Anda di halaman 1dari 5

Faktor-faktor Risiko Eksternal Diabetes

Reiva Wisdharilla MD, 0906639865

Overview
Diabetes merupakan sekumpulan gejala yang berhubungan dengan keadaan
hiperglikemia dan disfungsi pada mekanisme kerja hormon insulin. Terbagi menjadi
tipe 1 dan 2, tipe 1 adalah di mana sel beta penghasil insulin menjadi rusak,
sehingga terjadi defisiensi insulin absolut; sementara tipe 2 adalah di mana terjadi
resistensi insulin oleh sel-sel tubuh.1
Epidemiologi. Diabetes dengan prevalensi tertinggi (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) adalah diabetes tipe 2, atau DM2. Hingga saat ini, terdapat 170 juta orang
dengan DM2, dan jumlah tersebut diperkirakan menjadi dua kali lipat pada 2025.
Indonesia sendiri memiliki jumlah penderita diabetes dengan skor 4/5 reltif terhadap
prevalensi global.1

Faktor risiko bagi diabetes tipe 1 diantaranya:


1. Riwayat genetik.
2. Asupan susu formula di usia ASI
eksklusif.
3. Infeksi virus pada masa janin atau
kanak-kanak.

4. Riwayat diabetes gestasional saat


kehamilan.
5. Lahir dari usia maternal tua (>35
tahun).

Faktor risiko bagi diabetes tipe 2 diantaranya:

(NEJM)
1. BB Berlebih/obesitas.
2. Obesitas abdominal.
3. Kurangnya aktivitas.
4. Kondisi prediabetes/IGT (Impaired
Glucose Tolerance).
6. Tekanan darah di atas 140/90
mmHg.

7. Profil lemak buruk (HDL <35


mg/dL), TAG >250 mg/dL).
8. Riwayat Genetik.
9. Usia (>60).
10. Asupan makanan dengan
indeks glikemik dan lemak tinggi,
dengan serat rendah.

Faktor risiko bagi diabetes gestasional diantaranya:


1. Riwayat keluarga/genetik.
2. Kadar glukosa darah yang tinggi.
3. Penggunaan kortikosteroid pada
masa kehamilan.

4. Polycystic Ovarian Syndrome.


5. BB lahir bayi sebelumnya lebih dari
9 pon.

Lifestyle (Modifiable Risk Factors) dan Diabetes (Tipe 2)


Asupan makanan tinggi indeks glikemik
Khususnya pada DM2, terjadi resistensi insulin; di mana sel Beta berusaha
menambah jumlah sekresi insulin demi mencapai angka normoglikemia. Kondisi ini
menjadi lebih berat terutama jika terdapat kadar glukosa diet yang tinggi. Diketahui
juga bahwa semakin tinggi kadar insulin, semakin besar jugalah kemungkinan
resistensi insulin yang terjadi (terutama pada percepatan sel Beta mengalami agerelated decline); sehingga berujung pada IGT dan berujung pada DM2. Terdapat
beberapa hipotesis tentang bagaimana mekanisme ini bisa terjadi, dan salah
satunya adalah glukotoksisitas di mana sel Beta menjadi rusak karena kenaikan
level glukosa darah.1
Selain itu, banyak studi yang yang melaporkan bahwa diet tinggi karbohidrat dapat
menurunkan level HDL, dan meningkatkan konsentrasi TAG plasma pada keadaan
puasa.

Obesitas
Obesitas merupakan prediktor terkuat alam menentukan munculnya DM2. DM2
terasosiasi dengan resistensi insulin. Saat seseorang memiliki BB yang berlebih
atau obesitas, sel dalam tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin yang
disekresikan pankreas. Hal ini terutama terjadi pada sel lemak, sel yang banyak
terdapat pada orang yang mengalami obesitas.

Obesitas ini diukur dengan menggunakan BMI. BMI yang dianjurkan WHO adalah
18.524.9 kg/m2, di atas itu, risiko DM2 akan meningkat seiring dengan
bertambahnya BMI.
Obesitas Abdominal Sirkumferensi sentries atau pengukuran lingkar
perut/pinggang juga merupakan indikator yang baik terhadap kejadian DM2.
Ini terkait dengan aktivitas sel adipose abdominal, walaupun belum ada
sumber yang membahas mekanismenya lebih lanjut.

Kurangnya Aktivitas Fisik


Sangat banyak studi epidemiologi yang sudah membuktikan bahwa kurangnya
aktivitas fisik dapat membantu perkembangan patogenesis DM2, namun faktor ini
sulit diuji secara kuantitatif. Hingga saat ini, WHO masih menyarankan latihan yang
dilakukan minimal 5 hari per minggu (dengan durasi 20 menit dan target HR
sebanyak 80-90% dari target usia), sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas fisik
di bawah angka tersebut meningkatkan kemungkinan DM2.
Mekanisme secara rinci dari faktor risiko ini masih belum diketahui secara pasti,
namun beberapa studi menunjukkan bahwa latihan fisik dapat meningkatkan
sensitivitas sel tubuh terhadap insulin (oleh McAuley et al).

Lemak
Asupan lemak dapat berpengaruh terhadap toleransi glukosa, terutama asam lemak
jenuh. Tingginya kadar lemak pada makanan sehari-hari akan menghasilkan
penurunan toleransi tubuh terhadap glukosa melalui beragam mekanisme,
termasuk: (1) gangguan pengikatan insulin ke reseptornya, (2) gangguan terhadap
transport glukosa, (3) kurangnya jumlah glycogen synthase, dan (4) akumulasi TAG
yang tersimpan pada otot rangka. Ini masuk akal, mengingat kadar asam lemak
pada makanan mempengaruhi komposisi fisfolipid; yang mungkin berpengaruh
terhadap kerja insulin dengan mengubah fluiditas membran sel dan persinyalan
insulin. Selain itu, proporsi asam lemak jenuh pada lipid serum dan fisfolipid otot
juga terasosiasi dengan level insulin puasa yang tinggi. Sebaliknya, asam lemak tak
jenuh pada fosfolipid sel dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan
mengurangi risiko IGT serta DM2.
Pada binatang percobaan, asupan tinggi lemak (khususnya yang jenuh)
menghasilkan resistensi insulin yang juga relatif terhadap asupan tinggi
karbohidrat. Ini berhubungan dengan kadar insulin puasa yang tinggi pada oranngorang yang kadar lemak dietnya juga tinggi. Banyaknya lemak dalam diet juga
dapat menjadi kunci timbulnya IGT pada orang sehat, serta progresi IGT menjadi
DM2 pada orang-orang dengan IGT.

Untuk asam lemak trans, diketahui bahwa asam lemak trans dapat merangsang
pengeluaran insulin pada sel islet pankreas, sehingga meningkatkan risiko DM2.
Sebaliknya, lemak ikan dan -3 dapat memperbaiki resistensi insulin yang
diakibatkan oleh asupan tinggi lemak.

Serat
Serat yang direkomendasikan asupannya adalah polisakarida non-pati, lignin,
oligosakarida, dan pati resisten. Mereka dianjurkan karena serat terssebut dapat
mempengaruhi glukosa post-prandial serta respons insulin tubuh. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa serat dapat memperbaiki sensitivitas sel terhadap
insulin.

Mikronutrien
1. Vitamin E dikatakan dapat mengurangi risiko perkembangan IGT dan DM2
sebanyak 3,9x, namun belum diketahui mekanismenya maupun penelitian lebih
lanjut.
2. Magnesium belum banyak bukti penelitian, tapi studi terakhir menunjukkan
asupan magnesium mengurangi risiko DM2 hingga mencapai 0,7.
3. Krom Sejak lama diketahui dapat membantu kerja insulin serta meningkatkan
sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Perubahan gaya hidup secara umum, perubahan gaya hidup terutama kontrol diet
serta aktivitas fisik dapat mengurangi risiko IGT dan DM2. Pada studi yang telah
dilakukan di berbagai negara, rata-rata hasil pengurangan risiko terhadap kelompok
yang menjalani perubahan gaya hidup ialah 58% (p<0,001).

Daftar Pustaka
NP Steyn, J Mann, PH Bennett, N Temple, et al. Diet, nutrition and the prevention of
type 2 diabetes. Public Health Nutrition: 7(1A), 147165
Frank B. Hu, M.D., Joann E. Manson, M.D., et al. Diet, Lifestyle, and the Risk of type 2
Diabetes Mellitus in Women. FN Engl J Med 2001; 345:790-797. Published
September 13, 2001.
Anonymous. Weight-control Information Network. Do You Know The Health Risks Of
Being Overweight?. Nov. 2004. U.S. Dept. of Health and Human Services. 23 Oct
2006.

Australian Government Diabetes Health Service. Alvailable at:


http://www.betterhealth.vic.gov.au/ bhcv2/ bhcarticles.nsf/pages/Diabetes_Type_2.
Last reviewed: April 2011

Anda mungkin juga menyukai