semua kejahatan
ekonomi dilaporkan. 16
Table 24
Crime reports, 20012003
Dishonesty to creditors
Negligence with creditors
Fraudulent preference of creditors
Bookkeeping crime
Tax crime (Sections 24 of the Tax Penal Act)
Negligent tax statements
Tax accounting crime
Impeding tax supervision
Tax deduction crime
Violation of a trading prohibition
Violation of the Companies Act
Violation of the Insider Penal Act
Violation of the Financial Instruments
Trading Act
2001
577
79
73
4 846
3 268
80
197
901
13
33
156
15
2002
630
90
102
5 544
4 028
77
174
1 031
21
61
163
38
2003
650
76
98
5 850
4 295
122
237
1 153
10
46
295
39
BAB IV
PEMBAHASAN
16
23
24
terhadap pengusaha atau jika itu akan menjadi "nyata tidak masuk akal" untuk
memberlakukan denda tersebut. Seperti akan menjadi kasus jika: (1) sifat dari
kejahatan adalah seperti yang akan masuk akal untuk mengharapkan pengusaha
telah mengambil langkah-langkah perlindungan; (2) pemilik baru mengambil alih
bisnis setelah kejahatan itu dilakukan atau jika (3) bisnis tidak ada lagi.
Pemerintah baru-baru ini memutuskan pada tagihan legislatif, yang telah
disampaikan kepada DPR, dengan proposal untuk membuat sistem yang baik
perusahaan bahkan lebih efektif (prop 2005/06:.59 Fretagsbot). Komitmen
internasional Swedia dalam hal ini telah diberikan pertimbangan khusus.
Perubahan undang-undang yang diusulkan untuk menjadi berlaku pada1 Juli
2006.
Dalam
RUU
Pemerintah
telah
mempertimbangkan
kemungkinan
25
kepada
keberadaan
keputusan
sebelumnya
baik
perusahaan.
26
27
pandangan yang sama dipegang oleh praktisi lainnya. Johansson percaya bahwa
baik dengan maupun sangat rendah dan perusahaan tidak takut itu. Hal ini
terutama disayangkan ketika memilih antara denda perusahaan dan penyitaan, ia
berpendapat. Meskipun kedua hal tersebut bisa digunakan baik sendiri atau pada
saat yang sama itu adalah jauh lebih mudah untuk memanfaatkan perusahaan,
seperti penyitaan (terutama penyitaan atas kejahatan yang dilakukan selama
menjalankan bisnis) membutuhkan lebih dari penyelidikan.
Denda perusahaan sekarang dapat dikenakan melalui urutan ringkasan
hukuman (straffrelggande) jika denda tidak melebihi 500. 000 SEK.
Penggunaan denda perusahaan telah terbatas, sejak diperkenalkan pada tahun
1986. Perubahan signifikan yang dibuat pada tahun 2006 untuk memperbaiki
situasi ini, tapi faktanya adalah bahwa belum ada kasus di mana denda perusahaan
telah dikenakan untuk koporasi. Mungkin ini dianggap aneh oleh jaksa karena
dengan beberapa pengecualian, berkewajiban untuk memulai proses perusahaan
baik-baik saja jika kriteria untuk memaksakan denda korporasi. Penjelasannya
mungkin bahwa masalah disebutkan sebelumnya dengan menyebut baik
perusahaan efek hukum khusus kejahatan bukan hukuman pidana. Meskipun ini
dapat menjadi bagian dari jawaban, fokus hukum pidana Swedia dalam
menemukan orang alami bersalah, dan cara ini bisa dibilang kurang berkembang
dari sanksi untuk menyalahkan perusahaan.18
BAB V
KESIMPULAN
Di Negara Swedia, hanya orang alami dapat melakukan kejahatan. Sebuah
18
Michael Bergstrm, Corporate Criminal Liability and Negotiated Settlements as New Means
to Fight Corruption in Sweden, Stockholm, Spring term 2014.
28
badan hukum tidak dapat melakukan tindak kriminal dan akibatnya badan hukum
tidak dapat dikenakan tanggung jawab pidana. Sebaliknya, satu atau lebih orang
alami akan bertanggung jawab atas tindak pidana. Namun demikian, KUHP
menetapkan bahwa suatu perusahaan dapat dikenai sanksi pidana (denda
korporasi) dalam kasus kejahatan yang telah dilakukan dalam konteks kegiatan
komersial. Klaim seperti itu harus dimulai oleh jaksa penuntut umum. Hukum
Pidana Swedia menyediakan jenis hukuman khusus untuk badan hukum, tetapi
tidak memberikan pertanggungjawaban pidana terhadap badan hukum.
Negara Swedia tidak memberikan pertanggungjawaban korporasi namun
demikian mereka memiliki sitem sanksi pidana administratif yang dapat
dijatuhkan kepada korporasi atas perbuatan pidana dari beberapa karyawannya.
Tanggung jawab Pidana korporasi di Negara Swedia diatur dalam pasal 36 ayat 719 KUHP (Swedia Swedish Criminal Code BrB 1962:700). Sanksi pidan
administraftif tersebut breupa denda korporasi sekitar 5,000-50,000 crown Swedia
(550-5,500 Euro). Denda melebihi 100.000 crown Swedia (11.000 Euro) dan
denda lebih dari 500.000 crown Swedia (55.000 Euro) dan diputus oleh
Pengadilan.
Dalam
prakteknya,
Swedish
Economi
Crime
Authority
(Ekobrottsmyndigheten) menuntut denda sebesar 189 juta crown Swedia (20,8 juta
Euro) dari denda perusahaan dan perampasan. Untuk Tahun 2010 adalah 89 juta
crown Swedia (9,8 juta euro). Sebagian besar kasus menyangkut kejahatan
lingkungan, pelanggaran keselamatan kerja, pembukuan pelanggaran, penipuan
pajak dan kebangkrutan kejahatan, tetapi juga pelanggaran makanan dan restoran,
pelanggaran kesejahteraan hewan, pelanggrana alkohol dan rokok, pelanggaran
lotre dan pelanggaran lalu lintas jalan. Kejahatan tradisional juga seperti penipuan
telah menyebabkan tanggung jawab pidana korporasi. Sejauh ini denda korporasi
tersbesar terdapat dalam beberapa pelanggaran keselamatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
29
Allens Arthur Robinson, Corporate Culture As A Basis for The Criminal Liability
of Corporations, prepared for the UN Special Representative of the Secretary
General on Human Rights and Business, February 2008
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legilasi Tentang Sistem
pertanggungjawaban Pidana Korporasi Indonesia, 2004,Bandung:
Utomo, Bandung
Kristian, Hukum Pidana Korporasi (Kebijakan Integral (Integral Policy)
Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di Indonesia, Bandung:
Nuasa Aulia, 2014
Mardjono Reksodipuro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi Dan Kejahatan,
Kumpulan Karangan Buku Kesatu, Jakarta, Pusat Pelayanan Keadilan Dan
Pengabdian Hukum, 1994
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori- Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni, 1998
Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2010
Steven Box dalam Hamzah Hatrik, AsasPertanggungjawabanKorporasidalam
HukumPidanaIndonesia(StrictLiabilitydanVicariousLiability),
Jakarta:Rajagrafindo Persada, 1995
Sutan Remi Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Grafiti
Pers, 2006
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Swedish Criminal Code BrB 1962:700
RUJUKAN ELEKTRONIK
Swedish
Economic
Crime
Authority,
Economic
crime
report
2004,
https://www.ekobrottsmyndigheten.se/Documents/Rapporter/Ekordet/Economic%20Crime
%20Report.pdf /
30
PROCEDURE,
https://www.sites.google.com/site/arimattinuutila/2012corporal-criminal-liability-sweden , Roma:2012.