Anda di halaman 1dari 16

BLOK 18 PEMICU 1

Si Gigi Jarang Ingin Dirawat Ortodonti

DISUSUN OLEH:

NAMA : CICI CAHYA UTAMI

NIM : 180600204

KELOMPOK :6

KELAS :A

FASILITATOR : Dr.Ervina, drg.,Sp.Ort(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

T.A 2020/2021
Pemicu 1
Nama Pemicu : Si gigi jarang ingin dirawat Ortodonti
Penyusun : Erna Sulistyawati drg., Sp.Ort (K), Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort (K),
Indra Basar Siregar., drg., M. Kes.
Hari/tanggal : Jumat / 20 November 2020

Skenario Kasus
Seorang pasien anak perempuan berusia 10 tahun pada masa gigi bercampur datang ke dokter
gigi ditemani oleh ibunya. Keluhan utama pasien tersebut adalah merasa terganggu dengan
gigi depan rahang atas yang bercelah (diastema) dan akibatnya rasa percaya dirinya
terganggu. Kondisi estetika wajahnya kurang baik karena hubungan bibir terbuka pada saat
posisi istirahat. Motivasi orangtua dan pasien sangat baik untuk memperoleh perawatan
ortodonti. Overjet: 4,5 mm, overbite: 2,5 mm, diastema diantara gigi 11 dan 21: 8 mm,
perlekatan frenulum labialis RA mendekati dataran oklusal, analisis skeletal pasien
menunjukkan skeletal Klas I. Pola penelanan, bicara dan pernafasan tidak normal. Foto
panoramik terlihat ada benih gigi 13, 14, 15, 17, 23, 24, 25, 27, 34, 35, 37, 43, 44, 45, dan 47
yang belum erupsi. Tinggi palatum dalam.
Pertanyaan:
1. Jelaskan prosedur analisis index wajah, simetrisitas wajah,
proporsi/keseimbangan wajah serta profil wajah yang dapat dilakukan pada
pasien dan lakukan pengukuran secara langsung pada foto tersebut diatas.
Jawab:
Analisis index wajah :
tinggi muka (A)(jarak N-Gn) X 100
Indeks wajah =
lebar muka (B)(Jarak bizigomatik)

Klasifikasi indeks muka :


Euriprosop (muka pendek, lebar) : 80,0-84,9
Mesoprosop (muka sedang) : 85,0-89,9
Leptoprosop (muka tinggi, sempit) : 90,0-94,9
Jika indeks : < 80,0: Hipo Euriprosop
> 94,9 Hiper Leptoprosop

Analisis simetrisitas wajah:


Simetris dapat dilihat dari arah frontal yaitu kesesuaian lebar lebar mata, hidung dan
mulut. Proporsi yang dibentuk garis vertikal dan horizontal. Garis vertikal dibentuk
dari nasion sampai subnasal dan garis horizontal dibentuk oleh titik kedua pupil.
Simetris wajah penilaian kesimetrisan wajah dilakukan dengan membandingkan
proporsi lebar mata, hidung dan mulut yang simetris. Analisa kesimetrisan wajah
dilakukan dengan membagi profil wajah menjadi 5 segmen.
Hidung dan dagu harus berada di tengah-tengah, dengan lebar hidung sama
atau sedikit lebih besar dari segmen tersebut.
Jarak interpupil (garis putus-putus) sama dengan lebar mulut

Analisa jaringan lunak:


Analisa jaringan lunak terdiri atas analisis estetik fasial, analisis penampakan depan,
analisis profil, pemeriksaan oral dan sendi temporomandibular.
Keseluruhan wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian yang sama yaitu bagian sepertiga
atas, tengah, dan bawah. Terdapatnya perubahan dalam proporsionalitas fasial
ini sangat mudah terlihat. Pasien diminta duduk sedemikian rupa sehingga:
1). Papillary plane harus paralel dengan lantai
2). Plane of ear juga harus sejajar dengan lantai
3). Frankfort horisontal plane.yaitu garis yang ditarik dari traguas telinga ke tonjolan
tepi infraorbita harus sejajar dengan lantai
4). Gigi-gigi harus dalam posisi relatis sentrik selama pemeriksaan dilakukan; dan
5). Bibir pasien tidak boleh tegang. Foto dapat diambil dalam posisi ini untuk
analisis fotografi yanglebih lanjut

Analisis proporsi wajah:


Proporsi wajah dilihat dari arah vertikal. Proporsi wajah dibagi menjadi 3 bagian
1) 1/3 atas wajah
2) 1/3 tengah wajah
3) 1/3 bawah wajah
Analisis profil wajah:
Profil muka menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka yaitu:
Cembung (convex), bila titik petemuan Leb-Lea berada didepan garis GL-Pog
Lurus (straight ), bila titik petemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis Gl-Pog
Cekung (concave), bila titik petemuan Lcb-Lca berada dibelakang garis GI-
Pog
Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (G), Lip Contour
atas (Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis referensi Gi-Pog
sebagaia acuan:
Glabella (G): Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah diantara alis
mata kanan dan kiri.
Lip contour atas (Lca): Titik terdepan bibir atas.
Lip contour bawah (Leb): Tiik terdepan bibir bawah
Pogonoin (Pog): Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis mandibula.

Menurut Schwarz (Boersma, 1987) tipe profil bervariasi masing-masing menjadi:


Cembung (Anteface ) bila titik Sub nasale (Sn) berada di depan titi Nasion
(Na)
Lurus (Average face) bila titik Sub nasale (Sn) berada tepat segaris dengan
Nasion (Na)Cekung (Retroface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di belakang
titik Nasion (Na)
Masing-masing tipe ini masih bisa bervariasi dengan kombinasi:
Retrognatik (Dorsaly rotated dintition ): Bila gigi-geligi rahang bawah berotasi
ke arah belakang sehingga posisi titik Pog tampak lebih ke belakang dari
posisi Nasion
Ortogantik (Unrotated dentition): Bila gigi-geligi rahang bawah tidak berotasi
/ posisinya normal titik Pog tampak lurus terhadap Nasion
Prognatik (Ventraly rotated dentition): Bila gigi-geligi rahang bawah berotasi
kedepan, dagu (titik Pog) tampak maju terhadap Nasion
Nasion (Na) adalah titik terdepan dari sutura Fronto nasalis
Subnasale (Sn) adalah titik titik terdepan tepat dibawah hidung
Dengan demikian akan didapatkan 9 tipe muka:
Cembung: Anteface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
Lurus:Average face dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik
Cekung: Retroface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan prognatik

Sumber: Balaji, S.M.Textbook Of Oral And Maxillofacial Surgery.Elsevier; 2007.

2. Jelaskan pemeriksaan intra oral pada pasien tersebut


Jawab:
Dalam mulut /Intra oral :
Pemeriksaan intraoral dilakukan dengan mengamati :
• Kebersihan mulut (oral hygiene / OH) : baik / cukup / jelek
Ini dapat ditetapkan dengan Indeks OHIS, pasien yang kebersihan mulutnya
jelek kemungkinan besar kebersihan mulutnya akan lebih jelek lagi selama
perawatan dilakukan , oleh karena itu motivasi kebersihan mulut perlu diberikan
sebelum perawatan ortodontik dilakukan.

• Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia


Pasien yang mempunyai lidah besar ditandai oleh :
- Ukuran lidah tampak besar dibandingkan ukuran lengkung giginya
- Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah tampak luber menutupi
permukaan oklusal gigi-gigi bawah.
- Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan
lingual mahkota gigi (tongue of identation)
- Gigi-gigi tampak renggang-renggang (general diastema)

• Palatum : normal / tinggi / rendah serta normal / lebar / sempit


Pasien dengan pertumbuhan rahang rahang atas kelateral kurang (kontraksi) biasanya
palatumnya tinggi sempit, sedangkan yang pertumbuhan berlebihan (distraksi)
biasanya mempunyai palatum rendah lebar. Jika ada kelainan lainnya seperti adanya
peradangan, tumor, torus, palatoschisis, dll. Dicatat.

• Gingiva : Normal / hypertophy / hypotropy


Adanya peradangan pada gingiva bisa ditetentukan dengan gingival indeks
(GI) Mucosa : normal / inflamasi / kelainan lainnya . Pasien dengan oral hygiene
yang jelek biasanya mempunyai gingiva dan mucosa yang inflamasi dan hypertropy.
• Frenulum labii superior : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis
• Frenulum labii inferior : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis
• Frenulum lingualis : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis

Pemeriksaan frenulum dilakukan untuk mengetahui posisi perlekatannya (insersio)


pada marginal gingiva serta ketebalannya, apakah akan mengganggu pengucapan
kata-kata tertentu dan apakah akan mengganggu pemakaian plat ortodontik yang akan
dipasang
• Tonsila palatina : normal / inflamasi / hypertrophy
• Tonsila lingualis : normal / inflamasi / hypertrophy
• Tonsila pharengea : normal / inflamasi / hypertrophy

Periksa ada tidaknya amandel yang membengkak. Dilakukan pemeriksaan


dengan menekan lidah pasien dengan kaca mulut, jika dicurigai adanya kelaianan
yang serius pasien dikonsulkan ke dokter ahli THT sebelum dipasangi alat
ortodontik.

• Bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah : Parabola / Setengah elips
/ Trapeziod / U-form / V-form / Setengah lingkaran
⇒ Ciri-ciri :
- Parabola : Kaki lengkung (dari P1 sampai M2 kanan dan kiri) beberbentuk garis
lurus devergen ke posterior dengan posisi gigi M2 merupakan terusan kaki lengkung,
sedangkan puncak lengkung (C – C) berbentuk garis lengkung (curved).
- Setengah elips : Kaki lengkung berbentuk garis lengkung konvergen ke posterior
ditandai oleh posisi gigi M2 mulai berbelok kearah median line, sedangkan puncak
lengkung juga merupakan garis lengkung (curved). .
- Trapezoid : Kaki lengkung merupakan garis lurus devergen ke posterior dan puncak
lengkung merupakan garis datar di anterior dari gigi C – C.
- U-form : Kaki lengkung merupakan garis lurus sejajar ke posterior, sedangkan
puncak lengkung merupakan garis lengkung.
-V-form : Puncak lengkung merupakan garis lurus devergen ke posterior, tetapi
puncak lengkung merupakan garis menyudut ke anterior ditandai dengan posisi gigi
I2 masih merupakan terusan kaki lengkung lurus konvergen ke anterior.
- Setengah lingkaran : Kaki lengkung dan puncak lengkung merupakan
garis lengkung merupakan bagian dari setengah lingkaran. Ini biasanya dijumpai
pada akhir periode gigi desidui sampai awal periode gigi campuran (mixed dentision)

• Pemeriksaan gigi geligi :


- Rumus gigi : Periksa elemen gigi apa saja yang ada pada pasien. Tulislah rumus gigi
sesuai dengan gigi yang sudah erupsi dan beri keterangan.
- Apel gigi : Periksa gigi-gigi yang telah mengalami perawatan dan gigi yang tidak
normal atau telah mengalami perawatan.
8 7 6 5 43 2 1|1 2 3 4 5 6 7 8
V IV III II I | I II III IV V
V IV III II I | I II III IV V
8 7 6 5 43 2 1|1 2 3 4 5 6 7 8

- Anomali / malposisi gigi individual : Periksa posisi gigi-gigi secara urut


dengan membayangkan garis oklusi sebagai referensi. Setiap penyimpangan yang
ada dicatat.
- Relasi gigi-gigi pada oklusi sentrik :
Pasien disuruh oklusi sentrik, periksa hubungan gigi-gigi terhadap antagonisnya :

- Gigi Posterior : Relasi Molar : Kanan : Klas I Angle


Kiri : Klas I Angle
Cross bite : -
Open bite : -
- Gigi anterior : Relasi gigi insisivus : klas I (British Standard)
Cross bite : -
Open bite : ada pada gigi 11 12
Overjet : 4,5 mm
Overbite : 2,5mm

Relasi gigi kaninus :-


- Ini menunjukkan adanya cross bite antara gigi insivus pertama kanan rahang atas
terhadap gigi insivus pertama dan kedua rahang bawah.
- Median line gigi rahang atas dan rahang bawah : normal / tidak normal , segaris /
tidak segaris
- Amati posisi garis tengah gigi rahang atas dan rahang bawah terhadap sutura
palatina mediana jika didapatkan penyimpangan, kearah mana penyimpangannya dan
ukur seberapa besar penyimpangan tersebut

3. Jelaskan analisis fungsional pola pernafasan dan penelanan


Jawab :
Analisis pernafasan
Analisis pernafasan dilakukan untuk membuktikan apakah pasien benar-benar
bernafas lewat mulut. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya
pernafasan mulut, yaitu:
- Kontrol Alar musculature (Refleks alanasi).Pernafasan yang normal
lewat hidung menghasilkan refleks otot-otot cuping hidung (alanasi)
yang baik. Saat menarik nafas, secara refleks cuping hidung bergerak
dan lubang hidung melebar (refleks alanasi positif), sedangkan pada
penderita pernafasan mulut, refleks alanasi negatif .
- Kaca mulut arah Fungsi hidung pada penderita pernafasan mulut dapat
diketahui dengan cara menempatkan kaca mulut 2 arah di bagian bibir
kaca atas.Bagian bawah yang berembun,merupakan indikasi bahwa
pasien bernafas lewat mulut.
- Test Cotton Butterfly Pereobaan untuk mengetahui apakah pada saat
pasien menarik nafas, aliran udara masuk melalui hidung atau tidak.
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan kapas tipis yang bagian
tengahnya dipelintir hingga berbentuk menyerupai kupu-kupu, dan
ditempelkan pada filtrum. Amati masing-masing sayap di depan
lubang hidung waktu pasien menarik nafas. Kapas tidak bergetar
menandakan tidak ada aliran udara pernafasan lewat hidung (pasien
bernafas lewat mulut), sedangkan jika kapas bergetar, berarti pasien
bernafas lewat hidung.
Analis penelanan
Menurut Garliner, tiga otot yang mempengaruhi oklusi gigi selama penelanan
adalah
- Otot lidah, yang berfungsi sebagai daya pendorong dan penahan dari
dalam mulut
- Otot masseter dan buccinator, kedua otot tersebut akan teraktivasi
setiap gerakan penelanan. Adanya kegagalan aktivasi otot disebabkan
oleh posisi lidah yang salah
- Otot orbicularis oris, berperan untuk stabilisasi gigi geligi yaitu sebagai
penahan alami gigi anterior. Keseimbangan antara ketiga otot tersebut
disebut triangular force concept. Posisi lidah terhadap relasi gigi insisif
atas dan bawah selama penelanan akan mengganggu fungsi bibir.
Penempatan ujung lidah diantara gigi insisif atas dan bawah saat
penelanan,maka lidah akan menahan bibir bawah berkontakdengan
gigi atas. Akibatnya adalah menghalangi fungsi orbicularis oris sebagai
penahan stabilisasi, sehingga akhirnya otot tersebut menjadi lemah.

Mendeteksi Ketidakseimbangan Otot Orofasial dan Pola Penelanan


Yang Salah Pada Anak
Penempatan Posisi Lidah Yang Salah
Penempatan ujung lidah saat istirahat merupakan tanda awal yang harus
diperhatikan.Lidah yang diletakkan terlalu ke anterior, berada diantara gigi
insisif atas dan bawah di dalam rongga mulut. Posisi lidah tersebut tidak
mungkin ditarik ke posterior dalam waktu seperlima detik saat proses
penelanan normal. Oleh karena itu, apabila penempatan posisi lidah yang
salah dibiarkan akan menyebabkan perubahan pola penelanan normal.Pola

Penelanan yang Salah


Penempatan ujung lidah diantara gigi insisif atas dan bawah saat penelanan
disebut tongue trust. Penempatan posisi lidah yang salah akan menahan
bibir bawah berkontak dengan gigi atas.Akibatnya adalahmenghalangi
fungsi otot orbicularis oris sebagai penahan stabilisasi, sehingga otot
tersebut menjadi lemah.
Sumber : Liefany Anastasia W, Rattu A.J.M, Ni Wayan M. Kebutuhan perawatan
orthodonsi berdasarkan inder of orthodontic treatment need pada siswa smp negeri1
tareran. Jurnal e-Gigi 2014;2(2): 1-2.

4. Sebutkan klasifikasi maloklusi dari kasus tersebut


Jawab :

Klasifikasi Angle
Klasifikasi Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior antara rahang atas dan
rahang bawah, dengan gigi molar permanen pertama sebagai kunci oklusi nya.

Pembagian maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle yaitu:


a. Maloklusi Angle Kelas I
Maloklusi Angle Kelas I disebut juga Neutroklusi dan ditandai dengan hubungan
anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang bawah. Tonjol
mesiobukal gigi molar permanen pertama atas terletak pada celah bukal gigi molar
permanen pertama bawah, sedangkan gigi kaninus atas terletak pada ruang antara
tepi distal gigi kaninus bawah dan tepi mesial gigi premolar pertama bawah.

b. Maloklusi Angle Kelas II


Maloklusi Angle Kelas II disebut juga Distoklusi. Ditandai dengan celah bukal
gigi molar permanen pertama bawah yang terletak lebih posterior dari tonjol
mesiobukal gigi molar permanen pertama atas. Kelas II Angle dikelompokkan lagi
dalam 3 golongan, yaitu :
(i) Divisi 1 : hubungan molar distoklusi dan inklinasi gigi-gigi insisivus rahang
atas ke labial (extreme labioversion).
(ii) Divisi 2 : hubungan molar distoklusi dan gigi insisivus sentral rahang atas
dalam hubungan anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit linguoversi,
sementara gigi insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial.
(iii) Subdivisi : hubungan molar distoklusi hanya terjadi pada salah satu sisi
lengkung gigi.
c. Maloklusi Angle Kelas III
Maloklusi Angle Kelas III ditandai dengan hubungan mesial antara rahang atas
dan rahang bawah. Lengkung gigi rahang bawah terletak dalam hubungan yang
lebih mesial terhadap lengkung gigi rahang atas. Celah bukal gigi molar per-
manen pertama bawah terletak lebih anterior dari tonjol mesiobukal gigi molar
permanen pertama atas.

Kelas I modifikasi Dewey


Tipe I : Crowding anterior;
Tipe II : Protusif gigi incisivus atas;
Tipe III : Crossbite anterior;
Tipe IV : Crossbite posterior;
Tipe V : Molar satu permanen mengalami drifting ke arah mesial.

Kelas II modifikasi Dewey


Tipe I : edge to edge;
Tipe II : incisivus bawah crowding dan lebih ke lingual dari incisivus atas;
Tipe III : crossbite anterior, incisivus atau crowding.

Sesuai kasus termasuk klasifikasi kelas I Angle tipe II untuk kedua sisi lengkung
gigi dilihat dari tonjol mesiobukal molar satu permanen rahang atas berkontak
dengan lekuk/garit mesibukal molar satu permanen rahang atas, dan dilihat dari
gigi anterior yang telah dimodifikasi Dewey untuk kelas I termasuk tipe II

British Standard Institute Classification


1. Class I
Edge insisivus rahang bawah beroklusi dengan bagian bawah cingulum insisivus
rahang atas.
2. Class II
Edge insisivus rahang bawah dibagian posterior cingulum insisivus rahang atas. Ada
2 subdivisi untuk kategori ini:
- divisi 1 : insisivus 1 rahang proklinasi atau inklinasi rata-rata dan overjet meningkat.
- divisi 2: insisivus 1 rahang atas retroklinasi, overjet biasanya minimal atau dapat
meningkat.
3. Class III
Edge insisivus rahang bawah berada pada anterior cingulum insisivus rahang atas;
overjet berkurang.

Berdasarkan kasus termasuk dalam kelas I (British Standart) karena pada


kasus tepi insisal incisivus sentralis mandibula beroklusi/terletak tepat di bawah
cingulum dari insisivus sentralis maksila

Sumber : Harty, F.J., Ogston, R.,1995, Kamus Kedokteran Gigi, Penerbit Buku
Kedokteran ECG, Jakarta.
Soeprapto, Andrianto., 2017, Buku Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran
Gigi, Andi Offset, Yogyakarta.
Mitchell, laura. An Introduction to Orthodontics. Ed 3rd. Newyork:Oxford University,
2007:9

5. Jelaskan etiologi-etiologi yang mungkin terjadi pada kasus tersebut dan


bagaimana proses terjadinya etiologi tersebut sehingga menyebabkan terjadinya
maloklusi dan estetika wajah yang kurang baik.
Jawab :
Faktor Herediter
Pada populasi primitif yang terisolir jarang dijumpai maloklusi yang berupa
disproporsi ukuran rahang dan gigi. Pada populasi modern lebih sering ditemukan
maloklusi disbanding populasi primitif diduga karena adanya kawin campur yang
menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. Pengaruh herediter dapat
bermanifestasi dalam dua hal, yaitu :
1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi
berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel.
2) Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran
dan jumlah gigi sangat mempengaruhi faktor genetic atau herediter sedangkan
dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal.

Faktor lingkungan (pada kasus pernafasan tidak normal)


Adanya hambatan atau obstruksi saluran nafas atas mengakibatkan seseorang
mencari alternatif cara bernafas melalui mulut, yang dilakukan secara total
atau kombinasi hidung dan mulut. Bernafas melalui mulut diperkirakan dapat
mempengaruhi aktivitas otot-otot orofasial seperti otot bibir, lidah.
Perubahan aktivitas otot-otot tersebut dapat menuntun terjadinya
penyimpangan pola pertumbuhan wajah dan postur kepala yang
dapat mengakibatkan timbulnya deformitas dentofasial.

Sumber lain tentang etiologi maloklusi kelas I


- Faktor Skeletal (susunan tulang dan sendi)
Vertikal, hubungan skeletal bervariasi sesuai dengan kenormalan, kenaikan,
atau penurunan tinggi wajah bagian anterior bawah (LAFH) dan bidang sudut
Frankfort-Mandibula. Pada dimensi transversal, ada keasimetrisan mandibula
dan/atau lengkung maksila mengerut sehingga menambah gigitan silang
posterior.
- Jaringan lunak
Jaringan lunak jarang berperan penting dalam etiologi maloklusi Kelas I
kecuali untuk pasien dengan proklinasi bimaksila. Pada kasus proklinasi ini,
gigi-gigi insisif alas dan bawah proklinasi Karena posisi keseimbangan
jaringan lunak sudah bergerak ke depan akibat otot-otot bibir yang lembek
dan/atau kenaikan tekanan dari lidah.
- Fakor Lokal
Gigi berjejal merupakan ciri umum pada maloklusi Kelas I dan mungkin
dikarenakan oleh disproporsi dento-alveolar atau tanggalnya gigi sulung yang
terlalu dini. Tanggalnya gigi sulung yang terlalu dini, pada satu sisi
(unilateral) mengakibatkan pergeseran garis tengah.

Sumber : Budianto E, Purwanegara MK, Siregar E. Karakteristik profil jaringan lunak


pada penderita obstruksi saluran napas atas dengan kebiasaan bernapas melalui mulut.
Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(1):45.

6. Jelaskan klasifikasi perlekatan frenulum dan tentukan klasifikasi pada kasus


tersebut
Jawab:
Klasifikasi perlekatan frenulum labialis superior dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu:
(1). Frenulum rendah adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar.
(2). Frenulum sedang adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai
dengan gingiva cekat.
(3). Frenulum tinggi adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar
sampai dengan gingiva cekat dan gingiva tepi.
Pada kasus termasuk dalam klasifikasi frenulum tinggi karena adanya diastema
sentral insisivus maksila dan perlekatan frenulum pada kasus melekat pada
mukosa alveolar sampai dengan gingiva cekat dan gingiva tepi

Sumber : Akin R, Soesilowati ASK. Penatalaksanaan Frenektomi dan Depigmentasi


Gingiva pada Regio Anterior Rahang Atas Anak Perempuan Usia 11 Tahun. MKGK
2015; 1(1):6.

7. Jelaskan tindakan bedah apa yang dilakukan pada kasus tersebut


Jawab :
Frenektomi/frenotomi adalah prosedur sederhana untuk mengangkat sebagian atau
seluruh frenulum dalam rangka mengembalikan keseimbangan kebersihan mulut.
Frenektomi merupakan prosedur operasi pengangkatan lapisan tipis jaringan yang
disebut frenulum. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki perlekatan frenulum
abnormal dengan memotong perlekatan frenulum pada tempat insersinya agar tertarik
ke bibir, pipi atau lidah. Luka pada mukosanya menyembuh dengan atau tanpa graft
pada jaringan lunak bebas.
Frenektomi diindikasikan antara lain untuk keadaan frenulum rendah pada rahang
atas berhubungan dengan diastema sentralis setelah gigi kaninus permanen erupsi,
ankiloglosia, frenulum yang berhubungan dengan resesi progresif, dan pada
penutupan diastema sentralis yang cenderung relaps setelah pelepasan piranti
ortodontik akibat keberadaan frenulum abnormal.
Pada kasus diastema sentral maksila yang disebabkan oleh perlekatan
frenulum labialis superior yang tinggi dapat dirawat dengan reseksi frenulum
yang dikenal juga dengan istilah frenektomi. Frenektomi pada kondisi seperti
ini diikuti dengan perawatan ortodontik untuk menutup celah diantara gigi
insisivus sentral. Pada beberapa kasus, penutupan celah yang spontan dapat
terjadi setelah frenektomi, biasanya hal ini terjadi bila jarak diastema sentral
sangat kecil. Namun pada kasus ini diastema sentral berjarak lebih kurang 4
mm, sehingga perlu dilakukan perawatan ortodontik setelahnya
Pada kasus terdapat diastema lebih dari 2 mm, maka pergerakan spontan gigi
ke mesial tidak akan menutup diastema sentralis secara sempurna sehingga
untuk kasus ini dilanjutkan dengan peawatan ortodontik untuk menutupi celah
di antara insisivus sentralis. Pemilihan metode frenektomi pada kasus dengan
menggunakan skalpel dan teknik konvensional. Prosedur frenektomi harus
didahului dengan anastesi lokal. Ada beberapa teknik frenektomi yang biasa
dilakukan untuk melepas perlekatan frenulum abnormal, antara lain eksisi,
laser, autograft dan kauter. Kunjungan pada hari ke-7 paska frenektomi
memperlihatkan penyembuhan jaringan lunak yang baik, sehingga dilakukan
pengambilan jahitan. Pada kontrol hari ke-30 terlihat perlekatan frenulum
sudah normal dan pasien sudah menggunakan alat ortodontik cekat untuk
menutup diastema sentral.

Sumber : Kasim AAA, Erwansyah E. Frenektomi berperan pada keberhasilan


perawatan ortodontik. Makassar Dental Journal 2012; 1(1): 18-9.
Sulistiwati, Hendiani I. Studi Kasus:”Frenektomi Sebagai Terapi Pendahuluan
Sebelum Perawatan Ortodontik. Cakradonya Dent J ; 11(1):66.

8. Jelaskan prognosis dari kasus tersebut


Jawab :
Prognosis tergantung pada diagnosis etiologi dan dalam perencanaan
perawatan yaitu pemilihan piranti yang digunakan, jaringan penyangga gigi
dan kooperatif pasien.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penutupan diastema
adalah menghilangkan faktor etiologinya. Pada diastema yang disebabkan oleh
frenulum labialis yang abnormal perlu dilakukan tindakan bedah (frenektomi
karena dapat mencegah terjadinya relaps diastema setelah perawatan
ortodonti.

Sumber : Jazaldi, Fadli, Purbiati, Mariati. Perawatan kasus diastema multipel secara
multidispilin (laporan kasus). Indonesia Journal of Dentistry, 2008;15(3):212-25.
Ortodonti dasar Ed 2. Pambudi Rahardjo: Airlangga University Press, 2012.

Anda mungkin juga menyukai