1. CARA MEKANIS
1.1.Relasi Linggir
1
Kerugian: absennya gigi bawah sehingga hanya berguna pada perawatan satu
gigi tiruan.
- Klas 3 : kecil (sulit untuk mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik)
2
Linggir alveolar yang lebar dan lereng sejajar (bentuk U atau square) akan mendapatkan
retensi dan stabilisasi yang baik pada gigi tiruan. Bentuk linggir sisa atau tajam (bentuk
V) menyebabkan tidak dapat menahan tekanan dibandingkan dengan linggir alveolar
yang lebar. Bentuk linggir sisa disertai adanya undercut bentuk jamur dapat memberikan
retensi yang baik, tapi dapat menimbulkan rasa sakit pada saat membuka dan memasang
gigi tiruannya, bentuk linggir alveolar perlu dilakukan perbaikan secara bedah.
1.2. Pengukuran GT
Gigi tiruan yang masih dipakai oleh pasien dapat diukur dan ukurannya diperbandingkan
dengan hasil pengamatan terhadap wajah pasien untuk menentukan besarnya perubahan
yang perlu dilakukan.Pengukuran ini dilakukan antara tepi gigi tiruan atas dan bawah
dengan bantuan jangka boley kemudian, dilakukan perbadingan terhadap wajah pasien.
Jika pengamatan terhadap wajah pasien menunjukkan bahwa jaraknya terlalu pendek,
dapat dilakukan perubahan yang sesuai pada gigi tiruan yang baru.
3
Radiografi profil
1. Pemotretan radiografi pertama secara full lateral dilakukan pada saat
gigi beroklusi.
2. Setetah dilakukan ekstraksi, trial bases dengan occlusal rims dibuat
untuk mengkoreksi relasi vertikal dan dimasukkan ke mulut pasien.
3. Pemotretan radiografi kedua secara full lateral didapatkan dengan
occlusal rims yang masih berkontak.
4. Kedua foto dibandingkan dan dilakukan penyesuaian untuk
mensimulasi posisi yang tepat seperti pemotretan radiografi pertama
sebelumnya.
5. Gambaran radiografi harus memiliki ratio mendekati 1:1 dengan
pasien
4
Arah anteroposterior: 8-10 mm
Dilihat dr anterior: ujung medial dan lateral (ujung medial pada umumnya
lebih menonjol).
Foto Profil
Tipe wajah :
1. Euryprosope (pendek,lebar) : 79-83,9
2. Mesoprosope (Sedang) : 84-87,9
3. Leptoprosope (Tinggi,sempit) : 88-92,9
Jika indeks wajah :
< 78,9 (hypereuryprosope)
> 93 (hyper-leptoprosope)
1. Cembung (convex)
2. Cekung (Concave)
3. Lurus (Straight)
5
1. Glabella (Ditengah-tengah antara alis kanan dan kiri)
2. Lip contour atas (titik terdepan dari bibir atas)
3. Lip contour bawah (titik terdepan dari bibir bawah)
4. Pogonion (Titik terdepan dari dagu pada symphisis mandibula)
Dimensi vertikal (DV) adalah tinggi vertikal dari wajah. Hal tersebut
ditentukan oleh hubungan otot, menggunakan posisi istirahat fisiologis rahang
bawah sebagai faktor petunjuk. Pengetahuan praktis mengenai posisi istirahat
fisiologis sangat penting dalam menentukan dimensi vertikal oklusi (DVO) yang
adekuat
6
merupakan suatu tahap dalam perawatan prostodonsi bagi pasien yang tidak
bergigi yang dari segi praktis sulit ditentukan dengan tepat.Tidak ada ukuran yang
dapat menyatakan jarak antar rahang dengan tepat, jadi tidak ada bukti untuk
menyatakan DV yang adekuat yang harus digunakan untuk menciptakan oklusi.
Metode yang sering digunakan di klinik adalah metode two dot. Pasien
dengan posisi kepala tegak yang nyaman di kursi dental ditetapkan dua titik
pengukuran pada garis tengah wajah; satu di hidung dan satu di dagu. Keduanya
dipilih pada daerah yang tidak mudah bergerak akibat otot ekspresi.
Pengukuran Wajah
7
Willis (1935) salat satu penemu alat dalam penentuan dimensi vertikal
dengan cara pengukurab wajah. Disini Willis menyatakan bahwa jarak antara
garis yang menghubungkan pupil mata ke garis pertemuan bibir atas dan bibir
bawah sama dengan jarak dari dasar hidung ke tepi dagu pada saat gigi geligi
oklusi sentrik atau oklusal rim dalam keadaan relasi sentrik. Alat yang
digunakan adalah Willis bite gauge.
Caranya pasien didudukan dengan posisi kepala tegak tanpa sandaran dan
pandangan mata lurus ke depan, oklusal rim yang sudah memenuhi syarat
dipasangkan ke dalam mulut pasien diposisikan dalam keadaan relasi sentrik.
Dengan alat Willis bite gauge yang terdiri dari lempeng logam berbentuk huruf
I, dengan ukuran milimeter, pada sisi lainnya mempunyai lengan yang dapat
digeser dan dapat dikunci pada skala tertentu, diukur jarak garis yang
menghubungkan pupil mata dengan sudut mulut dan jarak dari dasar hidung ke
tepi dagu. Alat tersebut diletakkan harus berkontak dengan wajah tanpa
tekanan. Bila jarak dari pupil mata ke sudut mulut sama dengan jarak dari dasar
hidung ke tepi dagu maka dimensi vertikal telah benar.
Pengukuran dimensi vertikal secara langsung menggunakan metode Willis
dengan mengukur jarak antara ujung hidung ke ujung dagu menggunakan
digital vernier caliper. Metode Willis juga mengukur jarak antara canthus mata
ke sudut mulut sama dengan jarak antara ujung hidung ke ujung dagu. Metode
ini mudah digunakan karena stabil dan lebih akurat saat merekam jarak antara
dasar hidung ke ujung dagu (Debnath dkk., 2014).
Sorenson (1947) juga menyatakan penentukan dimensi vertikal dengan
pengukuran wajah yaitu dengan cara mengukur jarak antara tepi atas dahi ke
glabella adalah sama dengan jarak dari glabella ke subnasion dan sama pula
dengan jarak dari subnasion ke gnation. Jadi wajah seorang terbagi atas tiga
bagian yang sama panjang dalam arah vertikal.
8
1.4. Kesejajaran Linggir alveolar Posterior
Kesejajaran linggir alveolus rahang atas dan rahang bawah bagian belakang
dijelaskan oleh Sears(1975), dapat memberikan petunjuk untuk memperoleh jarang
rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan terpisah. Kesejajaran linggir alveolus
rahang atas dan rahang bawah bagian posterior bersifat alamiah karena pada saat gigi
geligi beroklusi linggir alveolus rahang atas dan rahang bawah sejajar satu sama lain. Ini
membuktikan bahwa tidak terjadi keabnormalan pada linggir alveolus.
Teori ini didasarkan pada premis bahwa gaya penutupan maksimum dapat
diberikan saat mandibula berada pada dimensi vertikal posisi istirahat. Sebuah meter gaya
dilekatkan ke pelat dasar atas dan bawah dan mencatat tekanan yang dapat pasien gunakan
sebagai dimensi vertical yang bervariasi. Smith menyatakan bahwa bimeter Boos adalah
pendekatan terbaik untuk perangkat sederhana yang dapat diandalkan untuk menentukan
dimensi vertikal posisi istirahat. Namun, bimeter telah ditentang, karena kekuatan
penutupan pasien dipengaruhi oleh rasa sakit dan ketakutan.
9
Korelasi dari hasil dengan bimeter dan yang diperoleh dengan metode klinis dan
elektromiografik menunjukkan bahwa penggunaan bimeter menghasilkan dimensi
vertikal yang meningkat.
2. CARA FISIOLOGIS
10
dimensi vertikalnya terlalu besar. Tanggul gigitan disesuaikan hingga dokter gigi tersebut
puas akan besar jarak antar rahang (Gambar a-c). Hal ini penting karena jarak interoklusal
yang cukup terjadi saat rahang bawah berada pada keadaan physiological rest position.
Gambar a. Pengukuran dilakukan antara dua titik pada wajah saat rahang
berada pada hubungan vertikal physiological rest position
11
Gambar c. Dengan tanggul gigitan berkontak, jarak antara titik-titik di
wajah adalah 3-4 mm lebih kecil dibandingkan ketika rahang berada dalam
keadaan physiological rest position.
2.2 Penelanan
CARA PASIF
Metode Gravitasi
12
Dipasangkan oklusal rim pada masing - masing rahang, rqhang atas dan rahang
bawah
Kemudian buat garis median pada keduanya
Pasien diintruksikan untuk membuka tutup mulut dibarengi dengan gerakan
penelanan berulang kali
Posisi pasien diminta duduk dikursi dan diinstruksikan agar kepala mengadah
ke atas
Oleh gaya gravitasi, mandibula akan terdorong ke posterior sehingga kondilus
akan menempati posisi paling posterior tetapi tidak tegang pada fossa glenoid
Jika garis median tetap sejajar setelah dilakukan intruksi, maka relasi sentrik
pasien sudah dalam keadaan benar.
DAFTAR PUSTAKA
13
14