Anda di halaman 1dari 5

NAMA

: DIKI JAYAN DIKA

NIM

: 06041281419024

MATA KULIAH : SEJARAH AFRIKA


KESIMPULAN PRESENTASI MATERI KRISIS DI AFRIKA
KRISIS MAROKO 1 (MARET 1906-MEI 1906)
Penyebab :
Terjadinya perebutan terhadap Maroko oleh negara-negara Eropa seperti Inggris, Italia,
Spanyol, Jerman, dan yang paling berambisi memiliki Maroko adalah Perancis.
Penyelesaian :
Karena ambisi yang sangat kuat dari Perancis untuk mendapatkan Maroko maka Perancis
mengadakan perjanjian-perjanjian dengan Negara-negara saingannya, yaitu :
1. Konvensi yang diadakan tahun 1880 yang dihadiri oleh 15 negara Eropa dan Amerika
Serikat di Madrid yang berisi Status quo Sultan Maroko harus dipertahankan dan
Maroko tetap menjalankan politik pintu terbuka.
2. Perjanjian Perancis dan Italia, yang isinya Italia tidak keberatan apabila Perancis di
Maroko, sebaliknya Perancis juga tidak akan menghalangi keinginan Italia di Tripoli
dan Cyrenaica. Perjanjian ini di tambah pada tahun 1902 dengan memasukkan
apabila salah satu Negara diserang musuh maka yang lain akan bersikap netral
3. Perjanjian Perancis dan Spanyol pada tahun 1904 yang berisi Spanyol mendapatkan
Panati utara termasuk Tanjir dan Fez serta sedikit di bagian selatan, selebihnya
menjadi milik Perancis
4. Marocco Egyption Agreement/Entente Cordiale, adalah suatu perjanjian damai antara
Perancis dan Inggris yang intinya Perancis akan melupakan/meleepaskan
kepentingannya di Mesir, sebagai imbalannya Inggris tidak keberatan apabila Perancis
berda di Maroko, dengan catatan tidak boleh ada benteng di Jabaltarik.
5. Konferensi Algeciras tahun 1806, adalah perjanjian yang dilakukan atas tuntutan
Jerman terhadap Perancis yang melibatkan negara Perancis, Inggris, Rusia, Jerman,
Spanyol, Amerika Serikat, Italia dan Austria. Isinya antara lain :
1)

Kedaulatan Sultan Maroko tetap diakui

2) Masalah kepolisian dan bank-bank nasional dibawah pengawasan internasional.


3)

Maroko tetap menjalankan politik pintu teerbuka.

4) Perancis diperkenankan menjalankan penetrasi damai di Maroko kecuali Pantai


utara.
5)

Pantai utara diserahkan pada Spanyol.

Dengan di tandatanganinya perjanjian Algeciras ini, maka Krisis Maroko Pertama inipun
dapat diatasi secara damai tahun 1806.
KRISIS MAROKO II
Penyebab :
1. Banyak nya pemberontakan terhadap Perancis
2. Adanya ketegangan antara tiga Negara besar Eropa yaitu Perancis, Jerman, dan
Inggris.
Penyelesaian :
Dilakukan perjanjian yang intinya Jerman harus meninggalkan Maroko dan mengakui
kekuasaan Perancis atas Maroko dan sebagai imbalannya Jerman mendapatkan sebagian
daerah Perancis di Kongo.
KRISIS FASHODA
Penyebab :
Adanya ketegangan antara Inggris dan Perancis karena sama-sama memperebutkan wilayah
yang sama, yaitu fashoda.

Penyelesaian :
Pada saat risis ini terjadilah ketegangan antara Inggris dan Perancis. Akhirnya untuk
menyelesaikan krisis antara dua pasukan tersebut diserahkan kepada negaranya masingmasing. Dengan pertimbangan lebih mendahulukan revance terhadap Jerman dan adanya

kasu Drayfus maka Perancis memilih mundur guna menghindari konflik yang lebih besar.
Hal ini berarti kemenangan bagi Inggris.
KRISIS TERUSAN SUEZ
Pada tanggal 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang
secara bersama-sama menetapkan status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi,
dan peranan Terusan Suez bagi dunia internasional. Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman,
Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi
menetapkan Terusan Suez berstatus internasional. Adapun hasil konferensi Istambul Suez
Canal Convention adalah sebagai berikut :
a. Kebebasan berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, bak kapal dagang maupun kapal
perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
b. Semua kapal yang melintasi Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda
peperangan.
c. Tidak boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
d. Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin
pelaksanaan Konferensi Istambul.
e. Kebebasan berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.
f. Pokok-pokok persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undang-undang
yang mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.
Terinspirasi oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser menasionalisasi
Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. Dengan demikian, Terusan Suez yang semula
berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir.Tindakan Gamal Abdul
Nasser ini tentu saja dianggap sebagai pelanggaran serius yang segera mendapat reaksi dari
Inggris dan Prancis. Kedua negara Eropa yang mempunyai kepentingan dengan Terusan Suez
berencana secara besama-sama akan menyerang Mesir. Amerika Serikat sebagai negara
adidaya dan juga merupakan sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan
penyerangan tersebut. Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang
sedang bersengketa itu untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.
Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John

Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menyelesaikan masalah Terusan Suez.
Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai
persetujuan tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang disebut Konferensi London.
Hasil Konferensi London menyebutkan, antara lain bahwa akan dibentuk suatu badan
internasional untuk menangani Terusan Suez. Namun, Gamal Abdul Nasser tetap teguh pada
pendirian untuk menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil keputusan Konferensi
London. Akibat sikap tersebut, ketegangan di kawasan Timur Tengah memuncak kembali.
Masalah Terusan Suez juga dimajukan dalam Sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan
September 1956. Sekretaris Jenderal PBB, DagHammerskjold menanggapi masalah Terusan
Suez, memberi usulan damai yang terkandung dalam enam hal seperti berikut.
a. Pentingnya transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik secara
politik maupun teknik.
b. Kedaulatan Mesir dan Terusan Suez harus dihormati nleh setiap negara.
c. Pengoperasian Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.
d. Penetapan bea tol harus diputuskan atas kesepakatan bersama antara Mesir dan negara
pemakai Terusan Suez.
e. Sebagian pendapatan yang diperoleh harus digunakan kembali untuk pengembangan
Terusan
Suez.
f. Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan secara damai melalui lembaga arbitrase
internasional.
Penyelesaian masalah Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun, Mesir
tetap menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa Mesir
secara sepihak telah melakukan pelanggaran internasional. Oleh karena itu, Inggris dan
Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan gabungan itu berhasil
menduduki daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said. Israel juga ikut melibatkan diri
menyerang Mesir dan berhasil menduduki wilayah Gurun Sinai.
Akibat serangan gabungan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap membantu
Mesir. indakan itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam
masalah Terusan Suez dengan membantu sekutunya, Inggris dan Prancis. Perang terbuka
akibat tindakan Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez menimbulkan
krisis internasional yang disebut Krisis Suez. Krisis Suez mendapat reaksi internasional dari

negara-negara yang anti terhadap imperialisme dan kolonialisme. PBB segera menggelar
sidang umum untuk membahas Krisis Suez. Atas usul Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B.
Pearson, Dewan Keamanan PBB harus segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di
Mesir. Pasukan PBB itu nantinya akan ditempatkan di sepanjang perbatasan MesirIsrael.
Pasukan penjaga perdamaian PBB itu disebut United Nations Emergency Forces (UNEF).
Bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 harus ikut berperan dalam
menciptakan perdamaian dunia ikut tergerak membantu mengatasi Krisis Suez. Pada tanggal
8 November 1956 sebagai wujud partisipasi aktif bangsa Indonesia menyatakan kesediaannya
dalam menyelesaikan Krisis Suez dengan bersedia menempatkan pasukan TNI sebagai
penjaga perdamaian di wilayah Mesir dalam Komando UNEF. Pasukan TNI yang dikirim
sebagai penjaga perdamaian di Mesir disebut Pasukan Garuda. Pasukan ini dipimpin oleh
Letkol Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letkol Saudi. Pasukan Misriga I berangkat ke
Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Pengiriman pasukan penjaga perdamaian oleh bangsa Indonesia dalam mengatasi Krisis Suez
juga untuk menunjukkan solidaritas sebagai sesama negara yang baru merdeka. Selain itu,
juga melaksanakan hasil keputusan yang telah diambil dalam Konferensi Asia Afrika.

Anda mungkin juga menyukai