Disusun Oleh :
Ristania Maharani
NIM : 12030115420087
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dana Desa merupakan wujud nyata pemerintah dalam berkomitmen memajukan
pembangunan dari tingkat pemerintahan terkecil, sebagaimana pencapaian Cita ke 3 dalam
Nawa Cita Presiden Jokowi, yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan DESA dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Melalui UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, setiap desa diberikan keleluasaan untuk
mengatur kewenangannya sendiri, baik kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan
lokal berskala desa, dan kewenangan yang ditugaskan pemerintah pusat/provinsi/kab./kota
sesuai ketentuan perundang-undangan.
Secara teoritis fraud menurut Alridge dan Parry (1985) adalah tindakan yang tidak
jujur dengan tujuan untuk
menipu
pihak
lain
untuk
keuntungan
pelaku
yang
merugikan pihak yang menjadi korban. Anonymous (2006) fraud merupakan praktik
yang dapat dilakukan oleh orang-orang dari dalam maupun dari luar organisasi, untuk
mendapatkan
keuntungan,
baik
pribadi
maupun
kelompok,
yang
mana
secara
langsung maupun tidak langsung, tindakan tersebut dapat merugikan pihak lain.
Ditegaskan pula oleh Institute of Internal Auditors (IIA) bahwa fraud mencakupi
berbagai
tindak
illegal
yang
disengaja.
Fraud
dapat
berupa
tindakan
yang
menguntungkan ataupun merugikan organisasi dan bisa dilakukan oleh orang dalam
ataupun di luar organisasi.
Dana desa sangat rentan dengan terjadinya fraud atau kecurangan yang dilakukan
bendahara desa selaku pemegang dana desa, dengan segala bentuk dan modusnya telah
membawa dampak buruk dan kerugian kepada masyarakat desa bahkan pemerintahan desa.
Setiap desa apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya semua memiliki risko
terjadinya fraud. Penulisan ini untuk mengetahui kecenderungan terjadinya fraud di sektor
pemerintahan d e s a k h u s u s n ya b e n d a h a r a d e s a , dan indikasinya. Indikasi ini terdiri
dari keefektifan pengandalian internal, perilaku tidak jujur, gaya kepemimpinan, adanya
kesempatan dan asimetri komunikasi.
Mengingat akan arti pentingnya tanggung jawab auditor, maka penulisan proposal
ini untuk mengidentifikasi
kecurangan bendahara desa.
pendeteksian
dengan
menekan
penyebab
terjadinya
fraud
di sektor
dapat
memberi
tambahan
informasi
dan
mampu menjadi
bahan referensi bagi penelitian lain dalam bidang yang terkait. Dan dapat
memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait yang memerlukan hasil
penelitian ini
kurang
jelasnya prosedural karena akses informasi yang kurang, gaya kepemimpinan yang
tidak memberikan teladan, pola tidak jujur, dan pola kebiasaan. Semua itu pemicu
terjadinya fraud.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
1. Penyebab utama fraud dikarenakan sistem dan orang. Sistem yaitu sistem pengelolaan
keuangan dana desa itu sendiri dan orang yaitu bendahara bahkan pejabat yang
memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan dana desa. Pada kondisi
tertentu sistem yang baik dapat membuat pengelolaan keuangan berjalan dengan baik,
dan sebaliknya. Pada kondisi lain, bendahara yang memiliki perilaku yang baik akan
membuat pengelolaan keuangan berjalan dengan baik, dan sebaliknya.
2. Sistem yang lemah dan bendahara/orang tidak baik penyebab terjadinya fraud.
Yang dimaksud sistem yang lemah adalah peraturan-peraturan, prosedur-prosedur
dan tahapan-tahapan tidak dijalankan dengan baik dan benar serta aplikasi-aplikasi
yang digunakan masih manual atau masih banyak yang tidak menggunakan
sistem komputerisasi. Bendahara/orang yang tidak baik adalah bendahara/orang
yang mempunyai sifat buruk seperti tamak/rakus, hidup melebihi kemampuan,
banyak hutang, penjudi, pemin;um, pecandu narkoba, gemar dengan barang bagus
dan tidak punya kemampuan dalam menjalankan sistem itu sendiri.
SARAN
Dalam pengelolaan keuanggan dana desa harus diperhatikan menyangkut aspek sistem
dan orangnya. Jadi kalau kita punya sistem yang baik dilaksanakan oleh orang yang baik
(good people, good sistem) itu sempurna. Sistemnya tidak baik orangnya baik (bad sistem
good people) ini masih bisa dibantu, masih bisa tertolong, masih bisa diperbaiki.
Kenapa demikian, karena meskipun orang bekerja dengan cara manual tanpa
menggunakan sistem dengan baik tapi karena orangnya baik/dia tidak mau berbuat
jahat dan tentunya tidak akan terjadi fraud. Tapi kalau sistemnya baik orangnya tidak baik
(good sistem bad people) itu rusak. Sebaik apapun sistem kalau orangnya tidak baik pasti
rusak. Karena di jebol orang tidak baik. Lebih parah lagi jika sistemnya tidak baik dan
orangnya tidak baik (bad sistem bad people) itu hancur.
BAB II
TELAAH PUTSAKA
2.1 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA FRAUD PADA BENDAHARA
DESA
Analisis hasil wawancara secara mendalam dengan beberapa informan kunci yaitu
Kepala Bagian Perbendaharaan Daerah, Camat, Kepala Desa, Bendahara Desa, Pegawai Desa
dan masyarakat desa, disesuaikan dengan fokus penelitian, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan bentuk dan praktek kecurangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan desa dan
faktor- faktor penyebab terjadinya fraud dalam perspektif pejabat Desa.
Dalam bagian ini, akan dibahas 5 (tiga) bagian yang diajukan pada bagian
sebelumnya berkaitan dengan indikasi penyebab terjadinya fraud.
2.1.1 Aspek pengendalian internal
Lingkungan pengendalian intern merupakan alat untuk menciptakan suasana
pengendalian dalam suatu pemrintahan desa dan harus mampu mempengaruhi kesadaran
pegawai desa tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian yang ada di pemerintah desa
sangat kurang dipahami nyaris sama sekali tidak ada. Kepala Desa bahkan bendahara samasama memposisikan diri bahwa saya yang berkuasa. Hal ini dapat memperlihatkan
bagaimana fraud mudah saja terjadi oleh karena lingkungan internalnya sangat tidak
dipahami oleh aparat desa. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua unsur
pengendalian
intern, menyediakan
disiplin
dan
struktur.
Lingkungan
pengendalian
1.
2.
3.
4.
5.
kita ketahui
bahwa
organisasi merupakan unsur yang sangat berpengaruh sebagai pedoman dalam mencegah,
menghalangi, dan rnendeteksi kecurangan.
Bendahara desa cenderung melakukan perilaku tdak jujur,kita dapat temui di beberapa
desa, adapun ketidak jujuran mereka dianggap lumrah, dan dianggap seperti budaya yang
sepele. Ketidak jujuran bendahara yang sering dilakukan yakni memalsukan bukti-bukti, tidak
terbuka tentang anggara desa yang dikelolanya, tidak jujur terhadap atasan langsung, membuat
laporan palsu trhdap masyarakat, dll.
Banyak hasil riset membuktikan bahwa cara yang paling efektif dalam pencegahan
kecurangan adalah mengimplementasikan program yang didasarkan pada nilai-nilai inti
yang dianut perusahaan. Sehingga membentuk lingkungan yang mendukung perilaku dan
ekspektasi yang membuat pegawai dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan
tindakan mereka.
2.1.3 Aspek gaya kepemimpinan
H. Koontz dan Cyril ODonnel (1982) Kepemimpinan adalah suatu seni atau proses
mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh sungguh
untuk meraih tujuan kelompok.
Kepemimpinan yang direktif (mengarahkan), memberikan panduan kepada para
karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana melakukannya,
menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kinerja.
Gaya kepemimpinan kepala desa yang cuek dengan aturan yang ada bahkan gaya
kerjasama untuk melakukan bukti-bukti fiktif dengan bendahara sering terjadi. Fraud dalam
beberapa kasus ditemui sebagai akibat mencontoh atasan atau teman sekerja, merasa sudah
berbuat banyak, menganggap bahwa yang diambil tidak seberapa, ataupun dianggap hanya
sekadar meminjam, pada waktunya akan dikembalikan. Merasa telah berbuat banyak
menjadi pembenaran seorang pejabat melakukan fraud.
2.1.4 Adanya kesempatan
Adanya kesempatan dapat menyebabkan terjadinya tindakan kecurangan, baik yang
disebabkan karena sistem, aturan dan penegakan aturan (law enforcement). Para bendahara
yang memegang kekuasaan akan memiliki perilaku
diskresi
atau
perilaku
yang
menguntungkan diri sendiri atau sekelompok orang tertentu. Para bndahara akan memiliki
keinginan tertentu untuk memperlengkapi dirinya dengan berbagai fasilitas melebihi standar
yang ada, misalnya mobil, perlengkapan fasilitas kantor dan sebagainya.
Hasil wawancara menjelaskan fraud terjadi karena adanya kesempatan berdasarkan
kewenangan yang dimiliki bendahara bersangkutan maupun dikarenakan SDM yang
dimiliki, yaitu kemampuan bendahara mendisiplikan dengan sanksi secara internal.
Perubahan pola kehidupan ini menimbulkan perubahan dalam pola konsumsi dan
peningkatan pengeluaran lainnya. Konsekuensi logis dari hal ini adalah bendahara
mencari tambahan pendapatan untuk menutupi kelebihan pengeluaran ini. Perilaku ini
secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan tindakan fraud dari seorang
bendahara. Apa jika ada peluang atau kesempatan untuk melakukan hal itu. Peluang
atau kesempatan ini dapat diciptakan sendiri dari bendahara atau merupakan kebiasaan
di masa lalu.
2.1.5 Adanya asimetri komunikasi
Baiman dan Evans (1982) menyarankan agar bawahan yang memiliki informasi
pribadi mengenai perusahaan ikut berpartisipasi sesuai dengan sistem pengendalian
manajemen
dipadukan
dengan menyampaikan
dengan
standar anggaran
atau
menyertakan
pemerintahan
informasi pribadinya
dalam
rangka
untuk
penetapan kinerja
Asimetris informasi bendahara desa dan kepala desa menujukkan hasil pengaruh yang
signifikan positif terhadap perilaku tidak etis pada pemerintahan desa dan asimetri
informasi memberikan pengaruh yang signifikan positif terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi yang dibuat.
Bila terjadi asimetri informasi, bendahara desa akan menyajikan laporan keuangan
yang bermanfaat bagi Kuasa Bendahara Kas Daerah, demi motivasi untuk memperoleh
nilai yang baik di mata mereka, mempertahankan jabatan dan lain- lain (Khang, 2002
dalam Wilopo,
perusahaan
2006). Demikian
membuat
bias
pula,
bila
terjadi
atau memanipulasi
asimetri
laporan
informasi, manajemen
keuangan
sehingga
dapat
dasar
fraud
menurut
Garner
(2004)
adalah
penyalahartian
kebenaran atau penyembunyian fakta yang materiil yang menyebabkan seseorang bertindak
merugikan terhadap pihak lain. Sedangkan menurut Alridge dan Parry (1985), fraud adalah
tindakan yang tidak jujur dengan tujuan untuk menipu pihak lain untuk keuntungan pelaku
yang merugikan pihak yang menjadi korban.
Berdasarkan dari beberapa definisi ini, dapat diartikan secara luas bahwa fraud
terkait dengan penipuan (deception), ketidakjujuran (dishonest) dan niat (intent). Fraud
menyangkut cara-cara yang dihasilkan oleh akal manusia yang dipilih oleh seseorang untuk
mendapatkan suatu keuntungan dari pihak lain dengan penyajian yang salah/palsu.
Kecurangan mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak jujur yang
digunakan untuk menipu orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Singleton et al (2006),
yang mengemukakan bahwa fraud, theft, defalcation, irregularities, white collar crime, dan
(corruption).
Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation) dapat digolongkan ke dalam
kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaranpengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement). Asset misappropriation atau
pengambilan aset secara ilegal dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun dalam
istilah hukum, mengambil aset secara ilegal (tidak sah atau melawan hukum) yang
dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengatasi aset
tersebut, disebut menggelapkan.
Korupsi (corruption) terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of
interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic
extortion). Pengertian korupsi ini tentu saja berbeda dengan pengertian korupsi yang
terkandung dalam Undang-undang 31 tahun 1999 jo Undang-undang 20 tahun 2001. Dalam
bahasa hukum positif (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) pengertian korupsi secara umum, adalah
perbuatan yang diancam dengan ketentuan pasal-pasal UU No 31 tahun 1999. Dalam salah
satu pasal, korupsi terjadi apabila memenuhi tiga kriteria yang merupakan syarat bahwa
seseorang bisa dijerat dengan undang-undang korupsi, ketiga syarat tersebut adalah melawan
hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan merugikan
keuangan negara atau perkonomian negara. Dengan kriteria tersebut maka orang yang
dapat dijerat dengan undang-undang korupsi, bukan hanya pejabat negara saja melainkan
pihak swasta yang ikut terlibat dan badan usaha/korporasi pun dapat dijerat dengan ketentuan
undang-undang korupsi.
2.2.3 Aspek Teoritis Mengenai Faktor Penyebab Fraud
Setiap
orang
dapat
melakukan
fraud.
Kadang-kadang
sulit
dipercaya,
seseorang yang kita pandangjujur, taat beragama, berpendidikan, dari lingkungan sosial
yang
dihormati,
bahkan
dari
kalangan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 DISAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Creswell (dalam Putra & Hendarman
2012, hal. 8) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif mempunyai strategi penelitian yaitu
naratif, fenomenologi, dan studi kasus. Dengan kata lain metode penelitian kualitatif
digunakan untuk mengklarifikasi fenomena yang terjadi dengan sumber data dengan jelas dan
rinci. Tujuan penelitian kualitatif sendiri ialah diperolehnya pemahaman menyeluruh dan utuh
tentang fenomena atau realitas yang diteliti (Rianse & Abdi 2008, hal: 9).
Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi dalam
mendapatkan data yang sifatnya naratif dan gambar. Penelitian ini memfokuskan persoalan
pada indikasi terjadinya fraud dalam pendeteksian kecurangan bendahara desa. Kemudian
penelitian ini memfokuskan pula pada peran masyarakat di dalamnya. Sehingga penelitian
kualitatif ini relevan digunakan untuk menjelaskan indikasi yang terjadi dalam penelitian ini.
3.2 POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah keseluruhan elemen yang dijadikan objek dalam penelitian
(Arikunto,
2002).
Populasi adalah sekelompok orang, ejadian atau segala sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Desa
(SKPD). Berdasarkan data yang diperoleh dari masyarakat desa, Dinas PPKAD dan kepala
inspektorat, dan kantor Distrik.
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang terpilih sebagai sumber data. Peneliti
menjadikan seluruh populasi sebagai sampel (total sampling). Respondennya adalah
kepala, bendahara kas daerah (dians PPKAD), staf sub bagian akuntansi/ keuangan pada
masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan masyarakat desa.
3.3 INSTRUMEN PENELITIAN
Peneliti menjadi alat pengumpul data primer. Sebab manusialah yang dapat berhubungan
dengan responden atau objek, dan menilai apakah kehadirannya dapat mengganggu suasana.
Karena itu, dalam penelitian kualitatif keberhasilan proses pengumpulan data sangat tergantung
kepada peneliti sebagai instrumen utama. Sedangkan alat-alat lainnya seperti kertas, tape
recorder, video cassette dan sebagainya hanya dipandang sebagai alat bantu yang diharapkan
dapat mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, menganalisis dan memahami realitas
yang diteliti.
3.4 LOKASI
Penelitian ini akan dilaksanakan salah satu desa di Kota Batu, yaitu Desa Junrejo,
Kecamatan Junrejo, Kota Batu.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode penelitian terakhir yang saya gunakan. Dengan
digunakannya metode ini, saya memperoleh gambar hasil potret bagaimana pemanfaatan media
penelitian saya. Media ini membantu saya memperoleh data yang akurat, tentang bagaimana
pemanfaatan media audio, visual, auidio-visual dan multimedia dalam proses penelitian.
Manfaat metode ini, saya bisa memperoleh hasil dokumentasi dengan data yang
memperkuat apa yang telah diwawancara dan diamati. Jadi di sini, tak ada dugaan mengadaada data ketika disertai dengan wujud nyata penelitian saya.