Anda di halaman 1dari 32

Nama : Atika Nur Fadhilah

NIM : 40619006

Resume AK Ortodonti 2
Diskusi 1

Jumat, 3 April 2020

1. Analisa Umum
 Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui alasan utama datang ke dokter gigi tentang
keadaan sususan gigi yg kurang baik, mengganggu estetik, fungsi
pengunyahan, dan atas dasar kemauan untuk kedokter gigi.
 Berat badan dan tinggi badan
Ditanyakan untuk mengetahui tumbuh kembang gigi dan tulang. Pada wanita
pertumbuhan lebih cepat daripada laki laki
Perhitungan IMT adalah dengan membagi berat badan (dalam kilogram)
dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat). Contohnya, Anda memiliki berat
badan sebesar 68 kg dengan tinggi 165 cm (16,5 meter).
Jadi nilai IMT yang dimiliki adalah: 68 ÷ (1,65×1,65) = 24.98 Kg/m2
 Ras/kelompok etnik/populasi
Setiap ras memiliki ciri khas sendiri, ditanyakan untuk menganalisa
perawatan.
 Bentuk skeletal
a. Endomorfik : pendek, gendut
b. Mesomorfik : Berotot
c. Ektomorfik : Kurus, sedikit otot, sedikit lemak
 Penyakit anak
Untuk melihat apakah anak mempunyai penyakit sistemik atau tidak.
Contohnya panas tinggi, cacar, infective endocarditis, bleeding disorder,
childhood malignancy, diabetes, epilepsy, asma.
a. Penyakit sistemik
Contoh penyakit yang dapat menimbulkan maloklusi
 Rachitis
Kekurangan vitamin D, pengapuran tulang berkurang sehingga terjadi
deformasi tulang. Pada rahang ditandai dengan tepi prosesus alveolaris
abnormal dan pembentukan email gigi terganggu.
 • Sifilis
Menyebabkan kelainan bentuk gigi (hutchinson teeth) terutama sifilis
kongenital.
 • TBC tulang
Menyebabkan kelainan bentuk tulang terutama pada mandibula.
b. Kelainan endokrin
Ketidak seimbangan kelenjar endokrin mempengaruhi metabolisme zat-
zat yang ada dalam tubuh. Hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar endokrin akan
menyebabkan gangguan metabolik dan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan perkembangan kraniodentofasial. Misalnya : Hipoplasia gigi,
menghambat atau mempercepat pertumbuhan muka tetapi tidak merubah arah
pertumbuhan, menggangu osifikasi tulang, waktu menutupan sutura, waktu
erupsi gigi, waktu resorpsi akar gigi susu, membrana periodontalis dan gingiva
sensitif terhadap gangguan endokrin.
c. Penyakit-penyakit lokal
 Penyakit nasopharingeal dan gangguan pernapasan
 Penyakit periodontal
 Tumor
 Karies
 Prematur loss gigi susu
 Gangguan urutan erupsi gigi permanen
 Hilangnya gigi permanen
 Alergi
Mempunyai alergi obat, makanan, alat ortodonti
 Kelainan endokrin
1. Pralahir: hypoplasia gigi
2. Pasca lahir: percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, dapat
mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorbsi akar
gigi sulung, erupsi gigi permanen, membrane periodontal dan gusi
Contoh:
a. Kelenjar tiroid mempengaruhi perkembangan tulang
b. Kelenjar paratiroid mempengaruhi perkembangan dental
c. Estrogen mempengaruhi remodeling tulang
2. Analisa Lokal
a. Pemeriksaan ekstraoral

Lca

Lcb

 Tipe profil
Dilihat dari samping pasien
a. Menurut Graber
Titik Gl (Glabela), titik Lca (Lip counter atas), titik Lcb (Lip counter
bawah), titik symphysis.
b. Menurut Profit
Titik Gl (Glabela), titik Sn (subnasal), titik Pog (Dagu).
Terdapat 3 hasil, ada yg berbentuk cekung, cembung, lurus
 Tipe muka
panjang wajah
Indeks muka = x 100
lebar wajah
Keterangan :
Panjang wajah: Nasion-Gnasion
Lebar wajah: Bizygonatikus zygion kanan-kiri
Hasil:
Lebar pendek = euriprosop (80-84,9)
Sedang = mesoprosop (85-89,9)
Panjang, sempit = leptoprosop (90-94,9)
 Tipe kepala
lebar kepala
Indeks kepala = x 100
panjang kepala

Keterangan :
Panjang kepala: Glabela-Occipitale
Lebar kepala: Eurion/ Bizygomatic supramasteideus
Hasil:
Dolikosefalik = panjang sempit (≤0,75)
Mesosefalik = sedang (0,76-0,79)
Brakisefalik = lebar (≥0,80)
 Bibir
a. Normal: bibir cukup panjang dan mudah berkontak. Bibir kompeten
b. Hipotonus: tidak kompeten
c. Hipertonus: tidak kompeten
 Fonetik
Dapat dilihat dari pengucapan anak, masing” pengucapan memiliki
perbedaaan etiologi. Pasien diinstruksikan melafalkan huruf tertentu.
Jones Classification
a. Bilabial: m/p/b/w
b. Labiodental: f/v
c. Linguodental: t/d
d. Sibilan: s/z
e. Postalveolar: r
f. Palatoalveolar: c/g
 Kebiasaan jelek
Kebiasaan jelek dipengaruhi oleh durasi ( lama kebiasaan berlangsung),
frekuensi (berapa kali), intensitas (berapa besar kekuatan).
1. Lip Sucking
a. Protusi anterior RA
b. Retrusif anterior RB
c. Diastema sentral
d. Overjet bertambah
2. Tongue Thrusting
a. Protusif anterior
b. Crossbite anterior
c. Openbite anterior
3. Thumb Sucking
a. Protusi anterior RA
b. Retrusif anterior RB
c. Openbite
d. Palatum V, tinggi
e. Overjet besar
f. Gigitan silang posterior
4. Bruxism
a. Atrisi pada seluruh gigi
5. Mouth Breathing
a. Palatum V, dalam
b. Protusif anterior RA
c. Marginal gingivitis anterior
b. Pemeriksaan intraoral
 Mukosa mulut
Melihat gingiva, apakah termasuk gingiva sehat
 Lidah
Melihat apakah ada kelainan seperti mikroglosi dan makroglosi. Dimana
saat lidah makroglosi dapat menyebabkan kelainan seperti diastema dan
dapat mendorong gigi kea rah labial atau bukal
 Palatum
Untuk melihat retensi piranti, palatum dapat diukur menggunakan
kacamulut nomer 4. Cara mengukurnya kacamulut dimasukkan ke dalam
palatum.
Hasil :
1. Sedang: kacamulut masuk setengah
2. Dalam: kacamulut masuk seluruhnya
3. Rendah: kacamulut hanya masuk sedikit
 Kebersihan mulut
Diukur menggunakan indeks OHI-S. dengan cara mengukur CI dan DI lalu
ditambahkan.

Hasil :
1. Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2.
2. Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0.
3. Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0.
 Frekuensi karies
Diukur menggunakan indeks def-t.
D (decay) = gigi berlubang
E (eksfoliasi) = gigi yang dicabut atau hilang karena karies
F (filling) = gigi yang ditambal
Hasil :

1. 0,0 – 1,1 = sangat rendah

2. 1,2 – 2,6 = rendah

3. 2,7 – 4,4 = sedang

4. 4,5 – 6,5 = tinggi

5. 6,6 > = sangat tinggi


 Fase geligi
Urutan erupsi gigi permanen:
RA : Molar 1, Insisiv sentral, Insisiv lateral, Premolar 1, Premolar 2,
Caninus, Molar 2, Molar 3
RB : Molar 1, Insisiv sentral, Insisiv lateral, Caninus, Premolar 1,
Premolar 2, Molar 2, Molar 3
Diskusi 2

Senin, 6 April 2020

1. Analisa Model
 Bentuk lengkung gigi
Ada yg menggolongkan menjadi 5 :
a. Parabola : normal
b. Lyra : menyempit ke anterior
c. Omega : menyempit ke posterior
d. Square : kotak
e. Ovoid
Ada yg menggolongkan menjadi 3 :
a. Parabola
b. Ovoid
c. Square
 Diskrepansi model
Diskrepansi model adalah perbedaan tempat yang tersedia dengan tempat
yg dibutuhkan. Bila hasil (+) semua gigi permanen sudah tumbuh dan
masih ada sisa ruang, bila hasil (-) semua gigi permanen sudah tumbuh dan
masih membutuhkan ruang.
Diskrepansi model gigi pergantian
a. Pengukuran tempat yg tersedia menggunakan brass wire
RA : Mesial M1 permanen kiri melewati fissure ke insisal insisiv ke
mesial M1 permanen kanan melewati fissure pada lengkung yang
benar
RB : Mesial M1 permanen kiri melewati cusp bukal ke insisal insisiv
ke mesial M1 permanen kanan melewati cusp bukal pada lengkung
yang benar
b. Tempat yg dibutuhkan
1. Tabel Sitepu
Cocok untuk ras deutro melayu/surabaya. Dilakukan dengan cara
menghitung jumlah mesiodistal seluruh gigi insisiv RA, dan
dilakukan perhitungan dengan rumus
RA= 4 jlebar insisiv RA+ 2(Y.RA)
RB= 4 lebar insisiv RB + 2(Y.RB)
YRA dan YRB didapat dari table sitepu
2. Tabel Moyers
Biasa digunakan untuk ras Amerika. Untuk perhitungan sama
seperti sitepu tetapi menggunakan insisiv rahang bawah.
3. Tanaka & Jhonston
Menentukan ukuran caninus dan premolar dengan menggunakan
gigi insisiv rahang bawah. Dengan rumus
a. Setengah jumlah lebar insisisv rahang bawah + 10,5 mm=
perkiraan jumlah lebar kaninus dan premolar rahang
bawah(dalam satu kuadran)
b. Setengah jumlah lebar insisisv rahang bawah + 11 mm=
perkiraan jumlah lebar kaninus dan premolar rahang atas(dalam
satu kuadran)
4. Hukaba
Diperlukan foto rontgen saat perhitungan
(Y )( X ' )
X=
(Y ' )
Keterangan :
X = Gigi tetap yang dicari
X' = Besar gigi tetap diukur dari rontgen
Y = Besar gigi susu diukur pada model
Y' = Besar gigi susu diukur dari rontgen
 Diastema
a. Diastema Fisiologis (terjadi pada gigi sulung) developmental
diastema
1. Ugly dugling stage: Jarak insisiv sentral RA permanen muda,
biasanya terjadi pada usia 9-10 tahun.
2. Primate space: RA= Insisiv lateral dan Caninus sulung
RB= Caninus dan Molar 1 sulung
3. Deplomental stage: Setiap gigi sulung anterior
4. Leeway space: Jarak yg terbentuk dari gigi sulung caninus, molar 1
sulung dan molar 2 sulung diganti dengan caninus, premolar 1,
premolar 2 permanen. Menurut profit idealnya untuk RA adalah
1,5 mm dan untuk RB 2,5 mm.
b. Diastema Patologis (terjadi pada gigi permanen)
1. Lokal
o Presistensi
o Frenulum
o Kebiasaan buruk
2. Umum
o Makroglosi
o DDM
o Keturunan
 Gigi Letak Salah
a. Versi: Mahkota gigi miring, akar tidak (linguoversi, labioversi,
palatoversi,dll)
b. Rotasi: Gigi berputar
1. Rotasi sentris: gerak 2 sisi mesial dan distal, gerakan disertai
dengan gerakan mahkota dan akar
2. Rotasi eksentris: gerak 1 sisi mesial atau distal, gerakan hanya pada
mahkota tidak dengan akar
c. Ektostema: Gigi yang terletak diluar lengkung rahang
 Pergeseran garis median
Dilakukan 2 pengukuran
a. Garis median wajah: diukur dari glabella ke philtrum
b. Garis median model
RA: ruge raphae ke papilla insisiva ke frenulum labialis
RB: titik sejajar frenulum labialis ke frenulum lingualis
Pergeseran garis median dapat dikarenakan tanggal premature gigi sulung
atau karena adanya displacement mandibular
 Relasi gigi posterior
a. Relasi molar permanen
1. Netroklusi: Cusp mesiobukal molar 1 permanen RA berada pada
bukal grove molar 1 permanen RB
2. Distoklusi: Cusp mesiobukal molar 1 permanen RA berada diantara
cusp mesiobukal molar 1 RB dan distal premolar 2 RB
3. Mesioklusi: Cusp mesiobukal molar 1 permanen RA berada
diantara mesiobukal molar 2 dan distobukal molar 1 permanen RB
4. Edge to egde: Tonjol cusp bertemu dengan tonkol cusp
5. Tidak ada relasi
b. Relasi molar sulung
1. Mesial step: tipe hubungan ini terlihat permukaan distal molar
kedua desidui rahang bawah berada lebih mesial daripada molar
kedua desidui rahang atas. Kemudian molar pertama permanen
secara langsung erupsi dalam relasi Klas I Angle. Tipe ini biasanya
terjadi pada awal pertumbuhan mandibula ke depan. Jika
pertumbuhan mandibula terus berlanjut, maka dapat terjadi relasi
molar Klas III Angle. Jika pertumbuhan mandibula ke depan
minimal, maka akan terjadi relasi molar Klas I Angle.
2. Flush terminal plane: permukaan distal molar kedua rahang atas
dan molar kedua desidui rahang bawah dalam satu dataran vertical.
Tipe hubungan ini disebut dengan satu dataran vertikal (flush
terminal plane) dan diperoleh relasi molar pertama tonjol lawan
tonjol. Ini merupakan keadaan normal dari gigi desidui, dan dapat
terkoreksi dengan pergerakan molar rahang bawah ke depan sejauh
3-5 mm terhadap rahang atas memanfaatkan developmental space
maupun Leeway space yang ada sehingga relasi molar Klas I Angle
dapat tercapai.
3. Distal step: karateristik tipe ini bila permukaan distal molar kedua
desidui rahang bawah berada lebih distal daripada molar kedua
desidui rahang atas. Kemungkinan relasi molar pada tipe ini adalah
Klas II Angle.
 Relasi Gigi Anterior
a. Overjet (jarak gigit): Jarak horizontal antara insisal insisiv RA dengan
bidang insisal insisiv RB. Dapat diukur menggunakan sonde, probe
atau penggaris (pada model). Normalnya 2-3 mm
b. Overbite (tumpeng gigit): Jarak vertikal insisal insisiv RA dengan
insisal insisiv RB. Dapat diukur dengan vara menandai gigi insisiv RB
lalu diukur dari insisal hingga batas yang sudah ditandai menggunakan
penggaris.

Diskusi 3

Senin, 13 April 2020

 Diskrepansi gigi tetap


a. ALD
Membandingkan panjang lengkung gigi dan lengkung rahang
1. Mengukur panjang lengkung gigi dengan cara mengukur
mesiodistal gigi 16-26 dan 36-46. Jumlah total lebar mesiodistal
menunjukkan ruang yang dibutuhkan
2. Mengukur rahang
o Menurut nance: menggunakan brass wire seperti biasa
o Menurut lundstron (teknik segmental): dibagi menjadi 6
segmen (M1, P2); (P1, C); (I2,I1) bagian kanan dan kiri

Lalu dilakukan perhitungan dengan cara

Diskrepansi= lengkung rahang-panjang lengkung gigi

b. Bolton
Adanya hubungan antara lebar gigi maksila dan mandibula
1. Rasio total: mengukur 12 gigi

Jumlah 12 gigi RB
x 100
Jumlah 12 gigi RA

Hasil:
Normal: 91,3 %
Mandibula lebih besar dari seharusnya: >91,3%
Maksila lebih besar dari seharusnya: <91,3%
2. Rasio anterior: mengukur 6 gigi

Jumlah 6 gigi RB
x 100
Jumlah 6 gigi RA

Hasil:
Normal: 77,2 %
Mandibula lebih besar dari seharusnya: >77,2%
Maksila lebih besar dari seharusnya: <77,2%
c. Pont
Metode untuk menentukan lebar lengkung ideal berdasarkan lebar
mesiodistal keempat gigi insisiv rahang atas. Digunakan untuk
menentukan lebar lengkung dan ekspansi ke lateral.
1. Indeks Premolar
Jumlah mesiodistal keempat insisiv maksila
x 100
jarak interpremolar
Jarak interpremolar (maksila): dari fossa distal pada oklusal P1
kanan dan kiri
2. Indeks Molar
Jumlah mesiodistal keempat insisiv maksila
x 100
jarak intermolar
Jarak intermolar (maksila): dari fossa mesial pada oklusal M1
kanan dan kiri
Hasil perhitungan disamakan dengan table
Hasil:
<5mm: terjadi kontraksi (penyempitan)/distraksi (pelebaran) ringan
5-10 mm: terjadi kontraksi (penyempitan)/distraksi (pelebaran)
sedang
>10 mm: terjadi kontraksi (penyempitan)/distraksi (pelebaran)
berat
d. Howes
1. Mengukur panjang lengkung gigi seperti cara ALD
2. Mengukur lebar lengkung rahang/lebar basis apikal: jarak antara
titik terdalam fossa kanina. Diukur dari titik ujung apeks gigi P1
RA kanan dan kiri menggunakan jangka yang runcing
Rumus:
Lebar basis apikal
x 100
Lengkung gigi
Hasil:

44%: Rahang cukup lebar

<37%: lengkung basal sempit. Diperlukan pencabutan gigi

37%-44%: membutuhkan perawatan antara ekspan atau pencabutan

>44%: lebar lengkung basal>lebar lengkung gigi antara 14 dan 24


aman untuk dilakukan ekspansi

1. Analisa Fungsional
 Path of closure
Gerakan mandibular dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.
Arahnya ke atas dan ke depan.
Terdapat beberapa kelainan, seperti:
a. Deviasi mandibular
Disebabkan karena faktor kebiasan dan memiliki ciri-ciri:
o Saat posisi istirahat adanya pergeseran garis median
o Saat oklusi sentris garis median lurus
b. Displacement mandibular
Terdapatnya halangan, baru bisa oklusi.
Dan memiliki ciri ciri tidak dapat oklusi sentris.
Ada 2 macam:
o Lateral: Terjadi cross bite posterior
o Sagital: Terjadi cross bite anterior
 Free way space
Jarak antara oklusal pada saat mandibular dalam posisi istirahat
Diukur melalui dari titik pronasal ke gnation
Free way space=Rest Vertical Dimension-Occlusal Vertical Dimension
Normalnya 2-3 mm
 Sendi TMJ
Pemeriksaan:
a. Anamnesa : ditanyakan apakah ada nyeri, terbatas saat membuka
mulut, pernah ada trauma atau tidak
b. Inspeksi: perhatiakn apakah ada pembengkakan, deformasi, deviasi
dagu, atrisi gigi
c. Palpasi: diraba pada TMJ dan pasien dianjurkan membuka dan
menutup mulut beberapa kali
d. Auskultasi: didengarkan apakah ada bunyi clicking atau krepitasi
e. Range of motion:
o Lebar normal 35-40 mm
o Lateral 7 mm
o Depan 6 mm

2. Analisa sefalometri
 Titik
 Jaringan Keras
a. S (Sella): Titik tengah pada sella tursika. Berbentuk ½ lingkaran
pada tulang spenoid. Berlokasi ditengah tulang fossa kranial ±3mm
kedalam lingkaran dasar sella tursika.
b. N (Nasion): Perpotongan sagital dari sutura frontonasalis.
Pertemuan antara tulang frontal dan tulang nasal
c. A (Subspinal): Titik paling dalam kurvatura alveolaris rahang atas
diantara spinasalis anterior dan gigi insisiv rahang atas
d. B (Submentale): Titik paling dalam dari kurvatura alveolaris
rahang bawah antara dagu dan insisiv rahang bawah
e. O (Orbita): Titik terendah dan didepan dari rongga mata
f. Po (Porion): terdapat 2 macam porion.
o Pada titik tengah kontur atas metal earrod
o Titik teratas pada meatus auditory
eksterna/telinga(radiolusen) terletak dibelakang kondile
g. Pog (Pogonion): Titik paling luar dagu antara titik B dan GN
(Anterior)
h. Gn (Gnation): Titik tengah dagu antara Po dan Me (Inferior
Anterior)
i. Me (Menton): Titik terendah dagu/ pada sympisish mandibula
(Inferior)
j. Go (Gonion) Titik tengah pada tulang lengkung sudut mandibular
antara ramus dan korpus
k. ANS (Anterior Nasal Spine): Titik terdepan dari tulang maksila
l. PNS (Posterior Nasal Spine): Titik paling dalam/posterior dari
tulang maksila.
 Jaringan Lunak
a. Gl (Glabella): Titik anterior paling menonjol dahi
b. N’ (Nasion): Titik paling cekung antara dahi dan ujung hidung
c. Pn (Pronasal): Titik terdepan dari hidung
d. Sn (Subnasal): Dasar hidung
e. Ls ( Labiale superius): Titik paling anterior bibir atas
f. Sto (Stomion): Titik teratas vermillion bibir bawah
g. Li (Labial Inferius): Titik paling anterior bibir bawah
h. Pog’ (Pogonion): Jaringan lunak pogonion, titik paling anterior
dagu
i. Me’ (Menton): Jaringan lunak menton, titik terendah dagu
 Bidang
a. Bidang SN: Menghubungan antara titik S dan N
b. FHP(Frankfrut Horizontal Plane): Menghubungkan antara titik Po
dan O
c. Maxila Plane: Menghubungkan antara titik ANS dan PNS
d. Mandibula Plane: Menghubungkan antara titik Go dan Me
e. Oclusal Plane: Mengubungkan antara oklusi gigi molar dan insisal
insisiv RB
Diskusi 4

Sabtu, 25 April 2020

 Sudut
a. Steiner
o Skeletal analisis (sagital)
1. SNA: untuk menilai posisi maksila dengan basis cranium
depan. Ukuran normal 82º±3º
2. SNB: untuk menilai posisi mandibula dengan basis cranium
depan. Ukuran normal 79º±3º
3. ANB: untuk mengetahui hubungan mandibular dan
maksila.
Hasil:
Kelas 1: normalnya 2º-3º
Kelas 2: ≥4º
Kelas 3: negatif
o Skeletal analisis (vertical)
1. Mandibular plane angle (SN-Mandibula plane)
2. Y-axis (with SN)
o Dental analisis
1. U1-NA angle
Untuk mengetahui posisi insisiv rahang atas. Diukur
menggunakan inklinasi insisiv rahang atas dengan garis
NA. Diukur pada sudut antara garis NA dan garis inklinasi
pada bagian akar gigi. Normalnya 22º
2. U1-NA distance
Untuk mengetahui posisi insisiv rahang atas. Diukur
menggunakan inklinasi insisiv rahang atas dengan garis
NA. Diukur pada sudut antara garis NA dan garis inklinasi
pada bagian mahkota gigi. Normalnya 4 mm.
3. L1-NB angle
Untuk mengetahui posisi insisiv rahang bawah. Diukur
menggunakan inklinasi insisiv rahang bawah dengan garis
NB. Diukur pada sudut antara garis NB dan garis inklinasi
pada bagian akar gigi. Normalnya 25º
4. L1-NB distance
Untuk mengetahui posisi insisiv rahang bawah. Diukur
menggunakan inklinasi insisiv rahang bawah dengan garis
NB. Diukur pada sudut antara garis NB dan garis inklinasi
pada bagian mahkota gigi. Normalnya 4 mm
5. IMPA
Hubungan antara insisiv dan garis mandibular. Normalnya
90º-96º
6. L1-FH
7. Pog-NB distance
Mengukur jarak antara garis NB dan titik Pog. Untuk
mengukur panjang dagu.
b. Downs
o 4 tipe muka menurut downs:
1. Retrognathic facial type: dagu resesif
2. Orthognathic facial type: profil lurus dagu normal
3. Prognathic facial type: dagu menonjol
4. True prognathism: mandibular besar (gigi maju tetapi dagu
dibelakang)

Tipe muka ini diukur pada sudut NPog dan FHP. Normalnya
87,8º±3,6º

o NA-APog
Digunakan untuk melihat sudut dari lengkung basal maksila
dengan profil wajah.
Hasil:
Normal: 0º
Positif: maksila lebih maju daripada mandibular
Negatif: profil prognati
o Pertumbuhan muka (Y-Axis)
Sudut bidang mandibula yang besar terjadi pada wajah retrusif
dan protusif dan merupakan pola wajah hiperdivergen yang
tidak menguntungkan. Bidang mandibular didapat dari titik Go
dan Me.
Y-Axis diindikasi untuk sudut dari posisi degu ke bawah, ke
depan, ke belakang dalam kaitannya dengan wajah bagian atas.
Sudut Y-Axis yang besar diindikasikan untuk pola wajah pada
kelas 2. Ukuran normal 59,4º±3,82º
o Interinsisal
Sudut interinsisal ini relatif kecil bila gigi insisif mengalami
protusif, sedangkan untuk gigi retrusif sudut interinsisal akan
bertambah. Ukuran normal 135º±10º
c. Wits
Digunakan untuk menentukan disharmoni rahang dalam arah
anteroposterior secara sederhana tepi tidak bisa menunjukkan
hubungan rahang terhadap wajah. Analisa Wits digunakan sebagai
pelengkap metode analisis skeletal. Menentukan derajat keparahan
maloklusi. Membuat garis tegak lurus masing masing dari titik A dan
B ke bidang oklusal saat oklusi dalam keadaan maksimal. Titik
pertemuan antara garis A dan B dengan bidang oklusal diberi nama
AO dan BO. Pada oklusi normal, titi BO terletak ±1 mm di belakang
AO pada laki laki atau berimpit (0 mm) pada wanita.
Hasil:
(-2 mm) – 1 mm : Normal
>1 mm: kelas 2
<-2 mm: kelas 3
d. Tweed
Dasar analisa Tweed adalah inklinasi insisif mandibular terhadap
tulang basal dan hubungannya dengan relasi vertical mandibular
terhadap cranium. Segitiga diagnostic Tweed sederhana, tetapi sangat
membantu dalam menentukan rencana perawatan.
o IMPA (Incisor Mandibular Plane Angle)
Menunjukkan inklinasi insisif mandibular yang stabil terhadap
bidang mandibular.
Hasil:
Normal: 90º±5º
Protusif: > Normal
Retrusif: < Normal
o FMA (Frankfort Mandibular Angle)
Mengetahui hubungan pertumbuhan dalam arah vertical dan
anteroposterior. Mewakili pertumbuhan 1/3 muka bagian
bawah, posterior-inferior.
Hasil:
Normal: 22º-28º
Low Angle: <22º
High Angle:>28º
o FMIA (Frankfort Mandibular Incisive Angle)
Inklinasi insisif bawah terhadap basis kranii. FMIA
menunjukkan derajat keseimbangan yang harmonis dari profil
wajah hubungannya dengan posisi insisif madnibula.
Hasil:
Normal: 65º-70º
Protusif: >70º
Retrusif: <65º
e. Jaringan lunak
o Nasolabial angle
Sudut pada titik Sn. Ukuran normal: 90º-100º
o Steiner’s Line (S-Line)
Garis S-line didapat dari titik Pog dihubungkan dengan titik
diantara titik Sn dan titik Pn. Digunakan untuk melihat bentuk
bibir.
Hasil:
Bibir ideal, balance: jika tebal bibir berada pada garis S-Line
Bibir protusif: jika tebal bibir melebihi garis S-Line
Bibir retrusif: jika tebal bibir kurang dari garis S-Line
o Ricket’s Line (E-Line)
Garis E-Line didapatkan dari titik Pog dibubungkan dengan titi
Pn. Digunakan untuk melihat ketebalan bibir
Ukuran normal:
BA: 4 mm
BB: 2 mm
a. Etiologi
1. Faktor keturunan
a. Dental
 Variasi ukuran gigi
 Berdesakan, diastema
 Ogliodontia dan anodonsia
b. Skeletal
 Asimetri wajah
 Makrognatia dan mikrognatia
 Retrusi madnibula
 Prognasi mandibula
2. DDM (Disharmoni Dento Maksila)
 Crowded (berdesakan)
Ukuran gigi besar pada lengkung normal atau ukuran gigi normal pada
lengkung kecil. Ciri klinisnya berupa kaninus ektopik dan tidak ada
diastema fisiologis, pada fase gigi sulung tidak ada monkey gaps, pada
fase gigi campuran terdapat palatoversi I2 RA. Untuk perawatannya
dilakukan ekstraksi seri C sulung lalu M1 sulung dan P1 permanen
 Multiple diastema
Ukuran gigi kecil pada lengkung normal atau ukuran gigi normal pada
lengkung besar. Untuk perawatan diperlukan pergerakan bodily sehingga
diperlukan penggunaan orto cekat.
 Transitoir
Ketidak harmonisan erupsi gigi dengan pertumbuhan tulang, terkoreksi
seiring bertambahnnya usia.
3. Kebiasaan buruk
4. Kehilangan premature gigi sulung
Salah satu fungsi dari gigi sulung adalah menyediakan tempat bagi gigi permanen
penggantinya dan secara tidak langsung juga mempertahankan panjang lengkung
gigi. Penyebab kelainan ini adalah karies dan trauma. Kehilangan premature gigi
sulung dapat menyebabkan gigi berdesakan dan pergeseran garis median
5. Kelainan otot mulut
Pada rongga mulut terdapat 3 bagian:
a. Lidah: Otot Mylohyoid, otot Geniolossus
Aktivitas yang tinggi pada otot ini menyebabkan posisi lidah lebih rendah dari
normal dan RB turun. Hal ini menyebabkan tekanan lidah RA kurang
b. Pipi: Otot Buccinator, otot Masseter
Aktivitas buccinators yang berlebih dapat mengakibatkan konstriksi maksila
akibat tekanan berlebihan arah lateral, biasanya dijumpai pada kebiasaan
bernafas melalui mulu
c. Bibir: Orbicularis oris
Orbicularis oris melekat pada bagian utama bibir, cuping hidung, kulit dagu.
Saat pernafasan melalui mulut, aktivitas otot >>, menyebabkan bibir terangkat
ke atas, notabene bibir adalah penahan gigi anterior RA supaya tidak
berinklinasi ke labial. Sehingga akibatnya mulut terbuka dan gigi cenderung
proklinasi.
6. Kelainan jumlah gigi
Terdapat 2 macam kelainan pada jumlah gigi
a. Kelebihan jumlah gigi (supernumerary teeth)
 Para premolar: terdapat penambahan gigi diantara gigi premolar
 Para molar: terdapat penambahan gigi diantara gigi molar
 Mesiodens: terdapat penambahan gigi diantara gigi insisiv sentral
 Distomolar: terdapat penambahan gigi dibelakang gigi molar ketiga
 Laterodens: terdapat penambahan gigi diantara gigi insisiv lateral dan
caninus

Pada kasus ini dilakukan pencabutan pada kelebihan gigi sebelum dilakukan
perawatan.

b. Kekurangan jumlah gigi


 Hipodontia: kehilangan 1-6 gigi kecuali molar ketiga
 Oligodontia: kehilangan >6 gigi, kecuali molar ketiga
 Anodontia: tidak adanya/ tidak terbentuknya benih gigi

Pada kasus ini dilakukan pembuatan gigi tiruan.

7. Letak salah benih


Letak benih yang benar adalah di bagian lingual dan palatal. Bila letak benih gigi
salah maka aka nada kelainan versi.
8. Kelainan patologik
a. Frenulum tinggi dapat menyebabkan diastema sentral
b. Kista, odontoma dan tumor dapat menyebabkan diastema sentral, berdesakan,
migrasi dan mempengaruhi plat
c. Kekurangan nutrisi. Beberapa akibat kekurangan nutrisi tersebut antara lain
seperti Rickets atau pelunakan tulang (kekurangan vitamin D), Scorbut atau
terjadinya pendarahan yang berlebihan pada gusi (kekurangan vitamin C),
Beri-beri (kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.
d. Fraktur rahang pada masa anak-anak dapat mempengaruhi dari pertumbuhan
rahang.
e. Juvenile rheumatoid arthritis (JRA) adalah penyakit sistemik pada anak anak
dengan manifestasi arthritis kronis. Salah satu komplikasi yang sering
dijumpai pada penyakit ini adalah pertumbuhan. Pada JRA yang melibatkan
sendi temporomandibular gangguan pertumbuhan biasanya berupa hambatan
pertumbuhan mandibula yang dapat mengakibatkan mikrognatia, retrognatia,
maloklusi serta beberapa gangguan perkembangan mandibulofasial lainnya.
f. Growth hormone yang berlebih pada kasus ini akan menyebabkan gigantisme
dan mempengaruhi dari pertumbuhan dalam rongga mulut.
g. Penyakit periodontal. Adanya penyakit periodontal akan mempengaruhi
retensi dari plat yang akan digunakan dan dapat mempengaruhi kondisi dari
gigi tersebut.
h. Trauma dentoalveolar
i. Tanggal premature gigi sulung
9. Defek kongenital
a. Cleft lip and palate
 Crowding  akibat dari penyempitan dan retrusif maksila
 Crossbite anterior dan posterior RA
 Anomaly bentuk maupun tidak adanya gigi pada region yang bercelah
b. Cleidocranial dysplasia
 Skeletal dysplasia akibat defek pada osifikasi intermembrane dan tulang
endokondral, mutase RUNX2
 Presistensi gigi sulung
 Multiple supernumerary teeth
 Kegegalan erupsi gigi permanen
c. Ectodermal dysplasia
 Kelainan genetic autosomal recesive yang mempengaruhi gigi, rambut,
kuku, kelenjar keringat
 Severe hypodontia dengan mikrodontia dan anomaly bentuk gigi
d. Hemifacial macrosomia
 Defek region orofacial unilateral
 Asimetri skeletal region facial dengan aplasia/hypoplasia ramus
mandibular dan condyle
 Mandibular retrognati, asimetri mandibular
 Tulang facial yang datar
e. Treacher Collins syndrome
 Down slanting palpebral
 Zygomatic, supraorbital, mandibular hypoplasia
 Colobomas
 Pola skeletal kelas II, vertical pattern >>
f. Piere robin syndrome
 Mandibular micrognatia
 Glossoptosis (lidah yang posisinya lebih ke belakang)
 Isolated cleft palate
g. Apert syndrome
 Maxilar hypoplasia
 Lateral palatal swelling
 Cleft palate
h. Oral facial digital syndrome
 Oral and craniofacial abnormalities with anomalies affecting the digits
 Oral: multiple buccal frenum, lingual hamartoma, cleft tongue, tooth
defect, cleft palate
 Digits: clinodactyl (curvatures), syndactyl (fusion), brachydactyl
(shortness)
i. Holoprosencephaly
 Defek pada forebrain, cerebral hemisphere gagal terpisah
 Oral: SMMCI (Solitary Median Maxillary Central Incisor)
j. Fetal alcohol syndrome
 Anomaly yang berhubungan dengan konsumsi alcohol saat masa
kehamilan
 Retardasi pertumbuhan somatic
 Flat nose, midfacial hypoplasia, thin vermilion border of upper lip
 Indistinct philtrum
 Clesf palate
 Dysfunction of CNS
10. Presistensi gigi
Merupakan belum tanggalnya gigi sulung pada saat gigi permanen sudah tumbuh.
Bila ada gigi presistensi maka akan terjadi versi gigi permanen.
Diskusi 5

Senin, 27 April 2020

1. Diagnosa
a. Menurut Angle
 Relasi molar
1. Kelas I: Cusp mesiobukal M1 RA permanen berada pada bukal grove
M1 RB permanen. Biasanya disertai dengan diastema, crowded,
crossbite, deepbite, mesial drifting, anterior protusif pergeseran garis
median.
2. Kelas II: Cusp mesiobukal M1 RA permanen berada diantara cusp
mesiobukal M1 RB dan distalbukal P2 RB permanen
Terdapat 2 divisi:
Divisi I: Seluruh insisiv RA protusif
Divisi II: Insisiv sentral retroklinasi dan insisiv lateral proklinasi atau
keempat insisiv retroklinasi disertai deep bite
3. Kelas III: Cusp mesiobukal M1 RA permanen berada diantara
mesiobukal M2 dan distobukal M1 RB permanen
 Relasi caninus
1. Kelas 1: kaninus RA terletak diantara kaninus dan premolar pertama
RB
2. Kelas 2: kaninus RA terletak diantara kaninus dan dan insisiv lateral
RB
3. Kelas 3: kaninus RA terletak diantara premolar pertama dan premolar
kedua RB
b. Menurut Dewey
 Kelas I
1. Tipe 1: Crowded anterior
2. Tipe 2: Insisiv RA protusif
3. Tipe 3: Crossbite anterior
4. Tipe 4: Crossbite posterior
5. Tipe 5: Mesial drifting
 Kelas III
1. Tipe 1: Edge to edge
2. Tipe 2: Insisiv RB retroklinasi dan berdesakan
3. Tipe 3: Crossbite
Diskusi 5

Senin, 4 Mei 2020

Anda mungkin juga menyukai