Anda di halaman 1dari 9

Al Athoo Ad Da'wiy

Dawah adalah upaya manusia untuk mengubah diri dan lingkungannya melalui berbagai sarana yang
ada. Dawah tidak mengandalkan kekuatan di luar upaya manusia sebagai dasar kerjanya
A. PENDAHULUAN
Dawah adalah upaya manusia untuk mengubah diri dan lingkungannya melalui berbagai sarana yang
ada. Dawah tidak mengandalkan kekuatan di luar upaya manusia sebagai dasar kerjanya. Hanya saja
seorang yang
beriman meyakini bahwa ada kekuatan-kekuatan di luar kemanusiaannya yang mampu
mempengaruhi kekuatan dirinya
Pertolongan Allah SWT akan datang seiring dengan upaya-upaya
manusiawi yang dilakukan oleh orang yang beriman. Oleh karena itu ketika hijrah,
Rasulullah SAW meminta bantuan seorang pemandu jalan seraya mengharapkan
kemudahan perjalanan dari Rabb-nya. Beliau melakukan perjalanan yang berputar
dan berliku seraya mengharapkan Allah SWT menyesatkan pengejaran orang-orang
kafir. Beliau bersembunyi di dalam goa sebelum Allah menutupinya dengan sarang
laba-laba. Ketika berperang, Muhammad SAW dan kaumnya mempersiapkan pedang dan
perbekalan seraya mengharapkan bantuan malaikat dan hujan
Sesuatu harus diberikan oleh orang-orang beriman dalam
perjuangan dawahnya agar kemudahan-kemudahan dawah datang kepadanya.
Pertolongan Allah SWT tidak boleh diartikan sebagai sebuah keajaiban dari
langit yang datang dengan tiba-tiba dan begitu saja, meskipun hal itu bisa
saja terjadi menurut kehendak Allah SWT jua. Tetapi pertolongan Allah SWT harus
diartikan sebagai respon-Nya terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh para
hamba-Nya. Firman Allah SWT : Jika kamu menolong (agama) Allah niscaya
Allah akan menolong kamu dan meneguhkan langkah-langkah kamu. QS(47:7
B. AL ATHOO DAN AL YUSRO
Kaum yang beriman, khususnya para pengemban dakwah, tidak boleh
bakhil terhadap apa saja yang dimilikinya karena pada hakekatnya kebergunaan/mamfaat
itu hanya ada pada saat kehidupan di dunia ini. Setelah mati tidak ada sesuatu
pun yang bisa diberikan oleh manusia untuk menambah timbangan kebaikannya di
alam barzah kelak. Firman Allah SWT :
Adapun orang-orang yang memberi (apa saja yang dimilikinya di jalan Allah) dan bertaqwa dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (husna) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan
pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Al Lail
ayat 5 - 11). Jadi, sebesar apa pun pemberian al athoo dalam dawah
maka sebesar itu pula kemudahan al yusroo) yang akan diperoleh dari
Allah dalam upaya meraih cita-cita dan tujuan-tujuan dawah.
Ekuivalensi (keseimbangan) antara al athoo dan al
yusroo adalah sunnatullah yang tidak bisa dibantah lagi dan hal ini
merupakan sebuah fenomena sejarah yang terang benderang bagi mereka yang
mempelajari dan memahami Al Qur-an. Perhatikanlah nasib perjuangan Rasulullah
SAW dan para sahabatnya yang di antara mereka saling berlomba-lomba memberikan
kontribusinya dalam bentuk apapun di jalan dawah yang mereka arungi.
Perhatikan pula nasib kaum Nabi Musa AS yang hanya ingin duduk-duduk saja
sementara pemimpin mereka menggadaikan badan dan nyawanya demi cita-cita dawahnya.

Firman Allah SWT : Maka apakah kamu melihat orang yang


berpaling (dari Al Qur-an) serta memberi sedikit dan tidak mau memberi lagi ?
Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang ghaib sehingga dia mengetahui (apa
yang dikatakan) ? Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam
lembaran-lembaran Musa ? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu
menyempurnakan janji ? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan
diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberikan kepadanya balasan yang paling
sempurna dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu) ?
(An Najm ayat 33 - 42).
Pada hakekatnya seseorang harus memberikan kontribusinya dalam
dakwah sekuat kemampuannya, karena semuanya itu akan memberi dampak positif bagi
kehidupan diri dan masyarakatnya. Barangsiapa yang berbuat sebesar zarrah
dari kebaikan maka ia pasti akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
berbuat sebesar zarrah dari kejahatan maka ia pasti akan melihat (balasan)nya
pula. (Al Zalzalah ayat 7 dan 8). Pemberian yang ikhlas, hanya
semata-mata mengharap rahmat serta balasan dari Allah SWT semata, menjadi syarat
yang mutlak bagi pemberian dalam dakwah. Terjadinya fenomena seseorang yang
hanya dengan pemberian /kontribusi yang sedikit tetapi mengharap hasil duniawi
yang besar menunjukkan pemahamannya yang rendah tentang nilai-nilai ajaran agama
Ilahi ini. Allah SWT telah melarang Rasulullah SAW berdakwah untuk memperoleh
balasan-balasan duniawi yang nilainya sangat sempit. Firman-Nya : Dan
janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak,
(Al Muddatsir ayat 6).
Hendaknya seseorang hanya mengharap balasan dari sisi Allah
sebesar-besarnya berupa kemudahan (al yusro) hidup di dunia dan akhirat
nanti. Balasan atas kontribusi dakwah yang berbentuk material duniawi (isteri,
anak, harta, kedudukan, kekuasaan, pengikut, dan sebagainya) tetap saja akan
menjadi cobaan yang harus kita hadapi. Balasan Allah SWT kepada kaum muslimin
dalam perang Badar, berupa harta rampasan perang yang begitu banyak, akhirnya
tidak dapat disikapi dengan baik oleh sebagian kaum muslimin sehingga menjadi
sumber fitnah pada Perang Uhud.
C. AL ATHOO : AT TADHHIYAH DAN AL MASULIYAH
Seseorang lahir ke dunia tanpa ada peranan sedikit pun dari
dirinya sendiri. Ia bukanlah apa-apa sebelum kedua orang tuanya dengan izin
Allah mempertemukan sperma dan sel telurnya. Ia bukanlah apa-apa sebelum Allah
SWT meniupkan roh kepadanya dan memproses secara sempurna bentuk-bentuk fisiknya
sehingga ia mempunyai kemampuan penghayatan, intelektual dan inderawi.
Allah SWT juga telah membentangkan alam semesta baginya sehingga
kreativitasnya mampu memberikan berbagai rizki kepadanya. Sesungguhnya
kontribusi Allah SWT kepada manusia adalah sesuatu yang tiada terhitung (al
Kautsar, QS 108 : 1). Tetapi pada jiwa manusia memang terdapat unsur nafs (syahwat,
QS 3 : 13) yang melahirkan sense of belonging/rasa kepemilikan dan
kecintaan atas segala sesuatu yang melekat pada dirinya, yang masih berada dalam
genggamannya atau bahkan yang berada dalam angan-angannya.
Oleh karena itu, a athoo adalah bentuk al mas-uliyah (tanggung jawab) apabila dipandang dari sisi
bahwa yang diberikan oleh seseorang

adalah sesuatu yang sesungguhnya pemberian Allah SWT jua. Al athoo adalah
bentuk at tadhiyah (pengorbanan) jika dilihat dari sisi bahwa seseorang
memang mempunyai rasa kepemilikan dan kecintaan atas apa-apa yang ada di dalam
genggamannya. Semakin tinggi rasa tanggungjawab dan pengorbanan seseorang
akan semakin besar pula kontribusinya terhadap dawah Islam.
D. MACAM-MACAM AL ATHOO AD DAWIY
Terdapat bermacam-macam bentuk pemberian yang dapat dilakukan
oleh seseorang, di antaranya adalah al athoo al fikriy (kontribusi
pemikiran), al athoo al maaliy (kontribusi materi), al athoo an nafsiy
(kontribusi jiwa).
1. Al Athoo Al Fikry (Kontribusi Pemikiran)
Kontribusi pemikiran merupakan jiwa dari perjuangan dawah
karena nilai-nilai Islam hidup bersama hidupnya pemikiran Islam di kalangan
ummat. Ajaran Islam mampu menembus segala ruang dan waktu yang berubah-ubah dan
mampu berhadapan dengan zaman dan peradaban yang dikembangkan manusia. Ajaran
Islam akan senantiasa siap menyediakan berbagai perangkat sistem yang dibutuhkan
dalam kehidupan : ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ummat Islam akan mampu
menjawab semua tantangan itu dengan satu senjata yang telah ditunjukkan oleh
Allah SWT yakni ijtihad. Karenanya Rasulullah SAW sangat menghargai proses
ijtihad yang dilakukan para pemikir ummat Islam sebagaimana pesan yang
disampaikannya kepada Muadz bin Jabbal ketika akan membuka wilayah Yaman.
Dr. Yusuf Qardlawi menyatakan dalam buku Fiqhul Aulawiyat
: Yang tampak oleh saya bahwa krisis kita yang utama adalah krisis
pemikiran (azmah fikriyah). Di sana terdapat kerancuan pemahaman
banyak orang tentang Islam. Kedangkalan yang nyata dalam menyadari
ajaran-ajarannya serta urutan-urutannya. Mana yang paling penting, mana yang
penting dan mana yang kurang penting. Ada pula yang lemah memahami keadaan masa
kini dan kenyataan sekarang fiqh al waqi). Ada yang tidak mengetahui
tentang orang lain sehingga kita jatuh pada penilaian yang terlalu berlebihan
(over estimasi) atau sebaliknya menggampangkan (under estimasi).
Sementara orang lain mengerti benar siapa kita bahkan mereka dapat menyingkap
kita sampai ke tulang sumsum kita. Sampai hari ini kita belum mengetahui
faktor-faktor kekuatan yang kita miliki dan titik-titik lemah yang ada pada kita.
Kita sering membesar-besarkan sesuatu yang sepele dan menyepelekan sesuatu yang
besar, baik dalam kemampuan maupun dalam aib-aib kita.
Kontribusi kaum muslimin dalam bidang pemikiran akan melahirkan
sebuah tsaqah (intelektualitas) dan hadlarah (peradaban) Islam,
sebagaimana yang pernah ditunjukkan dalam sejarah peradaban manusia sejak masa
Rasulullah SAW sampai dengan khilafah-khilafah Islamiyah sesudahnya. Oleh
karenanya kontribusi dalam bidang pemikiran ini akan memiliki buah kontribusi
dalam bidang keilmuan al atho al ilmy dengan berkembangnya berbagai
cabang ilmu dan kontribusi dalam bidang keterampilan (al atho al fanny)
dengan berkembangnya berbagai keahlian budaya yang menunjang peradaban kaum
muslimin.
2. Al Athoo Al Maaliy (Kontribusi Materi)
Kontribusi materi merupakan kekuatan fisik dari dawah karena
ia akan menggerakkan jalannya perjuangan ini. Berbagai sarana perjuangan

diperlukan dan harus diperoleh melalui penyediaan material dan finansial. Oleh
karena itu berbagai persiapan dalam hal ini diperintahkan Allah SWT sebagaimana
firman-Nya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain
mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang
kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukuop kepadamu dan
kamu tidak akan dianaiaya (dirugikan). (Al Anfal ayat 60)
Para sahabat telah menunjukkan betapa perjuangan dakwah harus
diikuti oleh perjuangan mengorbankan harta, bahkan kadangkala dalam jumlah yang
tiada taranya. Abu Bakar Shiddiq RA adalah sahabat yang rela mengorbankan
seluruh harta miliknya di jalan Allah, sedangkan Utsman bin Affan yang kaya raya
itu juga sangat luar biasa tanggung jawabnya dalam persoalan kontribusi material
ini. Ketika pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA terjadi musim paceklik beliau
menyumbangkan gandum yang dibawa oleh seribu ekor unta. Sebagian sahabat ada
yang masih hidup dalam zaman kekhalifahan yang memiliki harta kekayaan Negara
yang sangat banyak sehingga mereka sempat hidup berkemakmuran sebagai hasil
perjuangan mereka. Tetapi tidak sedikit yang sudah lebih dulu mati dalam keadaan
berkekurangan, tiada harta benda lagi yang dimilikinya, sebagaimana yang dialami
oleh Rasulullah SAW.
Perjuangan yang dihidupkan tidak hanya dengan semangat dan pemikiran, tetapi juga dengan
dukungan materi yang kuat, akan mampu mengimbangi dengan musuh-musuh yang seringkali
memiliki sarana yang lengkap dan hebat. Perhatian dalam hal ini adalah sebuah kewajiban yang asasi
karena ini merupakan tuntutan sunatullah. Inilah yang ditunaikan Rasulullah SAW ketika
memproduksi senjata-senjata perang, yang ditunaikan Umar bin Khattab RA ketika menciptakan
panser-panser (dababah) atau Utsman bin Affan RA ketika membangun angkatan laut yang kuat di
bawah pimpinan Muawiyah.
3. Al Athoo An Nafsiy (Kontribusi Jiwa)
Kontribusi jiwa (nafs) dapat berbentuk pengorbanan untuk menundukkan dorongan-dorongan nafsnya yang memerintahkan kepada fujur dan menyerahkannya kepada ketaqwaan. Sesungguhnya ini
adalah kontribusi yang mendasari seluruh kontribusi lainnya. Seorang harus mengatasi keinginankeinginan untuk membesarkan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mau berkorban bagi pihak lain.
Ia harus membebaskan dirinya dari sifat bakhil yang mengungkung jiwanya baik dalam aspek
material maupun non material.
Kontribusi terbesar diberikan seseorang kepada dakwah apabila ia rela tidak saja menundukkan jiwa
kebakhilannya, tetapi bahkan melepas jiwanya itu sendiri dari badannya demi perjuangan dakwah.
Inilah cita-cita terbesar dari seorang pejuang dakwah yang diikrarkannya tatkala ia mulai
melangkahkan kakinya di jalan dakwah : Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan AL Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah ?
Maka bergembiralah dengan
jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
(At Taubah ayat 111).
Termasuk dalam kontribusi jiwa ini adalah kontribusi waktu (al waqt) dan kesempatan (al furshokh)
yang dimiliki seseorang dalam perjalanan kehidupannya. Waktunya tidak akan dibelanjakan kepada
hal-hal yang tidak memiliki aspek kedakwahan. Ia juga tidak akan menciptakan atau mengambil
kesempatan-kesempatan dalam kehidupannya kecuali yang bernilai akhirat. Sebab hanya dengan cara
itu ia mampu mengisi perjalanan jiwanya dengan tenang sampai nanti Allah SWT memanggil jiwanya

dan menyatakan selamat tinggal kepada raganya yang fana dan akan menjadi tanah
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al Fajr ayat 27 30).
Pada dasarnya umat manusia menginginkan perubahan dalam hidupnya. Baik secara individual
maupun kolektif. Dan ajaran Islam memberikan konsep yang jelas untuk mencapainya. Yakni
perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dari hari ini. Kondisi ke arah itu hanya dapat dilakukan
melalui penataan dakwah dengan sebaik-baiknya.
Upaya untuk mencapai perubahan umat ini, dakwah tidak dapat mengandalkan kekuatan di luar
kemampuan manusia. Sekalipun orang beriman mengakui adanya kekuatan-kekuatan di luar
kemampuan manusia yang dapat mempengaruhi kekuatan dirinya.
Untuk meraih terwujudnya cita-cita perjuangan dakwah, kontribusi aktivis dakwah menjadi kunci
utamanya. Dengannya kemudahan-kemudahan dakwah akan datang menyertai perjuangan mulia
tersebut. Sehingga kontribusi dalam dakwah merupakan suatu tuntutan atau keniscayaan.
Kontribusi Dakwah Merupakan Keniscayaan Dalam Perjuangan (Hatmiyatun Harakiyah)
Kontribusi dalam dakwah adalah memberikan sesuatu baik jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala
sesuatu yang dipunyai oleh seseorang untuk sebuah cita-cita. Ini menjadi bentuk pengorbanan
seorang kader terhadap dakwah. Perjuangan dan pengorbanan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kontribusi dakwah, besar atau kecil memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menegakkan
Islam. Melalui pengorbanan, bangunan ini dapat berdiri tegak dari komponen satu sama lain baik
besar ataupun kecil. Demikian pula kedudukan status sosial seseorang yang dipandang rendah
tatkala memberikan pengorbanannya maka ia sama kedudukannya dengan yang lain bahkan
mungkin lebih tinggi lagi.
Sebagaimana Rasulullah saw. menggangap mulia seorang penyapu masjid. Karena kerjanya masjid
menjadi bersih dan menarik. Dari kontribusinya itu beliau memberikan tempat di hatinya bagi tukang
sapu tersebut. Beliau mengagumi pengorbanan yang telah diberikannya. Sehingga Rasulullah saw.
melakukan shalat ghaib untuknya. Ini karena sewaktu tukang sapu masjid itu meningal dunia beliau
tidak mengetahuinya.
Para sahabat memandang apalah artinya seorang tukang sapu bagi Rasulullah saw. Namun tidak
demikian bagi Rasulullah saw. Tukang sapu itu telah memberikan pengorbanan yang luar biasa
dalam dakwah ini. Semua itu karena ia telah memberikan potensi miliknya untuk dakwah.
Dalam Majmuatur Rasail, Imam Hasan Al Banna rahimahullah, mengingatkan kepada seluruh kader
dakwah untuk selalu berada di barisan terdepan dalam memberikan kontribusi dakwah, Wahai
Ikhwah, ingatlah baik-baik. Dakwah ini adalah dakwah suci, jamaah ini adalah jamaah mulia. Sumber
keuangan dakwah ini dari kantong kita bukan dari yang lain. Nafkah dakwah ini disisihkan dari
sebagian jatah makan anak dan keluarga kita. Sikap seperti ini hanya ada pada diri kita para aktivis
dakwah dan tidak ada pada yang lainnya. Ingatlah dakwah ini menuntut pengorbanan. Minimal harta
dan jiwa.
Untuk Meraih Pertolongan Allah swt. (Intisharullah)
Meskipun orang yang beriman meyakini bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, tetapi
pertolongan-Nya tidak boleh diartikan sebagai sebuah keajaiban dari langit yang datang dengan tibatiba dan begitu saja. Sekalipun hal itu bisa saja terjadi menurut kehendak Allah swt.
Namun pertolongan Allah itu harus diartikan sebagai respon-Nya terhadap upaya-upaya yang
dilakukan oleh para hamba-Nya dalam memberikan perhatian dan pengorbanannya kepada dakwah.
Firman Allah swt., Jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Allah akan menolong kamu dan
meneguhkan langkah-langkah kamu. (Muhammad: 7)
Oleh karena itu, untuk meraih pertolongan Allah, perlu mencari penyebab datangnya. Salah satu yang
melatarbelakanginya adalah dengan memberikan kontribusi terhadap dakwah ini. Apalagi di saat
dakwah ini menghadapi rintangan dari musuh-musuhnya. Situasi seperti inilah kontribusi aktivis
dakwah dapat menjadi pintu untuk pertolongan-Nya. Terlebih-lebih dalam situasi yang pelik dan
terjepit. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah?
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Karakter Aktivis Dakwah (Muwashafatul Jundiyah)

Dalam kaedah syair Bahasa Arab dikatakan bahwa, Fain faqadu syaian lam yuthi. Siapa yang tidak
punya, maka ia tidak akan dapat memberikan sesuatu. Maka mungkinkah seseorang akan
memberikan kontribusinya sementara dirinya tidak memiliki apa-apa. Mereka yang tidak bisa
memberikan pengorbananan apa-apa sepantasnya merasa malu. Karena telah banyak kebaikan
Allah swt. pada kita. Oleh sebab itu seorang aktivis dakwah perlu mengetahui apa yang ia punyai.
Kaum yang beriman, khususnya aktivis dakwah, tidak boleh bakhil. Kontribusi apapun, yang telah ia
tunaikan akan sangat bermanfaat bagi dakwah ini. Kemanfaatan pengorbanan itu hanya ada pada
saat kehidupan di dunia ini baik bagi orang lain terlebih lagi bagi dirinya sendiri. Setelah mati, tidak
ada sesuatu pun yang bisa diberikan oleh manusia untuk menambah timbangan kebaikannya di alam
barzah kelak.
Karenanya, karakter aktivis dakwah yang sesungguhnya adalah berwatak merasa ringan untuk
berkorban terhadap dakwah. Tidak ada sesuatupun yang merintanginya untuk berkorban. Ia cepat
merespon tuntutan dakwah ini.
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa
putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah? Pengikut-pengikut yang setia itu berkata:
Kamilah penolong-penolong agama Allah, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan
(yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuhmusuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash-Shaff: 14)
Kelangsungan Dakwah (Istimrarud Dawah)
Memang kelangsungan dakwah ini telah mendapatkan jaminan dari Allah swt. (At-Taubah: 40). Akan
tetapi ia juga berhubungan dengan kontribusi dakwah. Ia ibarat tetesan darah yang memperpanjang
usia perjalanan dakwah ini. Oleh karenanya pengorbanan aktivis terhadap dakwah menjadi sangat
vital.
Dakwah bisa terus berjalan atau mandeg lantaran pengorbanan aktivisnya. Mereka yang terdepan
dalam memberikan kontribusinya, merekalah yang menjadi pelangsung dakwah. Sebaliknya mereka
yang tidak berada pada barisan ini, menjadi penyebab mandul atau matinya dakwah. Karena mereka
tidak memberikan pengorbanan, Allah swt. akan menggatikannya dengan aktivis yang lainnya. Hal itu
terjadi untuk mensinambungkan gerak perjalanan dakwah.
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di
antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap
dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan
(Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan
mereka tidak akan seperti kamu (ini). (Muhammad: 38)
Adapun kontribusi yang dapat diberikan seorang aktivis sangat banyak, karena seluruh potensi yang
dimiliki dapat disumbangkan untuk dakwah. Untuk memudahkan kita memahami kontribusi dalam
dakwah ini, al-atha ad-daawy diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Al-Atha Al Fikry (Kontribusi Pemikiran)
Jiwa dari perjuangan dawah adalah kontribusi pemikiran karena nilai-nilai Islam hidup bersama
hidupnya pemikiran Islam di tengah-tengah umat. Umat ini tidak boleh sepi untuk mendayagunakan
pemikirannya. Agar menghasilkan solusi yang telah diberikan Islam.
Ajaran Islam mampu memberikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia dari
berbagai zaman dan peradaban. Dan solusi yang diberikan mencakup berbagai aktifitas kehidupan
manusia. Untuk mendapatkan jawabannya umat Islam harus mampu menggunakan satu senjata
yang telah ditunjukkan oleh Allah swt. yakni ijtihad. Karenanya Rasulullah saw. sangat menghargai
proses ijtihad yang dilakukan para pemikir ummat Islam sebagaimana pesan yang disampaikannya
kepada Muadz bin Jabbal ketika akan membuka wilayah Yaman.
Dr. Yusuf Qaradhawi menyatakan dalam buku Fiqhul Aulawiyat : Yang tampak oleh saya bahwa
krisis kita yang utama adalah krisis pemikiran (azmah fikriyah). Di sana terdapat kerancuan
pemahaman banyak orang tentang Islam. Kedangkalan yang nyata dalam menyadari ajaranajarannya serta urutan-urutannya. Mana yang paling penting, mana yang penting dan mana yang
kurang penting. Ada pula yang lemah memahami keadaan masa kini dan kenyataan sekarang (fiqh al
waqi). Ada yang tidak mengetahui tentang orang lain sehingga kita jatuh pada penilaian yang terlalu
berlebihan (over estimasi) atau sebaliknya menggampangkan (under estimasi). Sementara orang
lain mengerti benar siapa kita bahkan mereka dapat menyingkap kita sampai ke tulang sumsum kita.
Sampai hari ini kita belum mengetahui faktor-faktor kekuatan yang kita miliki dan titik-titik lemah yang
ada pada kita. Kita sering membesar-besarkan sesuatu yang sepele dan menyepelekan sesuatu yang
besar, baik dalam kemampuan maupun dalam aib-aib kita.
Kontribusi kaum muslimin dalam bidang pemikiran akan melahirkan sebuah tsaqafah (intelektualitas)
dan hadlarah (peradaban) Islam, sebagaimana yang pernah ditunjukkan dalam sejarah peradaban

manusia sejak masa Rasulullah saw. sampai dengan pemerintahan Islam sesudahnya. Karena dari
sikap inilah muncul kreativitas dan inovasi baru dalam kehidupan ini. Dengan terbiasanya berpikir
untuk dakwah maka mereka akan terbiasa melahirkan sesuatu yang belum dipikirkan orang lain.
Sehingga manajemen modern sedang menggalakan umat manusia untuk senantiasa berbuat
sebelum orang lain sempat berpikir. Hal itu terjadi apabila kita terbiasa berpikir cepat dari yang
lainnya. Karenanya seorang aktivis dakwah tidak boleh miskin ide dan gagasan apalagi kikir untuk
dikontribusikan terhadap dakwah.
2. Al-Atha Fanny (Kontribusi Keterampilan)
Keterampilan merupakan anugerah mahal yang diberikan Allah swt. kepada manusia. Skill ini akan
menjadi kekayaan yang tak ternilai. Keterampilan ini dapat pula menjadi eksistensi manusia itu
sendiri. Bahkan Allah sangat menghargai keterampilan yang dapat menghantarkannya ke jalan-Nya
yang paling baik. Yakni skill yang dapat berguna untuk kepentingan dakwah. Untuk kepentingan inilah
skill tersebut mendapatkan penghargaan di sisi Allah swt.
Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Al-Isra: 84)
Sesungguhnya semua skill yang dimiliki seseorang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap
dakwah. Kemenangan dakwah dalam sepanjang sejarah juga diwarnai oleh keterampilan dari para
pahlawan Islam. Ada yang mahir menunggang kuda dari balik perut kuda hingga bisa membuka
benteng musuh. Ada yang terampil menggunakan pedangnya hingga tampak bagai tarian. Ada juga
yang ahli dalam mengadu domba hingga mematahkan kekuatan barisan musuh dan masih banyak
lagi yang lainnya. Karena itu para pengemban risalah dakwah ini mendorong umatnya untuk turut
serta dalam mendayagunakan keterampilannya bagi kemenangan dakwah.
Katakanlah: Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula), maka kelak kamu akan mengetahu.' (Az-Zumar: 39)
3. Al-Atha Al-Maaly (Kontribusi Materi)
Kontribusi materi merupakan kekuatan fisik dari dakwah karena ia akan menggerakkan jalannya
perjuangan ini. Berbagai sarana perjuangan diperlukan dan harus diperoleh melalui penyediaan
material dan finansial. Oleh karena itu berbagai persiapan dalam hal ini diperintahkan Allah swt.
sebagaimana firman-Nya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah
niscaya akan dibalas dengan cukuop kepadamu dan kamu tidak akan dianaiaya (dirugikan). (AlAnfal: 60)
Para sahabat telah menunjukkan betapa perjuangan dakwah harus diikuti oleh perjuangan
mengorbankan harta, bahkan kadangkala dalam jumlah yang tiada taranya. Abu Bakar Shiddiq
adalah sahabat yang rela mengorbankan seluruh harta miliknya di jalan Allah, sedangkan Utsman bin
Affan yang kaya raya itu juga sangat luar biasa tanggung jawabnya dalam persoalan kontribusi
material ini. Ketika pada masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi musim paceklik Utsman
menyumbangkan gandum yang dibawa oleh seribu ekor unta.
Perjuangan yang dihidupkan tidak hanya dengan semangat dan pemikiran, tetapi juga dengan
dukungan materi yang kuat, akan mampu mengimbangi dengan musuh-musuh yang seringkali
memiliki sarana yang lengkap dan hebat. Perhatian dalam hal ini adalah sebuah kewajiban yang
asasi karena ini merupakan tuntutan sunatullah. Inilah yang ditunaikan Rasulullah saw. ketika
memproduksi senjata-senjata perang, yang ditunaikan Umar bin Khattab ketika menciptakan panserpanser (dababah) atau Utsman bin Affan ketika membangun angkatan laut yang kuat di bawah
pimpinan Muawiyah.
4. Al-Atha An-Nafsy (Kontribusi Jiwa)
Kontribusi jiwa (nafs) dapat berbentuk pengorbanan untuk menundukkan dorongan-dorongan nafsnya yang memerintahkan kepada fujur dan menyerahkannya kepada ketakwaan. Sesungguhnya ini
adalah kontribusi yang mendasari seluruh kontribusi lainnya. Seorang harus mengatasi keinginankeinginan untuk membesarkan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mau berkorban bagi pihak lain.
Ia harus membebaskan dirinya dari sifat bakhil yang mengungkung jiwanya baik dalam aspek
material maupun non-material.
Kontribusi terbesar diberikan seseorang kepada dakwah apabila ia rela tidak saja menundukkan jiwa
kebakhilannya, tetapi bahkan melepas jiwanya itu sendiri dari badannya demi perjuangan dakwah.
Inilah cita-cita terbesar dari seorang pejuang dakwah yang diikrarkannya tatkala ia mulai
melangkahkan kakinya di jalan dakwah: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di

dalam Taurat, Injil, dan AlQur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar. (At-Taubah: 111).
Termasuk dalam kontribusi jiwa ini adalah kontribusi waktu (al waqt) dan kesempatan (al furshokh)
yang dimiliki seseorang dalam perjalanan kehidupannya. Waktunya tidak akan dibelanjakan kepada
hal-hal yang tidak memiliki aspek kedakwahan. Ia juga tidak akan menciptakan atau mengambil
kesempatan-kesempatan dalam kehidupannya kecuali yang bernilai akhirat.
5. Al-Atha Al-Mulky (Kontribusi Kewenangan)
Kewenangan yang dimiliki seseorang dalam jajaran birokrasi pemerintahan ataupun kemasyarakatan
dapat juga bermanfaat untuk kemajuan dakwah. Baik birokrasi tingkat rendah apalagi tingkat yang
lebih tinggi. Dengan jabatan dan kewenangannya ia dapat menentukan sesuatu yang dapat
dipandang baik atau buruk terhadap pertumbuhan dakwah.
Karenanya jabatan dan kewenangan yang ada padanya harus bisa memberikan pengaruh terhadap
geliatnya dakwah. Bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja. Tidak jarang kita jumpai
banyak orang yang tidak mempergunakannya untuk dakwah malah kadang mempersempit ruang
gerak dakwah. Tidak seperti umat lain yang memaksimalkan jabatan dan kewenangannya untuk
kepentingan dakwah mereka.
Lihatlah paparan kisah yang Allah swt. ceritakan dalam Al-Quran tentang pembelaan pengikut Nabi
Musa yang berada di jajaran pemerintahan Firaun meski harus menyembunyikan imannya. Dan
seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir`aun yang menyembunyikan imannya
berkata: Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: Tuhanku ialah
Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.
Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia
seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan
menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi
pendusta. (Al-Mukmin: 28)
Begitu berartinya jabatan dan kewenangan bagi dakwah, sampai-sampai Rasulullah saw. berdoa
pada Allah swt. agar memberikan hidayah Islam kepada pembesar Qurasiy, yakni antara dua Umar:
Umar ibnul Khaththab atau Amr bin Hisyam.
Kiat untuk dapat memberikan kontribusi dakwah
Untuk dapat mendorong dirinya memberikan kontribusinya dalam dakwah, aktivis dakwah perlu
mengupayakan kiat-kiat jitu dalam berkorban. Pertama, biasakan diri untuk memberikan kontribusi
setiap hari meskipun dalam jumlah yang kecil. Sedapatnya bisa berkorban baik harta, waktu, dan
tenaga setiap hari, pekan ataupun waktu-waktu lainnya. Kalau perlu dengan ukuran yang jelas,
misalnya satu hari memberikan kontribusinya untuk dakwah Rp 1.000 atau dua jam dari waktunya
atau satu gagasannya. Sehingga apa yang ia berikan dapat terukur. Untuk dapat membiasakannya
bila perlu memberikan sanksi jika meninggalkan kebiasaan tersebut. Seperti Umar menyumbangkan
kebunnya karena tidak shalat berjamaah. Ibnu Umar memperpanjang shalatnya bila tidak berjamaah.
Rasulullah saw. mengerjakan shalat dhuha 12 rakaat bila meninggalkan qiyamullail.
Kedua, meningkatkan kemampuan visualisasi terhadap balasan dan ganjaran dunia dan akhirat.
Apalagi balasan yang dijanjikan-Nya sangat besar, Allah swt. akan memberikan kedudukan yang
kokoh di dunia atas segala kontribusi yang diberikan (An-Nuur: 55). Allah swt. juga memandang mulia
orang yang berkorban, bahkan derajatnya ditinggikan dari orang yang lainnya (An-Nisaa: 95).
Keyakinan akan balasan dan ganjaran yang diberikan akan memudahkan orang akan
menyumbangkan apa saja yang dimilikinya.
Ketiga, selalu bercermin pada orang lain dalam berkorban. Orang beriman akan menjadi cermin bagi
yang lainnya. Dengan senantiasa melihat apa yang dilakukan yang lain. Paling tidak dapat
memberikan dorongan untuk melakukan seperti yang dilakukan orang lain. Tidak jarang para sahabat
berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan lantaran bercermin dari sahabat lainnya.
Keempat, selalu meyakini bahwa setiap pengorbanan yang diberikan akan memberikan manfaat yang
sangat besar baik bagi dirinya ataupun yang lain. Keyakinan yang demikian akan mendorong untuk
selalu berbuat. Sebab, betapa banyaknya orang yang dapat menikmati atau mengambil faedah dari
apa yang kita lakukan. Sebagaimana ditemukan sebuah penelitian, para pekerja pembuat obat di
pabrik tidak jadi melakukan mogok kerja karena mereka melihat langsung bahwa banyak pasien di
rumah sakit yang sangat membutuhkan obat yang mereka buat.
Kelima, senantiasa berdoa pada Allah swt. agar dimudahkan untuk selalu berkorban. Karena Allah
swt. pemilik hati orang beriman sehingga dengan berdoa diharapkan hati kita senantiasa berada di
barisan terdepan untuk memberikan kontribusi bagi kemenangan dakwah. Dengan berdoa dapat
bertahan untuk memperjuangkan dakwah hingga akhir hayat kita.

Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): Aku pasti
membunuhmu! Berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang
yang bertakwa. (Al-Maidah: 27)
Redaktur:

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/08/26/233/kontribusi-terhadap-dakwah/#ixzz3akh2u2d3
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai