Anda di halaman 1dari 28

Nama : Amalia Fransiska Imanda

NIM : 40619004

Resume Diskusi Analisa Kasus Ortodonsia 2

A. ANALISA UMUM
1. Nama : untuk membedakan identitas antar pasien
2. Alamat :
3. Umur
4. Jenis kelamin : urutan erupsi (perbedaan antara laki-laki dan perempuan)
perbedaan hormon, perbedaan tumbuh kembang yang mana pertumbuhan laki-laki
lebih lambat daripada permpuan.
Umur dan Jenis Kelamin selain sebagai identitas pasien juga sebagai data yang
berkaitan dengan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial pasien, mosal
perubahan fase geligi sulung ke geligi pergantian akhirnya fase geligi permanen.
Juga adanya perbedaan pertumbuhkembangan muka pria dan wanita.
5. Keluhan utama : Alasan utama pasien datang ke dokter gigi tentang keadaan
susunan gigi yang kurang baik, mengganggu estetik dan fungsi pengunyahan.
6. Riwayat Kesehatan pasien dan Keluarga : Yang mempengaruhi maloklusi
7. Berat badan dan Tinggi Badan : Untuk mengetahui apakah tumbuh kembang
pasien normal sesuai umur dan jenis kelamin IMT = BB/TB
Hasil pengukuran : - < 18,5 (berat badan kurang)
- 18,5 – 22,9 (berat badan normal)
- 23 – 29,9 (berat badan berlebih)
- > 30 (obesitas)
8. Ras : Ciri khas fisik setiap suku berbeda
9. Bentuk Skelet :
a. Endomorfik : pendek, gendut
b. Mesomorfik : berotot
c. Ektomorfik : kurus, sedikit otot dan lemak
10. Ciri Keluarga : Adanya pola tertentu yang selalu ada pada keluarga dengan turun
temurun
11. Penyakit Anak : Penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat menyebabkan
gangguan jadwal waktu pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-
anak. Penyakit sistemik > berpengaruh pada kualitas gigi dan pada kuantitas
perkembangan gigi.
12. Alergi : Alergi obat, makanan dan alat ortodonti
13. Kelainan Endokrin : Untuk sistem tubuh
a. Kelainan endokrin pralahir hipoplasia gigi
b. Kelainan endokrin pasca lahir percepatan / hambatan pertumbuhan
muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan suara, resorbsi
akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen.
c. Hipertiroid : Makrodontia (gigi besar)
d. Hipotiroid : Mikrodontia (gigi kecil)
e. Androgen : remodeling tulang osteoporosis
f. Paratiroid : mengontrol jumlah kalsium di dalam tulang
14. Tonsil : pernah radang atau operasi amandel
a. Tonsil radang : protrusi anterior, openbite
b. Tonsil besar : lengkung gigi V
15. Kebiasaan Bernafas : Pernafasan pada mulut berpengaruh pada pertumbuhan
kraniofasial dan letak gigi, misal palatum sempit dan tinggi dan mengganggu
proses perawatan

B. ANALISA LOKAL
1. Tipe Profil : Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital, evaluasi bibir dan
letak insisiv, evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula.

Cekung Lurus Cembung

Cara : : pangkal hidung (N) dasar bibir (SN) Dagu (Pog)


a. Metode Graber : Menggunakan 4 titik anatomis glabela (GI) LCA (Lip Contur
Atas) LCB (Lip Contur Bawah) Pog (Pogonion)
- LCA : titik terdepan bibir atas
- LCB : titik terdepan bibir bawah
- Pog : titi terdepan dari dagu di daerah symphisis mandibula
a) Cembung (covex) : titik pertemuan LCB-LCA didepan garis GI –
Pog
b) Cekung (concave) : titik pertemuan LCB-LCA dibelakang garis
GI-Pog
c) Lurus (straight) : titik LCB-LCA tepat pada garis GI-Pog
b. Metode Schwart (Boersma) / profit : Menggunakan titik Nation (Na)
titik terdepan dari suturu frontonasalis dan subnasal (Sn) titik terdepan
tepat dibwah hidung
- Cembung (anteface) : titik Sn didepan Na
- Cekung (retroface) : titik Sn dibelakang Na
- Lurus (averageface) : Sn tepat segaris dengan Na
Masing-masing tipe masih bisa bervariasi dengan kombinasi :
- Retrognati (dorsaly rotated dentition) : gigi RB berotasi ke belakang,
sehingga titik Pog lebih kebelakang dari Na
- Prognati (ventraly rotated dentition) : gigi RB berotasi ke depan, Pog
tampak maju terhadap Na
- Ortognati (Unrotated dentition) : gigi RB tidak berotasi atau posisinya
normal, Pog lurus terhadap Na.
2. Tipe Muka : Berhubungan dengan basis cranium, oleh karena itu pertumbuhan
basis cranium pada tahap awal pertumbuhan mempengaruhi pada dimensi, sudut
dan topologi muka.
a. Indeks muka : tinggi muka (arah nation-gnation) × 100
Lebar muka (jarak bizigomatik)
b. Kategori
- Liptoprosop (dolikosefalik) : muka – tinggi- sempit : 90,0-94,9
- Mesoprosop (mesosefalik) : rata-rata muka sedang : 85,0-89,9
- Euriprosop (brakisefalik) : muka pendek lebar : 80,0-84,9
- Hypereuryprosop : <74,9
- Hyperleptoprosop : >95
3. Tipe Kepala : Bentuk kepala dilihat dari belakang atas dan ada hubungannya
dengan bentuk muka, palatum dan lengkung gigi.
a. Indeks kepala : lebar kepala x 100
Panjang kepala
b. Panjang kepala : Occipital – glabela
c. Lebar kepala : ukuran transfersal paling besar pada bidang horizontal diatas
puncak supramastoid zygomatik
d. Kategori :
- Dolikosefalik : panjang sempit (≤ 0,75)
- Mesosefalik : rata-rata (0,76 - 0,79)
- Brakisefalik : lebar (≥ 0,80)
4. Simetri wajah : titik simetri pada midline wajah
Metode penentuan garis tengah wajah salah satunya oleh Haraguchis yaitu dengan
mengambil titik tengah interpupil. Metode :
a. Menghubungkan glabela dengan cupids bows
b. Mengambil titik tengah interpupil untuk kemudian ditarik garis tegak lurus
yang memotong titik tersebut
c. Menghubungkan triction, glabela, nation, pronasale, subsnasal, labial.
5. Lidah
a. Makroglosia : ukuran lidah tampak besar dibandingkan ukuran lengkung gigi,
dalam keadaan relax menentukan mulut, lidah tampak luber menutupi
permukaan oklusa gigi bawah, pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat
tekanan permukaan lingual mahkota gigi (tongue of identation).
Scalloping : gigi tampak renggang (general diastema)
Etiologi : True Makroglosia
- Kongenital (lahir) : hemangioma, limfangioma, down syndrome
- Acquired (dapatan) : hipotiroidisme, akromegali, amiloidosis
- Pseudomakroglosia : tongue thrusting, defisiensi mandibula, pembesaran
tonsil
b. Mikroglosia : ukuran lidah lebih kecil
Etiologi : adanya kerusakan saraf hypoglossus inervasi ke lidah
menurun
Atrofi (penyusutan)
6. Palatum : pengukuran menggunakan kaca mulut no.4
a. Variasi kedalaman palatum terjadi pada hubungan dengan variasi bentuk
fasial. Kebanyakan pasien dolikofasial memiliki palatum yang dalam
b. Adanya swelling (lekukan) pada palatum dapat mengindikasi suatu keadaan
gigi : impaksi, adanya kista atau patologis tulang lainnya.
c. Ulserasi mukosa dan indentation adalah suatu gambaran dari deep bite
traumatic
d. Adanya celah palatum diasosiaskan dengan diskontinuitas palatum
7. Tonus otot / Bibir : Melihat keseimbangan letak gigi ditentukan oleh bibir dan pipi
serta lidah.
a. Bibir Kompeten / normal : bibir yang cukup panjang atau mencapai kontak
bibir atas tanpa kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat,
terlihat insisiv RA dari insisal < 2mm
b. Bibir tidak kompeten : bibir yang dapat berkontak dengan mudah tetapi dalam
posisi istirahat / biasa bibir tida bisa berkontak. Bibir berada > 2mm diatas
insisal insisif RA.
8. Fonetik : mekanisme adaptasi anak dengan maloklusi yang oarah dapat berbicara
normal. Ada beberapa suku bangsa yang tidak bisa melafalkan huruf tertentu f,v :
p. Pada anak awalnya suara yang dihasilkan secara bilabial p,b. Konsonan ujung
lidah seperti t, d. Suara sibilan s, z.
9. Kebiasaan Buruk : dapat menjadi penyebab suatu maloklusi. Dengan syarat,
lamanya kebiasaan berlangsung (durasi), berapa kali (frekuensi) dan seberapa
besar kekuatan (intensitas).
a. Lip Sucking
- Protusi anterior RA
- Retrusif anterior RB
- Diastema sentral
- Overjet bertambah
b. Tongue Thrusting
- Protusif anterior
- Crossbite anterior
- Openbite anterior
c. Thumb Sucking
- Protusi anterior RA
- Retrusif anterior RB
- Openbite
- Palatum V, tinggi
- Overjet besar
- Gigitan silang posterior
d. Bruxism
- Atrisi pada seluruh gigi
e. Mouth Breathing
- Palatum V, dalam
- Protusif anterior RA
- Marginal gingivitis anterior
10. Kebersihan mulut : dengan mengecek OHI-S dengan cara mengukur CI dan DI
lalu ditambahkan. Hasil :
a. Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2.
b. Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0.
c. Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0.
11. Karies : Diukur menggunakan indeks def-t.
D (decay) = gigi berlubang
E (eksfoliasi) = gigi yang dicabut atau hilang karena karies
F (filling) = gigi yang ditambal
Hasil :
a. 0,0 – 1,1 = sangat rendah

b. 1,2 – 2,6 = rendah

c. 2,7 – 4,4 = sedang

d. 4,5 – 6,5 = tinggi

e. 6,6 > = sangat tinggi


12. Gigi yang ada : dapat dilihat pada foto panoramik.
Hipodonsia, Oligodonsia, Anodonsia.

C. ANALISA FUNGSIONAL
1. Free Way Space : Jarak antara oklusal pada saat mandibular dalam posisi
istirahat. Diukur melalui dari titik pronasal dang onion. Normalnya 2-3 mm.
2. Path Of Classure : Gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.
Arahnya keatas dan ke depan. Terdapat beberapa kelainan, seperti:
a. Deviasi mandibular
Disebabkan karena faktor kebiasan dan memiliki ciri-ciri:
- Saat posisi istirahat adanya pergeseran garis median
- Saat oklusi sentris garis median lurus
b. Displacement mandibular
Terdapatnya halangan, baru bisa oklusi. Dan memiliki ciri ciri tidak dapat
oklusi sentris. Ada 2 macam yaitu Lateral: Terjadi cross bite posterior dan
Sagital: Terjadi cross bite anterior
3. Sendi TMJ
Pemeriksaan:
a. Anamnesa : ditanyakan apakah ada nyeri, terbatas saat membuka mulut,
pernah ada trauma atau tidak
b. Inspeksi: perhatiakn apakah ada pembengkakan, deformasi, deviasi dagu, atrisi
gigi
c. Palpasi: diraba pada TMJ dan pasien dianjurkan membuka dan menutup mulut
beberapa kali
d. Auskultasi: didengarkan apakah ada bunyi clicking atau krepitasi
e. Range of motion:
- Lebar normal : 35 – 40 mm
- Lateral : 7 mm
- Depan : 6 mm

D. ANALISA MODEL
1. Bentuk lengkung gigi yang normal : parabola
Macam bentuk lengkung gigi : parabola 9normal), square (kotak), ovoid, lyra
(menyempit ke anterior) dan omega (menyempit ke posterior)
2. Diskrepansi Model : Perbedaan tempat yang tersedia dengan tempat yang
dibutuhkan. Tujuan diskrepansi adalah utuk menentukan macam perawatan
apakah memerlukan pencabutan permanen atau tidak.
a. Tempat yang tersedia : Mesial M1 permanen kiri –Mesial M1 permanen kanan
dalam lengkung yang benar. Cara mengukurnya dengan menggunakan
Bresswire.
c. Cara ke 1 : Untuk RA : Mesial M1 permanen kiri melewati fissure, insisal
insisiv, melewati fissure posterior Mesial M1 permanen kanan melewati
lengkung yang benar. Untuk RB : dari Mesial M1 permanen kiri melewati
cups bukal sampai mesial M1 permanen kanan.
d. Cara ke 2 : segmen
Mesial M1 kiri – Mesial C kiri Mesial I1 kanan – Distal C kanan
Mesial C kiri – Mesial I1 kiri Distal C kanan – Mesial M1 kanan
Masing-masingdiukur dengan kaliper terus dijumlah.
b. Tempat yang dibutuhkan : Lebar mesiodistal dari gigi Mesial M1 kiri- Mesial
M1 kanan. Diukur dengan jangka, semua gigi dijumlahkan.
Metode lain dengan tebel : untuk C dan P yang belum tumbuh
e. Tabel sitepu : cocok untuk ras deutro melayu / surabaya. Dilakukan dengan
cara menghitung jumlah mesiodistal seluruh gigi insisiv RA, dan dilakukan
perhitungan dengan rumus
RA= 2 x (jumlah insisiv RA+Y.RA)
RB= 2 x (jumlah insisiv RA+Y.RB)
YRA dan YRB didapat dari table sitepu
f. Moyers : Ras orang kulit putih amerika. Untuk perhitungan sama seperti sitepu
tetapi menggunakan insisiv rahang bawah.
g. Tanaka dan Jhonston : Menentukan ukuran caninus dan premolar dengan
menggunakan gigi insisiv rahang bawah. Dengan rumus Setengah jumlah
lebar insisisv rahang bawah + 10,5 mm= perkiraan jumlah lebar kaninus dan
premolar rahang bawah(dalam satu kuadran).
Setengah jumlah lebar insisisv rahang bawah + 11 mm= perkiraan jumlah
lebar kaninus dan premolar rahang atas(dalam satu kuadran)
h. Hukaba : Diperlukan foto rontgen saat perhitungan dengan menggunakan

(Y )( X ' )
rumus X=
(Y ' )
Keterangan :
X = Gigi tetap yang dicari
X' = Besar gigi tetap diukur dari rontgen
Y = Besar gigi susu diukur pada model
Y' = Besar gigi susu diukur dari rontgen
macam perawatan menurut profit :
 Kekurangan tempat 4 mm : tidak perlu pencabutan gigi permanen
 Kekurangan tempat 5-9 mm : tidak / dengan pencabutan
 Kekurangan tempat ≥ 10mm : perlu pencabutan gigi permanen
3. Penyediaan Ruang
a. Enamel Stripping : pengurangan sisi mesial / distal. Gigi sulung / permanen
dengan alat abrasive strip / bur. Pengurangan enamel 0,25 mm tiap gigi / sisi.
Total seluruh Insisiv : 2mm. Indikasi : crowding / berjejal 4-8 mm.
b. Ekspansi : untuk gigitan silang anterior, gigitan silang posterior, diskrepansi 4-
6 mm / 5-9 mm, intermolar dibawah 33-35 mm, gigitan fisura tidak normal.
Jenisnya ada sagital (anteroposterior) dan transversal (lateral). Aktivasinya ¼
putaran / minggu.
c. Distalisasi Molar : untuk kasus 2-3 mm. RA/RB akibat M permanen yang
bergerak ke mesial. Karena M2 sulung tanggal prematur, tidak ada gigi M2.
Alat yang digunakan : piranti lepasa, headger.
d. Memprokliansi I : retroklinasi dan profil muka tidak cembung.
4. Kurve of Spee : Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan oklusal
molar terakhir RB. Normalnya ≥ 1,5 mm.
5. Diastema : Ruang diantara 2 gigi yang berdekatan.
a. Diastema fisiologis (terjadi pada gigi sulung)
- Ugly dugling stage: Jarak insisiv sentral RA permanen muda, biasanya
terjadi pada usia 9-10 tahun.
- Primate space: RA= Insisiv lateral dan Caninus sulung
RB= Caninus dan Molar 1 sulung
- Deplomental stage: Setiap gigi sulung anterior
- Leeway space: Jarak yg terbentuk dari gigi sulung caninus, molar 1 sulung
dan molar 2 sulung diganti dengan caninus, premolar 1, premolar 2
permanen. Menurut profit idealnya untuk RA adalah 1,5 mm dan untuk
RB 2,5 mm.
b. Diastema Patologis (terjadi pada gigi permanen)
- Lokal : Presistensi, Frenulum, Kebiasaan buruk
- Umum : Makroglosi, DDM, Keturunan
6. Gigi Terletak Salah
a. Versi : mahkota gigi miring, akar tidak (mesioversi, lingualversi, labioversi)
b. Rotasi : gigi berputar baik akar dan mahkota pada sumbunya
c. Sentris : gerak 2 sisi mesial dan distal
d. Eksentris : gerak 1 sisi mesial / distal
e. Ektostema : gigi terletak diluar lengkung rahang
f. Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat
7. Kelainan kelompok gigi
a. Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior yang sudutnya RA > 110º dan RB
> 90º
b. Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior yang sudutnya RA < 110º dan RB <
90º
c. Berdesakan : gigi yang tumpang tindih
d. Prognati : rahangnya maju ke depan / labial
e. Retrognati : rahangnya maju ke arah palatal / lingual
8. Pergeseran garis Median
a. RA : Ruge Raphae – papila insisiv – frenulum labialis
b. RB : titik sejajar frenulum labialis – frenulum lingualis

Cara membacanya : model hadap kita, jika besar ke kanan maka gigi hilangnya ke
kiri dan sebaliknya
9. Relasi Gigi Posterior : Hubungan gigi atas dan bawah saat oklusi
a. Sagital
- Netroklusi : tonjol mesiobukal M1 permanen atas terletak pada lekukan
bukal M1 permanen bawah
- Distoklusi : tonjol mesiobukal M1 permanen atas terletak di antara tonjol
mesiobukal M1 permanen bawah dan P2 atau tonjol distobukal M1
permanen atas terletak pada lekukan bukal M1 permanen bawah
- Mesioklusi : tonjol mesiobukal M1 permanen atas terletak pada tonjol
distal M1 permanen bawah
- Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan
tonjol mesiobukal M1 permanen bawah
- Tidak ada relasi : bila salah satu M1 permanen bawah tidak ada, misal
karena dicabut, atau bila caninus permanen belum erupsi
b. Transversal
- Gigitan fisura luar RA (normal)
- Gigitan Tonjol
- Gigitan fisura dalam
- Gigitan silang total RA
c. Vertikal : Open bite posterior
d. Relasi Gigi Anterior
- Overjet (jarak gigit) : jarak horizontal antara insisal insisiv RA dengan
bidang labial Insisal insisiv RB. Normalnya 2 – 3 mm.
- Overbite (tumpang gigit) : jarak vertikal insisal insisiv RA dengan insisal
insisiv RB. Normalnya 2 mm.

E. DISKREPANSI GIGI PERMANEN


1. Lengkung Gigi dan Lengkung rahang ( Arch Length Discrepancy)
Analisis Arch Length Discrepancy membandingkan panjang lengkung gigi dengan
lengkung rahang.
a. Mengukur panjang lengkung gigi dengan cara mengukur mesiodistal gigi 16-
26 dan 36-46. Jumlah total lebar mesiodistal menunjukkan ruang yang
dibutuhkan
b. Mengukur rahang
Menurut nance: menggunakan brass wire seperti biasa
Menurut lundstron (teknik segmental): dibagi menjadi 6 segmen (M1, P2);
(P1, C); (I2,I1) bagian kanan dan kiri. Lalu dilakukan perhitungan dengan cara
Diskrepansi= lengkung rahang-panjang lengkung gigi

2. Analisis Bolton ( Tooth Size Discrepancy )


Analisis yang dipakai untuk menentukan rasio lebar mesiodistal gigi-gigi maksila
dengan mandibula. Terdapat dua rasio yaitu rasio total dan anterior.
a. Rasio total: mengukur 12 gigi
Jumlah 12 gigi RB
x 100
Jumlah 12 gigi RA

Hasil:
Normal: 91,3 %
Mandibula lebih besar dari seharusnya: >91,3%
Maksila lebih besar dari seharusnya: <91,3%
b. Rasio anterior: mengukur 6 gigi

Jumlah 6 gigi RB
x 100
Jumlah 6 gigi RA

Hasil:
Normal: 77,2 %
Mandibula lebih besar dari seharusnya: >77,2%
Maksila lebih besar dari seharusnya: <77,2%

3. Analisis Howes
a. Mengukur panjang lengkung gigi seperti cara ALD
b. Mengukur lebar lengkung rahang/lebar basis apikal: jarak antara titik terdalam
fossa kanina. Diukur dari titik ujung apeks gigi P1 RA kanan dan kiri
menggunakan jangka yang runcing. Rumus:
Lebar basis apikal
x 100
Lengkung gigi

Hasil:
44%: Rahang cukup lebar
<37%: lengkung basal sempit. Diperlukan pencabutan gigi

37%-44%: membutuhkan perawatan antara ekspan atau pencabutan

>44%: lebar lengkung basal>lebar lengkung gigi antara 14 dan 24 aman


untuk dilakukan ekspansi

4. Analisis Pont
Menentukan lebar lengkung ideal berdasarkan lebar mesio distal keempat gigi insisif
rahang atas. Tujuan Indeks Pont digunakan untuk menentukan lebar lengkung gigi
normal.
a. Indeks Premolar = jumlah mesio distal keempat insisivusmaksila x 100
Jarak interpremolar
b. Indeks Molar = jumlah mesio distal keempat insisivusmaksila x 100
Jarak intermolar
F. ANALISA SEFALOMETRI
1. Titik Jaringan Keras

a. S (Sella) : titik tengah pada sella tursika, berbentuk ½ lingkaran pada tulang
spenoid dan ± 3mm kedalaman lingkaran dasar sella tursika
b. N (Nation) : perpotongan sagital dengan sutura frontonasalis. Pertemuan
antara tulang frontal dan tulang nasal
c. A (Subsspinale) : titik terdalam pada kurvatura alveolaris RA diantara
spinasalis anterior dan gigi insisiv RA
d. B (Submentale) : titik terdalam pada kurvatura alveolaris RB antara dagu dan
insisiv RB
e. O (Orbita) : Titik terendah dan di depan dari rongga mulut
f. Pog (Pogonion) : titik anterior pada dagu (titik paling luar pada dagu diantara
B dan Gn)
g. Gn (Gnation) : titik inferior anterior pada dagu (titik tengah pada dagu diantara
Po dan Me)
h. Me (Menton) : titik inferior pada dagu (titik terendah pada dagu)
i. Go (Gonion) : titik tengah pada lengkung sudut mandibula diantara ramus dan
korpus
j. SNA (Spina Nasalis Anterior) : ujung spina nasalis anterior (titik terdepan
dari tulang maksila)
k. SNP (Spina Nasalis Posterior) : ujung spina nasalis posterior (titik paling
dalam / posterior dari tulang maksila)
2. Titik Jaringan Lunak

a. Gl (Glabella) : titik anterior paling menonjol pada dahi


b. N’ (Nasion) : titik paling cekung antara dahi dan ujung hidung
c. Pn (Pronasi) : titik terdepan dari hidung
d. Sn (Sub Nasal) : dasar hidung
e. Ls (Labiale Supeus) : titik paling anterior bibir atas
f. Sto (Stomion) : titik teratas vermillion bibir bawah
g. Li (Labiale Inferius) : titik paling anterior bibir bawah
h. Pog’ (Pogonion) : Jaringan lunak pogonion. Titik paling anterior dagu
i. Me’ (Menton) : Jaringan lunak menton, titik terendah dagu
3. Bidang
a. Bidang SN : Menghubungkan antara titik S dan N
b. FHP (Frankfrut Horizontal Plane) : Menghubungkan antara titik Po dan O
c. Maxilla Plane : Menghubungkan antara titik ANS dan PNS
d. Mandibula Plane : Menghubungkan antara titik Go dan Me
e. Oclusal Plane : Menghubungkan antara oklusi gigi molar dan insisal insisiv
RB
4. Analisa sefalometri terbagi menjadi 4 yaitu :
a. Analisa Downs
 Orthognathic Facial Type : profil lurus dagu normal
 Prognathic Facial type : dagu menonjol
 Retrognathic Facial Type : dagu resesif
 True prognatism : mandibular besar (gigi maju dagu kebelakang)
Tipe muka diukur pada sudut Npog dan FHP, normalnya 87,8º±3,6º

- NA-Pog : digunakan untuk melihat sudut dari lengkung basal maksila


dengan profil wajah. 0º itu normal, jika positif (maksila lebih maju
daripada mandibular) dan negatif (profil prognati).
- Pertumbuhan muka Y-Axis : sudut bidang mandibula yang besar terjadi
pada wajah retrusif dan protrusif dan merupakan pola wajah hiperdivergen
yang tidak menguntungkan. Bidang mandibular didapat dari titik Go dan
Me. Normalnya 59,4º±3,82º
- Interinsisal, sudut ini relatif kecil bila gigi insisif mengalami protrusif,
sedangkan untuk gigi retrusif sudut interinsisal akan bertambah.
Normalnya 135º±10º.
b. Analisa Steiner
 Skeletal Analisis (sagital)
SNA : untuk menilai posisi maksila dengan basis cranium depan.
Normalnya 82º±3º
SNB : untuk menilai posisi mandibula dengan basis cranium depan.
Normalnya 79º±3º
ANB : untuk mengetahui hubungan mandibular dan maksila. Dengan
hasil 2º-3º itu normal, ≥4º itu kelas II dan negatif itu kelas III
 Skeletal Analisis (vertikal)
Mandibular plane angle (SN- Mandibula plane) dan Y-Axis (with SN)
 Dental Analisis
U1-NA Angle : mengetahui posisi insisiv RA. Diukur dengan
menggunakan inklinasi insisiv RA dengan garis NA. Diukur pada
sudut antara garis NA dan garis inklinasi pada bagian akar gigi.
Normalnya 22º
U1- NA Distance : mengetahui posisi insisiv RA. Diukur
menggunakan inklinasi insisiv RA dengan garis NA. Diukur pada
sudut antara garis NA dan garis inklinasi pada bagian mahkota gigi.
Normalnya 4 mm
L1-NB Angle : mengetahui posisi insisiv RB. Diukur menggunakan
inklinasi insisiv RB dengan garis NB. Diukur pada sudut antara garis
NB dan garis inklinasi pada bagian akar gigi. Normalnya 25º.
L1-NB Distance : mengetahui posisi insisiv RB. Diukur menggunakan
inklinasi insisiv RB dengan garis NB. Diukur pada sudut antara garis
NB dan garis inklinasi pada bagian mahkota gigi. Normalnya 4 mm.
c. Analisa Wits
Untuk menentukan disharmoni rahang dalam arah anteroposterior secara
sederhana tetapi tidak bisa menunjukkan hubungan rahang terhadap wajah.
Analisa Wits ini digunakan sebagai pelengkap metode analisis skeletal,
menentukan derajat keparahan maloklusi. Membuat garis tegak lurus masing-
masing dari titik A dan B ke bidang oklusal saat oklusi maksimal. Titik
pertemuan antara garis A dan B dengan bidang oklusal diberi nama AO dan
BO. Pada oklusi normal titik BO terletak ± 1mm dibelakang AO. Normalnya
(-2mm – 1mm), kelas II ( >1mm), kelas III (<-2mm).
d. Analisa Tweed
Inklinasi insisif mandibular terhadap tulang basal dan hubungannya dengan
relasi vertikal mandibular terhadap cranium.
 IMPA (Incisor Mandibular Plane Angle), mengetahui inklinasi insisif
mandibular yang stabil terhadap bidang mandibular. Normalnya 90º±5º
Protusif (> Normal) dan Retrusif (< Normal)
 FMA (Frankfort Mandibular Angle), mengetahui hubungan
pertumbuhan dalam arah vertical dan anteroposterior. Mewakili
pertumbuhan 1/3 muka bagian bawah, posterior-inferior. Normalnya
22º-28º, Low Angle (<22º) dan High Angle (>28º)
 FMIA (Frankfort Mandibular Incisive Angle), Inklinasi insisif bawah
terhadap basis kranii. FMIA menunjukkan derajat keseimbangan yang
harmonis dari profil wajah hubungannya dengan posisi insisif
madnibula. Normalnya 65º-70º, Protusif (>70º) dan Retrusif (<65º)
e. Jaringan lunak
 Nasolabial angle Sudut pada titik Sn. Normalnya 90º-100º
 Steiner’s Line (S-Line), didapat dari titik Pog dihubungkan dengan
titik diantara titik Sn dan titik Pn. Digunakan untuk melihat bentuk
bibir.
Dengan hasil: Bibir ideal, balance (jika tebal bibir berada pada garis
S-Line), Bibir protusif (jika tebal bibir melebihi garis S-Line),dan
Bibir retrusif (jika tebal bibir kurang dari garis S-Line)
 Ricket’s Line (E-Line), didapatkan dari titik Pog dibubungkan dengan
titi Pn. Digunakan untuk melihat ketebalan bibir. Normalnya BA (4
mm) dan BB (2 mm).

G. ETIOLOGI MALOKLUSI PADA KARTU STATUS


1. Faktor Keturunan / Herediter
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam 2 hal :
a. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang : yang menghasilkan maloklusi
berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multiple
b. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk RA dan RB
c. Dental : Variasi ukuran gigi, berdesakan, diastema, oligodontia dan anodontia
d. Skeletal : Asimetri muka, macrognatia dan micrognatia, retrusi mandibula dan
prognasi mandibula
2. DDM (Disharmoni Dento Maksiler)
Diagnosis besar gigi dengan lengkung rahang. Macam-macam dari DDM yaitu :
a. Crowded (berdesakan)
Ukuran gigi besar pada lengkung normal, ukuran gigi normal pada lengkung
kecil
b. Multiple Diastema
Ukuran gigi kecil pada lengkung normal, Ukuran gigi normal pada lengkung
besar
c. Transitoir
Ketidakharmonisan erupsi gigi dengan pertumbuhan tulang, terkoreksi seiring
bertambahnya usia
Perawatan untuk kasus Berdesakan DDM
- Serial extraction (ekstraksi seri)
- Urutan pencabutan : ekstraksi caninus sulung untuk koreksi berdesakan
anterior, ekstraksi M1 sulung untuk erupsi gigi P1, ekstraksi P1 permanen
untuk tempat C permanen
3. Gejala Klinis
a. Fase Gigi Sulung : Tidak ada monkey gaps
b. Fase Geligi Campuran : palatoversi I2 RA, dikarenakan I1 saat tumbuh
meresopsi akar gigi I1 dan I2, sehingga I1 dapat tumbuh sempurna, namun I2
tetap di palatal
c. Gigi Kaninus Eksoterm, dikarenakan I2 akan tumbuh meresorpsi akar C
sulung, sehingga gigi kaninus kekurangan tempat, karena letak benih C di
labial, maka gigi tersebut menjadi labioversi atau diluar lengkung (eksoterm).
4. Kehilangan Gigi sulung
Salah satu fungsi dari gigi sulung adalah menyediakan tempat bagi gigi permanen
penggantinya dan secara tidak langsung juga mempertahankan panjang lengkung
gigi. Penyebab kelainan ini adalah karies dan trauma.
5. Kelainan Otot Mulut
a. Lidah : otot Mylohyoid, otot Genioglossus
b. Bukal : otot Buccinator, otot Masseter
c. Bibir : Orbicularis oris
Aktivitas buccinator yang berlebih dapat mengakibatkan konstriksi
maksila akibat tekanan berlebihan arah lateral, biasanya dijumpai pada
kebiasaan bernapas melalui mulut
Orbicularis oris melekat pada bagian utama bibir, cuping hidung, kulit
dagu. Saat pernapasan melalui mulut, aktivitas otot berlebih, menyebabkan
bibir terangkat keatas, notabene bibir adalah penahan gigi anterior RA supaya
tidak berinklinasi ke labial. Sehingga akibatnya mulut terbuka dan gigi
cenderung proklinasi.
Aktivitas otot mylohyoid dan genioglossus berlebih menyebabkan
posisi lidah lebih rendah dari normal dan RB turun. Hal itu menyebabkan
tekanan lidah RA kurang.
6. Kelainan Jumlah Gigi
a. Hipodontia : kehilangan 1-6 gigi kecuali molar ketiga
b. Oligidontia : kehilangan >6 gigi, kecuali molar ketiga
c. Anodontia : tidak adanya / tidak terbentuknya benih gigi
7. Kelainan Patologi
a. Fraktur rahang masa anak-anak
b. Penyakit periodontal
c. Trauma dentoalveolar
d. Tanggal prematur gigi sulung
8. Defek Kongenital
a. Cleft Lip and palate
- Crowding : akibat dari penyempitan dan retrusif maksila
- Crossbite anterior dan posterior RA
- Anomali bentuk maupun tidak adanya gigi pada region yang bercelah
b. Cleidocranial Dysplasia
- Skeletal Dysplasia akibat defek pada osifikasi intramembrane dan tulang
endokondral
- Persistensi gigi sulung
c. Multiple supernumemary teeth
- Kegagalan erupsi gigi permanen
d. Ectodermal Dysplasia
- Kelainan genetik autosomal recesive yang mempengaruhi gigi, rambut,
kuku, kelenjar keringat
- Hypodontia dengan makrodontia dan anomali bentuk gigi
e. Hemifacial Microsomia
- Mandibular retrognati, asimetri mandibular
- Tulang fasial yang datar
- Hypoplasia ramus mandibula dan condyle
f. Treacher Collins Syndrome (Mandibulofacial dysostosis)
- Pola skeletas klas II
g. Pierre robin syndrome
- Mandibular micrognatia
- Glossoptosis (lidah yang posisinya lebih ke belakang)
h. Fetal alcohol Syndrome (FAS)
- Anomali yang berhubungan dengan konsumsi alkohol saat masa
kehamilan
H. MACAM DIAGNOSA
1. Menurut Angle
a. Kelas I : Cups mesiobukal M1 RA permanen berada pada bukal groove M1
RB permanen. Biasanya disertai gigi berdesakan, gigitan terbuka, protrusi dll.
b. Kelas II : Cups mesiobukal M1 RA permanen berada diantara cups
mesiobukal M1 RB dan distobukal P2 RB permanen.
Divisi I : seluruh insisif RA protrusif
Divisi II : insisiv sentral retroklinasi dan insisiv lateral proklinasi atau keempat
insisiv retroklinasi disertai deepbite.
c. Kelas III : Cups mesiobukal M1 RA permanen berada diantara mesiobukal M2
dan distobukal M1 RB permanen
2. Menurut Dewey
 Kelas I
1. Tipe 1: Crowded anterior
2. Tipe 2: Insisiv RA protusif
3. Tipe 3: Crossbite anterior
4. Tipe 4: Crossbite posterior
5. Tipe 5: Mesial drifting
 Kelas III
1. Tipe 1: Edge to edge
2. Tipe 2: Insisiv RB retroklinasi dan berdesakan
3. Tipe 3: Crossbite

I. MACAM PERAWATAN
1. Ekstraksi Seri
Merupakan ekstraksi yang direncanakan dan pencabutan dilakukan secara
berurutan. Indikasi ekstraksi seri ini adalah kekurangan tempat yang banyak dan
perawatan DDM pada tipe berdesakan. Dengan urutan :
a. C sulung : menghilangkan berdesakan anterior
b. M1 sulung : memberi tempat untuk P tumbuh
c. P1 permanen : jika masih kekurangan tempat
2. Non Ekstraksi
Merupakan perawatan pencabutan gigi sulung tanpa pencabutan gigi permanen.
Dengan indikasi sedikit kekurangan tempat.
3. Ekstraksi
Merupakan perawatan pencabutan pada gigi permanen. Dengan indikasi
kekurangan tempat sekitar 7-10 mm tetapi gigi sulung sudah tidak ada.
4. Ortodonsi Bedah
a. Bedah Mayor
Merupakan suatu tindakan bedah yang sering dilakukan pada maloklusi kelas
II dan III yang parah, seperti kelainan konginetal, gigitan terbuka skeletal dll.
b. Bedah Minor
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengkoreksi
masalah periodontal yang ditujukan untuk memperbaiki estetik, membantu
tindakan menempatkan gigi dalam lengkung yang benar dan mengurangi
relaps, seperti frenektomi.
5. Perawatan Pasif
Retainer merupakan alat pasif ortodonti yang digunakan untuk membantu
menangani dan menstabilisasi gigi dalam waktu yang lama serta memberikan
reorgenarisasi struktur pendukung setelah tahap aktif.

J. DESAIN PIRANTI
1. Komponen Aktif
Merupakan komponen yang dapat digerakkan
a. Pegas
 Pegas palatal
1) Kantilever tunggal : digunakan untuk menggerakkan gigi kearah mesial
maupun distal, dapat juga untuk menggerakkan gigi ke labial atau
searah dengan lengkung gigi, kawat yang digunakan 0,5 mm. Aktivasi:
koil diputar kearah gigi yang digerakkan, berlawanan dengan arah
putar koil.
2) Kantilever ganda : digunakan untuk anterior, pergerakan ke arah labial,
menggunakan kawat 0,5 mm. perlu diperhatikan, lengan pegas harus
selebar mesiodistal insisiv yang digerakkan agar pegas tidak kaku.
Aktivasi: koil yang menjauhi gigi diputar terlebih dahulu baru yang
dekat dengan gigi, gerakan putar berlawanan.
3) Pegas T : digunakan untuk menggerakkan premolar atau caninus ke
bukal, menggunakan kawat 0,5 mm. Aktivasi: menarik pegas menjauhi
lempeng akrilik
4) Coffin : digunakan untuk ekspansi gigi kearah transversal biasanya
untuk gigi premolar/molar atau keduanya. Bisa digunakan untuk
crossbite posterior unilateral dengan displacement mandibula,
menggunakan kawat 1,25 mm dan pegas ini sulit dikontrol Aktivasi:
sebaiknya jangan menggunakan tang karena dapat menyebabkan
distorsi, sebaiknya menggunakan kedua tangan untuk menarik kedua
bagian akrilik anretior ke lateral.
 Pegas bukal
Digunakan untuk menarik gigi kaninus kearah palatal dan distal.
1) Retractor bukal dengan penyangga, menggunkan kawat 0,5 mm, lebih
nyaman digunakan dan dapat menahan piranti agar tidak mudah
tergelincir
2) Retractor bukal tanpa penyangga , menggunkan kawat 0,7 mm karena
tidak mempunyai penyangga maka piranti lebih mudah tergelincir.
b. Busur labial
Digunakan untuk menarik insisiv ke lingual atau palatal
1) Retractor Roberts, dengan menggunakan kawat 0,5 mm dan terdapat koil
di kedua ujungnya, bagian kawat sesudah koil dimasukkan ke tabung baja
nikrat. Aktivasi: dilakuakan aktivasi pada lengan pegad vertical di bawah
koil
2) Busur labial tinggi dengan pegas apron, kawat yang digunakan 0,9 mm
untuk busur labial yang tinggi dan 0,4 mm untuk pegas apron. Prinsipnya
sama dengan retractor roberts. Pegas apron memiliki sifat mekanis yang
bagus, tetapi retractor roberts lebih sering dipilih karena lebih mudah
dibuat dan lebih nyaman dipakai.
3) Busur labial dengan lup U, menggunakan kawat 0,7 mm. keuntungan
busur ini untuk mengurangi jarak gigit yang sedikit atau bila diperlukan
untuk meratakan insisiv, yang dapat digunakan bersama dengan pegas
palatal untuk retraksi kaninus. Aktivasi: tahan bagian lup menggunakan
tang dan tekuk lup menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dengan ini kaki
horizontal akan terangkat ke insisal. Tahan lup pada bagian dekat kaki
horizontal menggunakan tang dan lekukkan kaki horizontal kembali lurus
menggunakan ibu jari.
4) Busur dengan self straightening wire, merupakan modifikasi dari busul
labial lup U, tetapi cenderung menyebabkan lengkung anterior menjadi
datar, untuk mengurangi kecenderungan ini sebaiknya digunakan dua
pegas kiri dan kanan. Aktivasi: menutup lup U dari busur dan bila perlu
mengatur tinggi busur labial
5) Busur labial dengan lup terbalik. Busur ini sama dengan busur labial
dengan lup U tetapi lupnya terbalik Aktivasi: pertama, membuka lup
vertical dengan cara menekan ujung lup dengan tang, kemudian busur
harus dibengokkan pada dasar insisiv bergerak ke insisal.
6) Busur Mills, dengan menggunakan kawat 0,7 mm, tetapi kelenturannya
ditambah oleh karena kedua lupnya diperlebar. Busur ini digunakan
sebagai pengganti retractor roberts untuk mengurangi jarak gigit
c. Ekspansi
Digunakan untuk mengekspansi lengkung geligi ke arah transversal maupun
sagittal, anterior maupun posterior tergantung jenis dan penempatan sekrup.
Aktivasi: sekrup diputar sesuai dengan arah yang ada pada plat sebanyak ¼
putaran setiap minggu dan menghasilkan 0,2-0,25 mm
1) Ortodontik ekspansi
 Maxillary expansion
 Mandibular expansion
 ilateral expansion
 Sectional expansion
 Expansion in three direction
2. Komponen retentive
Merupakan tahanan terhadap perubahan letak piranti lepasan.
a. Klamer adam, cangkolan ini menggunakan undercut gigi di mesiobukal dan
distobukal sebagai tempat retensi. Pada anak anak, undercut dapat terletak
dibawah tepi gingiva . pada orang dewasa, terutama bila didapatkan resesi
gingiva sebaiknya arrowhead jangan mengenai gingiva tetapi tepat pada
undercut. Biasanya menggunakan kawat 0,7 mm tetapi pada gigi premolar,
kaninus dan insisiv sentral menggunakan kawat 0,6 mm.
b. Southend merupakan retensi yang terdapat pada anterior. Berada pada gigi
insisiv sentral, mengikuti tepi gigi dan sebuah lup U kecil dibuat di bawah
undercut interdental.
c. Busur labial digunakan untuk retensi tambahan pada region anterior
Busur labial panjang dibuat dari gigi C hingga C. Busur labial pendek Dibuat
dari gigi P1 hingga P1.
d. C clasp digunakan untuk retensi tambahan selain klamer adam, cangkolan ini
ada pad gigi caninus
e. Ball clasp digunakan di interdental gigi baik anterior maupun posterior.
Biasanya menggunakan kawat 0,7 mm
f. Inmann merupakan gabungan antara ball clasp dan omega loop. Prinsipnya
menyerupai cangkolan adam. Jembatan diganti menggunakan omega loop dan
arrowhead diganti dengan ball clasp. Terdapat 2 ukuran yaitu premolar dan
molar.
3. Lempeng akrilik
a. Mencegah pergeseran gigi gigi yang tidak akan digerakkan/sebagai
panjengkaran
b. Meneruskan kekuatan yang dihasilkan oleh komponen akrif ke penjangkar
c. Mendukung komponen yang lain seperti tempat penamanan basis springs,
klamer adam, busur labial dll.
d. Melindungi spring di daerah palatal
e. Menahan dan meneruskan kekuatan gigitan
f. Sebagai peninggian gigit posterior
g. Sebagai peninggian gigit anterior
1) Plat peninggian gigit dataran miring rahang atas (maxillary inclined bite
plane) merupakan plat dengan peninggi gigitan dan dataran gigitan
berbentuk bidang miring pada permukaan palatinal gigi-gigi anterior
rahang atas, atau membuat sudut dengan bidang oklusal. Besar kemiringan
sudut tergantung tujuan, umumnya 45° agar memberi efek proklinasi
gigigigi anterior rahang bawah dan mendorong madibula maju ke depan.
2) Plat peninggian gigit datar rahang atas (maxillary flat bite plane) adalah
peninggi gigitan pada rahang atas dengan bidang gigitan merupakan
bidang datar yang sejajar dengan bidang oklusal diregio anterior.
3) Peninggian gigit miring rahang bawah (Mandibular inclined bite plane)
Peninggi gigitan ini berupa plat pada rahang bawah dengan perluasan
berupa penebalan plat membentuk dataran miring pada permukaan lingual
gigi-gigi anterior rahang bawah.
4) Peninggian gigit Sved (Sved Bite Plane) Alat ini terdiri dari plat yang
dibuat dari plat akrilik membentuk dataran gigitan pada rahang atas
dengan perluasan plat menutupi tepi insisal sampai permukaan labial gigi-
gigi anterior atas setinggi : +2 mm dari tepi insisal.
5) Peninggian gigit berongga (Hollow Bite Plane) Konstrusi alat ini
dilengkapi klamer pada gigi penjangkar busur labial dengan penebalan
plat membentuk dataran gigitan yang berongga pada permukaan palatinal
gigi-gigi anterior atas. Rongga ini berfunsi untuk menempatkan pir-pir
agar tetap bebas dibawah plat untuk mengoreksi gigi yang malposisi.
4. Penjangkaran
Merupakan tahanan terhadap pergerakan unit yang menahan reaksi kekuatan dari
komponen aktif dan sebagai penahan gigi yang tidak digerakkan. Penjangkaran
harus mempunyai kekuatan yg sama dengan atau lebih besar dari kekuatan
komponen aktif.
a. Ekstraoral
1) Cranial
High pull headgear atau headcap, saat memasang headcap, tinggi kaitan
elastik bisa diatur sehingga menghasilkan arah gaya yang diinginkan.
2) Occipital
Medial pull headgear, arah tarikan harus horisontal (penjangkaran
occipital) atau bisa juga dibuat sedikit lebih tinggi untuk menambah
retensi. Komponen gaya ke arah bawah harus dihindari karena
menyebabkan alat lepasan cenderung lepas.
3) Cervical
Low pull headgear, neck strap Neck strap ini tidak terlalu mecolok
dibandingan dengan headcap, tetapi arah tarikannya ke belakang dan agak
kebawah sehingga menyebabkan piranti lepasan rahang atas cenderung
terlepas
4) Facial
 Facebow Facebow terdiri dari busur dalam (inner bow) dan busur luar
(outer bow). Piranti ini harus digunakan setiap saat. Untuk penambahan
penjangkaran, facebow harus terpisah tetapi sewaktu waktu dapat
dihubungkan dengan piranti dengan cara memasukkan ujung busur
dalam ke tabung metal yang disolder pada jembatan cangkolan adams
pada molar pertama permanen.
 Facemask dapat digunakan untuk memajukan maksila dan gigi gigi
rahang atas pada pasien usia 8-10 tahun. Indikasi pemakaian face mask
adalah maksila yang posisinya retrognatik, tinggi muka normal atau
sedikit berkurang, dan posisi insisiv yang normal atau sedikit
proklinasi. Arah tarikan kekuatan yang berasal dari elastis kearah
depan dan ke bawah.
 Chincup digunakan untuk merawat kasus maloklusi klas III Angle,
dimana mandibula prognati
 J hook tidak sesuai untuk retraksi gigi gigi posterior, tetapi baik sekali
untuk menambah penjangkaran. J hook ini dikaitkan pada kait kecil
yang disolderkan pada busur labial pendek, cangkolan insisiv sentral
atau cangkolan kaninus.
b. Intraoral
1) Intermaksiler: suatu penjangkaran yang dilakukan pada rahang yang
berbeda
2) Intramaksiler: penjangkaran yang di lakukan pada 1 rahang yang sama
 Gigi
Simple anchorage Suatu penjangkaran yang menggunakan gigi
yang mememppunyai tahanan lebih besar sebagai penjangkar untuk
menggerakkan gigi yang mempunyai tahanan yang lebih kecil.
Biasanya digunakan untuk menahan 1 gigi.
Compound anchorage Penjangkaran yang menggunakan seluruh
rahang sebagai penjangkar.
Reciprocal anchorage Apabial dua gigi atau kelompok gigi yang
mempunyai tahanan yang seimbang bergerak pada arah yang
berlawanan
 Palatum
 3. Interdigitasi RA dan RB

Anda mungkin juga menyukai