Atas dasar ini, wajar jika lahir sejumlah hukum yang berbeda di antara
manusia, bergantung pada sumber hukum yang digunakannya.
Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk memahami jenis-
jenis hukum untuk mengetahui siapa yang berhak membuat hukum. Dengan
begitu, akan jelas sikap apa yang mesti diambil oleh manusia di dalam merespon
perbuatan atau benda yang ada di hadapannya; apakah perbuatan tersebut harus
dilakukan atau malah ditinggalkan..?; apakah benda tersebut mesti diambil atau
justru dicampakkan..?
Dalam hal ini, Allah SWT telah mencela orang-orang yang yang berani
menentukan halal dan haram berdasarkan hawa nafsu mereka, karena tindakan
demikian merupakan manipulasi dan dusta terhadap Allah; Tuhan Pemilik
Kemuliaan. Allah SWT berfirman:
“Janganlah kalian mengatakan dengan lisan-lisan kalian secara dusta bahwa ini
halal dan ini haram”[QS an-Nahl (16): 116]
Benar.., bahwa siapa pun yang berani menentukan halal dan haram berarti
telah membuat kedustaan pada terhadap Allah. Oleh karena itu, siapa saja yang
bertindak demikian berarti seolah-olah telah mengklaim bahwa dirinya adalah
Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang berhak menentukan halal dan haram. Akan
tetapi, tentu saja Allah Pemilik Kemuliaan tidak mungkin ditandingi oleh siapa
pun. Allah SWT berfirman:
“Tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya” [QS al-Ikhlas (112): 4]
Atas dasar inilah, pada saat Adi Ibn Hatim dihadapkan ke hadapan Nabi,
sementara Nabi Saw baru saja membaca ayat: “Mereka telah menjadikan para
pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah’[QS at-Taubah
(9): 31], ia berkata, “Sesungguhnya mereka tidak menyembah para pendeta dan
rahib-rahib mereka”. Akan tetapi Rasulullah Saw berkata, “Akan tetapi, para
pendeta dan rahib-rahib mereka itu telah mengharamkan apa yang telah dihalalkan
untuk mereka dan menghalalkan apa yang telah diharamkan atas mereka, lalu
mereka mengikutinya. Itulah bentuk penyembahan mereka terhadap para pendeta
dan rahib-rahib mereka.”
“Mereka berkata, cukuplah bagi kami apa yang kami jumpai dari nenek moyang
kami, padahal nenek moyang mereka tidaklah mengetahui apapun dan tidak pula
mendapatkan petunjuk” [QS al-Maidah (5): 104]
Ayat di atas merupakan bukti dari adanya Sang Pencipta. Allah SWT juga
berfirman:
“Mereka tidak menciptakan apapun dan mereka bukanlah pencipta” [QS ath-Thur
(52): 35]
“Tidakkah kalian memperhatikan air yang kalian minum..? Apakah kalian yang
menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya” [QS al-Waqi’ah
(56): 68-69]
“Dari apakah dia diciptakan..? Dia diciptakan dari segumpal darah yang telah
ditentukan kadarnya” [QS ‘Abasa (80): 18-19]
Keterbatasan Akal
Sebagaimana dimaklumi, akal manusia sesungguhnya merupakan perkara
mendasar di dalam akidah Islam. Alasannya, hanya dengan metode penggunaan
akal, manusia dapat menentukan eksistensi sang Pencipta, yakni Allah SWT, dan
memastikan bahwa keberadaan-Nya adalah hal yang niscaya (wajib al-Wujud);
bersifat azali; tidak ada tuhan selain Diri-Nya; tidak ada tandingan-Nya; dan tidak
ada sekutu bagi-Nya. Dengan akal pula, manusia mampu memastikan kebenaran
pengutusan Muhammad dan kenyataan bahwa al-Quran sebagai kalam Allah.
Bahkan, seluruh perkara ghaib seperti surga, neraka, kebangkitan dan perhitungan
pada Hari Kiamat hanya mungkin diyakini melalui sumber-sumber yang
sebelumnya telah diuji kebenarannya lewat akal.
Itulah fungsi akal yang sangat besar. Namun demikian, akal memiliki
keterbatasan sebagaimana telah ditentukan oleh Allah, sehingga jika akal
memaksakan diri untuk menjangkau apa yang berada di luar jangkauannya, ia
pasti akan tersesat. Akal, misalnya, tidak mungkin mampu menentukan hukum di
seputar pahala dan siksa. Akal acapkali memandang sesuatu itu baik, padahal ia
buruk di mata Allah. Akal juga sering menganggap sesuatu itu bermanfaat,
padahal justru ia sesuatu yang mudlarat di mata Allah. Bukti-bukti yang
menunjukkan kelemahan dan keterbatasan akal manusia ini sangat banyak dan
sangat mudah ditemukan. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
“Telah diwajibkan atas kalian berperang (berjihad), sementara jihad itu sesuatu
yang kalian benci. Padahal, boleh jadi kalian membenci sesuatu, sementara
sesuatu itu justru buruk bagi kalian; boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu,
sementara sesuatu itu justru buruk bagi kalian. Allahlah yang mengetahui
sedangkan kalian tidak mengetahui” [QS al-Baqarah (2): 216]
Ini adalah ayat yang berkenaan dengan jihad; perkara yang tidak jarang
dibenci oleh manusia, tetapi justru disukai oleh Allah SWT dan merupakan
kebajikan yang sangat besar.
Hal yang juga terjadi manakala manusia memandang bahwa riba itu tidak
ada bedanya dengan jual beli; padahal Allah telah menginformasikan bahwa jual
beli adalah perkara yang halal sementara riba adalah perkara yang haram. Artinya,
keduanya jelas berbeda, dan tidak dapat dipersamakan. Allah SWT berfirman:
“Hal itu karena mereka mengatakan bahwa jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [QS al-Baqarah (2):
275]
“Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam” [QS al-Isra’ (17): 70]
“Tidaklah Kami memberikan ilmu kepada kalian kecuali sangat sedikit” [QS al-
Isra’ (17): 85]
“Kami mengangkat beberapa derajat orang yang kami kehendaki dan di atas
setiap orang yang memiliki pengetahuan pasti ada orang yang lebih mengetahui”
[QS Yusuf (12): 76]
Allah SWT juga telah menunjuki manusia mengenai wilayah kerja akal
dan dan wilayah yang bukan merupakan bidang garapan akal manusia. Allah telah
berfirman, yang ditujukan pada akal manusia, dengan menurunkan sejumlah ayat
makiyyah, dalam upaya menunjuki manusia agar mereka memahami jalan untuk
mengetahui sang Pencipta, yakni dengan jalan mentafakuri dan merenungkan
fenomena makhluk-makhluk-Nya.
Selanjutnya, Allah SWT membukakan pintu yang luas bagi akal untuk
memikirkan bagaimana memakmurkan bumi ini dengan berbagai upaya yang
dipandang boleh dan halal bagi mereka, seperti dengan melakukan pengkajian
ilmiah, mengembangkan industri, dan bahkan untuk keperluan perang, dsb. Allah
SWT berfirman:
“Makanlah oleh kalian makanan yang baik-baik dari apa yang Kami karuniakan
kepada kalian” [QS Thaha (20): 81]
“Persiapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja…” [QS
al-Anfal (8): 60]
“Menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi muslim laki-laki maupun wanita”
[HR. Ibn ‘Abd al-Barr]
“Katakanlah, samakah antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui..?” [QS az-Zumar (39): 9]
“Oleh karena itu bertanyalah kepada orang yang beriman dan berilmu di antara
kalian beberapa derajat” [QS al-Mujadalah (85): 11]
“Tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata, kami beriman kepada Allah” [QS Ali ‘Imran (3): 7]
Melalui salah satu cahaya dari kehidupan para shahabat Rasulullah, kami
memperhatikan pengertian ini. Di dalam perang Badar al-Kubro, manakala Nabi
Saw tiba di sumber ai Badar, Hubab Ibn Mundzir berkata, “Ya Rasulullah,
bagaimana sesungguhnya pendapat Anda mengenai tempat ini..? Apakah tempat
ini telah ditentukan oleh Allah sehingga kami tidak boleh mendahului atau
melambatkannya ataukah ini sekedar pendapat Anda sebagai strategi dan tipudaya
perang saja..?” Rasulullah menjawab, “ini hanya pendapatku sebagai strategi dan
tipudaya perang saja”
Penutup
Terakhir, kami ingin mengatakan bahwa merupakan manipulasi terhadap
Islam jika sampai ada yang mengatakan bahwa Islam membelenggu akal manusia
atau bahwa Islam tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi yang telah
dicapai oleh manusia. Orang yang mengatakan demikian jelas tidak memahami
hakikat Islam, hakikat kedudukan makhluk di hadapan Kholiq, serta hakikat akal
dan potensi yang ada pada manusia. Orang yang seperti inilah yang justru telah
menyesatkan dan merendahkan derajat manusia. Pasalnya, Islam adalah risalah
Allah yang telah diturunkan kepada manusia dari langit agar dijalankan oleh
manusia sesuai dengan perintah-Nya. Dengan begitu, risalah Allah akan mampu
menyinari jalan kehidupan manusia di dunia sehingga menjadi cahaya yang
menunjuki penduduk bumi, untuk selanjutnya manusia akan memperoleh pahala
di akhirat. Dengan demikian, hanya dengan risalah/hukum Allah sajalah, manusia
pasti akan memperoleh kemuliaan di dunia dan akhirat.
Tag: johan pratama, johan pratama satu tiga satu, untung merdeka, hamba nafsu,
gondrong kapuk, seven, firul aziz, abd doel, ahmad fatoni, diskusi marketing
politik, kammi, uin, hamka, Pks, pmii, gema, redaksi, radio, naswir win, bil haqq,
Muhammad Rahman, adi Victoria, miau idiologis, wong deso, muslimah energic,
nurul, salsabila, roesdiyanto atsari, dini az-zahra, mbah