Anda di halaman 1dari 33

BAB 1.

PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup
dan memiliki derajat keparahan yang luas pada bayi: sekitar 2-3 dari 1.000 bayi
baru lahir muncul gejala penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan.
Diagnosis dapat ditegakan saat usia 1 minggu pertama sekitar 40-50% dari pasien
dengan penyakit jantung bawaan dan pada usia 1 bulan pertama pada 50-60%
pasien. Dengan kemajuan di bidang operasi baik paliatif maupun korektif, jumlah
anak dengan penyakit jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah
meningkat secara dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan. 3
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit
non-infeksi makin menonjol, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang.
Perbaikan tingkat sosail ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Hal
tersebut tampak jelas di Indonesia. Pada saat ini di Indonesia sementara masalah
gizi dan infeksi belum tuntas teratasi, pada saat yang sama telah mulai muncul
pelbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit non-infeksi. Di dalam
bidang kardiologi, pengamatan menunjukan jumlah penyakit jantung bawaan
(PJB) makin banyak. Konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum,
dokter spesialis anak, dan dokter spesialis lain ke konsultan jantung anak makin
meningkat. Tidak sulit meramalkan bahwa dalam waktu yang tidak terlampau
lama lagi hal ini akan makin nyata. Dalam hal ini maka peran dokter umum dan
dokter anak dalam menemukan kasus penyakit jantung bawaan makin besar.
Laporan dari berbagai penelitian di luar negri menunjukan 6-10 dari 1000
bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan. Terjadinya penyakit
jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi berbagai faktor.
Terdapatnya kecenderungan tumbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam
satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir
semester pertama dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung, faktor
seperti paparan radiasi, infeksi, obat-obatan, alkohol dll. Yang pada era jaman
sekarang semakin meningkat karena kemajuan teknologi serta perubahan gaya

hidup.

Ventrikular septal defek (VSD) merupakan salah satu jenis PJB yang

paling sering ditemukan yakni sekitar 30% dari seluruh PJB. 1

BAB II
EMBRYOGENESIS DAN PERUBAHAN SIRKULASI JANTUNG FETAL
NEONATUS
Perkembangan dan pembentukan jantung
Pengetahuan tentang mekanisme seluler dan molekuler perkembangan
embryogenesis jantung diperlukan dalam memahami penyakit jantung bawaan
dan

mengembangkan

strategi

untuk

pencegahan.

Proses

organogenesis/embryogenesis kardiovaskular merupakan rangkaian pembentukan


organ jantung yang sangat kompleks. Proses kompleks tersebut dapat
disederhanakan menjadi 4 tahap, yaitu: (Gambar 1) 10

a. Tubing: tahapan awal ketika bakal jantung masih merupakan tabung


sederhana
b. Looping: proses perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri
besar (aorta dan arteri pulmonalis)
c. Septasi: proses pemisahan bagian bakal jantung serta arteri besar
dengan pembentukan pebagai ruang jantung dan migrasi
d. Migrasi: proses pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai
bentuk akhirnya.

Gambar 1. Proses embryogenesis jantung 3


Harus diperhatikan bahwa keempat tahapan tersebut bukan merpakan
proses terpisah tetapi merupakan rangkaian proses yang saling
tumpang tindih.10
a. Tubing (pembentukan tabung)
Pada awal pembentukan, jantung hanya merupakan sebuah tabung
lurus yang berasal dari fusi sepasang primodia simetris. Pada
beberapa terdapat dilatasi yaitu atrium primitig, komponen
ventrikel yang terdiri dari segmen inlet dan outlet serta trunkus
arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis.

Perkembangan jantung ini terjadi pada embryo berusia 6 minggu


kehamilan yang panjangnya sekitar 10 mm.
b. Looping
Proses perkembangan selanjutnya dikenal

sebagai

suatu

pembentukan loop antara atrium dengan komponen inlet


ventrikel dan antara komponen inlet dan outlet ventrikel. Sinus
venosus yang tertanam kuat pada septum transversum menjadi
bagian dari ujung tabung yang terfiksasi. Perkembangan bertahap
menyebabkan atrium primitive bergeser ke arah sinus venosus,
sehingga terbentuk lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen
inlet ventrikel. Pada komponen inlet dan outlet juga terbentuk
lengkung dengan sudur sebesar 180, sehingga trunkus berada di
depan dan kanan kanalis atrioventrikulari. Biasanya proses looping
ini terjadi ke arah kanan, sehingga disebut sebagai dextro
ventricular looping. (gambar 2)

Gambar 2. Proses looping embrogenesis jantung 10


c. Septasi
Setelah proses looping selesai. Septasi jantung kini terjadi pada
sekitar 27 sampai hari ke 37 perkembangan embrio dengan panjang
sekitar 5 mm menjadi 16-17 mm. Kini jantung terlihat dari luar
sudah seperti jantung yang matur, walaupun bagian dalam tetap
masih seperti tabung namun sudah mulai terbentuk ruanganruangan primitif. Pada tahap ini terjadi septasi atrium, ventrikel.
Kanalis atrioventrikularis dipisahkan oleh bantalan endokardium
(endocardial cushion) superior dan inferior, yang bersatu di tengah,
menjadi sehingga terbagi menjadi orificium kanan dan kiri. Atrium
primitif disekat septum primum yang tumbuh dari atap atrium
mendekati bantalan endokardium. Celah antara septum primum

dan bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya


fusi septum primum dan bantalan endokardium menutup ostium
primum. Untuk mempertahankanhubungan interatrial, tepi atas
septum terlepas ke bawah membentuk foramen sekundum.
Selanjutnya lipatan yang bterbentuk di kanan dinding atrium
primitive menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah
septum primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen
ovale.
Septasi dari septum ventrikel: Pada embrio ukuran 5mm, ventrikel
primitive

kiri

dan

kanan

berhubungan

melalui

foramen

interventrikular. (lihat gambar 3). Setelah looping kelak akan


terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet dan outlet
ventrikel. Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan
menjadi daerah trabekular ventrikel kiri, sedangkan kantung dari
komponen outlet menjadi daerah trabekular ventrikel kanan. Akibat
pembentukan kantung ini terjadilah septum trabekular yang kelak
akan menjadi bagian bawah dari cincin lubang antara komponen
inlet dan outlet ventrikel. (lihat gambar 4). Foramen ini akan
tertutup melalui sekat muscular interventrikular septum dari bawah
ke atas. Kedua ventrikel primitive ini mulai berdilatasi pada akhir
minggu ke-4. Permukaan miokardium mulai menjadi kasar, dan
dikelilingi oleh endokardium sehingga terbentuk trabekula.
Trabekula ini berguna pada proses perkembangan jantung janin
dimana karena belum terbentuknya sistem koroner jantung.
Sehingga darah dari placenta yang mengandung oksigen serta
nutrisi, masuk kedalam rongga-rongga trabekula-trabekula dan
kontak dengan endokardium dan myocardium, dan melakukan
difusi. Selain itu struktur dari trabekula juga berguna mengurangi
kontraksi dari ventrikel sehingga tidak diperlukan dinding ventrikel
yang sangat tebal.1

Gambar 3. Proses septasi ruang- ruang pada jantung janin 1

Gambar 4. Skema pembentukan bagian-bagian ventrikel


d. Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis atrioventrikularis dengan
terbentuknya bantalan endokardium yang telah diuraikan, terjadi
juga pergeseran (migrasi) segmen inlet vantrikel, sehingga
orifisium atrioventrikular kanan kan berhubungan dengan daerah
trabeklar ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum
inlet antara orifisium atrioventrikular kanan dan kiri, sehingga
ventrikel kiri hanya mempunyai inlet.
Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang yang
dibentuk oleh septum inlet, septum trabekular, dan lengkung
jantung bagian dalam (inner heart curvature), masuk ke dalam
ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic outflow tract.
Dalam perkembangan selanjutnya aortic outflow akan bergeser ke
arah ventrikel kiri dengan absorbs dan perlekatan dari inner heart
cuvatrue. Sekarang kedua ventrikel ini masing-masing sudah
memiliki inlet, outlet dan trabekular. Pergeseran aorta ke arah
ventrikel kiri ini akan menyebabkan septum outlet (infundibular)
berada pada satu garis denan septum inlet dan septum trabekular.
Komunikasi antara kedua ventrikel ini masih tetap ada, dan lubang
baru yang terbentuk selanjutnya akan tertutup oleh septum

membranosa. Jadi septum ventrikel terdiri dari 4 bagian, yaitu


septum trabekular, septum inlet, septum infundibular dan septum
membranasea.

Gangguan

dari

proses

pembentukan

sekat

interventrikular ini akan mengakibatkan terjadinya defek septum


ventrikel.

Gambar 5. Proses Migrasi ruangan ventrikel

Gambar 6. Bagian dari septum ventrikel


SIRKULASI JANIN
Kekhususan sirkulasi janin
Terdapat beberapa aspek sirkulasi janin yang membuatnya
berbeda dari sirkulasi pada neonatus dan pada orang dewasa, yaitu: (1)
terdapatnya pirau intrakardiak (foramen ovale) dan ekstrakardial
(duktus arteriosus Botalli, duktus venosus ovale) (2) kedua ventrikel
bekerja secara parallel, buka seri. (3) ventrikel kanan memompa
melawan resistensi yang lebih tinggi dari ventrikel kiri. (4) aliran darah
ke paru hanya merupakan sebagian kecil dari curah jantung ventrikel
kanan (5) Paru mengambil oksigen dan darah, bukan sebaliknya (6)
Paru secara terus-menerus mengsekresi cairan ke dalam saluran
pernapasan (7) Hati adalah organ yang pertama menerima bahan
makanan seperti oksigen, glukosa, asam amino, dan lain-lain. (8)
Plasenta adalah saran utama untuk pertukaran gas, ekskresi, dan
pemberi bahan kimia esensial untuk janin (9) Plasenta memberikan
aliran sirkuitdengan resistensi yang rendah.10
7

Gambar 7. Sirkulasi janin 3


Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir 1,3
Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir
terjadi karena putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan
paru yang mulai berkembang. Perubahan- perubahan yang terjadi
adalah:
1. Tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal
meningkat
2. Tahanan vaskular sistemik meningkat
3. Duktus arterosus menutup
4. Foramen ovale menutup
5. Duktus venosus menutup
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paruparu, peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar.
Dengan penurunan tahanan arteri pulmonalis, aliran darah pulmonal
meningkat. Lapisan medial arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur
menipis dan pada usia bayi 10-14 hari tahanan arteri pulmonalis sudah
seperti kondisi orang dewasa. Penurunan tahanan a. pulmonalis ini
terhambat bila terdapat aliran darah paru yang meningkat, seperti pada
defek septum ventrikel atau duktus arteriosus yang besar. Pada
keadaan hipoksemia, seperti pada bayi yang lahir di dataran tinggi,
penurunan tekanan a.pulmonalis terjadi lebih lambat.1
Oleh sebab itu pada bayi lahir dengan penyakit jantung
bawaan, timbulnya gagal jantung pada pasien dengan defek pirau dari

kiri ke kanan sangat bergantung kepada kecepatan penurunan tahanan


vaskular paru dan kemampuan ventrikel kiri untuk menambah
volumenya. Penurunan tahanan vaskular paru yang cepat pada hari
pertama sampai ketia, seyogyanya mengakibatkan aliran pirau yang
deras melalui duktus arteriosus, defek septum ventrikel; sehingga
manifestasinya terlihat pada minggu pertama kehidupan. Tetapi
nyatanya tidak demikian. Volume sirkulasi paru yang besar, serta
adanya hubungan sirkulasi paru dengan sirkulasi sistemik mengurangi
kecepatan involusi pembuluh pulmonal, sehingga dapat mencegah
gagal jantung dini. Ini dapat menjelaskan mengapa banyak bayi
dengan defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten besar
tidak mengalami gagal jantung dalam minggu-minggu pertama
pascalahir. Umumnya gejala aliran paru yang berlebihan tidak tampak
pada usia sebelum 4 minggu. Bila terjadi gangguan pada paru, tekanan
arteri pulmonalis meningkat, sehingga dapat terjadi aliran pirau
terbalik.4

BAB III
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB) PADA BAYI DAN ANAK
Penyakit jantung pada bayi dan anak dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu (1) penyakit jantung bawaan, dan (2) penyakit jantung bawaan didapat.
Epidemiologi
Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak
ditemukan di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negri
menunjukan 6-10 dari 1000 bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung
bawaan.

KELAINAN

% PJB

Defek Septum Ventrikel

3530

Defek Septum Atrium

68

Patent ductus arteriosus

68

Coarctation of aorta

57

Tetralogy of Fallot

57

Stenosis pulmonal

57

Stenosis katup aorta

47

Transposisi arteri besar

35

Hipoplasia ventrikel kiri

13

Hipoplasia ventrikel kanan

13

Truncus arteriosus

12

Total anomalous pulmonary venous return 12


Tricuspid atresia

12

Single ventricle

12

Double-outlet right ventricle

12

Others

510

Etiologi
Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi
oleh

berbagai

faktor. Adanya

faktor

endogen/genetik

dimana

terdapat

kecenderungan timbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga.


Serta faktor eksogen dimana faktor-faktor tersebut diantaranya adalah infeksi
rubella, paparan sinar rontgen/radiasi, trauma fisis dan psikis, serta minum jamu
atau pil KB. Para ahli cenderung berpendapat bahwa penyebab endogen maupun
eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan.
Diperkirakan bahwa lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial,
yakni gabungan antara kerentanan individual (yang sifatnya endogen akan tetapi
belum dapat dijelaskan) dengan faktor eksogen.1 Kedua faktor tersebut secara
bersama dapat menyebabkan kelainan structural jantung apabila terjadi pada
minggu-minggu pertama kehidupan mudigah. Pembentukan jantung janin yang

10

lengkap terjadi pada akhir semester pertama potensial dapat menimbulkan


gangguan pembentukan jantung. 2

Klasifikasi
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 kelompok:
(1) penyakit jantung bawaan non-sianotik; (2) penyakit jantung bawaan sianotik.3
Klasifikasi suatu penyakit syogyanya mencakup semua jenis penyakit
yang terdapat pada kelompok tersebut. Klasifikasi yang baik juga harus dapat
diterapkan pada pasien yang masih hidup, sehingga mempunyai makna dalam
diagnosis dan penatalaksanaan pasien. Dalam hal ini penyakit jantung bawaan,
klasifikasi yang memenuhi criteria tersebut sangat sulit dibuat, karena banyaknya
kombinasi penyakit sehingga menimbulkan pelbagai penyakit kompleks.
Klasifikasi sederhana dapat dapat berdasarkan adanya sianosis/ tidak.9 Tetapi bila
dikonfrontasi dengan kelainan anatomi akan tampak kelemahannya. Sebagai
contoh, tetralogi Fallot, yang dimasukan dalam golongan sianotik, mempunyai
bentuk tanpa sianosis (pink tetralogy). Demikian pula kombinasi defek septum
ventrikel dan stenosis pulmonal, dapat menunjukan gejala sianosis atau tidak. Di
lain pihak, defek septum ventrikel, duktus arteriousus persisten, serta defek
septum atrium yang dikelompokan dalam golongan non-sianotik, pada tingkat
tertentu (bila terjadi hipertensi pulmunal/sindrom Eisenmenger) akan menjadi
sianotik. Selain itu tingkat desaturasi darah arterial yang ringan atau sedang,
sianosis secara klinis sulit dideteksi terutama pada neonatus. Selanjutnya sianosis
secara klinis dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pneumonia, sepsis,
hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi pada gagal jantung kongestif.9

11

Penyakit jantung bawaan non sianotik merupakan kelompok penyakit


terbanyak, yakni sekitar 75% dari semua PJB. Sisanya merupakan kelompok PJB
sianotik (25%).
Berdasarkan hemodinamiknya, PJB non sianotik dapat dikelompokan
menjadi 3 kelompok: 1. Kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti defek
arteriosus persisten (DAP), defek septum atrium dan defek septum ventrikel; 2.
Kelompok dengan obstruksi jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal; 3.
Kelompok dengan obstruksi jantung kiri seperti pada stenosis katup aorta,
koartasio aorta, dan stenosis mitral. 9
Klasifikasi lain jantung non-sianotik adalah: 1. Kelompok dengan pirau
kiri ke kanan seperti defek arteriosus persisten (DAP), defek septum atrium dan
defek septum ventrikel; 2. Kelompok dengan obstruksi seperti stenosis katup
pulmonal, aorta stenosis, caorctatio aorta.; 3. Kelompok dengan regurgitasi seperti
pada insufisiensi mitral, mitral valve prolaps, tricuspid regurgitasi. 3
TAHAPAN DIAGNOSIS PJB 9
Evaluasi awal untuk memperkirakan penyakit jantung bawaan melalui
pendekatan sistematis dengan empat tahap awal:
Tahapan diagnosis PJB
Tahap 1

Evaluasi klinis

Tahap 2

Riwayat penyakit/anamnesis
Pemeriksaan fisis
Investigasi dengan pemeriksaan sederhana

Tahap 3

Darah tepi
EKG
Foto toraks
Pulse oksimetri
Ekokardiografi

Tahap 4

2 dimensi (cross sectional)


M mode
Doppler
Collor flow mapping
Kateterisasi jantung

Penghitungan hemodinamik
kardioangiografi

12

Anamnesis dan Pemeriksaan fisis


Meskipun saat ini sudah terdapat pelbagai peralatan canggih non-invasif
yang dengan akurat dapat menentukan kelainan kardiovaskular pada bayi dan
anak, namun anamnesis dan pemeriksaan fisis tetap diperlukan, dan tidak dapat
digantikan kedudukannya oleh cara pemeriksaan canggih tersebut. Dengan
perkataan lain ,dokter harus tetap menguasai dengan baik anamnesis dan
pemeriksaan fisis kardiovaskular agar dapat mengarah kepada diagnosis yang
benar. Lagi pula diagnosis beberapa kelainan kardiovaskular dapat ditegakkan
dengan cukup akurat dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik;
pemeriksaan penunjang seringkali hanya diperlukan untuk konfirmasi. 9
Pada anamnesis, perlu diinvestigasi adanya (1) sianosis. Karena terkadang
sianosis ringan sampai sedang luput dari perhatian orang tua, terutama bila
berlangsung lama dan stabil. Yang perlu ditanyakan; kapan sianosis mulai terlihat,
apakah cenderung progresif atau menetap, apakah bertambah bila anak menangis
atau minum. (2) Adanya penurunan toleransi latihan; apakah anak mudah lelah,
napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas
tanpa melakukan aktivitas. Untuk bayi, anamnesis difokuskan pada keadaan bayi
bila ia minum (menetek). (3) Hambatan tumbuh kembang; gagal jantung pada PJB
akan menyebabkan gangguan pertumbuhan. Berat badan biasanya lebih
terganggun daripada panjang badan. Sedangkan lingkar kepala biasanya normal
sehingga anak seringkali tampak seperti menderita makrosefalus. Sering pada PJB
dengan kelainan pirau kiri kanan tanpa tanda gagal jantung yang nyata.(4)
infeksi saluran napas berulang; bayi dan anak dengan PJB dengan pirau kiri
kanan sering mendapat infeksi saluran napas, dan bila terkena akan lebih lama
sembuh daripada anak normal. (5) riwayat saat kehamilan: konsumsi obat-obatan,
terpapar zat atau radiasi, alkohol, menderita penyakit tertentu (terutama saat
trimester pertama). (6) penyakit dalam keluarga. 3
Agen Teratogen

Frekuensi (%) dari

Jenis PJB

jumlah PJB
Infeksi
Infeksi Rubella

30

PDA, peripheral pulmonic

13

stenosis
Obat-obatan
Hidantoin

2-3

VSD, ASD, coarctation of aorta,


PDA

Alkohol

25-30

VSD,PDA,ASD

Amfetamin

VSWD,PDA,ASD

Talidomid

5-10

TF, VSD, ASD

Kemoterapi

PS,AS,VSD,ASD

Lithium

10

EBSTEIN, TA, ASD

Asam retinoic

10

VSD

Hormon sex

VSD,TGA,TF

10

VSD, ASD, PDA, TF

Diabetes

3-5
30-50

VSD
Kardiomegali, kardiomyopathy

Lupus

40

Heart block

Kondisi maternal
Maternal
phenylketonuria

Pada pemeriksaan fisis, meliputi keadaan umum seperti keadaan sakit,


kesadaran, status gizi, serta tingkat perkembangan pada umumnya. Serta beberapa
kelainan tertentu yang muncul pada sindrom seringkali disertai penyakit jantung
bawaan. 3
KELAINAN KROMOSOM
Trisomy 21 (Down

VSD, ASD

syndrome)
Trisomy 18

VSD, ASD, PDA, coarctatio aorta, bicuspid aortic or


pulmonary valve

Trisomy 13

VSD, ASD, PDA, coarctation of aorta, bicuspid aortic


or pulmonary valve

XXXXY

PDA, ASD

14

Penta X

PDA, VSD

Triploidy

VSD, ASD, PDA

XO (Turner syndrome)

Bicuspid aortic valve, coarctation of aorta

Deletion 5p (cri du chat

VSD, PDA, ASD

syndrome)
Deletion 10q

VSD, TOF

Deletion 13q

VSD

Deletion 18q

VSD

Kulit adanya sianosis, sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan
selaput lendir akibat tereduksinya kadar hemoglobin lebih dari 5g/dl. Yang dapat
dinilai dengan pulse oksimetri. Perlu dibedakan sianosis apakah sentral atau
perifer. Pada sianosis perifer terjadi akibat pengambilan oksigen yang berlebihan
oleh jaringan misalnya pada perfusi yang jelek (rejatan, vasokonstriksi akibat
curah jantung rendah pada gagal jantung, bendungan vena perifer, kedinginan).
Pada sianosis perifer warna kebiruan tampak pada daun telinga, ujung jari, daerah
sirkumoral, dan ujung hidung. Sedangkan pada sianosis sentral disebabkan
saturasi oksigen arterial yang rendah. Warna kebiruan tampak lebih jelas di
mukosa bibir, lidah dan konjungtiva. Juga harus dibedakan sianosis karena
kelainan jantung bawaan atau karena kelainan paru. 2
Pada tanda vital perlu dilakukan pemeriksaan nadi pada keempat
ekstremitas, tekanan darah, pernapasan, yang disesuaikan nilai normal menurut
umur.
Pemeriksaan jantung meliputi, 5
Inspeksi. Perhatikan kelainan bentuk dada. Dimana pada pembesaran
jantung dapat menyebabkan bulging pada dada serta iktus kordis dan pulsasi
epigastrium.
Palpasi. Pastikan iktus kordis yang tampak atau tidak pada inspeksi.
Dengan meraba secara halus mungkin dapat teraba getaran bising (thrill) yang
terdapat pada pungtum maksimum yang keras (derajat 4/6 atau lebih). Diraba juga
aktivitas ventrikel kiri pada hiperaktivitas ventrikel kiri teraba heaving di sebelah

15

lateral dari garis mid-klavikularis kiri, sedangkan hiperaktivitas ventrikel kanan


teraba di daerah parasternal kiri bawah dan daerah subxifoid.
Perkusi. Biasanya pada bayi dan anak tidak memberi informasi yang
akurat mengenai besar dan bentuk jantung. Pada anak besar dan dewasa muda
dapat dilakukan perkusi yang cermat untuk menentukan bentuk dan besar jantung,
namun pemeriksaan foto toraks yang mudah dilakukan di mana-mana merupakan
cara terbaik untuk menentukan besar dan bentuk jantung.
Auskultasi. Diperlukan latihan yang cermat dan terus-menerus serta
pengetahuan hemodinamik pada keadaan fisiologik dan patologik. Perlu dinilai
normal

atau

tidaknya

bunyi

jantung

dan

II

(apakah

intensitasnya:mengeras/melemah, terpecah/splitting) Apakah ada bunyi jantung


tambahan bunyi jantung III dan IV, klik ejeksi, bising jantung (perlu diketahui
fase bising, kontur dan bentuk bising, derajat, pungtum maksimum, penjalaran,
kualitas, nada, perubahan posisi).
Pada tahap kedua, dengan foto toraks dapat dilihat ukuran jantung, dan
apakah menunjukan adanya peningkatan, normal, atau berkurangnya corakan
bronkovaskuler paru. Dan dengan elektrokardiogram dapat digunakan untuk
menentukan apakah adanya hipertrofi jantung ventrikel kanan, kiri, atau
biventricular. Ada tidaknya serta karakterisitik dari bising jantung dapat
mempersempit diagnosis diferensial.
Tahapan ketiga ini kemudian dikonfirmasi oleh echocardiography. Pada
defek septum ventrikel perlu dilakukan untuk mengetahui lokasi dan besarnya
defek. Hal ini pernting untuk perjalanan alamiah.
Secara anatomis pemeriksaan ekokardiografi ditujukan untuk menjawab
pertanyaan sebagai berikut: 9
1.
2.
3.
4.
5.

Segmen septum mana yang terlibat?


Berapa besar ukuran defek?
Apakah batas-batas defek tersebut?
Bagaimana hubungan katup-katup jantung terhadap defek?
Bagaimana hubungan antara perlekatan korda katup atrioventrikular

terhadap defek?
Tahapan terakhir, dengan kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung
merupakan tahapan terakhir karena tidak selalu diperlukan karena teknik
ekokardiogradi yang semakin baik.
Kateterisasi diperlukan pada.
16

Penderita DSV besar dan atai disertai gagal jantung atau hipertensi

pulmonal
DSV kecil yang diduga disertai peningkatan tahanan vaskular paru.
Tujuan kateterisasi jantung terutama untuk mengetahui
Jumlah defek
Evaluasi besarnya pirau
Evaluasi tahanan vaskular paru
Evaluasi beban kerja ventrikel kiri dan kanan
Mengetahui defek lain selain DSV
Mengetahui anatomi dengan jelas untuk keperluan bedah.
BAB 4. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
Embriologi dan anatomi
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi
antara minggu ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan mudigah, bersamaan dengan
pembagian atrium tunggal menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang
pertama terbentuk adalah pars membranasea, yang kemudian bergabung dengan
endocardial cushion dan bulbus kordis (bagian proksimal trunkus arteriosus). Pars
muskularis septum kemudian mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih
lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.1 Hasil akhir perkembangan ini
adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars muskularis,
serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan
katup tricuspid dan katup pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat
menyebabkan lubang pada septum ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas
krista

supraventrikularis,

di

bawah krista supraventrikularis

membranasea, atau pada pars muskularis septum. 6

Gambar 8. Sirkulasi pada defek septum ventrikel 3

17

pada pars

Epidemiologi
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis PJB yang
paling sering ditemukan yakni sekitar 20% dari seluruh PJB.3
Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari
semua PJB. Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated)
namun tidak jarang ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada
Tetralogi Fallot, transposisi arteri besar (TAB) atau PJB kompleks yang lain.9
Klasifikasi
Sampai sekarang klasifikasi defek septum bentrikel masih sering
diperdebatkan. Untuk tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, berikut ini akan
diuraikan klasifikasi berdasarkan kelainan hemodinamik serta klasifikasi
anatomik.2
1. Berdasarkan kelainan hemodinamik (fisiologi):
1.1.
Defek kecil dengan tahanan paru normal;
1.2.
Defek
sedang
dengan
tahanan
vascular

paru

normal/bervariasi;
Defek besar dengan resistensi vaskular paru ringan sampai

1.3.

sedang;
1.4.
Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru
(resistensi vaskular paru yang tinggi).

Gambar 9. Klasifikasi hemodinamik DSV 4


2. Berdasarkan letak anatomis (letak defeknya):
Banyak klasifikasi yang telah dibuat. Salah satunya adalah
klasifikasi yang di buat oleh Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia

18

yang membuat klasifikasi DSV berdasarkan klasifikasi yang dibuat


oleh Soto dkk, yaitu:
2.1.
Defek di daerah pars membranasea septum/infracristal,
yang disebut defek membrane atau lebih baik perimembran (karena
hampir selalu mengenai jaringan di sekitarnya). Merupakan defek
paling sering ditemukan (80%).Berdasarkan peluasan (ekstensi)
defeknya, defek perimembran ini dibagi lagi menjadi yang dengan
perluasan ke outlet (jalan keluar ventrikel), dengan perluasan ke
inlet (dekat katup atrioventrikular), dan defek perimembran dengan
perluasan ke daerah trabekular.
Defek muskular, yang dapat di bagi lagi menjadi defek

2.2.

muscular inlet, defek muscular outlet, dan defek muscular


trabekular
2.3.
Defek subarterial, terletak tepat di bawah kedua katup aorta
dan a.pulmonalis, karena itu disebut pula doubly commited
subarterual VSD. Defek ini dahulu disebut defek suprakristal,
karena letaknya diatas krista supraventrikularis. Beberapa penulis
menyebutnya pula sebagai defek subpulmonik, atau defek Oriental,
karena banyak terdapat di Jepang dan Negara-negara Timur jauh.
Yang penting pada defek ini adalah bahwa katup aorta dan katup
a.pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek
septum ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut (dalam
keadaan normal, katup pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta,
sehingga pada defek perimembran lubang terletak tepat di bawah
katup aorta namun jauh dari katup pulmonal).

Gambar 10. Jenis letak defek pada DSV 2

19

Klasifikasi anatomik ini dapat dibuat dengan pemeriksaan


ekokardiografi yang teliti. Klasifikasi ini penting, selain untuk
member informasi prakateterisasi, juga membantu ahli bedah untuk
merencanakan terapi bedah. Di samping itu, pada defek subarterial
angka kejadian insufisiensi aorta akibat prolaps daun katup aorta
cukup tinggi.
Defek septum ventrikel biasanya bersifat tunggal, namun
dapat berupa defek multipel, khususnya defek yang terdapat pada
pars muskularis septum. Defek septum ventrikel muscular multipel
disebut pula sebagai Swiss cheese ventricular septal defects. Pirau
pada defek septum ventrikel pada umumnya terjadi dengan arah
dari ventrikel kiri ke kanan. Akan tetapi terdapat defek septum
ventrikel perimembran yang memiliki pirau dari ventrikel kiri ke
arah atrium kanan yang disebut Gerbode defect, suatu kelainan
yang jarang ditemukan.
Defek septum ventrikel dapat merupakan kelainan yang
berdiri sendiri atau

defek septum ventrikel murni (isolated

ventricular septal defect), atau dapat pula ditemukan bersama


kelainan jantung bawaan lain, dari yang paling sedrehana misalnya
stenosis pulmonal, duktus arteriosus persisten, koarktasio aorta,
atau bagian dari kelainan yang kompleks seperti tetralogi Fallot,
atresia pulmonal, transposisi arteri besar. Pembahasan pada
makalah ini dibatasi pada defek septum ventrikel murni.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis defek septum ventrikel sangat bervariasi, dari yang
asimptomatis sampai gagal jantung yang berat disertai dengan gagal tumbuh
(failure to thrive). Manifestasi klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek,
derajat pirau dari kiri ke kanan serta status resistensi vaskularisasi paru. Letak
defek biasanya tidak mempengaruhi manifestasi klinis.
4.1. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL KECIL 2
Hemodinamik
20

Pada defek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak bermakna,
sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik. Dengan perkataan lain status
kardiovaskular masih dalam batas normal.
Manifestasi klinis
Pasien asimtomatik. Pada hari-hari pertama pasca lahir tahanan vaskular
paru masih tinggi, sehingga belum ada perbedaan tekanan yang bermakna antara
ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Pada saat tersebut biasanya bising belum
terdengar. Setelah bayi berumur 2-6 minggu, dengan penurunan tahanan vaskular
paru terjadilah pirau kiri ke kanan, sehingga terdengar bising yang klasik, yaitu
bising pansistolik dengan pungtum maksimum di sela iga 3 dan 4 tepi kiri
sternum. Bising ini menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Derajat bising dapat
mencapai 4/6, disertai getaran bising/thrill yang dapat diraba pada garis sternalis
kiri bawah. Bising berupa nada yang tinggi sehingga dapat didengar dengan
stetoskop diafragma. Pada defek yang sangat kecil dan letaknya di pars
muskularis, bising dapat terdengar hanya pada fase awal sistolik (early systolic
murmur) karena lubang defek tertutup saat kontraksi dari ventrikel. Pertumbuhan
pasien biasanya normal. kelainan ini dikenal pula dengan nama maladie de
Roger.5 Kira-kira 70% pasien dengan defek kecil menutup spontan dalam 10
tahun, sebagian besar dalam 2 tahun pertama.bila setelah 2 tahun defek tidak
menutup, maka kemungkinan menutup secara spontan adalah kecil.

Foto rontgen dada dan elektrokardiogram


Karena perubahan hemodinamik yang minimal, foto dada dan EKG
biasanya normal.
Ekokardiografi
Struktur jantung tampak normal pada ekokardiografi 2 dimensi. Kadang
dapat dilihat defek yang kecil, tetapi pada umumnya defek kecil sulit dipastikan
dengan ekokardiografi. Ruang jantung dan arteri besar normal. dengan Doppler

21

dan Doppler berwarna dapat diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung tidak dilakukan pada defek kecil. Bila dikerjakan
(misalnya ragu-ragu atau terdapat kelainan lain), dapat ditemukan peningkatan
saturasi oksigen setinggi ventrikel kanan, yang biasanya minimal sehingga tidak
dianggap bermakna. Adanya pirau kiri ke kanan sering baru dapat dibuktikan
dengan penembakan kontras dari ventrikel kiri. Tekanan dalam ruang jantung dan
pembuluh darah besar juga normal
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel ini mungkin dapat dikacaukan dengan stenosis
pulmonal. Terdapatnya bising ejeksi sistolik, ejection click (pada stenosis
pulmonal valvular) dan gambaran EKG mudah menyingkirkan kelainan ini dari
defek septum ventrikel. Waktu dan kualitas bising defek septum ventrikel kecil
mirip dengan bising insufisiensi mitral. Lokasi pungtum maksimum dan
penjalaran bising biasanya dapat membedakan kedua kelainan ini.
4.2. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL SEDANG DENGAN TAHANAN
VASKULAR PARU NORMAL
Pada defek ini ukuran defek berdiameter kurang dari setengah diameter
orificium aorta dan adanya perbedaan tekanan sistolik antara kedua ventrikel.
Pada defek sedang ini terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Pirau
yang cukup besar ini akan diteruskan ke a.pulmonalis, akibatnya terjadi
peningkatan aliran darah ke paru, demikian pula darah yang kembali ke atrium
kiri akan bertambah; akibatnya atrium kiri melebar dan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan dilatasi. Dengan pertumbuhan pasien, maka dapat terjadi beberapa
kemungkinan, yakni: 8
1.defek mengecil, sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Pasien biasanya
tampak membaik.
2. defek menutup
3. terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang

22

4. defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut,


menyebabkan tekanan yang selalu tinggi pada sirkulasi paru.
Manifestasi klinis
Pada saat lahir dan beberapa hari sesudahnya bayi masih tampak normal.
pirau kiri ke kanan mulai terjadi sekitar umur 2-6 minggu, sehingga gejala
umumnya terlihat setelah umur tersebut. Bayi menjadi takipne dengan toleransi
latihan menurun, yang dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan untuk
minum terus-menerus selama waktu tertentu. Setelah beberapa menit minum, bayi
menjadi capek, takipne, dispne dengan retraksi sela iga, suprasternal, dan
epigastrium dengan atau tanpa napas cuping hidung. Segera terlihat pula
pertumbuhan bayi terlambat. Dan pasien seringkali menderita infeksi paru yang
memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh. 5
Pada pemeriksaan fisis tampak bayi dengan berat badan yang berkurang
untuk umurnya dengan takipne dan/tanpa dispne. Hiperaktivitas ventrikel kiri
dapat diraba. Getaran bising mungkin teraba seperti pada defek kecil.

Bunyi jantung II tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II


normal. Terdengar bising pansistolik, kasar di sela iga bawah tepi kiri sternum,
yang menjalar ke sepanjang sternum bahkan mungkin sampai ke punggung.
Getaran bising/thrill dapat teraba dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV
garis parasternal kiri, yang menjalar ke seluruh prekordium. Bising pada defek
septum ventrikel sedang merupakan salah satu bising yang paling keras di bidang
kardiologi. Dapat terdengar pula diastolic flow murmur di apeks akibat banyaknya
darah dari atrium kiri yang melintasi katup mitral saat diastolic. Dapat terjadi
gagal jantung dengan irama derap, ronki basah di basal paru, dengan atau tanpa
tanda bendungan vena sistemik. Edema palpebra dapat terlihat, tetapi edema
tungkai biasanya tidak ada pada bayi kecil dengan gagal jantung.8

23

Foto rontgen dada


Tampak kardiomegali akibat hipertrofi ventrikel kiri. Dilatasi atrium kiri
sulit dilihat pada foto AP. Corakan vaskular paru jelas bertambah. Jantung kanan
relative normal.8
Elektrokardiografi
EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi
pembesaran atrium kiri lebih jarang ditemukan.

Ekokardiografi
Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel
sedang. Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat.
Doppler memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.
Kateterisasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan yang besar dapat dibuktikan dengan
peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Tekanan di ruang jantung
kebanyakan kasus masih normal, tetapi dapat pula terjadi peningkatan tekanan
diastolic akhir di ventrikel kiri terutama bila terdapat gagal jantung. Kateter
kadang dapat dimasukan ke ventrikel kiri atau aorta dari ventrikel kanan.
Angiografi ventrikel kiri dapat memebri informasi letak dan perkiraan besarnya
defek.
Diagnosis banding
Duktus arteriosus persisten dapat dikacaukan dengan defek septum
ventrikel sedang, terutama pada masa neonatus, saat tahanan vaskular paru masih
tinggi sehingga yang terdengar adalah bising sistolik. Bising kontinu yang khas
24

belum terdengar karena belum terdapat perbedaan tekanan yang bermakna antara
aorta dan a.pulmonalis pada saat diastol. Pada anak yang lebih besar, adanya
pulsus seler serta bising kontinu dapat cepat membedakan duktus arteriosus
persisten dari defek septum ventrikel. Defek atrioventrikularis yang sering
terdapat pada sindrom Down biasanya memberi gejala klinis mirip defek septum
ventrikel sedang atau besar. Elektrokardiografi pada sebagian besar kasus dapat
membedakan kedua kelainan tersebut; pada defek septum ventrikel sumbu QRS
biasanya yang bormal sedangkan pada defek atrioventrikularis murni terdapat
deviasi sumbuh QRS ke kiri. Pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler dapat
memastikan diagnosis.
4.3. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN HIPERTENSI
PULMONAL RINGAN SAMPAI SEDANG
Hemodinamik
Ukuran defek septum ventrikel kira-kira sebesar orificium aorta. Pasien
dengan defek besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan
di ventrikel kanan dan a.pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di samping
beban volume, ventrikel kanan juga mengalami beban tekanan. Ini sering
merupakan stadium awal dari hipertensi pulmonal yang ireversibel.8
Manifestasi klinis
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih
berat. Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering,
pertumbuhan lebih terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi
teraba hiperaktivitas ventrikel kiri (karena adanya peningkatan volume overload
pada ventrikel kiri) dengan atau tanpa hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary
tapping, dan pada 50% kasus teraba getaran bising. Pada bayi mungkin akan sulit
membedakan antara hiperaktivitas dari ventrikel kanan atau kiri. Auskultasi
serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II mengeras akibat tingginya
tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek ventrikel besar ini
sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur), seperti pada
defek septum ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal ini

25

disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kanan akibat peningkatan


resistensi vaskular paru sehingga terjadi tekanan sistolik yang sama besarnya pada
kedua ventrikel pada akhir systole.2
Elektrokardiogram
Sering ditemukan hipertrofi biventrikular. Mungkin juga terlihat
pembesaran atrium kiri, sedangkan pembesaran atrium kanan lebih jarang
didapatkan.

Foto rontgen dada


Kardiomegali tampak lebih jelas. Pada foto AP dan lateral dapat dilihat
pelebaran ventrikel kiri, ventrikel kanan, atrium kiri, dan mungkin juga atrium
kanan. Segmen pulmonal jelas menonjol dengan corakan vaskular paru sangat
meningkat.

Kateterisasi jantung
Terdapat peningkatan saturasi oksigen yang mencolok di ventrikel kanan.
Kateter kadang mudah masuk dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, bahkan ke
aorta. Tekanan a.pulmonalis meningkat, mendekat tekanan sistemik. Resistensi
vaskular paru biasanya masih rendah dengan rasio < 0.5 pada sebagian kasus;
sebagian kecil mempunyai rasio pulmonal: sistemik 0.5 0.75. sineangiografi

26

ventrikel kiri dalam posisi oblik anterior kiri memperlihatkan lokasi dan besarnya
defek. Injek aorta perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
duktus arteriosus persisten.
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel besar harus dibedakan dengan defek dengan pirau
kiri ke kanan lain yang besar. Bila disertai gagal jantung, sering pembedaan secara
klinis sulit dan baru dipastikan setelah gagal jantungnya dapat diatasi.
Ekokardiografi dapat dengan mudah memastikan diagnosis.
4.4. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN RESISTENSI
VASKULAR PARU TINGGI (OBSTRUKSI VASKULAR PARU)
Hemodinamik
Sebagian pasien defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal
ringan-sedang akan menjadi resistensi vaskular paru yang tinggi sehingga menjadi
hipertensi pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi
vaskular paru tanpa melalui fase hiperkinetik/ringan-sedang. Pirau kiri ke kanan
yang semula besar, dengan meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan
berkurang. Bila tekanan ventrikel sama dengan tekanan sistemik, maka tidak
terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau terbalik (sindrom
Eisenmenger).8
Manifestasi klinis
Biasanya

pasien

mengalami

fase

hipertensi

pulmonal

ringan-

sedang/hiperkinetik dengan toleransi latihan menurun, gangguan tumbuh


kembang, infeksi saluran napas berulang serta mungkin gagal jantung. Dengan
meningkatnya tahanan vaskular paru, tekanan a.pulmonalis meningkat sehingga
pirau kiri ke kanan berkurang. Keluhan pasien berkurangnya infeksi saluran napas
berkurang, demikian takipne dan dispne. Toleransi latihan menjadi lebih baik.
Dengan berlanjutnya kerusakan vaskular paru, akhirnya terjadi pirau terbalik, dari
kanan ke kiri, sehingga pasien sianotik. Dalam tahapan ini kembali pasien

27

memperlihatkan toleransi latihan yang menurun, batuk berulang, dan infeksi


saluran pernapasan berulang dan gangguan pertumbuhan yang makin berat. 8
Pada pemeriksaan klinis biasanya ditemukan pasien dengan gizi kurang,
sianotik, jari-jari tabuh, deformitas dada yang jelas akibat pembesaran ventrikel
kanan yang berat, dengan aktivitas ventrikel kiri yang tidak begitu hebat. Aktivitas
ventrikel kanan sangat meningkat yang teraba di tepi kiri bawah sternum atau di
sekitar xifoid. Pulmonary tapping teraba di tepi kiri sternum atas. Bunyi jantung I
dapat mengeras atau normal, sedangkan bunyi jantung II sangat mengeras atau
normal, sedangkan bunyi jantung II sangat mengaras dengan split sempit, bahkan
dapat terdengar tunggal. Bising yang terdengar adalah bising sistolik ejeksi di tepi
kiri sternum bawah atau tengah, dengan intensitas yang tidak begitu kuat (tanpa
getaran bising). Biasanya bising mid diastolic sudah tidak terdengar lagi, kecuali
pada obstruksi vaskular paru yang sangat berat dapat terdengar bising diastolik
dini akibat insufisiensi pulmonal (bising Graham-Steele).
Foto rontgen dada
Kardiomegali biasanya berkurang bila di bandingkan dengan defek besar
tanpa obstruksi vaskular paru, terutama akibat mengecilnya ventrikel kiri.
Sebaliknya, pembesaran jantung kanan lebih hebat, yang nyata pada foto lateral.
A.pulmonalis utama dan cabangnya mengalami dilatasi, tetapi pembuluh darah
perifer berkurang (pruning). 7

Elektrokardiogram
Rekaman

elektrokardiogram

menggambarkan

perubahan

akibatnya

berkurangnya pirau kiri ke kanan dan bertambahnya tekanan di jantung kanan.


Tampak hipertrofi ventrikel kanan yang dominan, sedangkan hipertrofi ventrikel
kiri berkurang di bandingkan pada saat fase hipertensi pulmonal hiperkinetik.

28

Pembesaran atrium kanan sering terlihat. Sumbu QRS cenderung untuk deviasi ke
kanan.

Kateterisasi jantung
Pada hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru ini tidak ada lagi
pirau kiri ke kanan, bahkan sudah terjadi sedikit pirau pirau kanan ke kiri. Besar
pirau bergantung pada tahanan paru dan tahanan sistemnik. Dengan angiografi
ventrikel kiri (jarang dilakukan bila tekanan ventrikel kiri) juga dapat dibuktikan
tidak adanya pirau yang bermakna ini.
Tekanan di ventrikel kanan dan a.pulmonalis meningkat, lebih kurang
sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Pembuluh paru perifer tampak lebih kecil
dan berkelok-kelok. Bila terdapat hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular
meningkat harus dilakukan uji terhadap reaktivitas vaskular paru. Ini dapat
dilakukan dengan inhalasi oksigen 100% atau menyuntikan obat vasodilator
seperti tolazolin ke dalam a.pulmonalis. bila vaskular paru masih reaktif, maka
pembuluh tersebut melebar sehingga tahanan vaskular paru menurun dan
menyebabkan terjadinya pirau kiri ke kanan dan /akan terjadi penurunan tekanan
a.pulmonalis. bila perubahan pembuluh darah sudah ireversibel, maka uji
oksigen/tolazolin ini tidak menyebabkan penurunan tekanan a.pulmonalis atau
penambahan pirau kiri ke kanan.
Diagnosis banding
Setiap kelainnan pirau kiri ke kanan yang besar, pada masa anak dapat
menimbulkan hipertensi pulmonal. Termasuk dalam kelompok ini adalah duktus
arteriosus persisten, defek septum ventrikel, defek septum atrium, defek
atrioventrikular, trunkus arteriosus, ventrikel tunggal, transposisi arteri besar, dan
double outlet right ventrikel.
Sering tanda dan gejala kelainan primer pelbagai kelainan tersebut sudah
tidak jelas bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru.
29

Demikian pula gambaran EKG dan foto dada. Dalam hal ini, bila sebelumnya
pasien belum pernah diperiksa, diagnosis dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.
4.5. PROGNOSIS
Defek septum ventrikel adalah kelainan yang cenderung untuk mengecil
dengan bertambahnya umur, bahkan sebagian akan menutup spontan. Lebih
kurang 75% pasien defek septum ventrikel kecil akan menutup spontan dalam
waktu 10 tahun. Sebagian besar penutupan terjadi pada 2 tahun pertama; bila tidak
terjadi penutupan setelah berumur 2 tahun pertama, kemungkinan menutup
spontan kecil. Seperti telah diterangkan, meskupin tidak menutup, defek septum
ventrikel kecil biasanya asimtomatik, dan pasien dapat diharapkan hidup normal.2
Pasien dengan defek sedang atau besar menunjukan gejala semasa bayi.
Bila dengan atau tanpa penanganan pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada
umumya keluhan berkurang, mungkin akibat mengecilnya defek , timbulnya
hipertrofi infundibulum sehingga pirau kiri ke kanan, atau terjadi obstruksi
vaskular paru. Sebagian kecil pasien akan mengalami gagal jantung kronik dengan
hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira 50% pasien hipertensi pumonal
bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi hipertensi pulmonal berat,
tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa bayi dan anak kecil.
Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien mengalami kelainan
obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal primer) 8
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal
jantung kronik dan hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering
memperberat gagal jantung dan mempercepat kematian. Pasien dengan defek
kecil mempunyai risiko lebih tinggi unutk menderita endokarditis bakterialis
daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian keseluruhan untuk defek
sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang adekuat, adalah
sekitar 5%. 8
4.6. PENATALAKSANAAN
Beberapa sifat alamiah

penyakit

defek

septum

ventrikel

perlu

dipertimbangkan dalam penanganan dalam penyakit ini: (1) Sebagian besar defek
kecil akan menutup spontan, sedangkan defek besar atau sedang cenderung untuk
mengecil dengan sendirinya; (2) defek besar dapat menyebabkan gagal jantung,
30

biasanya pada bulan kedua kehidupan. Pasien yang sampai umur 1 tahun tidak
mengalami gagal jantung biasanya tidak akan mengalaminya kemudian kecuali
bila terdapat faktor lain seperti anemia atau pneumonia; (3) Perubahan vaskular
paru sudah dapat mulai terjadi dalam 6-12 bulan pertama kehidupan. Pada defek
berat, pada umur 2-3 tahun sudahdapat terjadi hipertensi pulmonal yang
ireversibel. 2
Defek septum ventrikel kecil
Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik
atau bedah apapun, kecuali pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah
endokarditis pada tindakan tertentu. Pasien harus terus diobservasi sampai
defeknya menutup. 8
Defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru normal
Terapi medik. Bila pasien dalam keadaan gagal jantung diberikan terapi
seperti biasa. Setelah gagal jantung dapat diatasi, biasanya diperlukan digitalis
(digoksin) dosis rumatan. Sebagian besar kasus dapat diatasi secara dini, dan bila
keadaan telah stabil dilakukan kateterisasi untuk menilai keadaan hemodinamik
dan kelainan pernyerta bila ada. Sebagian kecil golongan ini tidak dapat diatasi
dengan obat; anak tetap dalam keadaan gagal jantung kronik atau failure to thrive.
Pasien ini perlu koreksi bedah segera. 6
Terapi bedah. Pasien defek septum ventrikel sedang dengan tahanan
vaskular paru yang normal dengan tekanan a.pulmonalis kurang dari setengah
tekanan sistemik, kecil kemungkinannya untuk menderita obstruksi vaskular paru.
Mereka hanya memerlukan terapi medik, dan sebagian akan menjadi asimtomatik.
Terapi bedah dipertimbangkan bila setelah umur 4-5 tahun defek kelihatannya
tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi ulang.
Defek Septum Ventrikel Besar dengan tahanan paru ringan- sedang/hiperkinetik
Terapi medik untuk golongan ini sama dengan pasien defek sedang dengan
tahanan paru normal. bila gagal jantung dapat diatasi, maka pasien harus
diobservasi ketat untuk menilai apakah terjadi perburukan penyakit vaskular paru.
Kateterisasi diulang sekitar umur 2 tahun untuk menilai keadaan hemodinamik.
Bila tidak ada perbaikan atau malah memburuk, diperlukan koreksi bedah.

31

Defek Septum Ventrikel Besar dengan Hipertensi pulmonal


Pada pasien ini dilakukan uji oksigen atau tolazolin pada saat kateterisasi
jantung. Bila tahanan vaskular paru masih dapat menurun bermakna (ditandai
dengan kenaikan satirasi dan penurunan tekanan a.pulmonalis), maka perlu
dilakukan operasi dengan segera. Bila uji tersebut tidak menurunkan tahanan
vaskular paru, atau bila telah terjadi sindrom Eisenmenger, maka berarti pasien
tidak dapat dioperasi, dan terapi yang diberikan hanya bersifat suportif
simtomatik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System.
In: Moss and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and
adolescents. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2008.p.2-23.
2. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss
and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
Textbook Of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.18517; 1888-90.
4. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15 th ed.
Philadelphia: Saunders; 2003.p.311-5.
5. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology.
United States: McGraw-Hill;2004.p.123-6.
6. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3rd ed.UK: WileyBlackwell; 2009.p.148-51.

32

7. Hoffman JE. The Natural and Unnatural History of Congenital Heart


Disease. UK: Wiley-Blackwell; 2009.p.183-6.
8. Lisa C, Wahab SA. Dalam: Kardiologi Anak Penyakit Jantung
Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.p.37-67.
9. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit
Jantung pada Bayi dan Anak. UKK Kardiologi IDAI. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Indonesia;2005.p.1-8.
10. Usman A. Kelainan Kardiovaskular. Dalam: Buku Ajar Neonatologi.
1st ed. Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2008.p.31-9.

33

Anda mungkin juga menyukai