Anda di halaman 1dari 7

REVIEW BUKU

ORAL HISTORY AN INTRODUCTION FOR STUDENTS


Karya : James Hoopes

IDENTITAS BUKU

Judul
Pengarang
Penerbit
Tebal

: Oral History: An Introduction for


Students
: James Hoopes
: University of North Carolina Press,
1979
: 155 halaman

Saat ini, banyak pelajar yang berkesempatan melakukan riset sejarah lisan hanya dalam
konteks tugas walaupun memang tidak salah. Mereka melakukan wawancara yang hasilnya
dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Maka dari itu, buku ini disusun secara
lebih luas agar siapa saja, walaupun tidak terlibat dalam tugas atau proyek, dapat
mempelajarinya.
Tujuan buku ini memberikan penjelasan yang fokus bagi para pelajar terhadap tugas proyek
sejarah lisan disamping menunjukan cara dan langkah yang dapat diikuti pelajar secara
perorangan. Selain itu, buku ini juga berusaha mengatasi masalah-masalah yang kadang
muncul dalam mengaitkan dan menyatukan sejarah lisan dengan riset dan pengetahuan lain.

PART ONE
Kita sering lupa bahwa sejarah merupakan sebuah latihan daya khayal. Seperti kehidupan,
sejarah merupakan sebuah ujian kemampuan imajinatif untuk menempatkan diri kita di posisi
orang lain sehingga kita dapat memahami alasan dan tujuan orang melakukan sesuatu.
Melalui belajar dan riset kita dapat mengetahui tentang orang lain walaupun tidak akan
mungkin secara menyeluruh.
Karena sejarah merupakan tindakan pikiran, maka pengetahuan sejarah akan menuntun
kepada pengetahuan diri. Untuk menguji atau membuktikan pikiran-pikiran historis, kita
harus memeriksa bukan hanya data dan fakta tapi juga pemikiran kita sendiri. sehingga
seharusnya sejarah menjadi salah satu disiplin yang paling menarik dan menantang walaupun
kenyataannya menunjukan bahwa minat terhadap sejarah, terutama dari para pelajar menurun
tajam. Keadaan ini mungkin diakibatkan keadaan ekonomi dan kepentingan pelajar untuk
pengetahuan yang praktis dan berguna dalam menunjang karir mereka.
1 | Dudin Samsudin

Jika sesuatu yang menarik dari karya sejarah adalah orangnya, berupa tantangan manusia,
maka salah satu langkah untuk tetap menjaganya menarik adalah dengan tetap fokus terhadap
manusia secara langsung. Buku ini bertujuan untuk mengenalkan metode penelitian sejarah
sejarah lisanyang tentunya termasuk ke dalam tantangan manusia, karena langsung
berhubungan dengan manusianya.
Yang tersisa dari masa lalu, kita menyebutnya dokumen, merupakan dasar bagi pengetahuan
historis. Kebanyakan sejarawan mengandalkan dokumen tertulis berupa buku, surat, buku
harian, sensus catatan pajak, dan lain-lain. Tapi terdapat juga dokumen bentuk lain seperti
rumah, koin, peralatan, furnitur, cerita dan legenda yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Sejarah lisan didasarkan pada dokumen-dokumen lisan seperti cerita dan legenda. Namun
cerita dan legenda merupakan dua dari banyak contoh karena terdapat beberapa bentuk lain
seperti lagu, pidato, wawancara, percakapan formal dan informal yang kesemuanya termasuk
ke dalam dokumen lisan yang sangat berguna untuk sejarah.
Tradisi lisan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukan cerita-cerita lisan
yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi ini diterima sangat baik
dikalangan masyarakat melek hurup seperti Amerika Serikat ketimbang negara-negara lain
ketika masyarakat dapat mengingat cerita dengan sangat baik dan kegiatan ini menjadi
kebiasaan suatu masyarakat.
Pelajaran sejarah yang baik seharusnya memberikan pengalaman melakukan sejarah.
Kegiatan sejarah ini biasanya berupa makalah riset yang dibuat sedemikian menarik sehingga
dapat memberikan pengalaman yang diharapkan. Bagi sebagian guru, riset tentang sejarah
lisan diyakini dapat memberikan latihan yang hanya tidak sekedar imanjinatif tapi juga
intelektual. Sebagai contoh wawancara dengan menggunakan rekaman.

PART TWO
Karena riset sejarah lisan yang salah satunya berupa wawancara tidak hanya dilakukan
terhadap orang yang mempunyai ciri dan karakter yang sama, maka perlu diperhatikan
beberapa aspek tertentu. Aspek yang dimaksud adalah kepribadian, budaya, dan masyarakat.
a. Kepribadian : merupakan tanggapan perorangan terhadap pengaruh sosial dan budaya,
tafsiran atau interpretasi istimewa dia terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam
entitas tersebut sehingga kita cenderung untuk menyukai perilaku tertentu.
b. Budaya merupakan kategori pengaruh-pengaruh yang berisi aspek intelektual
gagasan, pengetahuan, kebiasaan, nilai, sikap (baik dipelajari maupun ditemukan)
yang mendorong kita melakukan perilaku tertentu.
c. Masyarakat merupakan sebuah kenyataan fisik bahwa kita hidup bersama dengan
orang lain yang setidaknya andil dalam kekuasaan dan wewenang untuk mengizinkan
kita melakukan sesuatu atau mencegah kita untuk melakukan sesuatu yang lain.
Ketiga aspek ini berhubungan satu sama lain yang membantu kita dalam bertindak dan
berlalu terhadap orang lain. Dalam konteks wawancara, kita harus sangat mengetahui
bagaimana sikap dan perlakuan kita terhadap orang yang diwawancara atau narasumber.
2 | Dudin Samsudin

PART THREE
Arranging the interview
1. Menghubungi calon narasumber,
2. Rencanakan pertemuan lanjutan untuk alasan sederhana dan praktis,
3. Jika orang tersebut bersedia, kapan dan dimana wawancara akan dilakukan.
Kegiatan ini penting dilakukan agar wawancara dapat berjalan baik.

Preparing for the interview


Jika izin wawancara telah didapatkan, yang harus dilakukan berikutnya adalah memastikan
tempat dan waktu yang jelas untuk wawancara tersebut. Kejelasan ini penting berkenaan
dengan narasumber yang akan diwawancarai. Orang yang sibuk tentu akan berbeda dengan
orang yang mempunyai banyak waktu luang. Orang yang berada tentu akan berbeda dengan
orang yang tidak punya.
Walaupun wawancara telah terjadwal, belum ada jaminan bahwa wawancara akan berjalan
baik. Seperti buku dan film, wawancara seharusnya bersifat jujur, akurat dan menemukan
karena yang banyak terjadi tidak seperti itu. keadaan ini terjadi akibat narasumber tidak
tertantang atau tidak merasa bebas bicara akibat dari si pewawancara tidak cerdas dan cermat
dalam merumuskan pertanyaan tentang topik yang diinginkan.
Riset latar belakang berfungsi penting untuk efisiensi wawancara karena waktu terbatas
dalam wawancara tidak akan dihabiskan untuk mencari informasi yang bisa didapatkan dari
tempat lain. melalui riset ini, si pewawancara dapat mengetahui jawaban-jawaban buruk,
ketidakjujuran, atau contoh-contoh ingatan yang buruk. Dengan menempatkan diri dalam
wilayah si narasumber, si pewawancara dapat lebih mengetahui alasan-alasan lain mengapa
riset latar belakang akan membuat sebuah wawancara menjadi lebih akurat dan luas.
Perpustakaan menjadi tempat yang dapat dikunjungi untuk mencari dan mempelajari riset
latar belakang terutama sumber-sumber tertulis. Semakin terkenal si narasumber, maka harus
semakin banyak riset latar belakang yang dipelajari di perpustakaan. Memang tidak
semuanya tersedia di perpustakaan jika pejabat yang akan diwawancarai pejabat daerah tapi
mungkin tetap kita dapat menemukan catatan-catatan tentang mereka di perpustakaan daerah
atau setempat atau tempat-tempat serupa.
Bagi narasumber dari kalangan masyarakat umum memang mungkin akan kesulitan untuk
melakukan riset latar belakang tapi hampir selalu mungkin untuk melakukannya. Contohnya,
apakah orang tersebut menikah tiga puluh tahun yang lalu? Data itu mungkin akan terdapat di
kantor pemerintahan setempat. Kegiatan ini tetap penting dilakukan untuk keabsahan data.
Selain riset latar belakang, yang harus dilakukan berikutnya adalah merumuskan dan
meyusun pertanyaan-pertanyaan wawancara. Walaupun wawancara kadang tidak terjadi
sesuai dengan yang diharapkan, penting bagi si pewawacara memikirkan keterkaitan antara
satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya supaya wawancara berjalan terarah tanpa harus
membuat si narasumber merasa dikendalikan atau tertekan.
Mengumpulkan segala perlengkapan untuk wawancara merupakan kegiatan yang harus
dilakukan berikutnya. Jika akan menggunakan perekam, pastikan perekam dalam keadaan
baik dan siap. Berlatih bagaimana menggunakannya secara tepat untuk kelancaran
3 | Dudin Samsudin

wawancara. Si pewawancara juga harus mengetahui kekuatan alat perekam, jangan sampai
baterai yang digunakan habis ketika wawancara masih berlangsung.
Conducting the Interview
Menurut para ahli komunikasi, wawancara merupakan proses traksaksional atau dua arah.
Ketika narasumber memberikan informasi, si pewawancara juga memberikan informasi
kepada narasumber. Subjektifitas wawancara tidak hanya bergantung pada persepsi si
pewawancara terhadap narasumber tapi juga persepsi narasumber terhadap si pewawancara.
Keadaan ini tidak lantas membuat wawancara menjadi tidak sah.
Menurut James Hoopes, bahwa ketika pelaksanaan wawancara berlangsung, perhatikan pula :
1. Berpakaian yang sopan dan disesuaikan dengan siapa nanti anda berbacara. dan
bertindak ketika wawancara sedang berlangsung juga harus diusahakan yang akan
membuat narasumber merasa nyaman. Jika kantor akan menjadi tempat wawancara,
maka pakaian kantor akan menjadi pakaian yang sangat baik untuk dikenakan.
Dengan kata lain, si pewawancara harus mempunyai kepekaan lingkungan agar
pakaian yang digunakan cocok dengan lingkungan atau tempat dimana wawancara
dilakukan.
2. si pewawancara harus mempunyai rasa bahasa yang tinggi agar yang disampaikan
dapat dipahami dengan tujuan agar narasumber terdorong untuk mengungkapkan
informasi yang diperlukan Ketika wawancara mulai dilakukan, bersiap-siaplah
menjelaskan tujuan wawancara dengan cara yang santun dan tenang. Perhatikan
lingkungan sekitar dan bangunlah suasana agar wawancara dapat berlangsung secara
kondusif. Misalnya, jika wawancara dilakukan di rumah maka pilihlah ruangan
tertutup agar kehadiran ana dan pasangan atau saudara yang lain tidak membuat
wawancara berjalan tidak lancar.
3. Siapkan perekam dengan tepat yang akan memberi kesan mampu kepada si
pewawancara dan jika dia melakukannya dengan baik maka keadaan ini akan
membuat narasumber merasa tenang. Jaga perhatian tetap kepada narasumber dan
berbicara secara jelas dan rileks ketika si pewawancara akan mulai merekam. Letakan
perekam ditempat yang tepat agar tidak mengganggu konsentrasi si narasumber.
4. Membuat catatan dengan antusias juga akan memberikan kesan bahwa apa yang
diungkapkan narasumber penting dan berguna. Jika kegiatan ini dilakukan, si
pewawancara harus memperhatikan agar ini tidak menggangu wawancara. Dia harus
berusaha agar kegiatan membuat catatan ini tidak hanya menuliskan apa yang menjadi
gagasan dan pemikiran narasumber tapi juga menjadi media menuliskan gagasan dan
pikiran dia sendiri.
Jika si pewawancara tidak merekam wawancara atau percakapan, tentu saja kedudukan
membuat catatan menjadi sangat penting. Buatlah catatan sebanyak mungkin yang dirasa
penting. Tapi kegiatan ini jangan sampai mengalihkan si pewawancara menjadi seorang
pendengar aktif dan melupakan perannya sebagai penanya aktif. Dalam membuat catatan si
pewawancara diharapkan menulis poin-poin penting semata, dia dapat meninggalkan atau
tidak menuliskan kata sandang, kata penghubung dan kata-kata pendek lainnya.
Asking Questions

4 | Dudin Samsudin

Bertanya dengan baik memerlukan pendengar yang baik. Dengan berlatih, si pewawancara
dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mengetahui keterkaitan antara
satu jawaban dengan pertanyaan berikutnya. Sikap mendengar yang baik memberikan kesan
kepada narasumber bahwa si pewawancara tertarik dan berminat dengan wawancara yang
berlangsung.
Si pewawancara harus sangat memahami bahwa walaupun dia yang mengendalikan
wawancara, dia harus mengetahui kapan waktu yang tepat untuk bertanya dan mendengar.
Jika narasumber bersikap diam, dia akan mengetahui apa yang harus dilakukan agar
narasumber terdorong kembali untuk mengutarakan kembali informasi yang diperlukan
dengan merasa tidak terpaksa walaupun ini tidak mudah dilakukan oleh pewawancara
pemula.
Berlaku sopan ketika wawancara merupakan suatu keharusan, disamping bersikap empatis
terhadap narasumber. Si pewawancara dapat sangat sopan terhadap narasumber namun
mungkin kehilangan makna dari jawaban-jawaban narasumber. Maka dari itu, para ahli
menyarankan pewawancara agar mengembangkan rasa empati tetapi tetap bersikap netral
terhadap apa yang disampaikan narasumber.
Sikap empati ini dapat terwujud dalam sikap ketika si pewawancara bertanya. Sebuah
pertanyaan pembuka yang tepat dapat menumbuhkan keakraban suasana wawancara. Ketika
pertanyaan mendapat jawaban yang bias, si pewawancara dapat bertanya tentang kebiasan itu
untuk mendapatkan jawaban yang diperlukan dengan mengetahui kapan harus berhenti
bertanya tentang pertanyaan tersebut.
Jika narasumber bertanya, maka si pewawancara harus cerdas memberikan jawaban dengan
tetap bersikap netral terhadap jawaban dan pernyataan narasumber sebelumnya tanpa
menimbulkan ketidaknyamanan terhadapa narasumber. Keterampilan ini sangat penting agar
wawancara dapat diteruskan dan tercipta suasana hangat dalam wawancara walaupun
memang wawancara tidak selalu berjalan lancar.
After the Interview
Setelah wawancara selesai, luangkan waktu beberapa lama untuk memberikan penguatan
bahwa narasumber telah memberikan wawancara yang baik dan menarik serta berguna. Ini
penting dilakukan agar narasumber merasa dihargai agar ketika dikemudian hari si
pewawancara masih memerlukan dia sebagai narasumber, dia akan bersedia melakukannya
dan dapat lebih terbuka mengungkapkan informasi yang diperlukan.

5 | Dudin Samsudin

PART FOUR
Writing the Paper
Penting menuliskan hasil wawancara ketika wawancara masih dalam keadaan segar sehingga
ide dan kesan pewawancara masih sangat kuat. Jika si pewawancara menggunakan catatan,
gunakan catatan itu untuk mengembangkan hasil wawancara. Jika si pewawancara
menggunakan alat perekam, dengar hasil rekaman beberapa kali di waktu yang berbeda,
mungkin beberapa hari agar si pewawancara dapat memutuskan untuk menuliskan hasil
rekaman atau tidak untuk pertimbangan ilmiah di masa depan.
Menuliskan hasil rekaman wawancara awalnya mungkin dirasa kegiatan yang kurang penting
tapi pada kenyataannya kegiatan ini sangat penting. Menuliskan berarti menterjemahkan
bahasa dari satu bentuk ke bentuk lainnya, dari lisan menjadi tulisan. Dikembangkan pula
teknologi yang memperlancar proses perubahan ini agar dapat meminimalisir bahkan
menghilangkan suara yang tidak penting disamping berusaha mempertahankan sumber asli
sebanyak mungkin.
Setelah hasil wawancara jadi, maka catatan atau rekaman itu menjadi dokumen dan proses
menuliskan sejarah melibatkan interpretasi dokumen. sebelum dan ketika menuliskan laporan
anda harus memutuskan apa pelajaran yang telah diajarkan riset yang anda lakukan. Berdasar
pada jawaban-jawaban narasumber maka terdapat beberapa kriteria yang harus
dipertimbangkan.
Bukti eksternal merupakan informasi latar belakang yang terkumpul dari berbagai sumber di
luar narasumber. Sedangkan bukti internal mengacu pada logika dan konsistensi dari
dokumen itu sendiri. Konsistensi merupakan sebuah tes yang sangat berguna dalam menguji
keakuratan fakta. Logis kadang menjadi tes internal terbaik dalam mengukur perasaan dan
dorongan atau motif.
Keanehan merupakan tes yang mungkin diterapkan terhadap dokumen baik lisan maupun
tulisan. Beberapa tindakan dan kejadian memang terjadi secara aneh dan hampir tidak
mungkin terjadi dalam kenyataan, contohnya mukjizat atau piring terbang. Selain keanehan,
kualitas pribadi pembuat dokumen atau si narasumber juga perlu dipertanyakan. Apakah dia
dapat dipercaya atau apakah dia mempermainkan anda?
Hubungan anda dengan narasumber harus juga mendapatkan perhatian. Apakah anda
berkeinginan untuk menemui lagi narasumber dalam kehidupan sehari-hari anda? Atau anda
hanya mencari tahu melalui asisten atau para pembantunya atau orang-orang yang ada
disekitarnya.
Setelah anda selesai mempertimbangkan keabsahan dokumen, langka berikutnya adalah
menuliskan laporan anda. Anda harus sangat meluangkan waktu untuk melakukan proses
penulisan ini. Mengatur dan menyusun tulisan anda sehingga anda mungkin anda dapat
mengungkap hubungan-hubungan aspek-aspek kepribadian, budaya, dan masyarakat dalam
tulisan anda. Format penulisannya hampir sama dengan laporan-laporan yang anda telah tulis
sebelumnya.

6 | Dudin Samsudin

Matters Legal and Ethical


Berkenaan dengan hasil wawancara yang memuat kata-kata yang tidak dipubikasikan, maka
mereka menjadi subjek hukum dan etika. Maka dimasa yang akan datang, jika kata-kata itu
akan digunakan harus setelah mendapatkan izin dari yang bersangkutan atau yang
mewakilinya. Maka dari itu, jika ada seseorang yang telah melanggar ketentuan itu, dia telah
melanggar hukum dan etika.

Oral History Collections and Sources


Jika tugas anda tidak mengharuskan anda melakukan wawancara langsug, anda masih dapat
menggunakan dokumen sejarah lisan yang telah dikumpulkan seseorang. Ada badan khusus
yang mengelola ribuan dokumen tersebut. Banyak buku-buku yang memuat dokumendokumen tersebut yang diterbitkan setiap tahunnya. Salah satunya adalah Oral Histoty
Collection oleh Alan Meckler dan Ruth Mc. Mullin. Jika buku ini tidak tersedia, maka ada
buku-buku lain sebagai bahan penunjang yang dapat membantu anda.

ULASAN AKHIR
Seperti tertulis dalam judulnya, An Introduction for Student, buku ini memang sangat cocok
dimiliki oleh para pewawancara pemula. Sebab buku ini lebih bersifat metodologis. Dengan
membacanya, para pelajar bisa berlatih menjadi pewawancara yang baik. Selain itu, layaknya
buku Dr. Reiza, buku ini juga disajikan dengan bahasa yang mudah untuk dipahami, terlebih
bagi teman-teman yang sudah mahir Bahasa Inggris.
Akhirnya, semoga hasil review ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Amiin.
.

7 | Dudin Samsudin

Anda mungkin juga menyukai