Anda di halaman 1dari 2

Hikam

Entah rapalan khusus yang seperti apa yang sudah tercantum di sela-sela baris kitab al-
Hikam sehingga membuat saya yang malas membaca bisa sedikit mengintip firman semesta
yang diperantarai oleh Ibnu Atha'illah al-Iskandari itu. Beliau menuliskan, "Tekad yang kuat
takkan mampu menembus dinding takdir". Sekuat apapun manusia berusaha, tidak akan
menentukkan hasil yang ia dapat. Karena belum tentu apa yang diinginkan Allah, selaras
dengan apa yang kita inginkan.
Dari kalimat di atas, teringat perjalanan kami (La Sunyian) di suatu kejadian.
Melakukan tindakan paling bodoh dalam hidup kami, yaitu menentang takdir, tidak menerima
segala sesuatu yang sudah, sedang, dan mungkin akan terjadi. Namun apa yang kami peroleh
dari yang demikian ini? Yang kami peroleh hanya kesia-siaan belaka. Hanya menuju
kekacauan yang lebih parah. Kekacauan yang sulit ditangani bagi hamba amatiran. Bahkan
kami menjalani hari-hari layaknya bukan manusia. Literally, penuh derita, stress, amarah
berlebih, anxiety, mental health issue, trust issue, dan lain-lain. Amnesia dengan apa makna
kebahagiaan.
Seiring berjalannya waktu kami sadar dan kami putuskan untuk "berusaha" menjalani
hidup apa adanya. Sing ono ditampani, sing ora ono ora digoleki. Yang awalnya giat meminta
ridla terhadap segala macam masalah, kami ganti dengan ridlo dengan apapun yang terjadi
serta "berusaha" tidak meminta balasan atas apa yang kami lakukan. Mendem jeru harapan-
harapan yang telah dijunjung saudara-saudara kami (amarah dan lawamah) setinggi langit.
Menurut kami hal ini perlu dilakukan, karena lek tibo, ga lucu alias loro kabeh.
Akan tetapi di kemudian hari, kami pikir “mendem jeru harapan-harapan” dan
“mensyukuri apa yang ada, yang tidak ada tidak perlu dicari” bukan merupakan prinsip yang
dipegang teguh dalam keadaan apapun. Dua prinsip tersebut termasuk prinsip kondisional. Apa
maksudnya? Maksudnya adalah dua hal ini tidak tepat digunakan dalam segala situasi. Tidak
berharap dan mensyukuri apa yang ada tergolong dalam prinsip pasif. Bayangkan saja jika ada
seseorang yang selama hidupnya selalu menerapkan prinsip tersebut dalam kondisi apapun.
Apa yang terjadi? Ya, benar sekali, perjalanannya tidak akan lama lagi. Prinsip yang jika tidak
diterapkan sesuai situasi dan kondisi akan me-layu-kan pelakunya.
Logikanya, untuk menuju tempat lain kita harus berharap sekaligus berusaha. Untuk
menuju Tuhan tidak mungkin kita hanya menerima keadaan yang telah ditentukan tanpa
menggerakan kaki untuk melangkah kepada-Nya. Menjalankan rangkaian berharap (berdoa)-
berusaha-menerima-bersyukur-ridla. Tetap memperhatikan tempo, situasi dan kondisi. Kudu
iso rumongso. Pun jika berusaha saja tanpa menyiapkan diri dengan menerima apa saja yang
akan terjadi, hal ini dapat meningkatkan potensi depresi dan stress.
Ya memang semua hal punya tempat masing-masing agar bekerja secara optimal.
Meskipun suatu konsep itu terlihat benar, tapi jika tidak kita formulasi dan memposisikan ke
tempat seharusnya, mau tidak mau akan amburadul total.

Anda mungkin juga menyukai