R HD ..Ckd-Lung-Oedema-Hd
R HD ..Ckd-Lung-Oedema-Hd
OLEH :
supriyanto
13.2.05.01.0014
DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal (Chonchol, 2005)
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif
Faktor predisposisi:
1) Diabetes
2) Usia lebih dari 60 tahun
3) Penyakit ginjal congenital
4) Riwayat keluarga penyakit ginjal
5) Autoimmune (lupus erythematosus
6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
7) Ras
Faktor presipitasi:
1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
3) Pola makan (diet)
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(KDOQI) pada tahun 2002 yaitu:
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur ) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
*) Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
a. Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 CKD biasanya belum merasakan
gejala yang mengindikasikan kerusakan pada ginjal. Hal ini disebabkan ginjal tetap
berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi 100% sehingga banyak
penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal
tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya
seperti diabetes dan hipertensi.
b. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium 2
juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik,
walaupun dengan GFR yang mulai menurun.
c. Stadium 3
Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan GFR
moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini
akumulasi sisasisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi
(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
d. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 1530% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan
menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi
dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit
kardiovaskular lainnya.
e. Stadium 5
Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)
atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
berbeda-beda,
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan
fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli
gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada
stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun
tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena
menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan
fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium
apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium
kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat
biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes.
Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita
hipertensi.
4) Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan
stadium 3, yaitu:
Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
Kehilangan nafsu makan
Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Tidak mampu berkonsentrasi.
Gatal gatal.
Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
Kram otot
Perubahan warna kulit
E. PATOFISIOLOGI
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan
meningkat.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
Dari salah satu fungsi ginjal yaitu mengendalikan kadar gula dalam darah
yaitu ada dua hormon yang berperan di ginjal untuk mengendalikan kadar gula
dalam darah yaitu hormon insulin dan hormon adrenalin, hormon insulin berfungsi
sebagai penurun kadar gula dalam darah sedangkan hormon adrenlin sebagai
peningkatan gula dalam darah. Ketika ginjal mengalami gangguan, dua hormon
tersebut tidak dapat bekerja seperti fungsinya masing-masing, etika gagal ginjal
terjadi seseorang resiko terhadap komplikasi hipoglikemi.
Gejala dari gagal ginjal yang mengalami hipoglikemi adalah mual muntah,
ketika ginjal mengalami gangguan menyebabkan sekresi protein terganggu
sehingga terjadi sindrome uremia, dan menjadi gangguan keseimbangan asam
basa sehingga produksi asam meningkat menyebabkan asam lambung naik terjadi
iritasi lambung dan mual muntah.
Tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh juga merupakan salah satu
penyebab dari hipogikemi, karena asupan glukosa di dalam darah tidak terpenuhi,
bagi penderita gagal ginjal akan semakin mempersulit ketika asupan nutrisi yang
kandungan di dalamnya adalah glukosa tidak dapat difungsikan oleh ginjal untuk
mengeluarkan hormon adrenalin untuk merangsang peningkatan kadar glukosa di
dalam darah.
Hipoglikemia harus segera mendapat pengelolaan yang memadai. Di
berikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung
gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon deberikan pada
pasien hipoglikemia berat. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien
perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan
jumlah makanan (karbohidrat)
Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan
cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate,
memendeknya
usia
sel
darah
merah,
defisiensi
nutrisi,
dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun
dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada
tulang dan penyakit tulang.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
Laboratorium
yang
umumnya
dianggap
menunjang,
Hipoalbuminemis
dan
Hipokolesterolemia;
umumnya
disebabkan
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
G. PENATALAKSANAAN
a) Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai
biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai
asam
amino
diperbolehkan
untuk
perbaikan
300-600
ml/24
dan
jam.
pertumbuhan
Kalori
untuk
sel.
Biasanya
mencegah
cairan
kelemahan
dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien
dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
b) Simptomatik
1. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan
cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobutamine dan dialisis.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
2. Anemia
Penatalaksanaan anemia dengan
rekombinan
erythropoiesis-
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.
H. KOMPLIKASI CKD
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Edema paru terjadi akibat penimbunancairan serosa atau serosanguinosa yang
berlebihan di ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena
ginjal tidak dapat mensekresi urin dan garam dalam jumlah cukup.
9. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
10. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
LUNG OEDEMA
A. DEFINISI
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar
ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara
2007).
Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas
membran
kapiler
(edem
paru
non
kardiogenik)
yang
B. ETIOLOGI
a. Ketidakseimbangan Starling Forces
1) Peningkatan tekanan kapiler paru
Etiologi dari keadaan ini antara lain:
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
Pengambilan
(unilateral).
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
terlalu
cepat
pneumotoraks
atau
efusi
pleura
Diabetes
Penyakit jantung koroner atau katup
Kegemukan
Cedera sistem saraf
Infeksi
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Cronic
1. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem
kardiovaskuler.
Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques).
Kardiomiopati
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak
mampu
mengkompensasi
suatu
keadaan
dimana
kebutuhan
jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak
mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paruparu. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paruparu (flooding).
Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
(Harun dan Sally, 2009).
2. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi
paru itu sendiri. Edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan
dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru
3. PATOFISIOLOGI
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari
sirkulasi ke ruang alveolar intertisial pada keadaan normal tidak dapat masuk ke
ruang alveolar hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas ikatan yang sangat
rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang intertisial, cairan tersebut akan
dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh sistem
limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar
tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari
mikrosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang
dihasilkan sebagian oleh gradient tekanan onkotik protein.
Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler paru menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvascular. Peningkatan tekanan hidrostatik di
kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena
pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVED) dan
tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan ventrikel kiri (18 25 mmHG)
menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang ruang intersisial
peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih ti nggi (>25) maka
cairan edema akan menembus epitel paru,membanjiri alveolus. Kejadian
tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses
sebagai berikut :
jantung.
Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi
pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan
tekanan ventrikel kanan melalui mekanime interdependensi ventrikel akan
fungsi jantung
Bila edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostati k
maka sebaliknya, edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan
dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru
nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah
lebih permeable untuk dilewati oleh protein plasma. Akumulasi cairan edema
ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan filtrasi cairan ke dalam paru
dan kecepatan cairan tersebut dikeluarkan dari alveoli dan intersisial.
4. MANIFESTASI KLINIS
Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam
dan biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansictas dan tidak dapat tidur.
Awitan sesak nafas mendadak dan rasa akfiksia (seperti kebiasaan nafas)
tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik dan warna
kulit menjadi abu-abu.
Nafas menjadi bising dan basah (dapat tenggelam oleh cairan sendiri)
Ronchi
Takhikardi
+
+
+
+
+
ALO kardiogenik
(+)
Jarang
JVP
Meningkat
Ronki
Basah
Laboratorium
EKG
Iskemia/infark
Foto toraks
DIstribusi perihiler
ENzim kardiak
Bisa meningkat
PCWP
> 18 mmHg
Shunt intra pulmoner
Sedikit
Protein cairan edema
< 0.5
Keterangan:
JVP: jugular venous pressure
PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure
(Harun dan Nasution,2006)
Biasanya normal
Distribusi perifer
Biasanya normal
< 18 mmHg
Hebat
> 0.7
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan pada penyakit edema paru di arahkan terhadap penyakit
primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan
suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi
hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja
dengan baik bila terjadi gagal multiorgan.
Pemberian oksigen sering berguna untuk meringankan dan menghilangkan
rasa nyeri dada dan bila memungkinkan dapat dicapai paling baik dengan
memberikan tekanan positif terputus-putus.
Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan menurunkan tekanan
arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru.
Caranya ialah dengan retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator
pulmonal (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan yang penting yaitu
mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang
rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang adekuat
untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport oksigen yang optimal.
B. TUJUAN
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang
penuh dengan toksik dan sisa nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser
tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh
pasien.
1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif
(penghisap) dalam kompartemen dialisat.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
C. INDIKASI
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. PH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
D. PRINSIP KERJA
Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi.
Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak
dari darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang konsentrasi rendah.
Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan
dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat).gradien ini dapat
di tingkatkan meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi. Tekanan
negatif ini di terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran
dan memfasilitasi pengeluran air karena pasien tidak dapat mengekresikan ari
kekuatan
ini
di
perlukan
untuk
isovolemia(keseimbangan cairan).
mengeluarkan
cairan
hingga
tercapai
E. PROSES HEMODIALISA
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh
masuk kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu
darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi
dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup
laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi,
pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam
hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH)
yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu
diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300 ml/menit secara kontinyu selama
hemodialysis 4 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher
atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara
arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih
populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien
masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang
inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua
ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien.
Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati
sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampahsampah secara kontinyu menembus membrane dan menyeberang ke kompartemen
dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialysis dengan
kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat.
Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan
glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih
yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama
proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di
luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat
terlarut
ke
sembarang
suatu
selaput
semipermeable.
Prinsip
pemisahan
menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa
metabolisme
tinggi dilewatkan
pada membrane
adalah
penurunan
BAK,
pasien
terjadi
konstipasi,
terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
penurunan
keharmonisan
pasien,
dan
adanya
penurunan
j.
k. Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
TD naik, respirasi naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok : peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid
pada leher.
f.
Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
j.
Kulit : turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan
natrium.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
5. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
Tanda vital
batas normal
dalamFluit monitoring:
b.d.
kurangnya
sumber informasi
identifikasi
kemungkinan
penyebab.
Jelaskan kondisi klien
Jelaskan tentang program
pengobatan dan alternatif
pengobantan
Diskusikan perubahan gaya
hidup
yang
mungkin
digunakan untuk mencegah
komplikasi
Diskusikan tentang terapi
dan pilihannya
8. Eksplorasi
kemungkinan
sumber
yang
bisa
digunakan/ mendukung
9. instruksikan kapan harus ke
pelayanan
10. Tanyakan
kembali
pengetahuan klien tentang
penyakit,
prosedur
perawatan dan pengobatan
Menjelaskan kembali
penjelasan
yang
diberikan
4.
Mengenal kebutuhan5.
perawatan
dan
pengobatan
tanpa
cemas
6.
Klien
/
keluarga
kooperatif
saat
dilakukan tindakan
7.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa:
Kariasa,I.M. Jakarta: EGC.
Fauci et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-1653.
Lorraine et al. 2005. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med.;353:2788-96.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aeusculapius FKUI.
Nurko, Saul. 2006. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 289-97
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2001. Brunner & Suddarth Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Prosesproses Penyakit. Jakarta : EGC.