PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun
bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan
manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia.
Jadi manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi.
Selanjutnya, MSDM berarti mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar
tujuan organisasi dapat dicapai secara optimum. Karenanya, MSDM juga menjadi bagian dari
Ilmu Manajemen (Management Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen dalam
pelaksanaan
proses-proses
perencanaan,
pengorganisasian,staffing,
memimpin
dan
mengendalikan.
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada
ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut A.F. Stoner Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orangorang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi
memerlukannya.
Foulkes (1975) memprediksi bahwa peran SDM dari waktu ke waktu akan semakin strategis
dengan ucapan berikut :
For many years it has been said that capital is the bottleneck for a developing industry. I
dont think this any longer holds true. I think its the work force and the companys inability
to recruit and maintain a good work force that does constitute the bottleneck for production.
I think this will hold true even more in the future.
Tidak heran jika sekarang untuk SDM yang handal digunakan terminologi human capital
yang semakin santer kita dengar.
Perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan usahanya. Perubahan tersebut telah menggeser fungsi-fungsi manajemen sumber
daya manusia yang selama ini hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang berkaitan
dengan perekrutan pegawai staffing ,coordinating yang dilakukan oleh bagian personalia saja.
Saat ini manajemen SDM berubah dan fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi
yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi, untuk bersama-sama
mencapai sasaran yang sudah ditetapkan serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat
strategik dalam organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebih bersifat
strategik.
Oleh karenanya manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk : memahami perubahan yang
semakin komplek yang selalu terjadi di lingkungan bisnis, harus mengantisipasi perubahan
teknologi, dan memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis akibat
informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen SDM tersebut telah
memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya di dalam organisasi.
Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan
perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategi
perusahaan. Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan
keputusan strateginya dengan fungsi-fungsi SDM maka akan semakin besar kesempatan
untuk memperoleh keberhasilan.
BAB II
PEMBAHASAN
3
UD. Mette Mubaraq Lombe dengan volume produksi untuk setiap bulannya dapat
mengolah mente gelondongan sebanyak 40 ton dengan asumsi mente kupas sebanyak 8 ton
dengan volume penjualan 4 ton mente mentah (super dan biasa), mente goreng 3,5 ton,dan
tenteng mette 0,5 ton. Produksi ini bisa meningkat ketika ada peningkatan permintaan pasar.
Pimpinan
La Ode Mane,SP
Staff Administrasi
Wahyu
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
2.3 Pengelolaan Manajemen Sumber Daya Manusia Pada UD. Mette Mubaraq Lombe
2.3.1 Menentukan kebutuhan sumber daya manusia
Menentukan sumber daya manusia pada UD. Mete Mubaraq Lombe sangatlah
ditentukan oleh faktor Hubungan Emosional Keluarga, walaupun pada dasarnya perencanaan
SDM dalam sebuah perusahaan mencakup kebijakan seperti rekrutmen dan seleksi,
kompensasi, penilaian kinerja, pengembangan karir, serta pelatihan dan pengembangan.
Namun dalam perusahaan keluarga ini, faktor hubungan emosional keluarga seringkali
berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan tersebut sehingga dalam hal ini penentuan
Kebutuhan Sumber Daya Manusia pada UD Mubarak Lombe berdasarkan pada Hubungan
Kekeluargaan.
5
hasil kinerja
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan selama mereka bekerja dan untuk menentukan
berapa nilai kompensasi yang mesti diterima oleh karyawan ditentukan oleh tingkat pekerjaan
yang dilakukan karyawan tetapi Kompensasi jg seringkali diberikan secara seimbang
berdasarkan kedekatan keturunan.
Tahapan evaluasi mengenai prestasi kerja karyawan UD. Mete Mubaraq Lombe
Sangat ditentukan dengan tingkat kedisiplinan dan kemampuan para karyawan selama
mereka bekerja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perusahaan keluarga sejatinya adalah pertemuan antara dua institusi sosial, yakni
institusi bisnis dan keluarga. Keduanya memiliki nilai-nilai dan tujuan yang bertolak
belakang. Hubungan dalam bisnis bersifat rasional, sementara dalam keluarga bersifat
emosional. Keanggotaan keluarga berdasarkan pada faktor keturunan dan berlangsung nyaris
tanpa batas waktu. Sementara keanggotaan dalam bisnis didasarkan pada kompetensi dan
hanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu.
Fungsi utama keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan serta menumbuhkan rasa
kepedulian dan kasih sayang bagi para anggotanya. Sementara fungsi utama dari bisnis
adalah untuk menghasilkan produk serta keuntungan finansial melalui struktur, sistem, dan
proses yang terencana dan terorganisir. Kontradiksi nilai-nilai dan tujuan dari keluarga dan
bisnis ini sering mempengaruhi efektifitas pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dalam
perusahaan keluarga.
Seperti diketahui, perencanaan SDM dalam sebuah perusahaan mencakup kebijakan seperti
rekrutmen dan seleksi, kompensasi, penilaian kinerja, pengembangan karir, serta pelatihan
dan pengembangan. Namun dalam perusahaan keluarga, faktor hubungan emosional keluarga
acapkali berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan tersebut.
Dalam hal rekrutmen dan seleksi, seringkali anggota keluarga merasa berhak untuk menjadi
bagian dari perusahaan. Dengan alasan sulitnya mendapat pekerjaan, mereka meminta
pekerjaan dalam perusahaan tanpa mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki dengan
alasan prinsip-prinsip keluarga yang mengharuskan anggota keluarga untuk saling membantu
tanpa syarat. Padahal demi kemajuan perusahaan, jelas diperlukan individu-individu yamg
mumpuni, yang untuk memenuhinya seringkali harus direkrut dari luar perusahaan keluarga.
Perekrutan individu-individu yang tidak kompeten dalam jumlah terlalu banyak ini tentu saja
akan mengancam kinerja dan bahkan eksistensi perusahaan.
Kompensasi yang diberikan pada anggota keluarga sering didasarkan pada prinsip dan
kriteria yang mencampuradukkan urusan keluarga dan bisnis. Kondisi menjadi lebih buruk
manakala kompensasi yang diberikan tidak seimbang dengan kontribusi yang dituntut. Akan
muncul rasa ketidakadilan, yang pada gilirannya bakal merusak salah satu pilar budaya
perusahaan, yaitu perlunya kepercayaan. Rendahnya kepercayaan akan mempengaruhi iklim
perusahaan, mempengaruhi kepuasan kerja, motivasi, dan kinerja.
Dalam hal penilaian kinerja, perusahaan keluarga acapkali mengalami kesulitan tatkala
mereka mencoba mengevaluasi anggota-anggota keluarga dekat yang bekerja dalam
perusahaan. Konsep penilaian kinerja dalam konteks institusi keluarga sungguh absurd.
Status seorang individu dalam sebuah keluarga ditentukan oleh siapa dia ketimbang apa
yang telah ia lakukan. Sementara penilaian kinerja dalam institusi bisnis ditentukan oleh
sejauh mana kontribusi seorang karyawan bagi kemajuan perusahaan. Bila seorang pemimpin
atau pendiri perusahaan keluarga harus menilai kinerja anggota keluarganya, hasil penilaian
8
berpotensi mengalami bias. Kesulitan pendiri dalam membuat penilaian semacam ini
diperburuk oleh masalah informasi. Masalah akan muncul manakala karyawan non-keluarga
menutup-nutupi ketidakkompetenan anggota keluarga, umpamanya demi mengamankan
posisi atau pekerjaannya.
Pemimpin perusahaan keluarga juga acap menemui kesulitan dalam menentukan pelatihan
dan pengembangan bagi anggota keluarga dalam hal memisahkan kepentingan individu dan
kepentingan bisnis. Dari sudut pandang keluarga, pelatihan terhadap anggota keluarga harus
berfokus pada apa yang terbaik bagi anggota keluarga tersebut secara individu, lepas dari
kebutuhan perusahaan. Sementara dari sudut pandang perusahaan, pelatihan harus
menekankan pada pengalaman pembelajaran yang akan meningkatkan kemampuan individu
untuk mencapai tujuan organisasi. Sering terjadi, kebutuhan pelatihan dan pengembangan
individu anggota keluarga tidak selaras dengan kebutuhan pelatihan dan pengembangan
organisasi. Akibatnya, sumber daya menjadi terbuang sia-sia, sementara kinerja perusahaan
tidak mengalami perubahan berarti.
Buruknya manajemen SDM dalam perusahaan keluarga sudah tentu menimbulkan dampak
negatif seperti pecahnya konflik, situasi kerja yang tidak kondusif, berkembangnya aneka
intrik, dan tingginya tingkat perputaran karyawan. Kesemuanya bakal berujung pada
buruknya kinerja perusahaan.
Lantas usaha-usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah di atas? Ada
sejumlah hal yang dapat dilakukan. Dalam hal seleksi anggota keluarga yang akan bekerja
dalam perusahaan, pemimpin perusahaan keluarga hendaknya hanya menerima mereka
berdasarkan prinsip-prinsip bisnis semata. Hanya anggota keluarga yang memiliki
kompetensi yang relevan yang akan diterima bekerja dalam perusahaan.
Kompensasi bagi anggota keluarga yang juga harus lebih didasarkan pada nilai-nilai bisnis
ketimbang nilai-nilai keluarga. Yang perlu ditekankan, tidak ada formula kompensasi tunggal
untuk setiap perusahaan keluarga. Setiap perusahaan harus mendesain sendiri sistem
kompensasinya untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan perusahaan dan keluarga dalam
pengertian yang luas.
Dalam menilai kinerja, anggota keluarga yang bekerja di perusahaan harus dievaluasi
berdasarkan pada profesionalisme, seperti halnya karyawan non keluarga. Untuk mengatasi
potensi konflik akibat benturan antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai bisnis, penilaian
terhadap kinerja anggota keluarga harus mencakup opini dari para bawahan, rekan kerja, dan
atasan. Profesional non keluarga juga harus diberi peluang serta kebebasan penuh dalam
menilai kinerja anggota keluarga. Hal ini untuk menghindari bias akibat penilaian yang hanya
dilakukan oleh pemilik atau pemimpin perusahaan keluarga.
Adalah penting untuk membuat perencanaan bagi pengembangan karir anggota keluarga
dalam perusahaan. Jalur karir bagi anggota keluarga harus disesuaikan dengan tujuan
perusahaan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap
9
anggota keluarga yang bekerja di perusahaan yang minat dan kebutuhannya tidak sesuai
dengan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan kembali status kekaryawanannya di
perusahaan. Namun mereka dapat diberi kesempatan untuk memperoleh status kepemilikan,
mengklaim bagian aset keluarga untuk diinvestasikan guna mengejar tujuan profesional
mereka di luar perusahaan. Besarnya kepemilikan terhadap aset keluarga ini ditentukan
berdasarkan nilai-nilai keluarga.
3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis menyarankan agar manajemen sumber daya manusia pada
perusahaan keluarga dijalankan dengan sebaik mungkin, Mengingat begitu pentingnya peran
dan fungsi sumber daya manusia dalam rangka pencapayan tujuan yang ditetapkan
perusahaan. perkembangan psikologi manusia perlu menjadi perhatiaan utama bagi pemilik
perusahaan, agar perusahaan dapat lebih berkembang dan dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
10