Anda di halaman 1dari 5

CEKUNGAN GORONTALO

Secara geologi, posisi Cekungan Gorontalo adalah hasil tumbukan


Lempeng Mikro Australia dengan Lempeng Sunda pada Mesozoikum.
Kemudian diikuti oleh regangan Sunda sebagai Lempeng Mikro LhasaSikuleh yang bertumbukan dengan Eurasia. Pada periode ini, tersebar
pengendapan paparan karbonat dengan beberapa intrusi yang
berhubungan dengan proses volkanik Oligosen Miosen Tengah.
Awal mula pembentukan cekungan Gorontalo akibat oleh perekahan
dan rotasi searah jarum jam lengan utara Sulawesi pada Neogen pada
sekitar 5 Ma (Hamilton, 1979; Walpersdorf et al. 1997, 1998)
Struktur utama Cekungan Gorontalo berarah barat-timur, cekungan
ini muncul dalam dua bagian berdasarkan konfigurasi kedalaman laut
(bathymetric):
1.
Sebelah barat Pulau Togan (Teluk Tomini), berkisar pada kedalaman
1.000 2.000 m.
2.
Sebelah timur Pulau Togan, semakin dalam ke Laut Maluku melebihi
3.000 m.
Konfigurasi struktur cekungan ini secara umum mirip dengan
Cekungan Bone, bagian tengah kemungkinan terisi pada Neogen Tengah
Neogen Akhir hingga saat sekarang, pada posisi cekungan volcanomagmatic arc dan cekungan non-volcanic arc. Sesar-sesar mungkin
berhubungan dengan bentukan graben yang hadir di lepas pantai Poso di
bagian baratdaya Teluk Tomini. Perbandingan depresi utama bagian paling
dalam antara Gorontalo dan Pulau Togan adalah lebih dari 3 s (TWT) di
atas akustik batuan dasar. Indikasi struktur tinggian batuan dasar hanya
teramati di bagian tengah cekungan.
EVOLUSI CEKUNGAN
Permian-Karbon (Konfigurasi Lempeng)
Penelitian pada umur ini masih sangat sedikit, penjelasan mengenai
kerangka tektonik Indonesia Timur di daerah ini hanya didukung oleh
konfigurasi lempeng mikro. Data tatanan tektonik terdahulu yang sering
digunakan adalah model tektonik Halmahera Tenggara sebagai Tertiaryderived terrain (Hall, 2002 dan Metcalf, 2002 dalam Jablonski dkk., 2007).

Trias-Paleosen (Pre Break-up)


Ketebalan lempeng yang terpisah memperlihatkan konfigurasi
lapisan yang rumit, diinterpretasikan sebagai sisa pemekaran terdahulu.
Lapisan-lapisan ini hadir di sepanjang batas utara Cekungan Gorontalo.
Pemisahan blok dimulai 205 jtl dan kemudian bertumbukan dengan Sunda
pada umur Kapur, kemudian sabuk ofiolit terperangkap di antara kedua
lempeng ini. Ofiolit yang tersingkap di darat telah diintrusi oleh Granit
Toboli berumur 96,37 jtl (Hall, 2002 dalam Jablonski dkk., 2007).

Eosen Awal-Eosen Tengah (Break-up Phase)


Mengikuti tumbukan Mangkalihat- Baratlaut Sulawesi dengan
Timurlaut Sulawesi pada zaman Kapur, Lempeng Mikro Lhasa-Sikeuleh
bertumbukan dengan Lempeng Eurasia di Burma-Sumatera bagian barat
pada 51,5 jtl (Rowley, 1996 dalam Jablonski dkk., 2007). Hal ini
menyebabkan terjadinya rotasi Daratan Sunda searah jarum jam dan
terjadinya sejumlah bukaan tear rifts (Longley, 1997 dalam Jablonski dkk.,
2007) seperti pembukaan Teluk Bone, pembukaan Teluk Tomini/Cekungan
Gorontalo, subduksi Laut Sulawesi. Subduksi yang miring ke arah benua
pun (kira-kira ke arah barat saat itu) terjadi berkali-kali dan menghasilkan
beberapa periode magmatik dan volkanik di Sulawesi bagian barat
(Satyana, 2014).
Selama periode ini, berkembang sejumlah endapan sungai - delta yang
berpotensi mengandung hidrokarbon (oil prone). Cekungan Gorontalo
muncul dengan dua deposenter sub-cekungan yang diperkirakan
berhubungan dengan pemekaran punggung Sulawesi di daerah utara dan
mungkin juga memiliki hubungan dengan Cekungan Bone di bagian
selatan mendekati Zona Sesar Palu.
Eosen Akhir - Miosen Atas
Periode signifikan bagi Sulawesi, pada kala ini terjadilah benturan,
collision, docking dua mikrokontinen Australia ke arah Sulawesi dari
sebelah tenggara (mikrokontinen Buton-Tukangbesi) dan dari sebelah
timur (mikrokontinen Banggai-Sula). Pada periode ini diperkirakan terjadi
pembalikan utama arah/polaritas busur-busur Sulawesi baik untuk busur

magmatik maupun jalur subduksinya dari semula cembung ke arah


samudera menjadi cekung ke arah samudera (ke arah timur pada kala ini).
Pembalikan polaritas busur-busur Sulawesi ini secara frontal adalah akibat
benturan mikrokontinen dI Banggai-Sula yang membenturnya di titik
pusat Sulawesi, di bagian tengah, di pivot point-nya. Bentuk K Sulawesi
diperkirakan terjadi di kala ini (Gambar 2.5). Sulawesi membalik dari
cembung ke timur menjadi cekung ke timur. Pembalikan busur-busur
Sulawesi itu terjadi melalui perpindahan massa kerak Bumi bernama
rotasi, Lengan Tenggara berotasi melawan arah jarum jam sehingga
membuka melebarkan Teluk Bone di sebelah baratnya, Lengan Utara
berotasi searah jarum jam sehingga menutup Cekungan Gorontalo
(Satyana, 2014).

STRATIGRAFI CEKUNGAN
E.

Stratigrafi Cekungan

Berdasarkan peta geologi lembar Tilamuta (S. Bachri, dkk, 1993) dan
lembar Kotamobagu (T.Apandi, dkk, 1997) dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung, stratigrafi wilayah Cekungan Limboto
disusun oleh formasi / satuan batuan sebagai berikut (Gambar 2.7):
a. Endapan Permukaan

Alwium (Qal),

Endapan Danau (Qpl),

b. Satuan Batuan Sedimen dan Gunungapi

Formasi Anombo (Teot), terdiri dari : lava basal, lava andesit, breksi
gunung api, dengan selingan batupasir wake, batupasir hijau, batulanau,
batu gamping merah, batugamping kelabu, dan sedikit batuan
termalihkan.

Formasi Dolokapa (fmd), terdiri dari : batupasir wake, batulanau,


batulumpur, konglomerat, tuf, tuf lapili, aglomerat, breksi gunungapi dan
lava bersusunan andesit sampai basal.

Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv)

Satuan Breksi Wobudu (Tpwv)

Batuan Gunungapi Pinogu (TQpv)

Batugamping Klastik (TQI)

Batugamping Terumbu (QI),

c. Satuan Batuan Intrusi

Diorit Bone (Tmb),

Diorit Boliohuto (Tmbo)

Satuan Batuan Retas, terdiri dari : Andesit (Ta) dan Basal (fb).

Skema rotasi lengan atas sulawesi

Miosen Atas - Resen

Periode finalisasi pembalikan busur-busur Sulawesi dan periode


tectonic escape di Sulawesi. Sebagaimana diteorikan, mengikuti
benturan/collision maka akan ada post-collision tectonic escape (Gambar
2.6), maka setelah benturan Buton-Tukangbesi dan benturan BanggaiSula, terjadilah tectonic escape berupa sesar-sesar mendatar besar yang
meretakkan dan menggeser-geser Sulawesi. Sesar-sesar ini mengarah ke
timur umumnya, yaitu ke arah free oceanic edge saat itu sebagaimana
teori tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Matano,
Lawanopo, Kolaka, dan Balantak terjadi melalui mekanisme post-collision
tectonic escape. Tectonic escape juga dimanifestasikan dalam bentuk
retakan-retakan membuka, ekstensional, di dalam area benturan BanggaiSula atau Buton-Tukangbesi.

Anda mungkin juga menyukai