Anda di halaman 1dari 8

Tentang Takdir

Konsep takdir, selalu menjadi perdebatan dan pertanyaan banyak orang. Belakangan ini, saya
cukup banyak menemukan pertanyaan atau pun diskusi-diskusi tentang takdir. Bagi Umat Islam,
Takdir merupakan bagian daripada Aqidah, karena merupakan bagian daripada Iman terhadap
Qadla dan Qadar, dimana kata Takdir ini merupakan kata yang berasal dari Qadar.

Karenanya, pemahaman tentang takdir ini sangat penting bagi seorang muslim. Sebab,
pemahaman akan takdir ini akan menentukan arah dan sikap seorang muslim terhadap berbagai
hal yang terjadi selama hidupnya. Karenanya, banyak juga ulama-ulama yang membahas konsep
takdir ini dalam buku yang mereka buat. Mengenai takdir ini, terdapat 3 golongan yang
memahaminya secara berbeda. Golongan pertama, yang berpendapat bahwa manusia itu tidak
bebas sama sekali, apa yang kita lakukan, sudah ditentukan oleh ALLAH. Golongan yang kedua,
berpendapat bahwa kita sangat bebas, apa pun yang kita lakukan, tidak ada campur tangan Tuhan
sama sekali. Dan golongan terakhir yang berpendapat bahwa apa pun yang kita lakukan
semuanya ada dalam aturan-aturan Allah, ada campur tangan Allah, tapi kita pun memiliki
pilihan untuk melakukan sesuatu. Saya sendiri, jauh sebelum mengenal konsep takdir, memiliki
pemahaman tersendiri berdasarkan hasil berfikir dan merenung.

Dalam buku Pengajaran Agama Islam karya HAMKA, disebutkan bahwa arti Qadla itu adalah
aturan, sedangkan Qadar adalah ukuran. Jauh sebelum membaca buku tersebut, saya berfikir
bahwa segala hal yang ada di muka bumi ini, tunduk pada hukum sebab-akibat. Buat saya,
pemahaman terhadap Qadla dan Qadar itu sederhana saja. Apapun yang terjadi di bumi ini, pasti
ada sebabnya, bahkan kematian, rezeki dan jodoh pun tunduk pada hukum ini. Dalam buku
tersebut juga dikatakan bahwa hukum sebab-akibat ini lah yang kemudian disebut dengan
Sunatullah. Dalam ajaran Islam, segala yang ada di muka bumi ini mengikuti Sunnatullah, aturan
Allah. Itulah Qadla.

Sedangkan Qadar adalah ukuran dari aturan-aturan tersebut. Besar-kecil (ukuran) usaha atau
ikhtiar dalam mengikuti aturan tersebut akan menentukan hasil, karenanya hasil dari usaha inilah
yang disebut dengan takdir. Saya tidak pernah berfikir bahwa Allah mengatur kehidupan
manusia ini seperti kita memainkan catur. Tidak seperti itu. Karenanya, saya tidak setuju dengan
golongan yang pertama. Buat saya, campur tangan Allah itu ada pada aturan-aturan yang Dia
buat. Dan kita, sebagai manusia, ada dalam aturan-aturan tersebut, sehingga kita pun tidak bebas
sama sekali dari campur tangan Allah. Karenanya, saya pun tidak sepakat dengan golongan yang
kedua. Lalu, aturan yang seperti apa kah yang sudah Allah tentukan ? Segala macam aturan.

Tidak hanya tentang aturan bagaimana hidup yang benar, tapi juga aturan-aturan terhadap alam
semesta. Umur, mati, sehat, sakit, tua, rusak, itulah aturan-aturan Allah. Contoh sederhananya
begini, kita tahu, semakin tua umur suatu tali, akan semakin lapuk dan kemampuan untuk
mengangkat dan menahan bebannya pun akan semakin berkurang, inilah Qadla.

Katakanlah, jika dulu tali tersebut sanggup menahan berat 200 Kg selama berjam-jam, maka
sekarang tali tersebut hanya mampu menahan beban seberat 50 Kg, itupun kurang dari 2 jam,
inilah Qadar. Masalahnya adalah, kita tidak pernah tahu berapa beban yang sanggup tali tersebut
tahan dan berapa lama, yang kita tahu, bahwa tali tersebut sudah tua dan lapuk. Karenanya, jika
ingin selamat dari kecelakaan, ketika mengangkat benda dengan tali, atau ketika kita
bergelantungan dengan tali, adalah dengan menghindari penggunaan tali yang tua tersebut. Kita
tidak bisa menantang aturan Allah dengan nekat menggunakan tali tersebut dengan beban
melebihi kemampuan tali. Karenanya, ketika kita nekat menggunakan tali tersebut, kemudian
kita celaka, tidak bisa kita mengatakan,”Ini adalah ujian dari Allah…”, tidak seperti itu. Karena,
Allah sudah memberikan kepada manusia akal untuk digunakan memahami aturan-aturan Allah
tersebut, jika kemudian kita menentang akal kita sendiri, dan kemudian terjadi kecelakaan, itu
akibat kelakuan kita sendiri. Bukan karena Allah yang melakukan. Karenanya, kita harus
intorspeksi, tidak bisa kita menyalahkan Allah. Takdir kita celaka, karena perbuatan kita sendiri.

Allah sudah tentukan Qadar pada tiap aturan tersebut. Karenanya, kita harus menggunakan akal
kita untuk memahami aturan tersebut dan memilih ketika melakukan sesuatu. Kematian pun
mengikuti aturan ini.

Contoh pada kasus bunuh diri. Bisa jadi, orang yang melakukan bunuh diri belum saat nya mati.
Bisa jadi, Allah sudah menentukan hari kematiannya di waktu yang lain. Tapi, akan menjadi
berantakan segala aturan yang ada jika kemudian, misalnya, ada orang yang mencoba bunuh diri
dengan minum baygon sampai ber-galon-galon, atau mencoba memegang setrum tegangan tinggi
selama berjam-jam, masih hidup juga, alasannya, karena Allah belum menentukan hari
kematiannya saat itu. Tidak seperti itu. Allah tidak akan sekonyol itu. Allah memang sudah
menentukan saat kematian seseorang, tapi Allah pun tidak akan membiarkan aturan yang Dia
buat menjadi berantakan. Karenanya, orang tersebut “harus” mati, agar aturan Allah tersebut
tetap berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun, sebetulnya, bukan saatnya dia mati. Karena itu
lah, Allah melaknat orang-orang yang bunuh diri. Bayangkan, jika orang tersebut masih hidup,
tentunya akan menyebabkan berbagai aturan kacau balau, ilmu pengetahuan menjadi berantakan,
dan mungkin, akan ada ribuan orang yang mencoba minum baygon sebagai sarapan pagi….heu
heu heu.

Kasus kecelakaan mobil atau motor karena ban pecah, tabrakan, rem blong, semuanya mengikuti
aturan yang ada. Ban pecah, bisa terjadi karena tertusuk paku, atau tekanan udaranya kurang,
atau umur bannya sudah tua, jadi bukan Allah yang memecahkannya, aturan Allah lah yang
membuat hal itu terjadi. Kasus kecelakaan lainnya, seperti tabrakan kereta api, pesawat jatuh,
kapal tenggelam, semuanya pasti ada sebab nya, dan biasanya karena adanya sunnatullah yang
dilanggar. Tapi dari situ, kita seolah-olah ditegur oleh Allah agar melakukan segala sesuatu
sesuai dengan aturan dan ukuran yang telah ditetapkan. Khusus untuk urusan Rezeki dan Jodoh,
saya agak kesulitan juga menjelaskannya, karena memang untuk kasus-kasus ini sering terjadi
hal-hal yang agak “aneh”. Bukan tidak masuk akal, hanya saja pada beberapa kasus cenderung
keluar dari aturan-aturan yang ada. Selain itu juga karena adanya persinggungan dengan “takdir”
orang lain. Tapi, sebagian besar tetap terikat Sunnatullah yang sudah ada.

Dalam urusan Rezeki, Islam memerintahkan untuk bekerja keras. Ingin kaya, ya bekerja keras.
Ingin urusan Rezeki lancar, carilah jalan masuknya rezeki yang baik. Karenanya, biasanya,
urusan Rezeki ini berbanding lurus dengan besarnya Usaha, apa yang dikerjakan, dan pada siapa
kita bekerja. Jadi, tidak bisa kita mengeluh, “Sudah kerja banting tulang, tapi masih kayak gini-
gini aja (miskin)…”.
Pertanyaannya adalah, apa yang dikerjakan ? Di mana bekerjanya? dan kerja pada siapa ? Kalau
kerja keras siang malam, tapi hanya sebagai penarik becak, wajar saja kalau tidak kaya, karena
memang pintu nya kecil. Kalau sebagai karyawan, wajar saja gajinya pas-pasan, karena besarnya
gaji kita juga ditentukan oleh perusahaan. Tapi, kalau jadi seorang pembicara seminar, wajar saja
bayarannya besar. Karenanya, urusan Rezeki sangat berhubungan dengan orang lain juga. Tapi,
dunia ini membuktikan bahwa orang-orang yang sukses secara finansial adalah orang-orang yang
tahu bagaimana dia harus bekerja, tahu apa yang harus dikerjakan, dan tahu pada siapa dia harus
bekerja. Tidak asal, “pokoknya gua kerja”.

Dan untuk mencapai ke level itu, yang paling dominan adalah kerja keras dan pengetahuan
tentang strategi mencari rezeki. Karenanya, agar rezeki menjadi lancar, kita pun harus
mengkondisikan diri kita pada situasi yang memang memungkinkan kelancaran rezeki tersebut.
Tidak bisa hanya tidur dan diam, lalu berkata, “kalau udah rezeki mah pasti datang sendiri…”.
Karena itu, keadaan finansial kita sekarang merupakan hasil dari kerja kita diwaktu yang lalu.
Kalau misalkan kita kerja selama ini tidak kaya-kaya juga, carilah tempat yang lain, atau
pekerjaan yang lain. Tidak mungkin hanya diam saja di tempat tersebut. Kalau misalkan sampai
saatnya mati belum kaya juga, setidaknya kita sudah berusaha untuk mencari kualitas hidup yang
lebih baik. Meksipun ada juga kasus-kasus datangnya Rezeki dari arah yang “tidak bisa diduga”,
tapi biasanya, hal tersebut juga terjadi dari usaha yang kita lakukan sebelumnya.

Misalnya, kita sering menolong orang lain, atau berbuat baik kepada orang lain. Sebagai rasa
terima kasih, maka orang yang ditolong tersebut memberikan uang atau rezeki lainnya kepada
kita. Itu pun, pada dasarnya, akibat usaha kita juga. Jarang sekali ada orang yang kaya akibat
nemu duit 1 milyar di jalan. Kalau warisan, itu lain lagi, biasanya warisan tersebut merupakan
hasil dari kerja keras orang yang mewariskannya. Penerima waris hanya menerima hasilnya saja.
Nah, untuk urusan jodoh, memang “sepenuhnya” karena keputusan Allah. Biasanya, untuk kasus
jodoh ini, campur tangan Allah dirasakan sangat besar. Karena, kadang, sebesar apa pun usaha
yang kita lakukan, kalau memang orang yang kita incar tidak suka, kita tidak bisa berbuat apa-
apa. Karena, urusan hati ini, hanya Allah saja yang bisa membolak-balikkannya, tentu saja
dengan caraNya yang terkadang tidak bisa kita mengerti. Tapi, tetap saja, orang-orang yang
berikhtiar lebih keras, cenderung lebih cepat mendapatkan jodohnya daripada orang-orang yang
menunggu datangnya jodoh. Karenanya, kita pun harus introspeksi diri, seberapa besar usaha
kita untuk mendapatkan jodoh tersebut…

Lalu, apa fungsinya Do’a ? Nah, Do’a adalah harapan terhadap kondisi ideal yang kita inginkan
dan kita minta kepada Allah. Salah satu alasan mengapa Do’a tidak langsung dikabulkan adalah
karena Allah lebih mengetahui kondisi kita yang sebenarnya daripada kita sendiri. Karenanya,
agar Do’a kita terkabul, sering kali Allah menyiapkan kondisi kita terlebih dahulu. Caranya,
mungkin melalui kemantapan hati ketika mengambil suatu keputusan, atau rasa gelisah ketika
akan melakukan sesuatu yang salah, yang jelas, bentuk pengabulan do’a ini sangat jarang sekali
yang langsung. Misalkan, kita ingin menjadi orang yang sholeh, kemudian kita berusaha untuk
mencari lingkungan yang baik agar kita bisa menjadi sholeh. Nah, dalam pencarian itulah,
biasanya Allah menolong kita, misalnya dengan memberikan rasa tenang ketika kita bertemu
orang-orang yang sholeh, atau ketika berada di lingkungan tersebut, sehingga kita merasa betah
berada disana, dan pada akhirnya, karena sering bergaul, pelan-pelan kita pun menjadi orang
yang sholeh. Tidak ujug-ujug jadi sholeh, bisa hancur dunia persilatan. Allah hanya memberikan
tuntunan, melalui sinyal-sinyal yang dia berikan, keputusan tetap ada pada kita.

Jadi, Allah tidak memperlakukan kita seperti bidak catur…”Kamu, ke sini aja ya…? biar ntar ke
neraka….” , “Nah, kamu kesana aja…supaya masuk surga..”…Saya kira tidak begitu. Hal
tersebut tentu saja tidak adil, percuma saja kita hidup kalau misalkan Allah sudah menentukan
“Kamu masuk Surga…”, “Kamu masuk Neraka…”. Dan untuk apa ada penghisaban di akhirat
kalau jelas-jelas kita masuk neraka atau surga. Dalam buku HAMKA tersebut, dijelaskan bahwa
salah satu kemunduran umat Islam, dan menurut saya bangsa Indonesia juga, adalah menghindari
Takdir, bukan menghadapinya. Kalau ingin kaya, aturannya bekerja keras, bukan diam atau
malas-malasan, sementara kita lebih banyak bermalas-malasan, wajar kalau tidak kaya.

Orang yang menghadapi takdir adalah mereka yang bekerja keras, sedangkan yang menghindari
adalah mereka yang bermalas-malasan. Jadi,memang benar kalau segala yang baik itu datangnya
dari Allah, karena Dia sudah menentukan segala sesuatunya dengan baik, kalau kita mengikuti
dan memahami aturan-aturan yang ada, kita akan menemukan takdir yang baik.

Sementara segala macam bencana, kecelakaan pada dasarnya memang hasil perbuatan dan
kelalaian manusia juga. Contoh, banjir bandang, logikanya, banjir tersebut tidak perlu terjadi,jika
hutan-hutan yang ada mampu menahan dan menyerap air tersebut. Tapi, karena hutan tersebut
gundul, mengalirlah air tersebut tanpa hambatan, terjadilah banjir bandang. Siapakah yang
menggundulinya ? Manusia juga. Jadi, bentuk “teguran” yang terjadi, biasanya sesuai atau akibat
dari apa yang dilakukan oleh manusia.

Fenomena-fenomena alam yang terjadi juga, pada dasarnya adalah sunnatullah agar alam
semesta ini tetap stabil. Gempa Bumi, letusan gunung merapi, dan lain-lain. Hanya saja,
mungkin, pada saat itu Allah benar-benar “turun tangan” agar manusia tidak sombong dan lalai.

Contoh pada kasus Tsunami di Aceh, mungkin yang terjadi pada saat itu bukan hanya semata-
mata fenomena alam biasa, tapi mungkin memang Allah memberikan teguran secara langsung.
Meskipun, secara ilmiah, masih bisa dijelaskan. Intinya, campur tangan Allah di dunia ini,
“diwakili” oleh ketentuan yang sudah Dia gariskan. Tidak turun tangan langsung seperti
mengatur bidak-bidak catur. Dalam kehidupan kita, kita tidak bisa lepas dari aturan-aturan
(ketentuan) tersebut. Bagaimanapun jalan kita, kita terikat oleh ketentuan tersebut. Namun, kita
pun dibekali akal untuk memahami aturan-aturan tersebut, sehingga ketika kita memutuskan
untuk melakukan sesuatu, kita tidak bertindak bodoh dan celaka karena melakukan sesuatu yang
tidak sesuai dengan ketentuan. Namun, terkadang, dalam beberapa hal, Allah benar-benar
mengambil alih dan “menyentil” kehidupan kita dengan caranya yang tidak bisa kita pahami.
Jadi, selamat menentukan arah WAKTU-WAKTU YANG MUSTAJABNYA
DOA

Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih
Allah memberikan setiap waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berbeza-beza,
di antaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi
kebanyakan orang mensia-siakan kesempatan yang baik tersebut. Mereka menyangka
bahawa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeza. Setiap muslim
seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar
mendapatkan kejayaan, keuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu-
waktu mustajaba tersebut antara lain ialah

(1). Sepertiga Akhir Malam

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi


wasallam bersabda.

"Ertinya : Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap
malam ke langit dunia hingga berbaki sepertiga akhir malam, lalu berfirman ;
barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barangsiapa yang memohon, pasti
Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti Aku akan
mengampuninya" . (Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat bab Doa Nisfullail 7/149-150)

(2). Tatkala Berbuka Puasa Bagi Orang Yang Berpuasa

Dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash Radhiyallahu 'anhu bahawa dia mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Ertinya : Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika saat berbuka ada doa yang
tidak ditolak". (Sunan Ibnu Majah, bab Fis Siyam La Turaddu Da'watuhu 1/321 No.
1775. Hakim dalam kitab Mustadrak 1/422. Dishahihkan sanadnya oleh Bushairi dalam
Misbahuz Zujaj 2/17),

(3). Setiap Selepas Shalat Fardhu

Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya


tentang doa yang paling didengari oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, baginda Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab.

"Ertinya : Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu".
(Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani di dalam
Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782).

(4). Ketika Saat Perang Berkecamuk

Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Ertinya : Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak ; doa ketika saat adzan
dan doa ketika perang berkecamuk". (Sunan Abu Daud, kitab Jihad 3/21 No. 2540.
Sunan Baihaqi, bab Shalat Istisqa' 3/360. Hakim dalam Mustadrak 1/189. Dishahihkan
Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar hal. 341. Dan Al-Albani dalam Ta'liq Alal Misykat
1/212 No. 672).

(5). Sesaat ketika Hari Jum'at

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahawa Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.

"Ertinya : Sesungguhnya pada hari Jum'at ada satu saat yang tidaklah bertepatan
seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan
akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu
tersebut". (Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat 7/166. Shahih Muslim, kitab Jumuah
3/5-6)

Waktu yang sesaat itu tidak boleh diketahui secara tepat dan masing-masing riwayat
menyebutkan waktu tersebut secara berbeza-beza, sebagaimana yang telah
disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari 11/203.

Dan kemungkinan besar waktu tersebut berada ketika saat imam atau khatib naik ke
mimbar sehingga selesai shalat Jum'at atau sehingga selesai waktu shalat ashar bagi
orang yang menunggu shalat maghrib.

(6). Ketika Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur
Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah

Dari 'Amr bin 'Anbasah Radhiyallahu 'anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda.

"Ertinya :Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada
malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan
Allah akan mengabulkannya" . (Sunan Ibnu Majah, bab Doa 2/352 No. 3924.
Dishahihkan oleh Al-Mundziri 1/371 No. 595)

Terbangun tanpa sengaja pada malam hari.(An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190)


Yang dimaksudkan dengan "ta'ara minal lail" terbangun dari tidur pada malam hari.

(7). Doa Di antara Adzan dan Iqamah

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Ertinya : Doa tidak akan ditolak di antara adzan dan iqamah". (Sunan Abu Daud, kitab
Shalat 1/144 No. 521. Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/87. Sunan Al-
Baihaqi, kitab Shalat 1/410. Dishahihkan oleh Al-Albani, kitab Tamamul Minnah hal.
139)
(8). Doa Ketika Waktu Sujud di Dalam Shalat

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.

"Ertinya : Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhl ah berdoa keraan saat
itu sangat tepat untuk dikabulkan". (Shahih Muslim, kitab Shalat bab Nahi An Qiratul
Qur'an fi Ruku' wa Sujud 2/48)

Yang dimaksudkan adalah sangat tepat dan layak untuk dikabulkan doa kamu.

(9). Ketika Saat Sedang Hujana

Dari Sahl bin a'ad Radhiyallahu 'anhu bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda.

"Ertinya : Dua doa yang tidak pernah ditolak ; doa ketika waktu adzan dan doa ketika
waktu hujan". (Mustadrak Hakim dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 2/113-114.
Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' No. 3078).

Imam An-Nawawi berkata bahawa penyebab doa pada waktu hujan tidak ditolak atau
jarang ditolak ialah kerana pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan
hujan pertama di awal musim. (Fathul Qadir 3/340).

(10). Ketika Saat Ajal Tiba

Dari Ummu Salamah bahawa Rasulullah 'alaihi wasallam mendatangi rumah Abu
Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapati kedua mata Abu Salamah
terbuka lalu beliau 'alaihi wasallam memejamkannya kemudian bersabda.

"Ertinya : Sesungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan


mengikutinya' . Semua keluarga histeria. Baginda 'alaihi wasallam bersabda :
'Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, kerana para malaikat
mengamini apa yang kamu ucapkan". (Shahih Muslim, kitab Janaiz 3/38)

(11). Ketika Lailatul Qadar

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Ertinya : Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala
urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sehingga terbit fajar". (Al-Qadr : 3-5)

Imam As-Syaukani berkata bahawa kemuliaan Lailatul Qadar mengharuskan doa setiap
orang pasti dikabulkan. (Tuhfatud Dzakirin hal. 56)
(12). Doa Ketika Hari Arafah

Dari 'Amr bin Syu'aib Radhiyallahu 'anhu dari bapaknya dari datuknya bahawasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Ertinya : Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah". (Sunan At-Tirmidzi, bab
Jamiud Da'waat 13/83. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ta'liq alal Misykat 2/797 No.
2598takdir … Wallahualam,

Anda mungkin juga menyukai