Anda di halaman 1dari 14

INVENTORY PLANNING & CONTROLLING METHOD

Diajukan untuk memenuhi tugas dari mata elemen mesin dari dosen pengampuh
Dr. Bambang Darmawan, M.M..

Disusun
Oleh
Adi Septiawan
1407283

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016

Inventory Planning & Controlling Method


Persediaan (Inventory) yakni stock bahan yang digunakan untuk
memudahkan produksi (raw material ) atau untuk memuaskan permintaan
pelanggan (finished good). { Roger G Schroeder 1994 ; 4}
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material
sedemikian rupa sehingga disatu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada
waktunya dan dilain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara
optimal (Indrajit dan Djokopranoto, 2003).
Pengendalian Persediaan (Inventory Management) mempunyai 3 Fungsi :
1. Fungsi Antisipasi yakni mengantisipasi permintaan yang akan datang.
2. Fungsi Decoupling yakni melingkupi fluktuasi permintaan tak terduga
dalam produksi ataupun permintaan sales.
3. Fungsi Economic Lot Sizing yakni mengambil keuntungan dari diskon
jumlah dan mengurangi biaya pengiriman karena kita membeli barang
dalam jumlah besar daripada jumlah yang dibutuhkan saat itu.
1. Metode Pengendalian secara statistik (statistical Inventory Control)
Metode ini biasanya disebut metode tradisional (Wilson,1929) yang jadi
focusnya adalah :
a. Berapa Jumlah Barang yang dipesan setiap pemesanan (EOQ)
b. Kapan Pemesanan Dilakukan (ROP)
c. Berapa Jumlah cadangan yang diperlukan (Safety Stock)
Metode ini biasanya menerapkan pola metode P dan metode permintaan Q,
dimana :
# Metode P : Pemesanan mengikuti suatu periode tetap sedang qty
berubah-ubah.
# Metode Q : pemesanan selalu qty nya yang tetap dan waktu pemesanan
bervariasi.
System

manajemen

persediaan

dengan

pendekatan

tradisional

menganggap bahwa ketidakpastian permintaan konsumen mengakibatkan


ketidakpastian produksi dan pembelian sehingga perusahaan harus memiliki
persediaan. Manajemen berusaha untuk mengatasi ketidakpastian tersebut melalui

perencanaan sediaan yang sebaik mungkin. Dalam pendekatan tradisional


beranggapan bahwa masalah produksi dapat diatasi dengan mengelola persediaan.
Ada beberapa alasan yang mendorong kenapa dalam pendekatan tradisional perlu
diadakan persediaan seperti:

untuk menyeimbangkan biaya penyimpanan dan pemesanan


untuk memuaskan permintaan pelanggan
untuk memanfaatkan potongan harga
untuk berjaga jaga jika terjadi kenaikan harga
untuk menjaga kelancaran proses produksi

Dalam pendekatan manajemen persediaan tradisional didasarkan pada


metode minimal dan maksimal. Metode ini menggambarkan batas minimal dan
maksimal persediaan yang harus diadakan opeh perusahaan. Supaya persediaan
itu selalu berada diantara batas minimal dan maksimal tersebut maka

harus

melakukan langkah-langkah berikut.


a

menentukan Economic order quantity (EOQ)/ kuantitas pemesanan yang


paling ekonomis. Economic Order Quantity (EOQ) menjawab pertanyaan
berapa banyak yang harus dipesan . Economic Order Quantity (EOQ) atau
Economic Lot Size (ELS) merupakan suatu metode manajemen persediaan
paling terkenal dan paling tua yand diperkenalkan oleh FW. Harris sejak
tahun 1914. Model ini dapat dipergunakan baik untuk persediaan yang
dibeli maupun yang dibuat sendiri, dan banyak digunakan sampai saat ini
karena penggunaannya relatif mudah.

Penentuan besarnya EOQ ini dihitung dengan cara:


EOQ = 2 P x I
CxK
Dimana:
b

K = Biaya penyimpanan (dalam prosentase )


I =Biaya pemesanan
P =Kebutuhan bahan dalam satu periode
C= Harga bahan
Reorder point (ROP) /titik pemesanan ulang.
Mengetahui kapan melakukan pemesanan ulang juga merupakan hal yang
penting dalam kebijakan perusahaan. Titik pemesanan ulang merupakan
titik waktu dimana pesanan baru harus dilakukan. Waktu tunggu

merupanan waktu yang diperlukan untuk menerima kuantitas pesanan


ekonomis ketika suatu pesanan dilakukan. Untuk dapat menghitung titik
pemesanan ulang, maka tingkat pemakaian (rate of usage) dan waktu
tunggu perlu diketahui.
Titik pemesanan ulang dihitung dengan cara pemakaian per hari x rata-rata
waktu tunggu.
c

Persediaan pengaman (safety stock).


Jika permintaan bahan atau produk tidak diketahui secara pasti,
kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan muncul. Persediaan
pengaman (safety stock) merupakan persediaan ekstra yang disimpan
sebagai jaminan dalam menghadapi permintaan

yang berpluktuasi.

Persediaan pengaman dihitung dengan cara pemakaian per hari x rata-rata


keterlambatan bahan
Persediaan maksimum.
Jika perusahaan harus memelihara persediaan pengaman , maka pada saat
bahan atau barang yang dipesan datang, persediaan menunjukkan tingkat
minimal yaitu sebesar persediaan pengaman, sehingga setelah bahan yang
dipesan diterima, maka

persediaan akan naik

kembali ke tingkat

maksimal yaitu sebesar persediaan pengaman ditambah Economic order


quantity (EOQ)

2. Metode Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement


Planning /MRP)
Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan
dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan
beberapa tahapan proses/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana
produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah
(komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang sehingga
dapat ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masingmasing komponen suatu produk yang akan dibuat (Rangkuti, 2004).
Sistem MRP merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut
tersedia pada saat dibutuhkan. Ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang

dapat meminimalkan biaya persediaan sehingga perusahaan akan memperoleh


keuntungan.
Kelebihan MRP
Sistem pengendalian dengan menggunakan metode MRP memang lebih
kompleks

pengelolaannya,

namun

mempunyai

banyak

kelebihan

dibandingkan dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk pengendalian


barang-barang produksi. Menurut Heizer dan Render (1993) bahwa kelebihan
MRP dalam menangani barang-barang diantaranya :
1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan
Sistem MRP merencanakan produk yang akan dihasilkan dan kapan
produk tersebut akan diproduksi sehingga produk akan tersedia sesuai
dengan permintaan atau pesanan konsumen yang pada akhirnya akan
meningkatkan

kepercayaan

dan

kepuasan

konsumen

terhadap

perusahaan.
2. Meningkatkan penggunaan fasilitas dan tenaga kerja
Untuk menghasilkan produk sesuai dengan permintaan konsumen, pada
sistem MRP dibuat Master Production Schedulling yang berisi jadwal
produksi dan komponen-komponen yang diperlukan dalam proses
produksinya, sehingga akan meningkatkan penggunaan fasilias dan
tenaga kerja agar proses produksi dapat sesuai dengan jadwal
produksinya.
3. Perencanaan dan penjadwalan yang lebih baik
Dalam sistem MRP terdapat penjadwalan produksi yang memuat
komponen yang diperlukan dalam proses produksi, sehingga dengan
sistem ini bahan-bahan yang diperlukan akan tersedia pada saat proses
produksi berjalan.
4. Respon lebih cepat terhadap permintaan pasar

Jadwal produksi pada sistem MRP masih memungkinkan adanya


perubahan permintaan pasar, sehingga dengan sistem ini akan lebih
cepat merespon permintaan pasar.
5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada
pelanggan
Syarat teknik MRP
Ada empat syarat teknik MRP, yaitu :
1. Tersedianya Master Production Schedule (MPS)
2. Setiap item persediaan mempunyai identifikasi khusus
3. Tersedianya struktur produk dan BOM (Bill of Material) pada
saat perencanaan. Struktur produk tidak perlu memuat semua
item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk, maka
struktur produk harus mampu menggambarkan secara jelas
langkah-langkah suatu produk yang dibuat, langkah tersebut
dimulai dari bahan baku sampai produk akhir.
4. Tersedianya catatan persediaan (inventory status). Status
persediaan menggambarkan keadaan dari setiap komponen
atau material yang ada dalam persediaan yang berkaitan
dengan :
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode

(inventory on hand).
Jumlah barang yang dipesan dan kapan pesanan

tersebut akan tiba (inventory on order)


Waktu ancang-ancang dari setiap bulan

Prosedur Sistem MRP


Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya
keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode
perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dpat dilakukan secara
manual bila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu
program (software) diperlukan jika jumlah item sangat banyak. Langkahlangkah tersebut adalah sebagai berikut ( A.H Nasution, Perencanaan dan
Pengendalian Produksi, Yogyakarta, 2008, Graha Ilmu) :
Netting
: perhitungan kebutuhan bersih
Lotting
: penentuan ukuran lot

Offsetting
: penetapan besarnya lead time
Explosion
: perhitungan selanjutnya untuk item dibawahnya
a Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah
kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan
kotor dengan kebutuhan persediaan. Data yang diperlukan dalam proses
perhitungan kebutuhan bersih adalah :
Kebutuhan kotor setiap periode
Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan
Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
Pengertian kebutuhan kotor adalah jumlah dri produk akhir yang akan
dikonsumsi. Umunya pengertian diatas dimaksudkan untuk permintaan
dependent, kebutuhan kotor dihitung berdasarkan item produk yang berada
pada tingkat diatasnya, biasanya juga dikalikan oleh kelipatan-kelipatan
tertentu yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan kotor merupakan gabungan dari rencana produksi item pada
level diatasnya.
Format yang digunakan pada sistem MRP seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Format Material Requirement Planning (MRP)

Keterangan :
1. Gross Requirements adalah total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan
yang diantisipasi yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan
produksi.
2. Projected On-Hand adalah perkiraan persediaan yang ada ditangan pada suatu
periode. Apabila tidak terdapat net requirements dan planned order receipts

pada periode tersebut, maka besarnya projected on-hand pada suatu periode
tersebut adalah projected on-hand periode sebelumnya dikurangi gross
requirements periode tersebut. Sedangkan apabila terdapat net requirements
dan planned order receipts pada periode tersebut, maka projected on-hand
untuk suatu periode adalah sebesar planened order receipts periode tersebut
ditambah pojected on-hand periode sebelumnya dikurangi gross requirement
periode tersebut.
3. Net Requirements adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi
oleh persediaan perusahaan. Apabila projected on-hand lebih besar dari gross
requiremnt, maka tidak terdapat net requirement untuk periode tersebut.
Tetapi, jika projected on-hand lebih kecil dari gross requirement, maka net
requirements adalah gross requirements dikurangi dengan jumlah projected
on-hand ditambah safety stock.
4. Planned Order Receipts adalah besar pesanan yang direncanakan akan
diterima untuk suatu periode tertentu. Besarnya planned order receipts
ditentukan berdasarkan teknik penentuan lot yang digunakan, atau lot sizing.
5. Planned Order Release adalah besar pesanan yang direncanakan akan dipesan
pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat
yang tepat. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir
meninggalkan persediaan dan tingkat persediaan diisi dengan barang yang
dipesan. Planned order release besarnya sama dengan planned order receipts,
hanya saja periode pelaksanaannya adalah sebesar waktu sebelum rencana
penerimaan pesanan, ditentukan berdasarkan lead time, (Gaszper, 2002).
b Lotting
Lotting adalah suatu algoritma heuristic yang mencoba untuk mencari
jumlah pesanan. Menentukan beasrnya pesanan individu yang optimal
berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Terdapat banyak
alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk
ongkos set-up

dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana

dengan menggunakan jumlah pemesanan teta atau dengan periode


pemesanan tetap.
c Offsetting

Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersediannya
ukuran lot yang diinginkan dengan besarrnya lead time.
d Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat
item atau komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan kotor ini
didasarkan pada rencana pemesanan item-item produk pada level yang
lebih atas. Untuk perhitungan kotor ini, diperlukan struktur produk dan
informasi mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk item yang
akan dihitung.
Tujuan MRP
Secara umum MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut
( Hari Purnomo, Pengantar Teknik Industri, 2003, Yogyakarta, Graha Ilmu) :
1. Meminimalkan persediaan
MRP menentukan berupa banyak dan kapan suatau komponen
dibutuhkan disesuaikan denga jadwal induk produksi (Master
Production Schedule). Melalui metode ini maka pengadaan atas
komponen yang diperlukan terhadap rencana produksi dapat
dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga meminimalkan
biaya persediaan.
2. Mengurangi resiko keterlambatan produksi atau pengiriman
MRP mengidentifikasikan berapa banyaknya bahan dan komponen
yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan
memperhatikan tenggang waktu produksi maupun pengadaan atau
pembelian

komponen,

sehingga

memperkecil

resiko

tidak

tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat menimbulkan


terganggunya kegiatan produksi.
3. Komitmen yang realistis
Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat terpenuhi sesuai
dengan rencana sehingga komitmen terhadap pengiriman barang
dapat dilakukan secara realistis. Hal ini mendorong peningkatan
kepuasan dan kepercayaan konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi

MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah


persediaan,

waktu

produksi

dan

waktu

pengiriman

dapat

direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. Ada


3 input utama dari suatu sistem MRP, yaitu Master Production
Schedule, catatan keadaan persediaan (Inventory Status) dan
struktur produk (Bill of Material). Tanpa adanya ketiga input
tersebut, MRP tidak akan berfungsi dengan baik.
Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesana
dan inventori untuk item-item dependent demand. Berdasarkan MPS yang
diturunkan dari rencana produksi, MRP mengidentifikasi item apa yang harus
dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan dan kapan waktu
memesan item tersebut.
Komponen MRP
Menurut Rangkuti (2002), Komponen sistem MRP terdiri dari
1. Data persediaan (Inventory Record File)
Data ini menjadi landasan untuk pembuatan MRP karena
memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan pembantu
dan barang jadi yang aman (minimum) serta keterangan lainnya,
seperti : kapan kita mendapat kiriman barang, berapa jangka waktu
pengiriman barang (lead time), berapa besar kelipatan jumlah
pemesanan barang (lot size).
2. Jadwal produksi
Untuk mengetahui jadwal masing-masing barang yang akan
diproduksi, kapan barang tersebut akan dibutuhkan, berapa banyak
dibutuhkan sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam
penyusunan MRP.
3. Bill Of Material ( BOM )
Untuk mengetahui susunan barang yang akan diproduksi
menggunakan bahan apa saja, apakah bahan tersebut langsung beli

atau dibuat dengan bahan dasar lain sehingga jelas dalam menentukan
pemesanan bahan-bahan baku agar produksi tetap berjalan lancar.
Menurut Gaspersz (1998), Bill Of Material ( BOM) merupakan
daftar dari semua material disertai keterangan mengenai kuantitas
yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu unit produk. Informasi
tersebut akan bermanfaat untuk mengetahui jenis bahan baku apa saja
yang akan digunakan.
Lead Time
Jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu
pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan, atau
waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan berbagai komponen.
Keluaran MRP
Hasil dari MRP berupa rencana pemesana atau rencana produksi
yang dibuat berdasarkan lead time (Teguh Baroto, 2002)
Hasil MRP :
Catatan tentang pesanan yang harus dilakukan

atau

direncanakan baik dari pabrik maupun dari supplier.


Indikasi untuk penjadwalan ulang atau pembatalan produksi.
Indikasi pembatalan pesanan
Indikasi keadaan persediaan

Ukuran Lot Size MRP


Didalam sistem MRP dikenal berbagai macam teknik penentuan
lot, ada empat teknik, yaitu :
1. Fixed Order Quantity (FOQ)
2. Economic Order Quantity (EOQ)
3. Period Order Quantity (POQ)
4. Lot For Lot (L4L)
3. Metode Persediaan JIT (just In Time)
Perubahan lingkungan tradisional ke pemanufakturan maju yang diikuti
dengan persaingan tajam bahkan berlevel global mengakibatkan system
manajemen dengan pendekatan tradisional yang berbasis Economic Order

Quantity (EOQ) dan metode minimal-maksimal tidak cocok lagi dalam


lingkungan yang baru sehingga mendorong perusahaan menggunakan Just In
Time (JIT).
Sistem

persediaan

Just-In-Time

bertujuan

meminimalkan

tingkat

persediaan, kalau bisa tingkat persediaan ditekan menjadi nol. Sistem semacam
ini, suplier akan ditekan sedemikian rupa sehingga bisa mendatangkan barang
hanya beberapa jam sebelum dibutuhkan. Pada giliran selanjutnya, supplier akan
ditekan lebih lanjut agar bisa menyediakan barang dengan cepat. Tentu saja
perubahan perilaku semacam itu tidak hanya terjadi di perusahaan, tetapi juga
pada mata rantai pemasok perusahaan.
Dalam kondisi ideal, perusahaan yang menjalankan JIT akan membeli
bahan baku hanya untuk kebutuhan hari itu saja. Perusahaan tidak memiliki
persediaan barang dalam proses pada akhir hari tersebut, dan semua barang jadi
yang diselesaikan hari itu telah dikirimkan ke konsumen begitu produksi selesai.
Dengan demikian, JIT berarti bahan baku yang diterima segera masuk ke proses
produksi, bahan-bahan produksi yang lain segera digabungkan dan dikerjakan,
dan produk yang telah jadi segera dikirimkan ke konsumen.
Just

In

Time

merupakan

suatu

pendekatan

manufaktur

yang

mempertahankan bahwa produksi harus ditarik dari seluruh system dengan


adanya permintaan dan bukannya mendorong seluruh system dengan schdule
yang tetap untuk mengantisipasi permintaan. Kebanyakan restoran cepat saji,
seperti McDonalds, menggunakan system tarikan untuk mengontrol persediaan
barang jadi mereka. Ketika seorang pelanggan memesan hamburger, maka
hamburger itu diambil dari rak. Ketika jumlah hamburger mulai menipis maka
juru masak mulai memasak hamburger yang baru. Permintaan pelanggan manarik
seluruh bahan baku melalui system. Prinsip yang sama digunakan dalam mengatur
proses produksi sehingga setiap operasi memproduksi produk yang diperlukaan
untuk memuaskan permintaan dari operasi yang mendahuluinya.
Perusahaan yang menerapkan Just In Time (JIT) akan mendapatkan
keuntungan antara lain :
a. modal

kerja

dapat ditunjang dengan adanya

pengurangan-pengurangan biaya persediaan,

persediaan karena

b. Lokasi yang tadinya untuk menyimpan persediaan dapat digunakan untuk


aktivitas lain sehingga produktivitas meningkat.ik,
c. Waktu untuk melakukan aktivitas produksi berkurang, sehingga dapat
menghasilkan jumlah proudk lebih banyak dan lebih cepat merespon
konsumen.dan d) tingkat produk cacat berkurang, menakibatkan
penghematan dan kepuasan konsumen meningkat.
Untuk menjamin agar penerapan Just In Time (JIT) dapat berhasil dengan
baik maka perusahaan perlu melakukan :
a) kontrak jangka panjang dan menjaga hubungan baik dengan supplier.
Melakukan negosiasi kontrak-kontrak jangka panjang untuk memasok
bahan baku dari luar pastinya akan mengurangi jumlah pemesanan dan
biaya pemesanan itu sendiri. Kontrak jangka panjang selain dilakukan
dengan supplier juga dapat dilakukan antara perusahaan manufaktur.
b) Pertukaran data elektronik (electronic data interchange/EDI). EDI
memungkinkan para supplier untuk mengakses basis data pembelinya
cecara on-line. Dengan mengetahui skedul produksi pembelinya ( dalam
hal ini adalah perusahaan manufaktur), para supplier dapat mengirimkan
barang ataupun bahan baku ysng diperlukan ketika dibutuhkan, yaitu
tepat pada saat bahan tersebut dibutuhkan. EDI tidak memerlukan kertas
kerja, tidak perlu formulir pemesanan. Para supplier menggunakan skedul
produksi yang terdapat dalam basis data pembeli, untuk menentukan
skedul produksi dan pengiriman mereka. Ketika bahan baku ataupun
barang dikirimkan, sebuah pesan elektronik dikirimkan oleh supplier
kepada pembelinya bahwa pengiriman dalam perjalanan.ketika barang
ataupun bahan sudah tiba suatu kode bar dipindah dengan alat elektronik
dan ini mengawali proses pembayaran terhadap barang ataupun bahan
yang dibeli tersebut. Jelasnya EDI memerlukan perjanjian kerjasama yang
ketat antara supplier dengan pembeli.

Anda mungkin juga menyukai