Anda di halaman 1dari 17

Eksaserbasi Asma Akut Pada Laki-Laki Dewasa

Theodorus Samuel
102013050 / A4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510
E-mail: theodorus.2013fk050@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Asma adalah suatu penyakit kronis saluran napas yang sangat umum. Serangan asma
atau eksaserbasi asma akut adalah suatu keadaan yang ditandai dengan mengi, batuk, sesak
napas, dan nyeri dada. Sangat banyak rangsangan, baik endogen maupun eksogen yang dapat
menimbulkan serangan asma dan menimbulkan respon yang berlebih dari saluran napas yang
hiper responsif dan bronkus yang hiper reaktif. Obstruksi dari aliran udara di saluran napas
dapat menyebabkan banyak komplikasi dan akibat yang fatal. Oleh karena itu, diagnosis dan
tatalaksana dari serangan asma harus dikuasai dengan baik dan dilakukan dengan cepat dan
tepat.
Kata kunci: Eksaserbasi asma akut, mengi.

Abstract
Asthma is a common chronic respiratory disease. An asthma attack or acute asthma
exacerbation is a pathologic condition which is indicated by the following symptoms:
wheezing, coughing, shortness of breath, and chest pain/tightness. There are a lot of stimulus,
whether endogenous or exogenous that can trigger an asthma attack and result in an
exaggerated response of airway hyper responsiveness and bronchial hyper reactiveness. The
obstruction of the airway can cause a lot of complications and fatal outcomes. For that
reason, the diagnosis and treatment of an asthma attack has to be perfectly dealt with and be
done in a quick and precise way.
Keywords: Acute asthma exacerbation, wheezing.

Pendahuluan

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Eksaserbasi asma akut atau serangan asma adalah suatu keadaan patologis yang
terjadi sebagai akibat dari penyempitan atau obstruksi dari saluran napas. Akibat dari keadaan
ini, penderita akan mengalami kesulitan bernapas dan akan timbul gejala-gejala seperti
mengi, batuk, nyeri dada, dan sesak napas. Akibat yang dapat terjadi juga adalah
berkurangnya saturasi oksigen dalam darah atau hipoksemia yang dapat berakibat fatal pada
banyak organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat.
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah agar pembacanya dapat mengerti
tentang gambaran eksaserbasi asma akut dalam anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis
kerja, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, etiologi, epidemiologi, patogenesis,
patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis.
Tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai gambaran eksaserbasi asma akut
dalam anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis kerja, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang,

etiologi,

patogenesis,

epidemiologi,

patofisiologi,

manifestasi

klinik,

penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis.

Anamnesis
Anamnesis adalah suatu wawancara yang bertujuan untuk mengetahui informasi
mengenai keadaan pasien.1 Anamnesis dapat dilakukan baik secara langsung (autoanamnesis)
maupun tidak langsung (alloanamnesis). Untuk pasien baru, sebaiknya dilakukan anamnesis
komprehensif agar mendapatkan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan riwayat
kesehatan pasien tersebut. Sedangkan untuk pasien lainnya dapat dilakukan anamnesis
spesifik yang berkaitan dengan keluhannya.2
Pada orang dewasa, terdapat tujuh komponen dari anamnesis komprehensif, yaitu
identifikasi data yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, dan status perkawinan; keluhan utama yang menyebabkan pasien mencari
perawatan;

riwayat

penyakit

sekarang

yang

memberatkan

keluhan

utama

dan

mendeskripsikan lokasi, kualitas, kuantitas, waktu, kondisi saat terjadi gejala, faktor yang
memperburuk atau meredakan, dan manifestasi hal-hal lain yang terkait gejala; riwayat
pasien yang terdiri dari daftar penyakit dahulu dalam empat kategori (medis, bedah,
obstetric/ginekologi, dan psikiatri); riwayat keluarga yang mencakup daftar penyakit keluarga
2

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

dan keadaan anggota keluarga; riwayat pribadi dan sosial; dan tinjauan sistem mengenai
gejala yang umum pada masing-masing sistem tubuh.2
Anamnesis yang dilakukan pada pasien dengan keluhan sistem pernapasan dimulai
dengan meminta pasien untuk menjelaskan keluhannya. Perlu diperhatikan apakah pasien
mengalami nyeri dada, sesak napas (dispnea), mengi, batuk, dan batuk darah (hemoptysis).
Nyeri dada seringkali dikhawatirkan sebagai penyakit jantung namun sebenarnya bisa berasal
dari organ mana saja yang ada di rongga dada. Sesak napas dapat juga menjadi indikasi pada
penyakit jantung selain karena penyakit paru, sedangkan mengi adalah suatu bunyi napas
yang dapat terdengar dengan jelas tanpa menggunakan stetoskop. Selain gejala-gejala
tersebut, perlu juga ditanyakan apakah pasien pernah atau masih merokok dan riwayat
imunisasinya.
Dari skenario diketahui bahwa pasien adalah seorang laki-laki berusia 28 tahun yang
mengeluh sesak napas (dispnea) sejak 2 jam yang lalu. Pasien mulai mengalami gejala batuk
dengan sputum putih yang kental dan sulit keluar sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku
tidak mengalami demam dan nyeri dada, dan mengatakan bahwa sesaknya sering timbul
sejak 2 bulan yang lalu terutama pada malam hari, suasana dingin, dan berdebu. Satu bulan
terakhir ini pasien mengalami 4 kali sesak pada dini hari yang mereda setelah istirahat. Pasien
belum pernah berobat dan memiliki riwayat merokok sejak usia 17 tahun (11 tahun yang
lalu).

Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan terlebih dahulu penampilan
pasien. Apakah pasien tersebut tampak sakit berat, sakit ringan, atau sehat. Kemudian perlu
juga diperhatikan tingkat kesadaran pasien tersebut dan apakah pasien tersebut dalam
keadaan yang gawat, seperti nyeri, gelisah atau depresi, atau kesulitan jantung dan
pernapasan. Warna kulit dan lesi yang jelas juga perlu diperhatikan, begitu juga dengan
pakaian, kebersihan, dan bau badannya. Ekspresi wajah, postur, dan aktivitas motorik juga
dianggap penting untuk diperhatikan. Terakhir, perlu dilakukan pengukuran berat dan tinggi
badan (perhitungan Indeks Massa Tubuh/IMT), serta lingkar pinggang jika IMT lebih dari
35.2

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) penting untuk dilakukan sebelum melakukan


pemeriksaan fisik yang spesifik. Pemeriksaan ini meliputi tekanan darah, denyut nadi,
frekuensi pernapasan, dan suhu tubuh. TTV memberikan informasi awal yang kritis dan
biasanya berpengaruh pada pemeriksaan.2
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara komprehensif pada seluruh tubuh pasien.
Namun pemeriksaan yang spesifik pada bagian thorax dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Untuk melakukan inspeksi pada thorax dan paru-paru bagian
posterior, pasien diposisikan dalam keadaan duduk dan melipat tangan. Setelah itu, pasien
ditidurkan untuk menginspeksi bagian anterior dari thorax dan paru-paru. Dalam inspeksi
penting untuk memperhatikan bentuk dari dada

dan sela iga dalam keadaan statis dan

dinamis.2
Palpasi pada pemeriksaan fisik thorax dilakukan untuk mengetahui adanya daerah
nyeri tekan dan abnormal, uji ekspansi dada, dan meraba taktil fremitus dan
membandingkannya pada kedua sisi thorax. Perkusi pada pemeriksaan fisik thorax dilakukan
dengan mengetuk seluruh bagian permukaan thorax bagian anterior dan posterior dengan
menghindari tulang. Setelah itu, perkusi juga dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi dan
peranjakan diafragma (Normal: 3,0-5,5 cm), batas paru-hati, peranjakan hati, dan batas parujantung2.
Dengan menggunakan stetoskop, dapat dilakukan auskultasi untuk mengetahui suara
napas utama pasien, suara napas tambahan, dan resonansi dari suara vokal pasien saat
auskultasi. Pada saat mendengarkan, perlu diperhatikan intensitas suara napas, keberadaan
silent gap antara inspirasi dan ekspirasi (Normal ada pada suara napas bronkial), nada, dan
durasi dari suara napas. Apabila terdengar suara napas tambahan, perlu diperhatikan jenisnya
apakah suara mengi, ronkhi, atau stridor. Pasien juga dapat diminta untuk mengeluarkan
suara vokal ee dan mendengarkannya melalui stetoskop, dan memperhatikan adanya
egofoni apabila terdengar sebagai aa. Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan
bunyi jantung 1 dan 2, serta bunyi jantung tambahan.2
Dari skenario didapatkan hasil pemeriksaan fisik bahwa pasien tersebut tampak sakit
sedang dengan kesadaran compos mentis. Frekuensi nadi 98 kali/menit, suhu tubuh 36C,
tekanan darah 110/80 mmHg, dan frekuensi pernapasan 28 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik
bagian kepala didapati sklera tidak ikterik dan konjungtiva tidak anemis, sianosis bibir
4

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

negatif, limfadenopati leher negatif. Pada inspeksi thorax didapati retraksi sela iga positif
bilateral, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Pada palpasi thorax didapatkan thorax
simetris, sedangkan pada perkusi didapatkan suara sonor seluruh dada. Auskultasi terdengar
bahwa ekspirasi lebih panjang dari inspirasi, suara mengi positif bilateral, ronkhi negatif
bilateral, bunyi jantung 1 dan 2 murni regular tanpa murmur ataupun gallop. Perabaan
ekstremitas didapati hangat, edema negatif bilateral, dan clubbing finger negatif bilateral.

Diagnosis Kerja
Dispnea yang dialami oleh pasien dapat merupakan gejala dari gagal jantung kiri
(progresif perlahan), bronkitis kronis (progresif disertai batuk produktif kronis), Penyakit
Paru Obstruktif Kronis/PPOK (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD) (progresif
perlahan disertai batuk ringan setelahnya), asma (episodik akut seringkali nokturnal, disertai
periode asimptomatik), penyakit paru interstisial difus (progresif cepat/lambat tergantung
penyebab), pneumonia (akut tergantung penyebab), pneumothorax spontan (tiba-tiba), emboli
paru akut (tiba-tiba), dan hiperventilasi akibat kecemasan (episodik dan rekuren).2
Batuk yang disertai sputum putih kental dapat mengindikasikan adanya infeksi virus
atau mikoplasma, postnasal drip, atau asma. Tidak adanya demam menibulkan kecurigaan
penyakit non-infeksi, sedangkan tidak adanya nyeri dada menimbulkan kecurigaan penyakit
non-nekrotik atau non-erosif. Gejala yang timbul pada suasana lembap (malam hari atau
suasana dingin) dan berdebu merujuk kepada reaksi hipersensitivitas sebagai agen
penyebabnya. Riwayat merokok selama 11 tahun meningkatkan faktor resiko terhadap
kangker paru-paru dan PPOK.2
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang yang diduga akibat sesak
napas, dan tidak adanya penurunan kesadaran mengindikasikan tanda-tanda vital yang masih
cukup baik. Frekuensi pernapasan yang meningkat (hiperventilasi) dengan ekspirasi yang
memanjang (pernapasan obstruktif) mengindikasikan adanya obstruksi pada saluran napas
dan dapat disebabkan oleh asma, bronkitis kronis, dan PPOK.2
Sklera yang tidak ikterik dan konjungtiva yang tidak anemis menurunkan kecurigaan
terhadap penyakit yang menimbulkan pendarahan atau hemolisis. Sianosis bibir negatif
menandakan saturasi oksigen darah yang masih baik, dan limfadenopati leher yang negatif
5

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

mengurangi kemungkinan penyakit infeksi. Retraksi sela iga bilateral merupakan gejala dari
asma, PPOK, dan obstruksi saluran napas atas. Thorax yang simetris mengurangi kecurigaan
penyakit muskuloskeletal, dan suara perkusi sonor menandakan tidak adanya cairan, massa,
atau udara abnormal dalam rongga thorax.2
Suara napas mengi menandakan penyempitan saluran napas, misalnya pada asma,
PPOK, atau bronkitis. Ketidakadaan suara ronkhi mengurangi kecurigaan hipersekresi pada
saluran napas, dan bunyi jantung yang normal mengurangi kecurigaan kelainan jantung.
Ekstremitas yang hangat mengurangi kecurigaan syok hipovolemik, edema yang negatif
mengurangi kecurigaan gangguan sirkulasi dan metabolisme, dan clubbing finger yang
negatif mengurangi kecurigaan Penyakit Jantung Bawaan/PJB (Congenital Heart Disease),
penyakit paru-paru interstisial, kangker paru-paru, Inflammatory Bowel Disease (IBD), dan
malignansi.2
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis kerja
pasien tersebut adalah serangan asma atau eksaserbasi asma akut.

Diagnosis Banding
Kemungkinan penyakit lain yang dapat menimbulkan gejala klinis yang serupa, antara
lain adalah PPOK, aspergillosis, dan bronkiektasis.3
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
PPOK adalah penyakit saluran napas yang memiliki gejala dari bronkitis
kronis dan emfisema, tetapi juga memiliki gejala asma. PPOK memiliki manifestasi
klinis seperti batuk produktif dengan sedikit sputum tidak berwarna yang memburuk
di pagi hari, nyeri dada akut, sesak napas, dan mengi. Riwayat merokok sangat
meningkatkan kemungkinan penyakit ini.4

Aspergillosis bronkopulmoner alergik


Aspergillosis disebabkan oleh infeksi fungi dengan genus aspergillus, dan
spesies yang paling sering menginfeksi manusia adalah Aspergillus fumigatus.

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Aspergillosis terutama menyerang paru-paru yang disebabkan oleh inhalasi spora.


Aspergillosis bronkopulmoner alergik terjadi pada pasien dengan asma dan fibrosis
kistik (Cystic Fibrosis/CF) yang sering bermanifestasi sebagai demam, batuk,
hipersekresi mukosa, dan tidak responsif terhadap terapi antibakteri. Selain gejala
tersebut, bunyi napas mengi juga dapat ditemukan pada auskultasi.5

Bronkiektasis
Bronkiektasis bukanlah penyakit yang umum dan sering ditemui. Penyakit ini
seringkali disebabkan oleh infeksi yang berakibat pada distorsi abnormal permanen
pada bronkus. Gejala klinik yang timbul antara lain batuk dengan sputum
mukopurulen yang kronis, dispnea, nyeri dada, bunyi napas mengi, dan demam.6

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
antara lain pemeriksaan laboratorium (eosinophil darah dan sputum dan saturasi oksigen
darah), analisa gas darah, serologi (serum IgE), radiologi (foto thorax, CT scan thorax, MRI,
dan radionuklir), patch test, tes fungsi paru-paru (spirometri), bronkoprovokasi, dan biopsi.3
Kadar eosinofil darah yang melebihi 4% atau 300-400/L menunjang diagnosis asma,
namun ketidakadaan dari peningkatan eosinofil darah tersebut tidak menyingkirkan diagnosis
asma. Kadar yang melebihi 8% perlu dicurigai sebagai aspergillosis bronkopulmoner.
Pemeriksaan pulse oximetry perlu dilakukan pada pasien dengan asma aktif untuk
mengetahui keberadaan hipoksemia yang perlu penatalaksanaan yang cepat.3
Analisa Gas Darah (AGD) memberikan informasi yang penting dalam serangan asma,
yaitu keberadaan gangguan asam-basa yang bisa terjadi akibat hiperventilasi. IgE serum total
yang lebih dari 100 IU seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan reaksi alergi, namun
tidak spesifik pada asma. Bahkan, jumlah yang normal dari IgE serum total tidak
menyingkirkan diagnosis asma.3
Pemeriksaan radiologi (foto, CT scan, MRI, dan radionuklir) pada thorax akan
membantu memberikan gambaran struktur paru dan saluran pernapasan yang dapat
7

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

membantu diagnosis asma sekaligus menyingkirkan diagnosis banding. Patch test atau uji
kulit alergik sangat berguna untuk dilakukan pada pasien dengan penyakit atopik yang
membantu diagnosis asma atopik.3
Spirometri perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis asma, yaitu dengan mengukur
FEV1 (Forced Expiratory Volume-1 second) dan FVC (Forced Vital Capacity) dari pasien.
Penurunan dari FEV1 dan FVC jika dibandingkan dengan nilai normalnya mengindikasikan
adanya obstruksi aliran udara napas. Untuk menyingkirkan diagnosis banding asma akibat
olahraga (Exercise-Induced Asthma/EIA), pemeriksaan spirometri setelah berolahraga perlu
dilakukan.3
Bronkoprovokasi adalah suatu cara pemeriksaan dengan meminta pasien untuk
menginhalasi zat yang diduga merupakan penyebab dari serangan asma. Ada beberapa jenis
bronkoprovokasi berdasarkan zat yang digunakan, antara lain metakolin/histamine, eukapnik
(udara panas atau dingin), dan alergen (sesuai anamnesis). Biopsi sangat jarang dilakukan,
namun dapat digunakan untuk melihat susunan jaringan saluran pernapasan penderita asma,
yang ditandai dengan adanya serbukan sel radang (terutama eosinofil), kongesti vaskuler,
peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan volume jaringan, dan keberadaan eksudat.3
Dari skenario diperoleh hasil pemeriksaan darah rutin, yaitu hemoglobin 13 g/dL,
hematokrit 35%, leukosit 9000/L, trombosit 155.000/ L, dan hitung jenis leukosit dengan
hasil kadar basofil (0-2%)/eosinofil (0-6%)/neutrofil batang (0-5%)/neutrofil segmen (4070%)/limfosit (20-50%)/monosit (4-8%) sebesar 0/10/2/58/20/10. Dari hasil tersebut,
didapatkan peningkatan 4% pada eosinofil dan peningkatan ringan (2%) pada monosit yang
biasa terjadi pada penyakit kronis. Kadar eosinofil darah yang lebih dari 4% disertai gejala
klinis menunjang diagnosis asma.2,7

Etiologi
Asma dan eksaserbasi asma akut adalah penyakit yang sangat heterogen. Penyebab
dari asma, baik faktor endogen dan faktor lingkungan, serta pencetus eksaserbasi asma akut
sangatlah beragam. Rincian lebih lanjut dari penyebab dan pencetus tersebut dapat dilihat
pada tabel no. 1.8

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Tabel no. 1
Penyebab asma dan pencetus eksaserbasi asma akut8
Faktor Endogen
Predisposisi genetik
Atopik
Hiper responsivitas saluran napas
Jenis kelamin
Etnis (?)
Obesitas (?)
Infeksi virus (?)
Pencetus
Alergen
Infeksi virus pada saluran napas atas
Olahraga dan hiperventilasi
Udara dingin
Belerang dioksida dan gas iritan
Obat-obatan (-blocker, aspirin, dll.)
Stress
Iritan (Semprotan rumah tangga, asap cat, dll.)

Faktor Lingkungan
Alergen dalam ruangan
Alergen luar ruangan
Sensitisasi akibat pekerjaan
Perokok pasif
Infeksi sistem pernapasan

Ada beberapa teori mengenai etiologi asma, yaitu antara lain asma atopik, asma
intrinsik, asma akibat infeksi, asma akibat faktor lingkungan (kebersihan, diet, polusi udara,
alergen, paparan pekerjaan) atau faktor lainnya. Atopik adalah penyebab yang cukup sering
pada para pasien asma, dimana orang-orang tanpa penyakit atopik sangat jarang menderita
asma. Para penderita asma atopik seringkali mengalami gejala sampingan seperti rhinitis
alergik, dermatitis atopik (ekzem), dan penyakit-penyakit atopik lainnya.8
Sekitar 10% pasien asma memiliki hasil negatif pada pemeriksaan patch test dan
bronkoprovokasi, serta kadar IgE serum total yang normal. Pasien-pasien ini juga tidak
memiliki penyakit atopik dan dikelompokkan sebagai asma intrinsik yang biasa terjadi pada
orang dewasa, dimana biasanya terjadi lebih persisten dan berat. Infeksi juga dapat menjadi
etiologi dari asma meskipun masih diragukan, misalnya pada infeksi RSV (Respiratory
Syncytial Virus) dan bakteri-bakteri atipikal seperti Mikoplasma dan Klamidiofila.8
Faktor-faktor lingkungan yang ada di kehidupan sehari-hari juga dapat mencetuskan
timbulnya penyakit asma. Kebersihan menjadi salah satu hal yang paling penting karena
banyak alergen yang dapat menjadi etiologi asma berasal dari kotoran rumah tangga. Hasil
penelitian juga telah membuktikan bahwa orang-orang dengan komposisi diet sehari-hari
9

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

yang rendah antioksidan seperti vitamin C dan vitamin A, magnesium, selenium, omega-3
polyunsaturated fats; atau yang tinggi akan natrium dan omega-6 poliunsaturated fats
memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena asma. Obesitas dan jenis kelamin perempuan
juga meningkatkan faktor resiko asma.8
Faktor lingkungan lain seperti polutan pada udara (belerang dioksida, ozon, dan
partikel diesel) dapat mencetuskan serangan asma, namun kurang dapat menjadi penyebab
dari penyakit asma. Sensistisasi terhadap bahan-bahan alergen juga menjadi faktor timbulnya
asma, sama seperti paparan pekerjaan terutama yang bekerja sebagai buruh atau petugas
lapangan (terpapar toluena diisosianat dan trimelitik anhidrat). Faktor-faktor lain seperti usia
kehamilan yang rendah, lamanya menyusui, prematuritas dan berat badan lahir yang rendah,
kurangnya aktivitas, dan konsumsi parasetamol pada masa kanak-kanak juga meningkatkan
prevalensi dari asma.8

Epidemiologi
Penyakit asma mempengaruhi 5-10% populasi atau sekitar 23,4 juta orang di Amerika
Serikat (AS), termasuk 7 juta anak-anak. Prevalensi dari serangan asma akibat olahraga
adalah sekitar 12-15% di AS. Di seluruh dunia, asma mempengaruhi lebih dari 300 juta orang
dan 15 juta diantaranya mengalami disabilitas akibat asma, dan 250.000 kematian akibat
asma.3
Predominan dari asma adalah anak-anak dengan perbandingan laki-laki terhadap
perempuan sekitar 2 banding 1, yang setelah pubertas menjadi 1 banding 1. Beberapa
penelitian justru mengatakan bahwa prevalensi untuk perempuan lebih tinggi dari laki-laki
setelah usia pubertas, terutama pada usia diatas 40 tahun karena gejala asma pada laki-laki
cenderung lebih mudah untuk bekurang seiring bertambahnya usia.3
Prevalensi asma juga meningkat pada usia-usia ekstrim, yaitu pada pasien anak-anak
dan para geriatric karena perubahan pada respon saluran napas dan fungsi paru-paru yang
lebih rendah. Sekitar dua pertiga kasus asma terdiagnosis pada pasien sebelum pasien berusia
18 tahun. Sekitar 50% anak-anak yang mengalami asma pada masa kecil cenderung
mengalami penurunan atau hilang gejala pada saat memasuki usia dewasa muda.3
Patogenesis dan Patofisiologi
10

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Patologi dari asma telah ditemukan dengan mengamati paru-paru dan saluran napas
pada autopsi pasien yang meninggal akibat asma. Mukosa saluran napas mengalami infiltrasi
dari eosinofil dan limfosit T, juga aktivasi dari sel mast mukosa. Derajat inflamasi yang
terjadi berhubungan dengan tingkat keparahan dari penyakit, dan ditandai dengan
ditemukannya penebalan membrana basalis akibat deposit kolagen pada subepitel. Hal ini
juga ditemukan pada orang-orang yang tidak memiliki asma namun memiliki gejala batuk,
sehingga dapat disimpulkan sebagai pertenda dari inflamasi eosinofilik.8
Epitel

dari

saluran

napas

seringkali tipis dan mudah robek dan


kurang melekat pada dinding saluran
napas, serta ditemukan banyak sel
epitel di lumen. Dinding saluran napas
itu sendiri bisa menebal dan bengkak,
terutama pada asma yang fatal. Pada
asma yang fatal juga dapat ditemukan

Gambar no. 1
Histopatologi Asma Fatal8

oklusi

dari

lumen

oleh

mukus

glikoprotein yang disekresi oleh sel goblet dan plasma protein oleh pembuluh darah bronkial
(lihat gambar no. 1).8
Terdapat

beberapa

proses

yang

mengakibatkan inflamasi dan terjadinya


serangan asma, patofisiologi tersebut dapat
dijelaskan oleh gambar no. 2 Reaksi
bermula ketika alergen memasuki saluran
napas dan memulai serangkaian reaksi yang
melepaskan limfosit, eosinofil, dan neutrofil
ke lumen dan memulai reaksi inflamasi.
Reaksi

tersebut

hipersekresi

akan

menyebabkan

mukus,

vasodilatasi,

peningkatan permeabilitas pembuluh darah,


edema, dan bronkokonstriksi.

Gambar no. 2
Patofisiologi Eksaserbasi Asma Akut8

Manifestasi Klinis

11

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Gejala yang paling sering timbul adalah bunyi napas mengi, yaitu suara yang bernada
tinggi yang disebabkan oleh turbulensi aliran udara. Pada keadaan yang ringan, bunyi mengi
hanya terdengar di akhir ekspirasi tidak seperti keadaan berat yang terdengar di seluruh
ekspirasi. Pada keadaan episode asma yang sangat parah, mengi dapat terdengar pada
inspirasi. Selain mengi, batuk juga merupakan gejala asma yang cukup sering. Pada
umumnya batuk yang terjadi adalah batuk non produktif dan non paroksismal, terutama pada
malam hari. Sesak napas dan nyeri dada dapat juga timbul sebagai gejala dari asma, terutama
terjadi pada malam hari atau udara dingin.3
Derajat eksaserbasi asma berdasarkan GINA 2012 dapat dilihat pada tabel no. 2.
Tabel no. 2
Derajat eksaserbasi asma9

Sulit bernapas
Berbicara
Kesadaran
Laju napas
Otot aksesoris
Mengi
Denyut nadi
P. paradoksus
APE
PaO2
SaO2

Ringan
Berjalan
Kalimat
Gelisah
Meningkat
Tidak ada
Sedang
<100 kali/menit
<10 mmHg
>80%
Normal
>95%

Sedang
Berbicara
Frase
Gelisah
Meningkat
Ada
Keras
100-120 kali/menit

10-25 mmHg
60-80%
>60 mmHg
91-95%

Berat
Istirahat
Kata
Gelisah
>30 kali/menit
Ada
Biasa keras
>120 kali/menit
>25 mmHg
<60%
<60 mmHg
<90%

Sangat Berat
Delirium
Paradoks
Tidak ada
Brakikardia
Tidak ada

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, yaitu pasien yang merasa sesak bahkan
saat istirahat, laju napas yang mendekati 30 kali/menit, dan adanya retraksi sela iga saat
bernapas, pasien digolongkan dalam eksaserbasi asma akut berat.

Penatalaksanaan
Tatalaksana medika mentosa dari asma bertujuan untuk meminimalkan atau
menghindari timbulnya gejala kronis termasuk gejala malam hari, meminimalkan
eksaserbasi, meniadakan keadaan gawat darurat, meminimalkan atau menghindari
penggunaan

2-agonis,

meniadakan

pembatasan

aktivitas

termasuk

olahraga,

meminimalkan atau menghindari efek samping dari obat-obatan yang digunakan.8


12

dan

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Obat-obatan yang umum digunakan untuk asma dapat dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu bronkodilator dan pengendali. Bronkodilator bekerja pada otot polos saluran napas
untuk menghilangkan bronkokonstriksi, tetapi tidak berefek pada reaksi inflamasi yang
terjadi. Ada 3 kelas obat bronkodilator, antara lain 2-agonis, antikolinergik, dan teofilin;
diantara kelas ini yang paling efektif adalah golongan 2-agonis.8
Golongan 2-agonis mengaktivasi reseptor 2-adrenergik yang banyak terdapat di
saluran napas, dan bekerja dengan mengaktivasi protein G ke adenilil siklase, yang kemudian
akan meningkatkan C-AMP intrasel yang akan merelaksasikan sel otot polos dan
menghambat sel inflamasi terutama sel mast. Golongan ini biasanya diberikan melalui
inhalasi untuk mengurangi efek samping.8
Contoh short-acting 2-agonists (SABA) adalah albuterol dan terbutaline yang
memiliki lama kerja sekitar 3-6 jam dengan onset kerja yang cepat. Golongan ini juga dapat
digunakan sebagai pencegahan terhadap EIA. Contoh long-acting 2-agonists (LABA) adalah
salmeterol dan foroterol yang memiliki lama kerja lebih dari 12 jam dan diberikan melalui
inhalasi 2 kali sehari. LABA tidak mengendalikan inflamasi yang terjadi sehingga tidak boleh
diberikan tanpa pemberian Inhaled Corticosteroids (ICS). LABA terbukti dapat
mengendalikan serangan asma dengan baik.8
Efek samping dari golongan 2-agonis yang diberikan melalui inhalasi biasanya tidak
menjadi masalah. Efek samping yang paling umum adalah tremor dan palpitasi yang sering
terjadi hanya pada pasien geriatri, yang mengakibatkan sedikit penurunan kadar kalium darah
akibat penggunaannya yang meningkat pada sel otot skelet; hal ini jarang menimbulkan
masalah klinis. Seluruh obat-obatan agonis yang diberikan dalam jangka panjang potensial
untuk memiliki masalah toleransi yang masih bisa dicegah dengan penggunaan bersama ICS.8
Antikolinergik atau antagonis reseptor muskarinik seperti ipratropium bromide
mencegah bronkokonstriksi dan sekresi mukus akibat rangsangan saraf kolinergik. Golongan
ini digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada pasien yang asmanya tidak dapat
terkontrol dengan obat-obatan inhalasi lainnya. Efek samping biasanya tidak menjadi
masalah karena hampir tidak diabsorpsi, namun efek samping yang paling sering timbul
adalah mulut kering; dan pada pasien geriatri dapat dijupai retensi urin dan glaukoma.8
Teofilin adalah bronkodilator oral yang mudah didapat dan murah. Efek
bronkodilatasi didapat dari inhibisi fosfodiester pada sel otot polos saluran napas, yang
13

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

meningkatkan C-AMP pada intrasel. Teofilin juga dikatakan memiliki efek antiinflamasi
karena mengaktivasi enzim histon deasetilase-2 yang menghambat gen inflamasi yang aktif.
Untuk mendapatkan konsentrasi plasma yang stabil, teofilin oral diberikan 2 kali sehari dan
mencapai konsentrasi plasma 10-20 mg/L. Pada pasien dengan asma berat, teofilin dapat
diberikan dalam dosis kecil agar mencapai kadar 5-10 mg/L untuk mendampingi penggunaan
ICS. Penghentian penggunaan teofilin dapat berakibat pada hilangnya kendali atas gejala
asma.8
Aminofilin intravena (garam larut air dari teofilin) dapat juga digunakan untuk
mengendalikan asma dengan eksaserbasi berat dan refrakter terhadap SABA. Efek samping
teofilin dipengaruhi oleh konsentrasinya pada plasma, yang biasanya bermanifestasi sebagai
mual, muntah, sakit kepala, diuresis, dan palpitasi akibat hambatan fosfodiester.8
Golongan obat pengendali asma digunakan untuk menghambat proses inflamasi yang
menyebabkan eksaserbasi asma. Terdapat 6 kelas obat-obatan yang digunakan sebagai
pengandali

asma,

yaitu

Inhalated

Corticosteroids

(ICS),

kortikosteroid

sistemik,

antileukotrien, kromon, steroid, dan anti-IgE. ICS adalah pengendali asma yang paling baik,
yang bekerja dengan mengurangi jumlah sel inflamasi di saluran napas dan sputum. ICS
biasanya digunakan 2 kali sehari, dan hanya 1 kali sehari pada pasien dengan gejala asma
ringan. Efek samping yang sering timbul adalah disfonia (suara serak) dan kandidiasis oral,
serta dapat pula timbul gejala yang sistemik.8
Kortikosteroid sistemik digunakan secara intravena, misalnya hidrokortison atau
metilprednisolon untuk terapi asma akut berat. Efek samping yang ditimbulkan antara lain
obesitas, memar, osteoporosis, diabetes, hipertensi, ulkus gaster, miopati proksimal, depresi,
dan katarak. Kelas antileukotrien menghabat leukotrien seperti sisteinil leukotrien yang
merupakan bronkokonstriktor yang poten; dan digunakan 1-2 kali sehari. Kromolin natrium
dan nedokromil natrium adalah preparat obat pengendali asma kelas kromon yang
menghalangi kerja sel mast dan aktivasi saraf sensorik, yang kemudian akan menghabat
alergen asma.8
Terapi steroid dapat dilakukan dengan preparat metotreksat, siklosporin, azatioprin,
emas, dan gamma globulin yang memiliki efek imunomodulator. Terapi dengan kelas ini
tidak memiliki efek jangka panjang dan memiliki efek samping yang cukup beresiko. Terapi
dengan anti-IgE seperti dengan omalizumab bekerja dengan menghambat antibodi yang
14

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

menetralisir IgE yang bebas sehingga tidak dapat bereaksi. Terapi dengan kelas ini sangat
mahal dan diberikan subkutan setiap 2-4 minggu, tanpa efek samping yang signifikan.8
Tatalaksana non medika mentosa yang dapat dilakukan antara lain pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dan Bronchial Thermoplasty (BT), yaitu suatu cara untuk mengurangi
jumlah sel otot polos pada saluran napas yang merupakan salah satu faktor untuk terjadinya
bronkospasme. Hal ini dicapai dengan menggunakan panas yang terkontrol oleh
radiofrekuensi.10
Setelah terapi BT pasien tidak mengalami efek samping ataupun gejala tambahan,
namun menunjukkan perkembangan dan berkurangnya gejala asma yang bertahan sekitar 3
tahun. Efek samping yang timbul sangat jarang dan ringan, berupa batuk,mengi, dispnea,
bangun malam hari, nyeri dada, dan sebagainya yang terjadi pada kurang dari 20% pasien
terapi BT.10

Pencegahan
Pencegahan terhadap timbulnya serangan asma adalah dengan menghindari faktorfaktor pencetus serangan, dan bisa juga dengan mengkonsumsi SABA sebagai profilaksis
untuk EIA yang dikonsumsi sebelum berolahraga.8

Prognosis
Mortalitas akibat asma di dunia adalah 0,86 kematian per 100.000 orang di negara
yang sama. Pada AS, angka kematian adalah sekitar 1,2 kematian per 100.000 penduduk.
Kematian utamanya disebabkan oleh gagal napas yang disebabkan karena obstruksi. Faktor
yang memperburuk prognosis adalah usia diatas 40 tahun, kebiasaan dan riwayat merokok,
eosinofilia pada darah, dan FEV1 yang diprediksi hanya mencapai 40-69%. Apabila asma
tidak mendapat terapi, lama kelamaan akan terjadi perubahan jangka panjang seperti
remodeling saluran napas yang dapat berakibat pada gejala kronis dan komponen irreversible
pada penyakit asma. Pada usia yang lebih tua, asma akan semakin cenderung kronis.3

15

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

Penutup
Eksaserbasi asma akut adalah suatu keadaan patologis yang seringkali muncul pada
penderita asma yang ditandai dengan bronkospasme. Gejala yang seringkali timbul adalah
dispnea, nyeri dada, batuk, dan mengi yang dapat menimbulkan komplikasi seperti
hipoksemia, gangguan asam-basa, dan kematian. Tatalaksana dari keadaan ini dapat
menggunakan obat-obatan bronkodilator dan pengendali asma, selain itu dapat juga
dilakukan dengan bronchial thermoplasty yang dapat memberikan remisi pada pasien asma
untuk waktu yang cukup lama dengan mengurangi jumlah sel otot polos dari dinding saluran
napas.

16

Eksaserbasi Asma Akut pada Laki-Laki Dewasa

DAFTAR PUSTAKA

Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et.al.,

penyunting. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2008: h. 52.
Bickley LS, Szilagyi PG. Bates guide to physical examination and history taking. 11th
edition. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2013: p. 6-13, 56-7, 114-9, 140, 202,

300-19, 324-8.
Morris MJ, Mosenifar Z, Bessman E, Blackburn P, Brenner BE, Hollingsworth HM,
et.al.

Asthma.

Medscape.

May

14th

2015.

Downloaded

from

http://tinyurl.com/nqfwanw, July 5th 2015.


Mosenifar Z, Kamangar N, Nikhanj NS, Harrington A, Byrd RP, Sharma S, et.al.
Chronic

obstructive

pulmonary

disease.

Medscape.

September

25th

2014.

Downloaded from http://tinyurl.com/p7juqyl, July 5th 2015.


Harman EM, Talavera F, Byrd RP, Hnatiuk OW. Aspergillosis. Medscape. April 2nd

2015. Downloaded from http://tinyurl.com/nf6yw5f, July 5th 2015.


Emmons EE, Talavera F, Ouellette DR, Mosenifar Z, Hollingsworth HM.
Bronchiectasis.

Medscape.

March

31st

2014.

Downloaded

from

http://tinyurl.com/ntqz4ja, July 5th 2015.


Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Volume I.

Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014: h. 524.


Barnes PJ. Asthma. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrisons principles of internal medicine. Volume 2. 18th edition.

Philadelphia: McGraw Hill Medical; 2012: p. 2102-13.


Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Volume II.
Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014: h. 809.

10 Wechsler ME. Bronchial thermoplasty for asthma. A critical review of a new therapy.

Allergy Asthma Proc. July-August 2008: 29:365-70.

17

Anda mungkin juga menyukai