Anda di halaman 1dari 40

KEBUDAYAAN

Nama Kelompok:
M. FARIS I.
M. IFAN F.
M. SAHRIL A.
M. SOFYAN S.
Kelas XI TPM 2

SMK NEGERI 1 GEMPOL


Tahun pelajaran 2015-2016

BUDAYA JAWA
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa
khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat
dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa
Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam
kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan.
Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah
perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta,Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa
termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri.
Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik,
Kebaya dan Gamelan.
Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit. LSM Kampung
Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang
menerima penghargaan seni dari Amerika Serikat tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi
pelajaran wajib di AS, Singapura dan Selandia Baru. Gamelan Jawa rutin digelar di AS
dan Eropa atas permintaan warga AS dan Eropa. Sastra Jawa Negarakretagama menjadi satu
satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Menurut Guru
Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan
kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan
dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni. Bahkan banyak
negara di dunia terutama Amerika dan Eropa menyebut Jawa identik kopi. Budaya Jawa
termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko,
Madya Krama. Ada yang berpendapat budaya Jawa identik feodal dan sinkretik. Pendapat itu
kurang tepat karena budaya feodal ada di semua negara termasuk Eropa. Budaya Jawa
menghargai semua agama dan pluralitas sehingga dinilai sinkretik oleh budaya tertentu yang
hanya mengakui satu agama tertentu dan sektarian.

Agama
Budaya Jawa juga menghasilkan agama sendiri yaitu Kejawen. Kejawen berisikan tentang
seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti
spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa. Tetapi mayoritas orang Jawa sekarang menganut
agama Islam dan sebagian kecil orang Jawa menganut agama Kristen atau Katolik. Dahulu
orang Jawa menganut agama Hindu, Buddha dan Kejawen. Bahkan orang Jawa ikut
menyebarkan agama Hindu dan Buddha dengan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha Jawa yang
berperan. Orang Jawa juga ikut menyebarkan agama Islam dan Kristen atau Katolik di
Indonesia. Orang Jawa termasuk unik karena menjadi satu satunya suku di Indonesia yang
berperan penting dalam menyebarkan 5 agama besar. Seorang peneliti AS Clifford
Geertz bahkan pernah meneliti orang Jawa dan membagi orang Jawa menjadi 3 golongan
besar yaitu : Abangan, Priyayi dan Santri.

Sastra
Sejarah Sastra Jawa dimulai dengan sebuah prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi
(Sukobumi), Pare, Kediri Jawa Timur. Prasasti yang biasa disebut dengan nama Prasasti
Sukabumi ini bertarikh 25 Maret tahun 804 Masehi. Isinya ditulis dalam bahasa Jawa Kuna.
Setelah prasasti Sukabumi, ditemukan prasasti lainnya dari tahun 856 M yang berisikan
sebuah sajak yang disebut kakawin. Kakawin yang tidak lengkap ini adalah sajak tertua
dalam bahasa Jawa (Kuna).
Sejarah sastra Jawa dibagi dalam empat masa:

Sastra Jawa Kuna


Sastra Jawa Tengahan
Sastra Jawa Baru
Sastra Jawa Modern

Bahasa Jawa pertama-tama ditulis dalam aksara turunan aksara Pallawa yang berasal
dari India Selatan. Aksara ini yang menjadi cikal bakal aksara Jawa modern atau Hanacaraka
yang masih dipakai sampai sekarang. Dengan berkembangnya agama Islam pada abad ke-15
dan ke-16, huruf Arab juga dipergunakan untuk menulis bahasa Jawa; huruf ini disebut
dengan nama huruf pegon. Ketika bangsa Eropa menjajah Indonesia, termasuk Jawa, abjad
Latin pun digunakan untuk menulis bahasa Jawa. Dongeng Jawa seperti cerita panji ternyata
juga dikenal dan dipentaskan di Thailand dan Filipina.[18] Banyak sastra Jawa yang berada di
Eropa terutama Belanda bahkan ada perguruan tinggi Belanda yang membuka mata kuliah
sastra Jawa seperti Universitas Leiden. Beberapa kakawin yang ditulis oleh pujangga Jawa
menyadur dari karya India atau cerita Jawa diantaranya adalah :
Hiasan emas Majapahit Sutasoma dan Kalmasapada

Kakawin Sutasoma (menjadi motto Bhinneka Tunggal Ika)


Kakawin Nagarakretagama
Kakawin Smaradahana
Kakawin Ramayana
Kakawin Smaradahana
Kakawin Arjunawiwha
Kakawin Kresnayana
Kakawin Bhratayuddha
Bahasa

Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa di Jawa
Tengah,Yogyakarta & Jawa Timur. Selain itu, Bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk
yang tinggal beberapa daerah lain seperti di Banten terutama kota Serang, kabupaten
Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara
terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten
Cirebon.

Kawasan-kawasan

luar

Jawa

yang

terdapat

penutur

bahasa

Jawa

yaitu :Lampung (61,9%), Jakarta (35%), Sumatera


Utara (32,6%), Kaltim (29,5%), Jambi (27,6%), Sumatera
Selatan (27%), Riau 25%, Aceh (15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe. Penutur
bahasa Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari
penduduk

secara

keseluruhan,

kemudian

kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda.

di Kaledonia

Sebagian

kecil

Baru bahkan
bahkan

sampai

menyebar

ke

wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong Kong,
serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini
meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.
Arsitektur
Arsitektur Jawa adalah bentuk bangunan khas yang dirancang oleh orang Jawa untuk
berbagai fungsi. Diantaranya adalah rumah Jawa atau Joglo yang sangat unik bentuknya.
Bentuk bangunan Jawa sangat dipengaruhi oleh agama Hindu, Buddha dan Islam. Arsitektur
Jawa juga mengadaptasi bentuk bangunan Tionghoa, Belanda dan Arab. Sejak dahulu orang
Jawa sudah pandai dalam membuat arsitektur hal ini terbukti dengan ditemukannya
sejumlah candi monumental di Jawa seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan
Jateng-DIY dan Jatim tercatat sebagai wilayah di Indonesia yang terbanyak memiliki candi
dengan lebih dari 50 buah candi. Di Jawa juga banyak terdapat masjid yang merupakan
akulturasi budaya Hindu dan Islam seperti Masjid Agung Demak.

BUDAYA SUNDA
Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya
Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya
karakter masyarakat Sunda adalah periang, ramah-tamah (somah, seperti dalam
falsafah someah hade ka semah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat
menghormati orang tua. Itulah cermin budaya masyarakat Sunda.
Etos budaya
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda
yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada
beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak
Sunda itu adalah cageur, bageur, singer dan pinter, yang dapat diartikan sehat, baik, mawas,
dan cerdas. Kebudayaan Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber
kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Sistem
kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan
hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam, namun
ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun pada dasarnya seluruh
kehidupan ditujukan untuk kebaikan di alam semesta.
Nilai-nilai budaya
Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan
kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai
masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak
sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling mengasihi
(mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui
pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain
itu Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap
sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada
kebudayaan Sunda keseimbangan magis dipertahankan dengan cara melakukan upacaraupacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda melakukan gotong-royong
untuk mempertahankannya.

Kesenian

SambaSunda adalah grup musik etnik Sunda yang populer di Eropa


Budaya Sunda memiliki banyak kesenian, diantaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas
Sunda, wayang golek, permainan anak-anak, dan alat musik serta kesenian musik tradisional
Sunda yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian.
Sisingaan adalah kesenian khas Sunda yang menampilkan 24 boneka singa yang diusung
oleh para pemainnya sambil menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti
pada acara khitanan. Wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan
karakter tertentu dalam suatu cerita pewayangan. Wayang dimainkan oleh seorang dalang
yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan. Jaipongan adalah
pengembangan dan akar dari tarian klasik. Tarian Ketuk Tilu , sesuai dengan namanya Tarian
ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisional yang disebut ketuk
sejumlah 3 buah.
Alat musik khas sunda yaitu, angklung, rampak kendang, suling, kacapi, gong, calung.
Angklung adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu yang unik enak didengar.
Angklung juga sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Rampak kendang
adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional Sunda) yang dimainkan bersama
secara serentak. Seni Reak (kuda lumping) adalah sebuah pertunjukan yang terdiri dari empat
alat musik ritmis yang berbentuk seperti drum yang terbuat dari kayu dan alas yang di pukul
terbuat dari kulit sapi, yang di sebut dog-dog yang ukurannya beragam yaitu Tilingtit (ukuran
kecil), Tung (lebih besar dari Tilingtit), Brung (lebih besar dari Tung), Badoblag (lebih besar
dari Brung).
Ditambah oleh 1 alat musik ritmis bernama bedug yang dipikul dua orang dan ditambah lagi
oleh satu alat musik melodis berupa Tarompet yang terbuat dari kayu yang melantunkan
musik sunda sampai dangdut yang terkadang di temani seorang sinden. Seni reak ini
menampilkan atraksi transendensi dunia metafisika ke dalam dunia profan yang disebut
(kaul atau jadi, hari jadi) dan atraksi dari Bangbarogan. Bangbarongan adalah sebuah kostum

yang digunakan oleh orang yang sedang kaul, terbuat dari kayu yang berbentuk kepala besar
bertaring dan berwarna merah ditambah karung goni untuk menutupi tubuh sang pemakai.
Seni ini terdapat di daerah Bandung Timur dari kecamatanUjung Berung, Cibiru sampai
dengan Kabupaten Sumedang.

BUDAYA BATAK

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara.
Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku
bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur. Suku bangsa yang
dikategorikan ke dalam suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak
Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Seorang istri dari putra pendeta Batak Toba bernama Siti Omas Manurung menyatakan,
bahwa sebelum kedatangan Belanda semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui
dirinya sebagai Batak. Lalu Belanda yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok
tersebut setelah Belanda datang ke tanah Batak. Dengan demikian, istilah "Tanah Batak" dan
"rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing.
Namun, sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak mau menyebut dirinya sebagai
suku Batak karena pada umumnya istilah "Batak" dipandang rendah oleh bangsa lain.
Sebagian orang Tapanuli juga tidak ingin disebut orang Batak karena perbedaan agama yang
mencolok pada orang Batak kebanyakan.
Suku Batak dikenal dengan banyaknya marga yang diambil dari garis keturunan laki-laki.
Garis keturunan tersebut akan diteruskan kepada keturunan selanjutnya. Marga tersebut
menjadi simbol bagi keluarga Batak. Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak
dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak
mempunyai dua orang putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.
Sejarah
Banyak versi yang menyebutkan asal-usul bangsa Batak. Ada yang mengatakan bangsa Batak
berasal dari Thailand, keturunan dari bangsa Proto Malayan. Bangsa ini merupakan suku
bangsa yang bermukim di perbatasan Burma dan Siam atau Thailand. Selama ribuan tahun,
bangsa Batak juga tinggal dengan keturunan Proto Malayan lainnya, seperti Karen, Igorot,
Toraja, Bontoc, Ranau, Meo, Tayal dan Wajo.
Proto Malayan ini pernah dijajah oleh bangsa Mongoloid. Lalu mereka berpencar ke berbagai
wilayah dan negara. Misalnya Toraja mendarat di sulawesi, bangsa Tayal kabur ke Taiwan,
dan bangsa Ranau mendarat di Sumatera Barat. Sementara Suku Batak mendarat di pantai
Barat pulau Sumatera. Di situ suku bangsa Batak terpecah menjadi beberapa gelombang.
Gelombang pertama berlayar terus dan mendarat di pulau-pulau Simular, Nias, Batu,
Mentawai, Siberut sampai ke Enggano di Sumatera Selatan.

Gelombang kedua mendarat di muara sungai Simpang, sekarang Singkil. Mereka bergerak
sepanjang sungai Simpang Kiri dan menetap di Kutacane. Dari situ mereka menduduki
seluruh pedalaman Aceh. Itulah yang menjadi orang-orang Gayo, dan Alas.
Adapun gelombang ketiga mendarat di muara Sungai Sorkam, antara Barus dan Siboga.
Memasuki pedalaman daerah yang sekarang dikenal sebagai Doloksanggul dan belakangan
menetap di kaki Gunung Pusuk Buhit, di tepi danau Toba sebelah barat. Dari situ berkembang
dan akhirnya menduduki tanah Batak.
Ada lagi versi yang mengatakan, Suku Batak berasal dari India melalui Barus berkelana ke
Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba pada abad ke-6. Barus merupakan wilayah
yang ada di Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Orang-orang yang dari India tadi berdagang
dan mendirikan di kota dagang Barus. Nama Barus sendiri merupakan barang dagangan yang
mereka perdagangkan, yakni kapur Barus.
Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor
di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan
terusirnya pedagang-pedagang Tamil asal India dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa
berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau
yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara.
Kesenian
Diantara unsur kebudayaan yang dimiliki suku Batak adalah kesenian. Tari Tor-tor
merupakan kesenian yang dimiliki suku Batak. Tarian ini bersifat magis. Ada lagi Tari
serampang dua belas yang hanya bersifat hiburan. Sementara alat musik tradisionalnya adalah
Gong dan Saga-saga. Adapun warisan kebudayaan berbentuk kain adalah kain ulos. Kain
hasil kerajinan tenun suku batak ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan,
mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang
dihormati dan upacara menari Tor-tor.
Agama
Bangsa Batak memiliki sistem kepercayaannya sendiri, terutama di daerah pedesaan masih
mempertahankan sistem religi atau kepercayaan tersbeut. Orang batak memiliki konsepsi,
bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon. Ia bertempat
tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukannya.
Namun, saat ini agama yang mendominasi bangsa Batak adalah Islam dan Kristen. Tetapi
agama Kristen merupakan agama mayoritas suku Batak saat ini.
Daerah masuk dan penyebaran Islam adalah batak bagian selatan. Sementara daerah
penyebaran Kristen meliputi daerah adalah batak bagian utara. Islamisasi di Batak dilakukan
oleh para pedagang dari Minangkabau. Mereka mengawini para perempuan Batak dan secara
perlahan masyarakat Batak banyak yang memeluk agama Islam. Pada masa Perang Paderi di
awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan islamisasi
besar-besaran atas Batak Mandailing dan Angkola.
Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat
tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di
utara juga banyak berperan dalam mengislamkan Batak Karo dan Pakpak. Sementara
Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera
Timur.
Adapun penyebaran agama Kristen dilakukan oleh seorang misionaris asal Jerman tahun
1861. Sebelumnya mereka menerbitkan buku tata bahasa dan kamus Batak-Belanda. Dengan
tujuan mereka dapat memudahkan penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh orang
Kristen Jerman dan Belanda. Sasaran mereka adalah Batak Toba dan Simalungun. Batak
Karo juga menjadi sasaran misionaris Kristen, sehingga sebagian Batak Karon ada yang
memeluk agama Kristen.

Saat penkristenan dilakukan, Batak Karo dan Toba dapat dikristenkan dengan cepat, sehingga
pada abad ke-20 agama Kristen menjadi identitas budaya mereka. Saat Belanda menancapkan
kolonialisme Belanda di tanah Batak, masyarakat Batak ini tidak banyak melakukan
perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Kekerabatan
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip, yaitu perbedaan tigkat umur,
perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian, dan status kawin. Kelompok
kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta
menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula
kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari
Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga.
Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan.
Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar, sehingga tidak saling
kenal. Tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan
dibelakang nama kecilnya.
Dalam persoalan perkawinan, dalam tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan
orang Batak yang berbeda klan. Maka dari itu, jika ada yang menikah harus mencari
pasangan hidup dari marga lain. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari
suku Batak, maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara
tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja bila agama yang
dianutnya adalah Kristen.
Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh orang Batak adalah bahasa Batak. Tapi sebagian juga ada yang
menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat yang berbeda-beda. Orang Karo
menggunakan Logat Karo, sementara logat Pakpak dipakai oleh Batak Pakpak, logat
Simalungun dipakai oleh Batak Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh orang Batak Toba,
Angkola dan Mandailing.
Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam
bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut
Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan
tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang
keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan
pesertanya.
Teknologi dan Peralatan
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang
dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala
dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau aniani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional, yaitu piso surit (sejenis belati), piso
gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang
panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu alat tenun untuk menenun kain ulos.
Mata Pencaharian
Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Batak adalah bercocok tanam padi di sawah
dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga
mandapatkan tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang
dimiliki perseorangan. Selain pertanian, perternakan juga salah satu mata pencaharian suku
batak. Hewan yang diternakan antara lain kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek.
Masyarakat yang tinggal di sekitar danau Toba sebagian bermata pencaharian menangkap
ikan. Selain itu juga, mereka berprofesi pada sektor kerajinan. Hasil kerajinannya antara lain
tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, dan lainnya yang ada kaitan dengan pariwisata.

BUDAYA MINANGKABAU
1. Sistem kepercayaan/religi
Masyarakat minangkabau merupakan penganut agama islam yang taat.mereka boleh
dikatakan tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan lainnya. upacara-upacara adalah
kegiatan ibadah yang berkaitan dengan salat hari raya idul fitri, hari raya kurban dan
bulan ramadhan. di samping itu upacara-upacara lainya adalah upacara tabuik dll.
2. Sistem kekerabatan
Masyarakat Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal (garis keturunan ibu).
Keturunan keluarga dalam masyarakat Minangkabau terdiri atau tiga macam kesatuan
kekerabatan yaitu : paruik, kampuang dan suku. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh lakilaki dewasa dari keluarga tersebut yang bertindak sebagai niniek mamak. Jodoh harus dipilih
dari luar suku (eksogami).
Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa
tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik
marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan).
Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan),
maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid,
sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di
depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan
penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar
baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi di
kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak
berlaku. Dalam adat diharapkan adanya perkawinan dengan anak perempuan mamaknya.
Perkawinan tidak mengenal mas kawin, tetapi mengenal uang jemputan yaitu pemberian
sejumlah uang dan barang kepada keluarga mempelai laki-laki. Sesudah upacara perkawinan
mempelai tinggal di rumah istrinya (matrilokal).
3. Sistem Kesenian
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian
yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Diantara tari-tarian tersebut
misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan
selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai,

selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya
sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang
dimainkan oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang
sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang
disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan
sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.
Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni
berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkatakata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora,
dan aphorisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan
kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.
Beberapa seni yang terdapat suku Minangkabau, yaitu :
1.

Seni Bangunan : rumah adat Gadang berbentuk rumah panggung yang memanjang
terbagi : biliek sebagai ruang tidur, didieh sebagai ruang tamu, anjueng sebagai tempat
tamu terhormat. Ciri utama rumah gadang terletak pada bentuk lengkung atapnya yang
disebut gonjong yang artinya tanduk berbentuk rebung (tunas bambu).

2. Seni Tari : Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin.

3. Seni Alat Musik :

Saluang terbuat dari bamboo semacam seruling


Talempong alat music terdiri dari bilah-bilah kayu atau kuningan sebanyak Sembilan
atau dua belas buah yang diletakkan pada wadah yang berbentuk perahu.
Talempong Pacik seperti gong kecil

4. Sistem Bahasa
Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada
perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada
yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu,
karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain
justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta
ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu
dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam
dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.
5. Sistem Mata pencahariaan

Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai profesional dan


intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan
Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota
masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di
kota-kota besar.
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya
sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber
utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam
yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi
kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain itu adalah
tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan dan pertambangan.
Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib
di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau
menetap terlebih dahulu di rumah duns anak yang dianggap sebagai induk semang. Para
perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pedagang kecil. Selain itu, perekonomian

masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan berdagang,


terutama untuk mendistribusikan hasil bumi mereka.
6. Sistem IPTEK
Berdasarkan kajian sosio-lingustik dan sosiologi tersebut, masyarakat Minangkabau secara
umum dapat dikatakan sebagai masyarakat akademis.
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut :
1.

Penggunaan angka-angka

Bagi masyarakat minangkabau tidak hanya sebagai penghitung dan pembatas sebuah
bilangan atau penjumlahan, tetapi sekaligus juga sebagai pembeda yang satu dengan yang
lain. Orang minangkabau mengenal sistem perimbangan dengan angka-angka yang genap
seperti dua, tiga, empat, dstnya. Bilangan empat merupakan perimbangan antara dua dan dua.
Hal ini banyaj ditemukan dalam sistem adatdan bahasa yang mereka pakai sampai sekarang
yaitu koto nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan
ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat
na ampek (untuk music, saluang), dan banyak lagi.
Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2. Siang dan malam akan
berimbang dan pagi dan sore. Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah, begitu
seterusnya. Dalam perkembangan berikutnya, setelah Islam masuk dan ajarannya telah
mengakomodasi sistem adatnya dalam beberapa aspeknya, masyarakat minangkabau
mengenal apa yang disebut bilangan tunggal dan banyak menurut terminologi Islam.
Tunggal (Allah) atau aso atau satu adalah angka atau bilangan 1. Banyak (lebih dari satu
adalah 3, 5 dan 7) langit tujuh lapis, kelambu tujuh lapis, puti nan batujuah, dan banyak lagi.
Penggunaan angka-angka tersebut juga digunakan oleh masyarakat modern bagi penanda atau
pembeda. Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama jalan; 1st street, 2nd street,
dst, sebagaimana yang ditemukan pada nama-nama jalan di kota-kota besae dunia seperti
New York misalnya. Tidak ada bedanya dengan apa yang telah diterapkan orang minanf
ketika mereka member nama negerinya.
2. Dalam penggunaan Bahasa.

Dalam sistim komunikasi, perundingan dan pembicaraan umum, masyarakat minangkabau


lebih mementinkan kesamaan pengertian untuk setiap kata (vocabulary). Mereka menyadari,
bila pengertian untuk satu kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang
berkomunikasi dalam suatu perundingan akan dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan
pengertian maksud dan tujuan. Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau
pesambahan. Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang minang
tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata biru dalam kamus
bahasanya, mereka mengenal kata hijau. Untuk biru laut, merka harus menjelaskan dengan
sebutan ijau lauik, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak
(unutk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata,
dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat merak menyiapkan naskah perundangundangan, perjanjian-perjanjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah.
3. Sistim Sosial.
Selain 2 faktor di atas, masih ada beberapa kondisi sosial masyaralat minang yang
mempercepat mereka menyerap dan mengembangkan pengetahuan, Ilmu dan teknologi.
Sejarah telah mengantrakan informasi yang sangat berharga sekali kepada kita. Orang minang
adalah masyarakat yang sangat mementingkan informasi. Selalu mereka bertanya kepada
seseorang yang datang; baa kaba. bagaimana kabar, bukan sapaan; alah makan.
dalam sejarahnya, masyarakat minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang lebih dulu
mengenal dan menerbitkan surat kabar Indonesia. Surat kabar terbanyak yang terbit di
Indonesia adalah di minangkabau. Begitu juga penerbitan buku-buku. Pembuatan senjata dan
mesiu merupakan home industry terbesar di minangkabau. Catatan Raffles terhadap
masyarakat di pedalaman minangkabau terhadaphal ini dapat dipelajari kembali.
Menghancurkan home industry inilah yang pertama dilakukan belanda sebelum mereka
merajalela di minangkabau. Begitu juga dengan adanya institusi merantau, telah
menyebabkan orang minang menjadi sangat terbuka, menerima berbagai perkembangan
keilmuan. Karenanya, sampai sekarang rantau bagi orang minang adalah jembatan bagi
mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya yang berada
di negerinya (nagari).
dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai indicator bahwa
masyarakat minangkabau adalah masyarakat yang sesungguhnya adalah masyarakat yang

selalu berjalan di depan dalam menyerap dan pengembangan pengetahuan, ilmu dan
teknologi. Sungguhpun begitu, masyarakat minangkabau menghadapi berbagai kendala
dalam pengembangan berikutnya.

7. Sistem Peralatan Hidup


Rumah adat Minangkabau

Rumah Gadang atau Rumah Godang adalag nama untuk rumah untuk rumah adat
minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera
Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan
anama Rumah Bagonjongatau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung.
Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun
demikian tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini,
hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh
didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga
dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.
Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari
muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang
menandailanjar,

sedangkan

tiang

dari

kiri

ke

kanan

menandai

ruang.

Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari
jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas
sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan
hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut. Dihalaman
depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan
untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya
terdapat ruanganjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau
tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai
rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga
di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini
sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut
prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga,
pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek
Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah suraukaum yang berfungsi sebagai
tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa
kaum tersebut yang belum menikah.

Makanan Khas Minangkabau


Rendang daging adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai bahan
utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari di semua
kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Selain daging sapi,
rendang juga menggunakan kelapa(karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas
Indonesia di antaranya Cabai (lado), lengkuas, serai, bawang dan aneka bumbu lainnya yang
biasanya disebut sebagai (Pemasak). Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya
masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang
Sumatra Barat yaitu musyawarah,

Senjata Khas Minangkabau


Gambar di sebelah ini adalah kerambit Minang. Kerambit merupakan jenis senjata asli
Minangkabau Sumatera Barat, termasuk senjata khas andalan yang sangat berbahaya. Dalam
bahasa Minangkabau disebut kurambik.

Pada masa dulu, permainan senjata kerambit di Minangkabau hanya diwarisi oleh para Datuk
atau kalangan Raja, bukan sembarangan orang boleh menguasai permainan nie yg dianggap
rahsia dan hanya utk kalangan tertentu saja.
Dalam kategori senjata genggam paling berbahaya, kerambit menduduki tempat kedua
sebagai senjata maut yang membawa instant death selepas pistol. Sabitan senjata kerambit
bila terkena tubuh lawan, nampak dari luar macam luka siatan kecik, tapi bisanya yang
berada dalam bahagian badan boleh menyebabkan maut akibat urat2 yang terputus. Kalau
terkena perut, usus akan terpotong atau terkelar di dlm. Terdapat 2 jenis kerambit, yaitu
kerambit jantan dan kerambit betina. Senjata kerambit jantan bentuknya besar (selalunya
diguna oleh kaum lelaki Minang), sedangkan yang betina bentuknya kecil dengan
hujung gagang berlubang (selalunya diguna oleh kaum wanita Minang). Lubang nie sebagai
tempat jari telunjuk mencakam senjata. Keistimewaan dari senjata ini adalah oleh karena
bentuknya yang bengkok dan tajam, senjata kerambit ini susah nak dipatahkan. Kerambit
betina mudah disorok dalam tangan atau dalam sanggul rambut tanpa dilihat oleh pihak
lawan.

BUDAYA DAYAK

sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Dayak Kalimantan Tengah, didasarkan pada prinsip
keturunan ambilineal, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki maupun
wanita. Pada masa dahulu, kelompok kekerabatan yang terpenting masyarakat mereka adalah
keluarga ambilineal kecil yang timbul kalau ada keluarga luas yang utrolokal, yaitu sebagai
dari anak-anak laki-laki maupun perempuan sesudah kawin membawa keluarganya masingmasing, untuk tinggal dalam rumah orang tua mereka, sehingga menjadi suatu keluarga luas.
Pada masa sekarang, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas utrolokal
yang menjadi isi dari suatu rumah tangga. Rumah tangga ini berlaku sebagai kesatuan fisik
misalnya dalam sistem gotong royong dan sebagai kesatuan rohanian dalam upacara-upacara
agama kaharingan. Kewarganegaraan dari suatu rumah tangga tidak statis, karena
keanggotaannya tergantung pada tempat tinggal yang ditentukan sewaktu ia mau menikah,
padahal ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah menikah. Jika orang bersama
keluarganya kemudian pindah dari rumah itu, pertalian fisik dan rohani dengan rumah tangga
semula pun turut berubah.
Pada orang Dayak, perkawinan yang diangap ideal dan amat diingini oleh umum, perkawinan
antara dua orang saudara sepupu yang kakek-kakeknya adalah sekandung, yaitu apa yang
disebut hajenandalam bahasa ngaju (saudara sepupu derejat kedua) dan perkawinan antara
dua orang saudara sepupu dan ibu-ibunya bersaudara sekandung serta antara cross-cousin.
Perkawinan yang dianggap sumbang (sala horoi dalam bahasa Ngaju) adalah perkawinan
antara saudara yang ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung (patri-parallel cousin), dan
terutama sekali perkawinan antara orang-orang dari generasi yang berbeda misalnya antara
seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis dengan mamaknya.
Upacara adat dalam system kekeraabatan Suku Dayak :
a) Perkawinan
Prosesi tradisi pernikahan Dayak Ngaju dilangsungkan dengan berbagai tahap. Perkawinan
adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang dituakan dalam
keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran. Sedangkan pihak
keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar. Sebelum memasuki kediaman
mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai diwakilkan oleh tukang sambut
yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang dengan mengunakan bahasa Dayak Ngaju.
Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan mempelai pria harus melawan penjaga
untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di pintu gerbang. Kemudian setelah dinyatakan
menang pihak pria, maka tali bisssa digunting kemudian di depan pintu rumah, calon
mempelai pria harus menginjak telur dan menabur beras dengan uang logam. Yang maksud
dan tujuannya supaya perjalanan mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa.
Setelah duduk di dalam ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing
diwakilkan (Haluang Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur
yang dimaksudkan supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah
pihak.
Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih dulu
menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian, sinjang
entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan panginan
jandau.
Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka harus
menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak.
Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan
mereka berdua. Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga memberikan doa restu
kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata undus, saling meminyaki

antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan menyatukan dua keluarga besar.
b) Kelahiran
Menurut tradisi di kalangan masyarakat Dayak , pada saat melahirkan biasanya diadakan
upacara memukul gendang/gimar dan kelentangan dalam nada khusus yang disebut Domaq.
Hal itu dimaksud agar proses kelahiran dapat berjalan dengan lancer dan selamat. Setalah
bayi lahir, tali pusar dipotong dengan menggunakan sembilu sebatas ukuran lutut si bayi dan
kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat tradisional, seperti air kunyit dan
gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali pusar, idealnya diatas uang logam perak
atau bila tidak ada adapat diganti dengan sepotong gabus yang bersih. Langkah berikutnya
bayi dimandikan, setelah bersih dimasukkan kedalam Tanggok/Siuur yang telah dilapisi
dengan daun biruq di bagian bawah. Sedangkan di bagian atas, dilapisi daun pisang yang
telah di panasi dengan api agar steril. Kemudian bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu,
dibawa kesetiap sudut ruangan rumah, sambil meninggalkan potongan-potongan tongkol
pisang yang telah disiapkan pada setiap ruangan tadi. Hal Itu dimaksudkan agar setiap
makhluk pengganggu tertipu oleh potongan tongkol pisang itu sebagai silih berganti. Setelah
itu, bayi tersebut dibawa kembali ke tempat tidur semula, kemudian disekeliling bayi
dihentakan sebuah tabung yang terbuat dari bambu berisi air, yang disebut Tolakng, sebanyak
delapan kali, dengan tujuan agar si bayi tidak tuli atau bisu nantinya. Setelah mencapai usia
empat puluh hari, diadakan upacara Ngareu Pusokng, atau Ngerayah dalam bentuk upacara
Belian Beneq, selama dua hari. Hal itu dimaksud untuk membayar hajat, sekaligus
mendoakan agar si bayi sehat dan cerdas, serta berguna bagi keluarga dan masyaraka. Pada
upacara ini juga merupakan awal dari diperbolehkannya si bayi di masukan dan ditidurkan
dalam ayunan ( Lepas Pati ). Sebelum bayi berumur dua tahun, diadakan upacara permandian
atau turun mandi di sungai untuk yang pertama kalinya. Pada upacara ini tetap dipergunakan
Belian Beneq, selama satu hari, dengan maksud memperkenalkan si adak kepada dewa
penguasa air yaitu Juata, agar kelak tidak terjadi bahaya atas kegiatan anak tersebut yang
berkaitan dengan air (Nyengkokng Ngeragaq).
c) Kematian
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam
hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan
manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

penguburan di dalam peti batu (dolmen)

penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini
merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Penguburan tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di
Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayandolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan
menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil
dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak mengenal tiga cara penguburan, yakni :

dikubur dalam tanah

diletakkan di pohon besar biasanya untuk anak bayi dikarenakan terdapat


getah yang dianggap sebagai air susu ibu

dikremasi dalam upacara tiwah.


Prosesi penguburan
1.
Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai
simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan
setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
2.
Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar

menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.


3.
Marabia
4.
Mambatur (Dayak Maanyan)
5.
Kwangkai Wara

Sistem religi dan kepercayaan


Golongan islam merupakan golongan terbesar, sedangkan agama asli dari penduduk pribumi
adalahagama Kaharingan. Sebutan kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti
air kehidupan. Umat Kaharingan percaya bahwa lingkunan sekitarnya penuh dengan mahluk
halus dan roh-roh (ngaju ganan) yang menempati tiang rumah, batu-batu besar, pohon-pohon
besar, hutan belukar, air , dan sebagainya. Ganan itu terbagi kedalam 2 golongan, yaitu
golongan roh-roh baik (ngaju sangyang nayu-nayu) dan golongan roh-roh jahat
(seperti ngaju taloh, kambe, dan sebagainya). Selain ganan terdapat pula golongan mahluk
halus yang mempunyai suatu peranan peting dalam kehidupan orang dayak yaitu roh nenek
moyang (ngaju liau). Menurut mereka jiwa (ngaju hambaruan) orang yang mati
meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia
sebagai liau sebelum kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan mahluk-mahluk halus tersebut terwujud dalam
bentuk keagamaan dan upacara-upacara yang dilakukan seperti upacara menyambut kelahiran
anak, upacara memandikan bayi untuk pertama kalinya, upacara memotong rambut bayi,
upacara mengubur, dan upacara pembakaran mayat. Upacar pembakaran mayat pada orang
ngaju menyebutnya tiwah (Ot Danum daro Maanyam Ijambe ). Pada upacara itu tulang
belulang (terutama tengkoraknya) semua kaum kerabat yang telah meninggal di gali lagi dan
dipindahkan ke suatu tempat pemakaman tetap, berupa bangunan berukiran indah yang
disebut sandung.

Sistem ekonomi
Sistem ekonomi bagi orang Dayak di Kalimantan Tengah terdiri atas empat macam,
yaitu berladang, berburu, mencari hasil hutan dan ikan, menganyam.
Dalam berladang mereka mengembangkan suatu sistem kerja sam dengan cara membentuk
kelompok gotong-royong yang biasanya berdasarkan hubungan tetanggaan atau
persahabatan. Masing-masing kelompok terdiri atas 12-15 orang yang secara bergiliran
membuka hutan bagi-bagi ladang masing-masing anggota. Apabila kekurangan tenaga kerja
laki-laki maka kaum wanita dapat menggantikan pekerjaan kasar itu, misalnya membuka
hutan, membersihkan semak-semak, dan menebang pohon-pohon.
Siklus pengerjaan ladang di Kalimantan sebagai berikut :
1.
Pada bulan Mei, Juni atau Julio rang menebang pho-pohon di hutan, setelah
penebangan batang kayu, cabang, ranting, serta daun dibiarkan mengering selama 2
bualan.
2.
Bulan Agustus atau September seluruh batang, cabang, ranting, dan daun tadi harus
dibakar dan dan bekas pembakaran dibiarkan sebagai pupuk.
3.
Waktu menanam dilakukan pada bulan Oktober.
Bulan Februari dan Maret, tibalah musim panen, sedangkan untuk membuka ladang kembali,
orang Dayak melihat tanda-tanda alam seperti bintang dan sebagainya serta memperhatikan
alamat-alamat yang diberikan oleh burung-burung atau binatang-binatang liar tertentu. Jika
tanda-tanda ini tidak dihiraukan maka bencana kelaparan akibat gagalnya panen akan
menimpa desa.
Alat yang sering digunakan untuk menganyam adalah kulit rotan yang berupa tikar. Pakaian
asli Dayak adalah Cawat yang terbuat dari kulit kayu.

Sistem peralatan dan perlengkapan hidup


Dalam kehidupan sehari-hari orang suku Dayak sudah menggunakan alat-alat yang sudah
sedikit maju (berkembang) seperti :

Dalam berburu orang dayak sudah memakai alat-alat yang meskipun masih berkembang
seperti :

Sipet / Sumpitan Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan
berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 2,5 meter, ditengah- tengahnya berlubang dengan
diameter lubang cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan
(Damek).Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan
dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan
bertangkai dari bambu atau kayu keras.
Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 2 meter
dengan lebar 30 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna
tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
Mandau Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang
dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk
tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir
dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau
mempunyai nama asli yang disebut Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau,
merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh
pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau
dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu
Montalat.
Dohong Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah.
Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh
kepala-kepala suku, Demang, Basi.

Sistem kesenian
* Tari-tarian
1. Tari Gantar

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu
penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan
wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan
acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga
dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar
Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan
musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti
oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil
suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju
perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah,
sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai
sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari ini dibawakan oleh seorang
wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya
memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas
sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku
Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet
Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya
seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung
Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau
duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung
Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.
5. Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara
paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan
diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian
lagu Leleng.
6. Tari Hudoq Kita
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku
Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk
menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik.
Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita dan Tari Hudoq ada pada kostum,
topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita menggunakan
baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya
berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada
dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita, yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar
terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.
* Rumah adat

Rumah adat Kalimantan Tengah dinamakan rumah betang. Rumah itu panjang bawah
kolongnya digunakan untuk bertenun dan menumbuk padi dan dihuni oleh 20 kepala
keluarga. Rumah terdiri atas 6 kamar, antara lain untuk menyimpan alat-alat perang, kamar
untuk pendidikan gadis, tempat sesajian, tempat upacara adat dan agama, tempat penginapan
dan ruang tamu. Pada kiri kamam ujung atap dihiasi tombak sebagai penolak mara bahaya.
* Pakaian adat

Pakaian adat pria Kalimantan Tengah Berupa tutup kepala berhiaskan bulu-bulu enggang,
rompi dan kain-kain yang menutup bagian bawah badan sebatas lutu. Sebuah tameng kayu
dengan hiasan yang khas bersama mandaunya berada di tangan. Perhiasan yang dipakai
berupa kalung-kalung manikdan ikat pinggang. Wanitanya memaki baju rompi dan kain (rok
pendek) tutup kepala berhiasakan bulu-bulu enggang, kalung manic, ikat pinggang,
danbeberapa kalung tangan.

Sistem pengetahuan / IPTEK


1.
Dalam berpakaian dulu orang suku Dayak sering menggunakan ewah (cawat) untuk
pakaian asli laki-laki Dayak yang terbuat dari kulit kayu dan Kaum wanita memakai
sarung dan baju yang terbuat dari kulit kayu, sedangkan pada masa sekarang orang Dayak
di Kalimantan Tengah Sudah berpakaian legkap seperti : laki-laki memakai hem dan celana
dan kaum wanita memakai sarung dan kebaya atau bagi anak muda memakai rok potongan
Eropa.
1.
Zaman dulu para wanita sering menggunakan anting yang banyak agar semakin
panjangnya daun telinga semakin cantik wanita tersebut, para lelakinya sering
menggunakan tato bahwa semakin banyaknya tato ditubuh lelaki tersebut maka ia akan
terliahat gagah dan ganteng.
2.
Terkadang mereka sering menggunakan bahasa inggris untuk komunikasi tetapi masih
bersifat pasif.
3.
Menggandalkan atau menggunakan rasi bintang untuk mengetahui apakah cocok
untuk bertanam atau berladang.

Sistem Bahasa
Bahasa yang sering dipakai oleh suku dayak dalam kehidupan sehari-hari dibagi 2, yaitu :
1.
1.
Bahasa Pengantar
Seperti pada umumnya bagian negara Indonesia yang merdeka lainnya, masyarakat
Kalimantan Tengah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Bahasa
Indonesia telah digunakan untuk sebagai bahasa pengantar di Pemerintahan dan pendidikan.
1.
2.
Bahasa sehari-hari

Keberagaman etnis dan suku bangsa menyebabkan Bahsa Indonesia dipengaruhi oleh
berbagai dialeg. Namun kebanyakan bahasa daerah ini hanya digunakan dalam lingkungan
keluarga dan tempat tinggal, tidak digunakan secara resmi sebagai bahasa pengantar di
pemerintahan maupun pendidikan. Sebagian besar suku Kalimantan Tengah terdiri dari suku
bangsa Dayak. Suku bangsa dayak sendiri terdiri atas beberapa sub-suku bangsa. Bahasa
Dayak Ngaju adalah bahasa dayak yang paling luas digunakan di Kalimantan Tengah,
terutama didaerah sungai Kahayan dan Kapuas, bahasa Dayak Ngaju juga terbagi lagi dalam
berbagai dialeg seperti seperti bahasa Dayak Katingan dan Rungan. Selain itu bahasa selain
itu bahasa Maanyan dan Otdanum juga banyak digunakan. Bahasa Maanyan banyak
digunakan didaerah aliran sungai Barito dan sekitarnya sedangkan bahasa Otdanum banyak
digunakan oleh suku dayak Otdanum di hulu sungai Kahayan dan Bahasa Barito timur
bagian Tengah-Selatan bagian Tengah :

Bahasa Dusun Denyah

Bahasa Barito Barat bagian Utara


Bagian Selatan :

Bahasa Kohin

Bahasa Maanyam

Bahasa Dohoi

Bahasa Dusun Malang

Bahasa Siang-Murung

Bahasa Dusun Witu

Bahasa Barito barat bagian Selatan

Bahasa Dusun Witu

Bahasa Bakumpai

Bahasa Paku

Bahasa Ngaju
Bagian Barito Barat :

Bahasa Kahayan

KEBUDAYAAN BALI

Bali berasal dari kata Bal dalam bahasa Sansekerta berarti Kekuatan, dan Bali
berarti Pengorbanan yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita.
Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang
sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I
Gusti Ketut Jelantik.

Provinsi bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena
merupakan salah satu aset devisa negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang
pariwisatanya. Ibukota Provinsi Bali adalah Denpasar. Provinsi bali sendiri tidak
hanya terdiri dari pulau (dewata) Bali saja, namun juga terdiri dari banyak pulau yang
lain, contohnya pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan lain lain.
Provinsi Bali secara astronomis terletak di 8 LS dan 115 BT. Daerah ini masih
memiliki iklim tropis seperti Provinsi lainnya di Indonesia.

Secara geografis provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur, dan Selat Bali
di sebelah barat, Laut Bali di sebelah utara, samudera hindia di sebelah selatan, dan
Selat Lombok di sebelah timur. Penduduk Bali terdiri dari dua, yaitu penduduk asli
Bali atau disebut juga Bali Aga (baca :bali age) dan penduduk bali keturunan
Majapahit. Sedangkan kebudayaan Bali memiliki kebudayaan yang khas karena
secara belum terpengaruhi oleh budaya lain.

Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada
ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ),
yang sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di
lapangan (patra ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali
bersifat fleksibel dan selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan
luar. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara
kebudayaan Bali dan budaya luar seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di
bidang kesenian telah menimbulkan kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni
pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni rupa dan seni pertunjukkan banyak
dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya Cina dan Barat/Eropa memberi

nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi tersebut menunjukkan bahwa
kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam kesenian sehingga
tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).

Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan


harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan
sesama manusia (pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan
( palemahan ), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab
kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan
harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akan terwujud.

Selain nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi, dalam kebudayaan Bali juga dikenal
adanya konsep tri semaya yakni persepsi orang Bali terhadap waktu. Menurut orang
Bali masa lalu (athita ), masa kini ( anaghata ) dan masa yang akan datang
( warthamana ) merupakan suatu rangkaian waktu yang tidak dapt dipisahkan satu
dengan lainnya. Kehidupan manusia pada saat ini ditentukan oleh hasil perbuatan di
masa lalu, dan perbuatan saat ini juga menentukan kehidupan di masa yang akan
datang. Dalam ajaran hukum karma phaladisebutkan tentang sebab-akibat dari suatu
perbuatan, perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik. Demikian pula
seBaliknya, perbuatan yang buruk hasilnya juga buruk atau tidak baik bagi yang
bersangkutan.

UNSUR UNSUR BUDAYA

BAHASA
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik
dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali,
pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri
Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus,
Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya
dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta
rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat
menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan

bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan
abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota
Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa
desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas
Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh
kata osing yang berarti tidak diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali
dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.

TEKNOLOGI
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system
subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga
sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang
menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang
komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya
keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam
dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.

D. ORGANISASI SOSIAL

a). Perkawinan

Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:

Upacara Ngekeb

Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan
remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta
nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.

Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran
yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah
dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk
keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.

Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan
dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah
disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita
tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput.
Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari
ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini
sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya
sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan
hidupnya.

Mungkah Lawang ( Buka Pintu )

Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin
wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang
menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika
pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera
dibukakan pintu.

Upacara Mesegehagung

Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun


dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna
sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. kemudian keduanya
ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar
tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi
tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang
ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng

Madengendengen

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari
energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat
atau Balian

Mewidhi Widana

Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi


Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan
penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin
yang telah dilakukan pada acara acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju
merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara
ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan

Mejauman Ngabe Tipat Bantal

Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari
yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin
pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan.
Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak
keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu
pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk
upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan
yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot,
kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buahbuahan
serta lauk pauk khas bali.

b). Kekerabatan

Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam


suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat

virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat
kediaman kaum kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan
pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok
klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu :
kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin
keagamaan.

c). Kemasyarakatan

Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian
yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan
wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan
desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang
upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi,
pemerintahan dan pembangunan.

E. MATA PENCAHARIAN

Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada
dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi
sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat
maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan
pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi,
pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada
penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha
perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.

F. RELIGI

Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari
jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen,
Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk

mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya
adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang
pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang
perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur
disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.

Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang
dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal
dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara
pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya
pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada
juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa
ratri.

Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika
(susila), (3).Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1).
Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra
Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa Yadnya yaitu
upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam
rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh
halus disekitar manusia yang mengganggu manusia.

KESENIAN

Bukan hanya keindahan alamnya saja yang menarik dari Bali, namun keagungan
tradisi masyarakatnya juga banyak menarik bahkan banyak dikaji oleh orang-orang
diluar Bali. Sebagaimana diketahui Bali memang kaya akan berbagai kesenian
tradisional, pakaian adat, bahasa, dan tradisi keagamaan yang mewarnai realitas
kehidupan masyarakat Bali. Ialah Tari Barong dan Tari Kecak yang menjadi salah satu
tarian tradisional khas Bali yang sudah terkenal kemana-mana.

Apa menariknya dari kedua tarian ini? Kedua tarian ini bisa dikata sebagai ikon
kesenian tradisional Bali yang diangkat ke level nasional bahkan internasional.
Seringkali kedua tarian ini dijadikan sebagai media promosi efektif paket-paket wisata
di Bali oleh berbagai agen dan biro perjalanan wisata. Bahkan hampir seluruh agen
maupun biro perjalanan wisata ke Bali selalu mengajak tamunya untuk menyaksikan
Tari Barong dan Tari Kecak ini.

Pada umumnya, kedua tarian ini diadakan oleh sebuah kelompok (Sakeha) seni tari
tradisional yang ada di setia-setiap desa di Bali. Seperti di Desa Batubulan misalnya,
terdapat beberapa Sakeha yang memiliki jenis tarian yang sama dengan Sekeha
lainnya. Perbedaan diantara kelompok-kelompok itu ada pada bentuk pelayanan dan
tempat pertunjukkannya saja. Pada setiap pertunjukkan di Batubulan, biasanya tarian
pertama yang digelar adalah Tarian Barong yang digabung dengan Tari Keris
sehingga keduanya dikenal dengan Tari Barong dan Tari Keris.

Tari Barong

Tari Barong mengambarkan pertarungan yang sengit antara kebaikan melawan


kejahatan. Barong vs Rangda ialah dua eksponen yang saling kontradiktif satu dengan
yang lainnya. Barong dilambangkan dengan kebaikan, dan lawannya Rangda ialah
manifestasi dari kejahatan. Tari Barong biasanya diperankan oleh dua penari yang
memakai topeng mirip harimau sama halnya dengan kebudayaan Barongsai dalam
kebudayaan China. Sedangkan Rangda berupa topeng yang berwajah menyeramkan
dengan dua gigi taring runcing di mulutnya.

Tari Kecak

Tari Kecak pertama kali diciptakan pada tahun 1930 yang dimainkan oleh laki-laki.
Tari ini biasanya diperankan oleh banyak pemain laki-laki yang posisinya duduk
berbaris membentuk sebuah lingkaran dengan diiringi oleh irama tertentu yang
menyeruakan cak secara berulang-ulang, sambil mengangkat kedua tangannya. Tari

Kecak ini menggambarkan kisah Ramayana di mana saat barisan kera membantu
Rama melawan Rahwana.

BUDAYA ASMAT

Suku Asmat ialah sebuah suku di papua. suku asmat dikenal dengan hasil ukiran
kayunya nan unik. populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka nan tinggal di pesisir
pantai dan mereka nan tinggal di bagian pedalaman. kedua populasi ini saling berbada
satu sama lain dalam hal cara hidup,sturktur sosial dan ritual.populasi pesisir pantai
selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku bisman nan berada di antara sungai
sinesty dan sungai nin serta suku simai.
Satu kampung diisi sekitar 35 jiwa sampai 2000 jiwa. Mereka tinggal di Rumah
Bujang dan rumah keluarga. Rumah Bujang biasa dipakai buat kegiatan upacara adat
atau upacara keagamaan. Adapun, rumah keluarga dihuni oleh beberapa keluarga dan
digunakan buat aktivitas sehari-hari.
Sebelum mengenal bercocok tanam, kebudayaan suku Asmat berburu buat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hewan nan sering diburu ialah babi hutan. Mereka juga
mengumpulkan makanan dengan cara mengambil tepung dari pohon sagu serta
memancing.
Mereka mulai mengenal bercocok tanam ketika bersentuhan dengan orang-orang di
luar sukunya. Mereka mulai menanam sayur-sayuran dan kacang-kacangan serta
mereka juga mulai beternak. Alasan lain mereka mulai bercocok tanam dan beternak
ialah keadaan hutan nan sudah banyak berubah sehingga mengganggu persediaan
makanan atau hewan buruan mereka.
Karena sering kontak dengan masyarakat dari luar, suku Asmat mulai mengenal uang,
nasi, dan ikan. Mereka mulai menggunakan baju dari kain layaknya orang dari luar
Papua. Mereka juga sudah meninggalkan kanibalisme, yakni cara hayati nan
mengkonsumsi sesama jenis (manusia). Orang nan mereka anggap musuh akan
dibunuh dan bagian-bagian tubuhnya dikonsumsi bersama.

Kebudayaan Suku Asmat - Mengenal Budaya Suku Asmat


Orang-orang Asmat pandai membuat hiasan ukiran. Hebatnya, mereka membuat
ukiran tanpa membuat sketsa terlebih dahulu. Ukiran-ukiran nan mereka untuk
memiliki makna, yaitu persembahan dan ucapan terima kasih kepada nenek moyang.
Bagi suku Asmat, mengukir bukan pekerjaan biasa. Mengukir ialah jalan bagi mereka
buat berhubungan dengan para leluhur.
Ukiran patung suku Asmat berkaitan dengan kepercayaan mereka. Ukiran merupakan
penghubung mereka nan saat ini masih hayati dengan leluhur. Mereka
mempresentasikan roh-roh para leluhur ke dalam ukiran-ukiran di tiang kayu, tameng,
atau perahu. Patung nan terkenal dan dianggap paling sakral ialah patung Bis
(bioskokombi).
Kini, pembuatan patung dan ukiran lainnya bagi suku Asmat bukan hanya bernilai
sakral, tetapi bernilai hemat juga. Patung ini banyak diminati oleh para kolektor, baik
dalam negeri maupun dari luar negeri.
Selain ukiran, suku Asmat mempunyai Norma merias paras dan tubuhnya dengan
berbagai warna. Warna-warna nan dipakai biasanya warna-warna alami sebab

bahannya pun dari alam. Misalnya, buat rona merah diambil dari tanah merah, buat
rona hitam diambil dari arang kayu, dan buat rona putih diambil dari kulit kerang nan
dihaluskan.
Untuk rona merah, mereka dapatkan dari tanah merah nan banyak di sekitar mereka.
Rona putih mereka dapatkan dari kulit kerang nan sebelumnya ditumbuk sampai
halus. Dan, rona hitam, mereka dapatkan dari arang kayu, nan juga ditumbuk sampai
halus. Selain budaya, penduduk kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran
seperti suku Asmat umumnya.
Orang-orang suku Asmat percaya bahwa roh orang nan sudah meninggal bisa
menyebabkan bala bagi orang nan masih hidup, menyebabkan peperangan, juga
menyebarkan penyakit. Untuk menghindari hal tersebut, orang-orang suku Asmat
akan membuat patung dan menyelenggarakan berbagai macam pesta. Di antaranya
ialah pesta Bis, pesta Perah, pesta Ulat Sagu, dan pesta Topeng.
Ukiran bagi kebudayaan suku Asmat dapat menjadi penghubung antara kehidupan
masa kini dengan kehidupan leluhur. di setiap ukiran bersemayam gambaran dan
penghargaan atas nenek moyang mereka nan sarat dengan kebesaran suku Asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka untuk tanpa sketsa. Bagi suku Asmat kala
menukir patung ialah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di
alam lain. itu dimungkinkan sebab mereka mengenal tiga konsep dunia, yaituAmat
ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh
nan sudah meninggal), dan Safar (surga).
Konon patung Bis ialah bentuk patung nan paling sakral. Namun kini membuat
patung bagi kebudayaan suku Asmat tak sekadar memenuhi panggilan tradisi. Sebab
hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu
hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar
Papua.

Kebudayaan Suku Asmat - Adat-Istiadat Suku Asmat


Secara umum, kondisi fisik anggota masyarakat kebudayaan suku Asmat,
berperawakan tegap, hidung mancung dengan rona kulit dan rambut hitam serta
kelopak matanya bulat. Disamping itu, suku Asmat termasuk ke dalam suku
Polonesia, nan juga terdapat di New Zealand, Papua Nugini.
Dalam kehidupannya, suku Asmat memiliki 2 jabatan kepemimpinan, yaitu
kepemimpinan nan berasal dari unsur pemerintah dan kepala adat atau kepala suku
nan berasal dari masyarakat. Sebagaimana lainnya, kepala adat atau kepala suku dari
suku Asmat sangat berpengaruh dan berperan aktif dalam menjalankan tata
pemerintahan nan berlaku di lingkungan ini.
Segala kegiatan dalam kebudayaan suku Asmat selalu didahului oleh acara adat nan
sifatnya tradisional, sehingga dalam melaksanakan kegiatan nan sifatnya resmi,
diperlukan kerjasama antara kedua pimpinan buat memperlancar proses tersebut.
Bila kepala suku telah mendekati ajalnya, maka jabatan kepala suku tak diwariskan ke
generasi berikutnya, tetapi dipilih dari orang nan berasal dari fain , atau marga tertua
di lingkungan tersebut atau dipilih dari seorang pahlawan nan sukses dalam
peperangan. Sebelum para misionaris pembawa ajaran agama datang ke wilayah ini,
masyarakat suku Asmat menganut Animissme. Dan kini, masyarakat suku ini telah
menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam.
Dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat dalam kebudayaan suku
Asmat menjalankannya melalui berbagai proses, sebagai berikut:

Kehamilan
Selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar bisa
lahir dengan selamat dengan donasi ibu kandung alau ibu mertua. Generasi penerus
akan didik berdasarkan adat-istiadat nan berlaku dalam kebudayaan suku Asmat .

Kelahiran
Kebudayaan suku Asmat dalam proses kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir
dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara mutilasi tali pusar nan
menggunakan Sembilu, alat nan terbuat dari bambu nan dilanjarkan. Selanjutnya,
diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.

Pernikahan
Proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita nan telah berusia 17 tahun
dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai
kesepakatan dan melalui uji keberanian buat membeli wanita dengan mas kawinnya
piring kuno nan berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal bahtera Johnson, bila
ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga bahtera Johnson, maka pihak pria
wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan
tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita
melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan
wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa nan unik lainnya
dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.

Kematian
Bila kepala suku atau kepala adat nan meninggal, maka jasadnya disimpan dalam
bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum,
jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat
dan mutilasi ruas jari tangan dari anggota keluarga nan ditinggalkan.
Masyarakat dalam kebudayaan suku Asmat melakukan kegiatan bercocok tanam di
ladang, dengan jenis tanamannya wortel, matoa, jeruk, jagung, ubi jalar dan keladi
juga beternak ayam, babi. Demikian menariknya adat istiadat suku ini, sehingga perlu
dilestarikan. Disamping itu juga, bisa digunakan sebagai obyek pariwisata buat
mendapatkan devisa bagi negara.

BUDAYA BUGIS

Suku Bugis atau to Ugi adalah salah satu suku di antara sekian banyak suku di
Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi bagian selatan. Namun, dalam
perkembangannya, saat ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh
Nusantara. Ugi bukanlah sebuah kata yang memiliki makna. Tapi merupakan
kependekan dari La Satumpugi, nama seorang raja yang pada masanya menguasai
sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. La Satumpugi terkenal baik dan
dekat dengan rakyatnya. Rakyatnya pun menyebut diri mereka To Ugi, yang berarti
Orang Ugi atau Pengikut Ugi. Dalam perjalanannya, seiring gerakan ke-Indonesiaan,
Ugi dibahasa-Indonesiakan menjadi Bugis dan diidentifikasikan menjadi salah satu
suku resmi dalam lingkup negara Republik Indonesia.
I. Kebudayaan Suku Bugis
Budayabudaya Bugis sesungguhnya yang diterapkan dalam kehidupan seharihari
mengajarkan halhal yang berhubungan dengan akhlak sesama, seperti mengucapkan
tabe (permisi) sambil berbungkuk setengah badan bila lewat di depan sekumpulan
orang-orang tua yang sedang bercerita, mengucapkan iy (dalam bahasa Jawa nggih),
jika menjawab pertanyaan sebelum mengutarakan alasan, ramah, dan menghargai
orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda. Inilah di antaranya ajaranajaran
suku Bugis sesungguhnya yang termuat dalam Lontara yang harus direalisasikan
dalam kehidupan seharihari oleh masyarakat Bugis.
Suku Bugis juga kental dengan adat yang khas: adat pernikahan, adat bertamu, adat
bangun rumah, adat bertani, prinsip hidup, dan sebagainya. Meskipun sedikit
banyaknya telah tercampur dengan ajaran Islam. Adat sendiri yang dimiliki Suku
Bugis menandakan satu hal: Suku Bugis pada masanya memiliki peradaban yang luar
biasa hebatnya. Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang pintar yang mampu
menciptakan dan mewariskan ilmu pengetahuan.

Umumnya rumah orang Bugis berbentuk rumah panggung dari kayu berbentuk segi
empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi memikul lantai dan atap. Konstruksi
rumah dibuat secara lepas-pasang (knock down) sehingga bisa dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain.
Orang Bugis memandang rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga
sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia dilahirkan, dibesarkan, kawin,
dan meninggal. Karena itu, membangun rumah haruslah didasarkan tradisi dan
kepercayaan yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur. Konstruksi berbentuk
panggung yang terdiri atas tingkat atas, tengah, dan bawah diuraikan yaitu :
Tingkat atas digunakan untuk menyimpan padi dan benda-benda pusaka. Tingkat
tengah, yang digunakan sebagai tempat tinggal, terbagi atas ruang-ruang untuk
menerima tamu, tidur, makan dan dapur. Tingkat dasar yang berada di lantai bawah
diggunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian, dan kandang ternak. Rumah
tradisional bugis dapat juga digolongkan berdasarkan status pemiliknya atau
berdasarkan pelapisan sosial yang berlaku.
A. SISTEM RELIGI
Pada mulanya, agama Suku Bugis adalah animisme yang diwariskan secara turuntemurun. Masyarakat di sini merupakan pengikut aliran kepercayaan sure galigo, yaitu
sebuah kepercayaan pada dewa tunggal yang sering mereka sebut dengan Patoto E.
Bahkan, sampai saat ini masih ada masyarakat Bugis yang mempercayai aliran ini.
Namun animisme itu terkikis sejak ulama asal Sumatera bernama Datuk Di Tiro
menyebarkan ajaran Islam di Sulawesi Selatan. Islam kemudian menjadi agama utama
Suku Bugis hingga kini. Islam masuk ke daerah Suku Bugis sekitar abad ke 17,
melalui para pedagang Melayu. Ajaran Islam yang mudah diterima oleh masyarakat
setempat membuat agama ini menjadi pilihan di antarakeberagaman agama lainnya.
Mereka bisa menerima Islam dengan baik karena menurut mereka ajaran Islam tidak
mengubah nilai-nail, kaidah kemasyarakatan dan budaya yang telah ada.
Walaupun demikian, beberapa komunitas Suku Bugis tidak mau meninggalkan
animisme. Ketika Pemerintah Indonesia menawarkan kepada mereka lima agama
untuk dianut, mereka lebih memilih agama Budha atau Hindu yang mereka anggap
menyerupai animisme mereka. Maka jangan heran kalau ada orang Bugis yang
menunjukkan KTP-nya bertuliskan agama Budha atau Hindu.
B. SISTEM ORGANISASI KEMASYARAKATAN
Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau sistem
kelompok kesetia kawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat

menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka
mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit
berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dansangat
menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
Sedangkan sistem kekerabatan orang Bugis disebut assiajingeng yang mengikuti
sistem bilateral atau sistem yang mengikuti pergaulan hidup dari ayah maupun dari
pihak ibu. Garis keturunan berdasarkan kedua orang tua sehingga seorang anak tidak
hanya menjadi bagian dari keluarga besar ayah tapi juga menjadi bagian dari keluarga
besar ibu.
Hubungan kekerabatan atau assiajingeng ini dibagi dua yaitu siajing mareppe(kerabat
dekat) dan siajing mabella (kerabat jauh). Kerabat dekat atau siajing mareppe adalah
penentu dan pengendali martabat keluarga. Siajing mareppe inilah yang akan menjadi
tu masiri (orang yang malu) bila ada perempuan anggota keluarga mereka yang ri
lariang (dibawa lari oleh orang lain). Mereka punya kewajiban untuk menghapus siri
atau malu tersebut.
Anggota siajing mareppe didasarkan atas dua jalur, yaitu reppe mereppe atau anggota
kekeluargaan berdasarkan hubungan darah dan siteppang mareppe(sompung lolo) atau
anggota kekeluargaan berdasarkan hubungan perkawinan.
C. SISTEM PENCAHARIAN
Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesibagian
selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak
masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, SukuBugis juga
di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai
tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat
mereka adalah pelaut. Suku Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup
dari laut.Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri
dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam
mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar negeri, di antara wilayah
perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia,
Madagaskar dan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yang
hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagang dan
mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh
faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
D. SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secaraperlahan tapi
pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk
sebuah masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup
tersebut. Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagaihasil manusia dalam mencipta.
Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupaperalatan fisik disebut teknologi dan
proses penciptaannya dikatakan ilmupengetahuan dibidang teknik.Sejak dahulu, suku
Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelautyang ulung. Mereka sangat piawai
dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di
Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
1. Perahu Pinisi
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugisyang
sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalamnaskah
Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M.
Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat olehSawerigading,

Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahutersebut diambil dari
pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangatkokoh dan tidak mudah rapuh.
Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus
agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Hingga saat ini, Kabupaten
Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi.
2. Sepeda dan Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah
peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat
Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai
bahan makanan pokok.
3. Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya
Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masalampau
masyarakat Sulawesi Selatan, maka anda dapat mengkajinya melaluikoleksi trdisional
menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis senjatatajam, baik untuk
penggunan sehari hari maupun untuk perlengkapan upacaraadat.
4. Koleksi Peralatan Tenun Tradisional
Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwabudaya menenun
di Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,yakni ditemukan
berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan dibeberapa daerahseperti leang leang
kabupaten maros yang diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari kulit
kayu dan serat serat tumbuhan-tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada zaman
itu mulai Berkembang mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat pemintal
tenun dengan bahan baku benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta berbagai jenis
corak kain saung dan pakaian tradisional.
E. BAHASA DAN LITERATUR
Dalam kesehariannya hingga saat ini orang bugis masih menggunakan bahasa Ugi
yang merupakan bahasa keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu,
orang Bugis juga memilikis aksara sendiri yakni aksara lontara yang berasal dari
huruf Sansekerta. Bahkan uniknya, logat bahasa Bugis berbeda di setiap wilayahnya;
ada yang kasar dan ada yang halus. Bahasa, yang dimiliki Suku Bugis menandakan
satu hal: Suku Bugis pada masanya memiliki peradaban yang luar biasa hebatnya.
Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang pintar yang mampu menciptakan dan
mewariskan ilmu pengetahuan.
F. KESENIAN
Alat musik
1. Kacapi (kecapi) Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya
sukuBugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan
atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang
memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
2. Sinrili, Alat musik yang mernyerupai biola tetapi biola di mainkan dengan
membaringkan di pundak sedangkan Singrili di mainkan dalam keedaanpemain duduk
dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
3. Gendang Musik , perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang
danbundarseperti rebana.
4. SulingSuling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telahpunah

Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapidan


dimainkan bersama penyanyi
Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara
didaerahKecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval
(barisberbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika
kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan
kehormatan
Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang
sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran danketekunan
perempuan-perempuan Bugis.
Tari Pajoge dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai(waria), namun
jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telahpunah.
Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pagalung, dan Tari
Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen)

Anda mungkin juga menyukai