Anda di halaman 1dari 7

1

PENGHAKIMAN MENURUT GEREJA KATOLIK


FX Hendri Firmanto, S. Fil

PENGANTAR
Agustinus dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa rahmat yang dianugerahkan
Allah kepada manusia pada awalnya sempurna adanya. Akan tetapi, karena kedegilan hati
manusia, dan memilih dosa, rahmat Allah itu sekarang telah pergi dari dalam diri manusia.
Untuk itu manusia sangat membutuhkan rahmat Allah agar mampu diselamatkan dan
menikmati Kerajaan Allah. Untuk dapat sampai ke Kerajaan Allah membutuhkan setiap
orang membutuhkan pengharapan di dalam hati nuraninya. Manusia tidak akan pernah bisa
memasuki kerajaan dengan kekuatannya sendiri. Hanya Allah yang mampu menyelamatkan
manusia dari maut karena dosanya.1
Allah menganugerahi kebebasan kepada manusia. Manusia dengan kebebasannya
mampu membuat pilihan atas hidupnya. Pilihan yang dibuat menentukan identitas dirinya
dihadapan Allah. Bahkan pilihan itu dapat menentukan tujuan akhir hidupnya; bersama
dengan Allah atau sebaliknya. Ketika manusia menentukan pilihannya untuk beriman; maka
tumbuh pengharapan akan Allah, sang sumber hidup. Pengharapan akan keselamatan jiwanya
kelak. Pengharapan yang dibangun dalam iman yang hidup menjadi kepercayaan akan Allah.2
Dengan demikian, manusia mengalami Allah bukan sebagai suatu gagasan abstrak
tetapi nyata, realitas-Nya terwujud dalam pribadi Yesus yang hadir ke dunia untuk
mengajarkan manusia arti kebebasan dan kebenaran, serta menebus manusia dari sema dosa
dan kelalian yang mereka lakukan. Pilihan yang dibuat manusia membawa konsekuensi pada
puncak kehidupannya dalam kematian dan kebangkitan yang mendatangkan penghakiman
terakhir dari Allah. Penghakiman ini secara tegas menjelaskan siapa manusia dihadapan
Allah dan menentukan panggilan kekal manusia.3

Penghakiman
Mengenai penghakiman terakhir, Kitab Suci tidak secara jelas menggambarkannya.
Apakah penghakiman terjadi “di suatu tempat?” Dalam tradisi Yahudi penghakiman merujuk
pada lembah “lembah air mata”. Walaupun demikian tidak ada kesimpulan pasti tentang

1
Otto Hentz, Pengharapan Kristen (Judul asli: The Hope of the Christian), diterjemahkan oleh Sikun
Pribadi (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 95
2
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 95.
3
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 96.
2

penghakiman. Penghakiman/pengadilan tidak dapat dibayangkan sebagai keputusan yang


dibuat Allah terhadap diri manusia. Penghakiman itu terjadi sesungguhnya adalah keputusan
bebas dari manusia. Dengan segala kesadaran yang riil manusia perlu mengoreksi diri apakah
dia terlepas dari Allah atau tidak, dan bagimana kepribadiaannya selama ini yang ditunjukkan
pada Allah dan sesama. Dengan segala kesadaran yang ada, maka jelas bahwa manusia sudah
tahu apa keputusan atas dirinya, ke surga atau ke neraka.4

Gambaran Penghakiman
Walaupun Gereja sulit menggambarkan penghakiman secara detail, tetapi konsep yang
dapat kita buat, ialah penghakiman dapat kita jelaskan sebagai ruang pengadilan. Dalam
ruang tersebut Allah duduk di kursi kehormatan dan kita berdiri di depan-Nya dengan penuh
ketakutan dan gemetar. Di hadapan Allah riwayat hidup kita dibacakan secara terang-
terangan. Ketika selesai dibacakan maka penghakiman itu diputuskan. Ada tiga kemungkinan
keputusan yang dibuat. Yang pertama kita masuk ke surga, yang kedua kita masuk neraka,
atau yang ketiga kita butuh pemurnian di api penyucian. Gambaran ini seharusnya mampu
mengingatkan kita bagaimana cara hidup kita di dunia.5

Penghakiman: Khusus dan Umum


Dimensi penghakiman menyentuh langsung hakekat manusia sebagai individu dan
kelompok. Oleh karena itu penghakiman terakhir dapat dibedakan menjadi dua bentuk yakni
penghakiman khusus dan penghakiman umum. Penghakiman khusus mengangkat
kepribadian individu. Masing-masing manusia diberi nama dan tanggungjawab untuk
mengembangkan potensi yang sudah diberikan. Individu dimintai pertanggungjawaban secara
pribadi tentang apa yang sudah menjadi hak dan kewajibannya selama berziarah di dunia.
Karena manusia adalah pribadi yang unik dan unggul serta memiliki kebebasan yang besar
dalam dirinya, maka manusia juga dituntut untuk berani mempertanggungjawabkan rahmat
yang telah dianugerahkan Allah atas dirinya. Pertanggungjawaban itu tentunya dilihat dari
rekam sejarah hidupnya ketika mempresentasikan hidupnya kepada Allah melalui sesama dan
mahkluk ciptaan lainnya. Apakah manusia sudah sungguh-sungguh memilih menjadi pribadi
yang unggul di hadapan Allah atau justru memilih menjadi pribadi yang menguburkan semua
anugerah yang diberikan.6
4
Bert van der Heijen, Ekskatologi Catatan-catatan Skematis ([Tanpa Kota Terbit]: [Tanpa Penerbit],
1974), hlm. 23. (diktat).
5
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 97.
6
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 96.
3

Sesungguhnya penghakiman khusus yang dijalani, sekaligus menjadi penghakiman


umum sebagai manusia keseluruhan. Karena penghakiman umum berbicara tentang sifat-sifat
sosial setiap pribadi, bagaimana pribadi tersebut bersikap di hadapan sesama dan mahkluk
ciptaan lainnya. Ketika pribadi tersebut dikatakan unik maka keunikannya tersebut diukur
dari kehadiran orang lain di sekitarnya. Hal yang paling mendasar untuk menggambarkan
situasi penghakiman umum ialah, karena kita hadir sebagai umat Allah. Pertanggungjawaban
iman kita kepada Allah bersifat pribadi tetapi sekaligus dalam kesatuan dengan Gereja
peziarah, Gereja yang menderita, dan Gereja yang sudah bahagia. Demikian penghakiman
seorang pribadi memberi dampak kepada umat manusia secara menyeluruh.7

Penghakiman sebagai Penghakiman Diri


Gambaran penghakiman sudah dimulai ketika kita hidup di dunia. Keputusan yang
kita ambil merupakan suatu jawaban atas penghakiman akhir. Memilih Allah berarti memilih
surga. Tidak memilih Allah berarti memilih neraka. Ketidaktetapan hati atau kebimbangan,
sehingga selama hidup di dunia hanya mengalami pasang surut atau jatuh bangun dengan
tindakan dosa secara terus menerus, walaupun sesekali berpaling kepada Allah; maka
sesungguhnya kita akan dimurnikan di dalam api penyucian. Pertemuan kita dengan Allah
melalui orang-orang baik di dalam hidup kita, sesungguhnya menjadi cerminan nyata untuk
kita melihat begaimana keadaan diri kita. Ketika melihat kebaikan yang terpancar dari dalam
diri orang lain maka, di saat itu kita akan menghakimi diri kita sendiri. Kita akan bertanya
diri, “apakah saya sudah menjadi pribadi yang baik dan benar untuk Tuhan melalui sesama
dan alam ciptaan?”8

Penghakiman Ilahi
Setelah melihat penghakiman dari sudut pandang manusia, maka sekarang kita akan
melihat penghakiman dalam keitannya dengan keputusan Allah. Penghakiman sesungguhnya
menjadi hak Allah. Manusia tidak pernah tahu kapan ia mati. Kematian adalah hak Allah.
Manusia hanya perlu mempersiapkan kematian itu. Jika ketika mati manusia dalam keadaan
baik maka sekurang-kurangnya ia masuk dalam api penyucian. Jika manusia mati dalam
keadaan baik dan benar di hadapan Tuhan dan sesama maka ia masuk dalam Kerajaan Surga.

7
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 97.
8
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 99.
4

Tetapi jika manusia mati dalam keadaan berdosa dan memutuskan secara permanen
hubungan dengan Allah, maka ia akan masuk neraka.9
Tuhanlah yang menentukan tindakan-Nya atas diri kita berdasarkan apa yang selama ini
kita lakukan. Penghakiman Allah selalu berdasar pada keputusan final hati manusia. Namun,
dengan kebangkitan Kristus penghakiman dapat dilihat sebagai aktualisasi cinta Allah.
Keadilan Allah adalah keadilan yang membebaskan. Allah mau supaya manusia selalu
memihak pada-Nya; manusia harus memilih-Nya; tinggal di dalam-Nya; dan bersama Dia
mengusahakan surga bagi semua ciptaan di dunia. Sekali lagi bahwa penentuan diri kita
selalu dalam hubungan kita dengan Allah. Karena Allah berkarya melalui dan di dalam kita
dengan cara yang tidak dapat kita perhitungkan.10
Sejak awal ciptaan, Allah telah menentukan dan menjelaskan panggilan manusia secara
pasti. Dalam kematian dan kebangkitan Kristus keputusan dasar Allah telah dinyatakan.
Kristus telah mengalahkan dosa dan kematian. Kristus sendiri menyatakan bahwa
penghakiman Allah adalah penghakiman yang memberi kehidupan.11

Akhir Sejarah
Kedatangan Kristus yang kedua menjadi finalisasi iman kita. Kristus datang ke dunia
yang kedua kalinya untuk menghakimi dunia (orang hidup mapun orang mati yang
dibangkitkan). Parusia menjadi penyempurnaan segala karya Kristus sepanjang sejarah dalam
kuasa Roh Kudus. Kuasa Kristus yang menyelamatkan yang berkarya dalam sejarah manusia
akan mencapai kemenangan akhir dan penuh. Parusia akan menjadi “penyataan kemuliaan
Allah Yang Mahabesar dan Juru Selamat kita Yesus Kristus”. Kita tidak tahu dan tidak
memamahi kapan akhir sejarah. Namun, satu hal yang harus manusia tahu bahwa, baik awal
maupun akhir semuanya adalah Allah.12

Api Penyucian
Iman Katolik mengakui ada tiga tempat setelah kematian, yakni surga, neraka, dan api
penyucian. Api penyucian adalah tempat dimana jiwa seseorang belum dapat masuk ke surga
dan tidak juga ke neraka. Api penyucian juga bukan persis sebagai pintu atau tempat, bukan
juga sebagai suatu kemungkinan di antara surga dan neraka. Bahasa resmi Gereja juga tidak

9
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 101.
10
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 101.
11
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 101.
12
Otto Hentz, Pengharapan Kristen …, hlm. 103-104.
5

menyebut “api”. Gereja hanya menggunakan kata “penyucian/purgatorium” saja. Apa yang
dimaksud dengan penyucian adalah proses pemurnian pada perjalanan menuju Allah atau
surga.13
Kematian bukanlah akhir dari proses pemurnian. Pengadilan dialami sebagai siksaan
dan juga pemurnian. Karena ketika manusia mati maka mereka akan melihat dirinya sendiri
dalam keadaan yang sesungguhnya. Kematian sebagai penyerahan kepada Allah. Untuk itu
Gereja selalu mendoakan jiwa-jiwa yang berada di api penyucian, karena Gereja melihat
bahwa jiwa-jiwa tersebut belum siap melihat Tuhan. Api penyucian adalah pengalaman
sedalam-dalamnya, bahwa seseorang “mendapat malu karena semua perbuatan durhaka yang
dilakukan” di hadapan Tuhan (Zef 3:11).14

Pengadilan Terakhir
Pengadilan terakhir adalah hari dimana semua orang mati “baik yang benar maupun
yang tidak benar” (Kis 24:15) dibangkitkan untuk diadili. Mereka yang benar akan keluar dan
bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk
dihukum (Yoh 5:28-29). Lalu, “Anak Manusia datang dalam kemulian-Nya dan semua
malaikat bersama-sama dengan Dia. … Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-
Nya dan Ia akan memisahkan mereka seoarang dari pada seorang, sama seperti gembala
memisahkan domba dari kambing. Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-
Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. … Dan mereka ini akan masuk ke tempat
siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup kekal” (Mat 25:31. 32-33.46).15
Pengadilan terakhir akan membuka sampai ke akibat-akibat yang paling juah, kebaikan
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh setiap orang selama hidupnya di dunia ini. 16
Pengadilan terakhir akan berlangsung pada kedatangan kembali Kristus yang mulia.
Pengadilan terakhir akan membuktikan bahwa keadilan Allah akan menang atas segala
ketidak-adilan yang dilakukan oleh makhluk ciptaan-Nya, dan bahwa cinta-Nya lebih besar
dari kematian.17
PENUTUP

13
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik (Jakarta: Obor, 1996), hlm. 468.
14
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik …, hlm. 468.
15
Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara “Katekismus Gereja Katolik”, di jermahkan oleh Herman
Embuiri (Ende: Nusa Indah, 2014), no. 1038. Selanjutnya akan disingkat KGK dan diikuti nomor.
16
KGK, no. 1039.
17
KGK, no. 1040.
6

“Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan tahkta itu. Lalu
dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-
orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam
kitab-kitab itu” (Why 20:12). Penghakiman terakhir sesungguhnya akibat yang kita terima
dari peziarahan hidup kita di dunia. Keputusan-keputusan bebas dan bertanggung jawab yang
kita ambil selama di dunia sesungguhnya itulah yang menjadi apa yang akan diukurkan
kepada kita. Jika selama peziarahan di dunia kita terus mencari kerajaan Allah hingga pada
akhir hidup kita, maka kita akan dibangkitkan sebagai orang-orang benar dan masuk dalam
kemuliaan Allah. Tetapi jika selama kita hidup di dunia memutuskan hubungan dengan Allah
dan tanpa ada pertobatan di hadapan Allah, maka ketika dibangkitkan kita akan dimusnakan.
Penghakiman terakhir sesungguhnya sudah dimulai ketika kita dilahirkan di dunia ini.

KEPUSTAKAAN
7

Heijen, Bert van der. Ekskatologi Catatan-catatan Skematis. ([Tanpa Kota Terbit]: [Tanpa
Penerbit], 1974. Diktat
Hentz, Otto. Pengharapan Kristen. Judul asli: The Hope of the Christian. Diterjemahkan oleh
Sikun Pribadi. Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik. Jakarta: Obor, 1996.
Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara. Katekismus Gereja Katolik. Dijermahkan oleh
Herman Embuiri. Ende: Nusa Indah, 2014.

Anda mungkin juga menyukai