Anda di halaman 1dari 6

NEUROIMAGING

Fadel Muhammad Garishah


Mahasiswa Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi


Neuroimaging merupakan salah satu peranan radiodiagnostik di
bidang ilmu penyakit saraf.

Radiologi Anatomi

Secara khusus, pengaplikasian anatomi sistem saraf pusat sesuai
dengan neuroanatomi yang sebelumnya sudah pernah diajarkan pada
tingkat dasar.


1.1 Potongan Axial (Perhatikan fissura Sylvii, Arteria Thalamoperforata)

1.2 Potongan Sagittal dan Coronal dari CT scan neuroimaging



Lapisan SCALP dan Cranium

SCALP merupakan urutan lapisan Cranium dari Skin (kulit),


Connective Tissue (jaringan ikat penunjang), Aponeurotic (aponeurosis
otot-otot cranium), Loose Connective Tissue (jaringan ikat longgar) dan
Periosteium (pelapis luar tulang cranium)

Setelahnya, lapisan terdiri dari Tulang cranium, duramater,
arachnoidmater, piamater lalu parenkin otak.

Catatan perhatian:
Dalam neuroimaging, selalu perhatikan kondisi anatomik yang
ada. Perubahan yang kecil maupun signifikan akan dapat menegakkan
berbagai macam kelainan neurologik.

Modalitas Neuroimaging
Dalam neuroimaging ada banyak modalitas, antara lain Cranium X Ray,
Computed Tomography Scan dan Angiography, selain itu terdapat pula
modalitas MRI dan USG (transcranial Doppler, dilakukan oleh dokter
penyakit saraf) pada beberapa kasus.

A. Cranium X Ray

Pemanfaatan foto polos cranium dalam praktek umum sangat
jarang. Pada umumnya dilakukan pada kejadian fraktur cranium.
Beberapa fraktur cranium:
a. Fraktur linear: ditandai dengan hasil foto polos cranium yang
menunjukkan adanya garis tajam, bedakan dengan sutura (ada
pada lokasinya, dan lebih smooth)
b. Fraktur impress: fraktur linear ke dalam, bisa berisiko brain injury.
Misalnya pada perlukaan olahraga sepakbola saat dahi terpukul ke
dalam akibat terkena lutut pemain lawan.
c. Fraktur diastasis: fraktur disertai sutura yang melebar.

B. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Sudah menjadi hal yang umum, sejak ditemukan tahun 1970, CT-
scan banyak membantu penegakan diagnosis penyakit dan kelainan
neurologik.
Penggunaan CT-scan disarankan pada:
a. Trauma akut atau baru saja, di mana CT-scan sangat baik
mendeteksi perubahan parenkim otak akibat pendarahan.
b. Pasien pendarahan intracranial, mendeteksi Stroke hemoragik
ataupun pendarahan intracranial akibar kecelakaan.
c. Penyakit tulang cranium: metastasis, ada keganasan
d. Pada pasien dengan kontraindikasi MRI (pasien dengan
pacemaker, dengan implantasi logam).

Hasil CT scan akan menunjukkan gambaran radiologik:
Hypodense: hitam, biasanya daerah yang berisi cairan
Isodense: jaringan parenkim otak sendiri
Hyperdense: padat, kalsifikasi, pendarahan

Hounsfields Unit (HU)


Atenuasi jaringan
Udara = - 1000
Air = 0 30
Tulang = 400
Pendarahan = 50 70
Parenkim = 30 40

CT scan polos atau tanpa kontras dilakukan pada diagnosis stroke
infark atau pendarahan.
CT scan kontras, dilakukan dengan menyuntikkan kontras melalui
arteria terdekat. Pada kondisi inflamasi, ada tumor, metastasis atau
ekstravasasi pendarahan, maka akan muncul enhancement.

Pada hasil CT Abnormal maka didiagnosis letak kelainannya:

a. Ekstrakranial
b. Intracranial
1. Intraaksial: dibedakan intraparenkim otak, misal diagnosis
meningioma
2. Ekstraaksial: ada di luar parenkim otak, di daerah SCALP

Midline Shifting


Pada kondisi ini, menunjukkan ada efek
massa besar parenkim otak, mendorong
midline ke kontralateral. Dilihat setinggi cavum
septum pellucidum, cornu anterior ventricle 3.
Beberapa kondisi yang mempengaruhi
midline shifting, misalnya ada massa yang
menekan daerah tersebut, adanya pendarahan
disertai peninekanan parenkim otak ke
kontralateral.

Pendarahan dan kelainan yang nampak pada CT scan
Beberapa jenis pendarahan di sistem saraf
Epidural Hematom berarti pendarahan terdapat pada daerah antara
duramater dan tulang cranium. Gambarannya hiperdens bikonveks,
tanpa melewati sutura. Beberapa kasus terjadi Lucid interal. Pasien
trauma kepala datang dengan kondisi umum baik, namun secara

mendadak mengalami kehilangan kesadaran. Biasanya akibat kompresi


parenkim akibat pendarahan, wajib diawasi terus bisa dengan CT scan.
Apabila penekanan meningkat, meningkatkan tekanan intracranial,
kompresi sistem vaskuler cerebral, iskemik dan hipoksis, berbahaya.

Subdural hematom berarti pendarahan ada di antara duramater dengan
arachnoidmater, bentuk hiperdense dengan bentuk kovenks-konkaf

Kedua pendarahan di atas biasanya terjadi akibat trauma, dengan
ketentuan
Trauma langsung (coup) menyebabkan fraktur linear, dengan hematoma
jenis epidural. Terjadi cross sutura, perpindahan dari supratentorial ke
infratentorial, pendarahan bersifat arterial, merupakan medical
emergency.
Trauma tidak langsung (countercoup), tanpa fraktur, pendarahan Janis
hematom subdural

Subarachnoid Hematom berarti pendarahannya ada di cavum
subarachnoid. Pendarahan masuk ke dalam sulcus, hyperdense sulcus.

Intracerebral Hematoma (ICH)
Pendarahan terjadi pada parenkim otak. Cysterna melebar.

Diagnosis Neuroimaging Stroke

Membedakan stroke hemoragik
atau nonhemoragik dengan CT scan
Pendarahan stroke tersering
terjadi pada arteria reticulostriata,
thalamoperforata, dan arteria pontis.
Pada infark terjadi hipodensitas
CT scan, (infark lama batasnya tegas,
infark baru batasnya samar)
Infark lakuner: kecil tersebar di
parenkim, curiga stroke iskemik tanpa
pendarahan, meski kadang klinis
negative.
Transient Ischemic Attack
Serangan pada sumbatan arteria cerebri anterior atau media atau
posterior.

Membedakan stroke dengan edema


Pada edema pendarahan terjadi pada cortex dengan substantia alba
normal (fingers-like-edema) bila pada stroke maka semua bagian
hipodense.
Angiography
Dilakukan pada diagnosis vaskuler serebral dengan bantuan kontras.
Misalnya pada aneurisma arteria carotis interna.

MRI
Pemeriksaan soft tissue otak, tumor.


References:
Harvard
Medical
School
Neuroanatomy
(available:
http://www.med.harvard.edu/aanlib/home.html)

Anda mungkin juga menyukai