Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN DISKUSI KASUS

INTERAKSI OBAT

Disusun Oleh:
Prinidita Artiara Dewi

0706302726

Syifa Fauziah Fadhly

0706302732

Mikhael Dito Manurung

0806357966

Albert Sedjahtera

0806357972

Jackson Kamaruddin

0806357985

Alfi Fajar Almasyur

0806358041

Inge Wijaya

0806358054

Naina Ramesh Rughwani

0806471992

Christiopher C Halimkesuma

0906554264

Reiva Wisdharilla MD

0906639865

Dibimbing oleh:
Dr. Suharti, SpFK, PhD

MODUL ELEKTIF FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
2014

KASUS 1
Tn. B 60 tahun, berobat ke dr. C karena menderita berbagai keluhan. Setelah
dilakukan pemeriksaan lengkap, dr. C mendiagnosis Tn. B menderita arthritis,
hipertensi (TD 160/105 mmHg), hiperlipidemia (kolesterol total 305 mg/dL; LDL
180 mg/dL; HDL 30 mg/dL; Trigliserida 120 mg/dL; glukosa puasa 85 mg/dL).
Agregasi platelet cenderung ke agregasi. Dr. C memberikan klopidogrel 1x75
mg/hari; aspirin 2x80 mg/hari; kaptopril 2x25 mg/hari; simvastatin 1x10 mg/hari
(malam hari) dan diklofenak 2x25 mg/hari.
A. Berikan komentar Anda mengenai obat-obat tersebut di atas dan
uraikan alasannya.
Dari obat-obat yg diberikan, terdapat interaksi obat antara:
1. Diklofenak /Aspirin + Captopril
Aspirin adalah non selective inhibitor dari COX 1 & 2 (NSAIDs) yang
mempunyai efek antipiretik dan menghambat agregasi platelet secara
ireversibel. Aspirin juga mempunyai efek analgesik untuk nyeri ringan
hingga sedang.1 Sementara aspirin dosis tinggi (4-8 g/hari) efektif untuk
pengobatan inflamasi sendi seperti artritis reumatoid. 2 Karena aspirin
mempunyai efek anti trombotik dalam dosis tertentu maka biasanya
digunakan untuk pencegahan primer dan sekunder untuk penyakit
kardiovaskular. Pada pasien ini terdapat masalah yaitu arthritis, hipertensi
dan hiperlipidemia. Aspirin diberikan dalam dosis 2x80 mg/hari. Dosis
tersebut (80 mg) sesuai dengan aturan pemberian maintenance untuk
pencegahan penyakit kardiovaskular dan bisa mengurangi mortalitas
jangka pendek sebanyak kurang lebih 25% setelah insiden infark miokard
akut.3 Akan tetapi seharusnya diberikan 1x sehari. Mekanisme kerja aspirin
adalah

menghambat

COX

yg

selanjutnya

mengurangi

sintesis

thromboxane A2 dan prostaglandin (vasodilator). 3 Sementara itu pada


pasien ini juga diberikan kaptopril 2x25 mg/hari (ACE inhibitor) untuk
pengobatan hipertensi. Mekanisme kerja ACE inhibitor adalah mengurangi
produksi angiotensin II yg selanjutnya akan menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah dan mengurangi tekanan darah. Efek lainnya adalah
menghambat pemecahan bradikinin (vasodilator) yg menstimulasi sintesis
prostaglandin.3 Pemberian aspirin dan kaptopril mempunyai interaksi yg
kontradiktif. Aspirin mengurangi efek prostaglandin sebagai vasodilatasi.

Padahal kaptopril mempunyai efek vasodilatasi yg selanjutnya akan


menurunkan tekanan darah. Oleh karena itu pemberian aspirin pada kasus
ini akan mengurangi aktivitas kaptopril. Namun pada studi yg dilakukan
oleh Zanchetti et al, aspirin dosis rendah (75 mg/hari) tidak berpengaruh
pada efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor. 4 Pada pasien ini
juga diberikan diklofenak 2x25 mg/hari yg merupakan turunan dari asam
asetat. Obat ini digunakan untuk terapi arthritis dalam dosis 100-200
mg/hari dalam pembagian dosis 2-3 per hari. Karena obat ini juga
termasuk dalam golongan NSAIDs maka interaksi obat dengan kaptopril
kurang lebih sama dengan aspirin.
2. Aspirin + Diklofenak
Baik aspirin maupun diklofenak merupakan NSAID yang berfungsi sebagai
antiinflamasi. Adapun, aspirin merupakan inhibitor non selektif baik COX 1
maupun COX 2, sedangkan diklofenak merupakan NSAID yang sudah
menunjukkan COX 2 selectivity yang setara dengan selecoxib, meskipun
masih tidak seselektif inhibitor COX 2 lainnya. Pada dikflofenak dikatakan
efek antiplatelet sudah hampir tidak ada. Meskipun demikian, pada 2%
kasus, masih terdapat perdarahan saluran cerna pada penggunaan
diklofenak. Oleh karena itu, maka pada penggunaan bersama antara
aspirin dan diklofenak maka risiko perdarahan saluran cerna akan
meningkat.5

3. Aspirin + Klopidogrel
Adapun, mekanisme antiplatelet aspirin adalah dengan memblok COX 1
maka produk siklooksigenase utama yaitu tromboksan A2 (TXA2) tidak
terbentuk. Adapun TXA2 adalah inducer labil agregasi platelet dan
vasokonstriktor kuat.

Karena trombosit tidak mensintesis protein baru,

maka efek antiplatelet dari aspirin permanen, yang berlangsung selama


masa hidup platelet (7-10 hari) . Dengan demikian, dosis berulang aspirin
menghasilkan efek kumulatif pada fungsi platelet. Inaktivasi lengkap
platelet COX - 1 dicapai dengan aspirin dosis harian 75 mg. Oleh karena
itu, aspirin adalah maksimal efektif sebagai agen antiplatelet pada dosis
yang jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk tindakan lain dari obat.
Banyak percobaan menunjukkan bahwa aspirin, bila digunakan sebagai
obat antiplatelet efektif maksimal pada dosis 50-320 mg/hari. Platelet
memiliki dua reseptor purinergik, yaitu P2YI dan P2Y12, yang keduanya
merupakan G-protein coupled reseptor untuk adenosis difosfat (ADP).
Dengan adanya ADP, maka reseptor P2Y1 akan mengaktivasi kalur GqPLC-IP3-Ca2+ dan menginduksi perubahan bentuk dan agregasi platelet.
Sedangkan, P2Y12 ketika diaktifkan ADP, akan menghambat adenilat

siklase, sehingga menurunkan kadar siklik adenosin monofosfat (cAMP)


yang

merupakan

inhibitor

dari

aktivasi

platelet.

Klopidogrel

juga

merupakan inhibitor ireversibel reseptor P2Y12 platelet yang lebih kuat


dan memiliki profil toksisitas yang lebih menguntungkan daripada
tiklopidin, dengan trombositopenia dan leukopenia terjadi hanya jarang.
Dosis umum klopidogrel adalah 75 mg/hari dengan atau tanpa dosis inisial
300 atau 600 mg. Obat ini agak lebih baik daripada aspirin dalam
pencegahan sekunder stroke, dan kombinasi klopidogrel plus aspirin lebih
unggul aspirin saja untuk pencegahan iskemia berulang pada pasien
dengan angina tidak stabil. Keunggulan kombinasi menunjukkan bahwa
tindakan dari dua obat yang sinergis, seperti yang diharapkan dari
mekanisme yang berbeda aksi mereka. Klopidogrel digunakan dengan
aspirin setelah angioplasti dan implantasi stent koroner, dan kombinasi ini
harus dilanjutkan selama minimal 4-6 minggu pada pasien dengan bare
metal stent dan minimal 1 tahun pada mereka dengan drug-eluting stent.
Indikasi yang disetujui FDA untuk clopidogrel adalah untuk mengurangi
tingkat stroke, infark miokard, dan kematian pada pasien dengan infark
miokard baru atau stroke, penyakit arteri perifer, atau sindrom koroner
akut. Pada kasus ini, indikasi tersebut belum ada, sehingga penggunaan
kedua obat ini akan meningkatkan risiko perdarahan kedua obat. 6

B. Bagaimana pengelolaan terbaik untuk Tn. B?


Pada kasus di atas, Tn. B didiagnosis arthritis, hipertensi, dan hipelipidemia. Oleh
karena itu, pemberian kaptopril dan simvastatin sudah tepat, akan tetapi perlu
dilakukan penyesuaian dosis kaptopril. Perlu diketahui bahwa pada terapi
hipertensi, kaptopril dimulai dari dosis yang paling rendah, baru ditingkatkan
perlahan. Oleh karena itu, digunakan dosis kaptopril 2 x 12,5 mg/hari, sedangkan
simvastatin tetap 1 x 10 mg/hari. Sedangkan, untuk arthritis penggunaan

diklofenak sebetulnya sudah cukup tepat karena diklofenak merupakan selektif


menginhibisi COX 2, meskipun demikian dengan adanya risiko perdarahan
saluran cerna pada penggunaan diklofenak bersama aspirin, maka salah satu
harus dilepaskan. Selain itu, pada Tn.B dikatakan agregasi platelet cenderung ke
arah agregasi, dimana hal ini sudah sesuai dengan terapi klopidogrel. Indikasi
yang disetujui FDA untuk clopidogrel adalah untuk mengurangi tingkat stroke,
infark miokard, dan kematian pada pasien dengan infark miokard baru atau
stroke, penyakit arteri perifer, atau sindrom koroner akut. Meskipun demikian
tidak terdapat indikasi terapi kombinasi klopidogrel dan aspirin yaitu postangioplasti dan implantasi stent koroner. Oleh karena itu, aspirin dilepas dan
hanya diberikan klopidogrel saja. Adapun, dosis klopidogrel 1 x 75 mg/hari dan
diklofenak 2 x 50 mg.

KASUS 2
Ny. A, 34 tahun, dengan 4 anak, datang ke Dr. K karena ingin ber-KB. Suami Ny. A
seorang supir truk yang sering dinas keluar kota beberapa hari. Ny. A terkena HIV
dan

sedang

menggunakan

Nevirapine

Efavirenz

Ritonavir.

Setelah

melakukan pemeriksaan fisik, Dr. K memberi pil KB yang berisi kombinasi


estrogen + progestin.
A. Berikan komentar Anda mengenai obat-obat tersebut diatas dan
uraikan alasannya.
Ritonavir
Ritonavir merupakan obat antiretroviral (ARV) golongan protease-inhibitor (PI).
Ritonavir dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 dan CYP2D6 (untuk jumlah yang
lebih sedikit), namun juga merupakan inhibitor kuat dari CYP3A4, menyebabkan
obat ini bersifat inducer terhadap obat-obatan lain yang juga dimetabolisme oleh
enzim tersebut. Bahkan di beberapa institusi, Ritonavir dosis rendah digunakan
untuk meningkatkan efikasi dari ARV lainnya yang diadministrasikan bersama. 7
Ritonavir juga menginduksi glukoronil transferase (GT), CYP1A2, 2B6, 2C9, dan
2C19; sedangkan di lain pihak, Ritonavir menginhibisi (dari yang paling kuat
hingga lemah): CYP3A>2D6>2C9,2C19>>2A6, 2E1. Obat ini tidak dianjurkan
untuk diberikan sebagai regimen pengobatan lini pertama. Induksi dari Ritonavir

terhadap EE menyebabkan peningkatan 40% AUC, serta peningkatan 32% Cmax


dari EE setelah Ritonavir 500mg diadministrasikan tiap 12 jam selama 16 hari. 8
Nevirapine
Nevirapin dimetabolisme di CYP3A4, serta CYP2B6 untuk jumlah yang jauh lebih
kecil, namun juga merupakan inducer kuat untuk CYP3A4, sehingga bersifat
inhibitor terhadap obat-obatan yang dimetabolisme oleh enzim yang sama. Obat
ini juga menginduksi CYP2B6. Penggunaan Nevirapine dan Efavirenz tidak sesuai
karena keduanya merupakan obat ARV golongan NNRTI, padahal, Depkes RI telah
menyarankan untuk memakai satu saja dari golongan obat tersebut.Selain itu,
Nevirapine dan Efavirenz memiliki efek hepatotoksik. 9 Apabila kedua obat
tersebut diberikan bersamaan, tentu resiko terjadinya hepatotoksisitas akan
meningkat.10
Inhibisi Nevirapin terhadap EE menyebabkan penurunan 20 % AUC dari EE;
penurunan 19% AUC, serta penurunan 16% Cmax dari NE (norethindrone). Di
sumber lain, Nevirapin menyebabkan penurunan 29% AUC EE, dan penurunan
18% AUC NE. Pada beberapa studi, dikatakan bahwa obat kontrasepsi kombinasi
masih memiliki efikasi yang baik jika digunakan bersama Nevirapin 11,12, namun
karena berkonflik dengan studi lainnya, maka terdapat sudi yang menganjurkan
penggunaan kontrasepsi berbasis Progestin, misalnya Depo-Provera. 13
Efavirenz
Efavirenz dimetabolisme di CYP3A4, serta merupakan substrat dari CYP2B6. Obat
ini juga merupakan inducer kuat dari CYP3A4, serta inhibitor dari CYP2C9, dan
2C19. Efavirenz dan Nevirapine dimetabolisme oleh sitokrom yang sama
(CYP3A4) dan merupakan inducer kuat dari sitokrom tersebut. Bila kedua obat ini
diberikan bersamaan, meski sebenarnya sama sekali tidak dianjurkan, yang akan
terjadi adalah menurunnya efek dari kedua obat sedangkan efek samping yang
ditimbulkan justru meningkat. Penggunaan kedua obat ini secara bersamaan
telah dihubungkan dengan peningkatan resiko sindrom pulih imun.
Efek inhibisi Efavirenz terhadap EE terdapat pada penurunan 37% AUC, setelah
pemberian Efavirenz 400 mg selama 10 hari.14 Terdapat studi yang justru
mendapati rendahnya konsentrasi Efavirenz pada keberadaan obat kontrasepsi
kombinasi.14 Terdapat kemungkinan kegagalan kontrasepsi pula dari komponen

progesteron, kecuali pada dosis progesteron yang ditingkatkan secara signifikan


atau pada progesteron generasi ketiga seperti desogestrel atau gestodene. 15
B. Bagaimana pengelolaan terbaik untuk Ny. A?
Pemilihan regimen terapi ARV tergantung pada biaya, kemudahan, kesanggupan
penggunaan jangka panjang, potensi regimen, toleransi, efek samping, dan
interaksi obat. Terapi antiretroviral tunggal atau kombinasi dua obat tidak
direkomendasikan karena potensial terjadi resistensi obat. Monoterapi dengan
zidovudin direkomendasikan sebagai profilaksis transmisi HIV dari ibu ke anak. 16
Kombinasi

dua

NRTI

dengan

protease

inhibitor

sangat

kuat

dan

lama

kemampuannya untuk menekan replikasi virus, akan tetapi, kombinasi dengan PI


ini dianjurkan diberikan untuk pengobatan HAART lini ke-2.Kombinasi dua NRTI
dengan satu NNRTI merupakan pilihan utama lini 1, karena juga bagus untuk
menekan virus serta meningkatkan perbaikan imunologis. 16
Tabel 1. Regimen ART Lini Pertama berdasarkan rekomendasi Depkes RI.10
Populasi Target
Dewasa dan anak
Perempuan hamil
Ko-infeksi TB/HIV
Ko-infeksi HIV/HepB

Rekomendasi regimen
AZT / TDF + 3TC/FTC + EFV / NVP
AZT + 3TC + EFV / NVP
AZT / TDF + 3TC / FTC + EFV
TDF + 3TC / FTC + EFV / NVP

Pasien pada kasus merupakan pasien dengan indikasi terapi ARV lini 1, dan
belum terindikasi mendapatkan ARV lini 2 (kombinasi dengan PI yaitu Ritonavir),
sehingga akan lebih baik untuk memberikan terapi lini 1. Contoh pemilihan
regimen ARV lini 1 yang tepat berdasarkan guideline penggunaan ARV dari
Depkes RI adalah Zidovudin, Emtricitabine, dan Nevirapine. Sebenarnya,
Efavirenz adalah NNRTI yang lebih dianjurkan karena hanya perlu diberikan satu
kali sehari dan memiliki profil efek samping yang lebih baik dibandingkan dengan
Nevirapine.

Namun,

Efavirenz

lebih

mahal

dan

kurang

banyak

tersedia

dibandingkan NVP. Mengingat pekerjaan suami pasien adalah supir, kami


menganjurkan

untuk

memberikan

Nevirapine.

Akan

tetapi,

bila

pasien

menyanggupi biaya untuk Efavirenz, maka obat ini sebaiknya diberikan daripada
Nevirapine.10

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, ARV(misalnya Nevirapine)


memiliki

interaksi

obat

terhadap

EE

yang

berpotensi

merugikan

dan

menggagalkan efek kontrasepsi sehingga pemberian obat kontrasepsi kombinasi


oral tidak dianjurkan. Mengingat status pasien sebagai ODHA dan sudah memiliki
4 anak, disarankan untuk kontrasepsi mantap atau metode kontrasepsi jangka
panjang lain.
Daftar Pustaka
1. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. International edition:10th
edition. Singapore: McGraw-Hill. 2007;p575-580.
2. Aspirin: Drug information. Cited from http://www.uptodate.com. Cited on
22th April 2014
3. Peterson GJ, Lauer MS. Using aspirin and ACE inhibitors in combination:
Why the hullabaloo?. Cleveland Clinical Journal of Medicine. 2001:68(6)
4. Zanchetti A, Hansson L, Leonetti G, Rahn KH, Ruilope L, Warnold I, Wedel
H. Low-dose aspirin does not interfere with the blood pressure-lowering
effects of antihypertensive therapy. Journal of
May;20(5):1015-22.
5. Chapter 34: Anti-inflammatory,

Antipyretic,

and

Hypertension. 2002
Analgesic

agents;

Pharmacotheraphy of Gout: Introduction. In: Chabner BA, Knollmann BC


(ed). Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutic, 12 th
ed. New York: McGraw Hill; 2011.
6. Chapter 31: Blood Coagulation & Anticoagulant, Fibrinolytic & Antiplatelet
Drugs. In: Chabner BA, Knollmann BC (ed). Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutic, 12 th ed. New York: McGraw Hill;
2011.
7. Merry, Concepta; Barry, Michael G.; Mulcahy, Fiona; Ryan, Mairin; Heavey,
Jane; Tjia, John F.; Gibbons, Sara E.; Breckenridge, Alasdair M.; Back, David
J. (1997). "Saquinavir pharmacokinetics alone and in combination with
Ritonavir in HIV-infected patients". AIDS11 (4): F29F33.
8. Ouellet D, Hsu A, Qian J, et al. Effect of ritonavir on the pharmacokinetics
of ethinyl oestradiol inhealthy female volunteers. British Journal of Clinical
Pharmacology 1998;46(2):111-6.
9. WHO. Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for
treating and preventing HIV infection: recommendations for a public
health approach. Geneva: WHO; 2013.

10.RI K. Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi


antiretroviral pada orang dewasa. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2011.
11.Landolt NK, Phanuphak N, Ubolyam S, et al. Efavirenz, in contrast to
nevirapine, is associatedwith unfavorable progesterone and antiretroviral
levels when co-administered with combined oralcontraceptives. J Acquir
Immune Defic Syndr 2012;Nov 26.
12.Nanda K, Delany-Moretlwe S, Dube K, et al. Nevirapine-containing ART
does not reducecombined oral contraceptive effectiveness: results from
South Africa and Uganda [abstractO_03]. 3rd International Workshop on
HIV & Women, January 14-15, 2013, Toronto, Canada.
13.Stuart G, Moses A, Corbett A, et al. Combined oral contraceptives and
antiretroviral

PK/PD

inMalawian

women:

pharmacokinetics

and

pharmacodynamics of a combined oral contraceptiveand a generic


combined formulation antiretroviral in Malawi. J Acquir Immune Defic
Syndr2011;58(2):e40-3.
14.Joshi AS, Fiske WD, Benedek IH, et al. Lack of a pharmacokinetic
interaction between efavirenz(DMP 266) and ethinyl estradiol in healthy
female volunteers [abstr 348]. 5th Conference onRetroviruses and
Opportunistic Infections, February 1-5, 1998, Chicago, IL.
15.Landolt NK, Phanuphak N, Ubolyam S, et al. Efavirenz, in contrast to
nevirapine, is associatedwith unfavorable progesterone and antiretroviral
levels when co-administered with combined oralcontraceptives. J Acquir
Immune Defic Syndr 2013;62:53439.
16.Nasronudin. HIV & AIDS pendekatan biologi molekular, klinis, dan sosial.
Surabaya: Airlangga University Press; 2007. h. 31-6, 253.

Anda mungkin juga menyukai