Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN

Disusun oleh :
Fajar Ramadhan

(201410320311009)

Freda Bayu Kusnanto

(201410320311025)

Moh. Ali Mudhofir

(201410320311026)

Racha Pratama Supriadi

(201410320311031)

Riza Rahman Prihandoko

(201410320311037)

Chyntia Eka Pratiwi

(201410320311048)

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdullilahirobbilalamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah, Laporan akhir praktikum bioteknologi huta ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan akhir bioteknologi hutan kami
susun sebagai prasyarat dalam menyelesaikan praktikum bioteknologi huta pada
semester ganjil ini.
Tentunya dalam penyusunan laporan Fieldtrip ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Isnaeni nur laili selaku Instruktur praktikum bioteknologi hutan.
2. Indah puji hastuti selaku Assisten praktikum bioteknologi hutan .
3. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan akhir bioteknologi
hutan.
Kami mengharapkan semoga laporan yang kami susun dapat bermanfaat
bagi pihak yang mau memanfaatkannya. Dan kami menyadari dalam penyusunan
laporan laporan akhir bioteknologi hutan ini, kami banyak melakukan kesalahan.
Untuik itu kami penyusun mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Malang, 20 Desember 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................1
DAFTAR ISI ......................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................4
1.1 Latar belakang ................................................................................4
1.2 Tujuan ..............................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................7
2.1 Kultur Kalus ....................................................................................7
2.2 Kultur Pucuk tanaman berkayu ......................................................9
2.3 Kultur organ daun............................................................................11
2.4 Aklimatisasi tanaman anggrek .........................................................12
FASILITAS RUANG DAN PERALATAN ......................................................15
1.1 Hasil dan pembahasan alat kultur jaringan ......................................16
1.2 Hasil dan pembahasan ruang kultur jaringan .................................22
1.3 Hasil pengamatan dan pembahasan bahan kultur jaringan ..............29
PERSIAPAN PEMBUATA MEDIA...................................................................31
1.1 Tabel stok ........................................................................................32
1.2 Perhitungan ....................................................................................33
KULTUR KALUS...............................................................................................40
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................41
1.2 Pembahasan ....................................................................................50
2.2 Kesimpulan ....................................................................................50

2.2 Saran................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA............................................................................51
KULTUR PUCUK TANAMAN BERKAYU .....................................................52
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................52
1.2 Pembahasan ....................................................................................56
2.2 Kesimpulan ....................................................................................58
2.2 Saran................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA............................................................................59
KULTUR ORGA DAUN ....................................................................................60
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................61
1.2 Pembahasan ....................................................................................68
2.2 Kesimpulan ....................................................................................70
2.2 Saran................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA............................................................................71
AKLIMATISASI TANAMAN ANGGREK .......................................................72
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................73
1.2 Pembahasan ....................................................................................75
2.2 Kesimpulan ....................................................................................77
2.2 Saran................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA............................................................................78

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Seiring dengan berkembangnya zaman yang makin pesat, berbagai bidang

kehidupan manusia

telah

mengalami kemajuan

akibat

adanya

peningkatan

penguasaan IPTEK. Salah satu bidang yang kini turut berkembang pesat yaitu
bidang pertanian-kehutanan , berbagai penemuan berkaitan dengan pertanian telah
ditemukan untuk mempermudah dalam kegiatan produksi hasil pertanian dari
sebuah tanaman atau pohon. Terdapat salah satu penemuan teknologi di bidang
pertanian dan juga kehutanan mengenai perbanyakan tanaman secara vegetaif,
mengingat perbanyakan tanaman atau pohon dahulu sering menggunakan biji
dimana sering mengalami berbagai kendala diantaranya seperti dipengaruhi oleh
iklim, sering terkontaminasi dengan baktei atau jamur. Namun kini berbagai bagai
masalah perbanyakan secara vegatif dan generatif dapat di minimalisir dengan
ditemukannya perbanyakan tanaman dengan menggunakan metode kultur jaringan.
Kultur jaringan merupakan metode perbanyakan tanaman yang berpegang pada
prinsip totipotensi sel yaitu kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang dalam
suatu lingkungan steril dan aseptik bebas dari virus, jamur dan kontaminan lainya.
Kultur jaringan

merupakan

perbanyakan tanaman

secara

vegetatif dengan

menggunakan bagian-bagian organ dari tumbuhan seperti daun, batang, akar dll.
Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan
jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari
tanaman. Penggunaan metode kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu
memproduksi bibit seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif singkat.

Kultur

jaringan

sering

dijadikan

salah

satu

solusi sebagai

metode

perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai metode penyimpanan


plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar. Keberhasilan dari
kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang ada di
dalam media kultur. Ketapatan konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan
nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan

tanaman mengalami keracunan unsur hara. Sehingga, pembuatan larutan stock dan
sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penunjang
keberhasilan akan kultur jaringan. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan kultur
jaringan tidak akan berkembang dengan baik apabila komposisi media tidak sesuai
persyaratan tumbuh eksplan dan tidak steril. Kultur jaringan memiliki beberapa
jenis metode perbanyakan berdasarkan bahan tanaman yang digunakan yaitu
diantaranya kultur kalus, kultur pucuk, kultur organ daun. Kultur kalus merupakan
kultur yang menggunakan kumpulan sel tumbuhan yang terus menerus membelah
secara in-vitro atau di dalam tabung. Untuk kultur pucuk sendiri pada prinsipnya
menggunakan jaringan meristem yang aktif membelah khususnya pada hal ini
menggunakan pucuk daun. Sedangkan kultur organ menggunakan bagian organ
daun tumbuhan sebagai eksplan. Secara keseluruhan cara kerja berbagai jenis kultur
hampirr sama yaitu pada prinsipnya menggunakan media sesuai dengan syarat
tumbuh eksplan, steril terhadap kontaminan dan pengerjaan kultur di lingkungan
aseptik. Yang membedakan dapat berasal dari perlakuan aklimatisasi di tiap jenis
kultur karena setiap jenis tumbuhan terdapat tumbuhan yang memerlukan perlakuan
khusus. Untuk dapat melakukan perbanyakan tanaman menggunakan metode kultur
jaringan, maka harus mengerti akan berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk tindakan kultur jaringan yang memegang prinsip

aseptik,

mengerti dan faham akan pembuatan media kultur dan tentunya tahap-tahap proses
pengerjaan kultur jaringan tanaman mulai dari persiapan bahan sampai pembibitan
(Nursery)

1.2

Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil tujuan sebagai

berikut
1.

Mengetahui berbagai fasilitas ruang dan alat dalam proses pelaksanaan


kultur jaringan

2.

Mengetahui dan memahi proses pembuatan media dan larutan stok

3.

Mengetahui dan memahami tata cara atau prosedur kultur kalus

4.

Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kultur


kalus

5.

Mengetahui dan memahami tata cara kultur pucuk

6.

Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh pada pertumbuhan


dan perkembangan kultur pucuk

7.

Mengetahui dan memahami tata cara kultur organ daun

8.

Mengetahui berbagai manfaat dari berbagai macam jenis kultur jaringan

9.

Mengetahui pengaruh aklimatisasi terhadap pertumbuhan tanaman hasil


kultur jaringan (Tanaman anggrek)

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1

Kultur kalus
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi

bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian


tersebut dalam media buatan secara aspetik yang kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam wadah tertutup yang tembuh cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama
kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman, menggunakan media buatan teknik kultur in- vitro dengan teknik teknik
kultur kalus atau kultur sel. Kultur kalus merupakan pemeliharaan sel yang belum
terdeferensiasi yang membelah terus menerus dalam lingkungan buatan yang steril
da kondisi yang terkontrol (Zulkarnain, 2009)
Kultur kalus merupakan suatu kumpulan sel amorphous ( tidak terbentuk atau
terdeferensiasi) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus
menerus menerus secara in vitro didalam tabung dan tidak terorganisasi
sehingga memberikan penampilan sebagai massa yang bentuknya tidak teratur.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari diferensiasi.
Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan

langkah

penting. Setelah terbentuknya kalus, diberikan perlakuan atau rangsangan untuk


berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Kalus terbentuk melalui tiga tahap yaitu
induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber
eksplan, komposisi pada ,medium dan faktor faktor lingkungan. Untuk
memelihara kalus, maka perlu subkultur secara berkala misalnya setiap 30 hari
(Yusnita, 2003).

Pada umumya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari
hormon (ZPT) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik di
dapat apabila ke dalam media tanam ditambahkan vitamin, asam amino, dan
hormone, agar, glukosa, bahan air destilata (Aquades) dan bahan organic
(Gunawan, 2001). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organic selain dari
nutrient yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang,

menghambat,

atau

mengubah pola pertumbuha dan perkembangan tanaman (Abidin, 2000). Zat


pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalika dan
mengatur pertumbuhan kultur tanaman.
Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur jaringan sel (kalus) dan organ. Zat pengatur tumbuh yang digunakan
dalam kultur jaringan dibagi menjadi kelompok besar yaitu auksin, sitokinin, dan
giberelin. Khusus untuk kultur kalus, zat pengatur tumbuh yang digunakan ialah
auksi 2,4D dan IBA . Hormon auksin 2,4 D dalam kultur kalus berperan
menginduksi kalus

terjadinya kalus, menghamat kerja sitokinin membentuk

klorofil dalam kalus, mendorong proses morforgenesis kalus membentuk akar atau
tunas dan mendorong proses embryogenesis. Hormon IBA sendiri juga merupakan
salah satu jenis auksin yang berperan untuk membesarkan sel , mempengaruhi
protein membrane sehingga sintesis protein , asam nukleat lebih cepat. Penggunaan
ZPT harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian karena jika terlalu banyak
maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan kalus, karena interaksi antar hormon dalam suatu media
sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. (Suryowinoto, 2004)
Teknik kultur kalus akan berhasil dengan baik apabila syarat yang di perlukan
sudah terpenuhi dengan baik. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan
sebagai bahan dasar pembentukan kalus, penggunaan medium yang sesuai, keadaan
yang aseptik dan pengatur udara yang baik. Untuk eksplan tanaman yang baik
digunakan adalah bagian tanaman yang masih muda yaitu bagia meristemnya

(Herawan, 2005). Menurut santoso dan F.nursandi ada faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan yaitu :
1. Genotip
Pada beberapa jenis tumuha embrio mudah tumbuh akan tetapi pada
beberapa jenis tumbuhan lain sulit untuk tumbuh, hal ini disebabkan oleh
perbedaan kultivar dari jaringan yang sama
2. Komposisi media tanam
Media untuk pertumbuhan embrio harus mengandung usur hara makro,
mikro dan glukosa.
3. Oksigen
Supai oksigen yang cukup sangat menentukan laju mutlipikasi tunas dalam
usaha perbanyakan secara invitro.
4. Cahaya
Kadang-kadang untuk perkembangan embrio membutuhkan tempat gelap
kira-kira 7-14 hari. Baru dipindahkan ke tempat terang dengan tingkat
intensistas cahaya yang cukup untuk pembentukan klorofil.
5. Temperatur
Temperature optimum yang dibutuhkan umumnya tergantung dari jenis
tumbuhan yang digunakan. Secara normal temperature yang digunakan
adalah 22 28 C.
6. Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat menentukan terhadap tingkat keberhasilan
pembiakan tanaman denga cara kultur jaringan , kondisi lingkungan yang
aseptik merupakan syarat utama untuk melakukan perbanyakan dengan
mengguanakan metode kultur jaringan.
2.2

Kultur pucuk tanaman berkayu


Kultur meristem adalah salah satu teknik dalam kultur jaringan tanaman

dengan menggunakan jaringan meristematik atau jaringan muda sebagai eksplanya.


Jaringan meristem atau meristematik merupakan kumpulan sel sel yang aktif
membelah pada tempat tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan

membentuk sistem jaringan secara meristematik seperti akar, tunas, daun, bunga
dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem mempunyai kemampuan embriotik yang
dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan dewasa yang kemudian
menjadi organ-organ tanaman. (Soebandi,2000)
Kultur meristem sudah secara luas diterapkan untuk tujuan perbanyakan
tanaman. Sel-sel meristem umumnya stabil karena mitosis pada sel-sel meristem
terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihidarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan
dengan tanaman induknya. Selain perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang
terutama adalah eleminasi virus dari bahan tanaman dan penyimpangan plasma
nutfah yang bebas virus, degan teknik cryopreservation : preservasi rendah.
Sekelompok tanaman berupa klon yang dihasilkan oleh kultur meristem yang
disebut meriklon. Keberhasilan dari kultur meristem ini tergantung beberapa faktor,
diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik tumbuh,
salah satu kultur meristem yaitu kultur pucuk. (Untung, 2014)
Perbanyakan bibit dalam pengembangan tanaman atau dalam suatu produksi
merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Produksi skala besar seperti
perkebunan akan memerlukan bibit dalam jumlah besar, varietas unggul, seragam,
bebas hama dan penyakit dan penyediaan yag kontinyue. Dengan berkembangnya
teknik kultur jaringan kendala multiplikasi untuk beberapa jenis tanaman dapat
diatasi. Dalam perbanyakan secara in-vitro terdapat perkembangbiakan melalui
kultur pucuk yang kemudian dibagi menjadi dua cara yaitu kultur pucuk (Shoot tip
culture) dan kultur mata tunas (Single node culture).
Melalui kultur pucuk, bagian tanaman yang digunakan adalah ujung tunas
lateral atau terminal. Pengaruh dominasi meristem apical dapat dihilangkan denga
menambahkan zat pengatur tumbuh sitokinin ke dalam medium. Hasil yang
diperoleh adalah tunas dengan jumlah cabang yang lebih banyak. Melalui kultur
mata tunas (Single node culture). Bahan yang digunakan sebagai eksplan adalah
mata tunas aksiler. Teknik ini digunakan apabila ada pengaruh dominasi apical pada

10

kultur pucuk, sehingga pucuk aksiler menjadi dorman (tidak menghasilkan cabangcabang) untuk mendapatkan eksplan yang banyak. (Mulyono, 2001)
Guna memperoleh hasil yang memuaskan dalam pelaksanaan kultur jaringan,
digunakalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Tingkat keberhasilan dalam penggunaan
ZPT ini pada dasarnya tergatung pada jenis dan konsentrasi yang digunakan. Pada
umunya ZPT yang digunakan adalah merupakan campuran sitokinin dan auksin.
Sitokinin seperti

BAP berfugsi merangsang tumbuhya tunas-tunas aksilar,

sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pembentukan akar tunas. (Royani,


2003)
Zat pengatur tumbuh NAA da BAP pada pertumbuhan kultur pucuk kalus
berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan

sel,

intensitas

DNA

kromosom,

pembentukan tunas, pembentukan batang , serta merangsag pertumbuhan akar,


akan tetapi jika digunakan dalam dosis tinggi, maka menghalangi pertumbuhan
bahkan membunuh (Dedysetiawan, 2002). Kombinasi konsentrasi BAP dan NAA
berpengaruh nyata terhadap variable jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun.
IAA juga termasuk auksi yang berfungsi untuk pembentukan akar (Tyas,2003)

2.3

Kultur organ daun


Dalam kultur jaringan terdapat beberapa macam kultur yang dikelompokkan

berdasarkan jenis bahan tanamnya, salah satu macamnya yakni kultur organ. Kultur
organ adalah salah satu metode pembiakan tanaman dengan mengisolasi eksplan
seperti daun, batang, akar, atau organ lainnya yang ditumbuhkan dalam kondisi
aseptik pada lingkungan yang sesuai. Dapat dikatakan pula bahwa kultur jaringan
merupakan metode pembiakan tanaman yang diambil dari bagian atau organ
tanaman, sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Tatang,
2014).

11

Secara umum kultur organ dikembangkan dari tanaman (organnya) yang


memiliki respon pertumbuhan yang baik seperti daun muda, tunas dan yang lainnya.
Adapun tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi pembuatan
media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi. Dalam kultur
organ terdapat faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
organ tanaman dalam kultur jaringan dan kultur organ diantaranya yaitu: asal
bahan, bagian organ yang digunakan, media, kondisi eksplan, kondisi lingkungan
(Tyas, 2014).
Dalam metode kultur jaringan khusunya kultur organ inibanyak sekali
memberikan manfaat. Disamping karena eksplannya bisa berasal dari seluruh
bagian tanaman dan menghasilkan tanaman yang bersifat sama dengan induknya.
Juga menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat
(Unswagati, 2014).
Selain itu, untuk menciptakan varietas baru melalui kultur jaringan sehingga
menjadi tanaman baru yang berfungsi secara lengkap. Dalam memproduksi bibit
dalam jumlah yang banyak akan tetap seragam baik ukuran maupun genotipnya.
Selain itu kultur organ ini menjadikan tanaman yang bebas virus melalui teknik ini
(Rahmadewi, 2010).

2.4

Aklimatisasi anggrek
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur

jaringan yang semula kondisinya terkendali berubah pada kondisi lapang yang
kondisinya tidak terkendali lagi. Tanaman juga akan mengubah pola hidup dari
tanaman heterotrof ke tanaman autrotof. Sebelum angrek diaklimatisasi, planlet
anggrek diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kelengkapan organ, warna dan
ukuran. (Trubus, 2005)
Planlet anggrek yang baik adalah memiliki organ lengkap, mempunyai pucuk
dan akar, warna pun tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus. Ciri-ciri
bibit anggrek berkualitas baik yaitu tampak sehat, tidak berjamur, ukuran planlet

12

seragam, berdaun hijau dan tidak menguning. Selain itu planlet tumbuh normal,
tdak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang. Aklimatisasi bertujuan untuk
mempersiapkan planlet agar siap ditanam dilapangan. Tahap alkimatisasi mutlak
dilakukan pada tanaman hasil kultur in vitro karena planlet akan mengalami
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami
karena pembiakan in vitro semua faktor terkontrol sedangkan di lingkungan sulit
dikontrol. (Herawan, 2006)
Terdapat berbagai macam media aklimatisasi yang termasuk kategori organik
umumnya berasal dari komponen organisme hidup antara lain: daun, batang, akar
dan kulit tanaman. Media organik memiliki berbagai keunggulan diantaranya yaitu
mempunyai pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga udara yang
dihasilkan cukup banyak dan daya serap air tinggi. Media organik yang sering
dipakai antara lain, arang kayu, arang sekam, moss dan akar pakis. (Rossa, 2011)
Media moss berasal dari paku-pakuan atau kadaka. Media ini mempunyai
banyak rongga, sehingga memungkinkan akar anggrek dapat tumbuh dengan
leluasa.

Media

moss

memiliki kelebihan yaitu

dapat

menyerap

air

dan

mempertahankan air dengan baik, menjaga kelembapan media dan lingkungan


sekitar anggrek, dapat menyerap dan menyimpan pupuk dengan pemupukan yang
tidak intensif. Moss mengandung nitrogen dan sedikit fosfor yang berfungsi
merangsang pertumbuhan tanaman dan mempercepat pembungaan pada anggrek.
(Beni, 2007)
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal
penting, diantaranya adalah jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik
aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan
satu sama lain. Jenis anggrek yang mudah diaklimatisasikan akan menghasilkan
prosentase hidup

bibit

yang

tinggi,

sedangkan

jenis

anggrek

yang

sulit

diaklimatisasikan akan menghasilkan presentase hidup bibit yang rendah. Contoh


anggrek yang susah diaklimatisasikan yaitu Dendrobium johania. (Untung, 2013)

13

Media in vitro, media agar yang digunakan menanam bibit dalam botol sangat
mempengaruhi sifat fisiologis tanaman yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
kemampuan hidup bibit pada saat aklimatisasi. Media yang hanya menggunakan
hara yang tersedia seperti Mos tanpa penambahan bahan organik kompleks/pupuk
akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya akan
jelek. Kemampuan pelaksana, bibit yang bagus ditangani oleh orang yang tidak
berpengalaman

pasti

aklimatisasi bibit

prosentase

anggrek

sering

kematiannya

tinggi.

terjadi karena

Prosentase

kecerobohan

kegagalan
pelaksanaan.

(Fatimah, 2013)
Dalam kultur organ terdapat

faktor

faktor yang

mempengaruhi

pertumbuhan dan morfogenesis organ tanaman dalam kultur jaringan diantaranya


yaitu : genotip tanaman, asal eksplan ditentukan atas spesies, varietas, atau asal
daerah. Bagian organ yang digunakan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda,
kondisi eksplan dan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi karena dari faktor
kelembaban, cahaya, suhu ,dll (Tyas, 2010).
Selain faktor faktor tersebut faktor media atau ZPT juga mempengaruhi
morfogenesis. Dalam kultur jaringan ini ZPT yang biasanya dipakai adalah auksin
yang bisa meningktkan kandungan asam nukleat sel, mempengaruhi protein
membran. Sedangkan sitokinin dapat berperan dalam memacu pembentangan sel
dan pembelahan sel, serta mengarahkan transpor zat hara (Santoso, 2009).

14

FASILTAS RUANG DAN PERLATAN

15

BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1
No
1.

Hasil dan pembahasan alat kultur jaringan


Nama alat

Deskripsi alat

Fungsi

Kompor

Kompor gas memiliki

Untuk

gas/Mirowave

tabung gas sebagai

memanaskan

pemasok gas ke kompor

bahan

Gambar

dan memiliki pematik


untuk menyelakan api.
Micorwave memiliki
tombol transformator
untuk
meningkatkan/menurunkan
Tegangan . tombol
magnetron berfungsi untuk
mengubah tegangan tinggi
ke gelombang mikro.
Ruang masak sebagai
tempat meletakkan bahan
yang ingin dipanaskan,
tombol control terdiri dari
timer (pengatur waktu)
2.

Hotplate

Memiliki pelat yang

Miliki fungsi

stirrer

dipanaskan sehingga

ganda yaitu untuk

mampu mempercepat

memanaskan

proses homogenisasi.

suatu zat/larutan

Terdapat tombol stir

da bisa digunakan

untuk pengadukan.

untuk

Tombol Heat untuk

16

memanaskan, terdapat

menghomogenkan

lampu indicator untuk

larutan

memberi informasi apakah


alat dalam keadaan hidup
atau mati
3.

Timbangan

Timbangan analitik

Untuk mengukur

analitik

memiliki ketelitian cukup

atau menentukan

tinggi. Prinsip kerja

massa benda

menggunakan sumber

denga ketelitian

listrik. Terdapat instrument

cukup tinggi

tombol untuk

sampai 0,0001 g

menghidupkan/mematikan
dan tombol zero untuk
mereset ke angka 0,
dilengkapi layar monitor
kecil untuk melihat dari
perimbangan. Dilengkapi
oleh penutup dari kaca
agar penimbangan tidak
terganggu oleh debu,
angina dll.
4.

Autoklaf

Memiliki tombol pengatur

Untuk

waktu mundur (Timer),

mensterilisasi

pengukur tekanan, tombol

suatu benda

on/off untuk

menggunakan uap

menghidupkan dan

bersuhu dan

mematikan, tombol lock-

bertekanan tinggi

unclock untuk mengunci

(121, 15 lbs).

(pengaman), layar monitor

autoklav

17

5.

pH indaktor

kecil untuk melihat/ berisi

ditujukan untuk

tentang suhu dan tekanan.

membunuh spora

Terbuat dari kertas lakmus,

Untuk mengukur

dalam pengamatannya

pH suatu benda,

mengenai asam/basah

apakah bersifat

dilihat pada perubahan

asam, netral dan

warnanya kemudian warna

basa. Digunakan

hasil pencelupan

pada proses

dicocokkan dengan tabel

pembuatan media

indicator warna
6.

Laminar air

Disebut juga biological

Sebagai tempat

flow (LAF)

safety cabinet (BCS),

pengerjaan kultur

mempunyai pola

jaringan

pengaturan dan

(Penamaan

penyaringan udara dengan

eksplan) dalam

blower serta aplikasi sinar

kondisi steril

UV-C dengan panjang


gelombang 253,7 nm.
Terdapat filter untuk
menyaring udara yaitu prefilter, HEPA filter. Biasa
diletakkan ditempat steril
dengan dinding dilengkapi
porselen sehingga mudah
untuk disetetilkan dengan
menyemprot/ menggosok
dengan alcohol

18

7.

Bunsen

Memiliki cairan spiritus

Untuk

burner

yang digunakan sebagai

memanaskan

bahan bakar pembakaran

larutan dan dapat

terletak pada gelas

pula digunakan

berbentuk labu dan

sterilisasi dalam

terdapat sumbu sebagai

proses suatu

media pembakaran dan

proses seperti

juga tutup untuk menutup

pada saat

sumbu dan sekaligus

penanam eksplan

memadamkan api pada

untuk menghidari

sumbu

terjadinya
kontaminasi

8.

Cawan petri

Sebuah wadah yang

Untuk meletakan

berbentuk bundar dan

eksplan pada saat

terbuat dari kaca. Cawan

transfer kultur

petri selalu berpasangan,

dilakukan

yang ukurannya agak kecil


sebagai wadah da yang
lebih besar merupakan
tutupnya
9.

Hand spayer

Memiliki tangki sebagai

Sebagai wadah

wadah cairan yang

alcohol atau

kemdian terdapat tuas

menyemprotkan

pompa untuk

alcohol pada LAF

menyemprotkan cairan

setelah

dengan cara dipompa

melakukan
pekerjaan
penanaman
eksplan untuk
sterilisasi

19

11. Beaker glass

Terbuat dari kaca

Sebagai tempat

beberntuk silinder.

untuk melarutkan

Terdapat skala angka

zat yang tidak

untuk membantu

membutuhkan

mengukur/menakar larutan

ketelitian tinggi
dan untuk
pembuatan media

12. Gelas ukur

Terbuat dari boro silikat.

Berfungsi untuk

Berbentuk silinder tapi

mengukur

tidak sebesar beaker glass.

volume/cairan

Terdapat skala angka


dengan garis penanda
penanda volume dibagian
luarnya
13. Pipet tetes

Berbentuk seperti tabung

Berfungsi untuk

kecil yang ujung

memindahkan

bawahnya meruncing dan

cairan dari tempat

terbuat dari kaca plastic,

satu ke tempat

tetapi ujung atasnya

yang lain dalam

berdiameter sama degan

skala yang

badan pipet da tertutup

relative kecil,

oleh karet yang berbentuk

hanya ukuran

balon kecil. Prinsip pipet

tetes tanpa

tetes apabila pada

mengkontaminasi

penerapan tekanan udara

larutan lain

dalam ruang
16. Spatula

Terbuat dari boro silikat,

Berfungsi untuk

memilik bentuk seperti

alat bantu

sendok

mengambil bahan
padat/kecil dalam

20

skala kecil da
juga dapay
digunakan untuk
mengaduk larutan
17. Alat diseksi

Terbuat dari stainless steel,

Scapel blade

(Scapel,

scapel blade memiliki

berfungsi untuk

pinset, cutter,

bentuk seperti pisau,

memotong

gunting)

diujungnya terdapat mata

eksplan. Pinset

pisau, pinset memiliki

untuk menjepit da

memiliki bentuk

menggambil

pejapit/pegangapit runcing

eksplan

ke bawah
18. Mirkopipet

Berbentuk dan berfungsi

Berfungsi untuk

hamper sama dengan pipet

memindahkan

tetes, memiliki instrument

cairan dari satu

tombol press button untuk

tempat ke tempat

mengambil larutan, untuk

yang lain dengan

mengeluarkan larutan

ketelitian tinggi.

dapat menekan tombol


dibawah press button
19. Botol kultur

Terbuat dari kaca,

Berfungsi sebagai

berbentuk silindris,

tempat media

menyempit pada bagian

tumbuh eksplan

leher dan terdapat tutup


yang biasanya ditutup
menggunakan alumunium
foil

21

20. Rak kultur

Terbuat dari

Berfungsi untuk

besi/alumunium yang

menyimpan botol

berbentuk susun atau

yang berisi

bertingkat

eksplan sebagai
penyimpan
eksplan selama
proses
pertumbuhan
eksplan sebelum
di lepaskan ke
lapang

21. Alat destilasi

Di dalam alat ini terdapat

Berfungsi sebagai

filter yang digunakan

penyedia

untuk menyaring air

kebutuhan

sehingga nantinya didapati

aquadest pada

air yang siap minum

saat proses
pembuatan media

4.2

Hasil dan pembahasan ruang kultur jaringan

No

Nama

Deskripsi ruang

Fungsi

ruang

1.

Ruang

Ruang persiapan

Berfungsi

persiapan

dipergunakan

sebagai

sebagai tempat

tempat

mempersiapkan

persiapan

eksplan, medium

pelaksanaan

dan alat-alat.

pekerjaan

Persiapan

kultur in-

pelaksanaan

vitro, mencuci

dalam kultur in-

alat-alat

Gambar

22

vitro seperti

laboratorium

pencucian alat-

dan tempat

alat laboratotium,

menyimpan

penyimpanan.alat

alat-alat gelas.

, persiapan bahan
tanaman,
persiapan media,
serta sterilisasi
alat dan media.
Terdapat berbagai
peralatan di
ruangan ini
seperti
microwave,
timbangan
analitik, hot plate,
agar dispenser,
autoclave, pH
meter, alat
destilasi, Bunsen
burner, alat-alat
gas, alat diseksi.
Alat-alat untuk
mencuci,
mikropipet dan
pipet tetes

23

2.

Ruang stok

Merupakan

Berfungsi

atau ruang

ruangan yang

untuk

bahan

berisi baha-baha

menyimpan

yang diperlukan

bahan-bahan

untuk kultur in-

yang

vitro, menyimpan

berkaitan

bahan-bahan

dengan kultur

kimia yang belum

jaringan.

dipergunakan,

Menyimpan

biasanya terdapat

bahan-bahan

almari untuk

kimia yang

menyimpan

belum

bahan dan almari

dipergunakan

ES untuk

disediakan

menyimpan

(Larutan stok)

bahan yang tidak


tahan lama seperti
larutan
3.

Ruang

Ruang digunakan

Berfungsi

transfer

untuk isolasi,

sebagai

inokulasi dan

tempat untuk

subkultur

isolasi bagian

(penjarangan)

tanaman,

pada kondisi

sterilisasi

steril. Diruangan

eksplan,

ini terdapat LAF

penanama

digunakan untuk

atau inokulasi

transfer atau

eksplan dalam

penanaman

media.

eksplan di dalam
media, Bunsen

24

burner, cawan
petri, hand
sprayer, alat
diseksi.
4.

Ruang

Terdapat banyak

Berfungsi

kultur

botol kultur berisi

sebagai

eksplan yang

tempat

dalam masa

meletakkan

pertumbuhan di

botol-botol

tempatkan pad

kultur dalam

arak kultur secara

masa

tersusun.

pertumbuhan

Dilengkapi

eksplan.

dengan AC untuk
menjaga.
Sterilisasi selalu
terjaga dan
tersekat dengan
ruangan lain
dengan pintu
penghubung
selalu tertutup
5.

Ruang

Tempat

Berfungsi

analisa

menganalisis

sebagai

hasil perkerjaan

tempat

kultur in vitro

menganalisi/

yang telah

meneliti hasil

dilaksanakan,

perkerjaan

diperuntukan

kultur in-vitro

untuk keperluan

25

riset, terdapat
mikroskop, gelas
preparat,
mikrotom dan
peralatan lain
sesuai kebutuha
untuk keperluan
riset/ penelian
6.

Areal cuci

Tempat mencuci

Sebagai

bahan-bahan

tempat untuk

keperluan kultur

membersihka

in-vitro seperti

n berbagai

botol kultur, botol

peralatan dan

tekontaminasi,

tentunya juga

serta bahan tanam

bagian tubuh

yang baru diambil

khususnya

dari lapang

tangan setelah

sekaligus juga

melakukan

untuk mencuci

perkejaan

tangan. Tempat

kultur

ini dilengkapi
dengan air yang
mengalir dari
kran dan terdapat
peralatanperalatan mencuci
seperti ember,
sikat dan sabun
dll.

26

7.

Ruang

Suatu tempat

Berfungsi

aklimatisas

yang terdapat rak

sebagai

sebagai tempat

tempat

untuk melatakkan

adaptasi bibit

bibit hasil kultur

hasil kultur

jaringan setelah

jaringan

keluar dari botol

setelah keluar

untuk adaptasi

dari dalam

terhadap

botol kultur

lingkungan luar.

terhadap

Ruang ini

lingkungan

dilengkapi

luar.

peranet untuk
mengatur
intensistas cahaya
yang masuk dan
dilengkapi bak air
untuk penyiraman
dan menjaga
kelembaban
ruagan.
8.

Ruang

Terdapat rak

Berfungsi

pembibitan

sebagai tempat

sebagai

/ Nursery

meletakkan bibit

temoat

setelah keluar

meletakkan

dari ruang ruang

bibit setelah

aklimatisasi dan

keluar dari

sudah cukup kuat

ruang

berdaptasi

aklimatisasi

terhadap

yang sudah

lingkungan luar.

cukup

27

Memiliki sumber

beradaptasi

air untuk

terhadap

penyiraman

lingkungan
luar.

28

4.3

Hasil pengamatan dan pembahasan bahan kultur jaringan

No. Nama bahan

Sifat

Simbol

Penanggulan

kimia
1.

Potasium nitrat

Oksidator,

Hindari

(KNO3 )

dapat

panas serta

membakar

ahan mudah

bahan

terbakar dan

lain/penyebab

konduktor

timbulnya api
dan penyabab
sulitnya api
dipandamkan
2

Ammonium

Eksplosive,

Hindari

nitrat (NH4 NO3

bersifat

benturan,

mudah

gesekan,

meledak.

loncatan api

Eksplosive

dan panas

pada keadaan
tertentu
3.

Borid Acid

Hazardous,

Hindari

H3 BO3

sharp, and

kontak denga

stingy smells

tubuh atau

(Bersifat

hindari

berbahaya,

menghirup

berbau tajam,

zat kimia ini

dan
menyengat)

29

4.

Zinc Sulfate

Dangerous

Hindari

Heptadtty drate

for

pembuangan

(ZnSO4 7H2 O

Eviromental,

langsung ke

berbahaya

lingkungan

bagi
lingkungan,
dan dapat
menyebabkan
gangguan
ekologi
5.

Iron (II) sulfate

Hazardous,

Hindari

heptahydrate

strap, and

kontak

stingy smells.

dengan

Bersifat

tubuh/

berbahaya,

hindari

berbau tajam

menghirup

dan

zat kimia ini.

menyengat

30

PERSIAPAN DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR

31

BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1

Tabel stok
VI= 870 ml
Hara

Senyawa

Media MS

Stok (C2)

V2

Mg/l Media (C1)


Makro

NH4 NO3

1650

16500 mg/100 ml

8,7 ml

KNO3

1900

19000 mg/ 100

8,7 ml

ml

Mikro

Vitamin

CaCl2 2H2 O

440

4400 mg/ml

8,7 ml

MgSO4 7H2 O

370

3700 mg/100 ml

8,7 ml

KH2 PO4

170

1700 mg/100 ml

8,7 ml

FeSO4 7H2 O

27,8

2780mg/ 100 ml

0,87 ml

Na2 EDTA

37,3

3730mg/100 ml

0,87 ml

MnSO4 4H2 O

22,3

2230mg/100ml

0,87 ml

ZnSO4 7H2 O

8,6

860mg/100ml

0,87 ml

H3 BO3

6,2

62mg/50ml

4,35 ml

Kl

0,83

83mg/50ml

0,435 ml

NaMo 4 2H2 O

0,25

25mg/50ml

0,435 ml

CuSO4 5H2 O

0,25

25mg/100ml

0,087 ml

CaCl2 2H2 O

0,25

25mg/100ml

0,87 ml

Myonitosol

100

2500 mg/50ml

1,74ml

Niacin

0,5

50 mg/50ml

0,435 ml

Proyidoxine-

0,5

50 mg/50ml

0,435 ml

0,1

50 mg/100 ml

0,174 ml

HCL
ThiaminHCL

32

Sumber

Sukrosa

30.000

26,1 gr

Bacto agar

7500

6,252gr

karbon
Bahan
pemadat

1.2

Perhitungan

Makro

V1.C1 = V2.C2
870 ml x

1650
1000

1650
100

8,7 ml x 165 = V2.165


V2=

8,7165
165

V2= 8,7 ml

V1.C1 = V2.C2
870 ml x

1900
1000

1900
100

87 ml x 19 = V2.190
V2=

8719
190

V2= 8,7 ml

33


V1.C1 = V2.C2
440

870 ml x 1000 =

4400
100

87 ml x 19 = V2.190
V2=

8,744
44

V2= 8,7 ml

V1.C1 = V2.C2
870 ml x

370
1000

3700
100

8,7 ml x 37 = V2.190
V2=

8719
190

V2= 8,7 ml

V1.C1 = V2.C2
170

870 ml x 1000 =

1700
100

8,7 ml x 17 = V2.17
V2=

8,7 .17
17

V2= 8,7

34

Mikro

V1.C1 = V2.C2
27,8

870 ml x 1000 =
V2 =

2780
100

87027 ,8
100027 ,8

V2= 0,87ml
EDTA
V1.C1 = V2.C2
870 ml x
V2 =

37,3
1000

37,30
100

87037 ,3
100037 ,3

V2= 0,87ml

V1.C1 = V2.C2
22,3

870 ml x 1000 =
V2 =

22,3
100

87022 ,3
100022 ,3

V2= 0,87ml

V1.C1 = V2.C2
8,6

870 ml x 1000 =
V2 =

860
100

8708,6
10008,6

35

V2= 0,87ml

V1.C1 = V2.C2
6,2

870 ml x 1000 = V2.


V2 =
V2 =

6,2
100

8706,2
10006,2
8705
1000
4350

= 1000
= 4,35 ml
Kl
V1.C1 = V2.C2
0,83

870 ml x 1000 = V2.

83
50

870 ml. 0,00083 = V2. 1,66


V2 =

8700,00083
1,66

= 0,435

V1.C1 = V2.C2
0,25

870 ml x 1000 = V2.

25
50

870 ml. 0,00025 = V2. 0,5


V2 =

8700,00025
0,5

V2= 0,435 ml

36


V1.C1=V2.C2
0,25

870 ml x 1000 = V2.

25
100

870 ml. 0,00025 = V2. 0,25


V2 =

8700,00025
0,5

V2= 0,087 ml

V1.C1=V2.C2
870 ml x

0,025
1000

= V2.

25
100

870 ml. 0,00025 = V2. 0,25


V2 =

8700,00025
02,5

V2= 0,087 ml
Myonositol
V1.C1=V2.C2
100

870ml x 1000 = V2.


V2 =

2500
50

87
50

V2= 1,74 ml

37

Niacin
V1.C1=V2.C2
0,5

870ml x 1000 = V2.


V2 =

50
50

87.0,5
50

V2= 0,435 ml
Pridoxine HCL
V1.C1=V2.C2
870ml x

0,5
1000

V2 =

= V2.

50
50

87.0,5
50

V2= 0,435 ml
Thiamin HCL
V1.C1=V2.C2
870ml x

0,1
1000

= V2.

50
50

870. 0,0001 = V2 . 0,5


V2 =

87.0,0001
0,5

V2= 0,174 ml
Sukrosa
30000

1000
870

1000x = 30.000 x 870


x=

30000 .870

38

x =30.870= 26100
x= 26,1 gr
Bacto agar
7500

x=

1000
870

7500.870
1000

x = 6525
x= 6,525 gr

39

KULTUR KALUS

40

BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1. Hasil pengamatan
PERLAKUAN

NO.

ZPT AUKSIN

BOTOL

SAAT

SAAT

INISIASI

MUNCUL

DAN

NYA

NAMA

TUNAS

GAMBAR

1.Laila:
K1 H3

Bakteri (
30-112105)

2.Riza

2,4 D

K1 H3

Jamur(1711-2015)

1MG/1
3.Chyntia
K1 H3

(17-112015)

(23-112015)

4.Rani
K1 H3

Browning
( 23-112015)

41

5.Asrul
K1 H3

Jamur
(17-112015)

6.Racha
K1 H3

2,4 D

Browning
(20-112015)

1MG/1
7.Ade
K1 H3

Browning
(17-112015)

8.Ayu
K1 H3

Browning
(7-122015)

42

9.Ali
K1 H3

Jamur (1711-2015

2,4 D
1MG/1
10.Fajar
K1 H3

(20-11-

(23-11-

2015)

2015)

(17-11-

(23-11-

2015)

2015)

(17-11-

(23-11-

2015)

2015)

11.Rinda
K1 H3

12.Nanto

2,4 D

K1 H3

1MG/1

43

% Berkalus:

% Kontaminasi:

x100%

12

12

= x100%=33.33%

PERLAKUAN

NO.

ZPT AUKSIN

BOTOL

SAAT

SAAT

INISIASI

MUNCUL

DAN

NYA

NAMA

TUNAS

x100%

X100%= 66,67%

GAMBAR

1.Laila:
K2 H3

Bakteri (
30-112105)

2.Riza

IBA

K2 H3

1MG/1

Kalus(17-

(23-11-

11-2015)

2015)

3.Chyntia
K2 H3

(17-112015)

(23-112015)

44

4.Rani
K2 H3

Browning
( 17-112015)

5.Asrul
K2 H3

Jamur
(20-112015)

6.Racha
K2 H3

Browning
(20-112015)

IBA
1MG/1
7.Ade
K2 H3

Browning
(17-112015)

45

8.Ayu
K2 H3

Browning
(7-122015)

IBA
1MG/1

9.Ali
K2 H3

Jamur
(20-112015

10.Fajar
K2 H3

(20-11-

(23-11-

2015)

2015)

(17-11-

(23-11-

2015)

2015)

11.Rinda
K2 H3

46

12.Nanto
K2 H3

(17-11-

(23-11-

2015)

2015)

% Berkalus:
.

5
12

1.2

x100%=41,67

% Kontaminasi:
X100%

7
12

X100%

X100%= 58,33%

Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu menganai kultur kalus dengan menggunakan

eksplan wortel. Kalus sendiri merupakan suatu kumpulan sel amorphous(belum


berdifisiensi) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus
menerus secara in-vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga
memberikan penampilan massa sel yang bentuknya tidak teratur. Dalam proses
pembuartanya wortel terlebih dahulu dicuci dan dikupas kemudian diambil jaringan
kambium , jaringan kambium inilah yang digunakan sebagai eksplan dalam proses
kultur jaringan wortel. Sebelumya wortel terlebih dahulu direndam dalam larutan
bakterisida agar steril dari kontaminasi bakteri dan kemudian direndam di larutan
Clorox 10 dengan kadar berbeda 10%, 5 % sebagai disinfektan, setelah itu
dilakukan sterilisasi sedang dengan menggunakan HgCl2 untuk menghilangkan
berbagai mikroba yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada eksplan. Tujuan
pemberian berbagai larutan yang telah disebutkan diatas sebenarnya sama yaitu
untuk sterilisasi bahan dari kontaminan agar nantinya eksplan dapat tumbuh dengan

47

ba tanpa adanya kontaminasi yang dapat mengakibatkan eksplan menjadi mati.


Prinsip kultur jaringan sendiri yaitu harus steril dan tentunya dalam pembuatan
media juga harus steril sebagai tempat eksplan untuk tumbuh dan berkembang, agar
eksplan dapat tumbuh dengan baik dan optimal maka media yang dibuat harus dapat
memenuhi kebutuhan unsur-unsur hara ensensial yang dibutuhkan eksplan untuk
tumbuh dan berkembang, untuk memenuhi akan kebutuhan unsur hara eksplan
tersebut, di dalam media ditambahkan berbagai zat seperti vitamin, asam amino,
hormon dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain untuk memenuhi kebutuhan eksplan
akan unsur hara, vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT) digunakan untuk
mempercepat pertumbuhan eksplan dan mengatur tumbuhnya eksplan. Namun
dalam penggunaan zat pengatur tumbuh dalam pembuatan media jika terlalu tinggi
dapat menghambat pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena interaksi
antar hormone dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Zat
pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogensis dalam kultur
kalus. Untuk kultur kalus, zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu zat pengatur
tumbuh dari kelompok auksin yaitu 2,4 D 1mg/1 dan IBA 1 mg/1. 2,4 D memiliki
fungsi penting untuk pemanjangan sel dalam pembentukan kalus sedangkan IBA
(Indole butyric acid) nantinya berfungsi untuk perpajangan akar. Berdasarkan
praktikum kultur kalus wortel (Daucus Carota L) dengan menggunakan 2
perlakuan yaitu menggunakan zat pengatur tumbuh 2,4 D dan IBA, masing-masing
perlakuan terdiri dari 12 botol kultur . Dari hasil praktikum penanaman eksplan
wortel didapatkan eksplan yang ditanam dalam botol kultur terkena kontaminasi 1
minggu setelah penanaman dengan munculnya jamur berwarna putih dengan ciriciri eksplan menjadi kering dan muncul hifa jamur pada tanaman yang terserang
dan dicirikan dengan adanya garis-garis (seperti benang) yang berwarna putih
sampai abu-abu, selain itu juga terdapat eksplan yang terkena bakteri dengan
dicirikan terdapat lendir berwarna putih disekitar eksplan dan di dalam media.
Kontaminasi itu terjadi di dua perlakuan baik itu perlakuan 2,4D dan IBA. Untuk
di perlakuan 2,4 D terdapat 8 eksplan yang terkontaminasi jamur/bakteri dengan
kadar (%) kontaminasi 66,67% sedangkan di perlakuan IBA terdapat 7 eksplan
yang terkontaminasi jamur maupun bakteri dengan kadar kontaminasi (%) 58,33 %.

48

Penyebab terjadinya kontaminasi bisa dapat diakibatkan karena kesalahan


penaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada saat pembuatan yang
kurang steril. Eksplan dapat terkontaminasi oleh beragai mikroorganisme seperti
jamur, bakteri, serangga, virus. Organisme-organisme tersebut secara universal
terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat pantogenik, artinya
menyebabkan tanaman menjadi rusak bahkan mati karena adanya aktivitas mikroba
yang merusak sel atau jaringan eksplan. Dalam kondisi in-vitro mengandung
sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu hangat
sangat disukai oleh mikroorganisme, sehingga sering kali tumbuh dan berkembang
cepat, mengalahkan eksplan jika pada proses saat kultur telah terkontaminasi.
Sedangkan terdapat 4 eksplan yang tumbuh kalus pada perlakuan 2,4 D dengan
kadar kalus (%) 33,33% dan terdapat 5 eksplan yang tumbuh kalus pada perlakuan
IBA dengan kadar kalus (%) 41,67%. Terbentuknya kalus ini sebagai respon
terhadap perlukaan (woulding) yang dilakukan dalam pemotongan umbi wortel.
Setelah terbentuknya kalus maka nantinya dapat menjadi tanaman utuh setelah
melalui proses morfogenesis yang telah di induksi. Dalam proses induksi ini
memerukan agen penginduksi yaitu berupa zat pengatur tumbuh dalam kultur kalus
wortel kali ini menggunakan ZPT dari kelompok auksin yaitu 2,4 D dan IBA.

49

BAB II
KESIMPULAN
2.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut
1. Dalam melakukan kultur kalus wortel (Daucus carota L) harus
memegang keseterilan bahan maupun fasiltas dalam melakukan
penanaman eksplan untuk menghidari kontaminasi dari berbagai macam
mikroorganisme seperti jamur maupun bakteri
2. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan unsur hara dalam media kultur
kalus dilakukan penambahan vitamin, asam amino, hormon dan zat
pengatur tumbuh (ZPT)
3. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam kultur kalus wortel
yaitu dari golongan auksin 2,4 D untuk pemanjangan sel dalam
pembentukan kalus dan IBA untuk pemajangan akar
4. Prosentase hidup kalus lebih besar pada perlakuan IBA dengan nilai
41,67%
5. Terbentuknya kalus merupakan respon dari perlakuan perlukaan
(Woulding) dalam pemotongan umbi wortel
6. Penyebab terjadinya kontaminasi pada eksplan disebabkan karena
kesalahan penaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada
saat pembuatan yang kurang steril
1.2

Saran
Untuk pelaksanaan praktikum sendiri berjalan lancar. Diharapkan

kedapanya fasilitas laboratorium bioteknologi dapat ditingkatkan agar nantinya


praktikan mudah untuk mengerti dan dapat berjalan lancar

50

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2000. Dasar-dasar tentang zat pengatur tumbuh. PT. Angkasa.
Bandung
Gunawan, L.W . 2001. Teknik kultur jaringan in-vitro dalam hortikultura.
Penebar Swadaya. Jakarta
Herawan, T . 2004 . Protokol kultur jaringa tanaman hutan. Rajawali Press.
Jakarta
Santoso da F. nursandi. 2004. Kultur jaringan tanaman. Unibraw Press. Malang
Yusnita. 2003. Buku petunjuk praktikum kultur jaringan. UNS press. Surakarta
Zulkarnain. 2009 . Kultur jaringan tanaman. Bumi aksara. Jakarta

51

KULTUR PUCUK TANAMAN BERKAYU

52

BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1

Hasil pengamatan

PERLAKUAN
ZPT PADA

NO.
BOTOL

SAAT

SAAT

INISIASI

MUNCUL

MEDIA

DAN

NYA

TANAM

NAMA

TUNAS

1.Laila

GAMBAR

Jamur
(26-112015)

2.Riza

Media
Rusak
(26-112015)

3.Chyntia

Bakteri
(26-112015)

53

4.Rani

Inisiasi (7-

26-12-2015

12-2015)

MS
NAA
0,3 mg/l

5.Asrul

Jamur
(7-12-

BAP 1

2015)

mg/l
(P2H3)

6.Racha

Jamur
(7-122015)

7.Ade

Jamur
(7-122015)

8.Ayu

Bakteri
(7-122015)

54

9.Ali

Inisiasi (7-

26-12-2015

12-2015)

10.Fajar

Jamur
(26-112015)

11.Rinda

Inisiasi (7-

26-12-2015

12-2015)

12.Nanto

Inisiasi (7-

26-12-2015

12-2015)

55

% Berkalus:

% Kontaminasi:

4
12

1.2

X100%

X100%= 33,3%

8
12

X100%

X100%= 66,7%

Pembahasan
Praktikum kali ini

tanaman.

mempelajari tentang bagaimana pertumbuhan dari

Kultur meristem ini sendiri memiliki dua

cara berbeda

dalam

penumbuhannya sendiri. Yaitu ada cara kultur pucuk serta kultur mata tunas. Kultur
pucuk sendiri yaitu proses penumbuhan tanaman menggunakan eksplan dari
tumbuhan itu sendiri, khususnya dari pucuk muda tanaman yang akan dikulturkan.
Untuk praktikum kali ini kita memakai kultur pucuk untuk

proses

pengkulturannya. Eksplan yang kita yang pakai yaitu tunas Gymelina. Untuk
perlakuan ini sendiri harusnya memakai 2 ZPT yang berbeda, yaitu IBA dan BAP
serta NAA dan BAP. Tetapi dikarenakan terjadi insiden dalam praktikum ini, yaitu
media IBA dan BAP mencair, sehingga NAA dan BAP lah yang digunakan sebagai
media utama. Fungsi penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan
sitokinin yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, sintesis DNA kromosom,
pembentuk tunas, merangsang pertumbuhan akar , akan tetapi jika digunakan dalam
dosis tinggi , maka akan menghalangi pertumbuhan bahkan membunuh.
Untuk percobaannya sendiri digunakan pucuk tanaman muda dari eksplan,
kemudian ditanam di media yang telah disediakan. Setelah itu dilakukan
pengamatan di setiap 4 hari sekali. Berdasarkan tabel yang telah dicantumkan
memberikan hasil bahwa kebanyakan dari pucuk yang ditumbuhkan mengalami
kontaminasi.

56

Mulai dari terkena bakteri maupun jamur serta ada yang medianya sendiri
rusak, yaitu belum memadat. Untuk media sendiri terjadi karena adanya kesalahan
teknis di ruangan penyimpanan, dimana AC dalam ruangan itu mati dan
menyebabkan media tersebut mencair kembali dan kemungkinan dapat disebabkan
oleh kesalahan dalam pembuatan komposisi awal . Untuk media maupun tanaman
yang tercemar oleh bakteri serta jamur kali ini memiliki banyak alasan.
Yang pertama bisa saja karena kurang sterilnya para pelaku praktikum. Hal
ini bisa sangat membahayakan bagi tanaman tersebut, karena apabila jamur ataupun
bakteri sudah menginvasi media maupun tumbuhan tadi maka dapat menyebabkan
kematian apabila tanaman tersebut tak dapat bersaing. Selain itu penyebab eksplan
tercemar juga bisa karena tak sengaja menjatuhkan eksplan, kemudian menaruhnya
kembali dan menanamnya kembali pada media. Hal ini walau terlihat sepele tapi
dapat mengakibatkan gagalnya penumbuhan tanaman.
Karena apabila tanaman sudah jatuh, sapa tau tanaman tersebut membawa
bibit-bibit jamur ataupun bakteri yang kemudian dibawa tumbuh di media tadi. Dan
apabila kedua hal ini berhasil tumbuh, maka akan sangat membahayakan bagi
kelangsungan hidup tanaman yang kita kulturkan di botol kultur. Sedangkan untuk
tanaman yang telah tumbuh, membutuhkan waktu yang lumayan lama. Untuk mulai
tumbuh sendiri kebanyakan mencapai waktu-waktu paling akhir di praktikum. Dan
jumlah dari tanaman yang tumbuh ini sangatlah sedikit, karena kebanyakan eksplan
yang kita pakai kontaminasi semua.

57

BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kultur pucuk adalah kultur jaringan yang menumbuhkan tanaman melalui
pucuk muda dari tanaman itu sendiri
2. Kultur meristem ini terbagi menjadi dua, ada kultur pucuk serta kultur
mata tunas
3. Dalam kultur organ pucuk mengguankan zat pengatur tumbuh dari
kelompok auksin dan sitokinin yaitu IBA, NAA dan BAP
4. Rusaknya media dalam kultur pucuk yaitu dapat disebabkan oleh karena
adanya kesalahan teknik matinya AC dalam ruangan yang menyebabkan
media menjadi mencair kembali dan kesalahan dalam pembuata komposisi
awal media juga bisa mempengaruhi.
5. Penyebab kontaminasi dalam eksplan kultur pucuk diantaranya dapat
disebabkan oleh kurang sterilnya praktikan dan kesalaha praktikan dalam
proses penanaman eksplan dalam media sehingga menyebabkan eksplan
tidak steril
6. Fungsi penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan
sitokinin

yaitu

untuk

merangsang

pertumbuhan

sel,

sintesis

DNA

kromosom, pembentuk tunas, merangsang pertumbuhan akar , akan tetapi


jika digunakan dalam dosis tinggi , maka akan menghalangi pertumbuhan
bahkan membunuh
2.2

Saran
Mengingat rusaknya media karena kesalahan teknis fasilitas labaratorium,

maka kedepanya fasilitas harus dapat ditingkatkan kembali.

58

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan
Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.Bandung
Gunawan, L.W. 2009. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur
Jaringan, Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor. Bogor.
P. 304
Hardini,

Yunita.

2009.

Kultur

Jaringan

Tanaman.

Online,

http://dinhardini.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 november 2015


Luri, Sepdian. 2009. Macam Macam Mikropropagasi. Online, http://kulturjaringan.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 november 2015
Sriyanti, D.P. dan

A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yayasan

Kansius.Yogyakarta. Hal. 18, 54, 57, 63, 67, 69, 82-83.


Tanamaninvitro.

2012.

Zat

Pengatur

Tumbuh.

Onine,

http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 November 2015

59

KULTUR ORGAN DAUN

60

BAB I
PEMBAHASAN
1.1

Data pengamatan

PERLAKUAN

NO.

EKSPLAN

EKSPLAN

SAAT

SAAT

INISIASI BERKALUS

1.Riza

Kalus (16-

WARNA

GAMBAR

KALUS
Hijau

12-2015)

2.Freda

Kalus (16-

Hijau

12-2015)

3.Fajar

Jamur
(3-122015)

61

4.Racha

Jamur
(3-122015)

MS IBA
0,5 ppm
BAP 0,7
ppm

5.Ali

Jamur
(7-122015)

6.Asrul

Bakteri
(7-122015)

7.Ayu

Jamur
(3-122015)

62

8.Rani

Inisiasi
(7-122015)

9.Ade

Jamur
(3-122015)

10.Chyntia

Jamur
(3-122015)

11.LaIla

Kalus (16-

Hijau

12-2015)

63

12.Rinda

Jamur
(7-122015)

%Tanaman Berkalus:
.

X100%= 33,3%

%Tanaman Kontaminasi:
X100%

X100%

X100%= 66,67%

64

PERLAKUAN

NO.

EKSPLAN

EKSPLAN
1.Riza

SAAT

SAAT

INISIASI BERKALUS

WARNA

GAMBAR

KALUS

Jamur
(7-122015)

2.Freda

Inisiasi
(16-122015)

MS NAA
0,5

ppm

BAP 0,7

3.Fajar

Inisiasi
(7-12-

ppm

2015)

4.Racha

Inisiasi
(26-122015)

65

5.Ali

Jamur
(7-122015)

6.Asrul

Kalus (16-

Hijau

12-2015)

MS NAA

7.Ayu

0,5 ppm

Bakteri+
Jamur
(3-12-

BAP 0,7

2015)

ppm
8.Rani

Inisiasi
(16-122015)

9.Ade

Jamur
(7-122015)

66

10.Chyntia

Jamur
(7-122015)

11.Layla

Kalus (16-

Hijau

12-2015)

12.Rinda

Inisiasi
(16-122015)

%Tanaman Berkalus:
.

X100%= 58,3%

%Tanaman Kontaminasi:
X100%

X100%

X100%= 41,7%

67

1.2

Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu berhubungan dengan kultur jaringan khususnya yaitu

kultur organ dari suatu tanaman. Dan kultur organ yang dipakai pada kultur kali ini
yaitu kultur organ daun. Praktikum kali ini yaitu akan menumbuhkan tanaman dari
bagian daun tersebut. Dimana manfaat dari kultur daun sendiri yaitu untuk
menumbuhkan tanaman dari bagian yang dimilikinya, khusunya yaitu bagian
daunya sendiri. Secara umum kultur organ dikembangkan dari tanaman (organnya)
yang memiliki respon pertumbuhan yang baik seperti daun muda, tunas dan yang
lainnya. Adapun tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi
pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
Untuk eksplan yang kita pakai sendiri yaitu menggunakan daun dari
tembakau yang sudah dikulturkan terlebih dahulu. Dan kita mengambil bagian dari
tembakau ini sendiri untuk kita kulturkan kembali. Dan untuk media sendiri dibagi
menjadi 2 dengan ZPT yang berbeda. Yang pertama menggunakan ZPT IBA dan
BAP serta yang kedua menggunakan ZPT NAA dan BAP. Fungsi penambahan ZPT
dari kelompok auksin dan sitokinin dalam kultur organ daun yaitu untuk
merangsang pertumbuhan sel, pembentukan tunas

dan BAP berfungsi untuk

merangsang tumbuhya tunas aksiler.

Menurut tabel yang tercantum diketahui bahwa media kedua, yaitu media
NAA dan BAP merupakan media yang terbanyak mengalami pertumbuhan
tanaman daripada media yang pertama. Hal ini dibuktikan dengan jumlah daun
yang mengalami inisiasi dan berkalus lebih banyak dari media pertama. Sehingga
bisa ditarik hipotesis bahwa pada media yang kedua ini merupakan media yang
ideal dan optimum bagi pertumbuhan dari organ daun itu sendiri.
Hal ini bisa dikarenakan ZPT yang ada pada media kedua ini lebih dapat
diterima oleh eksplan daun yang ditanam disini. Dimana ZPT pada media kedua
dapat dengan mudah diserap dan dicerna oleh eksplan yang ditanam pada media
kedua ini. Sehingga daun disini mengalami banyaknya pertumbuhan daripada daun

68

yang ditanam di media pertama tadi. Dan menjadikan ZPT pada media kedua
merupakan ZPT yang optimal yang dapat diserap dengan cepat oleh tumbuhan dan
dapat membantu proses pertumbuhan dari tanaman itu sendiri.
Selain itu juga unsur kontaminasi juga tak lupa selalu ada pada setiap
praktikum yang kita lakukan. Mulai dari eksplan yang terkena serangan jamur
maupun dia terkena serangan bakteri. Hal ini semua bisa ditarik hipotesis,
kontaminasi ini disebabkan kurang terjaga sterilisasi pada saat melakukan
praktikum sendiri. Baik pelaku praktikan yang kurang menjaga kebersihannya
ataupun pada saat pelaksanaannya praktikan melakukan hal yang cerobih seperti
mengeluarkan tangan pada saat melakukan proses kultur di LAF atau mungkin saja
menjatuhkan bahan eksplan yang akan dipakai. Hal ini walau terlihat sepele tapi
sangat mempengaruhi proses dalam kita melakukan proses pengkulturan. Dimana
apabila sampai tanaman yang kita kulturkan tadi sampai terkontaminasi maka
dampaknya akan menghambat pertumbuhan dari tanaman tadi, bahkan bisa jadi
membuat tanaman tersebut malah mati.

69

BAB II
PENUTUP
2.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut
1. Kultur organ yaitu kultur jaringan yang memakai organ dari suatu tanaman
khususnya itu daun.
2. Kultur organ daun sendiri berfungsi untuk menumbuhkan tanaman dari
bagian tanaman itu sendiri, semisal dari daun tanaman itu.
3. Tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi pembuatan
media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
4. Fungsi penambahan ZPT dari kelompok auksin dan sitokinin dalam kultur
organ daun yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, pembentukan tunas
dan BAP berfungsi untuk merangsang tumbuhya tunas aksiler.
5. Perlakuan NAA dan BAP merupakan media yang terbanyak mengalami
pertumbuhan tanaman daripada media yang pertama. Hal ini dibuktikan
dengan jumlah daun yang mengalami inisiasi dan berkalus lebih banyak dari
media pertama.
6. Faktor yang menyebabkan eksplan mengalami kontaminasi baik itu oleh
bakteri maupun jamur yaitu praktikan dalam proses penanaman eksplan ke
dalam

media

kurang

hati-hati

sehingga

mengakibatkan

eksplan

terkontaminasi.
7. Eksplan yang terkontaminasi dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan
menjadi terhambat bahkan dapat mengalami kematian.
2.2

Saran
Agar praktikan dapat mengerti dan mendapatkan data yang benar-benar

valid, maka berbagai fasilitas laboratorium harus lebih ditingkatkan.

70

DAFTAR PUSTAKA
Uswaganti, 2014. Manfaat kultur organ . PT. angkasa. Surabaya
Rahmadewi, 2010. Kultur organ daun tanaman. PT. Erlangga . Jakarta
Santoso, 2009. Pengaruh zat pengatur tumbuh dalam kultur in-vitro. Unibraw
press. Malang
Tatang, 2014. Kultur Organ daun tanaman hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

71

AKLIMATISASI TANAMAN ANGGREK

72

BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1
NO

Data pengamatan
MEDIA AKAR

MEDIA MOS

GAMBAR/FOTO

PAKIS
1.

Akar Pakis 1
kelompok 2: 90%

2.

Akar Pakis 2
kelompok 2: 50%

3.

Akar Pakis 1
kelompok 1: 70%

4.

Akar Pakis 2
kelompok 1:
100%

73

5.

Akar Mos 1
kelompok 1: 40%

6.

Akar Mos 2
kelompok 1: 90%

7.

Akar Mos 1
kelompok 2: 90%

8.

Akar Mos 2
kelompok 2: 90%

% Tanaman Hidup:

X 100%

: X100%= 87.5%
8

74

1.2

Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu mengenali bagaimana proses aklimatisasi anggrek.

Aklimatisasi sendiri adalah proses pemindahan planlet dari botol-botol kultur


jaringan ke lahan dengan lingkungan yang terkendali, terutama terkendali akan
ketersediaan cahaya dan kelembaban. Dilakukannnya aklimatisasi ini yaitu untuk
mengenalkan tanaman pada lingkungan baru dan penyesuaian akan tanaman
terhadap lingkungan luar.
Untuk jenis anggrek yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu D.Savin
White. Anggrek ini sendiri merupakan anggrek yang ditanam sebelumnya di dalam
planlet,

kemudian

kita

aklimatisasikan.

Untuk

umur

anggrek

yang

kita

aklimatisasikan sendiri, anggrek ini berumur 6 bulan. Dan untuk aklimatisasi


anggrek ini sendiri kita memakai media tanam yang berbeda-beda.
Media

yang

digunakan

untuk

untuk

pengaklimatisasian

ini

sendiri

menggunakan media akar pakis beserta mos. Dengan penggunaan 2 media ini kita
mengecek media manakah yang paling cocok untuk

media aklimatisasi dari

anggrek yang kita uji cobakan ini. Dan dari hasil yang didapat yaitu membuktikan
bahwa menunjukkan bahwa kedua media ini bisa dibilang cocok untuk aklimatisasi
tanaman anggrek.
Karena dalam tabel yang telah tersedia, rasio tumbuh mereka juga sama.
Hanya saja untuk pertumbuhan individu lebih bagus pada mos. Dimana anggrek
yang diaklimatisasikan pada media mos 3 dari 4 yang ditanam mengalami
pertumbuhan yang signifikan, dengan bagian yang tumbuh sekitar 90%. Hal ini
dapat dibandingkan dengan media akar pakis yang hanya 2 dari 4 yang ditanam
yang mengalami pertumbuhan signifikan. 2 dari tanaman lainnya pada media akar
pakis sendiri mengalami pertumbuhan dibawah 50%.
Hal ini bisa disebabkan karena pada media mos sendiri, media ini lebih
menyerap banyak air daripada media akar pakis. Sehingga dengan banyaknya
ketersediaan air dalam media, membuat anggrek sendiri bisa tumbuh berkembang
karena kebutuhan airnya sendiri tercukupi. Selain itu juga media moss sendiri

75

memiliki kandungan nitrogen dan sedikit fosfor yang berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan tanaman dan mempercepat pertumbuhan dan pembungaan pada
tanaman anggrek. Dan hal ini lah yang membuat nilai tambah dari moss sendiri
karena 2 kandungan hara tadi dapat mempengarui pertumbuhan dari anggrek itu
sendiri.
Selain itu juga faktor penyebab kematian pada praktikum kali ini lebih banyak
disebabkan oleh daun dari anggrek yang terserang bakteri. Dikarenakan daun yang
terserang bakteri ini menyebabkan anggrek tak dapat tumbuh secara maksimal.
Serta dapat diasumsikan bahwa anggrek yang diaklimatisasikan kali ini masih
belum

siap

untuk

dikeluarkan.

Dimana

kebanyakan

anggrek

yang

kita

aklimatisasikan terkena serangan bakteri. Sehingga membuat anggrek sendiri


memiliki daya hidup yang rendah dan bisa saja anggrek tersebut mengalami
kematian.
Solusi yang

bisa dilakukan

pada praktikum kali ini yaitu

dimana

dilakukannya perawatan secara berkala dan dapat menyemprotkan bakterisida ke


tanaman anggrek sesuai dengan dosis yang dianjurkan atau dapat menggunakan
pestisida nabati yang tentunya ramah lingkungan. Serta juga kita harus mengetahui
kesiapan dari planlet anggrek sendiri, apakah anggrek ini sudah siap untuk
diaklimatisasikan atau tidak.

Karena apabila anggrek

masih belum waktu

aklimatisasi, lalu kita paksa untuk aklimatisasi maka akan menimbulkan kematian
pada tanaman itu sendiri. Sehingga diharapkan kita bisa lebih mengetahui seluk
beluk dari tanaman yang akan kita aklimatisasi.

76

BAB II
PENUTUP
2.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut
1.

Media yang digunakan pada aklimatisasi tanaman anggrek adalah akar


pakis beserta moss

2.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Aklimatisasi sendiri antara


lain ada cahaya, suhu, kelembapan serta ketersediaan air

3.

Aklimatisasi

sendiri

berperan

bagi

penyesuaian

anggrek

pada

lingkungan sekitarnya, sehingga bisa dibilang aklimatisasi yaitu cara


pengenalan tanaman dari planlet ke lingkungan luar.
4.

Terdapat solusi untuk mengatasi pencegahan anggrek

mengalami

kematian dan terkena kontaminasi yaitu dengan perawatan secara


berkala dan penyemprotan tanaman anggrek menggunakan bakterisida
sesuai dosis pemakaian atau menggunakan pestisida nabati yang ramah
lingkungan.
5.

Rasio tumbuh pada aklimatisasi tanaman anggrek terbesar yaitu


dengan menggunakan media moss dengan nilai 90%, karena media ini
lebih banyak menyerap air daripada media akar pakis dan memiliki
kandungan nitrogen dan fosfor yang berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan

tanaman

dan

mempercepat

pertumbuhan

dan

pembungaan pada tanaman anggrek


2.2 Saran
Kedepannya untuk fasilitas untuk aklimatisasi dapat ditingkatkan, karena
fasilitas

yang

sekarang

begitu

minum sehingga

pengamatan

tidak

dapat

menghasilkan data yang valid.

77

DAFTAR PUSTAKA
Beni , 2007. Macam-macam media akimatisasi kultur jaringan. PT. Angkasa.
Bandung.
Fatimah, 2013. Media kultur jaringan . Unibraw Press. Malang
Herawan, 2006. Kultur jaringan tanaman anggrek. Bumi aksara. Jakarta
Rossa, 2011. Teknik kultur jaringan tanaman. UNS press. Surakarta
Trubus, 2005. Aklimatisasi tanaman kultur jaringan. Penebar swadaya. Jakarta
Untung, S. 2013. Aklimatisasi tanaman anggrek . UMM press. Malang

78

Anda mungkin juga menyukai