Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENGELOLAAN DAS

Pengaruh Pengelolaan Vegetasi DAS Terhadap Transmisi Air


Disusun Oleh
Kelompok 1
Novitri Sundary R

240110090024

Egi Rahmat

240110090028

Vivi Veti Vania

240110090050

Daniel Olovan

240110090084

Adnan Mulyawan

240110090098

Rikky Triyadi

240110097001

Annisa Triani

240110080055

JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki jutaan hektar lahan kritis dan daerah aliran sungai (DAS)
yang terdegradasi, sehinga perlu dilakukan upaya perbaikan. Salah satu cara untuk
memperbaiki DAS terdegradasi adalah melalui kampanye penanaman pohon. Selain
itu, diperlukan pula upaya untuk memperbaiki kebijakan yang berkaitan dengan tata
guna dan pengelolaan lahan kritis dan DAS.
Berhasil tidaknya masyarakat dalam mengelola lanskap suatu DAS
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut yang saling berinteraksi:
1. Jumlah penduduk (beserta ternak) dan bagaimana mereka saling berinteraksi,
termasuk interaksinya dengan pemerintah daerah.S ebagai contoh, apakah
mereka mempunyai aturan adat dan apakah aturan adat tersebut masih mereka
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Sistem penggunaan lahan atau jenis tutupan lahan dapat berbentuk hutan
alam, hutan bekas tebangan, tanaman pangan, pohon bernilaiekonomis,
padang rumput dan pematang yang ditanami makanan ternak, jalan dan jalan
setapak serta perumahan.
3. Kondisi tanah, seperti tingkat kepadatan tanah, tingkat penutupan tanah oleh
lapisan seresah, organisme tanah dan perakaran tumbuhan yang berperan
dalam menjaga struktur tanah dari pemadatan
4. Topografi lahan dan geologi tanah yang berkaitan dengan kecuraman lereng,
bukti adanya pergerakan tanah, sejarah geologi, gempa bumi dan gunung
meletus, keseimbangan antara pembentukan tanah danerosi
5. Iklim dan cuaca yang berkaitan dengan curah hujan dan pola musim,siklus
harian cahaya matahari dan intensitas hujan (hujan lebat,gerimis), pola aliran
sungai yang mengikuti pola bebatuan dan perbukitan, ada tidaknya
'meandering' (pembetukan kelokan sungai) yang menyebabkan sedimentasi.
tanah yang mungkin berasal dari erosi dan tanah longsor, yang dianggap
merusak di masa lalu, namun akhirnya menjadi lahan yang subur.

Fungsi DAS dapat ditinjau dari dua sisi yaitu sisi ketersediaan (supply)
yangmencakup kuantitas aliran sungai (debit), waktu, kualitas aliran sungai, dansisi
permintaan (demand) yang mencakup tersedianya air bersih, tidakterjadinya bencana
banjir,
1.2 Indentifikasi Masalah
Mengingat keterbatasan kemampuan penulis dan untuk membatasi cakupan
bahasan, pada makalah ini akan dibahas permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana jenis-jenis sistem pengelolaan vegetasi pada DAS
1.2.2 Bagaimana fungsi DAS yang dipengaruhi oleh alih guna lahan dengan
criteria tramsimi air dengan indikator hasil air per curah hujan tahunan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, tujuan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.3.1

Ingin mengetahui jenis-jenis sistem pengelolaan vegetasi pada

DAS
1.3.2

Ingin mengetahui bagaimana pengaruh alih guna lahan

terhadap fungsi DAS dalam proses tramsimi air .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi Indikator DAS


Kegiatan rehabilitasi DAS yang terpadu memerlukan biaya dan waktu tidak
sedikit. Oleh karena itu, perlu menentukan DAS mana yang memperoleh prioritas
dalam kegiatan rehabilitasi. Dalam menentukan prioritas tersebut diperlukan suatu
indikator kuantitatif dari fungsi DAS secara objektif. Melalui indikator ini, maka
penilaian terhadap kualitas air serta respon hidrologis DAS terhadap 'rehabilitasi'
yang bersifat kuantitatif dan lebih empiris dapat dilakukan.
Rasio aliran (debit) air maksium-minimum (Qmax/Qmin) sampai saat ini
masih digunakan sebagai indikator fungsi DAS, meskipun memiliki beberapa
kelemahan, antara lain:
1. Qmax dan Qmin merupakan dua nilai ekstrim (terendah dan tertinggi) dari
suatu sebaran data debit air. Secara statistik kedua nilai ini mempunya sifatsifat yang 'kurang baik', yaitu memiliki 'selang kepercayaan yang lebar',
apalagi bila kedua nilai tersebut dijadikanrasio. Data ini tidak akan mewakili
kondisi sebenarnya apabiladiambil dari hasil pengamatan beberapa tahun di
DAS yang relatif stabil.
2. Ketika Qmin mencapai nilai nol, rasio tidak dapat didefinisikan. Sehingga
penggunaan rasio terbatas pada anak sungai yang tetap memiliki aliran; selain
itu, pada sebagian besar sistem, nilai Qmin mencerminkan periode terpanjang
tanpa hujan yang akan bervariasi dari tahun ke tahun dan secara spasial
dipengaruhi oleh variabilita shujan tanpa ada kaitannya dengan kondisi DAS,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Demikian pula, nilai Qmax berkaitan erat dengan curah hujan maksimum,
tanpa ada kaitannya dengan kondisi DAS. Dengan demikian rasio
Qmax/Qmin

merupakan

suatu

nilai/besaran

yang

mencerminkan

variabilitas/keragaman hujan. Oleh karena itu, besaran Qmax/Qmin memiliki


ketidakpastian dan variasi antar tahun yang tinggi. Pada akhirnya, ada
kecenderungan untuk melakukanseleksi data agar mendapatkan besaran
Qmax/Qmin yang 'realistis', sebagian dari seri data dianggap sebagai

'pencilan' yang tidakmewakili. Hal Ini menyebabkan hasil Q/Q sangat


subyektif.
4. Rasio Qmax/Qmin sangat tergantung pada iklim dimana DAS itu berada
(seperti durasi dan frekuensi periode kemarau/perubahan musim,curah hujan
ekstrim) dan posisi sungai. Aliran air maksimum (secararata-rata) sebanding
dengan luas DAS dipangkatkan 0.7 (Rodriguez-Iturbe dan Rinaldo, 1998) dan
rata-rata aliran air sebanding dengan luas DAS. Sementara itu untuk aliran
minimum, aliran nol, skala perbandingan ini tidak dapat dihitung sehingga
diabaikan. Geologi dari DAS mempengaruhi dinamika laju aliran. Pada
daerah kapuraliran air bersifat stabil sehingga daerah ini memiliki nilai Qmin
yang relatif tinggi. Sedangkan pengaruh penggunaan lahan dan penutupan
lahan terhadap (Qmax/Qmin) di suatu DAS cenderung kecil dibandingkan
pengaruh iklim dan geologi yang sifatnya lebih permanen.
5. Rasio Qmax/Qmin sangat tergantung pada iklim dimana DAS itu berada
(seperti durasi dan frekuensi periode kemarau/perubahan musim,curah hujan
ekstrim) dan posisi sungai. Aliran air maksimum (secararata-rata) sebanding
dengan luas DAS dipangkatkan 0.7 (Rodriguez-Iturbe dan Rinaldo, 1998) dan
rata-rata aliran air sebanding denganluas DAS. Sementara itu untuk aliran
minimum, aliran nol, skalaperbandingan ini tidak dapat dihitung sehingga
diabaikan. Geologidari DAS mempengaruhi dinamika laju aliran. Pada daerah
kapuraliran air bersifat stabil sehingga daerah ini memiliki nilai Qmin yang
relatif tinggi. Sedangkan pengaruh penggunaan lahan danpenutupan lahan
terhadap (Qmax/Qmin) di suatu DAS cenderung kecil dibandingkan pengaruh
iklim dan geologi yang sifatnya lebih permanen.
Meskipun besaran Qmax/Qmin memiliki banyak kelemahan seperti tersebut
diatas, namun besaran ini masih digunakan sebagai dasar dalam menjelaskan kondisi
fungsi DAS dan layak tidaknya dilakukan investasi berupa proyek' rehabilitasi DAS'.
Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa pemanfaatan besaran Qmax/Qmin lebih
banyak bersifat 'politis'. Penggunaan Qmax/Qmin yang cukup luas menunjukkan
bahwa ada kebutuhan akan indikator numerik yang mudah dipahami. Idealnya, suatu
indikatorfungsi DAS harus secara eksplisit memasukkan unsur curah hujan dan

variasit emporalnya, sehingga mampu memisahkan pengaruh kondisi lanskap


dantutupan lahan terhadap fungsi DAS.'Fungsi DAS' disini didefinisikan sebagai
suatu keadaan bagaimana kondisisuatu lanskap mempengaruhi kualitas, kuantitas dan
periode waktu suatualiran sungai (atau air tanah), yang secara rinci dapat dijabarkan
bagaimanasuatu lanskap mempengaruhi transmisi/proses aliran sungai.
2.2 Fungsi Transmsi
Curah hujan yang turun di suatu lokasi, dapat mencapai atmosfer atau danau/laut
dengan melalui satu dari lima cara berikut.

Gambar 1 Jalur transmisi air hujan


Lima jalur yang dapat dilalui titik hujan: dua jalur mengantarkan kembali ke
atmosfir (evaporasi dari tajuk tanaman yang mengintersepsi curah hujan dan
evapotranspirasi dari dalam tanah), dan tiga jalur akan mengantarkan ke jaringan
sungai dalam waktu yang berbeda (aliran permukaan tanah-quickflow, aliran cepat
di bawah permukaan tanah sub surface flow dan air tanah yang dialirkan secara
perlahan-lahan low flow)

Secara sederhana ada tiga jalur hidrologis yang dapat dilalui air untuk
mencapai sungai: secara langsung melalui aliran permukaan tanah (dalam waktu
kurang lebih satu jam setelah turun hujan, tergantung pada jarak ke sungai), melalui
lapisan dalam tanah ('aliran dalam tanah' atau 'aliran cepat dalam tanah' dalam
waktu kurang lebih satu hari) atau aliran dalam tanah (air tanah) (dalam hitungan
waktu mingguan atau bulanan).
Penutupan/penggunaan lahan dapat mempengaruhi besarnya perbandingan
antara berbagai aliran air, yakni dengan melalui:
1. Pemadatan tanah, yang khususnya akan mempengaruhi makroporositas
tanah. Makroporositas berkaitan dengan perbedaan antara 'kejenuhan' dan
'kapasitas lapang', (atau volume air yangakan hilang dari tanah selama 24
jam, seperti digunakan dalamdefinisi kapasitas lapang), kerapatan isi tanah
yang memilikihubungan kuantitatif dengan makroporositas, fungsi
pedotransfer(yang menghitung pengaruh tekstur tanah dan bahan organik
tanahberdasarkan kerapatan isi tanah 'acuan'). Proses pemadatan tanah
tidak dapat dipulihkan dengan mudah.
2. Pembentukan kerak permukaan tanah ('surface sealing'),berhubungan
langsung dengan hilangnya mineral permukaan tanah karena sinar
matahari dan curah hujan langsung setelah hilangnya atau rusaknya
lapisan seresah; pembentukan kerak tanah dapat dipulihkan dengan
mudah, dengan memadukan dan memanfaatkan pengaruh penutup tanah
dan biota tanah.
Jika pemadatan tanah terjadi karena proses 'degradasi', pengaruh pemadatan
tanah ini relatif lebih kecil selama periode awal musim hujan, karena tanah masih
mampu menyimpan air. Pada akhir musim penghujan, ketika tanah hampir jenuh,
mulai terjadi perbedaan yang nyata pada kemampuan penyimpanan air pada tanah.
sehingga terjadi pergeseran dari aliran dalam tanah sub surface flow menjadi
aliran permukaan tanah quick flow dan mengakibatkan puncak aliran yang lebih
tajam bila digambarkan dengan hidrograf.

Jika pembentukan kerak permukaan merupakan isu utama, berarti kerusakan


dapat diperbaiki. Pada situasi seperti ini umumnya aliran permukaan akan tinggi
selama musim hujan.

Gambar 2 Grafik hubungan antara curahhujan dan aliran sungaipada berbagai


kondisiinfiltrasi permukaan. Curah hujan dan aliransungai dinyatakan dalam
kumulatif selama setahun, dimulai dari awal musim penghujan.
Grafik antara aliran sungai kumulatif dengan curah hujan kumulatif dapat
memberikan gambaran mengenai pengaruh musim terhadap pola aliran sungai pada
suatu DAS, terutama dalam hal menyimpan air dan mengalirkannya secara perlahanlahan. Grafik berdasarkan rasio dari data kumulatif seperti ini masih dapat
dimanfaatkan meskipun data curah hujan yang ada tidak merepresentasikan
variabilitas spasial yang umumnya tinggi.Data curah hujan yang tidak representatif,
apabila dianalisa secara harian,tidak akan mampu menunjukkan hubungan antara
puncak curah hujan dengan puncak aliran sungai. Namun, dengan memanfaatkan data
kumulatif,kekurangan data tersebut dapat diatasi.
Berdasarkan pengalaman kami dalam menganalisa pola musiman aliransungai
di beberapa DAS, kami mendapatkan satu indikator baru, yaitukumulatif aliran

sungai relatif pada kondisi 25% dan 75% curah hujankumulatif, dihitung selama
periode satu tahun. Rasio ini dapat digunakansebagai indikator penyebab utama
terjadinya 'aliran cepat': apakah berkaitan dengan kondisi permukaan tanah atau
karena keterbatasan kemampuanpenyimpanan air dalam tanah. Apabila 'aliran cepat'
terjadi karena kondisipermukaan tanah, maka proyek 'rehabilitasi lahan' dengan
penanamanpohon

mempunyai

peluang

untuk

berhasil

dan

efektif

dalam

memperbaikifungsi hidrologis DAS. Keberhasilan ini dapat dicapai dengan catatan


bahwa penambahan penggunaan air oleh pohon yang ditanam (transpirasi) harus
dapat diimbangi oleh infiltrasi curah hujan tambahan, sehingga dapat terjadi pengaruh
positif (penambahan) terhadap jumlah aliran dasar. Apabila alirancepat terjadi karena
kejenuhan tanah di DAS dan kurangnya kapasitas penyimpanan air, maka proyek
'rehabilitasi lahan' tidak akan banyak memberikan pengaruh, meskipun telah mampu
mengkondisi penutupan tanah/lahan.
Curah hujan tahunan pada triwulan pertama dan kedua dalam Gambar 3 jelas
berbeda dengan triwulan ketiga dan keempat. Pada grafik ini dapat dilihat bahwa
kontribusi curah hujan terhadap aliran sungai terbesar terjadipada triwulan ketiga
(yang berlangsung selama kurang lebih satu bulan). Polaini menggambarkan kondisi
kekurangan air (pada triwulan pertama), proses pengisian/penyimpanan air dalam
tanah (triwulan kedua) dan peningkatanaliran cepat pada triwulan ketiga ketika
kondisi tanah hampir mendekati kapasitas lapang.

Gambar 3 Kontribusi curah hujan terhadap aliran sungai

Hubungan fungsi hidrologi dengan tutupan lahan oleh pohon


Tutupan lahan oleh pohon (tutupan pohon) dengan segala bentuknya dapat
mempengaruhi aliran air. Tutupan pohon tersebut dapat berupa hutan alami, atau
sebagai permudaan alam (natural regeneration), pohon yang dibudidayakan, pohon
sebagai tanaman pagar, atau pohon monokultur (misalnya hutan).

Gambar 4 Lima Faktor yang mempengaruhi partisi air hujan menjadi konponen debit
sungai dan evavorasi
Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk:
1. Intersepsi air hujan.
Selama kejadian hujan, tajuk pohon dapat mengintersepsi dan menyimpan
sejumlah air hujan dalam bentuk lapisan tipis air (waterfilm) pada permukaan daun
dan batang yang selanjutnya akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah.
Banyaknya air yang dapat diintersepsi dan dievaporasi tergantung pada indeks luas
daun (LAI), karakteristik permukaan daun, dan karakteristik hujan. Intersepsi
merupakan komponen penting jika jumlah curah hujan rendah, tetapi dapat
diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila curah hujan tinggi, peran intersepsi pohon
penting dalam kaitannya dengan pengurangan banjir.
2. Daya pukul air hujan.
Vegetasi dan lapisan seresah melindungi permukaan tanah dari pukulan
langsung tetesan air hujan yang dapat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi
pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan menyebabkan penyumbatan pori

tanah makro sehingga menghambat infiltrasi air tanah, akibatnya limpasan


permukaan akan meningkat. Peran lapisan seresah dalam melindungi permukaan
tanah sangat dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pelapukan; seresah berkualitas
tinggi (mengandung hara, terutama N tinggi) akan mudah melapuk sehingga fungsi
penutupan permukaan tanah tidak bertahan lama. Infiltrasi air. Proses infiltrasi
tergantung pada struktur tanah pada lapisan permukaan dan berbagai lapisan dalam
profil tanah. Struktur tanah juga dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber
energinya tergantung kepada bahan organic (seresah di permukaan, eksudasi organik
oleh akar, dan akar-akar yang mati). Ketersediaan makanan bagi biota (terutama
cacing tanah), penting

untuk mengantisipasi adanya proses peluruhan dan

penyumbatan pori makro tanah.


3. Serapan air.
Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari berbagai lapisan tanah untuk
mendukung proses transpirasi pada permukaan daun. Faktor faktor yang
mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah fenologi pohon, distribusi akar
dan respon fisiologi pohon terhadap cekaman parsial air tersedia. Serapan air oleh
pohon diantara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang dapat disimpan
dari kejadian hujan berikutnya, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi proses
infiltrasi dan aliran permukaan. Serapan air pada musim kemarau, khususnya dari
lapisan tanah bawah akan mempengaruhi jumlah air tersedia untuk aliran lambat
(slow flow).
4. Drainase lansekap
Besarnya drainase suatu lansekap (bentang lahan) dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain kekasaran permukaan tanah, relief

permukaan tanah

yang

memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga mendorong


terjadinya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat aliran permukaan yang dapat
memicu terjadinya aliran cepat air tanah (quick flow).
Selain tutupan pohon, ada faktor lain yang

dapat mempengaruh fungsi

hidrologi DAS. Pada hutan alami, perlintasan hewan biasanya meninggalkan jalan
setapak yang merupakan pemicu petama terbentuknya jalur aliran permukaan

walaupun tingkatannya masih belum terlalu membahayakan. Jalan setapak yang


terbentuk oleh roda pedati atau kendaraan berat selama penebangan pohon di hutan
cenderung meningkatkan intensitas aliran permukaan dan penghanyutan sedimen ke
sungai. Pengelolaan lahan setelah konversi hutan biasanya ditujukan untuk perbaikan
drainase guna melindungi tanaman dari bahaya penggenangan dan atau aliran
permukaan. Adanya daerah rawa pada suatu lansekap mempunyai peranan penting
dalam mengurangi terjadinya banjir di daerah hilir. Namun sebaliknya, jika ada
usaha mengurangi frekuensi terjadinya banjir di daerah hulu dengan mempercepat
aliran ke hilir, justru akan meningkatkan resiko banjir di daerah hilir. Jadi, dampak
umum dari konversi hutan dan atau perubahan tutupan pohon pada suatu bentang
lahan dapat dipahami dari kombinasi dan interaksi berbagai proses tersebut di atas.
Beberapa simulasi model telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk menguji
kedekatan hubungan data empiris dengan data hasil prediksi. Model-model yang
sudah ada bervariasi dalam skala spasial, resolusi temporal maupun masukan data
yang dibutuhkan. Sebagai contoh, pengaruh sistem Agroforestri

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengelolaan vegetasi dan Pengaruhnya terhadap Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai merupakan catchment area yang berfungsi sebagai
daerah tangkapan air hujan. Air hujan yang jatuh pada suatu DAS dapat berbentuk
dalam berbagai macam seperti infiltrasi, runn-off, perkolasi, intersepsi dan lainnya

serta dalam jumlah yang bervariatif tergantung tutupan lahan DAS tersebut. Dalam
suatu DAS dapat terdiri dari berbagai macam tutupan lahan atau tata guna lahan
mulai dari kawasan hutan sebagai wilayah konservasi, lahan pertanian, dan
pemukiman serta lainnya yang akan berpengaruh terhadap besarnya aliran air pada
DAS tersebut.
Hutan merupakan bagian penting dari suatu DAS dalam menjaga stabilitas
transmisi air dari hulu hingga hilir yang berfungsi sebagai daerah tampungan dan
penyimpanan air hujan yang selanjutnya akan menjadi mata air, atau aliran
permukaan yang dialirkan pada sungai. Setidaknya ada enam fungsi hutan dalam
terhadap fungsi hidrologis wilayah (Calder, 1998), yaitu sebagai berikut :
1. Hutan meningkatkan curah hujan
2. Meningkatkan aliran sungai
3. Mengatur fluktuasi aliran sungai
4. Mengurangi erosi
5. Mengurangi banjir
6. Meningkatkan mutu air
Tata guna lahan untuk bidang pertanian dan pemukiman akan mengurangi
tutupan lahan yang menyebabkan berbagai dampak bagi fungsi-fungsi DAS terutama
dalam mempengaruhi aliran air run-off, infiltrasi dan perkolasi. Pada saat lahan hutan
atau vegetasi hijau dialih fungsi lahan menjadi lahan pertanian atau untuk pemukiman
maka yang terjadi akan adanya perubahan jumlah aliran air permukaan (runn-off )
menjadi lebih besar dibandingkan aliaran inviltrasi, perkolasi, dan lain sebagainya.
3.2 Pengaruh alih guna lahan terhadap fungsi DAS dalam proses tramsimi air .
Pengelolaan suatu wilayah DAS akan mempengaruhi waktu dan penyebaran
aliran air. Kekeringan dan banjir akan menjadi fenomena yang ditemui pada perilaku
aliran air sebagai akibat perubahan kondisi tataguna lahan dan faktor meteorology,
terutama curah hujan. Salah satu fungsi adanya vegetasi dalam suatu DAS adalah
untuk menyimpan air saat musim hujan dan melepasnya dalam bentuk mata air pada
saat musim hujan. Sehingga apabila terjadi alih fungsi lahan akan menyebabkan
terganggunya kedua proses tersebut, pada akhirnya akan terjadi banjir pada musim
hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
Berbagai penelitian menyatakan bahwa untuk meningkatkan hail air dari
suatu DAS dapat dilakukan dengan penebangan hutan dikarenakan air yang berasal

dari curah hujan akan diuapkan kembali melalui proses evavotranspirasi sehingga
untuk mengurangi kehilang air tersebut dilakukan penebangan hutan. Hasil penelitian
Bosch dan Hewlett tahun 1982 ; Hamilton dan King , 1984; bruijnzeel, 1990 dan
Malmer 1992 menunjukan bahwa secara umum kenaikan aliran air disebabkan oleh
penurunan penguapan air oleh vegetasi dengan menghilangkan atau mengurangi
vegetasi dalam jumlah cukup besar. Penelitian lain dilakukan pada daerah tropis oleh
Salati , 1979 dan Shukla , 1990 menunjukan bahwa penebangan hutan akan
mempengaruhi jumlah dan penyebaran hujan karena mengurangi besarnya
evapotransvirasi sebagai sumber air di atmosfer. Sehingga dengan demikian
perubahan tata guna lahan pada DAS akan mempengaruhi jumlah curah hujan
wilayah tersebut.
Penelitian lain mengenai perubahan tataguna lahan terhadap aliran air adalah
dilakukan peneilitan di Quensland (Australia) yang melakukan perubahan lahan hutan
hujan tropis menjadi padang rumput, menunjukan bahwa adanya peningkatan aliran
air sebesar 10 % (Gilmour et al., 1982). Selain itu terjadi juga peningkatan debit
aliran terkecil dari 14 menjadi 60 % setelah penebangan hutan dan diikuti oleh
pertumbuhan padang rumput. Sementara itu perubahan hutan hujan tropis menjadi
perkebunan the di Kenya memperlihatkan pengaruh yang kecil terhadap aliran air
tahunan, air larian, maupu besarnya tingkat sidimentasi (Edwars dan Blackie, 1981).
Kebanyakan pengelolaan dan aktivitas penebangan hutan dalam suatu DAS
diperkirakan tidak akan mempengaruhi aliran air dalam beberapa tahun. Sedangkan
perubahan tataguna lahan hutan menjadi lading pertanian atau padang rumput dapat
menigkatkan aliran air dalam jangka panjang. Semakin besar persentase DAS yang
dirubah, semakin besar kenaikan aliran air yang terjadi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Kelayakan dari suatu fungsi DAS dapat dilihat dari perbandingan debit
maksimum dan minimumnya.
2. Tata guna lahan akan berpengaruh terhadap aliran air pada suatu DAS
3. Perubahan tataguna lahan pada suatu DAS akan berpengaruh terhadap
besarnya aliran runn-off, infiltrasi, perkolasi dan lainnya.
4. Pengelolaan vegetasi dan tataguna lahan akan mempengaruhi waktu dan
sebearab aliran air.

5. Semakin besar perubahan tataguna lahan akan semakin besar pula


kenaikan aliran air.
6. Terganggunya atau tidak seimbanggnya tata kelola lahan akan
menyebabkan banjir pada saat musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau
4.2 Saran
Adapun saran dari penulis terhadap pengelolaan vetasi DAS adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya kesesuaian pengelolaan vegetasi dari hulu hingga hilir sehingga
tidak terjadi krisis air pada musim kemarau dan kebanjiran saat musim hujan.
2. Untuk menjaga aliran air perlu adanya perencanaan pengelolaan DAS yang
didasarkan pada konservasi air dengan melakukan penanaman vegetasi yang
dapat meminimalisasi kehilangan air akbiat evapotransvirasi dan kehilangan
akibat terjadinya runn-off.

DAFTAR PUSTAKA
Chay Asdak, 2007. Hidrologi dan Pnegelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah mada University Press.
Noordwijk, dkk. Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi
Daerah Aliran Sungai (DAS). World Agroforestry Centre, ICRAF SE Asia
Pawitan Hidayat. Perubahan penggunaan lahan dan Pengaruhnya terhadap Hidrologi
DAS. Bogor : FMIPA IPB

Anda mungkin juga menyukai