Anda di halaman 1dari 15

PROLAPS PUNCAK VAGINA

A. PENDAHULUAN
Prolaps puncak vagina menurut

International Continence Society adalah

penurunan vaginal cuff dibawah sebuah titik 2 cm dari keseluruhan panjang vagina di
atas bidang hymen. Prolaps puncak vagina terjadi jika bagian atas vagina kehilangan
bentuk normalnya dan jatuh kebawah kedalam kanal vagina atau diluar vagina.
Prolaps ini dapat disertai dengan sistokel, urethrokel, rektokel, atau enterokel. Prolaps
puncak vagina biasanya disebabkan oleh kelemahan otot dan jaringan pelvic dan
vagina.1, 2
Prolaps puncak vagina terjadi pada sekitar 5% wanita setelah histerektomi
yang kemungkinan disebabkan oleh terjadinya kerusakan saraf dan pembuluh darah.
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa histerektomi vaginal mempermudah
terjadinya prolaps puncak vagina. Prolaps puncak vagina selalu disertai oleh prolaps
bagian anterior dan posterior vagina.3, 4
Prolaps memiliki pengaruh yang negative terhadap kualitas hidup wanita. Hal
ini disebabkan karena terjadinya disfungsi urinary, anorektal, serta gangguan dalam
melakukan koitus. Pemahaman mengenai mekanisme penyokong uterus dan vagina
penting dalam membuat keputusan mengenai prosedur perbaikan dan juga untuk
meminimalisir resiko terjadinya prolaps puncak vagina pasca histerektomi. Pilihan
pembedahan untuk memperbaiki prolaps puncak vagina adalah pendekatan vaginal

dan abdominal. Pemilihan prosedur harus berdasarkan usia pasien, komorbiditas,


riwayat operasi dan tingkat aktivitas fisik dan seksual.2
B. ANATOMI
Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus
vagina tertutup pada hymen (selaput dara), suatu lipatan selaput setempat. Vagina
berukuran di depan 6,5 cm dan dibelakang 9,5 cm, sumbunya berjalan kira-kira
sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke promontorium. Mukosa vagina
berlipat-lipat horizontal; lipatan itu dinamakan ruga; di tengah-tengah bagian depan
dan belakang ada bagian yang lebih mengeras, disebut kolumna rugarum. Dinding
belakang vagina lebi panjang dan membentuk forniks posterior yang jauh lebih luas
daripada forniks anterior. Umumnya dinding depan dan belakang dekat mendekati.5

Gambar 1. Anatomi traktus genitalia pada wanita (dikutip dari kepustakaan 7)

Vagina berguna sebagai saluran keluar untuk darah haid, merupakan bagian
kaudal birth canal, dan meneruma penis sewaktu bersenggama. Kea rah cranial
vagina berhubungan dengan cerviks uteri dan ke arah kaudal dengan vestibulum
vaginae. Dinding ventral dan dinding dorsal vagina saling bersentuhan, kecuali pada
ujung kranialnya yang terpisah oleh cerviks uteri. Vagina berada dorsal terhadap
vesika urinaria dan rectum, melintas antara tepi-tepi medial musculus levator ani dan
menembus diafragma urogenitalis. Fornix, yakni ceruk sekitar serviks uteri, dapat
dibedakan atas pars anterior fornicis vaginae, pars posterior fornicis vaginae, dan pars
lateralis fornicis vaginae dekster dan sinister.6
Bagian atas vagina, serviks, dan uterus terikat pada dinding samping pelvis
oleh fascia endopelvis. Lembaran-lembatan jaringan ini biasanya disebut ligament
cardinal dan ligament utero-sakral. Mereka berasal dari daerah foramen sciatic yang
lebih besar dan bagian lateral sacrum, dan masuk kedalam bagian samping serviks
serta sepertiga atas vagina. Fascia endo-pelvik di daerah ini terutama terdiri dari
kolagen perivaskular dan elastin tetapi juga mengandung sejumlah otot polos
nonvascular dan saraf otonom pada uterus dan kandung kemih. Dibawah uterus,
fascia endo-pelvis pada sepertiga atas vagina melekat pada dinding samping pelvis
dengan cara yang sama seperti ligament cardinal dan utero-sakral pada serviks uterus.
Bagian sepertiga tengah vagina langsung melekat pada dinding samping pelvis oleh
fascia puboservikal dan rektovaginal. Ligament cardinal dan uterosakral membentuk

komplek jaringan yang mendukung visera pada bagian atas vagina dan serviks.
Ligament-ligamen ini menarik bagian atas vagina secara horizontal kea rah sacrum.2
C. FAKTOR RESIKO
Resiko prolaps genital meningkat seiring dengan bertambahnya paritas dan
bertambahnya usia. Riwayat operasi untuk memperbaiki defek penyokong organ
pelvis telah secara konsisten teridentifikasi sebagai faktor resiko terjadinya prolaps.
Beberapa faktor lain juga telah teridentifikasi, yang mencakup persalinan vagina
versus persalinan abdominal, histerektomi, defek kongenital, ras, gaya hidup, dan
penyakit kronis yang meningkatkan tekanan intraabdominal (misal, konstipasi kronis,
penyakit pulmonal, dan obesitas). Akan tetapi peranan beberapa faktor ini masih
belum dimengerti sepenuhnya. Wanita yang telah mengalami 4 kali atau lebih
persalinan pervaginam memiliki resiko mengalami prolaps genital 12 kali lebh besar.
Dari literature, tampaknya persalinan pervaginam menyebabkan kerusakan saraf
pudenda dan meningkatkan terjadinya prolaps organ pelvik.2
D. PATOFISIOLOGI
Pengetahuan yang ada saat ini menyatakan bahwa uterus bukanlah sebuah
faktor dalam penyokong puncak vagina. Desensus uterus adalah akibat, tetapi bukan
menjadi penyebab, prolaps puncak vagina. Oleh karena itu operasi perbaikan dari
defek ini tidak melibatkan uterus atau mengangkatnya. Prosedur pembedahan modern
dirancang untuk memperbaiki defek dasar pelvis, termasuk prolaps puncak vagina,

bergantung pada merekonstruksi struktur-struktur yang normalnya menyokong


vagina.8
Penyebab prolaps genital pada wanita tidak diketahui, tetapi banyak faktor
yang berperan. Anomaly kongenital dari ligamen-ligamen ini, trauma akibat
kehamilan atau persalinan, denervasi akibat penyakit neurologi atau trauma, dan
penyakit kronik yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen. Walaupun
tidak terdapat bukti yang meyakinkan atau telah diteliti, beberapa faktor introgenik
berpotensi yang menyebabkan prolaps puncak vagina telah diusulkan. Faktor-faktor
tersebut mencakup:

Teknik pembedahan yang buruk yang menyebabkan kerusakan yang besar

pada pembuluh darah dan serabut saraf pada fascia endopelvik


Kegagalan untuk menyokong apeks vagina setelah pengangkatan servikss
Pemendekan vagina yang disertai dengan hilangnya penyokong normal

dari sepertiga bagian atas vagina


Kegagalan untuk mengenali dan memperbaiki defek dasar pelvic selama

histerektomi.8
E. EPIDEMIOLOGI
Prolaps puncak vagina sebagian besar merupakan komplikasi dari
histerektomi vagina. Dalam sebuah penelitian mengenai prolaps puncak vagina pasca
histerektomi melaporkan, dari 190 kasus, Symmonds menemukan bahwa jumlahnya
prolaps vagina hampir sama antara setelah histerektomi abdominal dan vaginal.
Prolaps puncak vagina telah dilaporkan terjadi pada 0,1% hingga 18,2% pasien.

Prolaps dapat bersifat total dan dapat disertai oleh sistokel, rektokel, enterokel, atau
beberapa kombinasinya. Terkadang prolaps hanya melibatkan salah satu jenis ini dan
bukan keseluruhan apeks vaginal. Dalam sebuah penelitian di Munich, Richter
melaporkan bahwa dari 97 prolaps puncak vagina, 6,2% hanya sistokel saja, 5,1%
hanya rektokel, 9,3% enterokel, dan 72,2% tipe campuran.9, 10
Di Indonesia prolapsus genital lebih sering dijumpai pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar sidik pada
penyelidikan selama 2 tahun memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari 5372
kasus ginekologik di Rumah sakit Dr. Pirngadi di Medan, terbanyak pada grande
multipara dalam masa menopause, dan 31,74% pada wanita petani, dari 63 kasus
tersebut, 69% berusia 40 tahun.5
F. DIAGNOSIS
Penurunan apeks vagina di bawah posisi yang normal di pelvis pada pasien
yang telah dilakukan pengangkatan uterus dinamakan prolaps puncak vagina pasca
histerektomi. Bila terdapat penurunan vagina sampai keluar dipakai istilah eversi
vagina. Hal ini disebabkan adanya kerusakan fasia endopelvik dan penyokong cincin
periservikal serta kompleks ligamentum uterosakralis-kardinale.11

Prolaps Puncak Vagian terdapat 3 jenis yaitu :

Tipe 1

Hanya enterokel, disini septum rektovagina yang

letaknya rendah tidak ada kelainan


Tipe II
Enterokel dan rektokel, terdapat defisiensi septum
rektovagina secara total
Tipe III
Eversi vagina total disertai sistokel masif, terdapat
defisiensi septum rektovagina secara total.11
Gejala yang berkaitan dengan prolaps vagina berkaitan dengan jenis prolaps
yang terjadi. Gejala yang paling sering muncul adalah sensasi jaringan atau struktur
dalam vagina keluar dari tempatnya. Beberapa wanita menggambarkan perasaan ada
sesuatu yang turun atau seperti sebuah sensasi penarikan. Umumnya, semakin parah
prolas, semakin parah gejalanya. Berikut ini merupakan gejala prolaps puncak
vagina:

Tekanan pada vagina atau pelvis


Dispareunia
Adanya gumpalan jaringan pada saat membuka vagina
Penurunan nyeri atau tekanan jika wanita berbaring terlentang
Infeksi traktus urinarius rekuren
Kesulitan buang air besar
Kesulitan saat buang air kecil
Nyeri yang intensitasnya semakin meningkat jika berdiri terlalu lama
Pembesaran vagina.12

Gambar 2. Contoh gambar prolaps puncak vagina (dikutip dari kepustakaan 13)
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dapat
dengan mudah menegakkan diagnosis prolapsus genital. Friedman dan Little
menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan
pemeriksaan jari, apakah porsio uteri dalam posisi normal, atau porsio sampai
introitus vagina. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik
lembek dan tidak terdapat nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita
mengejan. Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, kateter itu
diarahkan ke dalam sistokel, dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding
vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae
eksternum.5

Penegakan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rectum ke lumen


vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari
proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis jari
dimasukkan ke dalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang
menonjol ke lumen vagina. Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari
rektokel. Pada pemeriksaan rectal dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina
terdapat di atas rectum.5
G. PENANGANAN
Nyeri atau tekanan pada vagina yang terus bertambah pada wanita yang
menderita prolaps puncak vagina dan adanya gejala traktus urinarius bagian bawah
atau gejala pada usus besar seringkali menyebabkan keinginan untuk sembuh. Teknik
perbaikan prolaps puncak vagina yang tepat tidak hanya memperbaiki fungsi dan
posisi vagina, tetapu juga dapat menghilangkan gejala-gejala pelvis. Meskipun
tindakan konservatif seperti colpocleisis atau pesarium mungkin tepat untuk wanita
yang kurang cocok untuk mendapatkan operasi, sebagian besar wanita aktif
menginginkan penanganan yang tidak mengganggu kegiatan seksual mereka.
Prosedur pembedahan memberikan harapan terbesar untuk perbaikan permanen, dan
beberapa teknik telah dijelaskan yang mencakup pendekatan abdominal dan vagina.14
1. Sacrospinous fixation

Prosedur ini pertama kali dijelaskan oleh Miyazaki pada tahun 1987 dan
akhir-akhir ini dipopulerkan oleh Sharp dan Richer dan oleh Erata dan rekan dan
Lang dan rekan. Pada awalnya teknik ini merupakan prosedur bilateral tetapi
selanjutnya merupakan prosedur unilateral. Teknik dari fiksasi sacrospinous
adalah:2, 3
1. Dinding vagina posterior dibuka mengarah ke apeksnya. Insisi segitiga
ipsilateral kedalam kulit dibuat di perineum. Mukosa vagina dipotong mulai
dari rectum. Ruang rektovaginal dipotong hingga tingkat tulang ischial. Jari
kelingking tangan kanan diletakkan di batas bawah tulang ischial.
2. Jari ketiga tangan kanan diletakkan pada puncak ligament sacrospinous.
3. Jarum Miya dimasukkan secara horizontal pada bidang yang sama dan
dirotasikan sebesar 900. Tangan kanan dipronasi sehingga jarum difiksasi
dengan jari ketiga.
4. Pengait Miya didorong dengan jari untuk masuk kedalam ligament
sacrospinous. Penempatan jahitan ini penting untuk struktur anatomis yang
normal.3

Gambar 3. Teknik fiksasi sacrospinosus (dikutip dari kepustakaan 9)


Teknik perbaikan prolaps vaginanya adalah
1. Cekungan pada apeks vagina menunjukkan tempat pertemuan servikovaginal
yang sebelumnya dan merupakan penanda yang menentukan kedalaman untuk
vagina yang akan dibentuk kembali. Mukosa vagina yang berlebih yang
disebabkan oleh prolaps pada kantung enterocele dieksisi, biasanya dengan
bentuk berlian, idealnya kedalaman vagina
2. Kantung enterokel diisolasi dengan diseksi tumpul dan tajam, kemudian
kantung ini dieksisi. Kemudian defek muscular ditutup.
3. Ligamen sacrospinous diidentifikasi. Ligamen sacrospinous memiliki panjang
sekitar 8 cm. Jarum Miya digunakan untuk menempatkan jahitan kedalam
ligamen sacrospinous
4. Pengait Miya didorong

dengan

menggunakan

jari

ketiga

untuk

memasukkannya kedalam ligamen sacrospinous dan kemudian jaringannya

didorong kebawah untuk memperlihatkan ujung jarum Miya antara jari


kelingking dan ketiga.
5. Rectum diretraksi dengan menggunakan retractor Breisky-Navratil. Asisten
memegang jarum Miya pada posisi tertutup saat mencapai ligamen
sacrospinous dan ahli beadh memasukkan spekulum takik vagina untuk
mendapatkan kembali jahitan.
6. Dengan pengait saraf benak ditarik keluar. Pengait Miya kemudian
dikeluarkan dari ligament, membukanya dan jari kelingking dan ketiga dijaga
tetap diantara pengait untuk menjaganya.3
2. Abdominal sacrocolpopexy
Abdominal sacrocolpopexy, menggunakan interposisi retroperitoneal dari
prosthesis allograf atau otology sintetik suspense antara puncak vagina dan
promontorium sacrum pertama kali dijelaskan oleh Lane pada tahun 1962.
Metode ini telah terbukti lebih baik dibandingkan teknik pembedahan yang lain
dalam hal restorasi aksis vagina normal dan mempertahankan kapasitas vagina.
Tekniknya adalah.2, 3
1. Pasien ditempatkan pada pasien semilitotomi. Kandung kemih dipindahkan ke
bagian anterior. Mesh poliprilen dengan lebar 2,5-4 cm, dilekatkan pada
dinding anterior vagina dengan tiga kali jahitan intereptus dengan benang
prolen 2/0.
2. Rectum dan sigmoid diretraksi dari garis tengah
3. Peritoneum diatas promontorium sacral dieksisi secara longitudinal pada garis
pertengahan.

4. Jaringan longgar areolar yang terletak diatas sakral diseksi untuk memaparkan
ligamentum longitudinal anterior badan vertebra sakral.
5. Mesh dilekatkan pada ligamen dan periosteum dengan empat atau lima kali
jahitan non-absorbable (biasanya prolene), sehingga vagina dapat terangkat
tanpa adanya tekanan.3
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada wanita yang menderita prolaps puncak
vagina adalah sebagai berikut:

Inkontinensia urin, retensi urin, atau infeksi


Wanita yang menderita prolaps puncak vagina dapat mengalami
komplikasi inkontinensia urin. Komplikasi ini dapat terjadi ketika jaringan vagina
yang longgar atau jatuh mengganggu aliran urin yang keluar dari kandung kemih
wanita. Inkontinensia urin dapat menyebabkan retensi urin, yang membuat wanita
kesulitan untuk mengosongkan kandung kemihnya. Urin yang tetap berada di
dalam kandung kemih mempermudah terjadinya infeksi. Akibatnya, wanita
dengan prolaps puncak vagina dapat mengalami komplikasi infeksi traktus
urinarius rekuren.

Ulkus
Ulkus vagina dapat terjadi sebagai komplikasi dari prolaps puncak vagina
pada wanita tertentu. Jaringan dari vagina dan jatuh keluar dari tubuh wanita dan

dapat bergesekan dengan pakaian dalam. Ulkus vagina cukup menyakitkan dan
dapat menyebabkan kelainan perdarahan vagina pada wanita tertentu.

Kesulitan pergerakan usus besar


Jika bagian belakang vagina kolaps kedalam rectum, wanita yang
menderita prolaps puncak vagina dapat mengalami komplikasi pergerakan usus
besar. Komplikasi ini dapat menyebabkan konstipasi.15

I. PROGNOSIS
Prolaps puncak vagina jarang menjadi keadaan serius yang dapat mengancam
jiwa. Beberapa kasus yang ringan dapat ditangani tanpa operasi, dan sebagian besar
kasus prolaps puncak vagina yang parah dapat diperbaiki dengan cara pembedahan.
Hasil operasi pada prolaps vagina biasanya bagus, dengan angka rekurensi yang
rendah.12

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Repair of Vaginal Wall Prolapse. Available from www.webmd.com.
Accessed on February 24, 2012.
2. Uzoma A, Farag K.A. Vaginal

Vault

Prolapse.

www.hindawi.com/journals/ogi. Accessed on February 24, 2012.

Available

from

3. Rosevear Sylvia. Handbook of Gynaecology Management. London, Blackwell.


2002.
4. Edmonds D. Keith. Dewhursts Textbook of Obstetrics & Gynaecology, 7th
edition. London, Blackwell. 2007.
5. Winkjosastro H,dkk. Ilmu Kandungan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2005.
6. Moore, K. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates: Jakarta. 2002.
7. Ellis Harold. Clinical Anatomy. USA. Blackwell Publishing. 2006.
8. ODonovan P, et al. Advances In Gynaecological Surgery. London. Greenwich
medical. 2002.
9. Katz Vern L, et al. Comprehensive Gynecology. Philadelphia. Mosby Elsevier.
2007.
10. Tharmaseelan. Vaginal Vault Prolapse. Singapore Med J 1991; vol 32: 187-188.
11. Junisaf, Santoso Iman B. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia. Jakarta. Himpunan
Uroginekologi Indonesia. 2011
12. Lazarou G. Vaginal Prolapse. Available from www.emhealth.com. Accessed on
february 24, 2012.
13. Anonymous.
Vaginal

Vault

Suspension.

Avalaible

from

www.miklosandmoore.com. Accessed on february 24, 2012.


14. Vasavada, Sandip P et al. Female Urology, Urogynecology and Voiding
Dysfunction. Marcel Dekker: New York. 2005.
15. Ahmed Rachel. Complication From A Vaginal Vault Prolapse. Available from
www.livestrong.com. Accessed on february 24, 2012.

Anda mungkin juga menyukai