Anda di halaman 1dari 14

KOMUNIKASI K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)

Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013

Guna menjamin penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, maka Perusahaan perlu menyusun sistem komunikasi untuk
mendukung pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baik di tempat kerja.
Komunikasi meliputi komunikasi internal antar bagian maupun sesama bagian dalam struktur organisasi Perusahaan maupun komunikasi eksternal
dengan pihak lain seperti kontraktor, pemasok, pengunjung, tamu dan masyarakat luas maupun pihak ke tiga yang bekerja sama dengan
Perushaaan berkaitan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Komunikasi dapat melalui beragam media, cara dan teknologi yang secara efektif dapat menyampaikan pesan kepada semua pihak yang perlu
mendapat informasi berkaitan dengan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Informasi-informasi yang termasuk dalam komunikasi internal antara lain :
1.

Komitmen Perusahaan terhadap Penerapan K3 di tempat kerja.

2.

Program-program yang berkaitan dengan Penerapan K3 di tempat kerja.

3.

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko K3 di tempat kerja.

4.

Prosedur kerja, instruksi kerja, diagram alur proses kerja serta material/bahan/alat/mesin yang digunakan dalam proses kerja.

5.

Tujuan K3 dan aktivitas peningkatan berkelanjutan lainnya.

6.

Hasil-hasil investigasi kecelakaan kerja.

7.

Perkembangan aktivitas pengendalian bahaya di tempat kerja.

8.

Perubahan-perubahan manajemen Perusahaan yang mempengaruhi penerapan K3 di tempat kerja, dsb.

Informasi-informasi terkait komunikasi eksternal dengan kontrakator antara lain :


1.

Sistem Manajemen K3 kontraktor individual.

2.

Peraturan dan persyaratan komunikasi kontraktor.

3.

Kinerja K3 kontraktor.

4.

Daftar kontraktor lain di tempat kerja.

5.

Hasil pemeriksaan dan pemantauan K3.

6.

Tanggap Darurat.

7.

Hasil investigasi kecelakaan, ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.

8.

Persyaratan komunikasi harian, dsb.

Informasi-informasi terkait komunikasi eksternal dengan pengunjung/tamu antara lain :


1.

Persyaratan-persyaratan K3 untuk tamu.

2.

Prosedur evakuasi darurat.

3.

Aturan lalu lintas di tempat kerja.

4.

Aturan akses tempat kerja dan pengawalan.

5.

APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan di tempat kerja.

Perusahaan juga mengatur komunikasi eksternal dengan pihak ke tiga terkait informasi yang diterima oleh Perusahaan maupun informasi yang
diberikan oleh Perusahaan untuk pihak ke tiga. Perusahan menjamin konsistensi dan relevansi informasi yang diberikan sesuai dengan Sistem
Manajemen K3 Perusahaan termasuk informasi mengenai pengendlian operasi K3 dan tanggap darurat Perusahaan.

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013

Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap
kegagalan suatu fungsi.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu
rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :

Tabel Matriks Resiko

FREKUENSI

Sangat Sering
Sering
Sedang
Jarang
Sangat Jarang

Sangat Ringan
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah

KEPARAHAN
Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Tinggi Tinggi Ekstrim
Ekstrim
Sedang Tinggi Tinggi
Ekstrim
Sedang Sedang Tinggi
Ekstrim
Sedang Sedang Tinggi
Tinggi
Rendah Sedang Sedang
Tinggi

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel matriks resiko di atas :

Kategori
Keseringan

Contoh Parameter I

Sangat Jarang

Terjadi 1X dalam masa lebih


dari 1 tahun

Jarang
Sedang
Sering
Sangat Sering

Contoh Parameter II

Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja


orang lebih
Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja
Bisa terjadi 1X dalam setahun
orang
Probabilitas 1 dari 100.000 jam kerja
Bisa terjadi 1X dalam sebulan
orang
Bisa terjadi 1X dalam seminggu Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja orang
Terjadi hampir setiap hari
Probabilitas 1 dari 100 jam kerja orang

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :

Kategori
Keparahan

Contoh Parameter I

Contoh Parameter II

Tidak terdapat cedera/penyakit, tenaga kerja Total kerugian kecelakaan kerja


dapat langsung bekerja kembali
kurang dari Rp. 1.000.000
Total kerugian kecelakaan kerja
Cedera ringan, tenaga kerja dapat langsung
Ringan
antara Rp. 1.000.000 Rp.
bekerja kembali
1.500.000
Total kerugian kecelakaan kerja
Mendapat P3K atau tindakan medis, tidak
Sedang
antara Rp. 1.500.000 Rp.
ada hilang jam kerja lebih dari 1X24 jam
5.000.000
Memerlukan tindakan medis lanjut/rujukan, Total kerugian kecelakaan kerja
Parah
cacat sementara, terdapat jam kerja hilang
antara Rp. 5.000.000 Rp.
1X24 jam
10.000.000
Cacat Permanen, Kematian, terdapat jam Total kerugian kecelakaan kerja
Sangat Parah
kerja hilang lebih dari 1X24 jam
lebih dari Rp. 10.000.000

Sangat Ringan

Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian matriks resiko :

Rendah

Perlu Aturan/Prosedur/Rambu

Sedang
Tinggi
Ekstrim

Perlu Tindakan Langsung


Perlu Perencanaan Pengendalian
Perlu Perhatian Manajemen Atas

Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang paling tepat berdasarkan 5 (lima) hirarki pengendalian
resiko/bahaya K3.
Bagikan di :FacebookGoogle+TwitterPinterest

JENIS-JENIS APD (ALAT PELINDUNG DIRI)

Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013

Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja
untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain di tempat kerja. Terdapat berbagai macam/jenis APD di antaranya ialah
sebagai berikut :

Alat Pelindung Kepala

Alat Pelindung Mata dan Muka

Alat Pelindung Pendengaran

Alat Pelindung Pernafasan

Alat Pelindung Tangan

Alat Pelindung Kaki

APD Pelindung Jatuh (Ketinggian)

Alat Pelindung Tubuh (Badan)

Pelampung

Rompi Nyala

Sabuk Pengaman

Jas Hujan

STRUKTUR SUSUNAN DAN TUGAS ORGANISASI TIM P2K3 (PANITIA PEMBINA KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA)

Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013

Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 tentang
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja. Disebutkan padapasal 2 (dua) bahwa tempat
kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih, atau tempat kerja dimana pengusaha/pengurus
memperkerjakan kurang dari 100 (seratus) tenaga kerja namun menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan
terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif pengusaha/pengurus wajib membentuk P2K3. Pada pasal 3 (tiga) disebutkan
bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri dari pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3
ialah ahli keselamatan kerja dari perusahaan yang bersangkutan.
Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan pembantu di
tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian & partisipasi
efektif dalam penerapan K3.
Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ialah memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada
pengusaha mengenai masalah K3 (berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).
Fungsi P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain :
1.

Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.

2.

Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja mengenai :

3.

Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3 termasuk bahayakebakaran dan peledakan
serta cara menanggulanginya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

Membantu Pengusaha/Pengurus dalam :

Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.

Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.

Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK) serta mengambil langkah-langkah yang
diperlukan.

Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja dan
ergonomi.

Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan di perusahaan.

Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.

Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.

Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan
interpretasi hasil pemeriksaan.

Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja.

Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya
meningkatkan keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi kerja. (berdasarkan pasal 4
(empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).

Peran, Tanggungjawab dan Wewenang P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) :

Peran

Wewenang
1. Menentukan Kebijakan K3.
2. Menentukan Personel yang Diperlukan untuk Penerapan K3 di tempat
secara efisien, efektif dan penuh tanggung jawab

Ketua

3. Melakukan evaluasi kinerja K3 Perusahaan dan menentukan langkahlangkah yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja K3 Perusahaan untuk
mencapai Tujuan K3
4. Menentukan kebutuhan-kebutuhan Pelatihan untuk seluruh personil yang di
bawah kendali Perusahaan untuk menjamin terlaksananya Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.

1. Representasi Manajemen dalam menerapkan sistem manajemen K3


Perusahaan.
2. Melaksanakan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko K3
Perusahaan.
3. Melakukan pemantauan, pengukuran dan laporan Tujuan dan ProgramProgram K3 yang telah ditetapkan.
Sekretari
s

4. Memfasilitasi komunikasi, partisipasi dan konsultasi penerapan Sistem


Manajemen K3 Perusahaan.
5. Melakukan pemeriksaan, pengukuran dan laporan tingkat pelasksaanaan
sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan
Perusahaan.
6. Pengendalian dokumentasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Anggota
1. Menjamin sistem manajemen K3 dapat diterapkan berdasarkan identifikasi
bahaya, penilaian dan pengendalian resiko, tujuan dan program-program
k3, prosedur, aturan dan persyaratan lainnya di bagian yang dipimpin
masing-masing.
2. Melaksanakan konsultasi dan partisipasi dalam penerapan K3 apabila ada

hal-hal penting dan mendesak berkaitan dengan K3.


3. Melakukan pengembangan-pengembangan penerapan K3 di bagian yang
dipmpinnya untuk mencapai tujuan K3 selaras dengan kebijakan K3
Perusahaan.

Struktur P2K3
Bagikan di :FacebookGoogle+TwitterPinterest

PENGERTIAN, TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN 5R (5S) DI TEMPAT KERJA

Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013

Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah cara (metode) untuk mengatur / mengelolatempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara
berkelanjutan.Penerapan 5R bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas di tempat kerja.
Adapun manfaat penerapan 5R (5S) di tempat kerja antara lain :
1.

Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang lebih efisien.

2.

Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan menjadi luas/lapang.

3.

Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang bagus/baik.

4.

Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan di tempat kerja.

AUDIT INTERNAL SISTEM MANAJEMEN K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)

Ditulis : Hebbie Ilma Adzim | Pada : Senin, Desember 09, 2013

Audit digunakan untuk meninjau dan menilai kinerja dan efektivitas Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Audit
internal dilaksanakan oleh Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk mengetahui dimana Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja telah diterapkan dan dipelihara secara tepat.
Pelaksanaan audit didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktivitas operasional perusahaan dan hasil audit (audit-audit) sebelumnnya. Hasil
penilaian resiko juga menjadi dasar dalam menentukan frekuensi pelaksanaan audit internal pada sebagian aktivitas operasional perusahaan, area
ataupun suatu fungsi atau bagian mana saja yang memerlukan perhatian manajemen Perusahaan terkait resiko K3 dan Kebijakan K3 Perusahaan.
Pelaksanaan audit internal mencakup seluruh area dan aktivitas dalam ruang lingkup penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perusahaan. Frekuensi dan cakupan audit internal juga berkaitan dengan kegagalan penerapan beberapa elemen dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, ketersedian data kinerja penerapan sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hasil tinjauan
manajemen dan perubahan-perubahan dalam manajemen Perusahaan. Pelaksanaan audit internal secara umum ialah minimal satu kali dalam kurun
waktu satu tahun dari audit internal sebelumnya.
Audit tambahan dapat dilaksanakan apabila terdapat kondisi-kondisi sebagaimana hal-hal berikut :
1.

Terdapatnya perubahan pada penilaian bahaya/resiko K3 Perusahaan.

2.

Terdapat indikasi penyimpangan dari hasil audit sebelumnya.

3.

Adanya insiden tingkat keparahan tinggi dan peningkatan tingkat kejadian insiden.

4.

Kondisi-kondisi lain yang memerlukan audit internal tambahan.

Pelaksanaan audit internal didasarkan pada kegiatan-kegiatan berikut, antara lain :


1.

2.

3.

Pembukaan audit.
o

Menentukan tujuan, ruang lingkup dan kriteria audit.

Pemilihan auditor dan timnya untuk tujuan objektivitas dan kenetralan audit.

Menentukan metode audit.

Konfirmasi jadwal audit dengan peserta audit ataupun pihak lain yang menjadi bagian dari audit.

Pemilihan petugas auditor.


o

Auditor harus independen, objektif dan netral.

Auditor tidak diperkenankan melaksanakan audit terhadap pekerjaan/tugas pribadinya.

Auditor harus mengerti benar tugasnya dan berkompeten melaksanakan audit.

Auditor harus mengerti mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.

Auditor harus mengerti mengenai peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja di tempat kerja.

Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai kriteria audit beserta aktivitas-aktivitas di dalamnya untuk dapat menilai
kinerja K3 dan menentukan kekurangan-kekurangan di dalamnya.

Meninjau dokumen dan persiapan audit.


o

Dokumen yang ditinjau meliputi :

Struktur organisasi dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja.

4.

5.

Kebijakan K3.

Tujuan dan Program-Program K3.

Prosedur audit internal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.

Prosedur dan Instruksi Kerja K3.

Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko.

Daftar peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan dengan penerapan K3 di tempat
kerja.

Laporan insiden, tindakan perbaikan dan pencegahan.

Persiapan audit internal meliputi hal-hal sebagai berikut antara lain :

Tujuan audit.

Kriteria audit.

Metodologi audit.

Cakupan maupun lokasi audit.

Jadwal audit.

Peran dan tanggung jawab peserta/anggota audit internal.

Pelaksanaan audit.
o

Tata cara berkomunikasi dalam audit internal.

Pengumpulan dan verifikasi informasi.

Menyusun temuan audit dan kesimpulannya.

Mengomunikasikan kepada peserta audit mengenai :

Rencana pelaksanaan audit.

Perkembangan pelaksanaan audit.

Permasalahan-permasalahan dalam audit.

Kesimpulan pelaksanaan audit.

Persiapan dan komunikasi laporan audit.


o

Tujuan dan cakupan audit.

Informasi mengenai perencanaan audit (anggota audit internal, jadwal audit internal serta area-area/lokasi-lokasi audit
internal).

Identifikasi referensi dokumen dan kriteria audit lainnya yang digunakan pada pelaksanaan audit internal.

Detail temuan ketidaksesuaian.

Keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Perusahaan :

Konfirmasi penyusunan perencanaan penerapan K3 di tempat kerja.

Penerapan dan pemeliharaan.

Pencapaian Kebijakan dan Tujuan K3 Perusahaan.

6.

Komunikasi kepada semua pihak mengenai hasil audit internal termasuk kepada pihak ke tiga yang berhubungan dengan
Perusahaan untuk dapat mengetahui tindakan perbaikan yang diperlukan.

Penutupan audit dan tindak lanjut audit.


o

Menyusun pemantauan tindak lanjut audit internal.

Penyusunan jadwal penyelesaian tindak lanjut audit internal.

Anda mungkin juga menyukai