Anda di halaman 1dari 8

A.

Tipe Muka
Berdasarkan analisis frontal perbandingan panjang dan lebar dengan menggunakan
perhitungan :
Indeks Morfologi Fasial = Tinggi Morfologi Wajah/ Lebar Bizigomatik

Tinggi morfologi fasial adalah tinggi nasion sampai gnation


Lebar bizigomatik adalah lebar antara kedua arkus zigomatikus

Klasifikasi tipe muka yaitu ;


i) Hypereuryprosop : x 78,9
ii) Euryprosop : 79 83,9
iii) Mesoprosop Skeletal Fasial Normal :84 87,9
iv) Leptoprosop : 88 92,9
v) Hyperleptoprosop : 93 x
Berdasarkan analisis frontal arah vertikal dan transversal dengan garis patokan:
i) Garis vertikal : facial midsagital plane (nasion sampai subnasal)
ii) Garis horizontal atas : bipupilary plane
iii) Garis horizontal bawah : pada stomion, sejajar bipupilary plane
Klasifikasi tipe muka :
Simetris
Asimetris
B. Profil Muka
Profil muka ditentukan berdasarkan titik :
(a) Jaringan lunak : glabela, ujung terluar bibir atas, dan pogonion (Rakosi), atau
(b) Jaringan keras : nasion, subnasion, dan pogonion (Profit)

Klasifikasinya :
(a) Datar : jika garis yang dibentuk titik acuan relatif lurus
(b) Cembung/ konveks : jika garis yang dibentuk titik acuan membentuk sudut lebih ke
belakang (posterior divergen, kelas II hubungan rahang)
(c) Cekung/ konkaf : jika garis yang dibentuk titik acuan membentuk sudut lebih ke
depan (anterior divergen, kelas III hubungan rahang)

Analisis profil wajah menurut Graber


Pemeriksaan profil wajah didapatkan dari analisis gambaran radiografi lateral sepalometri
melalui titik glabela, sulkus nasolabial anterior dan pogonion. Terdapat tiga tujuan dalam analisis
profil wajah yang didapat melalui tahapan berikut :
a. Pemeriksaan dilakukan pada arah sagital. Tegakkan rahang, posisi badan dalam
keadaan duduk tegak atau berdiri. Pada keadaan tersebut catat hubungan antara
dua garis, yaitu satu garis dari titik terluar dahi lalu bagian terdalam hidung
hingga batas bibir atas dan yang kedua perpanjangan dari titik tadi ke bawah
dagu. Sudut yang terbentuk mengindikasikan profil konveks (rahang atas terletak
lebih depan dari dagu) atau profil konkav (rahang atas terletak di belakang dagu).
Profil konveks mengindikasikan relasi kelas II skeletal, sedangkan profil konkav

mengindikasikan relasi kelas III skeletal. Jika profil hampir tegak, tidak masalah
jika terdapat kecondongan lebih anterior (divergen anterior) atau ke posterior
(divergen posterior). Kecembungan muka dapat dipengaruhi oleh latar belakang
ras dan etnik pasien. Orang Eropa Utara posterior divergen, dan orang Eropa
Timur profil muka sangat tegak. Evaluasi postur bibir dan kecenderungan gigi
incisive. Deteksi peningkatan protusif incisive (sering) atau retrusi (jarang) sangat
penting sebab berpengaruh terhadap lengkung gigi. Jika gigi incisive protusif,
lengkung rahang akan menjadi lebih besar dan tempat yang tersedia cukup luas.
Sedangkan pada kasus retrusi tidak ada tempat yang cukup. Pada kasus ekstrim,
protusi incisive akan menyebabkan adanya crowding parah incisive hingga ke
protusi dentoalveolar bimaksiler. Protusi dentoalveolar bimaksiler adalah suatu
kondisi dimana kedua rahang mengalami gigi protusi (divergen anterior). Protusi
gigi akan meningkat jika dua kondisi bertemu
1. Bibir kedepan (lip prominence) dan gerakan bibir dari dalam ke luar
2. Bibir terpisah saat istirahat > 3-4 mm (bibir incompetent).
b. Evaluasi postur bibir dan kecembungan gigi incisive adalah dengan melihat bibir
pasien dalam keadaan istirahat. Dilakukan dengan menarik garis vertikal melewati
dasar mulut dan dengan menghubungkan bibir bawah ke dagu. Jika bibir lebih
depan dari garis, maka dapat dipastikan prominent, jika bibir dibelakang garis
maka retrusi. Jika bibir prominent dan incompetent maka protrusive berlebihan
c. Evaluasi proporsi wajah vertikal dan sudut bidang mandibula. Proporsi wajah
yang benar dapat dibagi menjadi 3 bagian vertikal. Pada pemeriksaan klinis,
inklinasi bidang mandibula secara horizontal. Hal ini penting karena tingginya
sudut bidang mandibular berhubungan dengan panjang dimensi vertikal anterior
wajah dan maloklusi open bite anterior. Terkadang sudut bidang mandibula yang
datar berhubungan dengan lebar wajah yang sempit dan maloklusi deep bite.
C. Bibir
Konfigurasi bibir dilihat melalui beberapa kriteria yaitu : lebar, panjang, dari keadaan otot
bibir. Dalam keadaan normal panjang bibir atas adalah 1/3 (diukur dari subnasal sampai

dengan stomion), bibir bawah dan dagu 2/3 panjang wajah bagian bawah.

A. Tonus normal : bibir menutup dengan mudah tidak ada kontraksi berlebih.
B. Hipotonus : keadaan bibir yang pendek sehingga harus berkontraksi jika akan
menutup bibir
C. Hipertonus : keadaan bibir yang panjang dimana pada saat menutup tonus otot
berlebih

D. TMJ
Pemeriksaan klinis TMJ dapat dilakukan dengan auskultasi dan palpasi. Penemuan klinis
dapat berupa :
(a) sakit saat ditekan
(b) clicking pada joint :
Pemeriksaan TMJ :
a. Auskultasi TMJ
Suara dapat didengar menggunakan stetoskop. Lamanya kliking selama membuka
dan menutup mulut harus dicatat apakah inisial, intermedia, terminal, atau
resiprokal.
b. Palpasi
i. TMJ lateral : gunakan tekanan pada prosesus kondiloid dengan jari
telunjuk. Palpasi kedua sisi secara bersamaan. Catat jika terdapat rasa
sakit saat TMJ dipalpasi dan jika terdapat perbedaan pergerakan
kondilus selama gerakan membuka dan menutup mulut.
ii. TMJ posterior : posisikan jari kelingking di meatus auditorius
eksternus dan palpasi permukaan posterior kondilus selama pergerakan
membuka dan menutup mandibula. Palpasi harus dilakukan hati-hati
karena kondilus akan memindahkan posisi jari kelingking saat
menutup dengan oklusi penuh.

iii. Otot pterigoid lateral : proyeksi daerah sakit pada otot pterigoid lateral
adalah dengan palpasi daerah proksimal leher kondilus dan kapsul
joint dibelakang tuberositas maksilaris. Pemeriksaan dilakukan dalam
keadaan mulut terbuka dan mandibula dan mandibula bergerak secara
lateral. Pada tahapan inisial disfungsi TMJ, otot akan terasa sakit saat
dipalpasi hanya pada satu sisi. Pada tahap selanjutnya, sakit biasanya
bilateral.

iv. Otot temporal : otot temporal dipalpasi secara ekstraoral dan bilateral. Otot
anterior, media, dan posterior diperiksa secara terpisah. Palpasi dilakukan
ketika otot kontraksi secara bersamaan. Perlekatan otot temporal pada
prosesus koronoideus, yaitu pada regio postolateral pada vestibulum atas,
juga dipalpasi. Posisi mulut saat diperiksa harus terbuka setengah.

v. Otot masseter ; permukaan otot masseter dipalpasi dibawah mata, inferior


sampai arkus zigomatikus. Bagian dalam dipalpasi pada tingkat yang sama,
kira-kira lebar 2 jari di depan tragus. Selama otot berkontraksi secara
bersamaan, luas permukaan otot masseter dan arah yang menonjol di sekitar
sudut gonial diperiksa. Perlekatan otot ini harus diperiksa untuk mengetahui
adanya rasa sakit atau tidak saat dipalpasi. Sesekali daerah tersebut terasa
sakit.

c. Mengukur jarak interincisal dalam keadaan mulut terbuka maksimum : pada pembukaan
maksimal rahang, jarak antara incisal edge atas dan bawah gigi incisive sentral diukur
dengan alat ukur Boley. Pada kasus overbite, jumlah ini ditambah dengan nilai yang
diperoleh pada saat gigitan terbuka. Besarnya pembukaan maksimal mulut antar incisal
edge biasanya 40-45 mm. Pada kasus disfungsi TMJ, hipermobiliti biasanya terjadi pada
tahap inisial dan keterbatasan membuka mulut akan terjadi pada tahap lanjut (Rakosi,
1993).

E. Tipe Kepala
Agar dapat melihat perbedaan manusia secara lebih teliti antropologi ragawi telah
menciptakan indeks, diantaranya adalah indeks kepala. Indeks ialah bilangan yang digunakan
sebagai indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang

dapat disimpulkan dari sederetan observasi yang terus menerus dilakukan. Sedangkan indeks
kepala merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan kraniofasial dengan variasi
manusia, yang telah lama digunakan untuk berbagai kelompok ras antropologi fisik (Mahajan,
2010). Indeks kepala merupakan parameter penting dalam mengevaluasi perbedaan ras dan jenis
kelamin. Oleh karena itu, informasi terperinci dari suatu data populasi merupakan hal penting
dalam studi dan perbandingan untuk menilai pertumbuhan danpengembangan individu serta
berguna

dalam

diagnosis

kelainan

bentuk

dan

ukuran

tengkorak

kepala

(Isurani,

2011).Indekskepalajuga memberikan gambaran tentang bagaimana karakter genetik yang


diturunkan antaraorang tua, keturunan dan saudara (Shah & Jadhav, 2004).Dengan adanya
indeks ini lebih mudah untuk mengelompokkan manusia kedalam golongan yang mempunyai
ciri-ciri yang sama. Misalnya, biasanya orang dengan bentuk kepala brakhisefalik mempunyai
tipe wajah euryprosop dan bentuk gigi insisivus yang lebar (Sony, 2003).
Indeks kepala ditentukan berdasarkan deskriptif anatomi internasional. Nilai indeks
kepala didapatkan dari pengukuran panjang dan lebar kepala dengan rumus = lebar kepala
maksimum : panjang kepala maksimum x 100. Dapat pula digambarkan secara sistematis sebagai
berikut :
Indeks Kepala

Lebar kepala maksimum


x 100
Panjang kepala maksimum

Gambar 1.
Pengukuran indeks kepala (Sony, 2003)

Keterangan gambar :
1. Panjang kepala maksimum, yaitu jarak lurusantara titik yang paling menonjol pada
tulang frontal di atashidung (glabella)dan bagian paling menonjol dari tulang
oksipital. Inidiukur dengan menempatkan mistar pada ujung anteriorglabella
sementara ujung yang lain digeser hingga memungkinkan sampai pada ujung
posteriordari tulang oksipital sampaipanjang maksimum kepala tercapai.

1. Lebar

kepala

maksimum,

yaitu

jarak

maksimum

antara

titik

paling

lateralis dari tulang parietal. Diukur denganmenempatkan mistar di sepanjang aspek


lateral tulang parietal yaitu dari puncak supra mastoideus hingga bizigomatik (Isurani,
2011).
Berdasarkan indeks kepala bentuk kepala dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu,
brakhisefalik, dolikosefalik dan mesosefalik (Williams dkk, 1995 cit Golalipour, 2007).
o Bentuk Kepala Brakhisefalik
Brakhisefalik mengacu pada individu dengan bentuk kepala yang lebar dan persegi, dengan nilai
indeks kepala yang lebih besar dari rata-rata yaitu > 81%. Bentuk kepala ini cenderung dimiliki
oleh ras Mongoloid dengan ciri-ciri aperturanasalyang membulat, sudut bidang mandibula yang
lebih rendah, bentuk muka segiempat (square), profil wajah prognasi sedang, rongga orbita
membulat, dan puncak kepala tinggi seperti kubah (Gallois, 2006).
o Bentuk Kepala Dolikosefalik
Menggambarkan individu dengan nilai indeks kepala <75, 9%. Dengan ciri-ciri memiliki
kepala lebar dan sempit, profil wajah panjang dan rendah, bentuk dan sudut bidang mandibula
yang sempit, bentuk muka seperti segitiga (tapered), diafragma hidung yang sempit, tulang pipi
tegak, rongga orbita berbentuk rektangular dan aperturanasal yang lebar. Kebanyakan bentuk
kepala ini dimiliki oleh ras Negroid dan Aborigin Australia (Umar dkk, 2011).
o Bentuk Kepala Mesosefalik
Bentuk kepala dengan nilai indeks kepala 76 80,9%. Bentuk kepala ini memiliki
karakteristik fisik kepala lonjong dan bentuk muka terlihat oval dengan zigomatik yang sedikit
mengecil, profil wajah ortognasi, apertura nasal yang sempit, spina nasalis menonjol dan meatus
auditory external membulat. Bentuk kepala seperti ini kebanyakan dimiliki oleh orang
Kaukasoid (Farida, 2002).

Anda mungkin juga menyukai