Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR


(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar)

Disusun oleh:
Septiani Wulandari

8105133139

Meity Isanti

8105133183

Treska Melsa Diani

8105133187

Nur Muchoronah

8105133145

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


KONSENTRASI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam Yang Maha Pemberi kesempatan untuk
kami menyelesaikan Makalah Strategi Belajar Mengajar. Laporan ini berisi materi tentang
Konsep Strategi Belajar Mengajar.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Santi Susanti, selaku dosen Strategi
Belajar Mengajar yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan
makalah ini, serta teman teman yang telah membantu kami. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi kami. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca.

Jakarta, 06 Maret 2016

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.

Pengertian Strategi Belajar Mengajar.......................................................................3


Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar......................................................................6
Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar...............................................................10
Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem.................................................................12
Pola-pola Belajar Siswa.........................................................................................16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang
terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Semua unsur
atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi
dengan berorientasi pada tujuan. Seperti telah kita ketahui bahwa tugas utama guru ialah
mengajar yang berarti membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan tertentu atau
kompetensi. Tujuan atau kompetensi itu telah dirumuskan dalam kurikulum yang
berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan proses pembelajaran.
Persoalan berikut ini adalah bagaimana melaksanakannya di dalam proses belajar
mengajar atau proses pembelajaran agar tujuan atau kompetensi yang diharapkan
tercapai. Dalam proses pembelajaran yang menjadi persoalan pokok ialah bagaimana
memilih dan menentukan strategi pembelajaran atau strategi belajar mengajar (SBM).
Strategi belajar mengajar menentukan jenis interaksi di dalam proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang di gunakan harus menimbulkan aktivitas belajar yang baik,
aktif, kreatif, efektif dan efesien, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara
maksimal.
Pemilihan strategi belajar mengajar sangatlah penting, artinya bagaimana guru dapat
memilih kegiatan pembelajaran yang paling efektif dan efisien untuk menciptakan
pengalaman yang baik, yaitu yang dapat memberikan fasilitas kepada peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran. Namun, yang harus diingat tidak ada satupun strategi
pembelajaran yang paling sesuai untuk semua kondisi dan situasi yang berbeda
walaupun tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sama.
Dengan demikian, mengingat pentingnya strategi pembelajaran maka penulis ingin
membahas tentang hal-hal yang terkait dengan strategi belajar mengajar agar dapat
memilih strategi yang sesuai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian strategi belajar mengajar?
2. Apa saja klasifikasi strategi belajar mengajar?
3. Bagaimana konsep dasar strategi belajar mengajar?
4. Apakah belajar mengajar merupakan suatu sistem?
2

5. Apa saja pola-pola belajar siswa?


C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari strategi belajar mengajar
2. Dapat mengetahui klasifikasi strategi belajar mengajar
3. Dapat mengetahui konsep dasar strategi belajar mengajar
4. Dapat mengetahui belajar mengajar merupakan suatu sistem
5. Dapat mengetahui pola-pola belajar siswa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar


Kata strategi berasal dari kata Strategos (Yunani) atau Strategos. Strategos berarti
jendral atau berarti pula perwira negara (states officer). Secara bahasa strategi dapat
diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara. Sedangkan secara umum strategi adalah
suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Adapun strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai pola umum kegiatan gurumurid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan. Atau dengan kata lain, strategi belajar mengajar merupakan sejumlah
langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
Menurut Mansyur (1991), batasan belajar mengajar yang bersifat umum mempunyai
empat dasar strategi, yaitu:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah
laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan
hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru
dalam menunaikan kegiatan mengajamya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan

dijadikan

umpan

balik

buat

penyempumaan

sistem

instruksional

yang

bersangkutan secara keseluruhan.


Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting
yang dapat dan harus dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana
diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Di sini terlihat apa yang
dijadikan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas
dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan
konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak, maka kegiatan belajar
mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat selanjutnya perubahan yang
diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui, karena penyimpanganpenyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu, rumusan tujuan yang
operasional dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru sebelum melakukan
tugasnya di sekolah.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan
efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan,
konsep, pengertian dan teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus,
akan mempengaruhi hasilnya. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan
pendekatan yang berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama.
Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan melahirkan
kesimpulan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan bila dalam cara
pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian konsep dan teori
ekonomi tentang baik, benar atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut
pengertian konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik,
benar atau adil kalau seseorang guru menggunakan pendekatan agama, karena
pengertian konsep dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda
dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan cara

pendekatan yang digunakan terhadap kegiatan belajar mengajar. Belajar menurut Teori
Asosiasi, tidak sama dengan pengertian belajar menurut Teori Problem Solving. Suatu
topik tertentu dipelajari atau dibahas dengan cara menghapal, akan berbeda hasilnya
kalau dipelajari atau dibahas dengan teknik diskusi atau seminar. Juga akan lain hasilnya
andaikata topik yang sama dibahas dengan menggunakan kombinasi berbagai teori.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivikasi
anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk
memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong
dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya
sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya
jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin diperoleh,
maka guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode
atau mengombinasikan beberapa metode yang relevan. Cara penyajian yang satu
mungkin lebih menekankan kepada peranan anak didik, sementara teknik penyajian
yang lain lebih terfokus kepada peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti buku, atau
mesin komputer misalnya. Ada pula metode yang lebih berhasil bila dipakai buat anak
didik dalam jumlah yang terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi tertentu.
Demikian juga bila kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, di
perpustakaan, di laboratorium, di mesjid, atau di kebun, tentu metode yang diperlukan
agar tujuan tercapai. Untuk masing-masing tempat seperti itu tidak sama. Tujuan
instruksional yang ingin dicapai tidak selalu tunggal, bisa jadi terdiri dari beberapa
tujuan atau sasaran. Untuk itu guru membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik
penyajian supaya kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak membosankan.
Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru
mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana
keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui
keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar
6

mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar
yang lain.
Apa yang harus dinilai, dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk
kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang anak didik dapat dikategorikan
sebagai anak didik yang berhasil, bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi
kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil
ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olahraga, keterampilan, dan
sebagainya. Atau dapat pula dilihat dari gabungan berbagai aspek.

B. Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar


Menurut Tabrani Rusyan dalam Mansyur menyatakan bahwa terdapat berbagai
masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan di
klasifikasikan menjadi 7 bagian, seperti berikut:
1. Konsep dasar strategi belajar mengajar
Seperti telah diuraikan pada subpokok bahasan sebelumnya, konsep dasar strategi
belajar mengajar ini meliputi hal-hal:
a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku,
b. Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar
mengajar
c. Memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar,
d. Norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
2. Sasaran kegiatan belajar mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu
bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret yakni tujuan
Instruksional khusus dan tujuan Instruksional umum, tujuan kulikuler, tujuan
nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.

3. Belajar mengajar sebagai suatu sistem


Belajar mengajar selaku suatu sistem Instruksional mengacu kepada pengertian
sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk
mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi sejumlah komponen
antara lain, tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Agar tujuan itu
tercapai semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama
komponen itu terjadi kerja sama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan
komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan dan evaluasi saja, tapi ia
harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
4. Hakikat proses belajar
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya
tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme
atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar,
mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya
termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.
5. Entering Behavior Siswa
Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat
akan memasuki kegiatan belajar-mengajar inilah yang dimaksudkan dengan entering
behavior. Entering behavior ini akan dapat kita identifikasi dengan berbagai cara,
antara lain:
1. Secara tradisional, telah lajim para guru memulai dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan mengenai bahan yang telah diberikan terdahulu sebelum
menyajikan bahan baru.
2. Secara inovatif, guru-guru tertentu pada berbagai lembaga pendidikan yang telah
dimiliki atau mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar
secara memadai, sudah mulai dengan mengadakan pre-test sebelum mereka
memulai dengan program kegiatan belajar-mengajarnya.

Dengan diketahuinya gambaran tentang entering behavior, siswa ini akan


memberikan banyak sekali bantuan kepada guru, antara lain:
1. Untuk mengetahui seberapa jauh terdapatnya kesamaan individual antarsiswa
dalam taraf kesiapanya, kematangannya, tingkat penguasaan dari pengetahuan
dan keterampilan dasar sebagai landasan bagi penyajian bahan baru;
2. Dengan

diketahuinya

disposisi

perilaku

siswa

tersebut,

akan

dapat

dipertimbangkan dan dipilih bahan, prosedur, teknik, dan alat bantu belajarmengajar yang sesuai;
3. Dengan membandingkan nilai dari per-test dengan nilai hasil, guru akan
memperoleh indikator petunjuk seberapa jauh atau seberapa banyak perubahan
perilaku itu telah terjadi pada siswa.
Mengingat hakikat perubahan perilaku dalam belajar itu dapat merupakan
penambahan (pengayaan), peningkatan (pendalaman) hal-hal baru (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan sebagainya) terhadap yang lama yang telah dimilki atau
dikuasai siswa. Maka sekurang-kurangnya ada tiga dimensi dari entering behavior itu
yang perlu diketahui guru, ialah:
1. Batasan-batasan cakupan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki
dan dikuasai siswa;
2. Tingkatan dan urutan tahapan materi pengetahuan, dan terutama kawasan polapola sambutan atau kemampuan yang telah dicapai dan dikuasai siswa;
3. Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikomotorik, proses-proses kognitif;
pengalaman, mengingat, berfikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan
6. Pola-pola belajar siswa
Robert M.Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe di
mana yang satu merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya.
7. Memilih sistem belajar mengajar

Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai cara pendekatan
atau sistem pengajaran atau proses belajar mengajar. Berbagai sistem pengajaran yang
menarik perhatian akhir-akhir ini adalah:
1. Enquiry-Discovery Learning
Belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini guru
menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi anak didik diberi
peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik
pendekatan pemecahan masalah.
2. Expository approach
Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan
secara rapi, sistematik, dan lengkap, sehingga anak didik tinggal menyimak dan
mencernanya saja secara tertib dan teratur.
3. Mastery learning
Dari hasil berbagai studi menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil siswa
yang mampu menguasai bahan 90%-100% dari penyajian guru. Sebagian besar
siswa bervariasi antara 50%-80%, malah sebagian lagi ada yang lebih kecil lagi
penguasaannya terhadap bahan yang disajikan guru. Adanya variasi penguasaan
bahan ini mencerminkan adanya variasi kemampuan para siswa.
4. Humanistic education
Dalam kenyataan tidak bisa disangkal bahwa kemampuan dasar kecerdasan
para siswa itu sangat bervariasi secara individual. Oleh karena itu muncul teori
belajar yang menitikberatkan upaya untuk membantu siswa agar sanggup
mencapai perwujudan dirinya atau self realization sesuai dengan kemampuan
dasar dan keunikan yang dimilikinya. Cara pendekatannya masih bersifat enquirydiscovery based approaches. Karakteristik pokok metode ini antara lain bahwa
guru hendaknya jangan membuat jarak terlalu tajam dengan siswanya. Ia harus
menempatkan diri berdampingan dengan siswa sebagai siswa senior yang selalu
10

siap menjadi sumber atau konsultan dan berbicara. Taraf akhir dari proses belajar
mengajar menurut pandangan ini adalah self actualization seoptimal mungkin dari
setiap anak didik.
5. Pengorganisasian Kelompok Belajar
Memperhatikan berbagai cara pendekatan atau sistem belajar mengajar
seperti diuraikan di atas, disarankan pengorganisasian kelompok belajar anak
adalah sebagai berikut : N1 untuk peserta yang hanya seorang, metode yang
diginakan adalah konsep belajar mengajar tutorial, pengajaran berprogram dan
studi individual. N2-20 untuk kelompok kecil sekitar dua sampai dua puluh orang,
meto9de belajarnya bisa diskusi atau seminar. N lebih dari 40 orang, kalau
kelompok belajar melebihi 40 orang, pesertanya digabung, biasanya disebut
audience. Metode belajarnya adalah ceramah atau kuliah.

C. Konsep Dasar Belajar Mengajar


Menurut Mansyur dan Syaiful Bahri, ada empat hal yang menjadi konsep dasar untuk
merencanakan sebuah strategi belajar dan mengajar yaitu sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi, menetapkan spesifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian
anak didik.
Spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang
diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Sasaran yang dituju
harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang dirumuskan harus
jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar.
Memilih cara pendekatan belajar mengajar yang duanggap paling tepat dan efektif
untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan, konsep,

11

pengertian, dan teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan
mempengaruhi hasilnya.

3. Memilih dan menetapkan prosedur metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap tepat dan efektif.
Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi
anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk
memecahkan masalah, berbeda denga cara atau metode supaya anak didik terdorong
dan mampu berpikir bebas dan cukup memiliki keberanian untuk mengemukakan
pendapatnya sendiri.
4. Menetapkan norma norma dan batas minimal keberhasilan keberhasilan atau kriteria
standar keberhasilan.
Menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai
pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana
keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya.
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan tersebut
bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni tujuan
instruksional khusus dan tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan
nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar
mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasarankegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian
yang didambakan. Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal, manusia yang
diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi:
a) pengembangan bakat secara optimal

12

b) hubungan antarmanusia
c) efisiensi ekonomi
d) tanggung jawab selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut mewamai berkenaan
dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan
mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar.

D. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem


Menurut Gordon (1990) Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponenkomponen yang terpadu dan berproses untuk mencapai tujuan. Belajar-mengajar sebagai
suatu sistem, atau lebih dikenal sistem instruksional menunjuk pada pengertian sebagai
sekelompok atau seperangkat bagian atau komponen yang saling bergantung
(interdependen) satu sama lain untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, sistem
senantiasa merupakan suatu keseluruhan atau totalitas dari semua bagian yang satu sama
lain tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sebagai suatu sistem, belajar-mengajar mengandung sejumlah komponen yakni
terdiri dari: Siswa, Guru, Tujuan, Materi, Metode, Evaluasi, Sarana dan Lingkungan.
Berikut ini paparan dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:
1. Siswa
Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai
komponen proses belajar-mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai
objek Pendidikan bergeser sebagai subjek Pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah
kunci dari semua pelaksanaan Pendidikan. Tiada Pendidikan tanpa anak didik. Untuk
itu, siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak-hak dan tanggungjawabnya
sebagai siswa. Siswa adalah individu yang unik. Mereka merupakan kesatuan psiko-

13

fisis yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola
sekolah, pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka datang ke
sekolah telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan social.
Masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan
kemampuan inilah yang harus dikembangkan oleh guru di sekolah.

2. Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus
profesional. Walaupun seorang guru sebagai individu memiliki kebutuhan pribadi dan
memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas
mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu, guru harus menguasai
seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru. Oleh sebab itu, tidak semua
orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup menguasai
siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran, menguasai materi,
menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai
lingkungan belajar.
3. Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari
tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum
pembelajaran, sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses belajar-mengajar tanpa
tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara
keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik
anak dan arah yang ingin dicapai.
4. Materi
Materi pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket
yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap
aktivitas belajar-mengajar pasti harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di

14

kebun raya menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang
praktikum di laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua materi
pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh
anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.

5. Metode
Metode mengajar adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang
harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi
pembelajaran, serta karakteristik anak.
6. Sarana atau Alat
Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses
belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda
yang sesungguhnya, imitasi atau tiruan, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan
sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat
cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaikan
dengan tujuan, anak, materi dan metode pembelajaran.
7. Evaluasi
Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik,
sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi
dilaksanakan secara komprehensif, objektif, kooperatif, dan efektif. Evaluasi
dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.
8. Lingkungan
Lingkungan pembelajaran merupakan komponen kegiatan belajar mengajar yang
sangat penting demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan
fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu
kegiatan belajar mengajar berlangsung.

15

Semua komponen dalam kegiatan belajar mengajar itu harus dikelola sedemikian
rupa sehingga belajar anak dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula
Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat mengolah sesuatu dan calon siswa
diumpamakan sebagai bahan mentah maka lulusan dari sekolah itu dapat disamakan
dengan hasil olahan yang sudah siap digunakan. Di sekolah terjadi proses atau
transformasi, siswa yang belum tahu atau belum dapat di proses menjadi siswa
sudah tau atau sudah dapat. Dalam proses transformasi, siswa disebut sebagai
masukan mentah. Selain siswa, masih ada 2 (dua) masukan lain, yakni: (1) masukan
instrumental, yang terdiri dari guru, materi, metode, sarana, dan evaluasi. (2)
masukan lain, yakni lingkungan. Masukan instrumental berfungsi membantu atau
memperlancar terjadinya proses, sedangkan masukan lain berpengaruh terhadap
terjadinya proses.
Jika dilihat dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:
GURU

MATERI

METODE

SISWA

SARANA

PROSES

EVALUASI

LULUSAN

Untuk memperkuat konsep bahwa belajar mengajar adalah sebuah sistem, maka dapat
diilustrasikan sebagai berikut:

LINGKUNGAN

Pendidikan akan terjadi jika ada peserta didik karena peserta didik merupakan subjek
pendidikan. Waktu belajar siswa lebih banyak disekolah sehingga disekolah terjadi
proses belajar mengajar, untuk itu peran guru sangat penting sebagai fasilitator siswa
dalam belajar. Untuk menjalankan peranan guru sebagai fasilitator maka guru harus
mempersiapkan materi atau bahan ajar yang sesuai, kemudian menentukan metode yang
cocok, selanjutnya mempersiapkan alat pembelajaran yang dibutuhkan dan guru harus
mengevaluasi

kegiatan belajar siswa baik dari segi afektif, psikomotorik dan juga
16

kognitif yang nantinya dijadikan sebagai bahan penilaian untuk mengetahui apakah
tujuan dari kegiatan belajar mengajar sudah tercapai atau belum.

E. Pola-pola Belajar Siswa


Gagne menggolongkan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe di mana yang
satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya yang lebih tinggi tingkatannya. Masingmasing tipe dapat dibedakan dari yang lainnya dilihat dari kondisi yang diperlukan buat
berlangsungnya proses belajar bagi yang bersangkutan. Kedelapan tipe tersebut adalah:
Tipe 1, Signal Learning (belajar isyarat). Tipe ini merupakan tahap yang paling dasar,
sehingga tidak menuntut persyaratan, namun merupakan tingkat yang harus dilalui untuk
tipe belajar yang lebih tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan
pola-pola dasar perilaku bersifat involuntary (tidak disengaja dan tidak disadari
tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang
diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini telah diberikannya secara serempak dan
berulang kali.
Tipe 2, Stimulus-Respon Learning (belajar rangsangan tanggapan). Bila tipe di atas
dapat digolongkan dalam jenis classical condition, maka tipe belajar 2 ini termasuk ke
dalam instrumental conditioning (Kimble-1961) atau belajar dengan trial and error.
Menurut Gagne, proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa
dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor
inforcement. Waktu antara stimulus (rangsangan) pertama dan berikutnya sangat
penting. Semakin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement.
Tipe 3, Chaining (mempertautkan), dan tipe 4 Verbal Association. Kedua tipe belajar
ini setaraf, yaitu belajar mengajar yang menghubungkan satuan ikatan S -R yang satu
dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan dalam berlangsungnya tipe belajar ini antara
lain secara internal anak sudah harus menguasai sejumlah satuan pola S-R, baik
psikomotorik maupun verbal. Selain itu, prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association.
17

Tipe 5, Discrination learning (belajar membedakan). Dalam tipe ini, peserta didik
mengadakan seleksi dan pengujian antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang
diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap paling sesuai. Kondisi
utama dalam berlangsungnya proses belajar ini adalah siswa rnempunyai kemahiran
melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
Tipe 6. Concept Learning (belajar pengertian). Dengan berdasarkan kesamaan ciriciri dari kesimpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau
konsep utama yang diperlukan yaitu menguasai kemahiran diskriminasi dan proses
kognitif fundamental sebelumnya.
Tipe 7, Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah). Pada
tingkat

ini,

siswa

belajar

mengadakan

kombinasi

berbagai

konsep

dengan

rnengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis,


asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga anak didik dapat menemukan
kesimpulan tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai aturan: prinsip,
dalil, aturan, hukum, kaidah dan sebagainya. Kondisi yang memungkinkan terjadinya
proses belajar seperti ini, disarankan:
1. Kepada anak didik diberitahukan bentuk perbuatan yang diharapkan, kalau yang
bersangkutan telah menjalani proses belajar.
2. Kepada anak didik diberikan sejumlah pertanyaan yang merangsang, mengingatkan
(recall) konsep-konsep yang telah dipelajari dan dimilikinya untuk mengungkapkan
perbendaharaan pengetahuannya.
3. Kepada anak didik mereka diberikan beberapa kata kunci yang menyarankan siswa ke
arah pembentukan kaidah tertentu yang diharapkan.
4. Diberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengekspresikan dan menyatakan
kaidah tersebut dengan kata-katanya sendiri.
5. Kepada anak didik diberikan kesempatan selanjutnya untuk menyusun rumusan rule
tersebut dalam bentuk statement formal.
Tipe 8, Problem Solving (belajar memecahkan masalah). Pada tingkat ini, siswa
belajar merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap
rangsangan

yang

menggambarkan

atau
18

nembangkitkan

situasi

problematik,

mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Menurut John Dewey belajar
memecahkan masalah ini berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila
dia dihadapkan pada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya
kesulitan.
a. Merumuskan dan menegaskan masalah. Individu melokalisasi letak sumber
kesulitan tersebut untuk memungkinkan mencari jalan pemecahannya. Ia
menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip
yang diketahuinya sebagai pegangan.
b. Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis. Individu menghimpun
berbagai informasi yang relevan, termasuk pengalaman orang lain dalam
menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengindentifikasi
berbagai alternatif (kemungkinan) pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai
jawaban sementara.
c. Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan. Setiap alternatif
pemecahan ditimbang dari

segi untungruginya. Selanjutnya, dilakukan

pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin


(feasible) dan menguntumngkan.
d. Mengadakan pengujian alternative pemecahan yang dipilih. Dari hasil pelaksanaan
itu, diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
telah dirumuskan.
Dengan demikian proses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung
kalau proses-proses belajar fundamentalis lainnya telah dimiliki dan dikuasai. Kepada
anak didik hendaknya:
a. Diberikan stimulus (rangsangan) yang dapat menimbulkan situasi bermasalah
dalam diri anak didik.
b. Diberikan kesempatan untuk berlatih mencari alternative pemecahannya.
c. Diberikan kesempatan untuk berlatih melaksanakan pemecahan

dan

pembuktiannya.
Dengan proses pengindentifikasian entering behavior seperti dijelaskan dalam uraian
terdahulu, guru akan dapat mengindentifikasi tahap belajar atau tipe belajar yang telah

19

dijalaninya. Atas dasar itu, guru dapat memilih alternatif strategi pengorganisasian bahan
dan kegiatan belajar mengajar.
F.

20

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Strategi merupakan kegiatan pembelajaran yang di harus dilakukan oleh seorang
guru dalam proses pembelajaran dan disertai oleh siswa agar tujuan pembelajaran dapat
di capai secara efektif dan efesien. Sebab itu kedudukan strategi dalam proses
pendidikan khususnya dalam dunia pendidikan dikatakan sangat penting. Oleh karena itu
SBM merupakan komponen terpenting dalam sistem pembelajaran yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengajar untuk memberi pemahaman peserta
didik agar tujuan pembelajaran itu bisa tercapai. Akan tanpa tetapi dalam kegiatan
strategi bila tidak di dampingi oleh komponen-komponen kurikulun seperti pendekatan,
metode, model, tehnik, dan lain sebagainya, proses pembelajaran yang di lakukan oleh
guru terhadap siswanya tidak akan berjalan efektif dan efesian. Oleh karena itu guru
harus dan di wajibkan untuk menguasai hal-hal tersebut.

21

DAFTAR PUSTAKA
Soetopo, Hendyat. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran: Teori, Permasalahan, dan Praktek.
Malang: UMM Press.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
http://muhammad-win-afgani.blogspot.co.id/2010/01/proses-belajar-mengajar-sebagaisistem.html

22

Anda mungkin juga menyukai