Anda di halaman 1dari 6

MANAGEMENT CONTROL SYSTEM

CASE 5-4: ABRAMS COMPANY


Dosen Pengajar : Suyanto, MBA, Ph.D

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Istiyanto Eko Setiawan
Randy Wiliza
Renita Vidyanti Hasmaria

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

RINGKASAN KASUS
Abrams Company merupakan perusahaan yang memproduksi suku cadang pengapian
(ignition parts), suku cadang transmisi (transmission parts), dan suku cadang mesin (engine
parts) untuk mobil dan truk. Suku cadang tersebut dijual kepada agen tunggal pemegang merek
(original equipment Manufacturer atau OEM) dan pedangan besar (wholesaler). Kemudian dijual

kembali oleh pedagang eceran (retailer) sebagai suku cadang servis. Pasar yang terakhir disebut
juga sebagai after market (AM). Perusahaan membagi operasional perusahaannya menjadi empat
unit bisnis yang dialokasikan sebagai profit center, yaitu unit bisnis Suku Cadang Mesin, Unit
Bisnis Suku Cadang Transmisi, Unit Bisnis Suku Cadang Pengapian, serta Divisi Pemasaran
AM.
Setiap divisi produk memproduksi suku cadang di beberapa pabrik dan menjual sebagian
besar produk yang sudah dihasilkan tersebut kepada OEM. Adapun sisa produk yang dihasilkan
dijual oleh divisi produk ke divisi Pemasaran AM. Divisi AM memiliki tugas untuk
mengoperasikan beberapa gudang distribusi suku cadang milik perusahaan di AS dan pasar luar
negeri, dan menjual produk ke wholesaler. Setiap divisi diharapkan mampu mencapai target
tingkat pengembalian investasi (return on Investment atau ROI) yang ditentukan. Nilai penjualan
dari seluruh keempat divisi perusahaan Abrams pada tahun 1992 sebesar $500 juta yang terdiri
dari $130 juta untuk divisi suku cadang pengapian, $100 juta untuk divisi suku cadang transmisi,
$90 juta untuk divisi suku cadang mesin, dan $180 juta untuk divisi AM.
Dari penjualan tersebut terdiri dari $100 juta penjualan di dalam dan $400 juta penjualan
ke luar.Pada departemen penjualan OEM, tiap divisi produk bekerja sama dengan para ahli dari
pihak OEM. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan suku cadang baru yang inovatif dan efektif
dalam hal biaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan melayani konsumen dengan suku
cadang yang telah dipasok kepada pihak OEM. Menurut para eksekutif Abrams, terdapat faktorfaktor kritis penentu kesuksesan penjualan OEM, yang diantaranya: kemampuan untuk
merancang suku cadang yang inovatif dan andal untuk memenuhi kualitas, kinerja dan
spesifikasi yang ditentukan konsumen, konsisten terhadap jadwal pengiriman sehingga OEM
meminimalisasikan persediaan suku cadang di gudang dan pengendalian biaya.
Sebaliknya, dalam usaha after market, ketersediaan suku cadang merupakan hal yang
sangat penting bagi para pedagang besar, baru kemudian kualitas dan harga.Salah satu tujuan top
Management pada Divisi AM yaitu target penjalan sebesar 50 % dari seluruh penjualan luar
Abrams. Hal ini dikarenakan antisipasi pertumbuhan suku cadang AM seiring dengan
peningkatan jumlah kendaraan masyarakat yang sudah berumur. Sementara itu, target ROI suatu
pabrik didasarkan oleh laba anggaran (termasuk alokasi pengeluaran overhead divisi dan
perusahaan dan beban pajak pendapatan) dibagi dengan aktiva bersih awal tahun (dihitung
1

dengan mengurangi total aset dikurangi kewajiban lancar). ROI dari divisi AM diukur dengan
perlakuan yang sama dengan ROI pabrik.
Sekitar 50 manajer staf dan lini perusahaan Abrams berpartisipasi dalam sebuah rencana
bonus insentif (incentive bonus Plan). Masing-masing peserta memperoleh sejumlah poin bonus
standar. Untuk manajer pabrik, rencana bonus insentif disesuaikan dengan suatu formula yang
berkaitan dengan persentase penghargaan standar atas laba aktual versus anggaran. Dalam
membuat penyesuaian bonus, laba aktual pabrik disesuaikan atas setiap varian margin kotor yang
dihasilkan dari volume ke divisi AM.
Permasalahan kasus
1. Tidak ada patokan harga pasar yaitu selisih transfer pricing antara divisi suku cadang
kepada AM
2.

Karena forecasting permintaan yang tidak sesuai dan sistem pengiriman yang tidak tepat.
Maka berakibat pada berlebihnya pesediaan atau inventory dari ketiga divisi dan AM

Rekomendasi
1. Perusahaan menentukan Harga Transfer yang sesuai dengan konsep Cost based Transfer
Price yakni Cost to Manufacture yang efisien ditambah dengan Profit Margin yang sesuai
dengan presentase dari nilai investasi namun harganya tetap dibawah harga pasar.
2.

Manajemen bisa mengarahkan semua unit bisnis untuk berbagi informasi tentang harga
pasaran produk yang dibutuhkan oleh divisi AM atau manajemen perusahaan membuat
standar harga. Hal ini penting bagi tiap divisi di perusahaan.

3. Dalam mengelola persediaan barang perusahaan dapat menerapkan strategi Just in Time
agar proses operasional suku cadang sampai dengan djual kepada AM maupun OEM
berjalan efisien, dan pengukuran jumlah inventory dapat diukur dengan Inventory
Turnover Ratio untuk mengendalikan Inventory-nya sehingga meningkatkan profit
perusahaan dari proses operasional ke 3 divisi suku cadang maupun divisi AM.

Strategi Perusahaan membagi divisi produk dan pemasaran menjadi empat divisi yaitu Divisi
pemasaran AM, divisi suku cadang pengapian, divisi suku cadang transmisi, dan divisi suku
cadang mesin. Setiap divisi mempunyai divisi produk untuk setiap suku cadang yang dipimpin
oleh seorang wakil presiden dan manajer umum. Setiap divisi tersebut mempunyai divisi
penjualan yang terpisah.
Berdasarkan bagan organisasi parsial, Abraham Company membuat divisi pemasaran AM
seolah terpisah dengan tiga divisi lainnya, karena ketiga divisi suku cadang tersebut mempunyai
pabrik dan departemen penjualannya masing-masing, sementara divisi AM hanya berfungsi
sebagai divisi yang memasarkan produk yang diproduksi oleh divisi suku cadang pengapian,
transmisi dan mesin. Produk yang dijual tiga divisi suku cadang ke divisi AM adalah produk sisa
dari hasil penjualannya kepada divisi penjualan OEM. Oleh karena itu divisi AM seolah terpisah
dari tiga divisi lainnya karena setiap divisi suku cadang mempunyai departemen penjualan
(penjualan OEM) nya masing-masing sehingga produk yang dihasilkan setiap divisi suku cadang
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pada penjualan divisi penjualan OEM nya masingmasing. Permasalahn yang timbul karena hal tersebut adalah divisi AM tidak menjadi prioritas
utama untuk mendapatkan produk yang dihasilkan divisi suku cadang. Akibatnya divisi
pemasaran AM berpotensi tidak dapat memenuhi permintaan yang ada, padahal ketersediaan
barang merupakan faktor kunci bagi suksesnya penjualan divisi pemasaran AM.
Penyesuaian bonus atas setiap varians margin kotor yang dihasilkan dari volume penjualan
ke divisi AM tidak diperhitungkan dalam penyesuaian insentif. Hal tersebut cenderung membuat
para manajer dari divisi suku cadang akan lebih mengutamakan penjualan produk mereka untuk
memenuhi divisi penjualan OEM nya masing-masing dari pada menjual ke divisi AM.
Hal lainnya adalah mengenai ukuran kinerja dari setiap divisi. Penggunaan ROI sebagai
pengukuran kinerja hanya menggambarkan kinerja keuangan dari suatu divisi saja. Oleh karena
itu, perlu ada pengukuran lainnya selain ROI yang mampu mengukur kinerja manajemen dari
setiap divisi.

KEKUATAN

Pembagian unit bisnis dengan produk yang jelas, dan kualitas kontrol yang lebih baik
yaitu pada spesialisasi produk.

Adanya departemen sales pada tiap unit bisnis membuat pergerakan pengembangan
produk yang lebih lincah dan tepat sasaran, menyesuaikan hasil diskusi langsung tiap unit
bisnis dengan klien OEM.

Sistem insentif yang fair sebab menyesuaikan dengan actual profit yang diperoleh tiap
divisi.

Unit bisnis yang diperlakukan sebagai profit center mendorong manajemen tiap unit
bisnis untuk menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik.

KELEMAHAN

Rendahnya koordinasi antar unit bisnis Abrams Company yang disebabkan unit tidak
menyatu dan pencapaian target masing-masing unit bisnisa. Bisa dilihat dari kesulitan
unit AM Marketing untuk memperoleh produk dari unit bisnis internal, untuk dijual pada
wholesaler, sebab unit internal lebih memilih untuk menjual produk mereka pada OEM
karena lebih menguntungkan. Sementara inventori pada divisi produksi sering

menumpuk..
Tiap divisi di Abrams Company hanya menguasai lingkup operasionalnya masingmasing, sehingga perusahaan akan kesulitan untuk mencari pengganti internal dari divisi

lain untuk mengisi posisi yang kosong.


Tidak ada sistem yang mendorong manajer pabrik untuk memenuhi pesanan dari unit
bisnis AM Marketing. Implikasinya, target perusahaan agar penjualan eksternal pada AM
Marketing meningkat menjadi 50% akan sulit tercapai.

REKOMENDASI PERUBAHAN

Perhitungan insentif untuk tiga divisi lainnya tidak memperhitungkan volume penjualan
ke Divisi AM sehingga para divisi suku cadang tidak menghiraukan penjualan mereka ke
4

Divisi AM. Oleh sebab itu, sebaiknya manajemen mempertimbangkan untuk


memasukkan volume penjualan ke Divisi AM dalam perhitungan insentif sehingga
penjualan ke Divisi AM berjalan lancar dan Divisi AM tidak kesulitan memperoleh

produk yang dibutuhkan yang akan dijual ke pihak eksternal.


Manajemen perlu mempertimbangkan pemberian target pembelian tertentu bagi Divisi
AM terhadap produk dari para divisi suku cadang sehingga semua divisi dapat mencapai
target masing-masing agar dapat membantu pencapaian target perusahaan yang diberikan

kepada divisi AM untuk mencapai 50% penjualan eksternal Abrams Company.


Pengukuran kinerja dari setiap divisi selain ROI adalah Balanced Scorecard. Balanced
Scorecard merupakan pengukuran yang komprehensif yang meliputi aspek keuangan dan
non keuangan. Balanced Scorecard bertujuan untuk mendidik manajemen dan organisasi
memandang perusahaan secara keseluruhan dari empat perspektif, yaitu keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai