Referat VSD
Referat VSD
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup
dan memiliki derajat keparahan yang luas pada bayi: sekitar 2-3 dari 1.000 bayi
baru lahir muncul gejala penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan.
Diagnosis dapat ditegakan saat usia 1 minggu pertama sekitar 40-50% dari pasien
dengan penyakit jantung bawaan dan pada usia 1 bulan pertama pada 50-60%
pasien. Dengan kemajuan di bidang operasi baik paliatif maupun korektif, jumlah
anak dengan penyakit jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah
meningkat secara dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan. 3
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit
non-infeksi makin menonjol, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang.
Perbaikan tingkat sosail ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Hal
tersebut tampak jelas di Indonesia. Pada saat ini di Indonesia sementara masalah
gizi dan infeksi belum tuntas teratasi, pada saat yang sama telah mulai muncul
pelbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit non-infeksi. Di dalam
bidang kardiologi, pengamatan menunjukan jumlah penyakit jantung bawaan
(PJB) makin banyak. Konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum,
dokter spesialis anak, dan dokter spesialis lain ke konsultan jantung anak makin
meningkat. Tidak sulit meramalkan bahwa dalam waktu yang tidak terlampau
lama lagi hal ini akan makin nyata. Dalam hal ini maka peran dokter umum dan
dokter anak dalam menemukan kasus penyakit jantung bawaan makin besar.
Laporan dari berbagai penelitian di luar negri menunjukan 6-10 dari 1000
bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan. Terjadinya penyakit
jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi berbagai faktor.
Terdapatnya kecenderungan tumbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam
satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir
semester pertama dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung, faktor
seperti paparan radiasi, infeksi, obat-obatan, alkohol dll. Yang pada era jaman
sekarang semakin meningkat karena kemajuan teknologi serta perubahan gaya
hidup.
Ventrikular septal defek (VSD) merupakan salah satu jenis PJB yang
BAB II
EMBRYOGENESIS DAN PERUBAHAN SIRKULASI JANTUNG FETAL
NEONATUS
Perkembangan dan pembentukan jantung
Pengetahuan tentang mekanisme seluler dan molekuler perkembangan
embryogenesis jantung diperlukan dalam memahami penyakit jantung bawaan
dan
mengembangkan
strategi
untuk
pencegahan.
Proses
sebagai
suatu
kiri
dan
kanan
berhubungan
melalui
foramen
Gangguan
dari
proses
pembentukan
sekat
BAB III
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB) PADA BAYI DAN ANAK
Penyakit jantung pada bayi dan anak dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu (1) penyakit jantung bawaan, dan (2) penyakit jantung bawaan didapat.
Epidemiologi
Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak
ditemukan di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negri
menunjukan 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung
bawaan.
KELAINAN
% PJB
3530
68
68
Coarctation of aorta
57
Tetralogy of Fallot
57
Stenosis pulmonal
57
47
35
13
13
Truncus arteriosus
12
12
Single ventricle
12
12
Others
510
Etiologi
Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi
oleh
berbagai
faktor. Adanya
faktor
endogen/genetik
dimana
terdapat
10
Klasifikasi
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 kelompok:
(1) penyakit jantung bawaan non-sianotik; (2) penyakit jantung bawaan sianotik.3
Klasifikasi suatu penyakit syogyanya mencakup semua jenis penyakit
yang terdapat pada kelompok tersebut. Klasifikasi yang baik juga harus dapat
diterapkan pada pasien yang masih hidup, sehingga mempunyai makna dalam
diagnosis dan penatalaksanaan pasien. Dalam hal ini penyakit jantung bawaan,
klasifikasi yang memenuhi criteria tersebut sangat sulit dibuat, karena banyaknya
kombinasi penyakit sehingga menimbulkan pelbagai penyakit kompleks.
Klasifikasi sederhana dapat dapat berdasarkan adanya sianosis/ tidak.9 Tetapi bila
dikonfrontasi dengan kelainan anatomi akan tampak kelemahannya. Sebagai
contoh, tetralogi Fallot, yang dimasukan dalam golongan sianotik, mempunyai
bentuk tanpa sianosis (pink tetralogy). Demikian pula kombinasi defek septum
ventrikel dan stenosis pulmonal, dapat menunjukan gejala sianosis atau tidak. Di
lain pihak, defek septum ventrikel, duktus arteriousus persisten, serta defek
septum atrium yang dikelompokan dalam golongan non-sianotik, pada tingkat
tertentu (bila terjadi hipertensi pulmunal/sindrom Eisenmenger) akan menjadi
sianotik. Selain itu tingkat desaturasi darah arterial yang ringan atau sedang,
sianosis secara klinis sulit dideteksi terutama pada neonatus. Selanjutnya sianosis
secara klinis dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pneumonia, sepsis,
hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi pada gagal jantung kongestif.9
11
Evaluasi klinis
Tahap 2
Riwayat penyakit/anamnesis
Pemeriksaan fisis
Investigasi dengan pemeriksaan sederhana
Tahap 3
Darah tepi
EKG
Foto toraks
Pulse oksimetri
Ekokardiografi
Tahap 4
Penghitungan hemodinamik
kardioangiografi
12
Jenis PJB
jumlah PJB
Infeksi
Infeksi Rubella
30
13
stenosis
Obat-obatan
Hidantoin
2-3
Alkohol
25-30
VSD,PDA,ASD
Amfetamin
VSWD,PDA,ASD
Talidomid
5-10
Kemoterapi
PS,AS,VSD,ASD
Lithium
10
Asam retinoic
10
VSD
Hormon sex
VSD,TGA,TF
10
Diabetes
3-5
30-50
VSD
Kardiomegali, kardiomyopathy
Lupus
40
Heart block
Kondisi maternal
Maternal
phenylketonuria
VSD, ASD
syndrome)
Trisomy 18
Trisomy 13
XXXXY
PDA, ASD
14
Penta X
PDA, VSD
Triploidy
XO (Turner syndrome)
syndrome)
Deletion 10q
VSD, TOF
Deletion 13q
VSD
Deletion 18q
VSD
Kulit adanya sianosis, sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan
selaput lendir akibat tereduksinya kadar hemoglobin lebih dari 5g/dl. Yang dapat
dinilai dengan pulse oksimetri. Perlu dibedakan sianosis apakah sentral atau
perifer. Pada sianosis perifer terjadi akibat pengambilan oksigen yang berlebihan
oleh jaringan misalnya pada perfusi yang jelek (rejatan, vasokonstriksi akibat
curah jantung rendah pada gagal jantung, bendungan vena perifer, kedinginan).
Pada sianosis perifer warna kebiruan tampak pada daun telinga, ujung jari, daerah
sirkumoral, dan ujung hidung. Sedangkan pada sianosis sentral disebabkan
saturasi oksigen arterial yang rendah. Warna kebiruan tampak lebih jelas di
mukosa bibir, lidah dan konjungtiva. Juga harus dibedakan sianosis karena
kelainan jantung bawaan atau karena kelainan paru. 2
Pada tanda vital perlu dilakukan pemeriksaan nadi pada keempat
ekstremitas, tekanan darah, pernapasan, yang disesuaikan nilai normal menurut
umur.
Pemeriksaan jantung meliputi, 5
Inspeksi. Perhatikan kelainan bentuk dada. Dimana pada pembesaran
jantung dapat menyebabkan bulging pada dada serta iktus kordis dan pulsasi
epigastrium.
Palpasi. Pastikan iktus kordis yang tampak atau tidak pada inspeksi.
Dengan meraba secara halus mungkin dapat teraba getaran bising (thrill) yang
terdapat pada pungtum maksimum yang keras (derajat 4/6 atau lebih). Diraba juga
aktivitas ventrikel kiri pada hiperaktivitas ventrikel kiri teraba heaving di sebelah
15
atau
tidaknya
bunyi
jantung
dan
II
(apakah
terhadap defek?
Tahapan terakhir, dengan kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung
merupakan tahapan terakhir karena tidak selalu diperlukan karena teknik
ekokardiogradi yang semakin baik.
Kateterisasi diperlukan pada.
16
Penderita DSV besar dan atai disertai gagal jantung atau hipertensi
pulmonal
DSV kecil yang diduga disertai peningkatan tahanan vaskular paru.
Tujuan kateterisasi jantung terutama untuk mengetahui
Jumlah defek
Evaluasi besarnya pirau
Evaluasi tahanan vaskular paru
Evaluasi beban kerja ventrikel kiri dan kanan
Mengetahui defek lain selain DSV
Mengetahui anatomi dengan jelas untuk keperluan bedah.
BAB 4. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
Embriologi dan anatomi
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi
antara minggu ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan mudigah, bersamaan dengan
pembagian atrium tunggal menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang
pertama terbentuk adalah pars membranasea, yang kemudian bergabung dengan
endocardial cushion dan bulbus kordis (bagian proksimal trunkus arteriosus). Pars
muskularis septum kemudian mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih
lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.1 Hasil akhir perkembangan ini
adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars muskularis,
serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan
katup tricuspid dan katup pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat
menyebabkan lubang pada septum ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas
krista
supraventrikularis,
di
17
pada pars
Epidemiologi
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis PJB yang
paling sering ditemukan yakni sekitar 20% dari seluruh PJB.3
Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari
semua PJB. Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated)
namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada
Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar (TAB) atau PJB kompleks yang lain.9
Klasifikasi
Sampai sekarang klasifikasi defek septum bentrikel masih sering
diperdebatkan. Untuk tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, berikut ini akan
diuraikan klasifikasi berdasarkan kelainan hemodinamik serta klasifikasi
anatomik.2
1. Berdasarkan kelainan hemodinamik (fisiologi):
1.1.
Defek kecil dengan tahanan paru normal;
1.2.
Defek
sedang
dengan
tahanan
vascular
paru
normal/bervariasi;
Defek besar dengan resistensi vaskular paru ringan sampai
1.3.
sedang;
1.4.
Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru
(resistensi vaskular paru yang tinggi).
18
2.2.
19
Pada defek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak bermakna,
sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik. Dengan perkataan lain status
kardiovaskular masih dalam batas normal.
Manifestasi klinis
Pasien asimtomatik. Pada hari-hari pertama pasca lahir tahanan vaskular
paru masih tinggi, sehingga belum ada perbedaan tekanan yang bermakna antara
ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Pada saat tersebut biasanya bising belum
terdengar. Setelah bayi berumur 2-6 minggu, dengan penurunan tahanan vaskular
paru terjadilah pirau kiri ke kanan, sehingga terdengar bising yang klasik, yaitu
bising pansistolik dengan pungtum maksimum di sela iga 3 dan 4 tepi kiri
sternum. Bising ini menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Derajat bising dapat
mencapai 4/6, disertai getaran bising/thrill yang dapat diraba pada garis sternalis
kiri bawah. Bising berupa nada yang tinggi sehingga dapat didengar dengan
stetoskop diafragma. Pada defek yang sangat kecil dan letaknya di pars
muskularis, bising dapat terdengar hanya pada fase awal sistolik (early systolic
murmur) karena lubang defek tertutup saat kontraksi dari ventrikel. Pertumbuhan
pasien biasanya normal. kelainan ini dikenal pula dengan nama maladie de
Roger.5 Kira-kira 70% pasien dengan defek kecil menutup spontan dalam 10
tahun, sebagian besar dalam 2 tahun pertama.bila setelah 2 tahun defek tidak
menutup, maka kemungkinan menutup secara spontan adalah kecil.
21
dan Doppler berwarna dapat diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung tidak dilakukan pada defek kecil. Bila dikerjakan
(misalnya ragu-ragu atau terdapat kelainan lain), dapat ditemukan peningkatan
saturasi oksigen setinggi ventrikel kanan, yang biasanya minimal sehingga tidak
dianggap bermakna. Adanya pirau kiri ke kanan sering baru dapat dibuktikan
dengan penembakan kontras dari ventrikel kiri. Tekanan dalam ruang jantung dan
pembuluh darah besar juga normal
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel ini mungkin dapat dikacaukan dengan stenosis
pulmonal. Terdapatnya bising ejeksi sistolik, ejection click (pada stenosis
pulmonal valvular) dan gambaran EKG mudah menyingkirkan kelainan ini dari
defek septum ventrikel. Waktu dan kualitas bising defek septum ventrikel kecil
mirip dengan bising insufisiensi mitral. Lokasi pungtum maksimum dan
penjalaran bising biasanya dapat membedakan kedua kelainan ini.
4.2. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL SEDANG DENGAN TAHANAN
VASKULAR PARU NORMAL
Pada defek ini ukuran defek berdiameter kurang dari setengah diameter
orificium aorta dan adanya perbedaan tekanan sistolik antara kedua ventrikel.
Pada defek sedang ini terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Pirau
yang cukup besar ini akan diteruskan ke a.pulmonalis, akibatnya terjadi
peningkatan aliran darah ke paru, demikian pula darah yang kembali ke atrium
kiri akan bertambah; akibatnya atrium kiri melebar dan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan dilatasi. Dengan pertumbuhan pasien, maka dapat terjadi beberapa
kemungkinan, yakni: 8
1.defek mengecil, sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Pasien biasanya
tampak membaik.
2. defek menutup
3. terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang
22
23
Ekokardiografi
Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel
sedang. Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat.
Doppler memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.
Kateterisasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan yang besar dapat dibuktikan dengan
peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Tekanan di ruang jantung
kebanyakan kasus masih normal, tetapi dapat pula terjadi peningkatan tekanan
diastolic akhir di ventrikel kiri terutama bila terdapat gagal jantung. Kateter
kadang dapat dimasukan ke ventrikel kiri atau aorta dari ventrikel kanan.
Angiografi ventrikel kiri dapat memebri informasi letak dan perkiraan besarnya
defek.
Diagnosis banding
Duktus arteriosus persisten dapat dikacaukan dengan defek septum
ventrikel sedang, terutama pada masa neonatus, saat tahanan vaskular paru masih
tinggi sehingga yang terdengar adalah bising sistolik. Bising kontinu yang khas
24
belum terdengar karena belum terdapat perbedaan tekanan yang bermakna antara
aorta dan a.pulmonalis pada saat diastol. Pada anak yang lebih besar, adanya
pulsus seler serta bising kontinu dapat cepat membedakan duktus arteriosus
persisten dari defek septum ventrikel. Defek atrioventrikularis yang sering
terdapat pada sindrom Down biasanya memberi gejala klinis mirip defek septum
ventrikel sedang atau besar. Elektrokardiografi pada sebagian besar kasus dapat
membedakan kedua kelainan tersebut; pada defek septum ventrikel sumbu QRS
biasanya yang bormal sedangkan pada defek atrioventrikularis murni terdapat
deviasi sumbuh QRS ke kiri. Pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler dapat
memastikan diagnosis.
4.3. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN HIPERTENSI
PULMONAL RINGAN SAMPAI SEDANG
Hemodinamik
Ukuran defek septum ventrikel kira-kira sebesar orificium aorta. Pasien
dengan defek besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan
di ventrikel kanan dan a.pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di samping
beban volume, ventrikel kanan juga mengalami beban tekanan. Ini sering
merupakan stadium awal dari hipertensi pulmonal yang ireversibel.8
Manifestasi klinis
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih
berat. Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering,
pertumbuhan lebih terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi
teraba hiperaktivitas ventrikel kiri (karena adanya peningkatan volume overload
pada ventrikel kiri) dengan atau tanpa hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary
tapping, dan pada 50% kasus teraba getaran bising. Pada bayi mungkin akan sulit
membedakan antara hiperaktivitas dari ventrikel kanan atau kiri. Auskultasi
serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II mengeras akibat tingginya
tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek ventrikel besar ini
sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur), seperti pada
defek septum ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal ini
25
Kateterisasi jantung
Terdapat peningkatan saturasi oksigen yang mencolok di ventrikel kanan.
Kateter kadang mudah masuk dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, bahkan ke
aorta. Tekanan a.pulmonalis meningkat, mendekat tekanan sistemik. Resistensi
vaskular paru biasanya masih rendah dengan rasio < 0.5 pada sebagian kasus;
sebagian kecil mempunyai rasio pulmonal: sistemik 0.5 0.75. sineangiografi
26
ventrikel kiri dalam posisi oblik anterior kiri memperlihatkan lokasi dan besarnya
defek. Injek aorta perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
duktus arteriosus persisten.
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel besar harus dibedakan dengan defek dengan pirau
kiri ke kanan lain yang besar. Bila disertai gagal jantung, sering pembedaan secara
klinis sulit dan baru dipastikan setelah gagal jantungnya dapat diatasi.
Ekokardiografi dapat dengan mudah memastikan diagnosis.
4.4. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN RESISTENSI
VASKULAR PARU TINGGI (OBSTRUKSI VASKULAR PARU)
Hemodinamik
Sebagian pasien defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal
ringan-sedang akan menjadi resistensi vaskular paru yang tinggi sehingga menjadi
hipertensi pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi
vaskular paru tanpa melalui fase hiperkinetik/ringan-sedang. Pirau kiri ke kanan
yang semula besar, dengan meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan
berkurang. Bila tekanan ventrikel sama dengan tekanan sistemik, maka tidak
terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau terbalik (sindrom
Eisenmenger).8
Manifestasi klinis
Biasanya
pasien
mengalami
fase
hipertensi
pulmonal
ringan-
27
Elektrokardiogram
Rekaman
elektrokardiogram
menggambarkan
perubahan
akibatnya
28
Pembesaran atrium kanan sering terlihat. Sumbu QRS cenderung untuk deviasi ke
kanan.
Kateterisasi jantung
Pada hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru ini tidak ada lagi
pirau kiri ke kanan, bahkan sudah terjadi sedikit pirau pirau kanan ke kiri. Besar
pirau bergantung pada tahanan paru dan tahanan sistemnik. Dengan angiografi
ventrikel kiri (jarang dilakukan bila tekanan ventrikel kiri) juga dapat dibuktikan
tidak adanya pirau yang bermakna ini.
Tekanan di ventrikel kanan dan a.pulmonalis meningkat, lebih kurang
sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Pembuluh paru perifer tampak lebih kecil
dan berkelok-kelok. Bila terdapat hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular
meningkat harus dilakukan uji terhadap reaktivitas vaskular paru. Ini dapat
dilakukan dengan inhalasi oksigen 100% atau menyuntikan obat vasodilator
seperti tolazolin ke dalam a.pulmonalis. bila vaskular paru masih reaktif, maka
pembuluh tersebut melebar sehingga tahanan vaskular paru menurun dan
menyebabkan terjadinya pirau kiri ke kanan dan /akan terjadi penurunan tekanan
a.pulmonalis. bila perubahan pembuluh darah sudah ireversibel, maka uji
oksigen/tolazolin ini tidak menyebabkan penurunan tekanan a.pulmonalis atau
penambahan pirau kiri ke kanan.
Diagnosis banding
Setiap kelainnan pirau kiri ke kanan yang besar, pada masa anak dapat
menimbulkan hipertensi pulmonal. Termasuk dalam kelompok ini adalah duktus
arteriosus persisten, defek septum ventrikel, defek septum atrium, defek
atrioventrikular, trunkus arteriosus, ventrikel tunggal, transposisi arteri besar, dan
double outlet right ventrikel.
Sering tanda dan gejala kelainan primer pelbagai kelainan tersebut sudah
tidak jelas bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru.
29
Demikian pula gambaran EKG dan foto dada. Dalam hal ini, bila sebelumnya
pasien belum pernah diperiksa, diagnosis dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.
4.5. PROGNOSIS
Defek septum ventrikel adalah kelainan yang cenderung untuk mengecil
dengan bertambahnya umur, bahkan sebagian akan menutup spontan. Lebih
kurang 75% pasien defek septum ventrikel kecil akan menutup spontan dalam
waktu 10 tahun. Sebagian besar penutupan terjadi pada 2 tahun pertama; bila tidak
terjadi penutupan setelah berumur 2 tahun pertama, kemungkinan menutup
spontan kecil. Seperti telah diterangkan, meskupin tidak menutup, defek septum
ventrikel kecil biasanya asimtomatik, dan pasien dapat diharapkan hidup normal.2
Pasien dengan defek sedang atau besar menunjukan gejala semasa bayi.
Bila dengan atau tanpa penanganan pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada
umumya keluhan berkurang, mungkin akibat mengecilnya defek , timbulnya
hipertrofi infundibulum sehingga pirau kiri ke kanan, atau terjadi obstruksi
vaskular paru. Sebagian kecil pasien akan mengalami gagal jantung kronik dengan
hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira 50% pasien hipertensi pumonal
bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi hipertensi pulmonal berat,
tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa bayi dan anak kecil.
Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien mengalami kelainan
obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal primer) 8
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal
jantung kronik dan hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering
memperberat gagal jantung dan mempercepat kematian. Pasien dengan defek
kecil mempunyai risiko lebih tinggi unutk menderita endokarditis bakterialis
daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian keseluruhan untuk defek
sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang adekuat, adalah
sekitar 5%. 8
4.6. PENATALAKSANAAN
Beberapa sifat alamiah
penyakit
defek
septum
ventrikel
perlu
dipertimbangkan dalam penanganan dalam penyakit ini: (1) Sebagian besar defek
kecil akan menutup spontan, sedangkan defek besar atau sedang cenderung untuk
mengecil dengan sendirinya; (2) defek besar dapat menyebabkan gagal jantung,
30
biasanya pada bulan kedua kehidupan. Pasien yang sampai umur 1 tahun tidak
mengalami gagal jantung biasanya tidak akan mengalaminya kemudian kecuali
bila terdapat faktor lain seperti anemia atau pneumonia; (3) Perubahan vaskular
paru sudah dapat mulai terjadi dalam 6-12 bulan pertama kehidupan. Pada defek
berat, pada umur 2-3 tahun sudahdapat terjadi hipertensi pulmonal yang
ireversibel. 2
Defek septum ventrikel kecil
Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik
atau bedah apapun, kecuali pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah
endokarditis pada tindakan tertentu. Pasien harus terus diobservasi sampai
defeknya menutup. 8
Defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru normal
Terapi medik. Bila pasien dalam keadaan gagal jantung diberikan terapi
seperti biasa. Setelah gagal jantung dapat diatasi, biasanya diperlukan digitalis
(digoksin) dosis rumatan. Sebagian besar kasus dapat diatasi secara dini, dan bila
keadaan telah stabil dilakukan kateterisasi untuk menilai keadaan hemodinamik
dan kelainan pernyerta bila ada. Sebagian kecil golongan ini tidak dapat diatasi
dengan obat; anak tetap dalam keadaan gagal jantung kronik atau failure to thrive.
Pasien ini perlu koreksi bedah segera. 6
Terapi bedah. Pasien defek septum ventrikel sedang dengan tahanan
vaskular paru yang normal dengan tekanan a.pulmonalis kurang dari setengah
tekanan sistemik, kecil kemungkinannya untuk menderita obstruksi vaskular paru.
Mereka hanya memerlukan terapi medik, dan sebagian akan menjadi asimtomatik.
Terapi bedah dipertimbangkan bila setelah umur 4-5 tahun defek kelihatannya
tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi ulang.
Defek Septum Ventrikel Besar dengan tahanan paru ringan- sedang/hiperkinetik
Terapi medik untuk golongan ini sama dengan pasien defek sedang dengan
tahanan paru normal. bila gagal jantung dapat diatasi, maka pasien harus
diobservasi ketat untuk menilai apakah terjadi perburukan penyakit vaskular paru.
Kateterisasi diulang sekitar umur 2 tahun untuk menilai keadaan hemodinamik.
Bila tidak ada perbaikan atau malah memburuk, diperlukan koreksi bedah.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System.
In: Moss and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and
adolescents. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2008.p.2-23.
2. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss
and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
Textbook Of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.18517; 1888-90.
4. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15 th ed.
Philadelphia: Saunders; 2003.p.311-5.
5. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology.
United States: McGraw-Hill;2004.p.123-6.
6. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3rd ed.UK: WileyBlackwell; 2009.p.148-51.
32
33