Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“Strategi Belajar Mengajar”

Dosen Pembimbing :

Junaidi M.Pd

Di Susun Oleh :

Rizki Maulana 2211090151

PROGRAM STUDI PENJASKESREK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH

BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu dan senang tiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan limpahan dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Strategi Belajar Mengajar” saya berusaha dengan penuh kesabaran dan keuletan untuk
dapat memaksimalkan tugas ini.

            Saya telah menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin. Akan tetapi saya
menyadari makalah saya ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan
kritikan yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi memperbaiki makalah ini
nantinya.

Banda Aceh,05 Mei 2023

   

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang terdiri
dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Semua unsur atau
komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi
dengan berorientasi pada tujuan. Seperti telah kita ketahui bahwa tugas utama guru ialah
mengajar yang berarti membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan tertentu atau
kompetensi. Tujuan atau kompetensi itu telah dirumuskan dalam kurikulum yang
berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan proses pembelajaran.

Persoalan berikut ini adalah bagaimana melaksanakannya di dalam proses belajar


mengajar atau proses pembelajaran agar tujuan atau kompetensi yang diharapkan tercapai.
Dalam proses pembelajaran yang menjadi persoalan pokok ialah bagaimana memilih dan
menentukan strategi pembelajaran atau strategi belajar mengajar (SBM). Strategi belajar
mengajar menentukan jenis interaksi di dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran
yang di gunakan harus menimbulkan aktivitas belajar yang baik, aktif, kreatif, efektif dan
efesien, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.

Pemilihan strategi belajar mengajar sangatlah penting, artinya bagaimana guru dapat
memilih kegiatan pembelajaran yang paling efektif dan efisien untuk menciptakan
pengalaman yang baik, yaitu yang dapat memberikan fasilitas kepada peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran. Namun, yang harus diingat tidak ada satupun strategi
pembelajaran yang paling sesuai untuk semua kondisi dan situasi yang berbeda walaupun
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sama.

Dengan demikian, mengingat pentingnya strategi pembelajaran maka penulis ingin


membahas tentang hal-hal yang terkait dengan strategi belajar mengajar agar dapat
memilih strategi yang sesuai.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian strategi belajar mengajar?
2. Apa saja klasifikasi strategi belajar mengajar?
3. Bagaimana konsep dasar strategi belajar mengajar?
4. Apakah belajar mengajar merupakan suatu sistem?
5. Apa saja pola-pola belajar siswa?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari strategi belajar mengajar
2. Dapat mengetahui klasifikasi strategi belajar mengajar
3. Dapat mengetahui konsep dasar strategi belajar mengajar
4. Dapat mengetahui belajar mengajar merupakan suatu sistem
5. Dapat mengetahui pola-pola belajar siswa

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Strategi Belajar Mengajar


Kata strategi berasal dari kata Strategos (Yunani) atau Strategos. Strategos berarti
jendral atau berarti pula perwira negara (states officer). Secara bahasa strategi dapat
diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara. Sedangkan secara umum strategi adalah suatu
garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Adapun strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-
murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan. Atau dengan kata lain, strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah
yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.

Menurut Mansyur (1991), batasan belajar mengajar yang bersifat umum mempunyai
empat dasar strategi, yaitu:

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah


laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan
hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru
dalam menunaikan kegiatan mengajamya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan
evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan
balik buat penyempumaan sistem instruksional yang bersangkutan secara
keseluruhan.

Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting
yang dapat dan harus dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

3
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana diinginkan
sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Di sini terlihat apa yang dijadikan
sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas dan
terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret,
sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak, maka kegiatan belajar mengajar
tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat selanjutnya perubahan yang diharapkan
terjadi pada anak didik pun sukar diketahui, karena penyimpangan-penyimpangan dari
kegiatan belajar mengajar. Karena itu, rumusan tujuan yang operasional dalam belajar
mengajar mutlak dilakukan oleh guru sebelum melakukan tugasnya di sekolah.

Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan
efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan,
konsep, pengertian dan teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan
mempengaruhi hasilnya. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan
yang berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma
sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda
dan bahkan mungkin bertentangan bila dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai
disiplin ilmu. Pengertian konsep dan teori ekonomi tentang baik, benar atau adil, tidak
sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian konsep dan teori antropologi. Juga
akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar atau adil kalau seseorang guru
menggunakan pendekatan agama, karena pengertian konsep dan teori agama mengenai
baik, benar atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu
juga halnya dengan cara pendekatan yang digunakan terhadap kegiatan belajar mengajar.
Belajar menurut Teori Asosiasi, tidak sama dengan pengertian belajar menurut Teori
Problem Solving. Suatu topik tertentu dipelajari atau dibahas dengan cara menghapal,
akan berbeda hasilnya kalau dipelajari atau dibahas dengan teknik diskusi atau seminar.
Juga akan lain hasilnya andaikata topik yang sama dibahas dengan menggunakan
kombinasi berbagai teori.

Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivikasi anak
didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan
masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu
berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu

4
dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik
penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, maka guru dituntut untuk
memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau mengombinasikan
beberapa metode yang relevan. Cara penyajian yang satu mungkin lebih menekankan
kepada peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang lain lebih terfokus kepada
peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti buku, atau mesin komputer misalnya. Ada
pula metode yang lebih berhasil bila dipakai buat anak didik dalam jumlah yang terbatas,
atau cocok untuk mempelajari materi tertentu. Demikian juga bila kegiatan belajar
mengajar berlangsung di dalam kelas, di perpustakaan, di laboratorium, di mesjid, atau di
kebun, tentu metode yang diperlukan agar tujuan tercapai. Untuk masing-masing tempat
seperti itu tidak sama. Tujuan instruksional yang ingin dicapai tidak selalu tunggal, bisa
jadi terdiri dari beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu guru membutuhkan variasi dalam
penggunaan teknik penyajian supaya kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak
membosankan.

Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru


mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana
keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui
keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar
mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar
yang lain.

Apa yang harus dinilai, dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk
kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang anak didik dapat dikategorikan
sebagai anak didik yang berhasil, bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi
kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil
ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olahraga, keterampilan, dan
sebagainya. Atau dapat pula dilihat dari gabungan berbagai aspek.

2.2 Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar


Menurut Tabrani Rusyan dalam Mansyur menyatakan bahwa terdapat berbagai masalah
sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara keseluruhan di klasifikasikan
menjadi 7 bagian, seperti berikut:

1. Konsep dasar strategi belajar mengajar

5
Seperti telah diuraikan pada subpokok bahasan sebelumnya, konsep dasar strategi
belajar mengajar ini meliputi hal-hal:

a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku,


b. Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar
mengajar
c. Memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar,
d. Norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
2. Sasaran kegiatan belajar mengajar

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu
bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret yakni tujuan
Instruksional khusus dan tujuan Instruksional umum, tujuan kulikuler, tujuan nasional,
sampai kepada tujuan yang bersifat universal.

3. Belajar mengajar sebagai suatu sistem

Belajar mengajar selaku suatu sistem Instruksional mengacu kepada pengertian


sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai
tujuan. Selaku suatu sistem, belajar mengajar meliputi sejumlah komponen antara lain,
tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai semua
komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen itu terjadi
kerja sama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen
tertentu saja misalnya metode, bahan dan evaluasi saja, tapi ia harus
mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.

4. Hakikat proses belajar

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya
tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme
atau pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar,
mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya
termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.

5. Entering Behavior Siswa

6
Tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat
akan memasuki kegiatan belajar-mengajar inilah yang dimaksudkan dengan entering
behavior. Entering behavior ini akan dapat kita identifikasi dengan berbagai cara, antara
lain:
1. Secara tradisional, telah lajim para guru memulai dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan mengenai bahan yang telah diberikan terdahulu sebelum menyajikan
bahan baru.
2. Secara inovatif, guru-guru tertentu pada berbagai lembaga pendidikan yang telah
dimiliki atau mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar secara
memadai, sudah mulai dengan mengadakan pre-test sebelum mereka memulai
dengan program kegiatan belajar-mengajarnya.
Dengan diketahuinya gambaran tentang entering behavior, siswa ini akan
memberikan banyak sekali bantuan kepada guru, antara lain:
1. Untuk mengetahui seberapa jauh terdapatnya kesamaan individual antarsiswa
dalam taraf kesiapanya, kematangannya, tingkat penguasaan dari pengetahuan dan
keterampilan dasar sebagai landasan bagi penyajian bahan baru;
2. Dengan diketahuinya disposisi perilaku siswa tersebut, akan dapat
dipertimbangkan dan dipilih bahan, prosedur, teknik, dan alat bantu belajar-
mengajar yang sesuai;
3. Dengan membandingkan nilai dari per-test dengan nilai hasil, guru akan
memperoleh indikator petunjuk seberapa jauh atau seberapa banyak perubahan
perilaku itu telah terjadi pada siswa.

Mengingat hakikat perubahan perilaku dalam belajar itu dapat merupakan


penambahan (pengayaan), peningkatan (pendalaman) hal-hal baru (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan sebagainya) terhadap yang lama yang telah dimilki atau
dikuasai siswa. Maka sekurang-kurangnya ada tiga dimensi dari entering behavior itu
yang perlu diketahui guru, ialah:
1. Batasan-batasan cakupan ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki
dan dikuasai siswa;
2. Tingkatan dan urutan tahapan materi pengetahuan, dan terutama kawasan pola-
pola sambutan atau kemampuan yang telah dicapai dan dikuasai siswa;
3. Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikomotorik, proses-proses kognitif;
pengalaman, mengingat, berfikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan
7
6. Pola-pola belajar siswa

Robert M.Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe di


mana yang satu merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya.

7. Memilih sistem belajar mengajar

Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai cara pendekatan atau
sistem pengajaran atau proses belajar mengajar. Berbagai sistem pengajaran yang
menarik perhatian akhir-akhir ini adalah:

1. Enquiry-Discovery Learning

Belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini guru
menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi anak didik diberi
peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan mempergunakan teknik
pendekatan pemecahan masalah.

2. Expository approach

Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan
secara rapi, sistematik, dan lengkap, sehingga anak didik tinggal menyimak dan
mencernanya saja secara tertib dan teratur.

3. Mastery learning

Dari hasil berbagai studi menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil siswa
yang mampu menguasai bahan 90%-100% dari penyajian guru. Sebagian besar
siswa bervariasi antara 50%-80%, malah sebagian lagi ada yang lebih kecil lagi
penguasaannya terhadap bahan yang disajikan guru. Adanya variasi penguasaan
bahan ini mencerminkan adanya variasi kemampuan para siswa.

4. Humanistic education

Dalam kenyataan tidak bisa disangkal bahwa kemampuan dasar kecerdasan


para siswa itu sangat bervariasi secara individual. Oleh karena itu muncul teori
belajar yang menitikberatkan upaya untuk membantu siswa agar sanggup mencapai
perwujudan dirinya atau self realization sesuai dengan kemampuan dasar dan
keunikan yang dimilikinya. Cara pendekatannya masih bersifat enquiry-discovery

8
based approaches. Karakteristik pokok metode ini antara lain bahwa guru hendaknya
jangan membuat jarak terlalu tajam dengan siswanya. Ia harus menempatkan diri
berdampingan dengan siswa sebagai siswa senior yang selalu siap menjadi sumber
atau konsultan dan berbicara. Taraf akhir dari proses belajar mengajar menurut
pandangan ini adalah self actualization seoptimal mungkin dari setiap anak didik.

5. Pengorganisasian Kelompok Belajar

Memperhatikan berbagai cara pendekatan atau sistem belajar mengajar


seperti diuraikan di atas, disarankan pengorganisasian kelompok belajar anak adalah
sebagai berikut : N1 untuk peserta yang hanya seorang, metode yang diginakan
adalah konsep belajar mengajar tutorial, pengajaran berprogram dan studi individual.
N2-20 untuk kelompok kecil sekitar dua sampai dua puluh orang, meto9de
belajarnya bisa diskusi atau seminar. N lebih dari 40 orang, kalau kelompok belajar
melebihi 40 orang, pesertanya digabung, biasanya disebut audience. Metode
belajarnya adalah ceramah atau kuliah.

2.3 Konsep Dasar Belajar Mengajar


Menurut Mansyur dan Syaiful Bahri, ada empat hal yang menjadi konsep dasar untuk
merencanakan sebuah strategi belajar dan mengajar yaitu sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi, menetapkan spesifikasi  perubahan tingkah laku  dan kepribadian


anak didik.

Spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang diinginkan
sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Sasaran yang dituju harus jelas dan
terarah. Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret,
sehingga mudah dipahami oleh anak didik.

2. Memilih sistem pendekatan  belajar mengajar.

Memilih cara pendekatan belajar mengajar yang duanggap paling tepat dan efektif
untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan, konsep,
pengertian, dan teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan
mempengaruhi hasilnya.

3. Memilih dan menetapkan prosedur metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap
tepat dan efektif.

9
Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak
didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan
masalah, berbeda denga cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu
berpikir bebas dan cukup memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapatnya
sendiri.

4. Menetapkan norma norma dan batas minimal keberhasilan keberhasilan atau kriteria
standar keberhasilan.

Menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai


pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan
tugas-tugas yang telah dilakukannya.

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan tersebut
bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni tujuan
instruksional khusus dan tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional,
sampai kepada tujuan yang bersifat universal.

Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar
mengajar akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-
kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang
didambakan. Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan
tersebut harus memiliki kualifikasi:

a) pengembangan bakat secara optimal

b) hubungan antarmanusia

c) efisiensi ekonomi

d) tanggung jawab selaku warga negara.

Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut mewamai berkenaan
dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan
mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar.

10
2.4 Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Menurut Gordon (1990) Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-
komponen yang terpadu dan berproses untuk mencapai tujuan. Belajar-mengajar sebagai
suatu sistem, atau lebih dikenal sistem instruksional menunjuk pada pengertian sebagai
sekelompok atau seperangkat bagian atau komponen yang saling bergantung
(interdependen) satu sama lain untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, sistem senantiasa
merupakan suatu keseluruhan atau totalitas dari semua bagian yang satu sama lain tidak
dapat dipisah-pisahkan.

Sebagai suatu sistem, belajar-mengajar mengandung sejumlah komponen yakni terdiri


dari: Siswa, Guru, Tujuan, Materi, Metode, Evaluasi, Sarana dan Lingkungan. Berikut ini
paparan dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

1. Siswa

Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai komponen
proses belajar-mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai objek
Pendidikan bergeser sebagai subjek Pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah kunci
dari semua pelaksanaan Pendidikan. Tiada Pendidikan tanpa anak didik. Untuk itu,
siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak-hak dan tanggungjawabnya
sebagai siswa. Siswa adalah individu yang unik. Mereka merupakan kesatuan psiko-
fisis yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola sekolah,
pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka datang ke sekolah telah
membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan social. Masing-masing
memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang
harus dikembangkan oleh guru di sekolah.

2. Guru

Guru adalah sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus
profesional. Walaupun seorang guru sebagai individu memiliki kebutuhan pribadi dan
memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas
mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu, guru harus menguasai
seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru. Oleh sebab itu, tidak semua

11
orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup menguasai
siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran, menguasai materi,
menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai
lingkungan belajar.

3. Tujuan

Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan
pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran,
sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses belajar-mengajar tanpa tujuan bagaikan
hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai
oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin
dicapai.

4. Materi

Materi pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket
yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap
aktivitas belajar-mengajar pasti harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di
kebun raya menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang
praktikum di laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua materi
pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh anak.
Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.

5. Metode

Metode mengajar adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang
harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi
pembelajaran, serta karakteristik anak.

6. Sarana atau Alat

Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses
belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda
yang sesungguhnya, imitasi atau tiruan, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya
yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan

12
tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan,
anak, materi dan metode pembelajaran.

7. Evaluasi

Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik, sehingga
ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan
secara komprehensif, objektif, kooperatif, dan efektif. Evaluasi dilaksanakan
berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.

8. Lingkungan

Lingkungan pembelajaran merupakan komponen kegiatan belajar mengajar yang


sangat penting demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan
fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu
kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Semua komponen dalam kegiatan belajar mengajar itu harus dikelola sedemikian
rupa sehingga belajar anak dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula

Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat mengolah sesuatu dan calon siswa
diumpamakan sebagai bahan mentah maka lulusan dari sekolah itu dapat disamakan
dengan hasil olahan yang sudah siap digunakan. Di sekolah terjadi proses atau
transformasi, “siswa yang belum tahu atau belum dapat” di proses menjadi “siswa
sudah tau atau sudah dapat”. Dalam proses transformasi, siswa disebut sebagai
masukan mentah. Selain siswa, masih ada 2 (dua) masukan lain, yakni: (1) masukan
instrumental, yang terdiri dari guru, materi, metode, sarana, dan evaluasi. (2) masukan
lain, yakni lingkungan. Masukan instrumental berfungsi membantu atau memperlancar
terjadinya proses, sedangkan masukan lain berpengaruh terhadap terjadinya proses.

13
Jika dilihat dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:

GURU MATERI METODE SARANA EVALUASI

SISWA PROSES LULUSAN

LINGKUNGAN

Untuk memperkuat konsep bahwa belajar mengajar adalah sebuah sistem, maka dapat
diilustrasikan sebagai berikut:

Pendidikan akan terjadi jika ada peserta didik karena peserta didik merupakan subjek
pendidikan. Waktu belajar siswa lebih banyak disekolah sehingga disekolah terjadi proses
belajar mengajar, untuk itu peran guru sangat penting sebagai fasilitator siswa dalam
belajar. Untuk menjalankan peranan guru sebagai fasilitator maka guru harus
mempersiapkan materi atau bahan ajar yang sesuai, kemudian menentukan metode yang
cocok, selanjutnya mempersiapkan alat pembelajaran yang dibutuhkan dan guru harus
mengevaluasi kegiatan belajar siswa baik dari segi afektif, psikomotorik dan juga kognitif
yang nantinya dijadikan sebagai bahan penilaian untuk mengetahui apakah tujuan dari
kegiatan belajar mengajar sudah tercapai atau belum.

2.5 Pola-pola Belajar Siswa


Gagne menggolongkan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe di mana yang
satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya yang lebih tinggi tingkatannya. Masing-
masing tipe dapat dibedakan dari yang lainnya dilihat dari kondisi yang diperlukan buat
berlangsungnya proses belajar bagi yang bersangkutan. Kedelapan tipe tersebut adalah:

Tipe 1, Signal Learning (belajar isyarat). Tipe ini merupakan tahap yang paling dasar,
sehingga tidak menuntut persyaratan, namun merupakan tingkat yang harus dilalui untuk
tipe belajar yang lebih tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan
pola-pola dasar perilaku bersifat involuntary (tidak disengaja dan tidak disadari
tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang

14
diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini telah diberikannya secara serempak dan
berulang kali.

Tipe 2, Stimulus-Respon Learning (belajar rangsangan tanggapan). Bila tipe di atas


dapat digolongkan dalam jenis classical condition, maka tipe belajar 2 ini termasuk ke
dalam instrumental condi¬tioning (Kimble-1961) atau belajar dengan trial and error.
Menurut Gagne, proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa
dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor
inforcement. Waktu antara stimulus (rangsangan) pertama dan berikutnya sangat penting.
Semakin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforcement.

Tipe 3, Chaining (mempertautkan), dan tipe 4 Verbal Asso¬ciation. Kedua tipe belajar
ini setaraf, yaitu belajar mengajar yang menghubungkan satuan ikatan S -R yang satu
dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan dalam berlangsungnya tipe belajar ini antara
lain secara internal anak sudah harus menguasai sejumlah satuan pola S-R, baik
psikomotorik maupun verbal. Selain itu, prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association.

Tipe 5, Discrination learning (belajar membedakan). Dalam tipe ini, peserta didik
mengadakan seleksi dan pengujian antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang
diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap paling sesuai. Kondisi
utama dalam berlangsungnya proses belajar ini adalah siswa rnempunyai kemahiran
melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).

Tipe 6. Concept Learning (belajar pengertian). Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri


dari kesimpulan stimulus dan objek¬-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau
konsep utama yang diperlukan yaitu menguasai kemahiran diskriminasi dan proses
kognitif fundamental sebelumnya.

Tipe 7, Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah). Pada tingkat
ini, siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan rnengoperasikan
kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi,
komparasi, dan kausalitas) sehingga anak didik dapat menemukan kesimpulan tertentu
yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai aturan: prinsip, dalil, aturan, hukum,
kaidah dan sebagainya. Kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar seperti ini,
disarankan:

15
1. Kepada anak didik diberitahukan bentuk perbuatan yang diharapkan, kalau yang
bersangkutan telah menjalani proses belajar.
2. Kepada anak didik diberikan sejumlah pertanyaan yang merangsang, mengingatkan
(recall) konsep-konsep yang telah dipelajari dan dimilikinya untuk mengungkapkan
perbendaharaan pengetahuannya.
3. Kepada anak didik mereka diberikan beberapa kata kunci yang menyarankan siswa ke
arah pembentukan kaidah tertentu yang diharapkan.
4. Diberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengekspresikan dan menyatakan
kaidah tersebut dengan kata-katanya sendiri.
5. Kepada anak didik diberikan kesempatan selanjutnya untuk menyusun rumusan rule
tersebut dalam bentuk statement formal.

Tipe 8, Problem Solving (belajar memecahkan masalah). Pada tingkat ini, siswa belajar
merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang
menggambarkan atau nembangkitkan situasi problematik, mempergunakan berbagai
kaidah yang telah dikuasainya. Menurut John Dewey belajar memecahkan masalah ini
berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila dia dihadapkan pada situasi
keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya kesulitan.

a. Merumuskan dan menegaskan masalah. Individu melokalisasi letak sumber


kesulitan tersebut untuk memungkinkan mencari jalan pemecahannya. Ia menandai
aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip yang
diketahuinya sebagai pegangan.
b. Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis. Individu menghimpun
berbagai informasi yang relevan, termasuk pengalaman orang lain dalam
menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengindentifikasi berbagai
alternatif (kemungkinan) pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai jawaban
sementara.
c. Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan. Setiap alternatif
pemecahan ditimbang dari segi untungruginya. Selanjutnya, dilakukan
pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin
(feasible) dan menguntumngkan.
d. Mengadakan pengujian alternative pemecahan yang dipilih. Dari hasil pelaksanaan
itu, diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah
dirumuskan.

16
Dengan demikian proses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung
kalau proses-proses belajar fundamentalis lainnya telah dimiliki dan dikuasai. Kepada
anak didik hendaknya:

a. Diberikan stimulus (rangsangan) yang dapat menimbulkan situasi bermasalah dalam


diri anak didik.
b. Diberikan kesempatan untuk berlatih mencari alternative pemecahannya.
c. Diberikan kesempatan untuk berlatih melaksanakan pemecahan dan pembuktiannya.

Dengan proses pengindentifikasian entering behavior seperti dijelaskan dalam uraian


terdahulu, guru akan dapat mengindentifikasi tahap belajar atau tipe belajar yang telah
dijalaninya. Atas dasar itu, guru dapat memilih alternatif strategi pengorganisasian bahan
dan kegiatan belajar mengajar.

A.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Strategi merupakan kegiatan pembelajaran yang di harus dilakukan oleh seorang guru
dalam proses pembelajaran dan disertai oleh siswa agar tujuan pembelajaran dapat di capai
secara efektif dan efesien. Sebab itu kedudukan strategi dalam proses pendidikan
khususnya dalam dunia pendidikan dikatakan sangat penting. Oleh karena itu SBM
merupakan komponen terpenting dalam sistem pembelajaran yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seorang guru dalam mengajar untuk memberi pemahaman peserta didik
agar tujuan pembelajaran itu bisa tercapai. Akan tanpa tetapi dalam kegiatan strategi bila
tidak di dampingi oleh komponen-komponen kurikulun seperti pendekatan, metode,
model, tehnik, dan lain sebagainya, proses pembelajaran yang di lakukan oleh guru
terhadap siswanya tidak akan berjalan efektif dan efesian. Oleh karena itu guru harus dan
di wajibkan untuk menguasai hal-hal tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Soetopo, Hendyat. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran: Teori, Permasalahan, dan Praktek.
Malang: UMM Press.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

http://muhammad-win-afgani.blogspot.co.id/2010/01/proses-belajar-mengajar-sebagai-
sistem.html

19

Anda mungkin juga menyukai