Anda di halaman 1dari 14

A.

CARA PENENTUAN DIMENSI VERTIKAL

1. CARA MEKANIS

1.1.Relasi Linggir

a. Jarak Papila insisif dari Insisif mandibular


Papila insisif dapat digunakan untuk menghitung relasi vertikal dari pasien sebab
papila insisif merupakan landmark yang stabil dan hanya sedikit perubahannya
ketika resorpsi linggir alveolar residual. Jarak papila insisif dari insisal edge
insisif mandibula adalah sekitar 4 mm.
Insisal edge sentral insisif rahang atas rata-rata 6 mm dibawah papila insisif.
Sehingga rata-rata overlap vertikal gigi insisif sentral adalah sekitar 2 mm.
Permukaan labial pada insisif sentral rahang atas adalah 8-10 mm di depan
pertengahan papila insisif. Berdasarkan nilai ini, VDO dapat dihitung.
Metode:
Dasar papila insisif dan konveksitas labial yang paling menonjol dari gigi insisif
sentral diambil sebagai referensi untuk mengukur jarak insisivus papila. Garis
horizontal ditandai di dasar papila insisif. Garis kedua ditandai di bidang
midsagital untuk membagi dua papilla. Titik persimpangan diambil sebagai titik
acuan untuk pengukuran. Jarak papilla insisif dicatat sampai 0,1 milimeter
dengan menyesuaikan lengan runcing caliper vernier untuk menghubungkan titik
referensi di dasar papilla insisif dan konveksitas maksimum gigi insisivus sentral.

1
Kerugian: absennya gigi bawah sehingga hanya berguna pada perawatan satu
gigi tiruan.

b. Jarak antara Linggir

Pemeriksaan linggir menurut House:

- Klas 1 : besar (retensi dan stabilitas terbaik)

- Klas 2: medium (retensi dan stabilitas baik namun tidak ideal)

- Klas 3 : kecil (sulit untuk mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik)

2
Linggir alveolar yang lebar dan lereng sejajar (bentuk U atau square) akan mendapatkan
retensi dan stabilisasi yang baik pada gigi tiruan. Bentuk linggir sisa atau tajam (bentuk
V) menyebabkan tidak dapat menahan tekanan dibandingkan dengan linggir alveolar
yang lebar. Bentuk linggir sisa disertai adanya undercut bentuk jamur dapat memberikan
retensi yang baik, tapi dapat menimbulkan rasa sakit pada saat membuka dan memasang
gigi tiruannya, bentuk linggir alveolar perlu dilakukan perbaikan secara bedah.

1.2. Pengukuran GT

Gigi tiruan yang masih dipakai oleh pasien dapat diukur dan ukurannya diperbandingkan
dengan hasil pengamatan terhadap wajah pasien untuk menentukan besarnya perubahan
yang perlu dilakukan.Pengukuran ini dilakukan antara tepi gigi tiruan atas dan bawah
dengan bantuan jangka boley kemudian, dilakukan perbadingan terhadap wajah pasien.
Jika pengamatan terhadap wajah pasien menunjukkan bahwa jaraknya terlalu pendek,
dapat dilakukan perubahan yang sesuai pada gigi tiruan yang baru.

Gambar : Pengukuran menggunakan jangka boley.

1.3. Pencatatan Pra Pencabutan


Sering pada beberapa kasus terdapat kemungkinan operator untuk melihat keadaan pasien
sebelum pasien mengalami edentulous. Pada beberapa kasus, relasi rahang dapatk kita
dapatkan dan dapat digunakan pada kondisi edentulous. Hal ini merupaka prosedur yang
mudah dan dapat didapatkan dengan berbagai cara.

3
Radiografi profil
1. Pemotretan radiografi pertama secara full lateral dilakukan pada saat
gigi beroklusi.
2. Setetah dilakukan ekstraksi, trial bases dengan occlusal rims dibuat
untuk mengkoreksi relasi vertikal dan dimasukkan ke mulut pasien.
3. Pemotretan radiografi kedua secara full lateral didapatkan dengan
occlusal rims yang masih berkontak.
4. Kedua foto dibandingkan dan dilakukan penyesuaian untuk
mensimulasi posisi yang tepat seperti pemotretan radiografi pertama
sebelumnya.
5. Gambaran radiografi harus memiliki ratio mendekati 1:1 dengan
pasien

Kerugian pada pemeriksaan ini adalah :


Tidak akurat dikarenakan enlargement dari gambar radiografi
Membuang waktu dan menyebabkan pasien sering terpapar
radiasi dari pemotretan

Radiograf dari posisi condyles


Processus condylaris os mandibula merupakan ujung tulang
yang berbentuk gulungan (rol) yang mempunyai kepala dan leher. Diliha
t dari superior, sumbu panjang menyudut sedikit ke posterior dari lateral
kemedial. Ujung rol meluas ke medial dan lateral, perluasan medial
sedikitlebih besar daripada lateral.Pada permukaan superior, tidak benar-
benar bulat ke arah antero posterior. Crista kecil tampak meluas dari
medial ke
lateral, menghasilkan permukaan superioranterior yang datar dan permuk
aan postero-superior yang cembung. Permukaan superior sedikit cembung
ke arah medial-lateral.
Gambaran radiografi processus condylus :
Terlihat gambaran radiopaque di bagian posterior mandibular
Arah mesiolateral: 15-20 mm

4
Arah anteroposterior: 8-10 mm
Dilihat dr anterior: ujung medial dan lateral (ujung medial pada umumnya
lebih menonjol).

Foto Profil
Tipe wajah :
1. Euryprosope (pendek,lebar) : 79-83,9
2. Mesoprosope (Sedang) : 84-87,9
3. Leptoprosope (Tinggi,sempit) : 88-92,9
Jika indeks wajah :
< 78,9 (hypereuryprosope)
> 93 (hyper-leptoprosope)

Profil wajah ada 3 :

1. Cembung (convex)
2. Cekung (Concave)
3. Lurus (Straight)

Memiliki 4 titik pedoman :

5
1. Glabella (Ditengah-tengah antara alis kanan dan kiri)
2. Lip contour atas (titik terdepan dari bibir atas)
3. Lip contour bawah (titik terdepan dari bibir bawah)
4. Pogonion (Titik terdepan dari dagu pada symphisis mandibula)

Hubungan antara bentuk wajah dan lengkung gigi :


Umumnya tipe wajah berkaitan erat dengan lengkung gigi pasien.
Menurut Schwarz tipe profil bervariasi masing-masing menjadi :
1. Cembung (anteface) : Bila titik subnasale (Sn) berada di depan titik
nasion (na)
2. Lurus (average face) : Bila titik subnasale (Sn) berada tepat segaris
pada nasion (na)
3. Cekung ( retroface) : Bila titik subnasale (Sn) berada di belakang
titik nasion (na)

Dimensi vertikal (DV) adalah tinggi vertikal dari wajah. Hal tersebut
ditentukan oleh hubungan otot, menggunakan posisi istirahat fisiologis rahang
bawah sebagai faktor petunjuk. Pengetahuan praktis mengenai posisi istirahat
fisiologis sangat penting dalam menentukan dimensi vertikal oklusi (DVO) yang
adekuat

Pasien yang sudah kehilangan seluruh giginya berarti sudah kehilangan


bidang oklusal, DV dan oklusi sentrik. Penentuan DV maksilomandibula

6
merupakan suatu tahap dalam perawatan prostodonsi bagi pasien yang tidak
bergigi yang dari segi praktis sulit ditentukan dengan tepat.Tidak ada ukuran yang
dapat menyatakan jarak antar rahang dengan tepat, jadi tidak ada bukti untuk
menyatakan DV yang adekuat yang harus digunakan untuk menciptakan oklusi.

Metode yang sering digunakan di klinik adalah metode two dot. Pasien
dengan posisi kepala tegak yang nyaman di kursi dental ditetapkan dua titik
pengukuran pada garis tengah wajah; satu di hidung dan satu di dagu. Keduanya
dipilih pada daerah yang tidak mudah bergerak akibat otot ekspresi.

Model dari Gigi Geligi


Boos menyatakan bahwa tekanan gigit maksimum dicapai pada saat permulaan
gigi geligi berkontak pada oklusi sentrik. Teori ini didasarkan oleh adanya
kekuatan kontraksi otot-oto pengunyahan dan alat yang digunakan disebut bimeter.
Tekanan diukur pada bermacam-macam derajat membukan mulut dan pasien
disuruh menggigit sekuat mungkin, hasil kekuatan gigi dibaca pada skala yang
ditunjuk oleh jarum alat bimeter. Prosedur ini dilakukan berulang, dimulai dari
tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling maksimum tercapai. Pada
saat pasien menggigit dari mulai tekanan gigit minimum sampai tekanan gigit
maksimum alat bimeter ini kemudian dikunci dan dicatat.

Gambar : alat pengukuran bimeter boss, sharry jj, complete denture


prosthodontic, 3rdEd. New York Mc Graw Hill Book Company,
1974;213

Pengukuran Wajah

7
Willis (1935) salat satu penemu alat dalam penentuan dimensi vertikal
dengan cara pengukurab wajah. Disini Willis menyatakan bahwa jarak antara
garis yang menghubungkan pupil mata ke garis pertemuan bibir atas dan bibir
bawah sama dengan jarak dari dasar hidung ke tepi dagu pada saat gigi geligi
oklusi sentrik atau oklusal rim dalam keadaan relasi sentrik. Alat yang
digunakan adalah Willis bite gauge.
Caranya pasien didudukan dengan posisi kepala tegak tanpa sandaran dan
pandangan mata lurus ke depan, oklusal rim yang sudah memenuhi syarat
dipasangkan ke dalam mulut pasien diposisikan dalam keadaan relasi sentrik.
Dengan alat Willis bite gauge yang terdiri dari lempeng logam berbentuk huruf
I, dengan ukuran milimeter, pada sisi lainnya mempunyai lengan yang dapat
digeser dan dapat dikunci pada skala tertentu, diukur jarak garis yang
menghubungkan pupil mata dengan sudut mulut dan jarak dari dasar hidung ke
tepi dagu. Alat tersebut diletakkan harus berkontak dengan wajah tanpa
tekanan. Bila jarak dari pupil mata ke sudut mulut sama dengan jarak dari dasar
hidung ke tepi dagu maka dimensi vertikal telah benar.
Pengukuran dimensi vertikal secara langsung menggunakan metode Willis
dengan mengukur jarak antara ujung hidung ke ujung dagu menggunakan
digital vernier caliper. Metode Willis juga mengukur jarak antara canthus mata
ke sudut mulut sama dengan jarak antara ujung hidung ke ujung dagu. Metode
ini mudah digunakan karena stabil dan lebih akurat saat merekam jarak antara
dasar hidung ke ujung dagu (Debnath dkk., 2014).
Sorenson (1947) juga menyatakan penentukan dimensi vertikal dengan
pengukuran wajah yaitu dengan cara mengukur jarak antara tepi atas dahi ke
glabella adalah sama dengan jarak dari glabella ke subnasion dan sama pula
dengan jarak dari subnasion ke gnation. Jadi wajah seorang terbagi atas tiga
bagian yang sama panjang dalam arah vertikal.

8
1.4. Kesejajaran Linggir alveolar Posterior

Kesejajaran linggir alveolus rahang atas dan rahang bawah bagian belakang
dijelaskan oleh Sears(1975), dapat memberikan petunjuk untuk memperoleh jarang
rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan terpisah. Kesejajaran linggir alveolus
rahang atas dan rahang bawah bagian posterior bersifat alamiah karena pada saat gigi
geligi beroklusi linggir alveolus rahang atas dan rahang bawah sejajar satu sama lain. Ini
membuktikan bahwa tidak terjadi keabnormalan pada linggir alveolus.

1.5. Mengukur gaya Penutupan

Teori ini didasarkan pada premis bahwa gaya penutupan maksimum dapat
diberikan saat mandibula berada pada dimensi vertikal posisi istirahat. Sebuah meter gaya
dilekatkan ke pelat dasar atas dan bawah dan mencatat tekanan yang dapat pasien gunakan
sebagai dimensi vertical yang bervariasi. Smith menyatakan bahwa bimeter Boos adalah
pendekatan terbaik untuk perangkat sederhana yang dapat diandalkan untuk menentukan
dimensi vertikal posisi istirahat. Namun, bimeter telah ditentang, karena kekuatan
penutupan pasien dipengaruhi oleh rasa sakit dan ketakutan.

9
Korelasi dari hasil dengan bimeter dan yang diperoleh dengan metode klinis dan
elektromiografik menunjukkan bahwa penggunaan bimeter menghasilkan dimensi
vertikal yang meningkat.

Dimensi vertikal oklusi dianggap sebagai faktor utama dalam penentuan


kemampuan seseorang untuk melakukan fungsi oral seperti mastikasi, berbicara dan
menelan secara efektif. Perubahan dalam dimensi vertikal oklusi mempengaruhi estetika
dari jaringan lunak wajah, menyebabkan kesulitan bicara dan ketidaknyamanan otot.

2. CARA FISIOLOGIS

2.1. Posisi Istirahat Fisiologis (physiological rest position)

Pengukuran dimensi vertikal dalam keadaan posisi istirahat fisiologi


(physiological rest position) menunjukan suatu indikasi untuk dimensi vertikal relatif
yang benar. Hal ini bisa jadi bukan petunjuk yang pasti, namun bila digunakan dengan
metode lain, dapat membantu penentuan relasi vertikal rahang bawah terhadap
rahang atas. Cara yang dianjurkan adalah pasien diminta untuk memposisikan keadaan
istirahat saat tanggul gigitan telah ditempatkan, dengan posisi tegak dan kepala tidak
didukung. Setelah tanggul gigitan dimasukkan ke dalam mulut pasien, pasien kemudian
diminta untuk menelan dan meletakkan rahangnya dalam keadaan istirahat. Saat terjadi
relaksasi, dengan perlahan bibir agak dibuka untuk melihat besarnya jarak antara kedua
tanggul gigitan. Pasien harus membiarkan dokter gigi memisahkan bibir tanpa bantuan
atau tanpa pergerakan rahang atau bibir. Jarak inter-oklusal pada saat posisi istirahat
hendaknya berkisar antara 2-4 mm bila dilihat dari regio premolar.
Jarak antar rahang dan posisi istirahat dapat diukur dengan menempelkan plester
atau titik dengan pensil tinta pada wajah. Bila perbedaan lebih besar dari 4 mm, dapat
dikatakan bahwa dimensi vertikal saat oklusinya terlalu kecil; Bila kurang dari 2 mm,

10
dimensi vertikalnya terlalu besar. Tanggul gigitan disesuaikan hingga dokter gigi tersebut
puas akan besar jarak antar rahang (Gambar a-c). Hal ini penting karena jarak interoklusal
yang cukup terjadi saat rahang bawah berada pada keadaan physiological rest position.

Gambar a. Pengukuran dilakukan antara dua titik pada wajah saat rahang
berada pada hubungan vertikal physiological rest position

Gambar b. Dengan tanggul gigitan di dalam mulut dan rahang pada


dimensi vertikal posisi istirahat, jarak interoklusal tampak memuaskan.
Perhatikan ruangan antara tanggul gigitan

11
Gambar c. Dengan tanggul gigitan berkontak, jarak antara titik-titik di
wajah adalah 3-4 mm lebih kecil dibandingkan ketika rahang berada dalam
keadaan physiological rest position.
2.2 Penelanan

Shanahan (1956) menyatakan bahwa pola gerakan mandibula selama penelanan


adalah sama, baik pada bayi yang belum mempunyai gigi geligi maupun pada dewasa
yang edentulus. Shanahan berpendapat bahwa erupsi gigi ditahan pada dataran oklusal
oleh gerakan menelan yang menentukan dimensi vertikal saat oklusi dan pada pembuatan
gigi tiruan penuh dengan menggunakan metoda penelanan caranya, yaitu malam lunak
yang dipasang pada oklusal rim rahang bawah dan dikontkkan dengan oklusal rim rahang
atas, dan pasien diinstruksikan untuk menelan, dan malam yang belebih diambil. Aksi
menelan dilakukan berulang-ulang hingga malam yang berlebih tidak ada lagi, saat itu
mandibula mencapai level dimensi vertikal oklusi.

A. CARA PENETAPAN RELASI SENTRIK

CARA PASIF

Metode Gravitasi

12
Dipasangkan oklusal rim pada masing - masing rahang, rqhang atas dan rahang
bawah
Kemudian buat garis median pada keduanya
Pasien diintruksikan untuk membuka tutup mulut dibarengi dengan gerakan
penelanan berulang kali
Posisi pasien diminta duduk dikursi dan diinstruksikan agar kepala mengadah
ke atas
Oleh gaya gravitasi, mandibula akan terdorong ke posterior sehingga kondilus
akan menempati posisi paling posterior tetapi tidak tegang pada fossa glenoid
Jika garis median tetap sejajar setelah dilakukan intruksi, maka relasi sentrik
pasien sudah dalam keadaan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Hudzaifah. Analisis Penentuan Hubungan Rahang pada Pembuatan GTP.


2002.USU e-repository.2008
Prakash V, Gupta R. 2012. Concise Prosthodontics. 2 Ed. India : Elsivier.
Solomon EGR, Arunachalam KS. The Incisive Papilla: A Significant Landmark in
Prosthodontics. The Journal of the Indian Prosthodontic Society. 2012;12(4):236-
247. doi:10.1007/s13191-012-0169-y.
Zarb G, Hobkirk J, Eckert S dan Jacob R. Bouchers. Prosthodontic Treatment for
Edentulous Patients 13th ed. London: Mosby; 2012.

13
14

Anda mungkin juga menyukai