Referat Glomerulonefritis
Referat Glomerulonefritis
GLOMERULONEFRITIS
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik
Bidang Ilmu Penyakit Dalam Di BLU RSUD Kota Semarang
Disusun Oleh:
Galuh Maharani Sukma
030. 06. 099
Pembimbing:
Dr. Diana Novitasari, Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NIM
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
Tingkat
Bidang Pendidikan
Judul Referat
: Glomerulonefritis
Diajukan
: Oktober 2011
Pembimbing
Mengetahui:
Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing
KATA PENGANTAR
2
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga makalah dengan judul Glomerulonefritis ini
dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di BLU RSUD Kota Semarang periode 12
Septermber 19 November 2011. Disamping itu, makalah ini ditujukan untuk menambah
pengetahuan kita semua tentang Glomerulonefritis.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan
kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada:
1. Dr. Abimanyu, MM, selaku direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
2. Dr. dr. Djoko Trihadi Sp.PD, selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam dan pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang
3. Dr. Diana Novitasari, Sp.PD, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kota Semarang.
4. Dr. Pujo Hendryanto, Sp.PD, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kota Semarang.
5. Dr. Syaifun Niam, SpPD, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kota Semarang.
6. Dr. Hernowo Aris Munandar, selaku residen pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Semarang.
7. Dr. Friska Anggraini, selaku residen pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kota Semarang.
8. Perawat bagian Ilmu Penyakit Dalam; Ibu Cicih, Ibu Tri, dan Ibu Sari.
9. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota
Semarang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih baik dan dapat
berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.
DAFTAR ISI
3
HALAMAN PENGESAHAN. 1
KATA PENGANTAR . 2
DAFTAR ISI ... 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 5
BAB III GLOMERULONEFRITIS AKUT... 11
BAB IV PEMBAGIAN GLOMERULONEFRITIS.. 20
Sindrom Nefritik Akut. 20
Sindrom Nefrotik. 22
Kelainan Urin Persisten 25
Gagal Ginjal Akut 25
Gagal Ginjal Kronik. 26
BAB V KESIMPULAN.. 32
DAFTAR PUSTAKA.. 33
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan dengannya ).
Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk
lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang
sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan
tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut badan maplphigi.
Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
II. 1. 2. Sistem Glomerolus Normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai
Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (juxtamedullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola
afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian
berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu
disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapatkutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh
jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel
endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang
disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal
sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM =
glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen
kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara
externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada
kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa
seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan elektrolit.
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler
glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang
mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal
glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma foot
process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut
adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut
ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik)
terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler.
Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam
pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis
intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio
jukstaglomerular.
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus menyatakan
efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran
basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat.
Muatan anion ini adalah hasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam darah relatif memiliki isoelektrik yang
rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler
gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.
10
II.2. FISIOLOGI
II.2.1. Filtrasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler
glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma
seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul
rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin).
Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan
ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan
seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular
filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan
gaya Starling dalam kapiler tersebut.
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang tersedia
untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
- tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
o tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
o tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)
o tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak
mengandung protein.
11
BAB III
GLOMERULONEFRITIS AKUT
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi
klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.
III. 1. ETIOLOGI
Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain: adanya zat yang berasal dari luar yang
bertindak sebagai antigen (Ag), rangsangan autoimun, dan induksi pelepasan sitokin/ aktifasi
komplemen lokal yang menyebabkan kerusakan glomerular. Pada umumnya kerusakan
glomerular (glomerular injury) tidak diakibatkan secara langsung oleh endapan kompleks imun
di glomerulus, akan tetapi hasil interaksi dari sistem komplemen, mediator humoral dan selular.
Menurut kejadiannya GN dibedakan atas GN primer dan GN sekunder. Dikatakan GN primer
jika penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri dan GN sekunder jika kelainan ginjal terjadi
akibat penyakit sistemik lain seperti penyakit autoimun tertentu, infeksi, keganasan atau penyakit
metabolik.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe
1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari
setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar
10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
4. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
a. Bakteri : Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi
dll
12
Streptococcus
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan
diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
13
III. 2. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma
sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi
kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran
basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan
enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon
terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi
inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk
granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya
glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap
di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama
pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam
mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus
membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks
ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti
IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah
berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian
mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga
dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila
terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik
berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan
membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama
terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,
14
seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun
subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun
dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks
tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung
menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do
bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada
tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri
dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada
keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan
dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut :
1.
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2.
Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3.
Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal.
III. 3. PREVALENSI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15
tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada
anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki
dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras
tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada
orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.
edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat
terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat
nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat
juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun
(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang
siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai
dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan
darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi
terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum
diketahui dengna jelas.
III. 5. GAMBARAN LABORATORIUM
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan
hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta
torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang16
kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan
kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan
mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen
sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O
mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari
satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu
dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
III. 6. GAMBARAN PATOLOGI
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut
glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler
dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak
membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
17
III. 7. DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala
klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah
infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak
dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria
makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic
hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis
akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan
gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi,
sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang
terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik.
Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting
untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik
yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih
lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi
karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
III. 9. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
III. 10. KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
19
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
III. 11. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan
secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum
menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari
biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik.
Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten.
Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada
3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak
berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut
pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstrakapiler dan gagal ginjal kronik.
BAB IV
PEMBAGIAN GLOMERULONEFRITIS
GN pada umumnya dibagi atas dasar gambaran histopatologik dan atas dasar gambaran klinisnya
1. Berdasarkan gambaran histopatologisnya dapat dibedakan atas;
a. GN lesi minimal = nefrosis lipoid
b. GN membranosa = ekstramembranosa = epimembranosa
c. GN proliferative = endokapiler = post streptococcal
d. GN kresentik = progresif cepat
e. GN membranoproliferatif = mesangiokapiler : tipe 1 dan 2
20
Sindrom Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca Infeksi) adalah suatu
peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria (darah dalam air kemih), dengan
gumpalan sel darah merah dan proteinuria (protein dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi.
IV. 1. b. Etiologi
Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat.
Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus.
Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus
yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.
Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.
Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri
streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
Glomerulonefritis pasca streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3 tahun dan
dewasa muda. Sekitar 50% kasus terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Sindroma nefritik akut juga bisa disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi lainnya, seperti:
infeksi pada bagian tubuh buatan, endokarditis bakterialis, pneumonia, abses pada organ perut,
cacar air, hepatitis infeksius, sifilis, malaria, dll.
IV. 1. c. Gejala Klinis
Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang pertama kali muncul
adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air
kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah.
Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi
selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat.
21
Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa menimbulkan sakit kepala, gangguan
penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
IV. 1. d. Diagnosa
Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan jumlah protein yang bervariasi dan konsentrasi urea
dan kreatinin di dalam darah seringkali tinggi.
Kadar antibodi untuk streptokokus di dalam darah bisa lebih tinggi daripada normal.
Kadang pembentukan air kemih terhenti sama sekali segera setelah terjadinya glomerulonefritis
pasca streptokokus, volume darah meningkat secara tiba-tiba dan kadar kalium darah meningkat.
Jika tidak segera menjalani dialisa, maka penderita akan meninggal.
Sindroma nefritik akut yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus biasanya lebih mudah
terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul ketika infeksinya masih berlangsung.
IV. 1. e. Therapi
Pemberian obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak efektif, kortikosteroid
bahkan bisa memperburuk keadaaan.
Jika pada saat ditemukan sindroma nefritik akut infeksi bakteri masih berlangsung, maka segera
diberikan antibiotik.
Jika penyebabnya adalah infeksi pada bagian tubuh buatan (misalnya katup jantung buatan),
maka prognosisnya tetap baik, asalkan infeksinya bisa diatasi. Untuk mengatasi infeksi biasanya
dilakukan pengangkatan katup buatan yang terinfeksi dan menggantinya dengan yang baru
disertai dengan pemberian antibiotik.
Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai fungsi ginjal kembali
membaik. Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam membuang kelebihan garam dan
air.
Untuk mengatasi tekanan darah tinggi diberikan obat anti-hipertensi.
Jika terjadi gagal ginjal yang berat, penderita perlu menjalani dialisa.
IV. 1. f. Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan yang sempurna. Jika pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya sejumlah besar protein dalam air kemih atau terjadi
kemunduran fungsi ginjal yang sangat cepat, maka kemungkinan akan terjadi gagal ginjal dan
kerusakan ginjal.
Pada 1% penderita anak-anak dan 10% penderita dewasa, sindroma nefritik akut berkembang
menjadi sindroma nefritik yang berkembang dengan cepat.
22
Sekitar 85-95% anak-anak kembali mendapatkan fungsi ginjalnya yang normal, tetapi memiliki
resiko
tinggi
menderita
tekanan
darah
tinggi
di
kemudian
hari.
Sekitar 40% dewasa mengalami penyembuhan yang tidak sempurna dan tetap memiliki kelainan
fungsi ginjal.
IV. 2. SINDROMA NEFROTIK
IV. 2. a. Definisi
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh:
Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
Penurunan albumin dalam darah
Edema
Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)
Tanda tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus.
IV. 2. b. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Glumerulonefritis akut atau kronik,
Trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
23
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churk dkk membaginya menjadi :
4. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
5. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel.
Prognosis kurang baik.
6. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan
viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
24
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anakanak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
IV. 2. d. Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
Hipoalbuminemia < 30 g/l.
o Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan
edema muka, ascxites dan efusi pleura.
o Anorexia
o Fatigue
o Nyeri abdomen
o Berat badan meningkat
o Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
o Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
IV. 2. e. Komplikasi
Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
Tromboembolisme (terutama vena renal)
Emboli pulmo
Peningkatan terjadinya aterosklerosis
Hypovolemia
Hilangnya protein dalam urin
Dehidrasi
IV. 2. f. Pemeriksaan Diagnostik
Adanya tanda klinis pada anak
Riwayat infeksi saluran nafas atas
Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
Menurunnya serum protein
Biopsi ginjal
IV. 2. g. Penatalaksanaan Terapeutik
Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
Pembatasan sodium jika anak hipertensi
Antibiotik untuk mencegah infeksi
Terapi diuretik sesuai program
Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program
IV. 3. KELAINAN URIN PERSISTEN
IV. 3. a. Kelainan dapat berupa:
25
IV. 4. d. Diagnosis
Anamnesis yang teliti dapat membantu dalam menentukan penyebab gagal ginjal. Muntah, diare
dan demam menandakan adanya dehidrasi. Adanya infeksi kulit atau tenggorokan yang
mendahuluinya menandakan glomerulonefritis pascastreptokokus.
Kelainan laboratorium dapat meliputi anemia, yang dapat disebabkan oleh pengenceran akibat
dari kelebihan beban cairan, peningkatan kadar BUN serum, kreatinin, asam urat dan fosfat. Dan
antibodi dapat dideteksi dalam serum terhadapstreptokokus. Pada semua penderita gagal ginjal
akut, kemungkinan obstruksi dapatdinilai dengan melakukan roentgen abdomen, USG ginjal atau
CT-Scan abdomen.
IV. 4. e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan gagal ginjal akut
tersebut, dan berdasarkan keadaan klinis yang muncul.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang
tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % 25 % . faal ginjal jelas
sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, ,
aktifitas penderita mulai terganggu.
Manifestasi Klinis
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari, dan usia pasien.
Kardiovaskuler:
o Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system renninangiotensin-aldosteron)
o Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
o Edema periorbital
o Gagal jantung kongestif
o Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
o Pembesaran vena leher
o Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial
oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
o Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastatic.
Dermatologi/integumen:
o Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit
o Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom
o Kulit kering, bersisik
o Ekimosis akibat gangguan hematologis
o Kuku tipis dan rapuh
o Rambut tipis dan kasar
o Butiran uremic/urea frost (suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir).
Pulmoner:
o Crackles
o Sputum kental dan liat
o Napas dangkal
o Pernapasan kussmaul
Gastrointestinal:
o Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
o Ulserasi dan perdarahan pada mulut
29
ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
BAB V
KESIMPULAN
25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain.
Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan
kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah
:hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan
pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet
bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara
kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal
dalam waktu 3-4 minggu.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.Gejala fisik
menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan
hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi
terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa
bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi
umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine
selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena
umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronis.
DAFTAR PUSTAKA
33
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut
pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed October 18th, 2011.
5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed September 18th, 2011.
6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II,
274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Agustian. 2003. Ginjal. Ilmu Penyakit Dalam. Rumah Sakit ImmanuelBandung. hal.
367-371.
8. Enday Sukandar. 1997. Nefrologi Klinik. Edisi II. Bandung. ITB. hal. 145-162.
9. Prico SA. & Wilson LM. 1995. Patologi. Konsep Klinik
Penyakit. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 827-829.
Proses-proses
10. Soeparman & Sarwono Wapadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI. hal. 274-280.
11. Sutisna Himawan. 1998. Patologi. Jakarta. FK UI. hal. 258-261.
12. Donna J. Lager, M.D.
http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.Accessed October 18th, 2011.
13. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed October 18th, 2011.
14. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifika
siHistopatologik.html. Accessed October 18th, 2011.
15. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.
html. Accessed October 18th, 2011.
16. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed October 18th, 2011.
17. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed October
18th, 2011.
18. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG.
18th, 2011.
Accessed
October
34