PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu
bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi
menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari
telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan
menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk
diolah. Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi
dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu
bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi
menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari
telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan
menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk
diolah.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda
dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma
telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan
tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau
telinga bagian dalam bisa terluka.
B. Tujuan Penulisan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
telinga
8. Mahasiswa dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan Trauma telinga
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi Telinga
1. Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut.
akan
proses
depolarisasi
sel
rambut
sehingga
melepaskan
membran
timpani
atau
terganggunya
rangkaian
tulang
b. Perkelahian
c.
d. Luka tembak
e.
3. Manifestasi Klinik
Menurut Soepardi (2000: 30), manifestasi klinik trauma telinga antara
lain:
a.
Edema
b. Laserasi
c.
Luka robek
Perdarahan
f.
Hematom
g.
Nyeri kepala
h.
i.
akibat
pukulan
tumpul,
atau
akibat
suatu
k e c e l a k a a n , b i s a m e n y e b a b k a n m e m a r d i a n t a r a kartilago dan
perikondrium.
Macam-Macam Trauma
a. Laserasi
1) Etiologi, merupakan luka pendarahan yang disebabkan oleh
mengorek-ngorek telinga.
2) Gambaran klinis, laserasi pada dinding kanalis dapat menyebabkan
perdarahan sementara.
3) Pengobatan, tidak memerlukan
pengobatan
selain
hentikan
1) Etiologi, Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbul dengan
cepat pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat.
2) Gambaran klinis, Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula
timbul dengan cepat pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin
dingin yang kuat. Sehingga mengalami Vasokontriksi hebat
pembuluh darah telinga bagian luar yang di ikuti priode dilatasi
yang berlangsung lebih lama.
3) Pengobatan/penatalaksanaan
4) Pemanasan yang cepat 100-108 F/ tidak > 37 C.
5) Berikan analgesik
6) Jika menimbulkan infeksi yang nyata secara klinis, berikan antibiotic.
c. Hematoma
1 ) Etiologi, Gumpalan darah yang diakibatkan oleh luka dalam yang
sering terjadi pada petinju dan pegulat.
2 ) Gambaran klinis, Jika terjadi penimbunan darah di daerah yang cedera
tersebut, maka akan terjadi perubahan bentuk telinga luar dan
tampak
massa
berwarna
ungu
kemerahan.
Darah
yang
hematoma,
biasanya
akan
Trauma pada telinga tengah biasanya disertai dengan sakit telinga dan
kadang-kadang juga disertai dengan pendarahan dari telinga, gangguan
pendengaran, dan kelemahan wajah ipsilateral. Bentuk lengkung EAC, dengan
isthmus sempit, membantu untuk melindungi TM dari cedera langsung.
Fungsi
untuk mencegah
untuk
mencegah
infeksi
sekunder
biasanya
Terapi
diperlukan.
longitudinal. Cedera
6. Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui
lokasi lesi.
7. Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan dengan Otoskopik
Mekanisme :
- Bersihkan serumen
- Lihat kanalis dan membran timpani
Interpretasi :
- Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya infeksi
- Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah dibelakang
gendang.
- Kemungkinan gendang mengalami robekan.
b. Pemeriksaan Ketajaman
Test penyaringan sederhana
1. Lepaskan semua alat bantu dengar
2. Uji satu telinga secara bergiliran dengan cara tutup salah satu telinga
3. Berdirilah dengan jarak 30 cm
4. Tarik nafas dan bisikan angka secara acak (tutup mulut)
5. Untuk nada frekuensi tinggi: lakukan dgn suara jam
c. Uji Ketajaman Dengan Garpu Tala
Uji weber
1. Menguji hantaran tulang (tuli konduksi)
2. Pegang tangkai garpu tala, pukulkan pada telapak tangan
3. Letakan tangkai garpu tala pada puncak kepala pasien.
4. Tanyakan pada pasien, letak suara dan sisi yang paling keras.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2. Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3. Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan
perdarahan
4. Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.
5. Periksa tanda-tanda vital
6. Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui
lokasi lesi.
7. Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.
I. Patofisiologi
1. Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu
membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga
lainnya. Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga.
2. Benda asing yang masuk ke telinga biasanya disebabkan oleh beberapa
factor antara lain pada anak anak yaitu factor kesengajaan dari anak
tersebut, factor kecerobohan misalnya menggunakan alat-alat pembersih
telinga pada orang dewasa seperti kapas, korek api ataupun lidi.
3. Masuknya benda asing ke dalam telinga yaitu ke bagian kanalis audiotorius
eksternus akan menimbulkan perasaaan tersumbat pada telinga, sehingga
klien akan berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. Namun, tindakan
yang klien lakukan untuk mengeluarkan benda asing tersebut sering kali
berakibat semakin terdorongnya benda tersebut ke bagian tulang kanalis
eksternus sehingga menyebabkan laserasi kulit dan melukai membrane
timpani. Akibat dari laserasi kulit dan lukanya membrane timpanai, akan
menyebabkan gangguan pendengaran , rasa nyeri telinga atau otalgia dan
kemungkinan adanya risiko terjadinya infeksi.
J. Komplikasi
Akibat Trauma telinga yaitu akan terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan
hancur dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower
ear).(Helmi Sosialisman dkk,2004)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA TELINGA
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh adanya nyeri, apalagi jika daun telinga
disentuh. Didalam telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen
atau disertai pembengkakan.Terjadi gangguan pendengaran dan kadangkadang disertai demam.Telinga juga terasa gatal.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang: Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan segera yang diberikan setelah kejadian
b. Riwayat Kesehatan Masa. LaluTanyakan pada klien dan keluarganya:
1) Apakah klien dahulu pernah menderita sakit seperti ini?
2) Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas
tinggi,kejang?
3) Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan benda asing
yangdapat mengakibatkan lesi (luka)?
4) Bagaima klien mengobati luka tersebut pada telinga?
5) Apakah pernah menggunakan obat tetes telinga atau salep?
6) Apakah pernah keluar cairan dari dalam telinga?
7) Bagaimana karakteristik dari cairannya (warna, bentuk, dan bau)?
3. Biodata
a. Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register,
dandiagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan,pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,
hubungandengan klien, dan status kesehatan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inspeksi
keadaan
umum
telinga,
pembengkakan
pada
MAE
klien,
maka
dapat
dipastikan
klien
menderita
otitis
eksternasirkumskripta (furunkel).
5. Data subjektif dan data objektif
a. Data subjektif
1) Klien mengeluh telinganya sakit atau nyeri atau terasa gatal
2) Klien mengeluh pendengarannya berkurang.
3) Klien mengatakan sering mengorek telinganya dengan benda asing
sehingga menyebabkan lesi.
4) Klien mengatakan kepala terasa pusing.
b. Data objektif
1) Klien berespons kesakitan saat daun telinganya disentuh.
P : saat disentuh
Q : menusuk
R : daerah sekitar telinga
S:5
T : intermitten (saat disentuh)
2) Klien tampak meringis kesakitan
3) Klien sering mendekatkan telinganya kepada perawat
saat
perawatberbicara.
4) Adanya benjolan atau furunkel pada telinga atau filamen jamur
yangberwarna keputih-putihan.
5) Liang telinga tampak sempit, hyperemesis dan edema tanpa batas
yangjelas.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b/d trauma dan proses inflamasi
2. Gangguan persepsi sensori: pendengaran b/d adanya benjolan atau furunkel
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kesukaran
memahami orang lain (kurangnya pendengaran).
4. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi dan
tindakan pencegahannya.
5. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya ketulian,
sekunder terhadap tanda-tanda infeksi.
C. Intervensi
1. Nyeri b/d trauma dan proses inflamasi
a. Kaji tingkat nyeri klien
b. Lakukan pembersihan telinga secara teratur dan hati-hati.
c. Beri penyuluhan kepada klien tentang penyebab nyeri dan penyakit yang
dideritanya.
d. Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotik.
2. Gangguan persepsi sensori: pendengaran b/d adanya benjolan atau furunkel
a. Masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga.
b. Berikan kompres rivanol 1/1000 selama 2 hari.
c. Lakukan irigasi telinga dan keluarkan serumen atau secret.
d. Lakukan aspirasi secara steril (bila terjadi abses) untuk mengeluarkan
nanahnya.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kesukaran
memahami orang lain (kurangnya pendengaran)
a. Kaji kemampuan mendengar klien.
b. Identifikasi metode alternatif dan efektif untuk berkomunikasi
c. Usahakan saat berbicara selalu berhadapan dengan klien.
4. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi dan
tindakan pencegahannya.
a. Kaji status psikologis dan emosional
b. Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah
yang
teknik
pernapasan
dan
latihan
relaksasi.
5. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya ketulian,
sekunder terhadap tanda-tanda infeksi.
a. Dorong individu atau keluarga untuk mengekspresikan perasaan,
khususnya mengenai pandangan, pemikiran, dan perasaan seseorang.
b. Dorong individu atau keluarga untuk bertanya mengenai masalah,
penanganan, perkembangan dan prognosa kesehatan.
c. Berikan informasi yang akurat kepada klien dan keluarga dan perkuat
informasi yang sudah ada.
d. Perjelas berbagai kesalahan konsep individu mengenai diri, perawatan,
atau pemberi perawatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting
untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda
dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma
telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan
tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau
telinga bagian dalam bisa terluka.
.
B. Saran
1) Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. (1997). Boles: buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC.
Cody, D Thane, Kern, Eugene & Pearson, W Bruce. (1991). Penyakit telinga
hidung dan tenggorokan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, Many Frances, & Geissler, Alice CC. (1999).
Rencana asuhan keperawatan:pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. edisi 3. Jakarta: EGC.
Haryani, Ani. (2004). Nursing diagnosis a guide to planning care. 4th ed.
Harold, Ludman. (1992). Petunjuk penting pada penyakit THT. Jakarta:
Hipokrates.
Ignativicius, Donna D., Bayne, Marilynn V. (1991). Medical surgical nursing: a
nursing process approach. Philadelphia: WB Saunders Company.
Nanda. (2001). Nursing diagnosis: definition and classification, 2001-2002.
Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.
Priharjo, Robert. (1996). Pengkajian kepala dan leher. Dalam 4 Asih, Ni Luh
Gede.
Smeltzer, Suzzane C., Bare G. Brenda. (2000). Brunner and Suddarts: textbook of
medical-surgical nursing. Philadelphia: Lippincett.