Anda di halaman 1dari 4

TATANAN ALLAH Seri 3 - Predestinasi

Topik predestinasi perlu dibahas secara khusus untuk melengkapi pembahasan mengenai kedaulatan
Allah dan kehendak bebas manusia. Pemahaman mengenai topik ini sangat menentukan bagaimana
orang memahami konsep keselamatan dalam kekristenan.
Predestinasi dalam bahasa inggrisnya adalah "predestination" yang berasal dari kata kerja
"predestinate". Dalam Alkitab bahasa yunani diterjemahkan "Proorizo" (predestine), dimana dalam
bahasa indonesia bisa diterjemahkan sebagai :
• Ditentukan (Kis 4:28; Roma 8:29-30)
• Menentukan sebagai takdir / destine (Efesus 1:5;11)
• Keputusan atau dekrit / decree ( 1 Kor 2:7) - fore ordained
Predestinasi dalam bahasa indonesia bisa diartikan sebagai penentuan sebelumnya. Konsep ini muncul
dari adanya kalimat-kalimat dalam Alkitab yang menyinggung masalah ini : "bahwa Allah menentukan",
kemudian berkembang menjadi dipahami bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi
termasuk keselamatan manusia (Yes 14:24, dalam bahasa inggris kata "Ku-rancang" diterjemahkan
determined; Yes 46:10; Yeremia 1:5).

Dalam masyarakat kita istilah yang lebih populer menggunakan kata takdir yang sama artinya dengan
kata predestinasi. Sebab di balik kata takdir diisyaratkan jelas adanya penentuan Ilahi dalam setiap
kejadian atau peristiwa. Jadi takdir dimengerti sebagai penentuan suatu peristiwa atau kejadian yang
berlangsung dalam hidup manusia berdasarkan kedaulatan, kebebasan kehendak dan kebijaksanaan
Allah yang mutlak atau absolut. Sebelum suatu peristiwa terjadi, segala sesuatunya sudah ditentukan
oleh Allah untuk berlangsung. Kenyataan pada umumnya di masyarakat, termasuk di dalamnya orang
Kristen, meyakini konsep takdir yang sebenarnya tidak Alkitabiah. Sebenarnya konsep ini sangat kuat
dianut oleh agama non Kristen yang ada di sekitar kita.

Jika dipandang bahwa segala sesuatu sudah ditentukan sebelumnya, maka dengan demikian nampak
gambar dalam bingkai bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini adalah skenario dari
sutradara agung yaitu Allah. Dalam hal ini Allah selain Pencipta sekaligus juga berperan sebagai penulis
cerita dan sang dalang yang mengatur setiap peran kehidupan dalam pentas panggung sandiwara.
Lebih tegas lagi, bila kita obyektif memandang hidup dengan kaca mata ini, maka itu berarti manusia
hanyalah aktor yang harus beperan dan bertindak sesuai skenario yang tertulis dan mengikuti arahan
sang sutradara. Manusia tidak mempunyai kehendak sendiri. Allah digambarkan sebagai pengatur
remote control dan manusia menjadi robot yang hanya bisa dikendalikan oleh remote tersebut tanpa
kebebasan kesempatan memilih suatu pilihan. Dalam hal ini Allah dipandang sebagai penyusun takdir
atas segala sesuatu, baik yang hidup apa lagi bagi benda mati. Tidak ada yang luput dari penentuan-
Nya.

Dalam memahami pengertian takdir, pada umumnya orang berasumsi bahwa manusia tidak memiliki
kedaulatan sama sekali dalam menentukan keadaan hidupnya, sebab Allah telah mempersiapkan
segala kejadian yang akan dialami atau dilaluinya dalam hidup. Manusia hanya menerima saja yang
disediakan baginya. Demikianlah kita dapat temukan bila seseorang mengalami musibah misalnya
suatu kecelakaan, kematian orang yang dikasihinya, jatuh miskin, sakit yang tak tersembuhkan sampai
kematian dan lain-lain, maka mereka menerimanya sebagai takdir. Di dalamnya Allah dianggap sebagai
kausalitas prima (penyebab utama), kasarnya biang masalah. Menjadi berkembang lagi dalam kasus
lain, ketika disimpulkan bahwa jodoh ada di tangan Allah, sehat sakit, kaya miskin, gemuk atau kurus,
surga atau neraka, hanya Allah yang menentukan.

Pemahaman di atas ini pada akhirnya bisa membangun pandangan bahwa pertimbangan rasio manusia
untuk mengambil keputusa sia-sia atau tidak diperlukan. Semua sudah diatur dalam fragmen yang
tidak keluar atau terlepas dari alur cerita yang ditentukan atau telah ditetapkan. Akhirnya, anjuran
untuk menemukan peran dan tempat di hadapan Allah menjadi panggilan untuk percaya dan
menerima saja setiap peran yang ditemukan secara otomatis. Semua sudah diatur oleh The Invisible
Hand, tangan yang tidak kelihatan, yaitu tangan Allah yang mengerjakannya sendiri tanpa bantuan dan
peran manusia sama sekali. Kalau jujur, maka dapat dikatakan peran pikiran dan perasaan manusia
menjadi sia-sia atau tidak maksimal. Dengan demikian manusia juga tidak perlu memiliki integritas dan
personalitinya sendiri.

Dalam masyarakat beragama Kristen, konsep takdir diatas akhirnya juga menyangkut soal
keselamatan. Ada sebagian kelompok kristen yang memahami bahwa takdir dalam keselamatan atau
lebih dikenal dengan istilah predestinasi memahaminya sebagai tindakan Allah yang memilih dan
menentukan tanpa syarat sebelum dunia diciptakan atas orang-orang yang diselamatkan. Pemilihan
dan penetapan ini berdasarkan kedaulatan Allah yang diyakini tidak akan gagal. Penentuan terkait yang
akan selamat dan jalan hidupnya disebut "eleksio" (pemilihan). Jadi kelompok kristen yang berpegang
pada konsep ini percaya bahwa ada orang-orang tertentu yang sudah pasti masuk surga. Mereka
diyakini sebagai orang-orang yang tidak bisa tidak , pasti selamat. Mereka adalah orang-orang yang
dipahami sebagai memiliki keadaan "tidak dapat menolak anugerah". Mereka memahami juga bahwa
penentuan ilahi ini selain berlaku untuk manusia berlaku juga untuk malaikat dan iblis. Semua mahluk
ciptaan dalam menolak atau menerima anugerah semata-mata karena ditentukan dan ditetapkan
Allah.
Pandangan diatas berbeda jauh dengan pandangan Alkitab mengenai hakikat manusia yang memiliki
kehendak bebas dalam memilih arah hidupnya. Dalam Perjanjian lama mengenai kisah penciptaan
manusia (Kejadian 1-2), Adam dan Hawa diciptakan Allah sebagai makhluk-makhluk yang bebas.
Apakah kita bisa menutup mata terhadap realitas adanya pilihan? Ketika Allah melarang manusia
pertama untuk tidak makan pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, tetapi tidak
menyembunyikan pohon tersebut, sejatinya hal tersebut merupakan signal yang jelas akan adanya
kebebasan memilih. Di dalamnya Allah menghargai keputusan yang diambil oleh manusia tersebut,
baik benar maupun salah, baik penurutan maupun pemberontakan.

Dalam Perjanjian Baru bahkan paulus menegaskan tentang tanggungjawab manusia akan hidupnya,
dimana manusia harus memberi pertanggungjawaban dirinya sendiri kepada Allah (Rom 14:12).
“Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri
kepada Allah “
Tegas sekali menyiratkan manusia punya kehendak bebas menentukan nasib hidupnya sendiri dan
karena itu berhak untuk dihakimi. Manusia adalah mahluk ciptaan satu-satunya yang harus menuai apa
yang telah ditaburnya (Gal 6:7). Baik atau buruk yang ditabur manusia maka manusia akan memakan
buahnya.
Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan . Karena apa yang ditabur orang, itu
juga yang akan dituainya. (Gal 6:7)

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa manusia harus menentukan keadaannya sendiri, khususnya
menyangkut keselamatan kekalnya. Hal ini akan membuat seseorang menyikapi hidup dengan sikap
dewasa dan bertanggung jawab. Hidup adalah perjuangan antara membawa diri kepada kehidupan
kekal atau kebinasaan kekal. Inilah resiko kehidupan bagi manusia yang diciptakan menurut rupa dan
gambar Allah. Keserupaan tersebut juga menyangkut kehendak bebasnya yang mempunyai
konsekuensi penghakiman.

Takdir Vs Nasib

Kata takdir biasanya disejajarkan maknanya dengan kata nasib, walaupun sebenarnya bisa dibedakan.
Takdir lebih tepat menyangkut hal yang tidak dapat diubah sebab ada di tangan Allah sedangkan nasib
menyangkut hal yang dapat diubah sebab ada di wilayak kehendak bebas manusia. Jika ada suatu
kondisi atau keadaan yang kita alami dan sulit untuk dijelaskan maka umumnya masyarakat kita
menggunakan kata takdir atau nasib. Seperti yang sudah dijelaskan dalam paragraf diatas, kata takdir
dalam pemahaman umum biasanya mendapat isi atau dimengerti sebagai penentuan Ilahi yang
sifatnya mutlak sedangkan nasib adalah penentuan yang sifatnya tidak mutlak yang artinya bisa diubah
karena bergantung pada kehendak bebas manusia. Dapat dikatakan takdir lebih tepat untuk
menggambarkan penentuan yang Tuhan tetapkan kepada masing-masing individu yang tidak dapat
ditolaknya dan tidak akan dapat diubah kapan pun. Misalnya seseorang dilahirkan di Jakarta dengan
kulit sawo matang, orang itu tidak dapat protes dengan pertanyaan: mengapa aku tidak dilahirkan di
New York dengan kulit putih? Seseorang yang lahir dari keluarga yang miskin, tidak dapat mengeluh
dan berkata: mengapa tidak dilahirkan dari keluarga yang kaya raya? Seseorang berjenis kelamin pria
atau wanita juga merupakan takdir mutlak.

Takdir juga menyangkut bakat seseorang, sebab setiap orang punya bakat bawaan yang berbeda-beda.
Ada yang punya bakat musik, sedangkan yang lain bakat di bidang matematika atau piawai merangkai
kalimat. Ini adalah takdir dari Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Penentuan ini merupakan
predestinasi yang berangkat dari kedaulatan Allah. Dalam hal ini Tuhan tidak perlu minta persetujuan
siapa pun atau bermufakat dengan pihak manapun dalam menentukannya. Inilah takdir yang juga
disebut sebagai nasib permanen. Allah memiliki hak penuh menentukan hal ini. Tentu saja masing-
masing orang memiliki kapasitas dan berangkat dari kapasitas tersebut, Tuhan dapat menuntut orang
sesuai dengan kapasitasnya.

Meresponi penentuan yang tidak dapat diubah dan dibatalkan ini, kita harus bersikap positif. Dalam
hal ini kita harus mengucap syukur atas apa yang Tuhan kehendaki terjadi dalam hidup kita. Bersyukur
untuk jenis kelamin yang Tuhan berikan, bersyukur kita menjadi orang Indonesia, bersyukur kita lahir
dari keluarga tertentu dengan keadaannya yang khusus dan lain sebagainya. Kita harus percaya bahwa
porsi yang Tuhan berikan kepada kita adalah penerjemahan kedaulatan Allah yang bijaksana, adil dan
dapat dipercayai. Ia memberikan kepada kita sesuai dengan bagian kita yang dipandang-Nya cocok
untuk masing-masing kita. Dalam kedaulatan-Nya yang sempurna, Allah telah menentukan bagian
kepada masing-masing individu. Masing-masing individu bukan harus menerima saja, tetapi juga
mengucap syukur, sebab Allah tidak pernah salah dalam menentukan sesuatu.

Untuk membedakan dengan takdir sebagai penentuan mutlak Allah maka nasib dimengerti sebagai
keadaan seseorang yang bisa diubah keadaannya demi kemajuan positif kehidupan masing-masing
individu dan terutama bagi kemuliaan Tuhan. Hal ini bisa dikategorikan sebagai penentuan yang tidak
permanen artinya bisa diubah. Memang ada hal-hal yang tidak bisa diubah berdasarkan beberapa hal
misalnya, warna kulit, jenis suku bangsa dan lain sebagainya. Tetapi ada hal-hal yang kita warisi dari
orang tua yang dapat diubah atau dikembangkan. Misalnya kalau seseorang lahir dari keluarga miskin,
maka keadaan miskin tersebut bukanlah sesuatu yang permanen. Seseorang tidak dapat menuntut
dilahirkan dari keluarga konglomerat. Tetapi dalam proses kehidupan, seseorang yang terlahir dari
keluarga miskin, adalah tidak mustahil jika ia bisa menjadi konglomerat. Kalau ia bekerja rajin, giat,
jujur dan terutama selalu mendahulukan Kerajaan Allah, maka bukan tidak mungkin Allah
memercayakan harta kekayaan kepadanya. Dalam hal ini peran manusia itu sendiri sangat menentukan
keadaannya atau nasibnya.Seseorang tidak dapat menolak menjadi orang Jawa, tetapi menjadi orang
Jawa yang baik atau rusak tergantung individu tersebut. Seseorang tidak dapat menolak terlahir dari
keluarga miskin, tetapi ia bisa mengubah kemiskinannya menjadi kaya. Inilah pemahaman nasib yang
lebih tepat.

Anda mungkin juga menyukai