Guna menjamin penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, maka Perusahaan perlu menyusun sistem komunikasi untuk
mendukung pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baik di tempat kerja.
Komunikasi meliputi komunikasi internal antar bagian maupun sesama bagian dalam struktur organisasi Perusahaan maupun komunikasi eksternal
dengan pihak lain seperti kontraktor, pemasok, pengunjung, tamu dan masyarakat luas maupun pihak ke tiga yang bekerja sama dengan
Perushaaan berkaitan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Komunikasi dapat melalui beragam media, cara dan teknologi yang secara efektif dapat menyampaikan pesan kepada semua pihak yang perlu
mendapat informasi berkaitan dengan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Informasi-informasi yang termasuk dalam komunikasi internal antara lain :
1.
2.
3.
4.
Prosedur kerja, instruksi kerja, diagram alur proses kerja serta material/bahan/alat/mesin yang digunakan dalam proses kerja.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
Kinerja K3 kontraktor.
4.
5.
6.
Tanggap Darurat.
7.
Hasil investigasi kecelakaan, ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.
8.
2.
3.
4.
5.
Perusahaan juga mengatur komunikasi eksternal dengan pihak ke tiga terkait informasi yang diterima oleh Perusahaan maupun informasi yang
diberikan oleh Perusahaan untuk pihak ke tiga. Perusahan menjamin konsistensi dan relevansi informasi yang diberikan sesuai dengan Sistem
Manajemen K3 Perusahaan termasuk informasi mengenai pengendlian operasi K3 dan tanggap darurat Perusahaan.
Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap
kegagalan suatu fungsi.
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu
rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :
FREKUENSI
Sangat Sering
Sering
Sedang
Jarang
Sangat Jarang
Sangat Ringan
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
KEPARAHAN
Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Tinggi Tinggi Ekstrim
Ekstrim
Sedang Tinggi Tinggi
Ekstrim
Sedang Sedang Tinggi
Ekstrim
Sedang Sedang Tinggi
Tinggi
Rendah Sedang Sedang
Tinggi
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel matriks resiko di atas :
Kategori
Keseringan
Contoh Parameter I
Sangat Jarang
Jarang
Sedang
Sering
Sangat Sering
Contoh Parameter II
Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :
Kategori
Keparahan
Contoh Parameter I
Contoh Parameter II
Sangat Ringan
Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian matriks resiko :
Rendah
Perlu Aturan/Prosedur/Rambu
Sedang
Tinggi
Ekstrim
Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang paling tepat berdasarkan 5 (lima) hirarki pengendalian
resiko/bahaya K3.
Bagikan di :FacebookGoogle+TwitterPinterest
Pengertian (Definisi) Alat Pelindung Diri (APD) ialah kelengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya dan resiko kerja
untuk menjaga keselamatan tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain di tempat kerja. Terdapat berbagai macam/jenis APD di antaranya ialah
sebagai berikut :
Pelampung
Rompi Nyala
Sabuk Pengaman
Jas Hujan
STRUKTUR SUSUNAN DAN TUGAS ORGANISASI TIM P2K3 (PANITIA PEMBINA KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA)
Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 tentang
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja. Disebutkan padapasal 2 (dua) bahwa tempat
kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih, atau tempat kerja dimana pengusaha/pengurus
memperkerjakan kurang dari 100 (seratus) tenaga kerja namun menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan
terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif pengusaha/pengurus wajib membentuk P2K3. Pada pasal 3 (tiga) disebutkan
bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri dari pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3
ialah ahli keselamatan kerja dari perusahaan yang bersangkutan.
Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan pembantu di
tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian & partisipasi
efektif dalam penerapan K3.
Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ialah memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada
pengusaha mengenai masalah K3 (berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).
Fungsi P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain :
1.
Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.
2.
3.
Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3 termasuk bahayakebakaran dan peledakan
serta cara menanggulanginya.
Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK) serta mengambil langkah-langkah yang
diperlukan.
Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja dan
ergonomi.
Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan
interpretasi hasil pemeriksaan.
Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya
meningkatkan keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi kerja. (berdasarkan pasal 4
(empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).
Peran, Tanggungjawab dan Wewenang P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) :
Peran
Wewenang
1. Menentukan Kebijakan K3.
2. Menentukan Personel yang Diperlukan untuk Penerapan K3 di tempat
secara efisien, efektif dan penuh tanggung jawab
Ketua
3. Melakukan evaluasi kinerja K3 Perusahaan dan menentukan langkahlangkah yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja K3 Perusahaan untuk
mencapai Tujuan K3
4. Menentukan kebutuhan-kebutuhan Pelatihan untuk seluruh personil yang di
bawah kendali Perusahaan untuk menjamin terlaksananya Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.
Anggota
1. Menjamin sistem manajemen K3 dapat diterapkan berdasarkan identifikasi
bahaya, penilaian dan pengendalian resiko, tujuan dan program-program
k3, prosedur, aturan dan persyaratan lainnya di bagian yang dipimpin
masing-masing.
2. Melaksanakan konsultasi dan partisipasi dalam penerapan K3 apabila ada
Struktur P2K3
Bagikan di :FacebookGoogle+TwitterPinterest
Pengertian (definisi) 5R (5S) ialah cara (metode) untuk mengatur / mengelolatempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara
berkelanjutan.Penerapan 5R bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas di tempat kerja.
Adapun manfaat penerapan 5R (5S) di tempat kerja antara lain :
1.
2.
Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan menjadi luas/lapang.
3.
Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang bagus/baik.
4.
Audit digunakan untuk meninjau dan menilai kinerja dan efektivitas Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Audit
internal dilaksanakan oleh Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk mengetahui dimana Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja telah diterapkan dan dipelihara secara tepat.
Pelaksanaan audit didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktivitas operasional perusahaan dan hasil audit (audit-audit) sebelumnnya. Hasil
penilaian resiko juga menjadi dasar dalam menentukan frekuensi pelaksanaan audit internal pada sebagian aktivitas operasional perusahaan, area
ataupun suatu fungsi atau bagian mana saja yang memerlukan perhatian manajemen Perusahaan terkait resiko K3 dan Kebijakan K3 Perusahaan.
Pelaksanaan audit internal mencakup seluruh area dan aktivitas dalam ruang lingkup penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perusahaan. Frekuensi dan cakupan audit internal juga berkaitan dengan kegagalan penerapan beberapa elemen dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, ketersedian data kinerja penerapan sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hasil tinjauan
manajemen dan perubahan-perubahan dalam manajemen Perusahaan. Pelaksanaan audit internal secara umum ialah minimal satu kali dalam kurun
waktu satu tahun dari audit internal sebelumnya.
Audit tambahan dapat dilaksanakan apabila terdapat kondisi-kondisi sebagaimana hal-hal berikut :
1.
2.
3.
Adanya insiden tingkat keparahan tinggi dan peningkatan tingkat kejadian insiden.
4.
2.
3.
Pembukaan audit.
o
Pemilihan auditor dan timnya untuk tujuan objektivitas dan kenetralan audit.
Konfirmasi jadwal audit dengan peserta audit ataupun pihak lain yang menjadi bagian dari audit.
Auditor harus mengerti mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
Auditor harus mengerti mengenai peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja di tempat kerja.
Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai kriteria audit beserta aktivitas-aktivitas di dalamnya untuk dapat menilai
kinerja K3 dan menentukan kekurangan-kekurangan di dalamnya.
4.
5.
Kebijakan K3.
Prosedur audit internal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
Daftar peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan dengan penerapan K3 di tempat
kerja.
Tujuan audit.
Kriteria audit.
Metodologi audit.
Jadwal audit.
Pelaksanaan audit.
o
Informasi mengenai perencanaan audit (anggota audit internal, jadwal audit internal serta area-area/lokasi-lokasi audit
internal).
Identifikasi referensi dokumen dan kriteria audit lainnya yang digunakan pada pelaksanaan audit internal.
Keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Perusahaan :
6.
Komunikasi kepada semua pihak mengenai hasil audit internal termasuk kepada pihak ke tiga yang berhubungan dengan
Perusahaan untuk dapat mengetahui tindakan perbaikan yang diperlukan.