2. Jelaskan Tentang Pancasila Dalam Arti Ontology, Epistomologis, Dan Landasan Aksiologis
JAWABAN
1. Ontologi
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki satu
kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendirisendiri.
Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Maksudnya pada
hakikatnya manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai dasar
ontologis Pancasila.
Kesesuaian hubungan negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan
sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut :
Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil
sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan
Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat
Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal).
Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan
berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam
kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus
secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan
potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul.
Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian
manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi,
negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan
motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka
dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem
kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat
kesetiaan, dan kebanggaan nasional
2.
Epistomologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, ilmu
pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya
pengetahuan, batas ilmu pengetahuan.
Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari hakikat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri.
Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan yaitu Pancasila memiliki susunan
yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila
Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang
mutlak dalam hidup manusia.
Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi
unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia
sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan
budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat
ketuhanan/ keagamaan.
Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosiobudaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
Pengetahuan indrawi;
Pengetahuan ilmiah;
Pengetahuan filosofis;
Pengetahuan religius.
Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan
dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan
kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna
kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun,
rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan
harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati,
bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan
berkarya.
Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati
alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau,
kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional
menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan
menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat
kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan
keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara
melampaui tapal batas ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang
dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran
rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
3. Landasan Aksiologis
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Silasila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilainilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental,
dan nilai praktis.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya.
Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi
beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat
manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang
dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian
semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan
kelestarian hidup.
Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam
perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia
(sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi:
Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam
semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam
antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri
(kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan
sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan
ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam
peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan
berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau konsumen nilai yang bertanggung
jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia
sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah
subyek budaya). Man created everything from something to be something else, God
created everything from nothing to be everything. Dalam keterbatasannya, manusia
adalah prokreator bersama Allah.
Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari
hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus
dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan
bagi sesama.
Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani
sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat
metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu
bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar
mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk
manusia identitas utama akal budi dan nuraninya melalui sikap dan karyanya.
Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat
kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka
wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud
dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis)
maupun nilai-nilai supranatural.
Skema pola antarhubungan sosial manusia meliputi:
1. hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan pribadi manusia (P) dalam
antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas yaitu hubungan antarbangsa
(A2-P-B2);
2. hubungan sosial-vertikal antara pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C:
Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis PC).
kebaikan sesama manusia bersumber dan didasarkan pada motivasi keyakinan terhadap
Ketuhanan yang mahaesa;
kadar/ kualitas antarhubungan itu ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis PC.
Tegasnya, garis PC1 akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2 menghasilkan garis A2PB2.
Jadi, kualitas kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas kesadaran
kemanusiaan.
Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya.
Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa, tetapi juga
adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta kasih sebagai perwujudan akal
budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan usaha manusia guna semakin mendekati
sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta sesama. Nilai cinta inilah yang menjadi sumber energi bagi
darma bakti dan pengabdiannya untuk selalu berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas
normatif ini bersifat ontologis pula, karena sifat dan potensi pribadi manusia berkembang dari
potensialitas menuju aktualitas, dari real-self menuju ideal-self, bahkan dari kehidupan dunia
menuju kehidupan kekal. Garis menuju perkembangan teleologis ini pada hakikatnya ialah usaha
dan dinamika kepribadian yang disadari (tidak didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta
diri).
Cinta diri cenderung mengarahkan manusia ke
egosentrisme,
mengakibatkan
ketidakbahagiaan. Kebaikan dan watak pribadi manusia bersumber pula pada nilai keseimbangan
proporsi cinta pribadi dengan sesama dan dengan Tuhan yang mahaesa. Dengan perkataan lain,
kesejahteraan rohani dan kebahagiaan pribadi manusia yang hakiki ialah kesadarannya dalam
menghayati cinta Tuhan dan hasrat luhurnya mencintai Tuhan dan sesamanya.
Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan
luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan teleologis;
normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ikatan hukum alam dan hukum
moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial, spiritual, supranatural dan
suprarasional. Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self
dan ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi kehidupan abadi),
menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.
Secara instrinsik dan potensial, nilai-nilai Pancasila memenuhi tuntutan hidup manusia
karena nilai filsafat sejatinya adalah untuk menjamin keutuhan kepribadian dan tidak
mengakibatkan konflik kejiwaan maupun dilematika moral. Bersyukurlah kita punya Pancasila!
Refrensi : http://orathforever.blogspot.co.id/2012/10/makalah-filsafat-pancasila-ontologis.html
Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara.
Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara
dihapuskan.
3. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan
digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan bendabenda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami sebagai
system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang
digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut : Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar
Negara, dan Ideologi Negara Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata
perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya. Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan
pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan.
Identitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat membedakan negara Indonesia
dengan negara lain. Identitas nasional Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri negara
Indonesia. Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia
diantaranya adalah sebagai berikut:
Identitas Nasional Indonesia :
1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
4.
Kewajiban diadakanya upacara bendera setiap hari senin pada seluruh instansi sekolah sekolah.
Dalam upacara bendera, terdapat banyak sekali unsur identitas negara. Seperti pengibaran sang
saka merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, menyanyikan lagu nasional lain,
pembacaan UUD 1945, pembacaan Pancasila, dan pada penutup di akhiri dengan doa (agama).
Kegiatan upacara ini dilaksanakan dari tingkat SD hingga SMA, bahkan ada Perguruan Tinggi
yang melaksanakan Upacara Bendera.
Merealisasikan dasar negara indonesia yaitu pancasila, atau menjadikan pancasila sebagai
pandangan hidup.
Kesimpulan
Identitas nasional adalah suatu ciri yang dimiliki suatu bangsa, secara fisiologi yang
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lainnya, biasanya ciri - ciri ini yang nantinya
menjadikan tanda suatu negara.
seperti halnya Identitas nasional Indonesia, Indonesia memiliki ciri sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
jadi hal - hal diatas lah yang membedakan Indonesia dengan negara lainnya.
Refrensi : achmadghozaliash.blogspot.com/
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai
kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian
masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap
bangsa itu sendiri.
Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa
bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada.
Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi
pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi
nasionalisme sebagai berikut :
1.
Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2.
Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan
prestise bangsa.
3.
Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya
lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4.
Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk
bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.