2.4.1 Tiga Bidang Orientasi Dalam Analisis Model Studi
Lengkungan gigi dalam sistem simon terkait dengan tiga bidang antropologis berdasarkan cranial landmarks terdiri dari frankfurt, orbital, dan midsagital. Mereka sering digunakan dalam analisis sefalometrik, tetapi satu-satunya bagian dari system ini dalam penggunaan rutin saat ini di beberapa terminologi. 2.4.1.1 Malrelasi Rahang Hubungan Anteroposterior (Orbital Plane) Bidang ini tegak lurus dengan bidang mata-telinga (bidang horizontal Frankfort) di tepi tulang mengorbit tepat di bawah pupil mata. Di sini penting untuk menyebutkan hukum caninus. Menurut Simon dalam hubungan lengan normal, bidang orbital melewati aspek aksial distal dari kaninus rahang atas. Disaat lengkung rahang atau bagian dari itu, letaknya lebih anterior, normal terhadap bidang orbital, hal ini disebut protraksi. Ketika lengkung rahang atau bagian dari itu letaknya lebih ke posterior, hal ini disebut retraksi.
2.1 Orbital Plane
Hubungan Mediolateral (Midsagital Plane)
Bidang sagital raphe atau median ditentukan oleh titik-titik berjarak sekitar 1,5 cm pada median raphe pada palatal. Bidang median raphe melewati dua titik ini tegak lurus terhadap bidang horizontal frankfort. Disaat lengkung gigi atau bagiannya lebih dekat dengan bidang midsagital dari posisi normal, hal ini disebut kontraksi. Disaat lengkung gigi atau bagiannya lebih jauh dari bidang midsagital plane dari posisi normal, hal ini disebut distraksi.
2.2 Midsagital Plane
Hubungan Vertikal (Frankfurt Plane)
Bidang horizontal Frankfort (F-H Plane) ditentukan dengan menggambar garis lurus melalui margin orbit tulang langsung di bawah pupil mata ke atas margin dari meatus auditorius eksternal (notch di atas tragus telinga).Disaat lengkung gigi atau bagiannya lebih dekat dengan bidang Frankfurt dari posisi normal, hal ini dikatakan sebagai atraksi. Disaat lengkung gigi atau bagian lebih jauh dari bidang frankfurt dari posisi normal, hal ini disebut abstraksi.
2.3 Frankfurt Horizontal Plane
2.4.1.2 Malposisi Gigi Individual dan Kelompok Gigi Malposisi Gigi Individual Nomenklatur Lischer untuk menggambarkan malposisi gigi individu digunakan secara umum. Ini hanya melibatkan menambahkan akhiran "- versi" ke sebuah kata untuk menunjukkan arah dari posisi normal. 1. Mesioversi : kearah mesial dari posisi normal. 2. Distoversi : kearah distal dari posisi normal. 3. Linguoversi : kearah lingual dari posisi normal. 4. Labioversi atau bukoversi : ke arah bibir atau pipi. 5. Infraversi : jauh dari garis oklusi 6. Supraversi : melebihi melewati garis oklusi 7. Axiversi : Inklinasi axial yang salah 8. Torsiversi : berputar terhadap sumbu panjang gigi 9. Transversi : kesalahan pada letak gigi Malposisi Kelompok Gigi 1. Arah Sagital Meliputi hubungan molar pertama, kaninus, dan insisif yaitu maloklusi kelas I, kelas II, atau kelas III Angle; ukuran overjet, protrusif atau retrusif anterior maksila maupun mandibula, dan crossbite anterior. 2. Arah Transversal Meliputi crossbite (bukal crossbite dan lingual crossbite) 3. Arah Vertikal Mereka dapat terdiri dari dua jenis tergantung pada vertical tumpang tindih gigi antara dua rahang .meliputi ukuran deepbite dan openbite anterior maupun posterior. Deep bite merupakan Di sini tumpang tindih vertikal antara rahang atas dan gigi rahang bawah melebihi normal. Open bite mrupakan Di sini tidak ada tumpang tindih atau kesenjangan antara gigi rahang atas dan rahang bawah saat pasien menggigit dalam oklusi sentrik. Gigitan terbuka bisa terjadi di anterior atau posterior. 2.4.2 Macam – Macam Analisis Model Studi 2.4.2.1 Analisis Pont Metode Pengukuran Analisis Pont menurut Premkumar (2015) : 1. Menghitung jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus rahang atas pada model studi. 2. Menghitung jarak interpremolar pada model studi, dihitung dari titik terdalam fossa distal pada permukaan oklusal gigi premolar satu kanan ke fossa distal gigi premolar satu kiri rahang atas. 3. Menghitung jarak intermolar pada model studi, dihitung dari titik terdalam fossa mesial pada permukaan oklusal gigi molar satu kanan ke fossa mesial gigi molar satu kiri rahang atas. 4. Menghitung indeks premolar dengan rumus Pont:
Jumlah lebar mesiodistal keempat insisivus RA
X 100 80
5. Membandingkan nilai jarak interpremolar pada model studi dan indeks
premolar dengan rumus, jika nilai jarak interpremolar pada model lebih kecil dari indeks premolar maka bernilai negatif atau kontraksi dan dibutuhkan ruang ekspansi. Sebaliknya, jika nilai jarak interpremolar pada model lebih besar dari indeks premolar maka lengkung gigi daerah premolar cukup untuk membuat gigi posterior daerah premolar, bernilai postif atau distraksi sehingga tidak perlu perawatan ekspansi. Derajat kontraksi dan distraksi dikategorikan sebagai mild degree (<5mm), medium degree (5-10 mm)dan extreme degree (>10 mm).
6. Menghitung indeks molar dengan rumus Pont:
Jumlah lebar mesiodistal keempat insisivus RA
X 100 64 7. Membandingkan nilai jarak intermolar pada model studi dan indeks molar dengan rumus, jika nilai jarak intermolar pada model lebih kecil dari indeks molar, maka bernilai negatif atau kontraksi dan dibutuhkan ekspansi. Sebaliknya jika nilai jarak intermolar pada model lebih besar dari indeks molar maka lengkung gigi daerah molar cukup untuk memuat gigi poserior daerah molar, bernilai positif atau distraksi sehingga tidak perlu dilakukan ekspansi. Derajat kontraksi dan distraksi dikategorikan sebagai mild degree (<5mm), medium degree (5-10 mm)dan extreme degree (>10 mm).
2.4.2.2 Analisis Korkhaus
Analisis Korkahus adalah teknik yang digunakan untuk mengukur keakuratan kebutuhan ruang. Analisis ini memerlukan alat-alat yang khusus seperti orthometer, deviders, dan sliders. Orthometer merupakan alat yang terdiri dari cakram plastik berwarna putih dengan beberapa skala dan terdapat empat windows pada sekitar skala. Deviders digunakan untuk mengukur lebar gigi dan lengkung rahang. Slider adalah cengkam plastik transparan dengan skala yang digunakan untuk analisis cast dan radiografi. (Dause et al., 2010). Analisis Korkhaus dapat juga menggunakan rumus Linder Harth untuk menentukan lebar lengkung yang ideal di daerah premolar dan molar. Pengukuran dilakukan dari titik tengah garis inter-premolar ke titik di antara dua gigi insisivus rahang atas (Singh, 2007; Paramesthi et al., 2016). Metode Pengukuran Analisis Korkhaus 1. Lakukan pengukuran empat gigi insisivus central dengan deviders. 2. Nilai ditransfer ke Windows SJ (Termasuk rentang nilai normal yang mewakili jumlah lebar mesio-distal semua gigi insisivus sentral) pada orthometer. 3. Orthometer menunjukkan nilai yang diperlukan dari panjang dan lebar lengkung anterior dan lebar lengkung posterior. 4. Kemudian, dengan menggunakan deviders, ruang pada cetakan gigi diukur panjang dan lebar lengkung anterior dan lebar posterior. 5. Selisih antara ruang yang tersedia dan ruang yang dibutuhkan menunjukkan jumlah total crowding /spacing, yang sangat penting dalam proses perencanaan perawatan (Dause et al., 2010). Analisis Korkhaus dengan formula rumus Linder Harth (Paramesthi et al., 2016): 1. Lakukan pengukuran jarak dari titik paling anterior permukaan labial gigi insisivus pertama maksila tegak lurus terhadap garis lebar interpremolar. 2. Indeks Panjang lengkung gigi Korkhaus dapat dilakukan dengan formula sebagai berikut :
Indeks panjang lengkung gigi= Jumlah mesiodistal keempat insisivus maksila x 100 Panjang lengkung gigi
Indeks Panjang lengkung gigi Korkhaus adalah 160 mm2.
Gambar 4. Pengukuran lebar lengkung anterior
2.4.2.3 Analisis Nance
Pengukuran panjang lengkung gigi pada analisis Nance dengan menggunakan brass wire yang dibentuk melalui setiap gigi, pada geligi posterior melalui permukaan oklusalnya sedangkan pada geligi anterior melalui tepi insisalnya, melibatkan gigi geligi di mesial molar pertama kiri hingga kanan. Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengukur lebar mesial distal terbesar gigi menggunakan jangka berujung runcing atau jangka sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang berada di mesial gigi molar pertama permanen. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan ukuran panjang lengkung gigi ideal dengan panjang lengkung rahang. Jika hasilnya negatif berarti kekurangan ruangan, jika hasilnya positif berarti terdapat kelebihan ruangan (Amalia dkk, 2012).