8 FE49876 D 01
8 FE49876 D 01
Disertasi
Oleh:
Emi Emilia
PRAKATA
Pertama-tama penulis mengucapkan selamat kepada para pembaca yang telah menempuh studi
di program pascasarjana atau sekolah pascasarjana dan telah mencapai tahap penulisan tesis atau
disertasi. Penyelesaian tesis atau disertasi merupakan syarat kelulusan dalam program
pascasarjana, program yang diikuti oleh hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia, bahkan
masyarakat dunia.
Buku ini ditulis khususnya untuk mahasiswa yang akan atau sedang menulis laporan penelitian
dalam bentuk tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris. Namun demikian, pembahasan yang ada
dalam buku ini masih relevan untuk mahasiswa tingkat S1 bahasa Inggris dan mahasiswa
program studi lain baik tingkat S1 maupun tingkat pascasarjana yang menulis tesis atau disertasi
dalam bahasa Indonesia. Unsur-unsur yang harus ada dalam semua laporan penelitian dalam
bentuk skripsi, tesis dan disertasi sebenarnya sama, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa
Indonesia. Yang membedakan skripsi, tesis dan disertasi hanyalah kedalaman serta
kompleksitasnya saja (Evans & Gruba, 2002; Murray, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007).
Mengingat buku ini ditulis sebagai bagian dari program pengembangan program studi
pendidikan bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan
khususnya ditujukan untuk para penulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris, contoh-contoh
penulisan berbagai bagian dalam tesis dan disertasi sengaja diberikan dalam bahasa Inggris.
Selain itu, beberapa uraian, pernyataan atau istilah dalam bahasa Inggris tidak diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan bahasa Inggris
mahasiswa program magister atau doktor di program studi lain seharusnya cukup bagus,
ii
sehingga bisa memahami uraian yang diberikan dalam bahasa Inggris dan dapat menganalogikan
contoh-contoh yang diberikan dalam bahasa Inggris itu ke dalam bahasa Indonesia.
Pembahasan di dalam buku ini mengacu pada penulisan karya ilmiah dalam berbagai bidang dan
berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi oleh penulis tesis atau disertasi, khususnya
mereka yang menulis berdasarkan cara menulis teks akademik dengan “format konvensional”
(Thody, 2006), yang sumbernya berasal dari penulisan laporan penelitian di bidang sains
(Matthews, Bowen & Matthews, 2000) dan bukan dengan “format posmodernisme”, yang akhir-
akhir ini juga banyak dipakai oleh para penulis tesis atau teks akademik (Macmillan, 2001;
Rhedding-Jones, 2005).
Buku ini merupakan bagian dari pengalaman penulis menulis tesis dan disertasi, membimbing
mahasiswa menulis skripsi, tesis dan disertasi, dan hasil kajian pustaka mengenai penulisan teks
akademik. Buku ini juga merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dalam
menelusuri kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa Inggris di Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris, Sekolah Pascasarjana UPI, selama tahun 2007, dengan melibatkan
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana UPI, baik yang
sudah lulus, yang sedang maupun yang akan menulis tesis. Selain itu, buku ini merupakan bagian
dari hasil penelitian penulis dalam menyelesaikan program Ph.D di Melbourne University dan
menulis. Terakhir, buku ini merupakan bagian dari pengalaman penulis bertahun-tahun
mengajar, berdiskusi dan memikirkan tentang penulisan skripsi, tesis dan disertasi dengan para
dosen lainnya, khususnya di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan
iii
Seni (S1) dan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana (S2 dan S3)
Sementara itu, inspirasi dan motivasi untuk menulis buku ini dipacu oleh keprihatinan penulis
menghasibskan waktu yang terlalu lama untuk menyelesaikan tesis atau disertasinya. Hal ini
sebenarnya tidak aneh, karena menulis laporan penelitian dirasakan sulit bahkan oleh para
ilmuwan yang berhasil sekalipun. Charles Darwin, misalnya, mengatakan “A naturalist‟s life
would be a happy one if he had only to observe and never to write” (dikutip oleh Matthews,
Kesulitan mahasiswa, dalam menulis disertasi khususnya, tercermin dari fakta yang dirilis oleh
National Center for Educational Statistics di Amerika Serikat tahun 1991, dan banyak dikutip
oleh para penulis buku mengenai petunjuk penulisan tesis atau disertasi (lihat Cantor, 1993;
Ogden, 1993; Roberts, 2004). Fakta itu adalah bahwa pada tahun 1989 terdapat 194.137
mahasiswa doktor di Amerika Serikat. Dari jumlah itu, hanya 35. 759 yang mendapat gelar
Doktor, dengan rata-tara waktu penyelesaian studi 7,2 tahun. Dari jumlah yang lulus, 45%
menghabiskan waktu antara 8-16 tahun. Selain itu, hampir setengah dari mahasiswa yang
mengambil program doktor drop out (Cantor, 1993:3; Roberts, 2004). Mereka bisa
menyelesaikan semua mata kuliah, tetapi tidak dapat menyelesaikan persyaratan terakhir
program Doktor, yakni disertasi. Berdasarkan kenyataan ini, maka muncullah gelar atau istilah
ABD (All But Dissertation) untuk mereka yang tidak dapat menyelesaikan disertasinya (Ogden,
iv
Kesulitan utama mahasiswa dalam menulis juga digambarkan oleh Eamon Murphy (2007) dalam
My main problem with writing was that nobody at school or university told me how to write. Many other
students like me are never told about the basics of good writing and may in fact have been given well
meaning but incorrect advice. (One well-meaning lecturer told me that I needed to have all my ideas very
clear in my head before I started to write. This was the worst advice possible. Like many writers I think as I
write not before I write) (2007:3).
Pengalaman Murphy di atas mungkin juga dialami oleh sebagian besar mahasiswa sehingga
banyak mahasiswa yang merasa kurang percaya diri untuk menulis karena menganggap ide yang
dipirkannya belum jelas. Mereka belum menyadari bahwa ide atau gagasan itu akan jelas kalau
ditulis. Untuk itu, di dalam beberapa bab yang ada dalam buku ini akan dijelaskan mengenai
pentingnya menulis sejak awal proses penelitian. Buku ini menekankan prinsip bahwa meneliti
berarti menulis (Bolker, 1998; Rhedding-Jones, 2005; Kamler & Thomson, 2006) – menulis
beberapa kali draft untuk setiap bagian atau bab yang ada dalam tesis atau disertasi.
Kesulitan menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris, terutama bagi mahasiswa Indonesia,
yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, menjadi ganda. Kesulitan yang dihadapi tidak
hanya berkaitan dengan cara menulis, struktur organisasi dan isi (Brown, 2006; Paltridge &
Stairfield, 2007), tetapi juga berkaitan dengan kemampuan berbahasa Inggris, seperti
Namun demikian, buku ini didasari keyakinan bahwa walaupun menulis tesis atau disertasi itu
sulit, khususnya tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris, mahasiswa bisa menyelesaikannya
tepat waktu, sesuai ketentuan universitas, asal mahasiswa mempunyai komitmen yang tinggi,
v
menulis secara teratur sejak awal kuliah di program pascasarjana, membaca secara teratur materi
yang berkaitan dengan topik penelitian, memahami metode penelitian, mempunyai rasa percaya
diri yang tinggi bahwa dia bisa menulis, dan mendapat bimbingan serta masukan yang cukup
dari pembimbing.
Penulis berharap buku ini dapat menjadi salah satu sumber yang dapat digunakan oleh
mahasiswa yang akan atau sedang menulis tesis atau disertasi, terutama ketika mereka
mengalami kebingungan dalam setiap tahap penulisan tesis dan disertasi, mulai dari
merencanakan, mengumpulkan bahan, dan menulis setiap bab dalam tesis atau disertasinya, baik
Satu hal yang mungkin perlu diperhatikan oleh mahasiswa yang membaca buku ini adalah
bahwa petunjuk penulisan tesis dan disertasi ini bukan resep serta dogma yang harus dilakukan.
Mahasiswa bisa membaca sumber lain yang tentu banyak tersedia di toko buku atau
perpustakaan tentang penulisan tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia,
termasuk pedoman penulisan tesis dan disertasi UPI atau pedoman penulisan teks akademik yang
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Buku ini tidak akan bisa terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Pertama-
tama penulis mengucapkan terima kasih kepada mantan pimpinan Sekolah Pascasarjana UPI
(Prof. Dr. Asmawi Zainul, Prof. Dr. Jam‟an Satori) yang telah memberi dukungan dana
penelitian untuk menelusuri kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis di program studi
pendidikan bahasa Inggris selama tahun 2007 dan sebagian dari hasil penelitian itu dituangkan
dalam buku ini. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada
pimpinan Sekolah Pascasarjana sekarang (Prof. Dr. Furqon, Dr. Bachrudin Musthafa; Prof. Dr.
Nuryani) atas dukungan moril maupun materil sehingga buku ini bisa terbit.
Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Endeavour Program, Departemen
Pendidikan Australia, yang telah memberi beasiswa posdoktoral kepada penulis selama enam
bulan pada tahun 2007 dan kepada pimpinan UPI (mulai dari pimpinan jurusan: Dr. Iwa
Lukmana dkk; pimpinan fakultas: Prof. Dr. Nenden S.L., dkk; dan rektorat: Prof. Dr. Sunaryo,
dkk) yang telah memberi izin kepada penulis untuk belajar lebih banyak mengenai penulisan teks
terima kasih juga ditujukan kepada Professor Marie Emmitt di Australian Catholic University
yang telah berperan sebagai pembimbing dalam pelaksanaan penelitian postdoktoral yang
dilakukan penulis serta Professor Frances Christie sebagai pembimbing disertasi dan pemberi
semangat untuk menulis dan yang memberi rekomendasi beberapa referensi yang sebaiknya
vii
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. Fuad Abdul Hamied (Universitas
Pendidikan Indonesia) yang telah memberi rekomendasi kepada penulis dalam rangka
pelaksanaan program posdoktoral di Australia dan telah bersedia untuk menelaah buku ini.
Selain itu, ucapan terima kasih ditujukan kepada Profesor Dr. Bambang Yudi Cahyono
(Universitas Malang) yang telah bersedia berperan sebagai penelaah akhir dari buku ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada para dosen Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana UPI yang telah memberi kepercayaan kepada
penulis untuk mengajar dan menjadi Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di Sekolah
Pascasarjana UPI untuk periode 2007-2010. Dengan kesempatan itulah penulis bisa melihat lebih
dekat permasalahan mahasiswa dalam menulis tesis dan disertasi, sehingga inspirasi untuk
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para mahasiswa yang tesis serta tugasnya telah
menjadi salah satu data yang dipakai dalam penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam
menulis tesis bahasa Inggris. Beberapa bagian dari tesis yang dianalisis dalam penelitian itu
dijadikan contoh dalam buku ini. Berbagai isu dan permasalahan mengenai penulisan tesis dan
disertasi yang dihadapi oleh mahasiswa, baik yang tersurat maupun yang tersirat, merupakan
informasi yang sangat berharga dalam menyadarkan penulis akan urgensi keberadaan sebuah
sumber yang dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam menulis tesis dan disertasi,
viii
Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orang tua dan kerabat – ayah,
ibu, ibu mertua dan saudara-saudara semua, atas do‟a dan kasih sayang mereka selama ini.
Terakhir, ucapan terima kasih ditujukan kepada teman hidup penulis, yakni Mizan dan Najmi
yang telah menemani penulis selama proses penulisan buku ini di Australia dan Akhmad Tizani
atas segala dukungan moril dan material serta kesetiaan dan kesabarannya selama ini. Kepada
ix
DAFTAR ISI
PRAKATA................................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. x
BAB 1: PENDAHULUAN............................................................................................. 1
Organisasi buku ............................................................................................................. 7
BAB 2: PERSIAPAN: FAKTOR PRIBADI ATAU NONAKADEMIK .................. 11
Pendahuluan ................................................................................................................ 11
Evaluasi diri (Self-assessment) .................................................................................... 11
Membangun rasa percaya diri ...................................................................................... 15
Menghadapi tantangan yang bisa menghambat kelancaran menulis tesis dan disertasi . 21
Kesimpulan ................................................................................................................. 32
BAB 3: PERSIAPAN: FAKTOR AKADEMIK ......................................................... 33
Pendahuluan ................................................................................................................ 33
Memilih topik.............................................................................................................. 33
Memilih pembimbing .................................................................................................. 42
Merencanakan jadual yang realistis ............................................................................. 49
Memahami metode penelitian ...................................................................................... 53
Memahami gaya tulisan akademik ............................................................................... 58
Menganalisis tesis dan disertasi yang sudah lulus ........................................................ 72
Menyiasati istilah “Writing Up” dalam penelitian ....................................................... 77
Kesimpulan ................................................................................................................. 82
BAB 4: PERAN FEEDBACK (MASUKAN) DALAM MENULIS TESIS DAN DISERTASI
....................................................................................................................... 83
Pendahuluan ................................................................................................................ 83
Peran feedback dalam penulisan tesis dan disertasi ...................................................... 83
Kapan bisa mulai mendapat feedback? ........................................................................ 86
Jenis feedback ............................................................................................................. 87
Feedback dari teman .................................................................................................... 91
Kesimpulan ................................................................................................................. 93
BAB 5: TESIS DAN DISERTASI: DEFINISI DAN PENULISANNYA .................. 95
Pendahuluan ................................................................................................................ 95
Definisi “tesis” dan “disertasi” ................................................................................... 95
Isu mengenai orijinalitas dalam tesis dan disertasi ....................................................... 98
Hakekat menulis tesis dan disertasi .............................................................................. 99
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tesis dan disertasi .................... 104
Penggunaan “I” (Saya) dalam tesis dan disertasi bahasa Inggris................................. 118
Kesimpulan ............................................................................................................... 121
BAB 6: STRUKTUR ORGANISASI TESIS DAN DISERTASI ............................. 122
Pendahuluan .............................................................................................................. 122
Fungsi dan jenis struktur organisasi tesis dan disertasi ............................................... 123
Komponen dalam tesis atau disertasi ......................................................................... 125
Paragraf penghubung (linking sections) ..................................................................... 134
.4. Conclusion ................................................................................................................................... 146
Kesimpulan ............................................................................................................... 147
BAB 7: MENULIS ABSTRAK, UCAPAN TERIMAKASIH DAN DAFTAR ISI . 149
Pendahuluan .............................................................................................................. 149
Menulis abstrak ......................................................................................................... 149
Menulis ucapan terimakasih ...................................................................................... 160
Menulis daftar isi....................................................................................................... 164
Kesimpulan ............................................................................................................... 169
BAB 8: MENULIS BAB PENDAHULUAN ............................................................. 170
Pendahuluan .............................................................................................................. 170
Fungsi pendahuluan ................................................................................................... 171
Kapan sebaiknya menulis pendahuluan? .................................................................... 186
Kesimpulan ............................................................................................................... 188
BAB 9: MENULIS BAB KAJIAN PUSTAKA (LITERATURE REVIEW) ........... 190
Pendahuluan .............................................................................................................. 190
Fungsi kajian pustaka ................................................................................................ 190
Elemen kajian pustaka ............................................................................................... 195
Proses menulis kajian pustaka ................................................................................... 201
Kapan sebaiknya menulis kajian pustaka? ................................................................. 207
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis kajian pustaka ......................... 209
Masalah atau kegagalan dalam menulis kajian pustaka .............................................. 218
Kapan bisa mengatakan ”cukup”?............................................................................. 223
Kesimpulan ............................................................................................................... 224
BAB 10: MENULIS BAB METODOLOGI PENELITIAN .................................... 227
Pendahuluan .............................................................................................................. 227
Fungsi bab metode penelitian .................................................................................... 228
Elemen-elemen dalam bab metode penelitian ............................................................ 230
Kesimpulan ............................................................................................................... 239
BAB 11: MENULIS BAB PEMAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA............ 240
Pendahuluan .............................................................................................................. 240
Fungsi bab presentasi dan analisis data ...................................................................... 241
Cara memaparkan data .............................................................................................. 245
Pemaparan data kuantitatif ........................................................................................ 249
Pemaparan data kualitatif .......................................................................................... 252
Elemen yang ada dalam pemaparan data .................................................................... 253
Kesalahan umum dalam memaparkan data ................................................................ 256
Cara membahas data.................................................................................................. 258
Kesalahan umum dalam membahas data .................................................................... 264
xi
Kesimpulan ............................................................................................................... 267
BAB 12: MENULIS BAB KESIMPULAN ............................................................... 269
Pendahuluan .............................................................................................................. 269
Fungsi Kesimpulan .................................................................................................... 269
Elemen-Elemen dalam Kesimpulan ........................................................................... 272
Kesimpulan ............................................................................................................... 276
BAB 13: BEBERAPA HAL YANG PERLU DILAKUKAN SEBELUM TESIS ATAU
DISERTASI DISERAHKAN UNTUK DIUJI ........................................... 278
Pendahuluan .............................................................................................................. 278
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum tesis diujikan.............................................. 278
Dokumentasi sumber yang dipakai: Modern Language Association (MLA)/American
Psychological Association (APA) ...................................................................... 282
Dokumentasi gaya Modern Language Association (MLA) .................................................................. 283
Dokumentasi gaya American Psychological Association (APA) .......................................................... 286
Kesimpulan ............................................................................................................... 289
BIBLIOGRAFI ......................................................................................................... 290
INDEKS ..................................................................................................................... 321
xii
BAB 1: PENDAHULUAN
Menulis tesis dan terutama disertasi, sebagaimana akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya dari
buku ini, digambarkan sebagai proses yang sulit, dan sebagian penulis mengibaratkannya sebagai
“perjalanan roller coaster” (Roberts, 2004), dengan turun naik yang pasti, dalam setiap fase dari
proses penulisan itu. Menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris, terutama bagi mahasiswa
Indonesia, yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, kesulitannya menjadi ganda, tidak
hanya berkaitan dengan kesulitan dalam cara menulis, seperti struktur organisasi dan isi (Brown,
2006; Paltridge & Stairfield, 2007), tetapi juga kesulitan dengan kemampuan berbahasa Inggris,
Kesulitan menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris untuk mahasiswa Indonesia yang
belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing juga bisa disebabkan oleh perbedaan budaya
menulis dalam bahasa Inggris yang menekankan prinsip “writer responsible” (Hyland, 2003: 47-
48; Paltridge & Stairfield, 2007:12). Artinya, penulis dianggap bertanggung jawab atau berperan
penting untuk membantu pembaca memahami tulisannya. “Because you are the writer, the
burden of intelligibility rests with you,” seperti ditegaskan oleh Moriarti (1997:45).
Sementara itu dalam bahasa lain, seperti bahasa Jepang (Hyland, 2000b; Paltridge & Stairfield,
2007) atau bahasa Cina (Hyland, 2003) dan mungkin juga bahasa Indonesia, teks tertulis sering
digambarkan sebagai “reader responsible,” yang berarti bahwa pembacalah yang berperan
dalam memahami teks yang dibacanya. Karena itu, seperti dilaporkan oleh Paltridge dan
Stairfield (2007:12), mahasiswa ESL (English as a second language) atau EFL (English as a
1
foreign language) yang sekolah di negara berbahasa Inggris, sering mengatakan kepada
pembimbingnya bahwa “Saya tidak mengatakan hal itu karena saya pikir anda dan calon
Ilustrasi di atas mengindikasikan keniscayaan bahwa mahasiswa yang menulis tesis atau
disertasinya dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing memerlukan bimbingan yang lebih
banyak waktu untuk membantu mahasiswa memperbaiki tulisannya. Buku yang ditulis dalam
bahasa Indonesia mengenai penulisan tesis dan disertasi bahasa Inggris pun masih sangat jarang
ditemukan di Indonesia. Sementara itu, mahasiswa yang menulis tesis dan disertasi dalam bahasa
Inggris semakin hari semakin banyak. Hal ini ditunjukkan dengan salah satu fakta bahwa
mahasiswa pascasarjana yang mengambil program studi pendidikan bahasa Inggris, di tempat
penulis mengajar misalnya, di Universitas Pendidikan Indonesia, dari tahun ke tahun semakin
banyak, dan salah satu syarat kelulusan mereka adalah menulis tesis atau disertasi dalam bahasa
Inggris.
Buku ini, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam Prakata, khususnya ditujukan untuk
memberi gambaran, petunjuk dan informasi mengenai penulisan setiap bagian dalam tesis dan
disertasi. Salah satu usaha yang diberikan oleh buku ini adalah memberi penjelasan yang
terperinci, memberikan contoh dan cara, serta menggambarkan proses yang dilalui dalam
penulisan setiap bagian tesis dan disertasi itu. Pembahasan yang diberikan dalam bahasa
Indonesia diharapkan dapat mempermudah mahasiswa memahami secara komprehensif apa yang
harus dilakukan dan ditulis untuk tiap-tiap bagian tesis atau disertasi untuk mencapai tujuan
2
komunikasinya dan dapat membantu mahasiswa memenuhi standar tesis dan disertasi yang
Standar yang ditetapkan mengenai penulisan tesis dan disertasi sebenarnya tidak akan jauh
berbeda antara satu universitas dengan universitas lain, selama tesis dan disertasi itu ditulis
dalam format konvensional (Thody, 2006). Format konvensional ini, menurut Thody, bisa
diibaratkan seperti logo “McDonald” yang mempunyai bentuk dan warna yang sama di manapun
logo itu ditemukan, dan orang yang melihatnya akan mempunyai perasaan dan harapan yang
Tetapi, walaupun buku ini menekankan manfaat penulisan konvensional, dengan mengikuti
standar laporan penelitian ilmu sains yang mempunyai elemen-elemen yang baku, buku ini juga
didasari oleh keyakinan bahwa menulis − jenis teks apa pun, termasuk teks akademik −
melibatkan unsur kreativitas dari penulis (Thomas & Brubakar, 2000; Evans & Gruba, 2002;
Roberts, 2004; Glatthorn & Joyner, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Thody, 2006). Evans dan
Gruba mengatakan bahwa “The creative part of our brain has been working on this problem [the
Selain itu, walaupun buku ini menekankan prinsip objektivitas dan netralitas dalam penulisan
tesis dan disertasi, seperti yang ditekankan dalam format konvensional, buku ini juga didasari
keyakinan bahwa penulisan tesis dan disertasi dipengaruhi oleh faktor subjektif dari penulis,
mulai dari pemilihan topik yang mungkin berkaitan dengan kepentingan penulis, pemilihan
partisipan, pemilihan data yang dipaparkan serta interpretasi data (Kamler & Thomson, 2006).
3
Untuk itu, pembahasan setiap bab selanjutnya dari buku ini, terutama bab pemaparan dan
pembahasan data, akan memperlihatkan bahwa unsur kreativitas penulis berperan penting dalam
setiap tahap penulisan tesis. Dalam menganalisis dan menginterpretasi data, unsur kreativitas
penulis sangat menentukan (Evans & Gruba, 2002), khususnya ketika penulis mengevaluasi data
dan mengintegrasikannya dengan temuan-temuan sebelumnya (Thomas, 2000), dan ketika itulah
Kata “menulis” yang dipakai dalam buku ini tidak hanya menggambarkan proses menuangkan
gagasan atau ide dalam tulisan, tetapi menggambarkan “the entire event” (Bolker, 1998:xiv) dari
proses penelitian yang dilakukan, mulai dari memikirkan topik, dan menulis “zero draftt”
(Bolker, 1998: xiv). Untuk itu, buku ini juga memberikan perhatian yang cukup besar kepada
aspek non-akademik yang tampaknya kurang penting, tetapi memegang peranan kunci untuk
membantu kelancaran mahasiswa menulis tesis dan disertasi, seperti langkah-langkah yang harus
ditempuh sebelum mulai melakukan penelitian, bahkan sebelum memutuskan untuk kuliah di
program pascasarjana. Buku ini juga menawarkan beberapa tips dalam menangkal beberapa
tantangan yang bisa menghambat produktivitas menulis, seperti asumsi mengenai mahasiswa
pascasarjana (khususnya mahasiswa doktor), dan asumsi mengenai penulisan tesis atau disertasi,
kebiasaan menunda menulis tesis dan disertasi (prokrastinasi), serta kondisi writer‟s block atau
Buku ini tidak memaparkan penulisan proposal dalam satu bab khusus, walaupun penulisan
proposal merupakan bagian yang sangat menentukan dari proses atau perjalanan penulisan tesis
4
atau disertasi secara keseluruhan. Alasannya adalah bahwa proposal sebenarnya merupakan
embrio dari tesis yang akan ditulis. Unsur-unsur yang harus ada dalam proposal, seperti abstrak,
pendahuluan, kerangka teori atau kajian pustaka, pertanyaan penelitian, metode penelitian
(Thomas & Brubaker, 2000; Glatthorn & Joyner, 2005;Maxwell, 2005:125-125) merupakan
unsur-unsur yang harus ada dalam tesis atau disertasi. Proposal yang baik, seperti kata Rudestam
dan Newton (1992) dan Levine (2007), pada dasarnya terdiri dari tiga bab pertama yang biasanya
ada dalam tesis atau disertasi, yakni pendahuluan, kajian pustaka dan metode penelitian.
Untuk itu, buku ini menganggap bahwa cara penulisan bab pendahuluan, kajian pustaka dan
metode penelitian yang ada dalam buku ini dapat dipakai untuk penulisan proposal. Ada hal yang
mungkin berbeda antara proposal dan tesis (yang ditulis dalam bahasa Inggris maupun dalam
bahasa Indonesia), terutama terkait dengan penggunaan bahasa dalam memaparkan metodologi
penelitian. Dalam bahasa Inggris bagian metode penelitian dalam proposal menggunakan future
tense (menggunakan kata “akan” dalam bahasa Indonesia) mengingat peneliti memaparkan
kegiatan yang akan dilakukan, sementara dalam tesis atau disertasi peneliti menggunakan past
Buku ini didasari oleh teori pendekatan proses dalam mengajar menulis (Graves, 1983, 1990,
1996; Walshe, 1981, 1986a,b; Murray, 1982, 1985, 1989; Hornsby & Sukarna, 2007), dalam hal
bahwa buku ini menekankan bahwa menulis merupakan satu proses, mulai dari proses pra
menulis sampai mengedit. Buku ini juga menekankan bahwa menulis merupakan proses
5
Buku ini juga didasari oleh teori atau hasil karya mereka yang berkecimpung dalam analisis teks,
khususnya mereka yang bekerja di bawah payung linguistik sistemik fungsional (Halliday,
1985a,b;1994a,b,c; Halliday & Hasan, 1976) atau English for specific purposes (Swales, 1990;
Swales & Feak, 1994; 2004; Berkenkotter & Huckin, 1995). Selain itu, buku ini juga didasari
oleh salah satu prinsip dasar pendekatan genre-based dalam mengajar menulis, berkaitan dengan
manfaat guru menerangkan struktur organisasi atau generic structure dan elemen-elemen atau
“move” dari teks yang akan ditulis oleh siswanya (Christie, 1990; 1997; 2002a,b; 2005;
Derewianka, 1990, 1998, 2003; Feez & Joyce, 1998a,b; 2000; Feez, 2002; Macken-Horarik,
2002; Martin, 1992; 1997; Martin & Rose, 2003; 2007; Rose, 2003, 2006a,b,c, 2007a,b,c,d).
Dengan demikian, dalam pembahasan setiap bagian dari buku ini, penulis menekankan elemen-
elemen (generic structure) yang sebaiknya ada dalam setiap bagian tesis. Hal ini konsisten
dengan keyakinan bahwa generic structure merupakan alat untuk menulis dan berpikir, atau “a
tool for writing and thinking” (Murray, 2002:14). Organisasi teks yang bagus tidak hanya
mempermudah penulis tetapi juga pembaca, seperti dikatakan oleh Christie dan Dreyfus (2007)
berikut ini:
A strong sense of overall organisation … of a successful text ensures the reader has a clear understanding
both of the points made and of the manner in which these are introduced and related to the text‟s overall
purposes (2007:236).
Selain itu, buku ini juga didasari keyakinan bahwa kemampuan berbahasa, khususnya bahasa
Inggris dalam memaparkan atau menulis setiap bagian tesis itu bukan sesuatu yang “given”
(Rothery, 1996; Christie & Dreyfus, 2007) atau anugerah, tetapi sesuatu yang harus diterangkan
dan diajarkan secara eksplisit. Oleh karena itu, pembahasan penulisan setiap bagian dari tesis dan
disertasi meliputi pembahasan ciri-ciri linguistik dari setiap bagian tesis itu. Penjelasan seperti
ini, seperti dikatakan oleh salah seorang pelopor pendekatan genre-based, Professor Frances
6
Christie dalam konsultasi pribadi dengan penulis (lihat juga Christie & Dreyfus, 2007), sangat
diperlukan tidak hanya oleh penulis yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, tetapi juga
Untuk itu, dengan didasari prinsip “explicit teaching” (Christie, 1990; Martin, Christie &
Rothery, 1994), “direct telling” (Callaghan & Rothery, 1989), “scaffolding” (Wood, Bruner, &
Ross, 1976) dan the zone of proximal development (Vygotsky, 1962; 1978) yang memungkinkan
pembelajar mencapai sesuatu yang lebih tinggi ketimbang kalau mereka belajar atau menemukan
sendiri, seperti yang ditekankan oleh pendekatan genre-based, buku ini diharapkan dapat
menjadi salah satu acuan yang dapat dipakai oleh mahasiswa untuk membantu mereka
memperoleh prestasi yang lebih baik, dan melalui proses penulisan tesis dan disertasi dengan
Setiap bab selanjutnya dari buku ini akan memaparkan cara praktis melalui setiap tahap dari
“journey” (Roberts, 2004) penulisan atau penyelesaian tesis dan disertasi, mulai dari
merencanakan, mengumpulkan bahan dan menulis laporan penelitian dalam bentuk tesis dan
Organisasi buku
Buku ini disusun dengan organisasi sebagai berikut. Bab Dua akan membahas beberapa isu yang
berkaitan dengan faktor non-akademik yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa pascasarjana
sebelum mulai menulis tesis atau disertasi. Kemudian dilanjutkan dengan Bab Tiga yang akan
membahas beberapa isu yang berkaitan dengan faktor akademik yang juga harus diperhatikan
7
Bab Empat akan membahas peran feedback atau masukan dari pembimbing khususnya dalam
menulis tesis atau disertasi. Tidak seperti bab-bab lain dari buku ini, Bab Empat ini tidak hanya
relevan untuk mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi, tetapi juga untuk para dosen
yang membimbing tesis atau disertasi, mengingat bab ini juga akan membahas cara-cara serta
jenis feedback yang diperlukan oleh mahasiswa, tergantung pada tahapan penulisan tesis atau
disertasinya. Bab Lima akan membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan tesis dan
disertasi, mulai dari definisi serta beberapa strategi serta tips tentang cara penulisan tesis atau
disertasi, terutama dalam bahasa Inggris. Kemudian Bab Enam akan membahas generic
structure atau struktur organisasi tesis dan disertasi. Dalam bab ini akan dibahas kemungkinan
adanya perbedaan struktur organisasi tesis dan disertasi, tergantung konteks penulisan tesis atau
Bab-bab selanjutnya dari buku ini disusun dengan struktur yang sesuai dengan struktur tesis atau
disertasi pada umumnya, jadi bukan berdasarkan proses penulisan tesis atau disertasi. Misalnya
dari segi proses, abstrak biasanya ditulis terakhir dan bibliografi biasanya dibuat sejalan dengan
proses penulisan tesis. Akan tetapi, dalam buku ini cara penulisan abstrak akan dipaparkan
sebelum cara penulisan bagian lain dari tesis dan disertasi mengingat abstrak berada di bagian
awal tesis, dan sebaliknya cara penulisan bibliografi akan dipaparkan di bagian paling akhir dari
buku ini, yakni di Bab 13, mengingat bagian itu berada di bagian paling akhir dari tesis atau
disertasi. Untuk itu, Bab Tujuh akan difokuskan pada cara serta contoh penulisan bagian awal
tesis, yang tidak merupakan bagian substantif dari tesis, tetapi keberadaannya sangat penting,
yakni penulisan halaman judul (Title Page), abstrak (abstract), ucapan terima kasih
8
(acknowledgement) serta contents (isi dari sebuah tesis atau disertasi). Contoh penulisan untuk
tiap-tiap bagian pendahuluan tesis atau disertasi ini akan diberikan berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa
Inggris di Sekolah Pascasarjana UPI selama tahun 2007 dan dari sintesis kajian pustaka tentang
penulisan tesis dan disertasi, terutama dalam bahasa Inggris, yang dipakai dalam buku ini.
Bab Delapan akan membahas unsur-unsur dan cara penulisan bab pendahuluan serta ciri
linguistiknya. Karena pendahuluan biasanya singkat dan pendek, maka dalam bab ini tidak akan
begitu banyak yang dipaparkan. Penjelasan mengenai menulis pendahuluan akan diikuti dengan
penjelasan penulisan literature review atau kajian pustaka, yang akan dibahas di Bab Sembilan.
Kajian pustaka merupakan salah satu bab yang paling panjang dan paling penting di dalam tesis
atau disertasi. Bab ini juga akan membahas beberapa masalah dan kesalahan umum dalam
penulisan kajian pustaka. Kemudian Bab Sepuluh akan memaparkan cara menulis bab
metodologi penelitian, termasuk beberapa langkah atau elemen yang biasanya ada dalam bagian
metodologi.
Bab Sebelas akan berisi tentang pemaparan dan pembahasan data, termasuk elemen-elemennya,
baik berdasarkan topik penelitian ataupun teknik pengumpulan data. Mengingat interpretasi
penulis akan sangat jelas terlihat dalam bab pembahasan data ini, bab ini juga akan berusaha
penulis tentang data yang ditemukan dalam penelitian tidak terlalu bombastis tetapi juga tidak
terlalu lemah sehingga akurasi dan validitas pernyataan atau kesimpulan penelitian tidak
dipertanyakan oleh pembaca. Oleh karena itu, dalam Bab Sebelas ini, pembaca akan disuguhi
9
dengan sedikit pembahasan tentang penggunaan hedging dan peran serta manfaat dari
penggunaannya dalam membantu membuat pernyataan yang “sound” tetapi tidak tampak
arogan, sehingga pernyataan itu bisa diterima oleh pembaca. Bab ini juga akan memperlihatkan
bahwa pembahasan data merupakan dasar kesimpulan tesis atau disertasi, dan semua kesimpulan
serta saran yang dinyatakan dalam bab kesimpulan dari tesis dan disertasi tidak boleh muncul
tiba-tiba atau “out of the blue” (Emerson dkk, 2007, lihat juga Evans & Gruba, 2002), tetapi
Bab selanjutnya, yakni Bab Dua Belas akan menjelaskan penulisan kesimpulan, kelemahan
penelitian dan saran, yang biasanya merupakan bab terakhir dalam tesis atau disertasi. Kemudian
buku ini akan diakhiri dengan Bab Tiga Belas yang akan membahas beberapa hal yang perlu
10
BAB 2: PERSIAPAN: FAKTOR PRIBADI ATAU
NONAKADEMIK
Pendahuluan
Bab satu telah memaparkan tujuan serta gambaran umum mengenai isi buku secara keseluruhan.
Bab ini akan membahas beberapa hal dalam tahap persiapan yang perlu dilakukan dan
diperhatikan oleh mahasiswa yang akan menulis tesis atau disertasi, bahkan sebelum
memutuskan untuk mengambil program pascasarjana. Beberapa hal yang akan dibahas mungkin
tidak berkaitan langsung dengan masalah akademik, tetapi memainkan peranan yang sangat
penting bagi keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tesis atau disertasinya dan
menyelesaikan studi di program pascasarjana. Beberapa hal yang perlu dilakukan itu adalah
evaluasi diri (self-assessment), membangun rasa percaya diri, dan siap menghadapi beberapa
tantangan yang dapat menghambat produktivitas menulis tesis atau disertasi. Setiap aspek di atas
Mahasiswa yang mengambil program pascasarjana, terutama mereka yang mengambil program
doktor, pada umumnya sudah bekerja dan berkeluarga, dan “sudah tidak muda lagi” (Wellington
dkk, 2005:4). Keputusan untuk mengambil program pascasarjana, baik program magister
maupun doktor tentu merupakan keputusan yang dibuat secara matang, melibatkan pertimbangan
berbagai pihak yang dekat dengan mereka, terutama keluarga, instansi tempat bekerja, dan
sebagainya.
11
Dengan kondisi mahasiswa yang umumnya sudah bekerja, maka sebelum mengambil program
pascasarjana, mahasiswa seyogianya memikirkan dengan matang bahwa “belajar sambil bekerja
itu bukan hal yang mudah, karena berarti harus bekerja ekstra” (Wellington dkk, 2005:16).
Dengan demikian, alasan yang dimiliki mahasiswa untuk mengambil program pascasarjana,
terutama program doktor, sangat berpengaruh terhadap apa yang dicari dan dihasilkan dari
program itu, dari pengalaman belajar sebagai mahasiswa magister atau doktoral. Khusus untuk
Enrolling for a doctorate is rarely a snap decision and, given the amount of time, effort, energy and
commitment that will be required on the part of the student and, often their family and friends, nor should it
be. This is not something to take up on a whim, since most doctorate take a minimum of three or four years
study to complete (depending on whether they are full or part-time programmes) and a substantial number
of people are finishing off into subsequent years.
Although it might sound something of a truism, in order to be successful on a doctoral programme, you
have really got to want to do it (Wellington, dkk, 2005:17).
Salah satu hal yang perlu dilakukan sebelum memulai menulis tesis atau disertasi, menurut
beberapa penulis (seperti Swetnam, 2000; Johnson, 2003; Roberts, 2004; Wellington, dkk,
2005), adalah self-assessment atau evaluasi diri. Dalam evaluasi diri ini, Swetnam (2000)
menyarankan kepada mahasiswa doktor, yang menurut penulis relevan juga untuk mahasiswa
magister, beberapa hal seperti yang ada dalam Tabel 2.1 di bawah ini.
Kalau pertanyaan di atas tampak terlalu “suram”, Swetnam (2000) menambahkan, bahwa kita
12
Tabel 2.2 Pertanyaan Evaluasi Diri 2
1. Apakah kita menantikan pengalaman yang menyenangkan dan menguntungkan?
2. Apakah kita ingin memperluas kemampuan berpikir kita?
3. Apakah kita ingin bertemu dengan orang-orang yang memberi semangat?
4. Apakah kita siap untuk meningkatkan kesempatan berkarir kita?
5. Apakah kita ingin merasa bangga dengan pencapaian atau prestasi kita?
(Swetnam, 2000:15).
Selain itu, dengan nada yang sama, yang ditujukan kepada mahasiswa doktor, yang sebenarnya
juga relevan untuk mahasiswa magister di Indonesia, Roberts (2004, lihat juga Lawton, 1997)
menyarankan bahwa sebelum mengambil program magister atau doktor, sebaiknya kita bertanya
1. Apa yang mau kita korbankan atau pengorbanan apa yang mau kita lakukan? Hal ini sangat
penting karena tidak ada keberhasilan, termasuk keberhasilan mencapai gelar magister atau
2. Apakah kita mau mengorbankan kesenangan sebentar untuk tujuan jangka panjang?
Menurut Roberts, menulis tesis, apalagi disertasi, seperti yang akan dipaparkan dalam bab-
bab selanjutnya dari buku ini, merupakan tugas yang demanding, banyak persyaratan,
memerlukan waktu yang lama, menghabiskan uang dan energi yang bisa mempengaruhi
segala aspek kehidupan kita. Roberts juga menegaskan bahwa menulis disertasi (dan juga
tesis) bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara kita dengan suami atau istri,
anak, kolega, atau teman, dan bisa mempengaruhi pelaksanaan tugas sehingga dapat
Oleh karena itu, mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi seyogianyalah meminta
dukungan dan pengertian kepada orang-orang di sekelilingnya. Dalam hal ini, salah satu
saran yang diberikan oleh Bolker (1998) untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul
selama penulisan tesis dan disertasi tampaknya perlu diikuti. Yakni, kepada instansi tempat
13
bekerja, kita sebaiknya meminta untuk tidak diberi beban pekerjaan ekstra selama menulis
tesis atau disertasi. Kepada keluarga, mungkin sebaiknya minta izin untuk mempunyai kamar
yang berantakan, karena mungkin buku akan berserakan ketika kita yang sedang menulis
tesis atau disertasi membaca banyak referensi, dan meminta pengertian kalau kita
mengatakan ”tidak” atas ajakan-ajakan yang kurang relevan dengan penulisan tesis atau
disertasi. Demikian juga kepada kolega, kita hendaknya belajar mengatakan ”tidak” tanpa
ada rasa bersalah ketika kita diajak melakukan kegiatan yang kurang berkaitan dengan
3. Seberapa lama kita bisa bertahan? Dalam hal ini, Roberts (2004) menyarankan bahwa kita
bertanya apakah kita bisa siap dengan stres yang biasanya mendampingi kemunduran dan
Mengenai deadline, seperti yang diungkapkan oleh Swetnam di atas, Roberts (2004),
sebagian mahasiswa memerlukan “deadlines” atau batas waktu untuk bekerja secara efektif.
Namun demikian, menurut Roberts, mahasiswa harus berkata kepada diri sendiri bahwa
menunggu sampai batas waktu untuk memulai menulis hasil penelitian akan menimbulkan stres
yang semestinya tidak dialami, dan membuat mereka lelah dan tidak kreatif. Hal ini juga bisa
berdampak terhadap kualitas tesis yang ditulis. Pentingnya menulis sejak dini akan dipaparkan
dalam beberapa bagian kemudian dari bab ini dan beberapa bab selanjutnya dari buku ini.
14
Selain dari memikirkan hal di atas, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi
diri, yakni gaya belajar atau learning styles (Smith, 2002:30). Menurut Smith ada empat macam
Activists: belajar dengan baik dimana mereka melibatkan diri dalam tugas yang diberikan
(melalui permainan dan simulasi, olah raga dalam tim, dan sebagainya). Gaya belajar
Reflectors: Belajar dengan baik dari aktivitas yang di dalamnya mereka mempunyai
kesempatan yang banyak untuk mereviu dan merefleksikan apa yang terjadi.
Theorists: Belajar dengan baik kalau apa yang dipelajari merupakan sebuah sistem,
Pragmatists: Belajar dengan baik kalau ada hubungan yang jelas antara apa yang
Setelah kita berusaha untuk menilai gaya belajar, kita bisa memikirkan kegiatan atau cara belajar
yang paling efektif untuk kita sehingga kita bisa menyelesaikan tesis dan disertasi dengan baik
Setelah kita mengevaluasi diri dengan cara bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di
astas, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membangun rasa percaya diri, yang akan
15
Rasa percaya diri sangat besar peranannya dalam membantu mahasiswa menyelesaikan tugas
belajarnya di tingkat magister, apalagi doktor. Hal ini dikatakan dalam bahasa Inggris bahwa “a
great preventor of progress is lack of confidence and the insecurity that results” (Swetnam,
2000:15, lihat juga Murray, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007 untuk uraian yang hampir sama).
Untuk membangun rasa percaya diri, menurut Swetnam sebaiknya kita bertanya tentang
3. Apakah ada tanggal khusus yang lebih cepat untuk mengumpulkan bagian dari tesis,
5. Format apa yang harus dipakai, adakah peraturan tentang format tesis atau disertasi?
Berkaitan dengan tutorial khususnya, Swetnam (2000) dan penulis lain, seperti Hamilton dan
Clare (2003a) dan Paltridge dan Stairfield (2007) menegaskan bahwa kegagalan atau non-
submissions atau tidak berhasilnya mahasiswa menyelesaikan tesis atau disertasi didominasi oleh
mereka yang enggan bertemu dengan tutor atu pembimbing. Swetnam mengatakan, “A top secret
piece of advice: if you fail and appeal, the fact that you have not accepted tutorials will count
against you” (2000:15). Masalah peran masukan atau saran dari pembimbing akan dijelaskan
lebih rinci di dalam Bab Empat mengenai manfaat feedback bagi mahasiswa dalam menulis tesis
atau disertasi.
16
Selain itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, mahasiswa juga perlu menumbuhkan
keyakinan atau sikap positif tentang menulis. Menurut Johnson (2003, lihat juga Thomas, 2000;
Murray, 2002; Roberts, 2004; Paltridge & Stairfield, 2007), keyakinan itu berkenaan dengan
Menulis, menurut Johnson (2003) bukanlah kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh profesor,
guru bahasa Inggris, atau ahli tata bahasa saja. Menulis berkaitan dengan menemukan gagasan
atau pikiran, mengorganisasikan gagasan atau pikiran itu, dan menuliskannya dengan kata yang
Keyakinan bahwa setiap orang bisa menulis sangat penting dimiliki sejak awal menulis karena
sikap ini berperan lebih besar dari faktor lain. Dalam hal ini, Roberts (2004:4) menyatakan:
If you believe you will be able to succeed at a particular undertaking and you approach the endeavour with
a sense of excitement and joyful expectation, your chances of achieving success are much higher than if
you face the task with dread and apprehension (2004:4).
Sebaliknya, kalau mahasiswa berpikiran negatif, maka hukum Murphy (Swetnam, 2000) atau
hukum Finagle pertama dalam penelitian (Rudestam & Newton, 1992:10) pun akan berlaku,
Berbicara mengenai sikap positif, Crasswell (2005:11) menegaskan bahwa sikap positif
merupakan isu yang sering muncul dalam masalah penulisan tesis atau disertasi. Crasswell
berpendapat bahwa motivasi memang fluktuatif, tetapi motivasi di dalam diri sendiri mungkin
perlu sering dicharged sampai penuh. Crasswell menambahkan bahwa ketika menulis tesis atau
17
disertasi ada kemungkinan bahwa minat mahasiswa berkurang, percaya diri turun, frustrasi
karena tidak mendapat bantuan yang diperlukan. Tetapi, tambah Crasswell, mahasiswa harus
menulis apa yang membuat dia tidak bersemangat dan membicarakannya dengan pembimbing.
Masalah mengatasi turunnya semangat bisa dilihat dalam bagian selanjutnya dari bab ini,
Keyakinan bahwa setiap orang bisa menulis dengan baik dapat mendorong mahasiswa menjadi
penulis yang lebih baik, yakni dengan cara berlatih. Kalau tidak menulis, tulisannya tidak akan
menjadi baik (Johnson, 2003). Menurut Zerubavel (1999), yang dikutip oleh Paltridge dan
Stairfield (2007:45), “Menulis perlu dijadikan sebagai kebiasaan, melalui menulis seraca teratur,
setiap hari, ilham, inspirasi akan muncul”. Penulis tesis dan disertasi, seperti yang disarankan
oleh Bolker (1998) dan Rodrigues dan Rodrigues (2003:119), perlu menyisihkan waktu setiap
hari untuk menulis tesis atau disertasinya atau menentukan batas waktu yang spesifik untuk
mengetahui jumlah waktu yang dimiliki. Menulis setiap hari, walaupun hanya 15 menit, seperti
yang disarankan Bolker (1998), bisa membantu penyelesaian tesis atau disertasi. Menulis tesis
atau disertasi secara teratur juga dapat mempertahankan motivasi serta pemahaman terhadap
tujuan dan bentuk tesis atau disertasi secara keseluruhan (Swetnam, 2000:23).
Salah satu cara untuk memotivasi kegiatan menulis secara teratur adalah dengan menghitung
jumlah kata yang ada dalam tesis atau disertasi yang sedang ditulis (Murray, 2002:7). Misalnya,
tambah Murray, kalau hari ini jumlah kata yang sudah ditulis 1000, besoknya menjadi 1.100, itu
18
berarti paling tidak ada penambahan kata yang ditulis. Hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu
Bagi penulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa yang mengambil
program studi bahasa Inggris di kebanyakan universitas di Indonesia, Paltridge dan Stairfield
(2007) menegaskan bahwa menulis sejak dini dan sering sangat penting, karena “Text
Membaca dapat menambah perbendaharaan kata dan memperluas pengetahuan (Johnson, 2003).
Membaca buku yang berbahasa Inggris khususnya akan sangat membantu meningkatkan
perbendaharaan kata yang dimiliki. Sebagai bahasa Internasional pertama, bahasa Inggris
memiliki kosa kata lebih dari satu juta kata, jauh lebih banyak dari pada bahasa internasional
lainnya, seperti bahasa Perancis yang hanya memilki sekitar 75.000 kata saja (Matthews, Bowen
& Matthews, 2000:158). Dengan mengutip McNeil (1995), Matthehws, Bowen dan Matthews
menambahkan bahwa apa yang disebut dengan “the glorious messiness of English”
menyebabkan banyaknya perbendaharaan kata yang dimiliki oleh orang yang banyak membaca
buku-buku berbahasa Inggris dan juga membuat orang sulit memahami teks bahasa Inggris kalau
mereka tidak sering membaca bahasa Inggris mengingat begitu banyaknya perbendaharaan kata
19
Dalam proses penelitian, membaca akan membuat peneliti mengetahui apa yang terjadi dalam
disiplin ilmu yang ditelitinya (Rhedding-Jones, 2005:35). Dalam kaitannya dengan hal ini,
Rhedding-Jones menulis:
If you are going to know about what is currently happening in the disciplines, then you will have to not only
go out and see and hear what is happening but read about it. Reading is a crucial part of research and one
that some beginning researchers know very little about. It is very important then, if you want to do research
that will publish well, to find out what is being done (2005-35).
Hal ini juga dikukuhkan oleh Krathwell dan Smith (2005:8) yang mengatakan bahwa membaca
secara selektif dan kritis bisa mendapatkan pemahaman dan ide, sedangkan menulis bisa
dijadikan alat untuk memperjelas dan membuat gagasan yang ada dalam pikiran kita menjadi
eksplisit, sehingga kita bisa mengkomunikasikannya kepada orang lain. Selain membaca dan
menulis, menurut Krathwell and Smith, penelaahan ulang dan diskusi juga penting untuk
Selama ini, belum ada orang yang menulis teks akademik seperti Mozart, satu kali jadi (Roberts,
2000; Thomas, 2000). Penulis perlu menghargai apa yang disebut dengan slop, yakni tahap
pertama dalam menghasilkan karya tulis yang baik (Johnson, 2003). Salah satu paradoks dalam
hidup, menurut Johnson adalah bahwa kita (penulis) tidak bisa menulis dengan baik kalau belum
Banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam menulis karena mereka memegang teguh
“a romantic belief” (Paltridge & Stairfield, 2007:45) bahwa menulis merupakan proses kreatif
dan kegiatan inspirasi yang spontan, bahwa mereka bisa menulis hanya kalau ”ilham” turun.
20
Penulis yang menunda sampai mempunyai ide atau gagasan yang jelas seperti ini, menurut
Wolcott (2001:22), berisiko untuk tidak pernah mulai menulis. Wolcott mengungkapkan:
Writers who induldge themselves by waiting until their thoughts are clear run the risk of never beginning at
all. And that … is why it is important to write a draftt rather than to keep on preparing and thinking about
what you will write when you start …
An idea I offer to anyone contemplating a qualitative/descriptive study, and especially to those who express
concern about how they will write up a study before the research has even begun, is this: Write a
preliminary draftt of the study. Then do fieldwork (2001:22-23).
Wolcott menambahkan bahwa setiap orang yang menulis tentang menulis memberi saran yang
Irrespective of where your research stands, start the writing the minute some of the material begins coming
together in your mind. … Get the words down. You can always change them
( 2001:23)
Untuk itu, menurut Wolcott (2001:22), lebih baik menulis draft dari pada terus mempersiapkan
dan memikirkan apa yang akan ditulis ketika kita mulai menulis. Cara menulis tesis dan disertasi
Selain dari melakukan evaluasi diri dan membangun rasa percaya diri, mahasiswa yang sedang
menulis tesis atau disertasi seyogianya siap menghadapi beberapa tantangan yang sering
dihadapi yang dapat menghambat produktivitas menulis. Beberapa tantangan yang paling sering
dihadapi oleh penulis tesis dan disertasi itu akan dipaparkan dalam bagian berikut.
Menulis tesis, dan terutama disertasi, seperti yang akan diterangkan dalam Bab Lima nanti, juga
digambarkan oleh beberapa penulis bak “mendaki gunung” (Roberts, 2004:6). Roberts
mengatakan bahwa mendaki gunung, baik yang nyata maupun metaforik bisa bersifat hazardous
21
(menimbulkan banyak risiko) bagi kesehatan. Menulis tesis atau disertasi, khususnya, tidak
hanya merupakan kegiatan intelektual, namun juga psikologis yang dengan ini kebanyakan
mahasiswa akan diuji (2004:6). Menulis tesis atau disertasi, menurut Roberts, merupakan
kegiatan pribadi, sesuatu yang mengetes kemampuan/kekuatan stamina, percaya diri dan
ketahanan emosional. Khusus kepada mahasiswa doktor, Roberts mengatakan bahwa satu-
satunya cara untuk menjadi doktor adalah dengan mau menghadapi segala tantangan yang ada
Berdasarkan sintesis teori penulisan tesis dan disertasi (lihat Swetnam, 2000; Evans & Gruba,
2002; Murray, 2002; Hamilton & Clare, 2003a,b,c; Roberts, 2004; Wellington, dkk, 2005;
Kamler & Thomson, 2006; Thody, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007), paling tidak ada tiga
tantangan yang paling utama dalam perjalanan membuat tesis atau disertasi. Ketiga tantangan itu
adalah: (i) Prokrastinasi atau penundaan pekerjaan, yang bisa sangat mudah menjadi “cara
hidup” (Swetnam, 2000) para penulis tesis dan disertasi, yang sebenarnya berkaitan dengan
hambatan emosional; (ii) writer‟s block atau keadaan ketika penulis tidak bisa memunculkan
gagasan atau ide dan tidak tahu apa yang dilakukan atau ditulis, dan (iii) karir dalam bekerja
1. Prokrastinasi:
nunda untuk mengerjakan sesuatu yang sebaiknya dilakukan” (dikutip oleh Roberts, 2004:7).
Kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang mencuri kesempatan besar dalam hidup, tetapi juga
merupakan kebiasaan dari sebagian besar kita. Kebiasaan ini, menurut Roberts (2004:7), sangat
22
umum di kalangan mahasiswa yang sedang menulis tesis dan terutama disertasi dan kalau
berlangsung lama akan menimbulkan status ABD yakni “All But Dissertation”, ketimbang gelar
Doktor atau Magister (Roberts, 2004:7, lihat juga Brause, 2000; Thomas & Brubaker, 2000).
pekerjaan yang berkaitan dengan tesis atau disertasi. Roberts mengutip George H. Lonmer
dengan mengatakan “Putting off an easy thing makes it hard, and putting off a hard one makes it
impossible” (2004:7). Dalam bahasa Indonesia, pernyataan itu berarti “Menunda sesuatu yang
mudah akan menjadikannya sulit dan menunda sesuatu yang sulit akan menjadikannya tidak
Prokrastinasi mengurangi waktu dan energi kreatif kita untuk menulis. Tentu kita mempunyai
banyak pekerjaan selain menulis dan menyajikan penelitian kita. Membuang-buang waktu untuk
hal-hal kecil memang bisa merupakan relaksasi mental yang sangat bermanfaat, tetapi “That‟s
all” seperti yang disarankan oleh Thody (2006:59). Menurut Thody, berdasarkan pengalaman
dari mahasiswa dan koleganya, banyak kegiatan yang menimbulkan mahasiswa yang sedang
menulis tesis atau disertasi menunda pekerjaannya. Beberapa kegiatan itu, di antaranya bisa
Tabel 2.3 Kegiatan yang bisa mendorong penundaan penulisan tesis atau disertasi
Kegiatan yang bisa mendorong penundaan penulisan tesis atau disertasi
Menjawab email,
Main komputer,
Melakukan pekerjaaan rumah yang berat yang jarang dilakukan, seperti membersihkan kaca,
menyeterika handuk, membersihkan seluruh lantai rumah,
Istirahat-duduk di sofa sambil minum kopi,
Jalan-jalan,
Berkunjung ke rumah kerabat atau saudara dalam waktu yang lama,
Foto-foto diri sendiri dengan menggunakan telepon genggam sambil belajar mengirim foto ke
telepon genggam lain,
Banyak lagi kegiatan yang lain yang mungkin bisa kita tambahkan di kotak ini.
(dikutip dari Thody, 2006:62).
23
Dengan mengutip Stan Hibbs (drhibbs@drhibbs.com) Roberts (2004) juga menyarankan bahwa
mahasiswa bisa mengajukan beberapa sanggahan terhadap beberapa alasan yang umum
dilontarkan oleh mahasiswa pascasarjana dan menyebabkan seorang mahasiswa itu tidak menulis
tesis atau disertasinya. Beberapa alasan dan sanggahan itu, menurut Roberts (2004:8-9), dapat
Sanggahan: Waktu saya terbatas tetapi saya selalu bisa mulai dan mengerjakan sesuatu.
Saya akan merasa jauh lebih senang kalau saya bisa melakukannya.
Sanggahan: Saya kurang bersemangat untuk bekerja hari ini, tetapi saya akan merasa
Sanggahan: Ya, ada banyak hal yang bisa saya lakukan, tetapi itu tidak akan membuat
saya menjadi doktor. Saya akan melakukan sejumlah kegiatan setelah saya melakukan
Prokrastinasi juga sebenarnya berkaitan dengan hambatan emosional, ketika penulis tesis atau
disertasi merasa sepeti naik roller-coaster dengan masa turun naik yang sudah jelas (Roberts,
2004). Hal ini sebenarnya tidak aneh dan harus diperkirakan karena dialami oleh semua penulis.
Masa-masa susah dan senang, turun naiknya semangat dialami oleh semua penulis, khususnya
penulis tesis dan disertasi. Yang paling penting adalah kita harus terus bekerja. Untuk menangkal
perasaan seperti ini, kita harus bertanya kepada diri sendiri tentang beberapa hal (lihat Swetnam,
24
2000; Roberts, 2004 dan Wellington, dkk, 2005 tentang beberapa saran yang hampir sama).
Ketika kita merasakan turunnya motivasi untuk menulis tesis atau disertasi, sebaiknya kita
bertanya kepada diri sendiri tentang mengapa mengambil program magister atau apalagi doktor
(Lawton, 1997; Roberts, 2004). Menurut Roberts, kita pasti bertanya kenapa terus menyiksa diri
sendiri dengan cara seperti ini. Ketika kita mempunyai perasaan seperti ini, Roberts
menyarankan bahwa kita sebaiknya menyisihkan waktu untuk merefleksikan alasan mengapa
kita memutuskan untuk sekolah lagi, mengambil program magister dan apalagi doktor.
Pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan di bagian evaluasi diri di atas mungkin bisa dilihat
kembali untuk menjawab pertanyaan seperti ini. Khusus untuk mahasiswa Doktor, Lawton
(1997:3) menulis: “To get a PhD will involve years of hard work and all kinds of difficulties. So
Ketika perjalanan penulisan tesis atau disertasi tidak mulus, kita mencapai “impass” (Roberts,
2004) dalam kemajuan penulisan tesis atau disertasi kita. Saat inilah, menurut Roberts, kita
sebaiknya menghimpun komunitas yang mendukung, yaitu mereka yang yakin kepada kita dan
mendukung kemajuan kita, seperti teman, mentor, dan anggota keluarga. Mereka adalah orang-
orang tempat kita berbagi tentang kesenangan dan kesedihan ketika menulis tesis atau disertasi.
25
Menulis secara teratur
Salah satu cara untuk menghindari prokrastinasi adalah membuat kegiatan menulis sebagai
sesuatu yang kita lakukan secara rutin dan ritualistik (Hamilton & Clare, 2003b: 52). Untuk itu,
menurut Thody (2006:59), sebaiknya kita segera mulai menulis mengingat penulis
berpengalaman pun mengetahui bahwa tidak ada rumus jitu tentang kapan mulai menulis. Jadi
sebaiknya kita tidak perlu menunggu inspirasi atau waktu yang ideal untuk menulis.
Manfaat menulis dari awal telah banyak ditegaskan oleh para penulis teori menulis tesis dan
disertasi (Swetnam, 2000; Evans & Gruba, 2002; Johnson, 2003; Rhedding-Jones, 2005; Kamler
& Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007). Rhedding Jones mengatakan:
Research is actually writing, and that is also reading and learning. You as the researcher will become a
better reader that you were, because of the process of research and your desire to find out who else is out
there writing. Through this your own writing will be better crafted, more polished, for differing audience…
the learning that you do as researcher cannot be measured. If you are not a postgraduate student, it cannot
even be talked about (Rhedding-Jones, 2005:20-21).
Right from the time we begin to think about the research questions we are interested in pursuing, we begin
to write. We record the books we have read, we take notes from them, we keep a journal of our ideas; we
have a folder full of jottings. As the research progresses, we write summaries and short papers that compile
some of the ideas with which we are working. We make notes to discuss with others and write conference
papers where we put our ideas into the public arena for the first time. Researching cannot be separated
from writing (2006:11).
Kedua pernyataan di atas paralel dengan apa yang dikemukakan oleh Bolker (1998:xiv) bahwa
“to do research is to inquire, to dig one‟s way into a problem, and writing is the best tools
26
Kalau kita punya kebiasaan menunda-nunda pekerjaan atau menulis tesis atau disertasi,
sebaiknya kita mendiskusikan masalah ini dengan pembimbing untuk mengetahui dimana
sebenarnya masalahnya.
2. Writer’s block
Semua penulis, terutama penulis disertasi, mengalami apa yang dinamakan dengan “writer‟s
block” (Roberts, 2004:11, lihat juga Thomas, 2000; Hamilton & Clare, 2003a,b; Johnson, 2003)
dan dianggap sebagai “writer‟s worst fear” (Matthews, Bowen & Matthews, 2000:72).
Writer‟s block adalah “kondisi ketika kata atau gagasan tidak bisa keluar atau muncul” (Johnson,
2003:5) dan kita benar-benar tidak bisa menulis (Hamilton & Clare, 2003a:24; 2003b:52).
Tampaknya semakin berusaha, semakin sedikit kata atau gagasan yang bisa muncul. Writer‟s
block, menurut Hamilton dan Clare (2003b:52) didefinisikan sebagai ketidakmampuan penulis
untuk mengungkapkan untaian kata secara bermakna guna menyelesaikan sebuah tulisan. Hal
ini, tambah Hamilton dan Clare (2003b) bersifat sementara dan bisa diatasi dengan membiarkan
waktu berlalu.
Ketika seorang penulis mengalami writer‟s block, dia tidak akan tahu apa yang harus dilakukan
kemudian (Thomas, 2000:21-22, lihat juga Roberts, 2004) dan biasanya, menginginkan berada di
tempat lain, tetapi dia berada di depan komputer (Roberts, 2004). Andaikata hal ini terjadi,
menurut Roberts (2004:11), kegiatan apa saja, selain menulis, bisa dilakukan untuk menghindari
27
Writer‟s block sebenarnya diakibatkan oleh adanya keinginan untuk mendapatkan tulisan kita
bagus pada draft pertama (Thomas, 2000; Johnson, 2003; Hamilton & Clare, 2003a,b; Roberts,
2004; Thody, 2006). Menurut salah seorang pelopor dari pendekatan proses dalam mengajar
menulis, Donald Graves (1990:35), penyebab yang paling umum dari writer‟s block adalah
ekspektasi penulis yang terlalu tinggi. Dengan ekspektasi yang tinggi ini, maka menulis, menurut
Johnson (2003:5), akan menjadi sangat sulit dan kualitasnya akan kurang baik kalau kita
berusaha untuk mengedit dan mengeluarkan gagasan pada saat yang bersamaan. Menulis,
tambah Johnson, melibatkan dua proses mental yang berlawanan: mengeluarkan gagasan, dan
You need to generate in order to get an abundance of words and ideas, but you also need to evaluate in
order to throw, put and reshape words and ideas you have generated. But you cannot do both of these
operations at the same time (Johnson, 2003:5).
Selain itu, writer‟s block juga mungkin disebabkan oleh perencanaan mengenai isi tesis atau
disertasi yang kurang matang (Thomas, 2000). Karena itu, salah satu cara untuk mengatasi
masalah ini, menurut Thomas adalah bahwa penulis berusaha untuk membuat content planning,
atau chapter outline (lihat juga Kamler & Thomson, 2006) ketika mulai menulis, kemudian
meminta saran pembimbing untuk membuatnnya. Setelah itu, penulis tesis atau disertasi
sebaiknya memilih bagian mana yang akan ditulis, tidak menjadi masalah apakah yang ditulis
terlebih dahulu itu merupakan bagian yang paling mudah dari tesis atau disertasi yang akan
dibuat. Thomas mengatakan: “Kalau anda menulis satu bagian tesis tanpa rencana, maka anda
mempersiapkan diri anda sendiri untuk gagal” (2000:22). Selain itu, menurut Roberts (2004),
keadaan writer‟s block ada kemungkinan disebabkan oleh adanya kekhawatiran, waktu yang
terbatas, kurang percaya diri, tidak ada outline, frustrasi dengan topik, perfeksionisme, dan
kelelahan.
28
Tidak ada rumus atau formula jitu untuk mengatasi hal ini, namun menurut Roberts (2004:12,
lihat juga saran dari Hamilton & Clare, 2003a,b; Thody, 2006 tentang saran yang hampir sama)
ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangkal hambatan atau mempertahankan
Kalau mandeg dengan komputer, maka kita sebaiknya mencoba menulis dengan tangan, atau
Keluar dan berjalan-jalan terutama untuk mengatasi writer‟s block yang diakibatkan oleh
kelelahan. Dalam hal ini, Roberts (2004:12) mengatakan “Physical activity of the pleasant and
slightly mindless kind can precipitate creative thinking”. Selain itu, kita juga bisa mengerjakan
hal-hal yang masih berkaitan dengan tesis atau disertasi, tetapi tidak terlalu banyak memerlukan
tenaga dan pikiran, misalnya, merapikan apendiks, mengecek bibliografi, memformat setiap bab,
sehingga tidak perlu lagi membuat Table of Contents atau Daftar Isi.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara kita menulis apa saja yang ada dalam pikiran kita, tidak usah
dipikirkan apakah yang ditulis itu terlalu jauh melenceng dari apa yang seharusnya ditulis.
(iv) Menulis “A crummy first draftt” (draft pertama yang tidak bagus)
Seorang yang perfeksionis, menurut Roberts (2004), mungkin tidak setuju dengan gagasan ini,
namun, tambah Roberts, tidak ada orang, bagaimanapun berbakat dan pandainya, yang dapat
menulis draftt pertama yang langsung dapat diterima (lihat juga Thomas, 2000). Roberts
mengatakan:
No one however gifted, can write an acceptable first draftt. … First draftts are only first draftts and for
your eyes only” let them be sketchy thoughts, rambling sentences, clumsy word patterns, poor grammar
and so on. “Don‟t obsess and ponder ideas too long. Don‟t judge it, just write it” (2004:13).
29
Berkenaan dengan menulis draft yang tidak bagus ini, Johnson (2003:5) juga memberikan saran
yang sama untuk menghindari writer‟s block, yakni: menulis secepat mungkin bagaimanapun
jeleknya tulisan itu. Johnson menulis, “Use a pencil and a legal pad and write as quickly and as
Sementara itu, Thody (2006) menawarkan beberapa tips untuk menghentikan adanya “writer‟s
Tabel 2.4. Beberapa cara menghilangkan writer’s block (dikutip dari Thody, 2006:62)
1. Jangan panik lebih dari 1 kali dalam seminggu.
2. Beri diri kita hadiah kalau kita bisa berhasil melaksanakan target menulis tesis yang dilakukan
setiap hari. Hadiah nya bisa hal-hal kecil, seperti minum coca cola, makan cokelat, nonton TV
sebentar, tetapi kita harus ingat bahwa kita membakar kalori, bahkan ketika kita hanya menulis.
3. Mengubah menulis bagian lain dari proyek penulisan tesis atau disertasi kita, kalau yang sedang
kita tulis tampaknya kurang menarik.
4. Menentukan batas waktu untuk relaksasi, sama halnya dengan menentukan waktu untuk menulis.
5. Jangan terlalu mengharapkan kesempurnaan.
6. Merefleksikan apa yang kita tulis ketika kita istirahat.
7. Ketika berhenti menulis, sebaiknya membuat catatan mengenai kalimat selanjutnya.
Saran terakhir yang juga bermanfaat untuk mengatasi masalah writer‟s blok ini diberikan oleh
Hamilton dan Clare (2003a,b) bahwa ketika kita mengenali fase yang pada saat itu kita tidak
bisa menulis, kita sebaiknya menjadikan kesempatan ini sebagai waktu untuk berpikir dan jangan
Tidak jarang mahasiswa yang mengambil program pascasarjana adalah orang-orang yang sudah
mencapai “the career ladder” atau “tangga karir” yang cukup tinggi dan menjadi tempat
bertanya dan dianggap tahu terhadap semua permasalahan yang ada di tempat kerjanya
(Wellington, dkk 2005:32). Keadaan seperti ini tentu akan membawa dampak psikologis ketika
30
mereka datang ke kelas atau mengambil program magister atau doktor dan berperan sebagai
“orang yang ingin tahu” dan menjadi mahasiswa peneliti yang mencari jawaban tidak hanya
dalam proses belajar, seperti di mana perpustakaan, di mana mendapatkan kartu perpustakaan,
berapa sering harus menemui pembimbing, bagaimana menghubungi pembimbing? Hal ini,
seperti dikatakan oleh Wellington, dkk dapat mendorong munculnya “ketidaknyamanan yang
berkepanjangan dan rasa takut akan gagal atau tampak bodoh atau tolol” (2005:32). Berkenaan
dengan hal ini, Wellington dkk menceritakan pengalaman salah seorang mahasiswa doktoral,
yang juga merupakan ketua departemen di salah satu perguruan tinggi. Mereka melaporkan apa
I was so used to being the person „who knew‟ that it was really scary to find that, suddenly, I didn‟t. I
didn‟t know where the rooms were or how to log on to the computer. I didn‟t even know what people were
talking about in some of the first sessions – there was so much jargon and stuff I was unfamiliar with and
everyone else seemed to understand it. It was only ages afterwards, when I‟d got to know people better,
that I discovered other people had felt the same way. I‟d gone home feeling really stupid and thinking I‟d
made a huge mistake in convincing myself if I could do a doctorate. Now, we‟ve made a pact that if anyone,
including „outside experts‟ says something one of us doesn‟t follow, we‟ll ask for clarification. We‟ve also
a group of thing going where we‟ll say “you are talking in a code” if people start to use jargon (Dikutip
oleh Wellington, dkk, 2005:32).
Keadaan seperti ini mungkin akan membuat mahasiswa menjadi kaget dan tidak jarang merasa
malas untuk melanjutkan kuliah dan tentu akan menghambat kelancaran belajarnya. Mahasiswa
yang sudah memiliki karir yang tinggi juga dikhawatirkan akan rentan terhadap feedback yang
diberikan oleh pembimbing. Karena sudah biasa menjadi orang yang paling tahu dan tempat
bertanya, ketika diberi masukan kadang-kadang mahasiswa kurang bisa menerimanya dengan
lapang dada (Masalah feedback akan dibahas dalam Bab Empat dalam buku ini).
Dengan demikian, saran yang pernah dikatakan oleh Asisten Direktur Satu Sekolah Pascasarjana
UPI (Prof. Dr. Jam‟an Satori) dalam sebuah rapat, seyogianya diperhatikan oleh mahasiswa
31
pascasarjana, khususnya mahasiswa doktoral, bahwa mahasiswa yang sudah mempunyai
Kesimpulan
Bab ini telah memaparkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum mulai menulis tesis
atau disertasi, bahkan sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti kuliah di program
Evaluasi diri, serta membangun rasa percaya diri merupakan dua faktor utama yang
Faktor keluarga yang merupakan orang terdekat dengan kita dan rasa percaya diri bahwa
penulis bisa menyelesaikan tesis atau disertasinya juga merupakan modal paling utama;
produktivitas menulis, seperti kebiasaan menunda menulis tesis membuat penulisan tesis
yang sudah sulit menjadi semakin sulit dan bahkan sesuatu yang tidak mungkin
Setelah bab ini membahas persiapan yang berkaitan dengan faktor non akademik, Bab Tiga akan
membahas persiapan penulisan tesis dan disertasi yang berkaitan dengan faktor akademik.
32
BAB 3: PERSIAPAN: FAKTOR AKADEMIK
Pendahuluan
Bab Dua telah membahas beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum memulai proyek
penelitian atau penulisan tesis dan disertasi yang berkaitan dengan masalah pribadi atau masalah
non-akademik.
Bab ini akan membahas beberapa faktor yang sebaiknya dilakukan sebelum mulai menulis tesis
dan disertasi, tetapi berkaitan langsung dengan masalah akademik, mulai dari proses memilih
topik, memilih pembimbing, merencanakan jadual yang realistis, memahami metode penelitian,
memahami gaya tulisan akademik, menganalisis tesis atau disertasi yang sudah jadi dan
menyiasati kata writing up dalam proses penelitian. Kata atau istilah writing up seyogianya
disiasati dengan cermat, mengingat konsep atau istilah ini oleh beberapa penulis mengenai
penulisan tesis dan disertasi dianggap menyesatkan mahasiswa (lihat Kamler & Thomson, 2006;
Penjelasan dari masing-masing kegiatan atau proses yang sebaiknya terjadi sebelum mulai
Memilih topik
Memilih topik merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan dalam perjalanan
penyelesaian studi (Brause, 2000; Swetnam, 2000; Thomas, 2000; Thomas & Brubaker, 2000;
Lester & Lester, 2005; Wellington, dkk, 2005 dan banyak lagi penulis lain yang tidak bisa
33
disebutkan di sini). Sebelum mulai menulis tesis atau disertasi, kita perlu mengetahui terlebih
dahulu apa yang ingin kita teliti dan yang ingin kita pelajari (Brause, 2000:37). Banyak orang
meyakini bahwa penelitian atau riset adalah mengonfirmasi atau membuktikan asumsi. Namun
... research is a process of searching repeatedly, re-searching for new insights and more comprehensive,
cohesive, “elegant” theory. There are probably few, if any “truths” – immutable, never changing facts.
Each research project intends to advance our knowledge, getting closer to “truth” ( 2000:37).
Jadi, meneliti adalah proses mencari atau menemukan teori atau pandangan baru yang dilakukan
secara berulang. Setiap penelitian ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan peneliti tentang
Proses memilih topik seperti meruncingkan pensil, mulai dari yang besar ruang lingkupnya,
sampai menjadi kecil. Seorang pembicara dalam sebuah acara profesional development di
Melbourne, bulan Agustus 2007, yang bernama Clare Acevedo, mengatakan bahwa sering terjadi
ketika memulai meneliti atau mencari ide untuk tesis apalagi disertasi, mahasiswa sangat
ambisius dan seperti ingin mengubah dunia melalui tesis atau disertasi yang ditulisnya. Tetapi,
menurut Clare, kemudian mahasiswa sadar bahwa dia hanya bisa mengkaji setengah bagian dari
dunia, kemudian seperempat, sepersepuluh bagian, dan akhirnya sampailah pada hanya salah
satu contoh dari apa yang terjadi dalam kehidupan di dunia ini.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh beberapa penulis mengenai peneliti awal yang
umumnya ambisius dalam menentukan topik, dan di sinilah perlunya pembimbing yang bisa
mengarahkan topik serta cakupan penelitiannya (Paltridge & Stairfield, 2007). Pembimbing,
sebagai orang yang pernah menulis tesis atau disertasi mengetahui bahwa tesis yang baik adalah
34
tesis yang berusaha untuk “mencari sebanyak mungkin tentang topik yang semakin sempit”
(Wellington, 2005) atau “narrow and deep” (Stevens & Asmar, 1999, dikutip oleh Paltridge &
...often new researchers start off with a project that is overly large and ambitious. … Wiser heads know that a
good thesis project is „narrow and deep‟. … even the simplest idea can mushrooms into an uncontrollably large
project (dikutip dalam Paltridge dan Stairfield, 2007: 58).
Jadi, sebelum menentukan topik, kata kunci yang sebaiknya diingat oleh mahasiswa adalah
manageability (Lawton, 1997:8). Sebelum menentukan topik, mahasiswa juga sebaiknya melalui
proses pemilihan topik dengan pengerucutan berdasarkan partisipan, atau berdasarkan cakupan
penelitian (Swetnam, 2000). Contoh pengerucutan topik seperti yang diberikan oleh Swetnam
Kalau tentang pengajaran bahasa Inggris, mungkin pengerucutan bisa dilakukan dengan cara
begini:
Selain terhadap partisipan, pengerucutan bisa juga dilakukan terhadap topik dari permasalahan
35
Kajian bidang umum: The teaching of English
Minat khusus: writing
Lebih spesifik:Argumentative writing
Khususnya: Exposition
Kalau partisipannya seperti dijelaskan di atas, maka judulnya bisa seperti ini: “Teaching writing
Berkenaan dengan kapan harus mulai memikirkan topik penelitian untuk tesis atau disertasi,
mengambil beberapa matakuliah sebelum mereka menulis tesis atau disertasi, maka saran dari
salah seorang penulis mengenai penulisan tesis dan disertasi, Rita.S. Brause (2000, lihat juga
Rudestam & Newton, 1992 untuk saran yang hampir sama) tentang pemilihan topik sangat
Pencarian atau pemikiran topik sebaiknya dimulai sejak mata kuliah pertama yang
diambil dan dari tugas-tugas yang dibuat untuk mata kuliah tersebut (Brause, 2000).
Brause juga menggambarkan seorang mahasiswa yang menyesal bahwa dia tidak
melihat-lihat tesis atau disertasi sejak mulai kuliah di program pascasarjana dan tidak
menjadikan tugas yang dibuat dalam matakuliah sebagai dasar dari pemilihan topik
I wish I looked for a dissertation (thesis) topic from the moment I started the program and used the course
assignments as an opportunity to explore topics that might have led me towards a dissertation topic (
2000:30).
Mencari topik yang kita suka dan tertarik untuk menelitinya, yang bisa membuat kita bisa
bekerja bertahun-tahun berkaitan dengan topik itu (Rudestam & Newton, 1992). Memilih
topik seperti ini penting, mengingat penulisan tesis, dan disertasi, khususnya, seperti yang
36
dikatakan Rudestam dan Newton (1992:10), biasanya menghabiskan waktu dua kali
Memilih topik yang akan memberikan signifikansi kepada kita setelah kita
menyelesaikan program magister atau doktor (Brause, 2000:30; Rudestam & Newton,
1992:11).
Selain dari memilih topik dengan kriteria yang hampir sama dengan di atas, Rudestam dan
Newton (1992:10) memberikan saran lain, di antaranya adalah bahwa mahasiswa sebaiknya
menghindari topik yang terlalu ambisius dan menantang. Rudestam dan Newton menyarankan:
Grandiose dissertations have a way of never being completed and even the best dissertations end up being
compromises among your own ambition, the wishes of your committee and practical circumstances. … you
need to temper your enthusiasm and pragmatism (Rudestam & Newton, 1992:10).
Dengan mengutip apa yang dikatakan oleh salah seorang mahasiswanya, Rudestam dan Newton
menambahkan bahwa ada dua jenis tesis atau disertasi: “Disertasi yang bagus, dan disertasi yang
selesai” (1992:10). Jadi, seperti yang disarankan oleh Lawton (1997), pertanyaan yang sebaiknya
pertama kali dilontarkan tentang topik penelitian adalah “Is it a feasible topic” (1997:9).
Sejalan dengan saran-saran di atas, Thomas dan Brubaker (2000:59-61, lihat juga Rudestam &
Newton, 1992; Swetnam, 2000:17) menyebutkan sembilan kriteria untuk menentukan apakah
topik yang dipilih itu baik atau tidak. Kriteria itu akan dipaparkan di bawah ini.
1. Persetujuan pembimbing
Topik yang baik adalah topik yang disetujui oleh penguji proposal penelitian atau calon
pembimbing. Menurut Rudestam dan Newton (1992) kalau proposal penelitian tidak disetujui
oleh salah seorang calon pembimbing, maka mahasiswa sebaiknya mengganti topik
37
penelitiannya atau mengganti pilihan pembimbing, dan mencari pembimbing lain yang
Mahasiswa, menurut Rudestam dan Newton (1992) sering mengatakan tujuan penelitiannya
dengan cara yang menunjukkan bahwa dia tidak berusaha untuk mendapatkan jawaban terhadap
pertanyaan yang siginifikan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan sebagai berikut:
“My puspose is to prove that…”, (Tujuan saya adalah untuk membuktikan bahwa …);
“This study will make it clear that …” (penelitian ini akan membuat jelas bahwa ...).
Dengan demikian, tambah Rudestam dan Newton (1992) kalau mahasiswa sudah tahu
kesimpulan yang akan dicapai di akhir penelitian, maka proposal itu bukan untuk penelitian
Penelitian yang dilakukan harus merepresentasikan kompleksitas dan tingkat keahlian yang
diharapkan oleh mahasiswa lulusan pascasarjana. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005)
minat pribadi, pengembangan karir, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu, mahasiswa juga
harus memperhatikan signifikansi terhadap perkembangan teori dan praktek berkaitan dengan
4. Fisibilitas metodologi
38
Dalam hal fisibilitas metodologi, peneliti sebaiknya bertanya apakah masalah yang diajukan bisa
diteliti dengan metode penelitian yang diketahui atau yang ada dalam pikiran peneliti.
5. Hambatan waktu
Peneliti sebaiknya bertanya apakah proyek penelitian bisa dilakukan dalam waktu yang tersedia.
Menulis tesis atau disertasi, menurut Thomas dan Brubaker (2000) merupakan pengalaman
belajar yang sangat berharga, dan keterampilan yang diperlukan untuk menulis tesis atau
disertasi bisa diperoleh sejalan dengan berlangsungnya proses penulisan tesis atau disertasi itu.
Fasilitas apa yang diperlukan untuk menulis tesis atau disertasi yang tersedia, sehingga
8. Personil
Siapa yang akan melakukan setiap pekerjaan yang ada dalam proyek penelitian, karena
9. Dana
Dalam hal fisibilitas, Swetnam (2000:17), Glatthorn dan Joyner (2005) menyarankan bahwa
mahasiswa sebaiknya menanyakan beberapa hal selain dari yang disebut di atas, berkenaan
dengan kepraktisan topik penelitian yang telah dipilih. Beberapa pertanyaan itu di antaranya
adalah:
39
2. Apakah kita bisa mendapatkan pustaka yang diperlukan? Mengamati ketersediaan buku
atau referensi mengenai topik yang dipilih merupakan salah satu cara yang efektif untuk
memulai meneliti (Baker & Huling, 1995:3; Krathwall & Smith, 2005).
4. Apakah topik yang akan diteliti akan tetap mutakhir selama penelitian berjalan? (Hal ini
penting, terutama bagi mahasiswa yang mengambil program doktor yang pelaksanaan
5. Apakah kita akan mendapat dukungan dari universitas atau dari atasan? (Swetnam,
Berkenaan dengan pemilihan topik yang berkaitan dengan masalah pribadi penulis, sintesis teori
penulisan tesis dan disertasi menunjukkan bahwa ada dua pendapat yang berbeda. Sebagian
penulis, seperti Rudestam dan Newton (1992) menyarankan bahwa mahasiswa sebaiknya
menghindari pemilihan topik yang mempunyai hubungan atau keterkaitan yang terlalu erat
dengan masalah pribadi. Namun, penulis lain, seperti Lester dan Lester (2005) mengatakan
bahwa topik yang diteliti bisa dihubungkan dengan masalah pribadi dan masalah pribadi bisa
menjadi sumber topik penelitian. Lester dan Lester mencontohkan sebagai berikut:
Topik yang mungkin: Anak-anak yang hiperaktif: Haruskan mereka meminum obat
40
Selain itu, Lester dan Lester juga menyarankan pemilihan topik yang berdasarkan pada latar
belakang budaya penulis, seperti latar belakang suku atau etnik. Mereka mencontohkan seperti
ini:
Topik yang mungkin: Perang Indian dilihat dari perspektif penduduk Amerika.
Selain melalui cara-cara seperti di atas, sumber masalah penelitian bisa juga didapat melalui
cara seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Cara itu adalah bahwa ketika mengkritisi
referensi atau teori yang kita baca, kita perlu memikirkan apakah kita merasa puas dengan apa
yang dijelaskan oleh peneliti sebelumnya dalam mendiagnosis atau meneliti masalah yang
menjadi minat kita dalam penelitian yang akan kita lakukan (Thomas & Brubaker, 2000:54).
Dengan demikian, kita bisa berpikir tentang cara yang lebih baik untuk melakukan penelitian
tentang topik yang sudah mereka teliti atau menciptakan cara alternatif untuk membahas apa
yang terjadi. Dengan kata lain, dalam mengkaji pustaka kita juga bisa memperlihatkan bahwa
kita menciptakan teori kita sendiri, atau mungkin variasi dari model orang lain, sehingga tesis
atau disertasi kita mungkin mengambil bentuk eksplikasi atau aplikasi dari teori kita. Thomas
dan Brubaker mengilustrasikan cara menemukan topik penelitian dengan cara ini sebagai
berikut:
Ini merupakan kasus mahasiswa doktor yang tertarik dengan reformasi pendidikan. Setelah dia membaca
banyak bahan yang berkaitan dengan usaha reformasi pendidikan, dia menyadari bahwa inovasi pendidikan
sering menjadi terhalang dan sebagian dari inovasi itu malah mati dan yang lain jatuh setelah berhasil
karena didukung oleh pendukungnya. Mahasiswa itu tertarik untuk mengetahui bagaimana analis
membahas kegagalan reformasi. Dengan kata lain, dia tertarik dengan teori tentang keberhasilan atau
kegagalan inovasi pendidikan. Dalam mengkaji pustaka yang ada, dia menemukan beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap usaha perubahan pendidikan, seperti a) sumber dana, b) cara memaparkan proposal
reformasi, c) kualitas atau kapabilitas orang yang terlibat dalam mengimplementasikan reformasi, d)
berapa orang yang akan terpengaruh dengan inovasi dan yang lain lagi. Tetapi mahasiswa ini melihat satu
faktor yang diabaikan, yakni risiko yang dihadapi oleh orang ketika mereka diharapkan untuk berpartisipasi
dalam perubahan pendidikan. Dengan demikian, sebagai masalah disertasinya, dia mengambil tantangan
41
merumuskan risk theory untuk menerangkan, paling tidak sebagian, mengapa inovasi pendidikan berhasil
lebih baik dari yang lain (Thomas & Brubaker, 2000:54).
Setelah memikirkan topik, maka langkah selanjutnya adalah memikirkan dan memilih
pembimbing yang akan bisa mengarahkan dan membantu kita melalui perjalanan pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis atau disertasi dengan lancar, sehingga kita bisa menyelesaikan
studi kita tepat waktu. Hal ini akan dibahas di bawah ini.
Memilih pembimbing
Pembimbing merupakan figur yang sangat penting dalam penyelesaian tesis atau disertasi
(Parker & Davis, 1997:113; Thomas & Brubaker, 2000; Mauch & Park, 2003) dan oleh karena
itu, “memilih pembimbing merupakan tahap yang paling penting yang harus dilalui oleh penulis
tesis atau disertasi” (Phillips & Pugh, 1994: 8). Pembimbing atau tim pembimbing, menurut
Parker dan Davis (lihat juga Roberts, 2004:48), bertanggung jawab untuk membantu mahasiswa
menulis tesis atau disertasinya, terutama dalam memberikan kontribusi, saran dan gagasan dalam
setiap bab yang ada dalam tesis atau disertasi. Berkaitan dengan peran pembimbing, Ogden
(1993:17) menggambarkan penulisan tesis dan disertasi sebagai permainan dalam game board
dengan pembimbing dan anggota pembimbing lain merupakan “the most important pieces” atau
bagian yang paling penting dalam “dissertation game board”. Pembimbing merupakan bagian
yang paling menentukan apakah kita akan berhasil atau gagal. Ogden menambahkan:
With the RIGHT adviser, you advance steadily around the board to collect your degree on schedule, proud
of your work you have produced. With the WRONG adviser, you will take very wrong route around the
board, hit every dead end, advance one step only, to fall back two steps, and continually run the risk of
falling off the board completely. Researching your adviser or committee therefore is the MOST important
research you will do concerning your dissertation (1993:17).
disebabkan oleh kesalahan pembimbing, yang tentu tidak selamanya benar, pernyataan ini
42
menunjukkan bahwa peran pembimbing sangat menentukan keberhasilan mahasiswanya dalam
Peran pembimbing, seperti dikatakan oleh Thomas dan Brubaker (2000) serta Paltridge dan
Stairfield (2007), diperlukan sejak pemilihan topik dan penulisan proposal. Dengan demikian,
pemilihan pembimbing menjadi sangat penting dalam membantu penyelesaian tesis atau disertasi
yang ditulis, seperti yang dikatakan oleh Brause (2000:31) bahwa pemilihan proyek penelitian
Berikut adalah beberapa saran yang dikemukakan oleh Parker dan Davis (1997); Bolker (1998);
Brause (2000:30-31); Thomas dan Brubaker (2000), Roberts (2004) dalam memilih pembimbing.
Saran itu adalah bahwa kita sebaiknya memilih pembimbing dengan beberapa kriteria sebagai
berikut.
Dirasakan enak untuk diajak berkomunikasi, apakah cara kerja pembimbing cocok
dengan keinginan kita (Roberts, 2004). Apakah kita suka dengan pembimbing yang
direktif (Roberts, 2004:48) dan sangat terstruktur (memonitor pekerjaan kita dengan
seksama, mengikuti batas waktu yang ditentukan, mengadakan pertemuan yang teratur),
atau apakah kita lebih menyukai pembimbing yang lebih “aissez-faire” (Roberts,
2004:49) (menunggu dikontak oleh kita, mengikuti kemana arah kita, dan mengharapkan
Mempunyai keahlian yang relevan dengan topik penelitian (Bolker, 1998; Thomas &
Brubaker, 2000; Roberts, 2004). Dalam hal ini, Thomas dan Brubaker (2000:10)
mengatakan bahwa semakin dekat keahlian pembimbing dengan topik penelitian yang
43
dilakukan oleh mahasiswanya, akan semakin baik pula pembimbing itu mengidentifikasi
kesulitan yang mungkin dihadapi oleh mahasiswanya dalam penelitian, dan dalam
Sensitif terhadap kebutuhan kita tetapi menuntut perkerjaan yang berkualitas (Roberts;
2004).
Dikenal meluluskan banyak mahasiswa (Bolker, 1998; Brause, 2000; Thomas &
Brubaker, 2000).
Tertarik untuk membantu kita berhasil (Brause, 2000; Thomas & Brubaker, 2000).
Banyak terlibat dalam penelitian, sehingga kita pun bisa memperoleh pengetahuan praktis
dan keterampilan dalam penulisan tesis atau disertasi sekarang dan juga keterampilan
lebih cenderung suka ke metode penelitian ini. Hal ini penting, seperti dikatakan oleh
metode kualitatif. Yang menjadi pertanyaan, seperti akan dibahas dalam pembahasan
memahami metode penelitian adalah bukan metode penelitian mana yang lebih baik,
tetapi metode penelitian apa yang paling cocok dengan penelitian kita.
Selain dari kriteria di atas, ada kemungkinan juga mahasiswa ingin dibimbing oleh pembimbing
yang terkenal (Bolker, 1998:21). Pembimbing yang terkenal, menurut Bolker (1998), merupakan
44
“mixed blessing” (1998:21). Manfaatnya, tambah Bolker, sudah pasti banyak, tetapi,
pembimbing yang terkenal biasanya sibuk, jarang ada di kampus, dan tidak mempunyai waktu
yang banyak untuk membimbing ketika kita memerlukan bantuannya (1998:21). Bolker
seperti ini:
My first dissertation advisor was quite famous, but I quickly discovered that her students often had a hard
time graduating, and that she appeared to compete with them and put obstacles in their paths. I remember
the moment at which I realised that if I remained her advisee, I‟d never finish. If choosing a politically
advantageous, famous advisor makes it unlikely that you‟ll complete your degree, it‟s clearly not worth it
(1998:21).
Untuk bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan masukan atau feedback yang diperlukan, tentu
harus ada interaksi yang baik antara kita, sebagai mahasiswa dan pembimbing. Mahasiswa,
menurut Parker dan Davis (1997:113) sebaiknya memahami bahwa pembimbing mempunyai
tugas yang banyak selain dari membimbing mereka sehingga akan banyak gangguan yang
mengatasi hal ini, Parker dan Davis menyarankan bahwa kita sebagai mahasiswa sebaiknya
memberikan catatan tertulis mengenai pertemuan yang ingin dilakukan, menjadual pertemuan,
memberikan outline tentang beberapa isu atau masalah yang perlu dibahas.
Berkaitan dengan pembimbing, menurut Parker dan Davis (1997:120-121), ada beberapa
Pembimbing cuti, pindah ke universitas lain, tidak mengajar lagi, atau meninggal. Biasanya
universitas akan mengatur masalah ini. Kalau mahasiswa sudah merencanakan tesis atau
disertasinya dengan baik, perubahan pembimbing tidak akan terlalu berdampak pada
kelancaran penulisan tesis atau disertasi. Hanya saja, mahasiswa harus segera mengetahui
45
gaya pembimbingan yang dilakukan oleh pembimbing yang baru. Hal ini pun dialami oleh
negara bagian lain sehingga tidak bisa lagi membimbing dengan efektif. Tetapi hal yang
terlebih dahulu dengan pembimbing pengganti dan dengan penulis mengenai penelitian yang
Pembimbing tidak membaca draft tesis. Hal ini juga merupakan masalah yang sering
tesis mahasiswa bisa membuat mahasiswa tidak mendapatkan masukan yang memadai,
khususnya dalam hal kontinuitas serta koherensi gagasan yang ditulis dalam tesis. Dalam
penelitian yang telah dilakukan penulis mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis,
studi kasus di program studi pendidikan bahasa Inggris SPs UPI, ditemukan bahwa pada
level “discourse semantic” (Martin & Rose, 2003, 2007; Acevedo & Rose, 2007) mahasiswa
pada umumnya sudah tahu apa yang harus ditulisnya dalam tesis, tetapi dalam hal bagaimana
menuliskannya supaya gagasan atau argumennya bisa dengan mudah diterima oleh pembaca
merupakan masalah yang masih memerlukan perhatian besar dari pembimbing. Di sinilah
perlunya pembimbing membaca secara teliti apa yang ditulis oleh mahasiswanya.
46
Dengan mahasiswa yang pandai, pembimbing tidak banyak memberikan coretan
Kemajuan mahasiswa dalam menulis tesis atau disertasi ditunjukkan dengan jumlah
Asumsi seperti ini menurut Murray (2002) kurang menguntungkan mahasiswa, mengingat
mahasiswa, mahasiswa doktoral sekalipun, masih perlu bimbingan dan banyak dari mereka yang
belum bisa menulis dan memahami konsep metode penelitian ketika mereka mulai melakukan
penelitian untuk disertasinya. Untuk itu, peran pembimbing sangat penting dalam membantu
pascasarjana, khususnya mahasiswa doktor akan dibahas lebih lanjut di Bab Empat mengenai
Dalam beberapa referensi, seperti penulis dari Amerika (Thomas & Brubaker, 2000; Roberts,
2004) menyebutkan bahwa mahasiswa dibimbing oleh beberapa pembimbing, yakni advisor dan
committee (tim pembimbing). Namun demikian, di negara lain seperti di Australia, mahasiswa,
bahkan mahasiswa doktoral sekalipun sering dibimbing hanya oleh satu pembimbing. Di
Indonesia mahasiswa magister umumnya dibimbing oleh dua pembimbing, yakni pembimbing
mahasiswa doktor oleh tiga orang, promotor, pembimbing dua (pembimbing pendamping) dan
pembimbing tiga atau disebut anggota. Dalam buku ini, penulis tidak membedakan advisor
dengan komite. Penulis menganggap semua yang memberikan bimbingan adalah pembimbing
yang bekerja sama satu dengan yang lain untuk membantu mahasiswa menyelesaikan tesis atau
disertasinya. Walaupun secara administrasi ada penamaan pembimbing satu dan pembimbing
47
dua atau pembimbing tiga, pada prakteknya penamaan ini tidak banyak berarti. Dalam beberapa
kasus, pembimbing dua mungkin memberikan lebih banyak masukan dan memainkan peranan
yang lebih besar dalam penyelesaian sebuah tesis mengingat ketersediaan waktu atau mungkin
juga bidang keahlian pembimbing yang lebih dekat dengan topik yang dibahas oleh mahasiswa.
Dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan pembimbing, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan selama proses bimbingan. Hal seperti ini sangat penting untuk menghindari kesalah
fahaman yang bisa berakibat buruk bagi hubungan antara mahasiswa dan dosen. Dalam hal ini,
Roberts (2004: 50-53) memberi saran mengenai cara memelihara hubungan kerja yang baik
dengan pembimbing dan sangat relevan bagi mahasiswa di Indonesia. Beberapa saran itu di
Membuat aturan atau norma sedini mungkin mengenai bagaimana kita akan bekerja
sama. Beberapa hal harus segera diketahui dari awal mengenai: kapan draft setiap bab
akan diberikan, bagaimana memberikannya, kapan draft akan dikembalikan, apakah tidak
Selalu memberikan draft yang terbaik kepada pembimbing. Dengan draft yang ditulis
dengan baik, maka pembimbing bisa memfokuskan perhatiannya pada isi, bukan pada
Menerima kritik dengan lapang dada dan tidak defensif. Tulisan tesis, dan apalagi
disertasi, merupakan tulisan ilmiah, dan karena itu, menurut Roberts (2004) memerlukan
cara berpikr yang baik, dan tulisan yang jelas. Hal ini pasti memerlukan proses menulis
yang tidak hanya satu kali. Untuk itu ada baiknya kalau kita memperkirakan menulis
48
beberapa kali draft untuk setiap bab, dan tidak merasa sakit hati menerima kritik dari
pembimbing.
Selalu memasukkan saran pembimbing dalam merevisi setiap bab tesis atau disertasi.
Memelihara sikap positif. Antusiasme membuat pekerjaan menulis tesis atau disertasi
menjadi menyenangkan.
Selain berusaha memilih pembimbing yang dianggap tepat dan sesuai dengan topik yang kita
teliti dan menjaga hubungan baik dengan para pembimbing itu, maka kita juga perlu membuat
Selain berusaha memilih pembimbing yang dianggap tepat dan sesuai dengan topik yang kita
teliti dan menjaga hubungan baik dengan para pembimbing itu, maka kita juga perlu membuat
Merencanakan jadual yang realistis sangat penting dalam penulisan tesis dan disertasi, terutama
bagi mereka yang sudah bekerja dan berkeluarga. Dalam hal ini, Swetnam (2000) dan penulis
lain seperti Roberts (2004) dan Wellington dkk (2005), mengingatkan bahwa sebagai penulis kita
tidak mempunyai seluruh waktu yang diberikan oleh universitas tempat kita belajar hanya untuk
mengerjakan penelitian, tesis atau disertasi. Ada beberapa faktor yang mungkin membuat kita
49
mengalami hambatan dalam penulisan tesis atau disertasi. Beberapa faktor itu di antaranya
adalah:
1. Masalah keluarga
2. Sakit
3. Liburan (liburan memang perlu, tetapi banyak penulis yang mengingatkan bahwa jangan
terlalu banyak meluangkan waktu untuk hal-hal yang tidak relevan dengan penulisan
Namun demikian, menurut Swetnam (2000) kita harus berpikir positif walaupun mungkin
menghadapi beberapa hambatan seperti di atas, karena kalau kita berpikir negatif, seperti telah
dikemukakan di atas, maka hukun Murphy akan terjadi, yakni “if anything can go wrong, it will”
(Swetnam, 2000:19). Swetnam menambahkan bahwa “Kita tidak boleh pesimis, tetapi harus
realistis” (2000:19). Hal ini juga didukung oleh Roberts (2004:4) yang mengatakan bahwa sikap
positif sangat penting dimiliki oleh mahsiswa yang sedang menulis tesis, dan terutama disertasi.
Research has revealed that the attitude you have at the beginning of a task determines the outcome of that
task more than any other single factor. For example, if you believe you will be able to succeed at a
particular undertaking and you approach the endeavour with a sense of excitement and joyful expectation,
your chances of achieving success are much higher than if you face the task with dread and apprehension
(Roberts, 2004:4).
Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap positif, Swetnam (2000:15) menyebutkan saran yang
dia peroleh dari mahasiswanya yang sedang menulis disertasi. Saran ini, dianggap cukup
50
mempan dalam mengatasi masalah pribadi selama penulisan disertasi mahasiswanya. Saran itu
adalah: “Do not associate your dissertation too closely with your work or professional life.
Regard it as an escape from stress, not as an addition to it; it really helps” (Swetnam, 2000: 19).
Dalam hal waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tesis dan disertasi, sebaiknya mahasiswa
tidak menargetkan menggunakan waktu seluruhnya dari waktu yang disediakan oleh universitas.
Misalnya, kalau waktu yang disediakan itu satu setengah tahun, maka waktu yang ditargetkan
akan dipakai untuk menyelesaikan proyek penelitian dan penulisan tesis atau disertasi sebaiknya
75% dari waktu yang tersedia (Swetnam 2000). Secara tentatif, menurut Swetnam (2000), waktu
1. Pendahuluan (Introduction): 5%
2. Kajian Pustaka (the Literature Review): 35%
3. Metode Penelitian (Research methods): 10%
4. Pengambilan Data: 20%
5. Analisis: 15 %
6. Kesimpulan dan Rekomendasi:10%
7. Bibliografi dan Apendiks: 5%
Mengenai lamanya waktu yang diberikan untuk menyelesaikan program magister atau doktoral,
di negara lain seperti Australia misalnya, ada istilah part-time dan full time. Tapi, selama ini di
Indonesia mungkin belum ada istilah itu. Semua peraturan yang ada berlaku untuk semua
mahasiswa, baik mahasiswa yang belajar sambil bekerja, yang bisa dikategorikan sebagai part
time student atau atau mahasiswa paruh waktu di Australia, atau mahasiswa yang belajar
mengambil program magister atau doktor seluruh waktu, yang dikategorikan sebagai full time
51
Mengingat mahasiswa pascasarjana di Indonesia umumnya belajar sambil bekerja, maka
mungkin mereka bisa dikategorikan sebagai mahasiswa part time. Tetapi, yang harus kita ingat
adalah bahwa istilah part time dan full time tidak berdampak pada lamanya waktu yang diberikan
serta kualitas yang harus dicapai. Kalau kita part time, berarti kita harus lebih bisa mengatur
waktu dan bekerja lebih efektif supaya bisa selesai seperti mereka yang belajar full time.
Dalam hal pembuatan jadual yang realistis, Wellington dkk (2005, lihat juga Thomas, 2000;
Johnson, 2003), berdasarkan beberapa tips yang didapatnya dari mahasiswa yang telah menjalani
penulisan tesis dan disertasi, memberikan tips belajar, supaya jadual yang kita buat bisa
Bekerja dengan cara yang suportif dengan teman yang sama-sama sedang menulis tesis
atau disertasi. Hal ini merupakan cara yang sangat baik, terutama ketika kita sedang
dalam keadaan tidak yakin dengan apa yang kita lakukan, dalam keragu-raguan dan
Menegosiasikan dukungan di tempat kerja dan di rumah. Dalam hal ini, Wellington dkk
(2005) menyarankan bahwa mahasiswa penulis tesis dan disertasi harus berusaha untuk
“Give to get”. Maknanya adalah bahwa orang-orang di sekeliling kita perlu memberi kita
waktu dan ruang untuk belajar. Adakah sesuatu yang bisa kita berikan kepada mereka
sebagai imbalannya? Dengan memberi kepada mereka, tambah Wellington dkk, kita akan
merasa jauh lebih enak dan tenang mengambil waktu dari hal lain supaya bisa belajar.
Menemukan “a comfort zone” (lihat juga Thomas, 2000; Johnson, 2003) atau tempat
yang paling cocok untuk kita bekerja. Kita harus bisa menentukan di mana dan kapan kita
bekerja paling efektif dan produktif menulis dan konsentrasi dengan tulisan atau bacaan
52
kita. Kita harus segera mengenali, apakah kita “a night owl” (orang yang bisa bekerja
secara efektif pada malam hari) atau “an early bird” (bekerja secara efektif waktu pagi-
Hal-hal seperti di atas harus segera dikenali sejak awal proses penelitian, supaya kita tidak terlalu
banyak membuang waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat untuk penulisan tesis dan
disertasi kita. Dimana tempat terbaik untuk kita bekerja sangat individual dan tidak ada resep jitu
kondisi masing-masing.
Setelah kita melakukan berbagai penilaian dan pemikiran tentang beberapa aspek dari tesis atau
disertasi kita, sekarang kita harus memikirkan bagaimana cara melakukan penelitian yang akan
dilaporkan dalam tesis atau disertasi yang kita tulis. Untuk itu, bagian selanjutnya dari bab ini
akan membahas satu hal yang sangat penting bagi kelancaran pelaksanaan penelitian, yakni
memahami metode penelitian. Karena metode penelitian bukan merupakan fokus dari apa yang
dipaparkan dalam buku ini, penjelasan mengenai metode penelitian hanya akan diberikan secara
singkat saja, khususnya mengenai beberapa istilah atau konsep yang berkaitan dengan penelitian.
Memahami metode penelitian merupakan hal lain yang perlu dilakukan sebelum melakukan
penelitian. Pemahaman terhadap metode penelitian biasanya berjalan sesuai dengan mata kuliah
yang diambil, mengingat di Indonesia umumnya matakuliah metode penelitian diberikan sebagai
mata kuliah yang harus diambil sebelum melakukan penelitian. Pemahaman metode penelitian
juga bisa berjalan sejalan dengan proses pemahaman teori, karena ketika kita membaca pustaka
53
mengenai teori yang mendasari penelitian kita, kita juga belajar dari penulis laporan penelitian
lain mengenai metode penelitian yang digunakannya untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
Dengan demikian, kalau kita sudah memikirkan topik penelitian sejak awal kuliah di program
magister atau doktor, seperti disarankan di atas, maka ketika belajar metode penelitian, kita juga
sudah bisa mulai memikirkan metode penelitian apa yang cocok untuk penelitian yang akan
dilakukannya, termasuk partisipan, tempat penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data
Berkaitan dengan pemahaman metode penelitian, Phillips dan Pugh (1994:19) menegaskan
bahwa selain memahami metode penelitian yang mungkin cocok untuk penelitian kita, kita juga
harus sadar akan kelemahan dari setiap metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang
diambil. Misalnya, kalau kita menggunakan studi kasus, kita harus memahami kelemahan studi
kasus itu apa dan apa yang kita lakukan untuk meminimalisasi kelemahan itu. Begitu pula
Sekaitanan dengan penelitian, Thomas dan Brubaker (2000), Rhedding-Jones (2005) dan
Research: berarti “searching again” atau mencari lagi (Brause, 2000:37; Rhedding-Jones,
2005:28), berarti mencari sesuatu dan setelah itu, mencari lagi. Dalam bahasa Inggris, tambah
54
Rhedding-Jones, kata “re” di awal kata berarti “lagi” (2005:34-35). Penelitian berkenaan dengan
pengetahuan (Brown, 2006:14) - penelitian berkenaan dengan apa yang kita tahu, apa yang kita
kenali sebagai sesuatu yang perlu diketahui, dan apa yang kita lakukan dengan pengetahuan yang
Model: Kerangka kerja secara keseluruhan untuk melihat satu fenomena (misalnya feminisme,
behaviourisme).
Konsep: Ide yang muncul dari salah satu model (misalnya, stimulus-response, opresi).
Teori: Sejumlah konsep yang digunakan untuk mendefinisikan dan atau menerangkan satu
fenomena. Menurut Rhedding-Jones (2005:42), teori sering dianggap sebagai kebalikan dari
praktek, padahal, seharusnya keduanya digabungkan. Berkenaan dengan teori ini, Thomas dan
Brubaker (2000) serta Rhedding-Jones (2005) menerangkan bahwa ada dua jenis teori, yakni
meringkas informasi tentang masalah yang diteliti dan teori ini bertanya tentang “Apa?”
Sementara itu explanatory theory, tambah Punch, menerangkan dan membahas informasi
deskriptif dan bertanya: “Mengapa?” Dengan mengutip Maxwell (1996), Punch juga
menjelaskan satu jenis teori lain, yakni Interpretive theory, dan bertanya tentang pertanyaan
55
Empiris: Teori yang muncul dari praktek (Rhedding-Jones, 2005: 56). Kalau meneliti secara
empiris, maka peneliti di bidang pendidikan misalnya, akan melakukan observasi ke sekolah
untuk menghasilkan teori mengenai apa yang terjadi di kelas. Rhedding-Jones mengatakan:
If you are doing empirical research as a social scientist, with links to a particular profession and also to
various academic disciplines (anthropology, sociology, pedagogy), then you will work as a researcher from
practical everyday situations, texts, events and sites to theorise (2005: 43).
Metode: Teknik penelitian khusus, mencakup teknik kuantitatif, seperti korelasi statistik, teknik
seperti observasi, wawancara, rekaman. Berkaitan dengan teknik, Thomas dan Brubaker (2000)
serta Silverman (2006) mengingatkan bahwa masalah teknik atau metode penelitian bukan
urusan salah benar, tapi urusan apakah cocok atau tidak dengan masalah penelitian yang diteliti.
banyak penelitian positivisme tidak banyak melibatkan teori karena penelitian itu menekankan
pada temuan penelitian. Hal ini, Rhedding-Jones menambahkan, bisa berlaku dalam temuan
kedokteran atau informasi yang sudah fixed. Menurut Rhedding-Jones, dengan konsep
epistemologi ini, maka apa yang dilakukan oleh peneliti dengan data penelitiannya harus
berkesinambungan, harus secara internal konsisten dengan teori dan cara melakukan penelitian
yang sesuai. Teori di sini, menurut Rhedding-Jones, bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi
berkaitan erat dengan bagaimana kita melakukan penelitian, sebagai metodologi (cara
pengambilan data dan apa yang dilakukan dengan data yang diperoleh), epistemologi (hubungan
antara metodologi dan teori) dan antologi kita (cara sebagai peneliti atau subjek penelitian).
Metodologi, menurut Silverman (2006:15), mengacu pada pilihan yang dibuat tentang kasus
yang diteliti, metode pengumpulan data, bentuk data analisis dan sebagainya dalam
56
merencanakan dan melaksanakan penelitian. Dengan mengutip Gobo, Silverman menegaskan
1. Preferensi untuk metode penelitian tertentu di antara metode yang ada (menyimak,
2. Teori pengetahuan ilmiah atau sejumlah asumsi tentang hakekat kenyataan, tugas sains,
3. Sejumlah solusi, alat dan strategi yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian
dan urutan sistematik dari tahapan prosedur yang akan dilakukan, ketika metode
Jadi, menurut Silverman (2006), metodologi mendefinisikan bagaimana seseorang akan meneliti
sesuatu. Tentang informasi mengenai metode penelitian, Thomas dan Brubaker (2000:11-12)
mengemukakan tiga jenis informasi yang bisa dicari mengenai metode penelitian: kualitatif-
menurut Connole dkk (1993) penelitian bisa dikelompokkan dalam tiga paradigma, yaitu:
Masing-masing paradigma penelitian, menurut Thomas dan Brubaker (2000:13), bisa dilihat dari
Tujuan penelitian;
Masalah validitas;
57
Bagaimana memahami kenyataan atau hasil penelitian.
Pembahasan lengkap mengenai kelima aspek ini bisa dibaca di buku karangan Thomas &
Brubaker (2000) yang berjudul Theses and dissertation: A guide to planning, research, and writing.
Tulisan akademik merupakan “genre yang unik” (Glatthorn & Joyner, 2005:142, lihat juga
Berkenkotter & Huckin, 1995; Paltridge, 2005) yang mempunyai norma tersendiri, dan hal ini
bukan sesuatu yang baru (Thody, 2006:6). Walaupun kita mungkin bisa menulis dengan cukup
baik, namun pada tahap awal penulisan tesis atau disertasi, seperti kebanyakan mahasiswa lain,
kita mungkin merasakan kesulitan dalam menulis tesis atau disertasi (Roberts, 2004:98).
Untungnya, jenis tulisan seperti ini bisa dipelajari (Roberts, 2004: Brown, 2006) dan tidak
memerlukan inspirasi. Hanya tiga hal yang diperlukan: kebulatan tekad, kerja keras dan
Memahami gaya tulisan akademik sangat penting bagi mahasiswa yang akan melakukan
penelitian dan menulis tesis atau disertasi, mengingat melakukan penelitian, seperti dikatakan
oleh Kamler dan Thomson (2006:8) mengharuskan peneliti untuk bekerja secara teratur dan tepat
waktu, memperhatikan konvensi ilmiah, serta memahami bahwa menulis merupakan serangkaian
tahapan yang harus dilalui. Manfaat memahami gaya atau bentuk tulisan akademik ditegaskan
Research reports are meant to be read and therefore, knowing about the main forms in which research is
reported helps to make such reading more efficient. Research reports written by students, apart from
showing their interests in and understanding of the topic of their research, are intended to demonstrate that
they have mastered some or all aspects of research methodology. This demonstration of mastery is the main
basis on which they are assessed by tutors, supervisors, or examiners (2004:7).
58
Berkaitan dengan gaya tulisan akademik, ada beberapa hal yang akan dijelaskan dalam bagian
ini, seperti format penulisan teks akademik atau laporan penelitian, cara menulis pernyataan atau
gagasan, dan cara menyusun paragraf dan penggunaan kalimat aktif dan pasif. Masing-masing
Akhir-akhir ini ada dua cara penulisan laporan akademik yang dianut oleh para peneliti. Cara
yang pertama adalah cara konvensional, yang mengikuti cara penulisan laporan penelitian di
bidang ilmu sains, dan cara yang kedua adalah cara alternatif, yang disebut juga cara
“Innovative, user-friendly format” (Gomm & Davies, 2000:141, dikutip oleh Thody, 2006) atau
cara posmodernisme (lihat Macmillan, 2001; Rhedding-Jones, 2005). Masing-masing cara atau
Accepted academic conventions, as summed up by an academic journal editor, ”make life easier for our
referees by writing a clear, concise paper, that is, structured in a traditional manner” (Murray, 2004:1).
National and social scientists therefore report their research in strictly uniform scientific experiment
format; humanities authors follow chronological, or logical formats. Both indicate objectivity, neutrality,
researcher distance and impersonality.
Innovative user friendly formats... are associated with postmodernism and its doubt that there is any one
right method. All methods are deemed subjective; they represent particular viewpoints of which the
researcher‟s is one. Research reporting formats embrace widely differing approaches such as poetry,
photography or novelistic style. Subjectivity is unavoidable, bias is openly stated, researchers reveal
themselves overtly and personality is more than welcome (Thody, 2006:5-6).
Cara konvensional atau tradisional dipengaruhi oleh paradigma penelitian positivisme (Connole
dkk, 1993), yang mengikuti cara kerja penelitian di bidang sains dan mendominasi cara meneliti
selama setengah abad pertama dalam abad 20 (Thody, 2006). Cara konvensional, atau tradisional
atau ilmiah ini diawali dengan pernyataan masalah yang akan diselesaikan dan seting dari
permasalahan itu dalam konteksnya dari penelitian sebelumnya mengenai topik yang sama,
termasuk kajian pustaka. Bagian ini merupakan bagian dari rasional masalah yang menekankan
59
pentingnya penelitian itu. Kemudian metode penelitiannya dibahas, dan dari sinilah, temuan
penelitian ditemukan, berakhir dengan kesimpulan yang ditarik dari bahan (data) yang
dipaparkan. Untuk bisa memahami cara konvensional dengan cepat, maka menurut Bryant
(2004:77), membaca artikel jurnal merupakan cara terbaik untuk segera memahami pola yang
Sementara itu, cara penulisan laporan penelitian yang dipengaruhi oleh posmodernisme, menurut
dengan apa yang dimaksud dengan tulisan akademik. Rhedding-Jones (2005), sebagai peneliti
yang menggunakan cara posmodernisme dalam menulis, mengatakan beberapa keuntungan atau
You can mix up the genres, speak from the heart if you want to. But you will have to say that you do this
because of theoretical positionings you take up, and show how these allow you to construct or format your
academic text differently. I have been saying that research is actually writing. … I write as I collect and
construct data, as I try to make sense of what I am thinking, when I want to contact people as I imagine
particular audiences, and when I try to publish. I also write reports when I have to, and overheads for
when I think I might forget what I need to say, or when my audience needs to read not just listen. The
postmodern comes into all of these writings because it lets me break down the boundaries between being a
researcher, being a writer and being a teacher. I feel I am all three all the time.
You can bring aspects of postmodernity into your case study, your ethnography, and action research, by the
way you write about field work. Here, border crossing between genres, bringing in the self as subject, and
producing many theories rather than one, are all aspects of postmodernity. Postmodernity also comes in
through the themes you focus on. Anything with multiplicity in it (diversity, multianything, plurality) leads
towards a postmodern positioning. It is also about uncertainty, about doing things again, and about doing
them differently (2005:120-121).
Walaupun ada perdebatan mengenai bagaimana cara menulis laporan penelitian, termasuk tesis
atau disertasi, yakni apakah dengan format konvensional atau posmodernisme (lihat Thody,
2006; Rhedding-Jones, 2005), buku ini mengacu pada saran-saran serta praktek penulisan
konvensional, seperti yang disarankan oleh para penulis yang menjadi rujukan buku ini
(Rudestam & Newton, 1992; Swetnam, 2000; Evans & Gruba, 2002; Roberts, 2004; Paltridge &
60
Stairfield, 2007, dan banyak lagi yang lain yang tidak bisa disebutkan di sini). Pembahasan
dalam bab-bab selanjutnya dari buku ini akan memperlihatkan dengan jelas bahwa buku ini
mengharapkan penulis tesis dan disertasi menulis dengan kriteria seperti yang ditekankan dalam
unsur subjektivitas penulis pasti ada dalam menulis hasil penelitian), kenetralan atau
organisasi laporan penelitian atau tesis dan disertasi yang disarankan oleh format konvensional.
Manfaat penulisan cara konvensional telah dipaparkan oleh Thody (2006), yang mencontohkan
bahwa Cobbett pada tahun 1818 menulis petunjuk alternatif konvensi tata bahasa Inggris, yang
ditulis dalam bentuk surat kepada anaknya. Buku itu dianggap oleh pembaca sebagai sesuatu
yang “more entertaining than many novels...his grammar is unlike any other” (O London,
1924:48, dikutip oleh Thody, 2006:6) atau lebih menghibur daripada novel. Hal ini menunjukkan
bahwa, kalau tulisan akademik ditulis dengan cara alternatif, dengan pengaruh postmodernisme,
maka tulisan itu akan dianggap sebagai karya sastra yang fungsinya untuk menghibur, bukan
untuk memberi informasi atau meyakinkan pembaca tentang argumen yang ditulis dalam buku
atau tulisan itu. Thody (2006) juga mencontohkan sebuah buku teks tata bahasa Inggris yang
terbit pada tahun 2003 yang berjudul “East shoots and leaves” oleh Lynn Truss. Buku ini ditulis
dengan gaya alternatif dan meracik aturan bahasa dengan cara proselytizing (cara untuk menarik
orang supaya masuk agama tertentu) yang tidak biasa. Dengan demikian, seperti dilaporkan oleh
61
Mengenai cara mana yang lebih bagus, Thody (2006:6) menjelaskan bahwa cara alternatif tidak
selamanya tidak bagus. Cara alternatif mungkin saja menghasilkan laporan penelitian yang
bagus. Namun demikian, cara alternatif, seperti dalam laporan yang dicontohkannya mengenai
asumsi yang mendasari pendidikan di Australia oleh Butts (1955) tidak memberikan contoh
kajian pustaka dan metodologi yang tepat dan komprehensif. Penggunaan cara konvensional
yang berasal dari ilmu sains, memungkinkan pengambilan data yang diperlukan dalam
penelitian, seperti penggunaan survey, wawancara, dan memungkinkan ilmu sosial sebagai ilmu
Selain manfaat di atas, Thody (2006:8-9) juga memaparkan manfaat lain dari menulis dengan
Landasan pelatihan
Penguasaan format konvensional telah menjadi hampir sebuah tiket masuk masyarakat akademik
dengan “bahan dan kekuatan simbolik yang besar yang menambah kemungkinan hasil karya
seseorang diterima dalam jurnal utama dalam bidang itu” (Richardson, 1998:353, dikutip oleh
Thody, 2006:8). Menulis tesis atau disertasi dengan format konvensional membantu mahasiswa
belajar menulis dan berpikir seperti yang lain, dengan bentuk yang dapat diterima dalam disiplin
ilmu mereka (Zeller & Farmer, 1999:5, dikutip dalam Thody, 2006:8).
Salah satu ekspektasi implisit dari program magister, dan khususnya program doktor adalah kita
belajar menulis seperti “a scholar” (Glatthorn & Joyner, 2005:142-143). Tesis dan terutama
62
disertasi yang ditulis dalam format konvensional menunjukkan bahwa “the writer knows the
ground rules for the making of the test piece” (Thody, 2006:8).
Gaya penulisan saintifik tampaknya mempunyai kejelasan dan logika yang memperlihatkan
kemampuan berpikir kritis, analitis dan sintesis, yang merupakan ciri dari seorang akademisi
yang handal (Thody, 2006:8). Sementara itu, cara penulisan alternatif dari jenis teks
atau keadilan sosial, dan karena bahasanya yang susah difahami (Stevenson, 2003, dikutip oleh
Thody, 2006:8). Selain itu, dengan mengutip Richardson (1998:359), Thody (2006:8) juga
mengatakan bahwa pilihan cara alternatif dipandang sebagai mempersulit masalah yang
berkaitan dengan “authorship, otoritas, kebenaran, validitas dan reliabilitas, …dan semakin
besar kebebasan untuk bereksperimen dengan bentuk teks tidak menjamin akan menghasilkan
Format konvensional menunjukkan atau menyatakan kehormatan yang dibutuhkan oleh pembuat
kebijakan.
Globalisasi
Dewasa ini pasar temuan atau hasil penelitian bersifat global, dan dengan demikian, penggunaan
format yang standar membantu penerimaan internasional karena konvensi menciptakan makna
yang telah siap difahami di berbagai budaya (Thody, 2006:9). Seperti telah dikatakan
sebelumnya dalam buku ini, format konvensional diibaratkan seperti logo McDonald. Format
konvensional, tambah Thody (2006) berorientasi ilmiah dan ketika pembaca membaca laporan
penelitian dengan format konvensional, pembaca akan tahu bahwa mereka akan mendapatkan hal
63
yang sama di mana pun. Mereka tahu akan mendapat apa yang mereka lihat dan bahwa format
Dalam memahami tulisan akademik, mahasiswa juga seyogianya berusaha untuk memahami cara
menulis pernyataan atau gagasannya (Glatthorn & Joyner, 2005). Glatthorn dan Joyner
mengemukakan bahwa peneliti atau penulis awal biasanya cenderung menulis pernyataan yang
mudah ditentang atau disanggah. Untuk itu, Glatthorn dan Joyner (2005:145) menyarankan
bahwa mahasiswa sebaiknya menghindari cara penulisan yang sering dipakai oleh jurnalis.
Glatthorn dan Joyner memberi contoh perbedaan tulisan jurnalis dengan akademisi sebagai
berikut.
Jurnalis: “Experts now believe that most large employers will soon be providing child-care services for working
parents” (2005:145).
Akademisi: “According to several studies, a large percentage of the companies employing more than 1,000
employees provide some form of child care for working parents (See for example, the Murphy,
1997, survey)” (2005:145).
Menurut Glatthorn dan Joyner, ada tiga cara untuk mengatasi masalah dokumentasi.
Cara pertama: Menghindari penulisan yang memerlukan referensi. Bandingkan dua pernyataan
berikut:
Pernyataan pertama, menurut Glatthorn dan Joyner (2005), terbuka untuk ditentang atau
disanggah: sekolah mana, berapa banyak, apakah yang dimaksud itu siswa atau orang tua, guru,
atau administrator? Bukti apa yang kita miliki? Apa yang dimaksud dengan basics? Pernyataan
64
Pernyataan kedua dianggap lebih baik, karena beberapa alasan sebagai berikut:
Lebih hati-hati dan lebih spesifik membuat pernyataan umum mengenai bagaimana
pernyataan ”
Menggunakan kata seperti would suggest dan many untuk menunjukkan tentativeness;
Pernyataan kedua memang menggunakan banyak kata, tetapi merupakan pernyataan yang bisa
Cara kedua adalah dengan memasukkan bukti dalam teks untuk mendukung argumen. Contoh:
There has been in recent years increased interest in cooperative learning among researchers and
practitioners. A survey of the entries in Current Index to Journals in Education for years 1985-1995
indicates that … . (dikutip dari Glatthorn & Joyner, 2005:146).
Dalam pernyataan ini penulis memberikan bukti secara langsung, dengan menulis fakta yang
Cara yang ketiga, dan yang paling umum adalah mengutip sumber lain yang memberi bukti.
Kita memberikan referensi kepada pembaca yang memberi dukungan terhadap pernyataan yang
Several years ago, researchers turned their attention to interactive and recursive models of composing
process. (See for example, Graves, 1985; Applebee, 1987).
65
Selain itu, di dalam mengidentifikasi sumber pustaka, Glatthorn dan Joyner (2005:147)
According to Paltridge & Stairfield (2007), the role of supervisors is very important in…
.
Paltridge & Stairfield (2007) concluded/suggested/pointed out that … .
In the 1998 study by Walker …
Several studies conclude that parents are generally satisfied with the charter school their
children attended (See for example, Jones, 1996; King, 1990; and Walker, 1998).
Parents reported a high level of satisfaction, with the charter schools their children
attended to (Walker, 1998). (Lihat juga saran dari Johnson, 2003; Clare, 2003; dan
Paltridge & Stairfield, 2007mengenai cara mengutip sumber).
Tulisan akademik juga bisa dilihat dari bentuk dan fungsinya. Menurut Johnson (2003:32) jenis
tulisan yang dipakai dalam seting akademik berbeda dengan tulisan kreatif dalam bentuk maupun
tujuannya. Tujuan tulisan kreatif adalah untuk berkomunikasi secara metaforik, mengeluarkan
imajinasi dan emosi. Jenis tulisan ini mempunyai banyak bentuk dan biasanya lebih panjang, dan
sering mengandung dialog. Di sini penulis bisa memasukkan pandangan atau emosinya.
Sebaliknya tulisan akademik digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan. Tulisan ini lebih
formal, menggunakan struktur untuk menyatakan gagasannya, jarang mengandung dialog dan
bersifat objektif (Johnson, 2003:31). Namun demikian, menurut Evans dan Gruba (2002), tulisan
akademik juga merupakan kombinansi antara tulisan rasional dan kreatif. Kalau tidak merupakan
kombinasi rasional dan kreatif, menurut Evans dan Gruba (2002:10-11) tidak akan pernah ada
tulisan akdemik.
Susunan organisasi laporan penelitian bisa berbeda, tetapi elemen-elemen atau unsur-unsurnya
tetap sama, apakah penelitian yang dilaporkan itu penelitian bidang ilmu alam, ilmu alam terapan
dalam bidang kedokteran, dalam bidang teknik atau ilmu sosial. Dalam ilmu sastra dan hukum,
66
konvensi tradisional biasanya berbentuk tulisan mengenai uraian kronologis dalam urutan yang
dinomori, atau argumen yang memaparkan satu argumen diikuti dengan argumen lain yang
bertentangan.
Semua format utama mempunyai konvensi yang disusun dengan baik untuk bahasa maupun
gayanya, seperti dapat dilihat dalam pedoman penulisan akademik yang dirilis oleh American
Research Association (MHRA) dan untuk hukum Amerika, the Blue book (Bluebook, 2000) (lihat
juga Glatthorn & Joyner, 2005:24-25, tentang keuntungan atau manfaat melihat manual gaya
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penulisan akademik adalah menulis paragraf (Barras,
2002; Burton, 2002; Roberts, 2004; Glatthorn & Joyner, 2005). Penulisan paragraf sangat
Tulisan untuk pembaca ahli, seperti buku teks cenderung menggunakan paragraf yang panjang,
kecuali untuk pembaca awal. Namun, tulisan untuk pembaca awal cenderung menggunakan
paragraf pendek. Paragraf yang terlalu panjang membuat tulisan tampak lebih sulit dan paragraf
yang pendek tampak lebih mudah dibaca (Hartley, 1997:98; Glatthorn & Joyner, 2005:147,
Barras, 2002:44; lihat juga saran Burton, 2002 dan Roberts, 2004 tentang pembahasan yang
sama).
67
Paragraf yang pendek membuat komunikasi dengan pembaca juga lebih efektif (Barras,
2002:44). Namun demikian, menurut Barras (2002) paragraf merupakan kesatuan gagasan, bisa
hanya satu gagasan atau beberapa gagasaan yang sangat berkaitan. Jadi, panjang paragraf tentu
sangat beragam, tergantung dari gagasan yang dikemukakan (lihat juga Hartley, 1997:98).
Selain faktor format dan pembaca, menurut Glatthorn dan Joyner (2005), penulisan paragraf juga
sangat penting dalam membagi gagasan. Buku teks mengenai menulis biasanya menyarankan
bahwa dalam satu paragraf hanya ada satu gagasan (lihat juga Oshima & Hogue, 1999; Roberts,
2004:102). Dalam tesis atau disertasi, aturan yang perlu diperhatikan, menurut Glatthorn dan
Joyner (2005:147) adalah bahwa dalam satu paragraf hanya terdiri dari 100-150 kata. Paragraf
yang terlalu pendek akan memberi kesan kurang matang, paragraf terlalu panjang tidak menarik
Selain itu, Glatthorn dan Joyner dan Roberts juga menyarankan bahwa paragraf dalam tulisan
akademik cenderung bergerak dari yang umum ke khusus. Paragraf sebaiknya dimulai dengan
pernyataan umum dan kemudian ke pernyataan khusus untuk mengembangkan dan mendukung
pernyataan umum itu. Dengan mengikuti Murray (1995:205), Roberts (2004:102) memberikan
saran dalam mengembangkan paragraf yang sebenarnya saran yang sudah lama, yakni: metode
Saran lain dalam penulisan paragraf dari Roberts (2004:106) yang perlu diperhatikan adalah
bahwa kita sebaiknya tidak memulai kalimat dengan kutipan, yang diikuti dengan kata-kata kita.
68
Lebih baik, kita memulai kalimat dengan kata-kata kita, kemudian didukung dengan kutipan atau
Penggunaan kalimat aktif mengurangi jumlah kata dan membuat tulisan kita lebih kuat dan
menarik (Roberts, 2004:103; Kamler & Thomson, 2006:133-136). Kalimat pasif, tambah
Roberts, lebih formal dan lebih diterima dalam tulisan ilmiah karena penulis bisa menulis tanpa
menggunakan kata ganti atau nama peneliti tertentu. Kalimat pasif juga, menurut Roberts,
mewakili cara konvensional untuk laporan yang tidak personal dan memberikan kesan
Menurut Roberts (2004) kalimat pasif dapat memberi efek yang baik dalam beberapa hal:
“I made an error” (Saya membuat kesalahan) lebih baik menulis: “An error was made”
(Kesalahan dibuat).
2. Mengurangi penekanan pada penulis: Daripada mengatakan: “I recommend”, lebih baik “It is
Contoh: “A house was broken into in Main Road.” “Office mail is delivered twice a day.”
Namun demikian, penggunaan kalimat pasif yang terlalu banyak di setiap halaman, menurut
Kamler dan Thomson (2006:134), akan membuat tulisan kita membosankan. Kamler and
69
Thomson (2006:133-136) menegaskan bahwa saran agar kalimat aktif atau kalimat pasif yang
harus dipakai dalam menulis tesis atau disertasi merupakan saran yang kurang tepat. Menurut
Kamler dan Thomson, kedua-duanya diperlukan dalam menulis tesis dan disertasi. Kalimat aktif
dan kalimat pasif diperlukan dalam membahas temuan penelitian. Keduanya, baik kalimat pasif
maupun aktif, tambah Kamler dan Thomson, mempunyai tujuan dan dampak. Keputusan
penggunaan kalimat aktif dan pasif sangat berkaitan dengan bagaimana penulis mengungkapkan
argumennya supaya mengalir dengan baik. Kamler dan Thomson memberikan tiga contoh
The economics of the family are adversely affected by male health problems. Illness among men often
diminishes work productivity. When men become disabled or die, family income is usually reduced, often in
the face of additional health care expense (Kamler &Thomson, 2006:134).
Menurut Kamler and Thomson, kalimat pertama dari ketiga kalimat di atas bisa diubah ke
dalam kalimat aktif supaya lebih powerful, sehingga kalimat itu akan berbunyi seperti ini.
Men health problems adversely affected the economics of the family. Illness among men often diminishes
work productivity. When men become disabled or die, family income is usually reduced, often in the face of
additional health care expense (Kamler & Thomson, 2006:134).
Kalau dilihat dari sistem Tema seperti yang dikembangkan oleh Halliday (1985a, 1994a,b,c;
Halliday & Mathiessen, 2004), dengan mengubah kalimat pasif ke dalam kalimat aktif dalam
ekstrak di atas, maka kita mengubah Tema dari kalimat itu juga. Sebelum kalimat pertama
diubah ke dalam kalimat aktif, Tema dari dua kalimat pertama dari kutipan di atas kurang
berhubungan satu dengan yang lain, yakni: The economics of the family dan Illness among men
sehingga koheresinya kurang. Namun, setelah kalimat pertama diubah ke dalam kalimat aktif,
maka kedua kalimat pertama dari kutipan itu mempunyai Tema yang hampir sama, yakni Men
health problems dan Illness among men. Hal ini, tambah Kamler dan Thomson, membuat teks
70
Jadi, penggunaan kalimat pasif dan aktif sangat tergantung dari konteks serta tujuan penulis
dalam mengemukakan argumennya. Mungkin ada baiknya bahwa kita sebagai penulis
menggunakan kalimat aktif dan pasif secara seimbang, sesuai dengan kebutuhannya, seperti yang
Selain beberapa hal di atas, ada pula yang perlu diperhatikan dalam tulisan akademik, yakni
menghindari penggunaan contraction, seperti can‟t, don‟t, aren‟t, haven‟t, they‟ve, I‟ll, they‟ll
Pengetahuan mahasiswa mengenai ekspektasi pembaca penutur asli bahasa Inggris (dan
masyarakat ilmiah pada umumnya) ketika membaca karya tulis serta pengetahuan eksplisit
mengenai struktur skematik serta ciri linguistik karangan ilmiah akan mendorong kesadaran
mahasiswa akan apa yang harus ditulis atau dilakukan ketika menulis tesis atau karya tulis ilmiah
dalam bahasa Inggris (juga bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia) sehingga tesis atau karya
tulis ilmiah itu dapat diterima di kalangan komunitas wacana, atau discourse community (Swales,
1990,a.b; Berkenkotter & Huckin, 1995) yang relevan dengan bidang yang dikajinya, khususnya
Berkaitan dengan gaya tulisan akademik, ada beberapa cara atau pedoman yang bisa dipakai. Di
antaranya adalah:
71
Masing-masing contoh makalah yang ditulis dalam gaya ini bisa dilihat dalam buku yang ditulis
oleh Rodrigues dan Rodrigues (2003) yang berjudul: The research paper: Guide to Library and
Internet Research.
Setelah menilai berbagai aspek mengenai penelitian yang akan dilakukan, dan memahami gaya
penulisan tesis dan disertasi, sekarang saatnya untuk melihat bagaimana cara atau gaya penulisan
itu diaplikasikan dalam tesis atau disertasi yang sudah lulus atau sudah ditulis oleh penulis tesis
dan disertasi lain. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat contoh tesis dan disertasi yang ada,
terutama tesis dan disertasi dalam bidang yang sama dan sebaiknya “dilakukan sejak program
magister atau doktor dimulai, dengan membaca setiap bab dari tesis yang ada selama mengikuti
Manfaat melihat dan menganalisis tesis atau disertasi yang sudah jadi sangat besar bagi calon
penulis tesis atau disertasi (Phillips & Pugh, 1994; Paltridge & Stairfield, 2007, lihat juga
Swetnam 2000; Thomas, 2000; Roberts, 2004; Evans & Gruba, 2005) karena tesis dan disertasi
yang dibaca bisa dijadikan model dalam menulis tesis atau disertasi yang akan ditulis dan
memberikan gambaran mengenai cakupan penelitian dan “the size” (Thomas, 2000:27) dari tesis
Para penulis seperti Swetnam (2000), Hamilton dan Clare (2003a), Roberts (2004), Paltridge dan
Stairfield (2007), menyarankan untuk memilih tesis yang topiknya hampir sama dengan topik
penelitian yang akan dilakukannya. Selain itu beberapa penulis juga menyarankan mahasiswa
72
untuk memilih tesis atau disertasi yang dibimbing oleh pembimbing yang sama dengan
mahasiswa yang akan atau sedang menulis tesis atau disertasi. Dengan cara ini, menurut Roberts
(2000:16) kita bisa mendapatkan informasi mengenai “that person‟s expectations and level of
Namun demikian, dalam memilih tesis atau disertasi yang dianalisis, Evans dan Gruba (2005)
menyarankan bahwa sebaiknya mahasiswa melihat contoh atau tesis dalam berbagai displin dan
yang mutakhir. Karena metode presentasi laporan penelitian telah berkembang dengan cepat,
Evans dan Gruba menyarankan mahasiswa sebaiknya berusaha untuk mendapatkan tesis yang
Walaupun saran dari Evans dan Gruba (2002) ini mungkin bisa diterima dalam hal teknologi
penulisan tesis, namun dalam hal isi tesis yang mungkin relevan dengan penelitian yang kita
lakukan, saran ini mungkin tidak selamanya tepat. Sebabnya adalah, seperti yang akan
dipaparkan dalam bab mengenai penulisan kajian pustaka nanti, tidak ada ketentuan tahun berapa
materi atau sumber yang harus kita baca untuk penulisan tesis dan disertasi. Banyak buku yang
ditulis berpuluh-puluh tahun yang lalu, seperti buku yang ditulis oleh Halliday, misalnya, dalam
systemic functional linguistics, masih tetap relevan dan dikutip oleh banyak penulis. Selain itu,
buku tentang terjemahan, misalnya, yang ditulis oleh Tytler tahun 1912, masih juga dikutip oleh
para penulis tentang terjemahan. Jadi, masalah umur tesis, dalam hal isi, mungkin sebaiknya
tidak perlu dibatasi, karena mungkin tesis yang sudah lama memberikan informasi dasar tentang
teori yang kita pakai dalam penelitian kita. Jadi, tahun berapa tesis yang akan kita baca, sangat
73
Selain itu, menurut Evans dan Gruba (2005) mahasiswa juga sebaiknya menganalisis penelitian
campuran kualitatif dan kuantitatif. Kemudian, setelah kita menemukan beberapa tesis, pilih
salah satu yang tampaknya koheren, dan satu yang jelas, dan kalau memungkinkan, mintalah
pembimbing untuk membahasnya bersama-sama tentang apa kelebihan dan kekurangan dari
Ketika kita melihat tesis, Evans dan Gruba (2005:7) juga menyarankan beberapa hal di bawah
ini:
1. Melihat apakah daftar isi memberi kita ide yang jelas mengenai struktur tesis secara
keseluruhan.
2. Membaca secara sekilas bab pendahuluan, kemudian kesimpulan, dan referensi. Kemudian
membaca pendahuluan dengan teliti dan membaca kesimpulan untuk melihat apakah tesis itu
berkesinambungan. Mungkin kita akan terkejut melihat bahwa beberapa tesis gagal untuk
Cara ini juga disarankan oleh Pearce (2005) kepada penguji tesis atau disertasi sebelum
mereka membaca setiap bab secara rinci. Dengan demikian, tidaklah mengherankan kalau para
karena kedua bab ini akan dibaca pertama kali dan akan menentukan kesan sekilas dari
pembaca tentang tesis atau disertasi itu. Para pembimbing di Australia, seperti di Melbourne
University misalnya, selalu mengingatkan bahwa mahasiswa penulis tesis atau disertasi jangan
74
3. Ketika kita melihat kesalahan yang dibuat oleh orang lain, maka kita sebaiknya berhati-hati
jangan sampai membuat kesalahan yang sama (Evans & Gruba, 2002:7). Ini berarti, ketika
membaca tesis atau disertasi, kita seyogianya tidak “take for granted” bahwa tesis yang dibaca
itu bagus karena penulis sudah lulus. Walaupun tesis itu sudah lulus, kita harus ingat bahwa tesis
yang dinyatakan lulus itu ada yang bagus ada juga yang mungkin kurang bagus, walaupun
memenuhi kriteria yang ditentukan oleh universitas. Dengan demikian, kita sebagai pembaca
tesis atau disertasi yang sudah lulus dituntut untuk kritis ketika membaca tesis atau disertasi,
dengan melihat kelebihan dan kekurangan tesis atau disertasi yang dibaca. Dengan bekal
pengetahuan mengenai cara penulisan teks akademik, kita akan bisa melihat kelebihan dan
Ketika kita membaca tesis atau disertasi, menurut Evans dan Gruba (2002:7) mungkin kita akan
terkesan dengan beberapa hal yang baik dalam tesis itu, misalnya lay out atau tata letak yang
bagus, cara inovatif dalam memaparkan materi dalam grafik, tabel atau integrasi yang baik dari
bahan-bahan yang tersedia secara online. Kita sebaiknya melihat hal-hal yang membuat kita
terkesan dan mencatatnya untuk kemudian dipakai dalam tesis yang akan kita tulis. Kita juga
sebaiknya tidak hanya melihat isi, tetapi juga melihat bagaimana tesis itu disusun. Misalnya,
harus melihat bagaimana setiap bab ditulis, berapa panjang, bagaimana sub-heading dalam setiap
bab menggambarkan isi, menghubungkan antara paradigma, data dan bentuk bahasa yang
dipakai, dan sebagainya (Hamilton & Clare, 2003a:23). Mahasiswa, tegas Hamilton dan Clare,
sebaiknya melihat struktur makro yang umum dipakai dalam tesis yang akan ditulisnya,
75
bagaimana tesis itu dibagi menjadi beberapa tahap dan beberapa bagian dan bagaimana
Contoh struktur tesis yang dibaca oleh mahasiswa tidak hanya bisa memberi tuntunan atau
petunjuk terhadap bentuk konvensional teks (Dudley-Evans, 1997, dikutip dalam Paltridge &
Stairfield, 2007:77) tetapi juga memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat mengenai status
pengetahuan mengenai bidang yang dikajinya (valuable clues to the status of knowledge in the
field‟) (Charney & Carlson, 1995:117, dikutip oleh Paltridge & Stairfield, 2007:77).
Selain itu, manfaat dari melihat contoh tesis yang tidak kalah penting dari manfaat di atas adalah
Melihat contoh tesis yang sudah ditulis oleh orang lain dapat memberi semangat dan menimbulkan percaya
diri kepada kita bahwa kita bisa melakukan atau membuat sesuatu yang lebih baik daripada mereka yang
tesis atau disertasinya sudah dinyatakan lulus! (2000:15).
Melihat disertasi yang ada juga dapat merupakan salah satu cara efektif untuk belajar terrain
(bidang kajian) disertasi atau tesis. Hal ini bisa membantu memahami format dan gaya dari tesis
Tesis atau disertasi yang telah dibuat oleh para alumni yang dapat dilihat oleh mahasiswa
biasanya tersedia di perpustakaan fakultas atau di perpustakaan pusat universitas. Tesis atau
disertasi biasanya tersedia juga di program studi dan lebih mudah didapat daripada yang
76
Menyiasati istilah “Writing Up” dalam penelitian
Salah satu kendala yang paling besar bagi mahasiswa dalam menulis tesis atau disertasi adalah
istilah “writing up” (Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007) yang
Seperti telah dikemukakan sebelumnya dalam buku ini (lihat juga Emilia, 2008), kita sebagai
peneliti sebaiknya melihat menulis sebagai bagian integral dari proses penelitian dan dengan
demikian menulis sejak awal proses penelitian yang kita lakukan, “apakah melalui catatan dan
refleksi, melalui catatan harian, melalui draft awal kajian pustaka”, seperti yang dikatakan oleh
Paltridge dan Stairfield (2007:45, lihat juga Swetnam, 2000; Wolcott, 2001; Evans & Gruba,
2002: 24-34; Rhedding-Jones, 2005; Kamler & Thomson, 2006) tentang pentingnya menulis
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian dan pentingnya menulis draft setiap
bab sejak awal, walaupun ada kemungkian draft itu akan direvisi.
Kata writing up sebaiknya tidak dianggap sebagai tahap menulis tesis dari awal, melainkan
sebagai tahap untuk merapikan atau “tidying-up” (Swetnam, 2000:81), ketika tesis atau disertasi
yang selama ini sudah ditulis akan sampai pada bentuk akhir dengan format yang benar. Untuk
pemakai bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa yang belajar bahasa Inggris di
Indonesia, hal ini sangat penting karena keterampilan menulis diperoleh secara bertahap seiring
Mahasiswa sering mengatakan “Saya belum mulai menulis, saya masih mengumpulkan data atau
... apa saja” (Roberts, 2004). Padahal seharusnya menulis itu bagian integral penelitian, dan
77
harus dilakukan sejak awal program magister atau doktor. Dengan konsep bahwa ”Penelitian
sebenarnya berarti menulis” (Rhedding-Jones, 2005:20; Kamler & Thomson, 2006), dan menulis
merupakan proses memaknai (Christie, 1998a) maka sebaiknya menulis dan penelitian berjalan
secara simultan.
Ketika kita mulai menelaah teori yang mendasari penelitian kita, kita harus sudah bisa
mendefinisikan topik kita dengan lebih teliti dan membatasi topik itu. Kita seharusnya sudah bisa
menemukan apa yang merupakan pertanyaan yang belum terjawab, mulai bisa menentukan
hipotesa dan metodologi untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab itu. Melalui proses
ini, kita akan segera bisa menulis struktur organisasi tesis – Table of Contents sementara.
Melalui proses ini, tanpa disadari, kita tidak hanya telah mulai penelitian, tetapi juga mulai
menulis. Evans dan Gruba (2002) menyatakan tiga manfaat yang bisa didapat ketika penelitian
dan menulis berjalan secara simultan. Manfaat itu digambarkan sebagai berikut:
When research and writing go on simultaneously, there are three potential benefits. … (First) arguing out
your ideas in writing will help you to think more constructively about them. It will help you to identify the
process that enabled you to reach these insights, and you will know that you will have to bring them out in
your reviews of existing theory or practice. All of this should lead to sharper research questions or
hypotheses and better design of your research program. The second benefit is that if you start to write it at
an early stage you will be well into your writing before you have done your own surveys or experiments.
Therefore, … you will not be faced with the formidable task of “getting started” on your writing when you
have all but finished your research because you will have started long ago. You will be getting valuable
feedback on your ideas and writing throughout your candidature. The third benefit is that it will help you to
give shape to your project, including the thesis that reports on it, at an early stage (Evans & Gruba,
2002:20).
Supaya proses menulis dan penelitian bisa berjalan secara simultan, Evans dan Gruba (2002)
78
1. Menulis draft pendahuluan. Berkaitan dengan penulisan pendahuluan, seperti yang akan
diterangkan dalam Bab Tujuh mengenai menulis pendahuluan, ada dua pendapat, yakni,
bahwa pendahuluan sebaiknya ditulis di awal, tetapi kemudian direvisi lagi di akhir. Mayoritas
penulis (lihat Rudestam & Newton, 1992; Thomas & Brubaker, 2000; Roberts, 2004; Calabrese,
2006; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007, dan banyak lagi penulis lain yang
tidak bisa disebutkan di sini) mendukung pendapat yang kedua. Kita sebaiknya menulis
pernyataan masalah, tujuan dan cakupan penelitian, serta tahap-tahap yang akan dilalui untuk
mencapai tujuan itu. Kita mungkin belum yakin ketika menulis pendahuluan ini, karena kita
mengira pendahuluan tesis atau disertasi akan dimodifikasi lagi nanti setelah penelitian atau
pekerjaan kita selesai. Tetapi hal ini jangan menghambat kita untuk menulis “draft”
2. Ketika kita telah membaca pustaka dan menulis tulisan mengenai setiap topik yang akan
dibahas, kita akan mengetahui lebih banyak tentang penelitian kita, dan mungkin akan
mengubah tujuan penelitian kita. Kita akan mempunyai gagasan yang jauh lebih baik tentang
bagaimana membatasi gagasan kita. Tulisan yang kita tulis tidak akan terbuang, pasti akan
banyak dipakai dalam tesis atau disertasi, walaupun pasti kita akan perlu merevisi atau
mengubahnya.
Dalam hal prinsip atau kebiasaan menulis tesis setelah melakukan penelitian, yang umumnya
dipegang oleh para pembimbing, terutama dalam eksperimental sciences, Evans dan Gruba
mengatakan bahwa kebiasaan ini “die hard” (2002:23) di antara para pembimbing. Beberapa
79
pembimbing, tambah Evans dan Gruba, bahkan tidak mendorong mahasiswanya menulis sampai
mereka menyelesaikan eksperimennya. Kalau kita melakukan ini, menurut Evans dan Gruba
(2005:23), kita akan terancam bahaya menulis tesis yang hanya berkisar tentang hasil
eksperimen, dan mengabaikan mengatakan kepada pembaca tentang banyak tahap yang dilalui
Namun demikian, Evans dan Gruba juga memperingatkan bahwa kita jangan sampai tidak
“persistent” atau teguh pendirian dan mulai lagi-mulai lagi dengan topik yang berlainan (2002:
25-27). Evans dan Gruba menulis tentang mahasiswa yang selalu mengubah topik penelitiannya
sebagai berikut:
They start an introduction, look at it, and then start writing another introduction! They get caught in a
seemingly endless cycle of starting and restarting, each time thinking that they must get this right before
they can do anything. It is at this point that they often come for help (2002:27).
Evans dan Gruba (2002: 2-3) menyarankan bahwa kita bisa memulai menulis dengan cara
membaca topik yang akan diteliti, setelah itu tulisan awal biasanya berisi tentang ulasan dari
hasil karya yang ada dalam topik yang akan ditulis. Evans dan Gruba juga menyarankan bahwa
kita sebaiknya tidak membaca kumpulan abstrak mengenai topik yang akan dibahas atau
kronologi tentang perkembangan teori dari topik yang akan dibahas. Kedua aktivitas ini, menurut
Evans dan Gruba, tidak akan mengarahkan kita kepada mempresentasikan “state of the art”
dalam topik yang kita teliti (istilah State of the art dalam penulisan tesis dan disertasi akan
dibahas lebih lanjut dalam Bab Delapan mengenai menulis kajian pustaka).
Selain itu peringatan dari Kamler dan Thomson (2006) mengenai kata writing up dalam
penulisan disertasi (yang juga relevan dengan penulisan tesis) tampaknya perlu juga diperhatikan
80
supaya kita tidak terjebak dengan istilah atau konsep itu. Kata writing up, menurut Kamler dan
Thomson, menyesatkan mahasiswa dan berdampak negatif mengingat beberapa hal berikut:
1. Kata Writing up mengaburkan fakta bahwa menulis tesis dan apalagi disertasi doktor
merupakan proses berpikir. Menulis bertujuan untuk mengetahui apa yang kita pikirkan.
2. Kata Writing up mengaburkan fakta bahwa menghasilkan tulisan yang berbetuk tesis dan
3. Writing up mengaburkan fakta bahwa penulisan disertasi doktor tidak transparan. Dalam
hal ini Kamler dan Thomson (2006:4) menegaskan bahwa peneliti tidak hanya menulis
“the truth” atau kebenaran saja, dan bahasa bukan medium transparan sebagai alat untuk
menggambarkan dan mengkomunikasikan temuan. Fakta juga bukan sesuatu yang sudah
tersedia, menunggu peneliti. Apa yang diciptakan oleh proses menulis merupakan
representasi tertentu dari sebuah kenyataan. Data diproduksi dalam proses menulis, dan
bukan ditemukan. Dan data itu, serta teks yang selanjutnya ditulis dibentuk dan dibuat
oleh peneliti melalui seleksi berkali-kali tentang apa yang harus dimasukkan dan tidak
dimasukkan, pertimbangan ke depan dan ke belekang, dikutip dan tidak dikutip. Pilihan-
pilihan ini, tambah Kamler dan Thomson, sering mempunyai dimensi etika dan
menimbulkan isu yang membutuhkan perhatian secara sadar dari penulis tesis atau
disertasi. Masalah ini, tegas Kamler dan Thomson, tidak bisa dibayangkan dalam istilah
sederhana dan netral seperti “writing up”. Tulisan yang baik, seperti dikatakan oleh
Joseph (1999:101) memerlukan kesabaran, disiplin dan latihan serta ditulis berkali-kali
81
Kesimpulan
Bab ini telah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan masalah akademik dan perlu
dilakukan oleh penulis tesis dan disertasi sebelum mulai melakukan penelitian atau mulai
menulis tesis dan disertasi. Bab ini telah memperlihatkan bahwa menulis tidak bisa dipisahkan
dari proses penelitian. Sejak pemilihan topik, sampai pada penulisan draftt – mulai draftt pertama
sampai draftt akhir tesis atau disertasi, peneliti menulis. Bab ini juga telah memaparkan
pentingnya peran pembimbing dan pemahaman mahasiswa tentang metode penelitian dalam
82
BAB 4: PERAN FEEDBACK (MASUKAN) DALAM MENULIS
TESIS DAN DISERTASI
Pendahuluan
Bab ini akan membahas salah satu aspek yang sangat penting peranannya dalam membantu
mahasiswa menyelesasikan tesis atau disertasinya. Tidak seperti bab-bab lain dalam buku ini,
bab ini tidak hanya penting untuk mahasiswa, tetapi juga untuk para dosen yang menjadi
Pemberian feedback terhadap tulisan mahasiswa merupakan praktek pedagogis yang sangat
penting dalam pendidikan tinggi (Coffin dkk, 2003:102, lihat juga Murray, 2002; Johnson,
2003; Beach & Friedrich, 2006; Murphy, 2007; Paltridge & Satirfield, 2007), dan di dalam
konteks pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, pemberian feedback
sering dianggap sebagai salah satu tugas guru yang paling penting (Hyland, 2003:177). Hyland
mengatakan:
Providing feedback is often seen as one of the ESL writing teacher‟s most important tasks, offering the kind
of indovidualised attention that is otherwise rarely possible under normal classroom conditions. Writers
typically intend their texts to be read, and in the classroom feedback from readers provides opportunities
for them to see how others respond to their work and to learn from these responses. This kind of formative
feedback aims at encoutaging the development of students‟ writing and is regarded as critical in improving
and consolidating learning (Hyland, 2003:177).
Pentingnya peran feedback terhadap tulisan siswa atau mahasiswa, di Australia misalnya,
diperlihatkan dengan ditulisnya sebuah buku yang berjudul Responding to students‟ writing yang
diedit oleh Brenton Doecke (1999) dimana dalam buku ini dibahas mengenai berbagai cara
memberikan masukan atau merespon tulisan siswa. Selain itu beberapa buku juga memberikan
83
perhatian yang cukup besar terhadap cara memberikan feedback kepada tulisan siswa atau
Dalam proses menulis tesis atau disertasi khususnya, Murray (2002: 16-17, lihat juga Brown,
2006; Paltridge & Stairfield, 2007) menegaskan pentingnya pembimbing memberikan feedback
terhadap tulisan mahasiswa bimbingannya, terutama bagi mahasiswa yang menulis dalam bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Feedback ini akan sangat menolong kalau
diberikan sejak awal tahap penulisan tesis atau disertasi, walaupun mahasiswa belum menulis
Supervisors should give you feedback on your writing. ...This will be variable. It might be helpful to discuss
feedback on writing at an early stage, even if you have not written much. The discussion will give (students)
insights into what supervisor is looking for and, perhaps equally importantly, it will give them (supervisor)
insight into how (students) see writing.
Supervisor should help their students set writing goals from the start of the doctorate (or masters degree)
and all the way through to the end. This will help students to see the stages ahead of them. The long term
goals can help students to plan their writing, while the short term goals make it manageable. Whatever the
goals, the key point is that they are discussed and agreed by student and supervisor. Otherwise everything
remains undefined, many aspects of writing are unspoken and the students may form the impression that
they just cannot write well enough.
Supervisors should try to motivate you (students) to start writing and to keep writing throughout the
project. However, they may not want to put you under too much pressure. They may feel that you have
enough to do setting up the research or reading piles of books and papers and may agree to defer writing
to a later stage. This may be a mistake. If writing is part of learning, you will miss out on an opportunity to
develop your understanding. If writing is a test of learning, you may have no measure of how you are
building up your knowledge (2002: 16-17).
Murray (2002: 70) juga menambahkan bahwa sebagai immediate audience dari tesis atau
disertasi yang ditulis oleh mahasiswa bimbingannya, pembimbing mempunyai tanggung jawab
untuk membaca tulisan mahasiswanya dan memberi masukan dalam jangka waktu yang bisa
diterima. Pembimbing juga bisa memberi masukan tidak hanya berkaitan dengan isi, tetapi
membuat tulisannya lebih “writerly, lively and interesting” (Kamler & Thomson, 2006:143).
84
Peran feedback dalam membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan menulisnya telah pula
ditegaskan oleh Cafarella dan Barnett (2000) yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:53)
bahwa feedback yang diberikan oleh pembimbing merupakan elemen yang paling signifikan
dalam membantu mahasiswa yang menulis tesis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing
untuk memahami proses scholarly writing dan dalam meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan menulis akademiknya. Paltridge dan Stairfield (2007), dengan mengikuti Asmar
dalam tahap-tahap awal dari proses penulisan. Paltridge dan Stairdfield juga mengutip hasil
penelitian yang dilakukan oleh Riazi (1997) yang menemukan bahwa mahasiswa Iran yang
menulis tesis bahasa Inggris menemukan feedback dari pembimbing sangat membantu
mengembangkan kemampuan bahasa Inggris mereka dan komentar dari pembimbing merupakan
sumber yang sangat penting untuk memperbaiki tidak hanya isi dan gagasan, tetapi juga
Bagi mahasiswa yang menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing,
seperti mahasiswa bahasa Inggris di Indonesia, bantuan atau feedback yang diperlukan mungkin
lebih banyak ketimbang mahasiswa penutur asli (Murray, 2003:17; Brown, 2006). Untuk itu,
dalam proses penulisan tesis atau disertasi, pembimbing seyogianya mengetahui sejak dini
kemampuan menulis mahasiswanya, dengan cara meminta mahasiswa untuk menulis. Hal ini,
menurut Murray, akan membantu pembimbing menilai standar tulisan mahasiswanya. Walaupun
menekankan pentingnya teman atau peers sebagai sumber feedback, Hyland (2003:178)
menegaskan bahwa tanggapan tertulis dari guru memainkan peranan penting dalam tulisan
bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Hyland mengatakan:
85
Many teachers do not feel that they have done justice to students‟ efforts until they have written substantial
comments on their papers, justifying the grade they have given and providing a reader reaction. Similarly,
many students see their teachers‟ feedback as crucial to their improvement as writers (2003:178).
Manfaat feedback yang diberikan selama proses penulis tesis atau disertasi atau proses menulis
pada umumnya telah pula dibahas oleh Beach dan Friedrich (2006: 222-230). Beach dan
Friedrich menegaskan bahwa feedback yang diberikan oleh guru atau dosen akan menentukan
apakah mahasiswa akan melakukan revisi terhadap tulisannya, suatu proses yang sangat penting
untuk memperbaiki tulisan atau tesis atau disertasinya. Feedback yang diberikan pada draftt
terakhir saja tidak memperbaiki kualitas tulisan mahasiswa. Beach dan Friedrich (2006:223)
mengatakan, “It also became clear that the nature and quality of the teachers‟ feedback during
Feedback terhadap tesis atau disertasi sebaiknya didapat sejak awal penulisan tesis atau disertasi.
Menurut Hamilton dan Clare (2003c), Allison dan Race (2004), Paltridge dan Stairfield (2007),
serta Wellington dkk (2005), bimbingan dari tutor atau pembimbing sangat penting mulai dari
tahap perencanaan sampai pada tahap-tahap selanjutnya dari proses penelitian. Mahasiswa
disarankan untuk membicarakan topik penelitiannya dengan calon pembimbing, dan yang lebih
penting lagi adalah “mendengar apa yang dikatakannya ketika kita berinteraksi dengan mereka”
(Hamilton & Clare, 2003c:192, lihat juga Paltridge & Stairfield, 2007).
Pentingnya masukan atau feedback, khususnya yang berkaitan dengan topik penelitian
diperlukan mulai dari awal penelitian (Paltridge & Stairfield, 2007:58). Dengan mengutip
Stevens dan Asmar (1999), Paltridge dan Stairfield mengatakan bahwa peneliti awal (novice
86
researcher) ada kecenderungan untuk terlalu ambisius dalam menentukan topik penelitian (lihat
juga pembahasan mengenai memilih topik di Bab Tiga dari buku ini).
Dengan nada yang sama, Allison dan Race (2004:3) mengatakan bahwa untuk mendapatkan
feedback, mahasiswa harus memperlihatkan tulisannya dari awal. Allison dan Race mengatakan:
Keep showing people your draftt. It‟s never too early to get feedback in your early draftts. In fact
it‟s much better to get feedback on your first thought rather than on your twenty first thought
(2004:3).
Selain itu, selama proses penulisan tesis atau disertasi, feedback mungkin sebaiknya difokuskan
pada isi ketimbang pada hal-hal yang bersifat mekanik (surface matters) (Beach & Friedrich,
2006:223). Dengan mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh Mylnarczyk (1996), Beach
When a teacher shifted away from a focus on surface matters to provide open-ended comments on content,
the college student in one study made more substantive revisions than when the teacher commented only on
form (2006:223).
Selain dari manfaat di atas, feedback (terutama yang positif) juga penting untuk meningkatkan
harga diri mahasiswa, yang merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam mendorong
mengutip Maslow mengenai hierarki kebutuhan, mengatakan bahwa “Giving and receiving
feedback, whether it is personal or professional helps people to feel appreciated for what they
know, what they do and perhaps above all, who they are” (Golswasser, 2006:57).
Jenis feedback
87
Berkaitan dengan jenis feeedback yang bagaimana yang perlu diberikan kepada mahasiswa,
penelitian yang dilakukan oleh Ivanic dkk (2000), serta Lea dan Street (2000) yang dikutip oleh
Coffin dkk (2003: 118) menemukan bahwa fedback untuk tulisan mahasiswa memiliki beberapa
ciri, yang kalau digabung, bisa mendorong terciptanya hubungan kolegial antara mahasiswa dan
“Why do you think ...?”, “What would happen if …?” “What do you think the
Komentar yang agak halus, seperti “Perhaps …you may like to consider …” “A fuller
explanation might help here”, mungkin lebih baik dibanding dengan kalimat direktif
“Explain”, “Linkage”.
Penggunaan kata ganti pertama seperti I: (I‟d suggest here …) yang menunjukkan
bahwa ada banyak kemungkinan jenis feedback sebagai pendapat penulis (Coffin dkk,
2003:118, lihat juga pembahasan yang hampir sama dari Hyland, 2003:179 mengenai
Namun demikian, seperti aspek feedback yang lain, menurut Coffin dkk (2003: 118) penggunaan
bahasa juga perlu diperhatikan dalam konteks dan tujuan pengajaran yang khusus. Selain itu,
komentar yang diberikan juga mungkin perlu dipertimbangkan sesuai dengan tahap penulisan
tertentu. Misalnya, pertanyaan yang mengundang mahasiswa dalam debat yang kadang-kadang
disebut dengan open questions mungkin bisa digunakan dalam penulisan draftt pertama untuk
88
Coffin dkk (2003) juga menegaslan bahwa cara memberi feedback sangat berkaitan dengan
konsepsi belajar dan mengajar dan hubungan antara dosen dan mahasiswa. Bahasa feedback
yang digunakan dapat menunjukkan hubungan hierarkikal antara dosen dan mahasiswa, yang
menunjukkan adanya perbedaan “power” antara dosen dan mahasiswa atau bahasa yang dapat
menciptakan adanya hubungan kolegial dimana dosen berusaha untuk “membangun rasa dalam
mahasiswa sebagai masyarakat akademis” (Ivanic dkk, 2000, dikutip oleh Coffin, 2003:118).
memperingatkan bahwa supervisor harus berperan tidak hanya sebagai guru bahasa, tetapi juga
sebagai guru menulis. Mengingat kesalahan grammar atau tata bahasa merupakan masalah yang
paling nyata dalam tulisan bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua, maka sering
dosen menanggapi kesalahan itu, sehingga lebih fokus pada form. Dengan mengutip Truscott
(1966), Hyland mengatakan bahwa error corerrection tidak effektif dalam membantu
Feedback tertulis dosen atau guru, menurut Hyland (2003:185) hendaknya menanggapi semua
aspek dari tulisan mahasiswa, yang meliputi: struktur, organisasi, gaya atau cara penulisan, isi
dan cara penyajian. Namun, tambah Hyland, dosen atau pembimbing tidak perlu menekankan
Ada beberapa asumsi yang sering terjadi dalam menghadapi mahasiswa pascasarjana yang
kadang-kadang membuat pembimbing merasa tidak perlu memberi feedback. Untuk mahasiswa
89
pascasarjana, khususnya mahasiswa doktor, Murray (2003:13) mengatakan bahwa asumsi-
Tulisan pertama yang diberikan kepada pembimbing oleh mahasiswa merupakan bab
draftt.
‟independent thinker‟.
Dengan mahasiswa yang pintar, dosen atau pembimbing memberi sedikit komentar
terhadap tulisannya.
Masalah yang berkaitan dengan written expression dapat ditunjukkan kepada mahasiswa.
Menurut Murray (2003) asumsi seperti ini mungkin bisa berlaku dalam beberapa kasus, dan
beberapa dari asumsi ini bahkan mungkin mendekati kebenaran. Namun demikian, Murray
menambahkan bahwa asumsi-asumsi seperti ini tidak semuanya membantu mahasiswa dalam
menulis tesisnya. Hal-hal seperti ini lebih baik dibicarakan dengan pembimbing.
Menurut pengalaman penulis dalam menulis disertasi, walaupun mahasiswa S3 atau S2 itu sudah
dewasa dan mandiri, bimbingan secara eksplisit sangat dibutuhkan dalam kelancaran membuat
tesis atau disertasi sehingga setiap tahap dalam pembuatan tesis itu bisa lancar. Karena itu,
90
prinsip explicit teaching dalam mengajar menulis (termasuk dalam membimbing tesis dan
disertasi), seperti yang ditekankan oleh para pendukung pendekatan genre-based (Christie, 1990,
2005; Derewianka, 1990; Christie & Joyce, 2000; Feez, 2002; Gibbons, 2002; Martin & Rose,
2005, 2007) dalam mengajar menulis perlu juga ditekankan. Mungkin pembimbing perlu secara
eksplisit memberikan arahan yang jelas dan eksplisit tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh
mahasiswa supaya mahasiswa tidak kehilangan arah dan tahu apa yang harus dilakukan.
Dewasa ini saran tentang pentingnya feedback yang diberikan oleh teman (peer) semakin marak.
Kenyataan bahwa para guru atau dosen kadang-kadang sangat sibuk sehingga tidak mempunyai
waktu untuk memberi feedback terhadap tulisan mahasiswanya (Hyland 2003; Beach &
Friedrich, 2006:229), sering membuat dosen menyarankan mahasiswa untuk mendapat feedback
dari teman. Manfaat peer feedback dalam pembelajaran menulis dalam bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua telah dilaporkan dalam beberapa penelitian (lihat misalnya Leki, 1992, 2001).
Manfaat itu di antaranya adalah bahwa siswa/mahasiswa dapat menerima feedback dalam situasi
yang tidak menakutkan, dan membuat mereka bisa memahami bagaimana orang lain membaca
gagasannya dan apa yang perlu mereka perbaiki; mereka juga bisa mendapatkan keterampilan
tentang menganalisis dan merevisi tulisan mereka sendiri (lihat juga Hyland, 2003; Beach &
Namun demikian, menurut Beach dan Friedrich (2006:229) siswa atau mahasiswa yang memberi
feedback perlu latihan dalam strategi memberikan feedback spesifik dan deskriptif serta
keterampilan dalam kerja kelompok untuk bekerja sama dengan teman. Kalau tanpa pelatihan,
91
mahasiswa mungkin hanya bisa memberikan feedback yang sifatnya judgmental atau feedback
negatif atau hanya memberikan pujian hanya untuk menghindari hubungan sosial yang kurang
Dengan nada yang sama, Hyland (2003) juga menegaskan kenyataan bahwa mahasiswa atau
siswa pada umumnya kurang berpengalaman secara retorik (rhetorically inexperienced). Hal ini,
tambah Hyland, bisa membuat mahasiswa mungkin hanya memfokuskan perhatiannya pada
masalah-masalah pada tingkat kalimat ketimbang masalah gagasan dan organisasi. Selain itu,
karena teman itu bukan guru yang terlatih, komentar mereka terhadap tulisan temannya mungkin
tidak jelas dan kurang membantu atau bahkan terlalu kritis dan sarkastik (Leki, 1992; lihat juga
Hyland, 2003) dan menurut Hyland (2003), revisi yang dilakukan oleh siswa yang mendapat
feedback dari teman hanya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat “surface changes”.
Berdasarkan pengamatan penulis dalam membimbing tesis, hal ini memang terjadi dan
mahasiswa sering mengatakan bahwa kalau kurang merasa terbantu kalau mereka meminta saran
Pemberian feedback, seperti dikatakan oleh Paltridge dan Stairfield (2007:58), dengan mengutip
Stevens dan Asmar (1999), sebaiknya diberikan sejak awal penulisan tesis. Sebabnya adalah,
seperti telah dikemukakan beberapa kali dalam buku ini, bahwa peneliti baru cenderung memulai
penelitian dengan proyek penelitian yang terlalu besar dan ambisius (lihat bagian tentang
memilih topik). Sementara itu, menurut Stevens dan Asmar (1999),”wiser heads know that a
good thesis project is ‟narrow and deep‟ (dikutip oleh Paltridge dan Stairfield, 2007:58).
92
Feedback yang diberikan pembimbing akan banyak jenisnya, mengenai tulisan kita, dan ini akan
menuntut revisi dan perubahan yang berbeda pula (Brown, 2006:102). Kita mungkin akan
menemukan bahwa sebagian dari komentar atau saran yang diberikan oleh pembimbing
menjengkelkan, tetapi, menurut Brown, kita sebaiknya jangan lupa bahwa pembimbing
bermaksud membantu, membuat kita memikirkan kembali apa yang kita tawarkan ke pembaca
dan bagaimana kita melakukannya. Brown menambahkan bahwa tidak ada gunanya kalau kita
mengharapkan feedback, tetapi kemudian kita mengabaikannya. Kalau kita tidak yakin dengan
apa yang harus dilakukan, tambah Brown, maka kita sebaiknya kembali bertanya kepada
pembimbing tentang apa yang dimaksudkannya. Tetapi yang harus diingat, menurut Brown
adalah bahwa pembimbing bukan editor, walaupun pembimbing yang ideal, seperti dikatakan di
Bab Tiga, adalah mereka yang juga mau membaca secara seksama tesis atau disertasi yang kita
tulis.
Selain itu, kalau kita belum jelas tentang masukan yang kita dapat, menurut Brown (2006:103),
mungkin kita juga belum menjelaskan kepada pembimbing jenis feedback yang kita perlukan.
Walaupun tidak ada jaminan bahwa kita akan mendapatkannya, tetapi paling tidak kita bisa
memperjelas kepada diri kita sendiri tentang apa yang mau kita lakukan.
Kesimpulan
Bab ini telah memaparkan dan menekankan manfaat serta peran feedback dalam membantu
mahasiswa menyelesaikan tesis dan disertasinya. Bab ini juga telah menekankan bahwa masukan
yang didapat dari pembimbing tentang tulisan mahasiswa seyogianya diberikan sejak awal
93
Bab ini juga telah mengemukakan bahwa walaupun masukan dari teman penting, dalam kasus
pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua, yang juga berlaku untuk
mahasiswa Indonesia yang menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris, masukan dari dosen
pembimbing merupakan masukan yang paling diperlukan. Jenis masukan yang diberikan
seyogianya disesuaikan dengan tahapan penulisan tesis dan disertasi. Untuk draftt awal,
misalnya, masukan yang berkaitan dengan isi serta gagasan mungkin sebaiknya ditekankan,
kemudian dalam tahap-tahap selanjutnya bisa bergerak pada masukan yang bersifat teknis,
Setelah kita yakin akan mendapat bimbingan dari pembimbing, maka sekarang kita bisa mulai
memikirkan apa itu tesis dan disertasi serta bagaimana menulisnya, di bawah bimbingan dari
pembimbing. Dengan demikian, bab selanjutnya dari buku ini, yakni Bab Lima, akan membahas
94
BAB 5: TESIS DAN DISERTASI: DEFINISI DAN
PENULISANNYA
Pendahuluan
Bab-bab sebelumnya dari buku ini telah membahas beberapa hal yang perlu diperhatikan,
direncanakan dan dipikirkan serta dilakukan sebelum mulai menulis tesis dan disertasi. Bab ini
akan membahas tentang aspek yang berkaitan dengan tesis atau disertasi serta penulisan tesis dan
disertasi. Beberapa aspek itu di antaranya adalah: Definisi tesis atau disertasi, dan hakekat
menulis disertasi. Dalam pembahasan akan diperlihatkan bahwa beberapa penulis mengenai
penulisan tesis dan disertasi mengatakan bahwa selama ini belum ada definisi yang jelas
mengenai tesis atau disertasi. Namun demikian, berdasarkan sistesis teori penulisan tesis dan
disertasi, bab ini akan mencoba memberikan satu definisi tesisi dan disertasi yang relevan
dengan istilah tesis dan disertasi dalam konteks pendidikan di Indonesia. Bab ini akan diakhiri
dengan pembahasan mengenai beberapa hal terkait hakekat penulisan tesis dan disertasi.
Mengenai definisi tesis dan disertasi, selama ini belum ada definisi yang jelas mengenai “apa
yang dimaksud dengan tesis atau disertasi” (Anderson & Poole, 2001; Evans & Gruba, 2002:3;
Murray, 2002). Namun demikian, berdasarkan sintesis dari beberapa sumber mengenai
penulisan tesis dan disertasi, ada beberapa definisi tesis dan disertasi yang mungkin relevan
dengan istilah tesis dan disertasi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Definisi itu diberikan oleh
Davinson (1977:11). Dengan mengutip definisi disertasi dan tesis dari Randon House of the
95
Dissertation is a written essay, treatise or thesis especially one written for the degree of doctor of
philosophy, and A Thesis is a dissertation on particular subject in which one has done original research, as
one presented for a diploma or degree especially a master‟s degree (1977:11).
Dengan mengutip definisi dari Oxford English Dictionary, Davinson juga mengatakan bahwa
secara histories, disertasi berarti “diskusi atau debat” atau “wacana tertulis atau pembahasan
mengenai suatu subjek atau masalah yang dibahas dengan panjang lebar” atau “a treatise,
sermen, or the like” (1977:11). Sementara itu, tesis, menurut Davinson, merupakan proposisi
yang dinyatakan, terutama sebagai tema yang akan dibahas atau dibuktikan atau dipertahankan.
Technology, University of Illinois, menurut Davinson, istilah tesis dipakai untuk tingkat magister
dan istilah disertasi untuk tingkat doktor. Di Australia, sepengetahuan penulis, istilah tesis bisa
Namun demikian, menurut Rhedding-Jones (2005:130-131) disertasi bisa juga dipakai untuk teks
tertulis yang dihasilkan oleh mahasiswa tingkat magister atau doktor dan dengan disertasi inilah,
mahasiswa diberi gelar magister atau doktor oleh universitas. Disertasi, menurut Rhedding-
Jones, mengandung tesis, yang merupakan inti dari isi dan pemaparan tekstual dari disertasi dan
argumen yang menjadi dasar lulus atau tidaknya mahasiswa calon pemegang gelar master atau
doktor. Sementara itu, disertasi, tambah Rhedding-Jones, mengandung kajian dari pustaka
akademik, landasan teori untuk penelitian, argument mengenai metodologi tertentu, pilihan dari
data penelitian, analisis dan interpretasi kritis atau dekonstruksi dari data penelitian, dan temuan
96
Selain itu, menurut Murray (2002:100), tesis berarti “an integrated argument that can stand up
to critique” (2002:100). Setiap tesis membuat proposisi dan setiap proposisi harus membahas
berbagai pandangan, termasuk pandangan yang berlawanan. Bentuk tesis mendorong penulis
untuk mengantisipasi adanya sanggahan ketika hasil karya mereka keluar untuk ditelaah oleh
orang lain. Sebuah tesis merupakan gagasan sentral yang membuat tesis itu sebagai satu
keasatuan.
Salah satu kata “warning” atau peringatan tentang tesis adalah bahwa “Tesis merupakan
argumen yang secara tradisional harus dibuktikan” (Murray, 2002:100). Namun demikian,
menurut Murray (2002), istilah ini, dengan beberapa perkecualian, tidak dipakai dalam tulisan
akademik. Penelitian kita, dan dengan demikian tulisan kita, tambah Murray, bersifat
kontekstual dan bahkan contingent (2002:100). Dengan kata lain, ketika kita meneliti, kita tidak
mengatakan, dan membuat interpretasi yang masuk akal dan dipikirkan dari apa yang kita
temukan dalam analisis teks, substansi, orang atau kejadian. Untuk itu, tambah Murray,
mungkin akan bermanfaat kalau kita mengingat bahwa dalam menulis tesis atau disertasi, kita
memasuki debat dan ada banyak orang yang mungkin tidak setuju dengan tulisan kita, sehingga
kita hanya tidak boleh mengabaikan hasil karya orang yang tidak setuju dengan kita, tetapi harus
secara eksplisit dan direct membahasnya. Kita, menurut Murray, harus membahas dasar dari
ketidaksetujuan itu dalam tulisan kita, dengan memperlihatkan dimana hasil karya kita posisinya.
Kata seperti “suggest” merupakan kata dalam debat (Murray, 2002:100-101; lihat juga saran
Hamilton (2003:35 tentang apa yang harus ditulis dalam argumen tesis).
97
Berkaitan dengan argumen yang dibangun dalam tesis atau disertasi, Maner (1996, dikutip
dalam Hamilton, 2003:35) mengatakan bahwa argumen penelitian yang efektif tidak bersifat
statis, tetapi berkembang atau berevolusi dalam teks. Hamilton menyarankan bahwa teknik
mengungkapkan argumen hendaknya diawali dengan mengatakan gagasan penelitian secara garis
besar dan relatif belum dikembangkan. Kemudian, penulis secara progresif membuat argumen
itu lebih komplesks melalui modifikasi dan pembatasan, dan akhirnya mengungkapkan kembali
Orijinalitas merupakan kriteria utama dan kata kunci dalam hasil karya akademik terutama pada
tingkat doktoral (Murray (2002:52-53). Tesis atau disertasi, tambah Murray, harus
memperlihatan bahwa hasil karya itu “in some way original”. Sebuah tesis atau disertasi bisa
dikatakan orijinal, menurut Philip dan Pugh (1994) dan Murray (2002) bisa dilihat berdasarkan
98
Semua definisi ini sebaiknya dianggap random, ketimbang sebagai inti atau „core‟ (Murray,
2002:53) karena mungkin ada banyak definisi lagi tentang orijinalitas bagi penulis tesis atau
disertasi.
Menulis tesis pada dasarnya diklasifikasikan dalam empat kategori (Maner, 1996, 1988, dikutip
oleh Hamilton, 2003:34; Davis & McKay, 1996). Keempat kategori itu adalah:
mengatakan signifikansinya.
Deskripsi: mengatakan persepsi dan berkaitan dengan menyusun apa yang kita lihat
berlangsung atau mengapa sesuatu terjadi. Eksposisi disusun berdasarkan sebab akibat,
Persuasi: berusaha merubah cara berpikir orang berdasarkan argumen, yakni alasan yang
Menurut Hamilton, sangat mungkin bahwa penulis menggunakan semua jenis tulisan itu dalam
satu paper atau tulisannya. Dan elemen dasar dari teks penelitian, tambah Hamilton, adalah
bahwa teks penelitian mempunyai tujuan argumentatif yang berkembang dalam teks secara
keseluruhan, dan didukung oleh teks naratif, deskriptif dan exposisi. Selain itu, menurut
Hamilton, dalam menulis tesis ada kemungkinan kita harus menerangkan tentang apa yang tidak
99
Menulis tesis, apalagi disertasi, seperti telah disebutkan dalam beberapa bagian sebelumnya dari
buku ini, merupakan satu perjalanan yang panjang dan sulit (Swetnam, 2000; Thomas, 2000;
Murray, 2002; Johnson, 2003; Roberts, 2003; Paltridge & Stairfield, 2007) atau perjalanan
panjang dan berliku (Clarkson, dalam Wellington, dkk, 2005:24). Ilmuwan yang sukses pun,
seperti Charles Darwin mengatakan bahwa seorang naturalis akan mempunyai kehidupan yang
lebih menyenangkan kalau mereka hanya harus mengobservasi dan tidak harus melaporkan hasil
observasinya. Artinya menulis hasil penelitian, seperti tesis dan disertasi merupakan hal yang
sulit.
Menulis disertasi khususnya, merupakan perjalanan yang panjang dari sebuah proses
pembelajaran dan perkembangan pribadi atau “learning and personal growth” (Roberts,
2004:3). Dalam program doktoral khususnya, ada tiga komponen utama, yakni: Proses belajar
yang panjang, penelitian yang orijinal dan penulisan tesis atau disertasi” (Wellington dkk,
2005:14). Hasil dari perjalanan panjang ini, menurut Roberts (2004) dapat membawa kontribusi
Mendapatkan gelar Doktor merupakan “puncak akademia” (Roberts, 2004:3) dan gelar Doktor
adalah gelar tertinggi yang dianugerahkan oleh universitas mana pun di dunia ini. Namun
demikian, Roberts menambahkan bahwa “This journey to Doctor is difficult with obstacles and
demands along the way; however once completed, the pride and excultation are a life-long
affirmation” (Roberts, 2004:3; lihat juga penjelasan yang hampir sama tentang penulisan tesis
atau disertasi dalam Johnson, 2003, lihat juga Thomas, 2000; Murray, 2002; Paltridge &
100
Completing a dissertation represents the pinnacle of academic achievement. It requires high level skills of
discernment and critical analysis, proficiency in at least one research method, and the ability to
communicate the results of that research in a clear, cohesive manner. No previous writing experiences
prepare you for such a challenging and rigorous task. Basically, it‟s a “learn-and grow-as you-go”
process ( 2000:16).
Roberts (2004:3) juga menggambarkan proses perjalanan penulisan disertasi sebagai proses yang
tidak berbeda dengan pendakian gunung yang sulit. Dengan proses yang panjang, yang
menghabiskan waktu satu sampai 2 tahun, bahkan bisa 3 sampai 4 tahun (bagi mereka yang
The journey is arduous and long, usually one to two years from beginning to end, and it is easy to become
frustrated, exhausted and discouraged. It is grueling-definitely not for anyone who lacks commitment or
peseverance. Those who successfully scale the peak are those willing to put in long hours and hard work
(2004:3). … Climbing a mountain peak is a powerful metaphor; it represents the path to growth and
transformation. The obstacles encoutered along the way embody the challenges that help expand your
thinking and your boundaries. The risks are substantial, the sacrifices great.However, the view is
magnificent from the top and is reserved for those courageous adventures who dare to challenge their own
limits. Ultimately, though, it‟s the journey itself that results in “self-validative delight” not just standing at
the top. Once you are there, you will not be the same person or ever again look at the world in the same
light” (Roberts, 2004:5, lihat juga pernyataan yang hampir sama dari Swetnam 2000 tentang pentingnya
komitmen serta kerja keras dan being organized dalam menulis tesis atau disertasi ).
transformatif pribadi dan bisa merupakan satu peak experience yakni “one of those fulfilling
moments, moments of highest happiness and fulfilment” (2004:4). Dengan mengutip Abraham
justifying moment which carries its own intrinsic value with it … The experience makes the pain
worthwhile”. Selain itu, dengan mengutip Robert Schuller (1980), Roberts mengatakan bahwa
feeds your self-esteem, which then expands your self-confidence … . It‟s an experience that
leaves you with an awareness that you are more than you even thought you were.”
101
Menurut Maslow, seseorang yang mengalami a peak experience merasakan kebahagiaan yang
sangat besar, “not only does the person having peak experience feel better, stronger and more
unified, but the world looks better, more unified and honest” (lihat Goble, 2004:72, dan Wilson,
2004). Menurut Maslow, “A peak experience is “any experience of real perfection, of any
moving toward the perfect justice or toward perfect values tends to produce a peak experience”
Banyak prestasi dan kegembiraan yang bisa dicapai selama perjalanan penyelesaian disertasi
atau tesis, misalnya saat ketika kita mendapatkan topik untuk diteliti, proposal diterima, dan
banyak lagi pengalaman intelektual yang menyenangkan selama proses perjalanan penyelesaian
Menulis tesis atau disertasi juga sama dengan menulis jenis teks yang lain, yakni merupakan
proses yang tidak beraturan dan tidak linier (Gibbons, 2002) atau menurut Johnson (2003) “a
very messy process”. Semua penulis pada awalnya pasti pernah mengalami kesulitan mencari
kata, gagasan, dan organisasi tulisannya. Menurut Johnson (2003), sangat sedikit dari kita yang
seperti Mozart, yang dapat menulis langsung sekali jadi. Semua proses menulis bisa dikatakan
melalui tahap yang hampir sama, yang bisa digambarkan sebagai berikut:
-Pre-Writing: Tahap ini sama pentingnya dengan tahap menulis. Dalam tahap ini penulis
mungkin bisa melakukan brainstorming, membuat semantic web, berbicara tentang gagasan atau
ide kepada teman untuk membantu menyusun gagasan dalam kepala kita dan mengetahui
102
beberapa unsur yang mungkin tertinggal. Tahap ini juga termasuk mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya yang dapat membantu kita untuk memutuskan apa yang akan kita tulis.
Kebanyakan penulis tesis merasa tidak tahu dan tidak punya gagasan untuk ditulis pada tahap
awal proses menulis tesis atau disertasi, dan hal ini bisa berlangsung lama (Murray, 2002:15).
Untuk memerangi hal seperti ini, Murray (2002:16) menyarankan bahwa penulis dapat membuat
beberapa pertanyaan berikut untuk membantu mereka mulai menulis. Pertanyaan-pertanyaan ini
2. Apa yang ingin saya lakukan dengan apa yang saya minati atau gagasan yang saya miliki … .
Yang ingin saya teliti adalah … .
Inilah gagasan atau pandangan atau perasaan saya tentang topik ini … .
Dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas, maka kita bisa mulai menilai
tentang apa yang kita miliki serta apa yang sebenarnya menjadi minat penelitian kita. Dengan
cara seperti ini kita akan bisa memilih serta mulai mengerucutkan masalah yang ingin kita teliti.
Draft pertama merupakan tahap ketika kita membuat gagasan kita tertulis di kertas. Kalau draft
pertama tidak berantakan dan teratur, maka menurut Johnson (2003:7) kita mungkin telah
menulis draft pertama dengan salah. Draft pertama bertujuan untuk menggenggam ide atau
103
-Revisi: revisi berarti melihat lagi. Dalam merevisi, Johnson (2003:7) menyarankan bahwa kita
hendaknya berharap nerevisi minimal empat kali, tetapi biasanya kita bisa merevisi sampai 10
atau 15 kali. Ketika kita merevisi, menurut Johnson, sebaiknya kita tidak memikirkan dulu
mekanik, seperti ejaan dan tanda baca, tetapi hendaknya memfokuskan perhatian pada
organisasi logis dan melihat apakah kalimat yang ditulis masuk akal.
-Editing: Editing merupakan tahap akhir proses menulis. Dalam mengedit tesis atau disertasi,
atau tulisan yang lain, kita sebaiknya berkonsentrasi dengan tata bahasa, tanda baca, penggunaan
kata dan kutipan. Selain itu, kita juga bisa meminta orang lain membaca tulisan kita karena kita
sering tidak bisa melihat kesalahan yang kita buat karena kita sangat kenal dengan tulisan kita.
Dengan demikian, kita akan mendapat banyak manfaat kalau tesis atau disertasi kita dibaca oleh
orang lain.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tesis dan disertasi
Dalam proses menulis tesis atau disertasi, seperti dikatakan oleh Murray (2002), Glatthorn &
Joyner (2005) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti yang akan dibahas berikut ini.
Tujuan dan pembaca merupakan kunci dalam setiap tindakan komunikasi (Murray, 2002).
Apapun yang dikatakan, dan tidak dikatakan sangat ditentukan oleh pembaca dan tujuan dari
komunikasi yang kita lakukan. Tujuan komunikasi dari menulis tesis atau disertasi, seperti
dikatakan oleh Glatthorn dan Joyner (2005: 5, lihat juga Paltridge, 2005 untuk pembahasan yang
hampir sama) adalah melaporkan hasil penelitian. Kita tidak menulis untuk membujuk atau
104
Dengan fungsi ini, maka sangatlah jelas, bahwa kualitas utama dari tesis adalah kejelasan, bukan
kreativitas, walaupun, seperti dikatakan beberapa kali sebelumnya, unsur kreativitas penulis juga
berperan dalam membantu menciptakan tulisan yang berterima. Pentingnya memahami tujuan
penulisan tesis dan disertasi, juga ditegaskan oleh Cantor (1993: 1) di awal penjelasannya
mengenai penulisan teks akademik. Cantor mengukuhkan bahwa “Penulis teks akademik yang
berhasil mempunyai tujuan yang jelas untuk pembaca. Mereka tahu mengapa mereka menulis
dan penerbitan apa yang bisa dilakukan untuk karir mereka”. Dengan mengutip Hanson (1987),
Cantor menambahkan bahwa kejelasan dari tujuan menulis memberi penulis energi, semangat
Berkaitan dengan pembaca untuk penulisan tesis atau disertasi, Murray (2002) menyebutkan tiga
kelompok pembaca: Pembaca primer, sekunder dan pembaca segera atau pembaca pertama atau
“immediate reader”.
Pembaca primer adalah komunitas ilmiah (scholarly community). Dalam hal ini, Glatthorn dan
Joyner (2005: 6) mengatakan bahwa “The dissertation (thesis) is a report or research intended
primarily for scholarly audience”. Pembaca ini menentukan standar dan juga mungkin
menentukan agenda penelitian. Orang yang bekerja di bidang yang kita tulis adalah pembaca
yang akan paling tertarik dengan tulisan kita. Tentu mereka juga akan merupakan pembaca yang
paling kritis. Secara realistis, bagaimanapun bagusnya tulisan kita, sebaiknya kita berharap untuk
105
Pembaca sekunder adalah penguji eksternal. Menurut Murray (2002), penulis tesis atau disertasi
sebaiknya melihat penguji dari luar (khususnya bagi penguji disertasi kalau dalam konteks
pendidikan di Indonesia) sebagai wakil dari masyarakat ilmiah dari pada sebagai seseorang
dengan standar idiosinkrasi, walaupun hal ini ada unsur benarnya juga. Dengan memposisikan
penguji eksternal seperti ini, maka kita akan bisa membuat penguji sebagai target dari tulisan
kita. Dalam beberapa hal, menurut Glatthorn dan Joyner (2005) pembaca ini merupakan
pembaca paling penting dari tesis atau disertasi yang ditulis. Sementara pembaca lain mungkin
hanya membaca sekilas saja tesis kita, pembaca ini akan menguji tesis kita dari halaman ke
Pembaca segera (Immediate Audience) bagi tesis atau disertasi yang dibuat oleh mahasiswa
pascasarjana adalah tentu pembimbing. Menurut Murray (2002:70) dalam mengatakan peran
pembimbing bagi mahasiswa doktoral khususnya, yang juga relevan untuk mahasiswa magister
adalah bahwa, “Supervisors have a responsibility to read your work and give you feedback on it
within a reasonable length of time, throughout your doctorate”. Masalah peran pembimbing dan
peran feedback masing-masing dapat dilihat kembali di Bab Tiga dan Empat.
Selain dari pembaca di atas mahasiswa disarankan juga untuk mencari pembaca ideal, yakni
seorang pembaca yang suportif tapi kritis untuk tesis atau disertasi yang ditulisnya, dan dia juga
sekaligus merupakan orang yang akan memberi dukungan dan juga masukan bagi tesis atau
106
Untuk menambah kejelasan dari setiap bagian dalam tesis atau disertasi, maka perlu ditekankan
strategi three part structure (Thomas, 2000, Christie dalam komunikasi pribadi dengan penulis,
dan lihat juga Martin, 1992; Martin & Rose, 2003) dalam menulis setiap bagian tesis atau
disertasi. Hal ini meliputi “telling them what you are going to tell them (mengatakan apa yang
akan dibahas), telling them (membahasnya) and telling them what you have told them (dan
mengatakan kembali apa yang telah dibahas)”. Strategi ini, menurut Thomas bisa dipakai
Selain dari strategi three part structure di atas, yang berkaitan dengan struktur organisasi tesis
atau disertasi, ada juga beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan penulisan
kalimat, yakni berkaitan dengan cara penulisan argumen atau pernyataan supaya argumen atau
pernyataan yang ditulis dapat diterima. Pentingnya kemampuan menulis argumen telah
dikemukakan oleh para pakar berpikir kritis dan teori menulis (lihat Bizzell, 1992; a,b, 2003)
yang mengatakan bahwa bagaimanapun bagusnya hasil temuan penelitian, bahkan di bidang sain
sekalipun, kalau peneliti tidak dapat menuliskannya dalam argumen yang dapat diterima, maka
temuan penelitian itu tidak akan bisa dikenal dan berkembang. Kemampuan menulis argumen,
menurut Bizzell (1992, lihat juga Bazerman, 1988; Kelly & Bazerman, 2003) memainkan peran
yang menentukan dalam wacana akademik. Dengan mengutip Thomas Kuhn, Bizzell
menegaskan:
One could not say that a theory prevailed because it was presented in discourse so transparent that the
convincing power of the evidence supporting the theory was conveyed in the most unfiltered way. Rather,
one would have to say that a theory prevailed because it and its supporting evidence were presented in
discourse that argued the way scientists were prepared by training, by their socialization to their
discipline, to hear a position argued ( Bizzell, 1992: 9).
107
Senada dengan Bizzell, Paltridge dan Stairfield (2007:52) mengatakan bahwa penulis tesis atau
disertasi perlu memahami bahwa tulisan mereka akan dievaluasi oleh pembacanya, khususnya
oleh penguji dalam hal pernyataan atau argumen yang mereka buat. Untuk itu, menurut
Paltridge dan Stairfield, penulis tesis dan disertasi perlu menggunakan hedging dalam tesis atau
Hedging
Hedging memainkan peranan yang sangat penting dalam penulisan tesis dan disertasi dalam
bahasa Inggris, khususnya bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Dengan mengutip Mullins dan
Experienced examiners are careful to check for links between the Introduction, in which students state
their intentions, and the conclusion where the intentions should have been realized. Moderating their
claims becomes very important as they should neither “boost” their claims too strongly, or overgeneralise,
nor should they fail to make them with the appropriate force to convince the reader of the value of the
claim being made. This is where the linguistic resources known as “hedges” becomes extremely important
to the second language thesis writers as they learn how to adjust the strength of their claims in relation to
their audience and communicative purpose (2007:52).
Perlunya penggunaan hedging dalam tesis atau disertasi juga telah dibahas oleh beberapa penulis
dan peneliti (lihat Hyland, 2000b, 2003, 2004; Murray, 2002; Cooley & Lewcowicz, 2003;
Glatthorn & Joyner, 2005:144; Lim, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield,
2007). Mereka menyarankan bahwa penulis teks akademik harus menyeimbangkan dengan tepat
antara keyakinan atau percaya diri dengan tentativeness (lihat Glatthorn dan Joyner, 2005; Lim,
2005). Cooley dan Lewkowicz (2003:78) mengemukakan dua alasan utama mengapa peneliti
perlu menggunakan hedging dalam melaporkan penelitiannya. Kedua alasan itu adalah:
1. Peneliti perlu rendah hati (modest). Penelitian atau experimen yang telah kita lakukan
mungkin tidak bisa memberikan jawaban yang pasti terhadap pertanyaan penelitian yang
kita kemukakan atau tidak merupakan penjelasan satu-satunya untuk temuan yang kita
amati. Kalau kita tidak menunjukkan kerendahan hati, kita akan tampak sombong dan
108
cenderung mengabaikan pembaca. Dengan rendah hati, kita mengakui bahwa temuan kita
hanya salah satu poin saja dari dari bidang ilmu atau pengetahuan yang begitu besar dan
luas.
2. Kita perlu berhati-hati dalam mencegah rasa malu karena bisa saja kita terbukti salah
setelah kita membuat pernyataan yang terlalu kuat. Kehati-hatian juga bisa melindungi
reputasi kita dan juga pembimbing. Kalau penelitian selanjutnya, berdasarkan temuan
atau teknologi baru menunjukkan bahwa interpretasi kita pada kenyataannya tidak
benar, kita akan sangat malu kalau kita telah menyatakan bahwa temuan kita merupakan
Banyak penulis disertasi, seperti dilaporkan Glatthorn dan Joyner (2005), yang terjebak untuk
mengklaim terlalu banyak. Misalnya dengan mengatakan bahwa masalah yang mereka teliti
membuktikan bahwa tidak diragukan lagi temuannya benar. Untuk menghindari ini, menurut
Glatthorn & Joyner (2005) dan Hyland (2000a,b), penulis tesis dan disertasi sebaiknya
it is likely that …
it seems obvious here …
one tentative conclusion that might be drawn… .
It might be suggested that …
Hedging, menurut Hyland (2000b; 2004) mengindikasikan fakta bahwa penulis teks akademik
tidak hanya mengkomunikasikan gagasan atau ide, tetapi juga sikap penulis terhadap gagasan itu
dan juga terhadap pembaca (2000b:83). Penyataan yang memakai hedging memberi ruang
kepada pembaca untuk negosiasi, dan menandai pernyataan yang sifatnya provisional
109
(2000b:85). Hyland, berdasarkan analisis teks akademik dari berbagai disiplin ilmu,
Content-oriented hedges: memperhalus hubungan antara isi yang bersifat proposisional dan
konsepsi masyarakat wacana tertentu mengenai bagaimana dunia eksternal itu. Jenis hedging ini
juga disebut sebagai “writer-oriented hedges” mengingat dalam hal ini penulis perlu membuat
pernyataan seakurat mungkin dalam tesis atau disertasinya untuk mengantisipasi pandangan yang
berlawanan dengan yang ditulis. Jenis hedging ini tumpang tindih dengan jenis hedging
Contohnya:
pernyataannya dengan presisi yang lebih besar dalam bidang yang sering rancu dan tidak pasti.
Jenis hedging ini sangat penting untuk menyatakan pernyataan yang kurang meyakinkan dengan
Contohnya:
But I believe that the evidence presented so far is enough to make the case …
… we suggest that some of these differences may be attributable to changes in …
In conclusion it is my contention that … (Hyland, 2000b:85).
110
Jadi, hedging, menurut Hyland (2000b) merupakan ciri yang penting dari tulisan akademik
karena hedging memungkinkan kita membuat pernyataan dengan presisi yang tepat, kehati-
Walaupun memberikan saran yang sama dengan Hyland (2000b), tentang penggunaan hedging
dalam tulisan, Glatthorn dan Joyner (2005) dan para penulis lain dalam teori berpikir kritis,
sepeti Reichenbach (2001) juga menyaraknan jangan terlalu banyak menggunakan tentativenss
dengan menggunakan qualifier dalam setiap pernyataan. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner
Terlalu percaya diri: The study proves that schools are loosely coupled systems.
Terlalu tentative: One conclusion that might be drawn from this study is that this particular
school, on the basis of this investigation, seemed to have elements of
organisational structure that might enable to be characterised in general as a
“loosely coupled system,” although there were clearly aspects of tight coupling
manifest in certain parts of the system.
Pernyataan yang lebih baik: The findings suggest that most of the organisational element of
this school were only loosely linked, so that it might be generally characterised as
“loosely coupled” (Glatthorn & Joyner, 2005:1440).
sebagai cara yang diterima yang memungkinkan kita mengklaim keberhasilan tanpa berkata-kata
Selain itu, menurut Glatthorn dan Joyner (2005; lihat juga Johnson, 2003), tesis atau disertasi
harus memberi kesan bahwa “The writer is an informed and knowledgable person who knowws
the norms and convenstions of the profession, who has done some interesting and useful
111
research, but who has the good sense to be suitably modest about it” (2005:143). Untuk
mencapai hal ini, menurut Glatthorn dan Joyner, ada beberapa saran sebagai berikut:
1. Berusaha untuk menulis dengan jelas. Tulisan akademik yang baik adalah “lucid”, bahkan
untuk orang yang tidak ahli dalam bidang yang ditulisnya sekalipun. Kejelasan berkaitan
dengan cara menyusun kalimat sehingga setiap bagian dari apa yang ditulis berkaitan satu
sama lain. Kejelasan juga berkaitan dengan memilih kata sehingga kata-kata itu dapat
dimengerti dengan mudah. Kejelasan juga muncul ketika kita menyusun setiap bagian
dengan cara sistematik dan membuat susunan itu jelas kepada pembaca. Menurut Thody
(2006), “The scientific style has seemingly unassailable logic and clarity which demonstrate
Salah satu cara yang sering dipakai oleh para penulis handal untuk membuat tulisannya jelas
bagi pembaca, seperti dilaporkan oleh Hyland (2000) adalah menggunakan “signposts”
penulis mempunyai tugas untuk memberikan pernyataan transisi ketika bergerak dari satu
gagasan ke gagasan lain dan secara teratur menempatkan tanda dalam teks sehingga pembaca
dapat melihat bagaimana penulis menjadikan teksnya sebagai satu kesatuan yang
dan berfungsi secara eksplisit mengorganisasikan teks dan memberikan komentar tentang
kedua, terakhir)
112
Connecting ideas: menghubungkan gagasan: however, therefore, on the other
Showing what the writer is doing: memperlihatkan apa yang dilakukan oleh
misalnya)
Reviewing and previewing parts of the text (mereviu dan menyatakan terlebih
dahulu bagian-bagian dari teks yang ditulis): in the last section we … , here we
will address … ) (Dalam bagian terakhir dari tulisan ini kita telah …, Dalam
Commenting on content (mengomentari isi): You may not agree that ..., it is
2. Memperhatikan kedewasaan atau “maturity” (Glatthorn & Joyner, 2005) dalam setiap kalimat
yang dibuat. Hal ini juga berkaitan dengan kejelasan dan harus diseimbangkan antara
kejelasan dan kedewasaan pernyataan. Mungkin kita bisa menulis dengan cara yang
sederhana yang akan jelas dan mudah dibaca, tetapi ada kemungkinan bahwa tulisan kita
3. Memperlihatkan sense of formality. Tulisan disertasi atau tesis merupakan tulisan formal,
sehingga selalu ada ekspektasi bahwa kita menulis tidak dengan cara informal atau coloquial.
Dalam bahasa Inggris, misalnya, contraction sebaiknya tidak digunakan, seperti “He isn‟t, it
didn‟t, they haven‟t” dan sebagainya (lihat juga saran dari Thomas & Brubaker, 2000;
Burton, 2002).
113
Mereka yang menulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa di
Indonesia, mungkin memerlukan bantuan ekstra dari para pembimbingnya tentang tulisan
yang mereka buat. Supaya pembimbing dapat segera memberikan bantuan yang diperlukan,
seperti telah dikatakan dalam beberapa bagian sebelumnya dari buku ini, kita sebaiknya
segera menyerahkan tulisannya kepada pembimbing dari awal masa penulisan tesis atau
disertasinya. Dengan demikian, kita dapat segera memperoleh feedback tentang tulisan kita.
Getting feedback on writing assignments gives beginning writers a sense of audience. Here they are able
to see how the writing plays inside the head of a reader. Also other people are often able to help generate
idea that might not have been considered.
Pembahasan mengenai peran feedback dalam tulisan mahasiswa dapat dilihat kembali di Bab
4. Membaca tulisan yang baik. Hal ini akan membantu penulis awal untuk memulai
memikirkan bentuk, struktur dan gaya yang dipakai oleh penulis lain, mengembangkan
5. Menyimak orang lain yang berbicara dengan baik. Hal ini juga akan membantu
satu kesatuan yang utuh dalam kertas, dan menulis merupakan cara tercepat dan paling
efektif untuk mengembangkan keterampilan menulis. Menurut Johnson, orang tidak akan
bisa menjadi penulis yang baik tanpa banyak melakukan latihan (2003:53). “Menulis dimulai
dengan mengatakan sesuatu dan keterampilan untuk mengatakannya” (Hamilton & Clare,
114
2003a:1). Keterampilan untuk mengatakan sesuatu dalam tulisan ini tidak bisa muncul secara
Pentingnya menulis juga dirasakan oleh para penulis buku teks (lihat Richardson, Morgan &
Fleener, 2006:332) yang mengatakan bahwa menulis sebaiknya tidak hanya dianggap sebagai
alat evaluasi laporan penelitian, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman.
We learn more about our field of knowledge as we wrote this book. We discovered ways to express the
information that we wanted to share, with readers; before we draftted this text, we did not know all
that we would write. In a similar way, readers learn as they read. Because both reading and writing
can assist comprehension (2006:332).
7. Menggunakan bahasa yang objektif dan subjektif. Dalam tulisan akademik biasanya penulis
menggunakan objective stance (Johnson, 2003:33). Namun demikian, ada juga saat ketika
penulis sangat tepat menggunakan subjective stance. Objektif berarti impartial atau tidak
memihak. Walaupun mungkin pendapat kita sangat subjektif, menurut Johnson, sebaiknya
kita berusaha untuk membiarkan gagasan dan informasi yang berbicara untuk mereka
sendiri. Kita sebaiknya tampak sebagai pemberi informasi yang tidak bias, dan hal ini dapat
Berkaitan dengan objektivitas, Mauch dan Park (2003:261) mengatakan bahwa penulis harus
objektif baik terhadap pekerjaannya maupun terhadap pekerjaan orang lain. Objetivitas,
menurut Mauch dan Park merupakan syarat dari bisa dipercaya atau tidaknya apa yang kita
tulis.
115
Berikut adalah contoh dari Johnson (2003:33-34) mengenai beberapa pernyataan yang dapat
dikatakan efektif dan kurang efektif dalam tulisan akademik berdasarkan objektivitasnya:
Pernyataan kurang efektif: In my opinion, the Wizard of Oz is the best movie ever made. I really like
the story line because it is so well developed. And who can forget all the
memorable characters? The music and dance numbers are fantastic and
help to produce an effect which I found very enjoyable (Johnson, 2003:33-
34 ).
Pernyataan lebih efektif: The Wizard of Oz is a classic movie. The story line is strong, the characters
are well developed, and the music and dance numbers add greatly to the
overall effect (Johnson, 2003:33-34).
Selain itu, Johnson (2003) juga menyarankan bahwa tulisan akademik juga harus
“Letter to the editor syndrome”: yang kadang-kadang dimulai dengan pernyataan yang
bersifat menghakimi dan kata-kata buzzword (kata baru yang mulai sering dipakai) secara
emosional. Gaya penulisan ini melemahkan argumen yang kita tulis dan hanya meyakinkan
mereka saja yang memang sudah yakin. “Those who agree with your position will continue
to agree, while those who have a different position will be put off” (2003:33). Contohnya:
Pernyataan yang kurang efektif: I really believe that congress should pass an amendment against the
disgusting act of burning the American flag. This outrageous
behaviour is an insult to our brave men and women who have died
for our great nation.
Pernyataan yang lebih efektif: Congress should pass an amendment against flag burning out of
respect for those who have died in the service of our country.
Pernyataan yang mengandung nilai atau Value Statements (Johnson, 2003:34). Dalam
keyakinan atau nilai yang dianut oleh penulis, pernyataan itu bisa dibuat lebih kuat dengan
menghilangkan “value words” seperti: must, should dan need to be. Pernyataan yang kita
116
buat akan lebih baik kalau kita hanya mengatakan gagasan dan mendukung gagasan itu.
Misalnya:
Pernyataan yang kurang efektif: Teachers really should use ability groups.
Pernyataan yang lebih efektif: Using ability groups helps teachers meet the needs of
the students.
Pernyataan yang lebih efektif: A study by Smith (1998) showed that students spend an
average of 10 minutes a day in authentic reading
experiences. Increasing this substantially will enhance
students‟ reading ability.
Pernyataan yang lebih efektif: Recognising other forms of intelligence will help
educators develop the full potential of all their students.
8. Memahami perbedaan bahasa lisan dan tulisan (Johnson, 2003: 38). Bahasa tulisan
berbeda dengan bahasa lisan dalam banyak hal. Bahasa tulisan, seperti dikatakan oleh
Tannen (1984; 2001); Halliday (1985b); Kress (1985, 1989); Eggins (1994), bersifat
permanen dan dengan salah satu hakekatnya itu, bahasa tulisan lebih elaborate dan lebih
tersusun. Menulis memungkinkan kita untuk menguji pikiran kita, sehingga tulisan kita
bisa diuji, dianalisis, dibentuk, dievaluasi, diedit, dipilih, dan disusun sebelum tulisan itu
diberikan. Sekali tulisan itu diberikan, maka pikiran kita akan beku sejalan dengan waktu.
Mengingat bahasa tulisan itu diperuntukkan bagi orang-orang yang mungkin jauh dengan
kita, baik dari segi jarak maupun dari segi waktu atau pemahamannya dengan apa yang
kita tulis, seperti dikatakan oleh Kress (1982,1985), maka penulis dituntut untuk menulis
117
dengan sejelas-jelasnya supaya pembaca bisa memahami tulisan kita. Hal ini, menurut
Bahasa lisan tidak permanen dan sering mengandung interaksi dengan manusia lainya.
Bahasa lisan mengandung kalimat yang pendek, kurang formal, dan tidak terorganisasi
dengan baik seperti bahasa tulisan. Kelebihan dari bahasa lisan adalah kita bisa melihat
audience, menilai reaksi mereka terhadap kata-kata yang kita ucapkan, dan membuat
penyesuaian dengan segera. Kelemahan dari bahasa lisan adalah bahwa bahasa itu
membuat kata-kata kita terbang di udara tanpa ada kesempatan untuk menguji atau
membetulkannya (Johnson, 2003:37). Selain itu, mengingat bahasa lisan itu dipakai
dengan orang-orang yang memiliki shared context dengan kita, maka kita tidak perlu
membuat pernyataan yang lengkap yang jelas karena karena lawan bicara sudah
memahami apa yang kita maksud. Hal ini membuat bahasa lisan tidak sesulit bahasa
Berkaitan dengan penggunaan “I” (Saya) dalam tesis atau disertasi, beberapa buku mengatakan
bahwa penggunaan “I” tidak dibenarkan, tetapi sekarang banyak penulis yang menggunakan “I”
dalam memaparkan tesis atau disertasinya (lihat Oliver, 2004; Brown, 2006). Menurut Rodrigues
dan Rodrigues (2003:146) mengenai hal ini sebaiknya ditanyakan kepada pembimbing, apakah
mereka suka atau tidak kalau kita menggunakan “I”. Namun demikian, menurut Rodrigues dan
Rodrigues, keputusan apakah kita menggunakan “I” atau kata ganti ketiga, seperti “penulis”
118
atau “the researcher” atau “the writer” harus dibuat sebelum kita mulai menulis draft
(2003:146).
Namun demikian, Kamler dan Thomson (2006:60-64) menjelaskan beberapa permasalahan yang
mungkin muncul kalau tesis atau disertasi menggunakan “I”. Di antaranya adalah bahwa
penggunaan “I” membuat penulis tidak bisa menciptakan “authoritative stance” dan penggunaan
“I” bisa “dengan mudah disalahgunakan atau digunakan terlalu banyak” (2006:61-62). Kamler
dan Thomson memberikan beberapa contoh tesis dan disertasi yang menggunakan “I” seperti
Another ethical issue is the question of what constitutes research. Whilst I may make efforts to restrict my
data to that which is gathered through formal means such as interviews, there is no doubt that my prior
knowledge of the participants through my daily work with them will impact upon the meaning that I make
of what they tell me. That I might be considered a peer rather than a superior could be seen to reduce the
likelihood that they will tell me what they think I want to hear. However, this does not prevent me from
interpreting what they tell me to fit with any hypotheses that I might have (Samantha, dikutip dalam
Kamler & Thomson, 2006:61).
Dalam cuplikan di atas, kita bisa melihat bahwa semua kalimat menggunakan I, my atau me.
Berkaitan dengan tulisan ini, dilaporkan oleh Kamler dan Thomson (2006) bahwa pembimbing
memberi komentar seperti ini: “You might refer to some literature here too. This is not just a
problem you have identified” (2006:61). Komentar ini, tambah Kamler dan Thomson
menyiratkan satu masalah bahwa penggunaan “I” oleh penulis, dalam hal ini Samantha, tidak
dilemanya dalam hal metodologi, tetapi cara dia menulis seolah-olah bahwa itu hanya
masalahnya saja (“my problem”). Menurut Kamler dan Thomson, tulisan Samantha tidak
menunjukkan adanya interaksi dengan komunitas dan wacana akademik lain, apa yang disebut
dengan metadiscourse oleh Fairclough (1995; 2003). Akibatnya, tambah Kamler dan Thomson,
tulisan ini menjadi naïf, menunjukkan peneliti masih belum berpengalaman, dan menulis
119
pengalamannya sebagai individu. Cara menulis yang tidak melibatkan adanya interaksi dengan
teks atau peneliti lain menghilangkan salah satu ciri teks akademik, yakni “ciri interaktif”
Contoh lain penggunaan “I” juga diberiklan oleh Kamler dan Thomson (2006:61) yang ditulis
(i) Deal and Peterson (1994) argue very succinctly that leadership itself is a paradox as it involves working
with so many participants. I could not agree more when I consider leadership in inclusive school.
(ii) To help us explore this concept a little further, I particularly like the following quotation: “Man‟s
capacity for justice makes democracy possible, but man‟s inclination to injustice makes democracy
necessary” (Niebuhr, 1994).
Dari contoh di atas, seperti dikatakan oleh Kamler dan Thomson (2006), mungkin kita bisa
melihat bahwa strategi penggunaan “I” berjalan dengan baik: “Ahli X mengatakan Y dan saya
setuju dengan apa yang dikatakannya.” Kata ganti “I” menunjukkan kehadiran peneliti doktoral
dan menunjukkan pendapatnya. Tetapi, menurut Kamler dan Thomson, apakah kita sebagai
pembaca perlu tahu? Atau apakah kita perlu tahu dengan cara ini? Kita bisa, misalnya
Niehbur‟s (1994) work is particularly useful to help explore this concept further.
Pernyataan di atas, tambah Kamler dan Thomson, tidak mengandung kata “I” dan hanya kata-
kata Niebuhr. Penulis menggunakan Niebuhr untuk menuliskan kasusnya dan menggunakan
frase evaluatif ”particularly useful” untuk menunjukkan opininya (lihat juga contoh Hyland,
2005 dan Hood, 2005 dalam buku yang berjudul Analysing Academic Writing).
Dari contoh-contoh di atas, bisa disimpulkan bahwa walaupun penggunaan “I” merupakan cara
yang langsung untuk menunjukkan kehadiran peneliti dalam teks yang ditulisnya, penggunaan
120
“I” bisa terlalu banyak dan salah menggunakannya dengan tanpa disadari oleh penulis.
Penggunaan “I” yang terlalu banyak bisa juga mengindikasikan bahwa peneliti lebih penting
Kesimpulan
Bab ini telah membahas beberapa hal berkaitan dengan tesis dan disertasi, termasuk definisi dan
beberapa strategi penulisannya. Telah dikemukakan dalam bab ini bahwa walaupun beberapa
penulis mengemukakan bahwa belum ada definisi yang pasti mengenai tesis dan disertasi,
definisi tesis dan disertasi yang dipakai dalam buku ini sesuai dengan konteks pendidikan di
Indonesia, yakni tesis adalah laporan penelitian yang dibuat oleh mahasiswa untuk mendapatkan
Bab ini juga telah memaparkan beberapa cara dan strategi penulisan pernyataan yang sangat
penting untuk diperhatikan. Di antaranya adalah memperhatikan pembaca, menulis dengan jelas
dan memperlihatkan kematangan dalam pernyataan sehingga pernyataan yang dibuat akan lebih
efektif, dan salah satu di antaranya adalah melalui penggunaan hedging untuk menghindari
pernyataan yang terlalu bombastis. Terakhir bab ini juga telah menekankan mengenai isu
penggunaan I atau “Saya” dalam menulis tesis dan disertasi. Walaupun penggunaan I semakin
banyak dipakai dalam laporan karya ilmiah, penulis seyogianya berhati-hati menggunakannya
karena tidak dalam setiap situasi penggunaan I bisa berdampak pada efektivitas pernyataan.
Selain itu, keputusan penggunaan I atau the writer atau the researcher atau “penulis” atau
“peneliti” sebaiknya dibuat sebelum mulai menulis supaya kita bisa konsisten dalam cara
121
BAB 6: STRUKTUR ORGANISASI TESIS DAN DISERTASI
Pendahuluan
Dalam Bab Lima telah dikatakan bahwa istilah tesis yang dipakai dalam buku ini mengacu pada
laporan penelitian yang ditulis oleh mahasiswa untuk mencapai gelar magister, sementara
disertasi untuk gelar doktor. Sintesis teori penulisan teks akademik, khususnya tesis dan disertasi
(Swales & Feak, 1994; Swetnam,2000; Thomas, 2000; Anderson & Poole; 2001; Evans &
Gruba, 2002; Hinkel, 2002; Murray, 2002; Glatthorn & Joyner, 2005; Pearce, 2005; Thody,
2006; Paltridge & Stairfield, 2007) mengindikasikan bahwa karya tulis ilmiah, khususnya tesis
dan disertasi dapat dinilai atau dianalisis berdasarkan struktur makro, yakni struktur organisasi
secara keseluruhan dan struktur mikro, yakni ciri-ciri linguistik secara rinci dari masing-masing
elemen itu.
Bab ini akan menggambarkan struktur organisasi yang biasa dipakai dalam menulis tesis dan
disertasi. Seperti dikatakan dalam beberapa bagian sebelumnya dari buku ini, struktur serta
penulisan tesis yang dipakai dalam buku ini berdasarkan format konvensional, yang berakar dari
laporan penelitian yang dibuat oleh para ilmuwan di bidang ilmu sains. Pembahasan akan
dimulai dengan fungsi struktur makro atau organisasi tesis, diikuti dengan penjelasan struktur
organisasi tesis, yang di dalamnya akan diperlihatkan bahwa dalam praktek penulisan tesis,
masing-masing penulis akan menerapkan struktur atau elemen-elemen yang ada dalam tesis
dengan cara yang berbeda, terutama dalam memaparkan kajian pustaka dan pemaparan serta
pembahasan data. Tesis atau disertasi pada umumnya memaparkan kajian pustaka dalam satu
122
bab, biasanya di bab dua. Namun demikian, sebagian tesis juga memaparkan kajian pustaka
dalam beberapa bab, seperti dalam tesis yang disebut dengan “topic-based” (Paltridge &
Stairfield, 2007). Selain itu, dalam pembahasan data, beberapa tesis memisahkan data dan
pembahasannya, tetapi dalam buku ini, seperti yang akan dibahas dalam Bab Sebelas buku ini,
diasumsikan bahwa data dan pembahasan data tidak dipisahkan, melainkan dipaparkan dalam
satu bab, yakni data yang dipaparkan langsung dianalisis, sesuai dengan teori yang dipakai.
Struktur makro, atau struktur generik, seperti dikatakan oleh Murray (2002:14) merupakan alat
untuk menulis dan berpikir. Murray mengatakan “The generic structure is a tool for writing and
thinking. As a template, it can help us answer the key questions for a thesis” (2002:14). Selain
itu, struktur organisasi yang baik, seperti dikatakan oleh Christie dan Dreyfus (2007) dan telah
disebutkan dalam pendahuluan dari buku ini, memberi kemudahan kepada pembaca untuk
Tesis atau disertasi pada dasarnya harus mengandung kajian pustaka yang relevan, deskripsi
mengenai apa yang telah dilakukan, apa hasilnya dan pembahasan hasil penelitian dan terakhir
kesimpulan dan saran untuk penelitian yang akan datang (Phillips & Pugh, 1994). Secara
kasarnya, tesis atau disertasi, menurut Phillips dan Pugh, terdiri dari beberapa bagian, yakni:
(hasil) dan Discussion (pembahasan dan interpretasi data), dan Conclusions (kesimpulan).
123
Senada dengan Phillip dan Pugh, penulis lain seperti Swales dan Feak (1994), Berkenkotter dan
Huckin (1995); Evans dan Gruba (2002); Hinkel (2002); Hyland (2002); Johnson (2003);
Roberts (2004), Pearce (2005); Paltridge dan Stairfield (2007) mengatakan bahwa tesis dapat
dinilai berdasarkan beberapa elemen utama seperti yang dikatakan oleh Phillips dan Pugh di atas
serta satu elemen yang biasanya disimpan di bagian awal tesis atau disertasi, yakni abstrak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paltridge (2005:98) dalam menganalisis tesis
Masters dan Ph.D di Melbourne University, dilihat dari strukturnya, sebenarnya ada empat jenis
Tiga jenis tesis pertama, menurut Paltridge (2005) merupakan variasi dari jenis tesis yang
mengandung bab pendahuluan dan seterusnya, seperti yang akan diterangkan di bawah ini,
sementara tesis topic-based biasanya diawali dengan pendahuluan, yang diikuti dengan bab-bab
Buku ini didasari oleh asumsi bahwa struktur tesis dan disertasi yang ditulis oleh mahasiswa
merupakan salah satu struktur dari variasi tiga jenis tesis pertama seperti yang dijelaskan oleh
Paltridge (2005). Masing-masing komponen serta signifikansi dan kontribusinya terhadap tesis
124
Komponen dalam tesis atau disertasi
Berikut ini merupakan komponen tesis atau disertasi secara umum yang ditulis dalam bahasa
Inggris, berdasarkan apa yang dipaparkan oleh beberapa penulis, seperti Swales dan Feak
(1994); Berkenkotter dan Huckin (1995); Swetnam, 2000; Evans dan Gruba (2002); Hinkel
(2002); Hyland (2002); Murray, 2002; Johnson (2003); Thomas, 2003; Roberts (2004), Pearce
(2005); Paltridge dan Stairfield (2007). Komponen itu adalah sebagai berikut:
1. Title page (Halaman Judul): terdiri dari judul, penulis, degree requirements (syarat untuk
memenuhi gelar apa, harus disebut) tahun, dan universitas kemana tesis diserahkan.
2. Declaration page (Halaman Deklarasi): halaman yang menyatakan bahwa tesis itu
orsinil.
pembimbing. Berkaitan dengan hal ini, di beberapa universitas halaman ini tidak
diperlukan, bahkan pembimbing pun tidak perlu menandatangani tesis yang dibuat oleh
mahasiswa bimbingannya.
4. Abstract (Abstrak)
8. Dedication page (Optional) (Halaman dedikasi): bersifat opsional, karena banyak tesis
dan disertasi yang tidak membuat halaman khusus untuk menyatakan tesis itu
didedikasikan kepada siapa, karena umumnya penulis mengatakan hal ini di ucapan
terima kasih. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan dalam cara menulis ucapan terima
125
9. Chapter One: Introduction (Pendahuluan)
10. Chapter Two: Review of the Literature (Kajian Pustaka) (berkaitan dengan review of the
literature, ada juga tesis yang memaparkan kajian pustaka dalam beberapa bab, tidak
hanya dalam satu bab, yang disebut dengan ”topic-based literature review” (Evans &
Gruba, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007). Hal ini akan dijelaskan dalam Bab Tujuh
12. Chapter Four: Results or Findings (Hasil dan Temuan Penelitian). Dalam beberapa tesis
atau disertasi bab yang memaparkan data dan pembahasan atau analisis data dipisah.
Tetapi dalam buku ini disarankan bahwa penulis memaparkan data dan sekaligus
dianalisis (Swales & Feak, 1994; 2004) untuk mempermudah pemahaman pembaca.
13. Chapter Five: Conclusions, Limitations of the Thesis and Implication for Further
Pnelitian Selanjutnya.
Isi dari tiap bab biasanya terdiri dari beberapa unsur, seperti terlihat dalam Tabel 6.1 berikut:
126
Chapter 2: Literature Review
General review of relevant literature: Review secara umum mengenai kajian pustaka yang
mendasari penelitian.
Specific topics directly relating to the issue under investigation (Topik spesifik yang langsung
berkaitan dengan isu yang diteliti)
How previous research suggests the study is important to do (bagaimana penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa penelitian yang dilaporkan dalam tesis atu disertasi perlu dilakuakan)
The gap in the research that the study will fill (Gap atau kekosongan dalam penelitian mengenai
isu yang diteliti yang diisi oleh penelitian yang dilaporkan)
Chapter 4: Results
The findings of the study, described under themes that emerged from the data, under the research
questions or under the data collection techniques that were used. (Temuan penelitian yang
dipaparkan berdasarkan tema yang muncul, atau berdasarkan pertanyaan penelitian, atau
berdasarkan metode pengambilan data)
Chapter 5:
Discussion and conclusions (Pembahasan dan Kesimpulan)
A restatement of the research problems (Pernyataan kembali masalah penelitian)
A restatement of results (Pernyataan kembali hasil penelitian)
Discussion of what was found in relation to previous research on the topic (Pembahasan apa yang
ditemukan sekaitanan dengan penelitian sebelumnya tentang topik yang diteliti).
Limitations of the study (Kelemahan penelitian)
Im plications for future research (Implikasi/ Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya)
Dari Tabel 6.1 di atas bisa dilihat bahwa struktur tesis yang diberikan berdasarkan format
tradisional yang sederhana (Paltridge & Stairfield, 2007) yang juga termasuk format
konvensional (Thody, 2006). Namun demikian, seperti dikatakan Paltridge dan Stairfield (2007)
ada pula tesis yang ditulis berdasarkan topik atau “‟topic-based” (Paltridge & Sytairfield,
2007:73-75) dimana tesis itu biasanya menyimpan atau memaparkan kajian pustaka tidak dalam
satu bab tetapi dalam beberapa bab dari tesis yang ada. Selain itu, tesis topic-based umumnya
127
tidak mempunyai bab yang khusus memaparkan metodologi atau temuan penelitian serta
Contoh struktur organisasi tesis atau disertasi topic-based dapat dilihat dalam Tabel 6.2 di bawah
ini:
Degree: MA
Study Area: Cultural studies
Title: Unworldly Places: Myth, Memory and the Pink and White Terraces
Chapter 1: Introduction
Diappearing wonders
Chapter 2: Plotting
Travels of Colonial science
Chapter 3: Sightseeing
Tophilic tourism
Site specifics
Painting the place and myth
Souveneering the site
Chapter 4: Astral Travel
Mnemonic tours in the new wonderland
Memory tours
The buried village: Embalmed history
Living out the past
Museumising the past: Sanctioned memory
Chapter 5: Postcript (Sumber, Paltridge, 2002:140, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 71)
Selain itu, dengan komponen yang hampir sama, Evans dan Gruba (2002:12), berdasarkan
struktur tesis yang biasa dipakai di bidang sains, seperti biologi, fisika dan juga bidang sosial,
Bagian 1: Pendahuluan
Dalam bab ini peneliti harus memperkenalkan penelitiannya, dimulai dengan mengatakan
masalah peenlitian, tujuan penelitian, pembatasan cakupan penelitian dan uraian singkat
128
mengenai apa yang akan ditulis di bab selanjutnya. Menurut Evans dan Gruba (2002), tiga
sampai lima (3-5) halaman sudah cukup untuk bab pendahuluan ini.
Bagian ini merupakan bagian yang diperlukan sebelum kita bisa mengatakan penelitian. Dalam
bagian ini kita akan memposisikan penelitian kita dalam apa yang telah terjadi sebelumnya,
penelitian apa yang sedang terjadi dan bagaimana penelitian dalam bidang yang kita kaji
dilakukan. Bagian ini mungkin diawali dengan uraian sejarah singkat. Kalau penelitian ini
dilakukan di lokasi khusus, kita akan perlu menulis sebuah bab yang menggambarkan
karakterisktik daerah itu. Bagian ini biasanya juga berisi tentang bab yang membahas teori
mutakhir atau praktek mutakhir. Kita mungkin memasukkan hasil penelitian atau survai yang
dilakukan untuk membantu kita merasa di dalam perjalanan menuju pembahasan permasalahan.
Bagian ini berisi tentang desain penelitian, survai atau tes atau uji hipotesa atau menjawab
pertanyaan penelitian yang dikembangkan dari bab pendahuluan. Kemudian sampailah pada
Bagian 4: Sintesis
Bagian sintesis mengembangkan kontribusi kita terhadap the state of knowledge dan pemahaman
tentang topik yang diteliti. Bagian ini biasanya berisi tentang pembahasan dimana kita menguji
data yang kita peroleh, dikaitkan dengan pernyataan sebelumnya mengenai subjek seperti yang
129
digambarkan dalam kajian pustaka. Hal ini bisa mengarah pada pengembangan teori baru. Kalau
kita telah membangun sebuah model, bagian ini akan berisi tentang evaluasi model, untuk
melihat apakah yang kita harapkan itu muncul atau cukup. Akhirnya kita akan menarik
kesimpulan dari berbagai pembahasan ini. Hal ini, tentu harus muncul secara langsung dari
pembahasan atau evaluasi. Kesimpulan juga harus berkorespondensi dengan tujuan penelitian
seperti yang dinyatakan dalam bagian pertama. Struktur tesis atau disertasi yang digambarkan
oleh Evans dan Gruba (2002) dapat dilihat dalam Gambar 6.1.
Contoh-contoh struktur tesis atu disertasi di atas menunjukkan bahwa walaupun memakai format
standar, atau apa yang disebut dengan standar konvensional (Thody, 2006), seperti yang
dijelaskan di bagian sebelumnya dari buku ini, cara memaparkannya mungkin berbeda antara
satu penulis dengan penulis lain atau antara satu jurusan dengan jurusan lain, walaupun dalam
bagian sebelumnya dari buku ini, menulis tesis atu disertasi, walaupun memakai standar dan
mengutamakan rasionalitas dan ojektivitas, unsur kreativitas juga memainkan peranan sejak awal
penelitian, seperti dikatakan oleh Evans dan Gruba (2002); Rhedding-Jones, (2005); Kamler dan
Introduction
Problem Statement
Aim and Scope
Thesis Overview
130
Current Practice
Synthesis
Discussion
Conclusions
Gambar 6.1 Struktur Tesis atau Disertasi dalam Ilmu Fisika, Biologi dan Sosial
(dikutip dari Evans & Gruba , 2002: 13)
Ada beberapa perbedaan tentang penekanan apa yang harus ditulis dalam setiap bab dari tesis
atau disertasi (lihat Johnson, 2003; Murray, 2002; Evans & Gruba, 2002; Glatthorn & Joyner,
2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dalam menganailsa tesis yang dibuat oleh
mahasiswa program pascasarjana, ada perbedaan dalam menyimpan tujuan dan pertanyaan
penelitian dalam beberapa laporan penelitian atau tesis. Sebagian tesis menyimpan tujuan dan
pertanayaan penelitian di bab satu seperti contoh di atas, tetapi ada juga yang di bab tiga, seperti
yang ditulis oleh penulis dalam disertasinya (Emilia, 2005). Tetapi ada juga tesis yang menulis
tujuan dan pertanyaan penelitian dua kali, di bab satu dan di bab tiga. Menurut Calabrese (2006)
Namun demikian, penulis buku mengenai penulisan tesis dan disertasi umumnya menyarankan
agar penulis tesis atau disertasi memaparkan pertanyaan penelitian hanya satu kali saja. Mereka
umumnya menyarankan bahwa pertanyaan penelitian itu dinyatakan di bab satu. Menurut
penulis, research questions atau pertanyaan penelitian ditulis di satu bab saja, di bab satu atau
bab tiga. Namun, berdasarkan pengalaman penulis, lebih baik pertanyaan penelitian ditulis di
131
bab tiga yang biasanya membahas metode penelitian. Alasannya adalah bahwa metodologi yang
dipakai sebenarnya untuk menjawab pertanyaan penelitian. Jadi kalau pertanyaannya ada di bab
itu, maka pembaca akan dengan mudah melihat apakah metodologi cocok dengan pertanyaan
penelitian yang diformulasikan. Di bab satu cukup dikatakan tujuan penelitian saja.
Tujuan dan pertanyaan penelitian sebenarnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan
menjadi dasar dari setiap pembahasan yang dipaparkan dalam setiap bab yang ada dalam tesis
atau disertasi. Selain itu, dalam bab tiga, biasanya partisipan dan seting penelitian ditulis di awal
ketimbang ditulis di bagian akhir dari bab tiga untuk memberi informasi kepada pembaca secepat
Berkaitan dengan temuan penelitian, yang biasanya dipaparkan setelah Bab metodologi, dan
biasanya ditempatkan di dalam Bab Empat dalam tesis atau disertasi, harus diperhatikan bahwa
data biasanya dipaparkan berdasarkan research questions atau berdasarkan data collection
technique yang dipakai (Rudestam & Newton, 1992; Thomas, 2000; Paltridge & Stairfield,
2007). Menurut penulis, lebih baik data dipaparkan berdasarkan data collection tehcnique
(teknik pengumpulan data) yang dipakai, kemudian dalam setiap teknik pengumpulan data setiap
pertanyaan penelitian dibahas atau dijawab dengan data yang ada (lihat penjelasan Moriarti,
1997 mengenai cara membahas data, seperti yang akan dipaparkan dalam Bab Sebelas dalam
buku ini tentang pembahasan data). Dengan cara ini, nanti akan tampak jelas bagaimana
triangulasi data menuntun peneliti kepada kesimpulan penelitian yang lebih akurat dan valid
132
Berdasarkan observasi penulis dalam menguji tesis, dan berdasarkan temuan penelitian yang
telah dilakukan oleh penulis dalam menganalisis tesis mahasiswa S2, banyak mahasiswa yang
memaparkan data berdasarkan pertanyaan penelitian. Tetapi kemudian mereka hanya menjawab
pertanyaan penelitian itu berdasarkan salah satu sumber data saja. Kita harus memahami bahwa
pertanyaan penelitian yang dibuat dalam satu penelitian itu harus berkaitan satu dengan yang
lain, dan kalau data dikumpulkan dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data, maka
setiap pertanyaan penelitian dijawab dengan semua data yang diperoleh dari semua teknik
pengumpulan data, mengingat semua pertanyaan yang mengenai satu topik penelitian pasti
berhubungan.
Dengan demikian, kita harus dapat menjelaskan apakah data yang diperoleh dari satu sumber
mendukung data dari sumber lain. Kalau ada perbedaan berarti sebaiknya dikatakan bahwa
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui atau meneliti lebih jelas tentang perbedaan
itu. Kemudian ini merupakan salah satu rekomendasi yang bisa dipakai dalam bab kesimpulan
dan rekomendasi atau implications for future research di bab terakhir. Perlu diingat bahwa:
Rekomendasi, seperti dikatakan oleh Emerson, dkk (2007, lihat juga Evans & Gruba, 2002) tidak
bisa “out of the blue”. Dia harus muncul dalam bab-bab sebelumnya, khususnya bab
pembahasan atau discussion of results. Selain itu, ketika kita menemukan gap antara data yang
satu dengan data yang lain, mungkin kita bisa melihat apakah hal itu muncul karena kelemahan
proses pengambilan data, dan hal ini harus disebutkan secara eksplisit dan dengan demikian, hal
ini merupakan salah satu poin yang harus disebut dalam kelemahan penelitian di bab
kesimpulan.
133
Ketika membahas data berdasarkan teknik pengumpulan data, misalnya kalau data diambil dari
observasi, wawancara dan analisis dokumen, dan pertanyaan penelitian ada 3, yakni pertanyaan
penelitian 1,2.3, maka pembahasan data menurut teknik pengumpulan data bisa digambarkan
dalam tabel berikut (lihat juha saran dari Sternberg, 1988, yang akan dipaparkan di Bab 11
Ketika membahas data dari masing-masing sumber, kalau ada persamaan dengan data yang lain
This, as the data from (interviews or text analysis or … ) … will reveal …atau
This is supported by the data from … that ... .
Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa penulis melakukan apa yang dinamakan dengan
triangulasi, yang dapat menuntun penulis pada kesimpulan yang lebih akurat dan valid.
Salah satu ciri umum teks akademik yang panjang seperti tesis atau disertasi adalah adanya
linking sections yang digunakan untuk menghubungkan satu bagian atau bab dengan bagian atau
bab lainnya. Hal ini sering dilakukan dengan penggunaan “metatext” (Paltridge & Stairfield,
2007:77; lihat juga saran dari Glatthorn & Joyner, 2005) yakni “text that talks about texts” atau
teks yang membicarakan teks. Dengan menggunakan sub-headings atau “verbal signals”
134
(Glatthorn & Joyner, 2005:140), organisasi tulisan menjadi jelas bagi pembaca. Penggunaan
heading yang tepat akan membantu pembaca menelusuri pola organisasi tulisan kita.
Linking device sangat bermanfaat bagi teks yang panjang seperti tesis atau disertasi mengingat
pembaca akan sangat jarang dapat membacanya dalam satu waktu (Clare, 2003: 29). Linking
text, tambah Clare, memungkinkan pembaca untuk browsing through tesis dan dengan
demikian, paragraf yang bersifat informatif di awal dan di akhir tiap bab atau bagian tesis yang
panjang merupakan satu keharusan (2003:29, lihat juga penjelasan Glatthorn & Joyner, 2005).
Berkaitan dengan panjang dari linking text, termasuk pendahuluan atau kesimpulan dari setiap
bab, sebagain penulis, seperti Johnson (2003: 51) mengatakan bahwa paragraf pendahuluan ini
biasanya cukup dua atau tiga kalimat saja, dan kalimat terakhir berisi seriation tentang apa yang
A short introductory paragraph at the beginning gives the reader a preview and provides a sense of structure. This
introductory paragraph is usually no more that three sentences. The last sentence of this paragraph uses some form of
seriation to indicate the sections of the paper. … Each of the ideas in the last sentence is used to create a heading for
each section of the paper. The advantage of headings is that they create a visual sense of organization and help the
reader transition from one section to another.
Paragraf pendahuluan, seperti dikatakan oleh Johnson (2003:51), “should be just enough to give
the reader a sense of what the paper is about and describe the specific points to be discussed”.
Johnson memberikan contoh paragraf pendahuluan yang ditulis oleh para mahasiswa di atas
menggunakan seriasi (seriation) untuk menjelaskan struktur teks yang akan dibahas. Menurut
Johnson (2003, p. 51), ada beberapa manfaat dari penggunaan seriation seperti ini dalam
Having a sense of the structure, the reader is able to see how parts are related to the whole and thus,
comprehension is increased.
It helps to create a smooth transition between chapters or sections, and
135
It forces you to find and use structure in your writing (Johnson, 2003 :51).
Namun demikian, penulis lain seperti Evans dan Gruba (2002, lihat juga Murray, 2002:109)
mengatakan bahwa paragraf pendahuluan yang paling baik adalah yang dikategorikan sebagai
reviu (lihat penjelasan di bawah), yakni pendahuluan yang mengacu ke bagian tesis yang sudah
dibahas, kemudian membahas apa yang akan dibahas dalam bagian atau bab itu. Evans dan
Gruba (2002) menegaskan bahwa pendahuluan formal sebaiknya terdiri dari tiga paragraf,
Paragraf 1: Mencipkatan hubungan dengan bagian tesis yang sudah terlebih dahulu dibahas, khususnya bab
sebelumnya, untuk membuat mengapa perlu bab itu, apakah bab yang akan kita tulis itu
berkontribusi kepada alur logis dari tesis secara keseluruhan.
Paragraf 2: Mengatakan tujuan dari bab yang akan ditulis, apa fungsinya dalam tesis.
Pargarf 3: Menerangkan bagaimana anda mencapai tujuan ini. Paragraf ketiga ini sering mempunyai
format „table of contents‟ (atau berbetuk “seriation”, kalau memakai istilah Johnson, 2003)
yang dianggap oleh kebanyakan penulis sebagai pendahuluan. Tetapi, bagian ini hanya
merupakan salah satu bagian dari pendahuluan, dan tanpa adanya bagian pertama dan kedua
dari pendahuluan itu, pembaca akan bersusah payah untuk memahami arah tulisan kita (Evans
& Gruba, 2002:28).
Tentang pendahuluan yang hanya berisi “table of contents” saja, Evans dan Gruba (2005:28)
berpendapat bahwa paragraf pendahuluan seperti itu kurang membantu pembaca. Evans & Gruba
mengatakan:
Incidentally, writers sometimes literally give it as a table of contents. This is far from helpful ,the reader
needs to know not only what you will be dealing with in the chapter, but also the logical connection
between the various sections (Evans & Gruba, 2002:28).
Untuk itu, paragraf pendahuluan bisa juga lebih panjang, tidak hanya berisi seriasi tentang apa
yang akan dipaparkan dalam bagian atau bab itu. Berdasarkan pengalaman penulis dalam
menulis tesis dan disertasi, di dalam bagian pendahuluan penulis sebaiknya menyebutkan
argumen apa yang akan dipaparkannya dalam bagian itu, terutama dalam pendahuluan untuk
setiap bab. Semakin panjang tesis, atau bab yang ditulis, bisa semakin panjang pula
136
pendahuluannya (lihat contoh pendahuluan atau kesimpulan dari bab yang ada dalam disertasi
yang ditulis oleh penulis, Emilia, 2005 dalam uraian selanjutnya dari bab ini).
menulis pendahuluan, dalam hal ini pargaraf pendahuluan, juga merupakan salah satu cara untuk
mengetahui apa yang ingin kita katakan dalam seksi atau bagian dari tulisan kita, apa isi yang
ingin kita tulis. Dengan menulis beberapa kalimat, tambah Murray, kita bisa terdorong untuk
membuat keputusan. Menulis paragraf pendahuluan, menurut Murray, juga dapat membantu
memutuskan komitmen terhadap salah satu topik - untuk salah satu bagian dari tesis yang ditulis
Paragraf pendahuluan, menurut Murray (2002:156) terdiri dari tiga elemen utama, yakni, 1)
Mengidentifikasi gagasan utama (main points); 2) mendefinisikan tujuan dari bagian yang akan
ditulis, dan 3) mendefiniskan isi dari bagian itu. Berikut adalah contoh beberapa gaya cara
penulisan kalimat pertama bagian pendahuluan bab atau sub-bab dalam tesis seperti yang
Introduction
Write a sentence defning the main purpose of the chapter
Kalau kita belum bisa menulis pendahuluan, menurut Murray (2002:156), berarti kita belum tahu
persis tentang isi dari bab atau bagian yang akan ditulis, dan kita belum menguasai isi dari apa
137
yang akan ditulis. Dengan demikian, tambah Murray, kita masih harus menghabiskan waktu
lebih lama lagi dan kembali ke tahap sebelum menulis draft, yakni tahap prewriting (seperti yang
telah dijelaskan di bab sebelumnya dari buku ini). Kalau tidak demikian, tegas Murray, maka
kita akan tersesat dengan cepat, kalau belum tahu topik yang akan dibahas. Kembali ke free
writing, jelas Murray, mungkin akan bisa membantu kita menemukan esensi dari apa yang akan
Murray juga menyarankan beberapa prompts untuk memulai menulis sebuah section dalam tesis,
seperti berikut:
Pendahuluan yang mencakup hal-hal seperti ini tidak hanya berfungsi sebagai bantuan bagi
pembaca, tetapi juga merupakan bantuan bagi kita sebagai penulis, seperti yang dikatakan oleh
Murray (2002:157) bahwa “Writing the introduction helps you to work out exactly – and
Berikut adalah contoh metatext atau paragraf pendahuluan yang dibuat dalam bab pendahuluan
sebuah tesis yang berupaya untuk menganalisis karya tulis ilmiah (scientific writing). Bisa dilihat
This chapter has presented the background to the study which will be described in the chapters that
follow.It has examined the concepts of genre and English for Specific Purposes as well as described and
provided examples of a number of approaches to genre analysis. It has also provided arguments in support
of the concepts of genre as an organizing principle for language program development. It has outlined the
purpose and design of the study, including a brief discussion of the process of selection and analysis of the
texts used. The chapter which follows will present the theoretical framework for the study (dikutip dari
Paltridge and Stairfield, 2007:78).
138
Contoh lain yang diambil dari Glatthorn dan Joyner (2005:140) bisa dilihat dalam cuplikan
berikut dari bab dua tesis yang ditulis oleh salah seorang mahasiswanya.
B. Requests
C. Diversions
II. Frequency
A. By subject
B. B. By Grade level
1. Elementary
2. Middle
3. High
Contoh tulisannya:
This chapter will review the literature on student questions, as a means of providing an intellectual
background for the present study. The chapter organises the review by examining the students relating to
four aspects of student questions: types of student questions, frequency of questions, teacher strategies to
elicit questions, and effects of student questions.
Researchers have categorised student questions in terms of three purposes: to acomplish the task, to
make a request, and to divert the teacher from the task.
Students ask questions to enable them to accomplish the assigned task. Task-oriented questions tend to be
of three types: Questions of clarification. Most of the task-related questions involve questions of
clarification. Reeves (1987) found that elementraty students asked such questions more often than
secondary students …
(Dikutip dari Galtthorn dan Joyner, 2005:141).
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa setiap elemen atau bagian dari apa yang ditulis itu
mempunyai apa yang disebut dengan “Macro Theme” dalam systemic functional grmmar
(Martin, 1992; Martin & Rose, 2003), yakni kalimat atau beberapa kalimat yang berfungsi untuk
139
membuat text “move forward” (Martin, 1992) sehingga pembaca akan bisa memprediksi
bagaimana teks itu akan membentang kalau dibeberkan. Keberadaan macro-Theme menunjukkan
pemahaman penulis dan kemampuan menulis yang sangat bagus (Martin, 1992; Eggins, 1994;
Martin & Rose, 2003) dan menunjukkan bahwa tulisan itu direncanakan (Eggins, 1994).
seperti di atas (yang dicetak tebal: Researchers have categorised student questions in terms of
three purposes: to acomplish the task, to make a request, and to divert the teacher from the task,
Contoh lain adalah metatext yang ada dalam tesis yang ditulis oleh penulis dalam menyelesaikan
program S3 dan ditulis di akhir Bab 2, tentang kajian pustaka. Tesis yang ditulis berkenaan
approach) yang disintesis dengan classroom practices atau strategi mengajar seperti yang
disarankan oleh critical thinking (CT), critical literacy (CL) dan critical pedagogy (CP)
This chapter has provided a theoretical background of the study including a detail delineation of
theories of CT, CP, CL and SFL. It has been demonstrated that despite the distinctiveness of each
theory reviewed, aspects of these four theories emphasised in this study are interrelated and
complementary. Aspects of the theories reviewed in this chapter are also relevant to the priorities
of education in Indonesia, such as to fulfill the necessity of the development of critical capacity,
the urgency of the implementation of interactive pedagogy, and the promotion of democracy in the
classroom through the teaching of writing and reading skills in the EFL context in particular, and
across the curriculum subjects in all levels of education in general.
It has also been argued that there is a potential complementation across the four areas of theories
reviewed and therefore a synthesis of the principles in each theory is possible and desirable. One
important object of this study was to test the complementary nature of the four different areas of
theory in designing and implementing an English academic writing program at a tertiary level in
Indonesia.
The forthcoming chapters will explain how the study was designed and implemented and the
nature of the findings. Chapter 3 will thus outline aspects of the methodology used, while later
chapters will develop analyses of the results (Emilia, 2005:72).
140
Metatext juga mungkin dipakai untuk menghubungkan satu bagian atau sub-heading dengan sub-
heading lainnya dalam satu bab. Berikut merupakan contoh metatext dari bab tiga dalam disertasi
This section has presented a brief discussion of methodology-related aspects of the study, including
purpose of the study and research question, research design, setting, participants, data collections and
analyses. Procedural details of data collections, and to some extent data analyses in particular, as
mentioned above, will be provided in Chapter 4. The subsequent section will provide an account of SFG
(Systemic Functional Grammar), which was a tool for students‟ texts analyses (Emilia, 2005: 86).
Berkaitan dengan metatext, Bunton (1999), dalam Paltridge dan Stairfield (2007:78-79)
mengelompokkan cara mengorganisasi teks dalam tiga cara, yakni: Previews, overviews dan
Reviews.
Preview: mengantisipasi apa yang akan dibahas dalam teks dan bisa meringkas atau mengacu
pada tahap selanjutnya dari teks yang akan ditulis. Sebuah preview mungkin bisa mengacu pada
tesis, pada bab, bagian atau paragraf atau kalimat secara keseluruhan. Contoh preview yang
mengacu pada sebuah bab yang kan muncul dalam tesis adalah: “The chapter which follows will
Overview bisa melihat ke dua arah, ke belakang maupun ke depan dalam teks. Overview bisa
juga mengacu pada apa yang sedang ditulis atau pada bab yang sedang ditulis, secara
keseluruhan. Overview bisa mengacu pada keseluruhan bab, atau bagian dari teks. Contoh
overview:
The purpose of this chaper has been to test the findings of the first stage of the study as well as submit texts
analysed in the first stage of the study to a contrasting analytic perspective. It has also presented an
analysis of a number of specific purpose texts as a demonstration of how the framework described in
Chapter 4 can be applied to provide an explanation of genre assignment. This chapter has also investigated
the relationship between frames and language. Finally it has reached a number of conclusions based on
this further stage of the study (Paltridge & Stairfield, 2007:78).
141
Selain itu, Review melihat ke belakang, mengulang, meringkas atau mengacu pada bagian yang
The previous chapter of this study described the background to the study, including reference to other
research in legal settings. It also described the aspects of conversation analysis which will be drawn on for
this study. Those aspects of investigation, further, were placed within an ethnomethodological framework.
The chapter also described the focus of the research and its conceptual framework. Finally, it defined the
scope, design, and limitations of the study and the concepts and terminology employed.
This chapter presents information relating to the method of data clollections and analysis of that data. It
described the physical setting of the interactions, the participants in the interactions, and further,m the
purpose of the interaction (Paltridge &Stairfield, 2007:79).
Berkaitan dengan paragraf pendahuluan ini, beberapa penulis mungkin menganggap ini terlalu
formal dan banyak penulis yang mampu menulis pendahuluan dan kesimpulan tanpa menulis
paragraf pendahuluan secara formal (Evans & Gruba, 2002:28). Namun demikian, menurut
Evans dan Gruba, hal ini tidak berarti kita bisa terlepas dari pendahuluan dan kesimpulan dari
masing-masing bab, tetapi para penulis itu melakukannya dengan cara yang kurang formal dan
kurang jelas. Kebanyakan dari kita, kata Evans dan Gruba, tidak mempunyai keterampilan itu,
dan dengan demikian, sebaiknya kita menulis pendahuluan dan kesimpulan yang formal untuk
setiap bab. Contoh pendahuluan dari bab Pendahuluan dari sebuah tesis dapat dilihat dalam
Tabel 6.3.
One of the more important observationbs of Chapter 2 was that privatisation is spreading worldwide, both
in developed and developing countries, as an alleged response to the problem of delivery of housing
(including infrastructure in large cities. Therefore, it is likely to be prominent in any proposal for
improving housing delivery in developing countries. For this reason it is important to understand what
privatisation is, and why and how it is being applied to urban housing.
Section 3.1 defines privatisation. It then discusses the reason why governments are turning to it, and
examines how it is being used and what affects it has had. Section 3.2 reviews its application to the housing
sector. Section 3.3 examines the implications of these applications for housing delivery in developing
countries.
142
Pendahuluan dari Bab empat yang berjudul “Government Intervention and Recycling” dari Tesis yang
berjudul “Recycling Policy in Australia” oleh Gina Hanson.
It was suggested in Chapter three that government intervention aimed at encouraging manufacturers to
use more reprocessed material when manufacturing product „B‟ may be required to increase the quantity
of material flowing through the recycling system[in Chapter three she has distinguished product A, which
the consumenr knows contains recycles material, from product B where the consumer does not know this].
Governments have already significantly intervened in recycling markets, for example by imposing
voluntary targets and waste pricing. However, as government intervention involves interference with
normal market processes it should be undertaken with caution and with understanding of resultant
economic outcomes.
This chapter examines different types of government intervention that have been used to increase recycling
levels in order to determine which types of intervention are likely to work, and which types might be
justifiable. To assist in this, some relevant microeconomic theory relating to market failure will first be
reviewed. This theory will then be used to examine existing and proposed policies.
(Sumber: Evans & Gruba, 2002:29-30).
This chapter describes the research methodology, methods, and materials for this study. It provides a
comparison of the two research sites selected and rationale for their selection. The use of symbloc
interaction to study leadership is included, as well as a description of the methods used to collect and
analyse data. The application of backward mapping to this study is explained (Gohn, 2004:28, dikutip oleh
Calabrese, 2006:38).
Setelah pendahuluan maka muncul isi dari tiap bab atau sub-bab. Isi serta strukturnya akan
tergantung pada jenis bab serta jenis penelitian yang dilaporkan. Namun demikian, isi bab atau
sub-bab harus mengalir secara logis mulai dari tujuan, seperti yang disebutkan dalam
Selain dari pendahuluan, setiap bab dalam tesis atau disertasi harus pula mengandung
kesimpulan (Evans & Gruba, 2002:31). Pembaca perlu berbagi dengan penulis tentang
pemahaman dari apa yang telah dicapai, apa yang dicapai sekarang dan apa yang belum
dikatakan dalam pendahuluan. Kesimpulan harus relevan dengan tujuan dari bab yang dikatakan
di pendahuluan. Bab yang terutama harus mempunyai kesimpulan yang kuat adalah bab
mengenai teori, mengenai metodologi, laporan tentang hasil penelitian, dan pembahasan data
143
(dan kesimpulan dari pembahasan mungkin merupakan kesimpulan dari tesis secara
keseluruhan).
Mahasiswa, seperti dikatakan oleh Evans dan Gruba (2002) sering mengalami kesulitan dalam
menulis kesimpulan dari bab yang sudah ditulisnya. Mereka cenderung menulis summary atau
ringkasan dari apa yang ada dalam bab itu. Ringkasan mengatakan apa yang ditemukan,
sedangkan kesimpulan mengatakan signifikansi dan implikasi dari apa yang ditemukan” (Evans
& Gruba, 2002:31). Kesimpulan harus relevan dengan tujuan dari bab yang dikatakan dalam
pendahuluan, sementara ringkasan hanya potted version dari apa yang ada dalam bab itu. Tabel
6.4 memuat contoh kesimpulan dari Bab 4 tesis yang ditulis oleh Gina Hanson, yang
Kesimpulan dari Bab Empat yang berjudul “Government Intervention and Recycling”
dari Tesis yang berjudul “Recycling Policy in Australia” oleh Gina Hanson.
The economic theory considered here can in principle demonstrate that it is possible to determne a level of
recycling which is most efficient for product B [the consumer is not aware that type B products contain
recycled material]. There are also different types of government intervention which can assist in achieving
this level when the market fails to do so. Howver, a review of government intervention practices indicates
that governments are presently implementing intervention policies to achieve levels of recycling that may
not be economically or commercially optimal. The application of intervention policy to various recycling
cases indicates that governments have not recognised the important difference between type A and type B
products and the different types of policy required to increase the recycling levels for these two types of
product.
Economics such as Pearce and Tietenberg appear to have failed to recognise that their economic models
and theories apply only to the situation of manufacturing products from substitutable reprocessed (type B)
material. Confusion has resulted when these findings have been applied to community collection programs
and the manufactur of products from unsubstitutable reprocessed [type A] materials.
Therefore, it would seem that Australian governments have so far not pursued the achievement of a socially
optimal level of recycling as defined in microeconomic theory. Since government policy is not driven by
financial or economic considerations, evidently it must be driven by other forces. (Sumber: Evans &
Gruba, 2002:32).
Contoh lain dari kesimpulan sebuah bab bisa dilihat dalam Tabel 6.5, diambil dari Bab Dua yang
merupakan kajian pustaka dari disertasi yang ditulis oleh penulis (Emilia, 2005) mengenai
144
aplikasi pendekatan genre-based dalam mengajar academic writing yang disintesa dengan
prakter pengajaran seperti yang disarankan oleh “the critical thinking movement, critical literacy
This chapter has provided a theoretical background of the study including a detail delineation of theories
of CT, CP, CL and SFL. It has been demonstrated that despite the distinctiveness of each theory reviewed,
aspects of these four theories emphasised in this study are interrelated and complementary. Aspects of the
theories reviewed in this chapter are also relevant to the priorities of education in Indonesia, such as to
fulfill the necessity of the development of critical capacity, the urgency of the implementation of interactive
pedagogy, and the promotion of democracy in the classroom through the teaching of writing and reading
skills in the EFL context in particular, and across the curriculum subjects in all levels of education in
general.
It has also been argued that there is a potential complementation across the four areas of theories reviewed
and therefore a synthesis of the principles in each theory is possible and desirable. One important object of
this study was to test the complementary nature of the four different areas of theory in designing and
implementing an English academic writing program at a tertiary level in Indonesia.
The forthcoming chapters will explain how the study was designed and implemented and the nature of the
findings. Chapter 3 will thus outline aspects of the methodology used, while later chapters will develop
analyses of the results (Emilia, 2005).
Contoh lain kesimpulan bab bisa dilihat dalam Tabel 6.6 yang diambil dari kesimpulan Bab 4,
yang merupakan bagian dari pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian dari tesis yang
Tabel 6.6 memuat contoh kesimpulan dari Bab 4 yang membahas data dari salah satu teknik
pengumpulan data yakni program pengajaran yang dilakukan penulis. Mengingat bab itu
memaparkan tentang program pengajaran dilakukan, maka penulis juga memberikan ringkasan
mengenai apa yang dilakukan dalam program itu, termasuk tahapan-tahapan pengajaran seperti
Tabel 6.6. Contoh kesimpulan dari Bab 4 tesis yang membahas data dari salah satu teknik pengumpulan data
(Emilia, 2005)
145
.4. Conclusion
This chapter has presented the teaching program conducted in this study. It has illustrated activities prior to and
throughout the teaching program, in which attempts were made to promote students‟ argumentative writing skills and
critical capacities. These, as mentioned earlier, are of essential importance in the current EFL teaching in particular
and across the curriculum in Indonesian education in general. The teaching program can be summarized in Table 4.1
below, from which it can be noted that the stages involved in teaching cycles one and two are not the same. This
suggests that the GBA is not a lockstep (Callaghan and Rothery, 1988) and its application in the classroom is not
linear. The GBA can start from any stage, depending on the students‟ need and capacity. There is not one way of doing
it.
Furthermore, from the description in the previous sections, it can also be seen that the students seemed to have gained
some development in writing skills and critical capacities concerned with in this study, as evidenced in the findings in
this chapter, Chapters 5 and 6 (text analysis and interview data respectively). From a CT perspective, this supports the
findings from previous research conducted by Excley (2002) about Indonesian students‟ CT (see also Canagarajah,
2002 and Kumaradivelu, 2003 about Asian students‟ CT) and this gives hope that CT can be taught to Indonesian
students. The findings in this chapter also show the necessity of cultural background knowledge about a text to help
students think and read critically about the text.
146
learning experience and CT which was still developing, it follows that continuous and longer implementation of the
GBA in various contexts in Indonesia, and longer teaching of CT across the subjects should be conducted, as will be
indicated in Chapters 6 and 7.
Selain dari kesimpulan yang harus ditulis untuk setiap bab, tiap sub-bagian dari setiap bab
mungkin juga sangat panjang dan dengan demikian, penulis juga sebaiknya memberikan
ringkasan yang pendek. Berikut adalah contoh ringkasan dari setiap bagian yang ada dalam
setiap bab, juga diambil dari disertasi yang ditulis oleh penulis (Emilia, 2005), khususnya bagian
mengenai salah satu tahap dalam program pengajaran yang diaplikasikan dalam penelitian.
This section has described various activities prior to the teaching program. It has been argued that two key
principles of CP adopted in this study (the classroom as a democratic public sphere and dialogic
education), which are deemed relevant to the development of the current Indonesian education, as
discussed in Chapter 1, Section 1.5, had been applied prior to the teaching program. These were reflected,
among others, in the nature of students‟ participation in this study, which was voluntary-based, and the
joint decision on the topic discussed. Finally, the diagnostic writing and questionnaire constituted the basis
for assessment of students‟ needs in their learning in the teaching program which will be illustrated below
(Emilia, 2005:).
Kesimpulan
Bab ini telah memaparkan struktur organisasi tesis atau disertasi, termasuk fungsi struktur
organisasi serta elemen-elemen yang ada biasanya ada dalam tesis atau disertasi. Bab ini telah
menekankan bahwa struktur organisasi merupakan alat berpikir, tidak hanya mempermudah
pembaca membaca tulisan kita, tetapi juga mempermudah penulis mengungkapkan pikirannya.
Selain dari elemen utama tesis dan disertasi, untuk membuat tesis atau disertasi itu mudah dibaca
dan gagasan yang dikemukakan mengalir dengan lancar, maka diperlukan satu bagian tesis yang
disebut dengan metatext atau linking texts. Linking text ini tidak perlu banyak tetapi berperan
penting dalam menghubungkan satu bab atau bagian dengan bagian lain. Linking text bisa
pendahuluan dalam awal bab seperti yang dipakai dalam setiap bab dari buku ini, bisa juga
147
kesimpulan di akhir setiap pembahasan untuk memberikan petunjuk kepada pembaca tentang apa
yang dibahas sebelumnya dan memberi tanda tentang apa yang akan dibahas dalam bab atau
bagian selanjutnya. Penulis tesis atau disertasi sebaiknya sadar bahwa tesis atau disertasi yang
tebal mungkin tidak bisa dibaca dalam satu kali. Dengan demikian, pemberian linking text seperti
Bab ini juga telah memperlihatkan bahwa walaupun sebagian penulis menganggap pendahuluan
atau linking text untuk setiap bab atau bagian bab cukup dalam seriasi atau jenis table of content,
ada baiknya kalau linking text membahas apa yang telah dibahas sebelumnya dan yang dibahas
dalam bab atau bagian itu. Dalam linking teks yang ditulis di akhir pembahasan, selain
mengatakan apa yang telah dibahas, penulis sebaiknya menyebutkan apa yang akan dibahas
dalam bagian atau bab selanjutnya untuk memudahkan pembaca memahami teks yang ditulis
secara keseluruhan.
Setelah bab ini membahas struktur organisasi tesis dan disertasi, maka bab-bab selanjutnya dari
buku ini akan memaparkan cara penulisan dari isi utama tesis atau disertasi, termasuk penulisan
abstrak, pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, data dan pembahasan data serta
kesimpulan.
148
BAB 7: MENULIS ABSTRAK, UCAPAN TERIMAKASIH DAN
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Bab Enam telah membahas struktur organisasi tesis atau disertasi yang biasanya dipakai oleh
penulis tesis atau disertasi, terutama mereka yang menggunakan format konvensional, yakni
format yang didasarkan pada format penulisan laporan penelitian di bidang sains.
Bab ini akan membahas beberapa bagian pendahuluan tesis, yakni abtrak, ucapan terima kasih
dan daftar isi. Ketiga bagian ini biasanya ditulis terakhir oleh penulis, tetapi seperti disebutkan di
bagian pendahuluan buku ini bahwa petunjuk penulisan tesis atau disertasi dalam buku ini bukan
didasarkan pada proses penulisannya tetapi pada keberadaan masing-masing bagian itu dalam
tesis. Untuk itu, walaupun abstrak, daftar isi dan ucapan terima kasih dibuat terakhir, petunjuk
penulisannya dibahas lebih awal dari bagian lain, mengingat bagian ini merupakan bagian awal
tesis dan memegang peranan penting dalam menentukan kesan pembaca terhadap tesis atau
Menulis abstrak
Abstrak memainkan peranan yang sangat penting dalam tesis. Abstrak merupakan bagian
pertama yang dibaca oleh penguji (Pearce, 2005; Paltridge & Stairfield, 2007:155) dan
merupakan elemen yang sangat penting peranannya dalam mendorong pembaca untuk membaca
lebih jauh isi tesis atau karya tulis ilmiah lain. Fungsi abstrak adalah memberikan ringkasan isi
149
dari dokumen (dalam hal ini tesis) yang akan dibaca oleh pembaca (Thomas, 2000). Dalam
konteks ini Berkenkotter dan Huckin (1995: 34; lihat juga Hyland, 2000b:68) menegaskan
bahwa “the abstract is a promotional genre. Writers are anxious to underline their most central
claims as a means of gaining reader interest and acceptance”. Berkenkotter dan Huckin (1995:
34) mengatakan bahwa abstrak memainkan peranan yang sangat penting karena beberapa alasan:
dengan mudah;
2. Berfungsi sebagai alat screening, yang dapat membantu pembaca memutuskan apakah
4. Menyajikan ringkasan poin-poin utama dalam karya ilmiah untuk dijadikan referensi
kemudian.
Sejalan dengan pernyataan Berkenkotter dan Huckin (1995), Pearce (2005: 51) menegaskan
bahwa dalam sebuah tesis atau disertasi, “abstrak merupakan halaman yang paling penting dari
tesis secara keseluruhan”. Pearce menulis, “it (abstract) is not only the means by which the
thesis will make itself known to the world; it is the set of expectations by which it will be judged”
(2005:51).
Berkaitan dengan apa saja yang harus dijelaskan dalam abstrak, atau struktur skema dari abstrak,
Hyland (2000), berdasarkan analisis tulisan akademik dalam berbagai disiplin ilmu, menemukan
bahwa abstrak karya tulis ilmiah setiap disiplin ilmu berbeda. Namun, Hyland menemukan dua
pola rhetorical move yang paling sering ditemukan dari berbagai artikel yang dianalisisnya,
150
yakni: Purpose-Method-Product (P-M-Pr) (Tujuan, Metode dan hasil penelitian) dan
Sejalan dengan Hyland, Evans dan Gruba (2002) juga menegaskan bahwa abstrak harus
Apa kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian itu (Evans & Gruba, 2002:128, lihat
juga Sternberg, 1988 untuk penjelasan yang sama mengenai apa saja yang harus
Namun demikian, dengan mengacu pada hasil penelitian lain seperti yang telah dilakukan oleh
Swales (1990) dan Bhatia (1993), Hyland juga menyajikan satu pola umum struktur skema
abstrak karya tulis ilmiah atau tahap-tahap generik abstrak karya tulis ilmiah seperti terlihat
Table 7.1 Klasifikasi rhetorical moves dalam abstrak karya tulis ilmiah
(Sumber: Hyland, 2000b: 67)
Move Function
Introduction Establishes context of paper and motivates the research or discussion.
Purpose Indicates purpose, thesis or hypothesis, outlines the intention behind the paper.
Method Provides information on design, procedures, assumptions, approach, data, etc.
Product States main findings or results, the argument, or what was accomplished.
Conclusion Interprets or extends results beyond scope of paper, draws inferences, points to applications
or wider applications.
Selain itu, menurut Paltridge dan Stairfield (2007:156), struktur abstrak sesuai dengan tujuan dari
151
What was the particular aim of the study?
Dengan demikian, struktur umum dari asbtrak, menurut Paltridge dan Stairfield adalah:
Namun demikian, struktur ini tidak selamanya dipakai oleh para penulis tesis, dan kalau tidak
memakai struktur ini belum tentu juga salah, seperti yang dicontohkan oleh Paltridge dan
Stairfield tentang abstrak yang ditulis oleh Wang (2006) berikut ini dengan judul tesis
Methodology used in the For its framework for analysis, the study draws on systemic functional
study linguistics, English for specific purposes and new rhetoric genre studies,
critical discourse analysis, discussions of the role of the mass media in the two
different cultures.
Findings of the study The study reveals that Chinese writers often use explanatory rather than
argumentative expositions in their newspaper commentaries. They seem to
distance themselves from outside sources and seldom indicate endorsement to
these sources. Australian writers, on the other hand, predominantly use
152
argumentative exposition to argue their points of view.
They integrate and manipulate outside sources in various ways to establish and
provide support for the views they express. These textual and intertextual
practices are closely related to contextual factors, especially the roles of the
media and opinion.
Aim of the study The study thus aims to provide both textual and contextual view of the genre
under investigation in these two languages and cultures.
Reason for the study In doing so, it aims to establish a framework for contrastive rhetoric research
which moves beyond the text into context as a way of explorting reasons for
linguistic and rhetorical choices made in the two sets of texts.
Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa penulis tesis ini mengemukakan tujuan dan alasan
melakukan penelitiannya di akhir dari abtrak. Berikut adalah contoh lain dari abstrak tesis yang
153
this nature was demonstrated by the ANCOVA analysis. The individual factors of managing
environmental change, problem solving, ability attributions, and task orientation were all
shown to have some significant effects on student outcomes over and above those attributed
to the learning experience. Finally, some interesting findings concerning the composition of
the scales used in the study were reported. They were interpreted as providing evidence for
the importance of verifying the cultural appropriateness of even well-known theoretical
concepts that may have been developed in different contexts to those in which they are
being used. The study concludes with some specific recommendations for future research.
Abstrak, seperti contoh yang diberikan dalam Tabel 7.3 di atas, ditulis dalam satu paragraf, dan
itu bisa diterima. Namun demikian, seperti diterangkan dalam Bab 4 mengenai penulisan
paragraf, mungkin akan lebih baik kalau paragraf ditulis tidak terlalu panjang. Dengan demikian,
untuk memudahkan pembaca, abstrak tampaknya akan lebih baik kalau ditulis dalam beberapa
paragraf sesuai dengan bagian-bagian yang ada di dalamnya. Misalnya, informasi umum tentang
penelitian dalam satu paragraf, tujuan dan pertanyaan penelitian paragraf berikutnya, dan
seterusnya.
Dalam beberapa tesis, yang dibaca penulis di Melbourne University dan yang ditulis oleh penulis
sendiri dalam disertasi, serta abstrak yang ada dalam beberapa tesis yang dianalisis dalam
penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai kesulitan menulis tesis, selain dari move yang
dipaparkan di atas, ada juga move tambahan, yakni rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Berikut adalah bagian dari abstrak yang diambil dari dua orang mahasiswa yang tesisnya
dianalisis, yang ditulis oleh Rida Mardiani (2004) dan Gingin Gustine (2007) dari Program
…..
After conducting this research, I recommend that Seelye‟s principles be explored more to meet the specific
needs of teaching CCU in an EFL context. English teachers who are interested in innovating their
technique in teaching CCU are encouraged to do further research on this topic. Despite the need for
further research these principles can be used as an alternative in teaching Cross-Cultural Understanding
to EFL learners (Mardiani, 2004:i).
154
It is thus recommended that further study in this field should be able to minimize the challenges and
problems posed in the present study and investigate the infusion approach in teaching critical thinking in
various disciplines and in all levels of education (Gustine, 2007:i).
Berikut adalah contoh rencana yang dapat digunakan ketika menulis abstrak, berdasarkan saran
Ringkasan tentang “the nature of the study” Analysis of the research literature in ... revealed that …. . It
diikuti dengan Kajian Literature (cukup satu was argued that the use of … would provide important ….
atau dua kalimat) (penulis bisa juga menginformasikan kepada pembaca tentang
mengapa penelitian ini perlu dilakukan.
Kalimat selanjutnya mengandung unsur This study used/employed... and data were obtained through
metodologi penelitian the use of ... …
(bisa dibuat dengan kalimat pasif, seperti … a case study
methodology was used in this study, and ….data were
collected through …)
Setelah itu, penulis mengatakan bagaimana The data from … were subjected first to simple descriptive
cara data yang diperoleh dari masing-masing statistical analysis. These analyses revealed …
teknik pengumpulan data dianalisis,
(Pernyataan yang mengandung informasi The interview data were then subjected to the thematic coding
seperti ini bisa ditulis dalam paragraf yang procedures described by ….in their qualitative analysis text.
sama dengan metodologi penelitian)
Kemudian, pernyataan berikutnya The results of the study were consistent with previous work
menerangkan bagaimana penelitian ini performed by ... (conducted by … )
relevan atau berintegrasi dengan penelitian
sebelumnya atau kalau ada unsur yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya,
mungkin bisa dipakai sebagai salah satu poin
untuk rekomendasi penelitian selanjutnya
atau yang akan datang dalam topik yang
sama.
Tahap selanjutnya menerangkan tentang In the concluding chapter, it was noted that the study
kelemahan dalam penelitian yang dilaporkan, reported in this thesis has shortcomings. Apa kelemahannya
misalnya … disebutkan.
dengan mengatakan:
(mengingat abstrak yang pendek, kadang-
kadang kelemahan penelitian tidak
disebutkan, seperti dalam contoh abstrak
yang akan diberikan di bawah ini)
Bagian terakhir dari abstrak biasanya berisi The thesis concludes with a discussion of future research
tentang arah penelitian selanjutnya avenues. It is suggested that a study should be conducted with
(Berberapa abstrak yang diteliti dianalisis …
dala pelenlitian penulis (Emilia, 2007) tidak
155
mencantumkan rekomendasi ini) The thesis concludes with the proposition that it would be
most useful to conduct a …
Mengingat abstrak yang sangat pendek, mungkin penulis tesis atau disertasi tidak bisa
memaparkan semua unsur ini dengan rinci, terutama berkaitan dengan kajian pustaka. Mungkin
kita hanya menyentuh kajian pustaka dalam beberapa kalimat saja, tidak usah dalam paragraf
terpisah, seperti dalam contoh abstrak dari disertasi yang dibuat oleh penulis (lihat Tabel 7.5 di
bawah).
Dalam bidang sains, misalnya dalam bidang matematika, abstrak tesis atau disertasi kadang-
kadang hanya memaparkan hasil penelitian saja (Crasswell, 2005: 196). Crasswell memberikan
contoh abstrak yang diambil dari salah satu disertasi di jurusan Matematika seperti di bawah ini.
There are two main results contained in this dissertation. The first result is a description of an algorithm
for the computation of polycyclic presentations for nilpotent factor groups of a given finitely presented
group. This algorithm is a generalization of the methods employed in the p-quetient algorithm [reference]
to possibly infinite nilpotent groups. The second is a method for the computation of the Schur multiplicator
of a group given by polycyclic presentation and a method for the classification of the isomorphism types of
Schur covering groups for finite soluble groups. Both algorithms can be treated in a similar context,
namely forming central downward extentions of polycyclic groups (Crasswell, 2005:196).
156
Move Dalam Abstrak Judul Disertasi: A Critical Genre-Based Approach to Teaching Academic
Writing in A Tertiary EFL Context in Indonesia
ABSTRACT
The findings revealed that despite some limitations, the teaching program was
successful in many ways in the Indonesian EFL tertiary teaching context. Most
significantly, the students‟ argumentative writing skills in English improved in
Pernyataan tentang temuan peenlitian yang juga that they achieved enhanced control of the target argumentative genre, at
merupakan kesimpulan peenlitian greater length, with clear schematic structure and improved use of evidence
and information in support of their arguments, using various linguistic
resources, which also indicates their development in critical thinking and
critical literacy. Moreover, data from classroom observations, students‟
journals and interviews showed that the students were aware of having made
progress in terms of metalanguage for discussing critical reading and writing;
a good grasp of those critical thinking dispositions, abilities and skills taught
in the program; and enhanced awareness of the values of class dialogue, a
democratic atmosphere, and the different roles of the teacher which allowed
them to actively participate in their learning.
Contoh abstrak dalam laporan penelitian yang ditulis dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam
Tabel 7.6 di bawah ini. Abstrak ini diambil dari laporan penelitian mengenai aplikasi pendekatan
157
genre-based approach di sebuah sekolah menengah pertama di Bandung dan laporan
Tabel 7.6. Contoh abstrak dalam laporan penelitian dalam bahasa Indonesia
(Sumber: Emilia dkk, 2008)
Abstrak
Penelitian ini berusaha untuk mengkaji aplikasi pendekatan genre-based (selanjutnya disingkat GBA) sebagai
salah satu alternatif pendekatan pengajaran yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa
Inggris dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dalam belajar bahasa Inggris, khususnya di
tingkat SMP berdasarkan kurikulum bahasa Inggris tahun 2006.
Penelitian dilakukan di salah satu SMP Negeri di Bandung dengan melibatkan satu orang guru bahasa Inggris
dan satu kelas murid sebagai partisipan. Penelitian berusaha untuk mengkaji beberapa hal berkaitan dengan
GBA, khususnya mengenai: aplikasi GBA di kelas, termasuk model GBA yang digunakan, alasan guru
menggunakan GBA, kelebihan dan kelemahan GBA, berdasarkan perspektif guru dan murid, keberhasilan
belajar murid dalam mencapai tujuan pembelajaran, dilihat dari berbagai keterampilan berbahasa, khususnya
membaca dan menulis, serta tantangan atau kesulitan yang dihadapi oleh guru dan murid berkaitan dengan
aplikasi GBA di kelas.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif, khususnya metode studi kasus (Freebody, 2003;
Nunan, 1992; Stake, 1985; Yin, 1993, 2003; Travers, 2002) dan akan menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data, di antaranya observasi kelas selama kurang lebih 3 bulan, analisis dokumen, terutama
dokumen yang berkaitan dengan kurikulum 2006 dan yang mengandung informasi mengenai pencapaian
mahasiswa dan tulisan siswa yang dikumpulkan selama observasi dilaksanakan, kuesioner dan wawancara
dengan guru dan beberapa orang murid, baik wawancara secara individu (Kvale, 1996) maupun focus group
(Frey and Fontana, 1993; Krueger, 1993, 1998).
Data yang berupa dokumen akan dijadikan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan observasi dan
pengambilan data dari sumber lain, seperti kuesioner dan interviu. Data dari observasi akan dianalisi dengan
mengikuti petunjuk aplikasi pendekatan genre-based (Derewianka, 1990; Feez and Joyce, 1998; Feez, 2002;
Rothery, 1996; Calaghan, 1989; Gibbons, 2002). Data dari observasi juga akan dipakai untuk meneliti kesulitan
atau tantangan yang dihadapi oleh guru dan murid dalam penerapan GBA di kelas. Selain itu, data berupa
tulisan siswa akan dianalisis dengan mengikuti petunjuk analisis teks, khususnya teori linguistic sistemik
fungsional (Christie, 1991, 2002, 1993, 2005; Martin, 1992; 1997, 2001; Halliday, 1985; 1994; 2002; Eggins,
1994; Coffin, 1997; Veel, 1997; Martin and Rose, 2003), yang dalam beberapa hal berkaitan dengan teoris
analisis wacana kristis (Fairclough, 1992, 1995; 2003), serta teori berpikir kritis (de Bono, 1976; Ennis, 1992;
Lipman, 2003; Norris and Ennis, 1989; Paul, 1990; 1992; 1993; 2002) yang juga akan dipakai dalam penelitian
ini. Tulisan siswa akan dianalisis dengan menggunakan tata bahasa sistemik fungsional (systemic functional
grammar, SFG), bersadarkan tiga system tata bahasa (Theme, Transitivity dan Mood) yang relevan dengan tiga
metafungsi bahasa (metafungsi textual, experiencial dan interpersonal) seperti yang telah ditegaskan dalam
linguistik sistemik fungsional (Halliday, 1976; 1985a,b; 1994, 2002). Tulisan siswa akan pertama-tama
dianalisis berdasarkan struktur organisasinya dan kemudian ciri-ciri linguistiknya. Setelah itu, berdasarkan
analisis struktur organisasi dan ciri linguistiknya, tulisan siswa akan dianalisis berdasarkan beberapa disposisi
berpikir kritis (seperti yang ditawarkan oleh Ennis, 1992; Lipman, 2003; Diestler, 2001; Chaffee dkk, 2002)
yang paling berkaitan dan dapat dilihat dalam tulisan siswa. Terakhir, data dari kuesioner dan wawancara akan
dianalisis dengan menggunakan analisis tema (Kvale, 1996; Merriam, 1998), yang diformulasikan konsisten
dengan pertanyaan penelitian yang akan berusaha untuk dijawab dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal bahwa temuan
peneltian akan dapat dijadikan sebagai landasan kebijakan dalam penerapan GBA serta pengembangan
pengajaran bahasa Inggris di sekolah tempat penelitian khususnya dan di SMP lain umumnya. Hasil penelitian
juga diharapkan dapat memperkaya literatur dan menjadi model dalam penerapan GBA di kelas, terutama bagi
158
mereka yang masih merasa kebingungan tentang penerapan GBA di kelas, khususnya di kelas-kelas besar
dalam konteks di Indonesia. Hasil penelitian pun diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada para guru
dalam menerapkan GBA di kelas, terutama dalam mengatasi tantangan dan hambatannya dalam konteks
pengajaran bahasa asing di Indonesia.
Contoh lain dari abstrak dapat dilihat dalam Tabel 7.7 yang diambil dari abstrak proposal
penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis di program studi pendidikan
Penelitian ini akan berusaha untuk mengkaji kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dan tugas dalam
bahasa Inggris di program studi Pendidikan Bahasa Inggris SPs UPI, penyebab kesulitan itu, dilihat dari
perspektif mahasiswa dan dosen sebagai pengajar dan pembimbing, serta apa yang sebaiknya dilakukan
untuk membantu mahasiswa meminimalisasi kesulitannya dalam menulis tesis, juga berdasarkan perspektif
mahasiswa dan dosen di program studi pendidikan bahasa Inggris serta pimpinan SPs Universitas
Pendidikan Indonesia.
Penelitian ini akan menggunakan desain penelitian kualitatif, khususnya metode studi kasus (Freebody,
2003; Nunan, 1992; Stake, 1985; Yin, 1993, 2003; Travers, 2002). Penelitian akan melibatkan beberapa
kelompok partisipan, yakni mahasiswa yang sedang menulis tesis dan mereka yang sudah menjadi alumni
program studi pendidikan bahasa Inggris SPs UPI, dosen program studi yang berperan sebagai pengajar dan
pembimbing tesis dari para mahasiswa yang menjadi partisipan, serta pimpinan SPs UPI. Partisipan dari
mahasiswa, baik yang sudah maupun belum lulus diharapkan dapat mewakili kelompok mahasiswa yang
tergolong low achiever (IPK <3), mid achiever (IPK 3-3.5) dan high achiever (IPK >3.5). Penelitian akan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antaranya analisis dokumen, terutama dokumen yang
mengandung informasi mengenai pencapaian mahasiswa dan tesis serta tugas yang dikumpulkan oleh
mahasiswa, kuesioner dan wawancara dengan partisipan, baik wawancara secara individu (Kvale, 1996)
maupun focus group (Frey and Fontana, 1993; Krueger, 1993, 1998).
Data yang berupa tesis dan tugas mahasiswa akan dianalisis dengan mengikuti teori analisis teks akademik
(Swales and Feak, 1994; Hinkel, 2002), yang juga relevan dengan analisis teks yang menggunakan teori
linguistik sistemik fungsional (Christie, 2002, 1991, 1993, 2005; Martin, 1992; 1997, 2001; Martin and
Rose, 2003; Eggins, 1994; Halliday, 1985; 1994; 2002; Fairclough, 1992, 1995; 2003), serta teori berpikir
kritis (de Bono, 1976; Ennis, 1992; Lipman, 2003; Norris and Ennis, 1989; Paul, 1990; 1992; 1993; 2002).
Dengan menggunakan tata bahasa sistemik fungsional (systemic functional grammar, SFG), bersadarkan
tiga system tata bahasa (Theme, Transitivity dan Mood) tesis dan tugas akan dianalisis berdasarkan struktur
organisasi dan ciri-ciri linguistiknya. Kemudian, karena kemampuan menulis argumentatif teks seperti
tesis dan tugas atau makalah sangat erat kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis (BK) (Chaffee, dkk,
2002), yang pengembangannya juga bersifat mendesak di Indonesia, di era reformasi seperti sekarang ini,
tesis dan tugas mahasiswa akan dianalisis berdasarkan ada tidaknya beberapa aspek BK, terutama standar
dan disposisi BK (seperti yang ditawarkan oleh Ennis, 1992; Lipman, 2003; Diestler, 2001; Chaffee dkk,
2002) yang paling relevan dalam tulisan argumentative serta ada tidaknya kesalahan dalam (fallacies)
dalam BK. Sementara itu, data dari kuesioner dan wawancara akan dianalisis dengan menggunakan analisis
tema (Kvale, 1996; Merriam, 1998) yang relevan dengan pertanyaan penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan
159
program studi pendidikan bahasa Inggris khususnya dan sekolah pascasarjana UPI serta UPI secara
keseluruhan umumnya. Hasil penelitian diharapkan dapat mendorong terciptanya satu pedoman penulisan
karya tulis ilmiah yang rinci, dengan struktur makro dan mikro (ciri-ciri linguistiknya) nya, serta aspek BK
untuk membantu mahasiswa meminimalisasi kesulitan yang mereka hadapi dalam menulis tesis serta tugas
dalam bahasa Inggris di program studi pendidikan bahasa Inggris khususnya, dan di semua program studi
yang ada di SPS UPI serta UPI umumnya. Peningkatan kemampuan menulis dan BK bagi lulusan
universitas, terutama program pascasarjana merupakan hal yang sangat esensial, khususnya bagi mereka
yang akan menjadi akademisi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa apa yang dilakukan oleh akademisi,
seperti yang ditegaskan oleh Hyland (2002:3) adalah menulis, mulai dari menulis artikel atau buku yang
diterbitkan, makalah dalam konferensi, hasil penelitian dan banyak lagi tulisan akademik lainnya, yang
semuanya memerlukan keterampilan BK. Hasil penelitian juga diharapkan dapat mendorong terbentuknya
kebijakan yang akhirnya dapat memacu peningkatan kualitas lulusan serta percepatan studi mahasiswa
program studi pendidikan bahasa Inggris khususnya dan program studi lain yang ada di Sekolah
Pascasarjana dan UPI pada umumnya.
Berkaitan dengan ciri linguistik dari abstrak dalam bahasa Inggris khususnya, berdasarkan
pengamatan penulis dalam membimbing atau menguji tesis, banyak mahasiswa yang mengalami
kesulitan menggunakan tense dalam abstrak. Sebagian ada yang menggunakan past tense,
sebagian simple present. Berkenaan dengan hal ini, Cooley dan Lewkowicz (2003, lihat juga
Paltridge & Stairfield, 2007) mengatakan bahwa ada dua cara mahasiswa bisa memandang
abstrak dalam tesisnya: sebagai ringkasan dari tesis atau disertasinya, atau sebagai ringkasan dari
penelitian yang telah dilakukan. Kalau abstrak dipandang sebagai ringkasan dari tesis atau
Kalau abstrak dipandang sebagai ringkasan dari penelitian yang telah dilakukannya, maka simple
Present perfect tense digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara penelitian sekarang
160
Dalam menulis ucapan terima kasih, ada beberapa moves atau elemen utama yang biasanya
ditulis (Hyland, 2004). Berdasarkan temuan penelitiannya dalam menganalisis ucapan terima
kasih dalam tesis mahasiswa yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (ESL), Hyland
menyimpulkan bahwa ucapan terima kasih terdiri dari tiga elemen utama sebagai berikut:
Contohnya:
Thanking move yang memberikan kredit kepada individu atau institusi. Berkaitan dengan
thanking move ini, Evans dan Gruba (2002) menyarankan bahwa penulis hendaknya
menyebut bantuan yang didapat dalam pelaksanaan penelitian dan dalam persiapan
penulisan laporan atau tesis atau disertasi. Evans dan Gruba juga menyarankan untuk
menyebut badan atau institusi yang memberi dana beasiswa atau sumber dana lainnya,
kalau memungkinkan.
Announcing move yang menunjukkan pernyataan menerima tanggung jawab atas segala
kekurangan dan kesalahan dalam tesis dan mendedikasikan tesis kepada individu atau
sekelompok orang.
Namun demikian, menurut Hyland (2004) dari sekian move yang biasanya ada dalam tesis,
hanya thanking move yang bersifat obligatory atau yang keberadaannya bersifat wajib.
161
Dalam menulis ucapan terima kasih ada hal yang tricky. Ucapan terima kasih ini bersifat pribadi,
dan kadang-kadang ada orang yang ingin menulis ucapan terima kasih sebanyak banyaknya dan
disertasi (Prof. Frances Christie) menyarankan bahwa ucapan terima kasih dalam tesis atau
disertasi hendaknya cukup satu halaman saja. Sebut saja orang-orang yang paling berperan
dalam proses penyelesaian tesis atau disertasinya, tidak perlu semua orang disebut. Hal ini
sejalan dengan apa yang disarankan oleh Glatthorn dan Joyner (2005:162) bahwa ucapan terima
kasih harus ditulis secara singkat, dan jangan terlalu effusive (mengungkapkan rasa terima kasih
dengan cara yang terlalu menyolok). Contoh ucapan terima kasih (Acknowledgements) yang
dikutip dari Paltridge dan Stairfield (2007: 161) dapat dilihat dalam Tabel 7.8 di bawah ini.
Thanking move I would like to take this opportunity to express my immense gratitude to all
Presenting participants those persons who have given their valuable support and assistance.
Thanking for resources, data The research for this thesis was financially supported by a postgraduate
access and clerical, technical, studentship from the University of Hongkong, … , …
and financial support, etc.
Thanking for moral support, I would include those who helped includinmg my supervisor, friends, and
friendship, encouragement, colleagues. It is also appropriate to thank for spiritual support, so, I would
symphaty, patience, etc. also include my friends in mosque, church and family members.
Dari contoh di atas, kita bisa melihat bahwa peneliti mengucapkan terimakasihnya dengan
singkat. Penulis tesis atau disertasi juga sering mengucapkan terima kasihnya pertama-tama
kepada partisipan, kemudian kepada pembimbing. Hal ini tidak menjadi masalah sebenarnya.
Namun demikian, hal ini jarang ditemukan di dalam skripsi, tesis atau disertasi di Indonesia.
162
Mahasiswa biasanya menyebut dosen lebih dahulu dari pada partisipan karena menganggap
dosen pembimbing yang memberikan kontribusi paling banyak dalam penyelesaian tesis atau
menulis disertasi, dikatakan bahwa mahasiswa harus menempatkan pembimbing sebagai orang
Berikut adalah contoh ucapan terima kasih yang ditulis oleh penulis dalam disertasi, dan dalam
ucapan terima kasih itu, bisa dilihat bahwa penulis menyebut dosen pembimbing sebagai orang
yang dianggap berkontribusi paling banyak dalam penyelesaian tesis dan disertasinya.
163
ACKNOWLEDGEMENTS
Many people have helped me throughout this study. My first and foremost thanks go to my supervisors,
Prof Frances Christie and Dr. Kristina Love. Prof. Frances Christie has been a constant source of
knowledge, strong encouragement and sustained critical support for the whole course of the study. Dr.
Kristina Love has been the main supervisor and also a constant source of knowledge, strong
encouragement as well as critical support after Prof. Frances Christie‟s resignation from the University of
Melbourne. Without Dr. Kristina‟s guidance and supervision, I can hardly imagine the completion of the
research project. It has indeed been a great privilege and joy to work under the guidance and scaffolding
of both the supervisors, which made every step on the road to the completion of the research project as
easy as possible.
My special thanks are also due to the students, who have given me an opportunity to learn together. Some
colleagues in the research site also deserve a special mention, especially Pak Bukhori and Ibu Safrina, for
help so generously given to me and Dr. Bachrudin Musthafa, who acted as an external supervisor under
the University of Melbourne Post Graduate Overseas Research Experience Scheme (PORES) grant, for his
guidance during the data collections.
I also thank many lecturers and students in the Department of Language, Literacy and Arts Education, the
University of Melbourne, for their share and support as well as feedback to my study in various department
presentations.
My heartfelt thanks go to my parents, sisters, in laws who in different, but equal ways, have contributed to
my study immeasurably, for their sincere love and prayers
Finally, I want to acknowledge a special debt of gratitude to my family: to my husband, Akhmad Tizani,
and to my children, Mizan and Najmi, for their support to a wife and a mother whose mind was not always
free to give the attention they needed. It is with pleasure that to them all I dedicate this thesis (Emilia,
2005)
Daftar isi atau table of contents atau apa yang disebut oleh Glatthorn dan Joyner, (2005:162)
sebagai Contents, berfungsi sebagai “peta dari tesis” (Evans & Gruba, 2002:48) − apa yang ada
di dalam tesis, bagaimana berbagai bagian dari tesis berkaitan satu dengan yang lainnya, dan
164
Daftar isi, seperti dikatakan oleh Paltridge dan Stairfield (2007:80) merupakan bagian akhir yang
ditulis oleh mahasiswa ketika menulis tesis atau disertasinya, tetapi table of contents merupakan
salah satu bagian pertama yang dilihat oleh penguji dan pembaca lainnya.
Paltridge dan Stairfield (2007:80; lihat juga Evans & Gruba, 2002: Pearce, 2005), dengan
mengutip Stairfield dan Ravelli (2006:226) mengatakan: “The table of contents along with the
thesis title are important sites of identity negosiation where the writer begins to align him or
Halaman daftar isi menunjukkan gambaran tesis, dan dengan demikian, berperan sebagai penuntun awal
dari pembaca tesis. Halaman daftar isi juga menujukkan bagaimana mahasiswa itu telah menempatkan
hasil karyanya dalam disiplin dan budaya penelitian tertentu (Paltridge dan Stairfield, 2007:80; lihat juga
Emerson, 2007:31).
Banyak mahasiswa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk membuat daftar isi, padahal
daftar isi sebenarnya bisa dibuat sejalan dengan penulisan tesis, dengan cara memformat setiap
bab yang ditulis. Pelabelan untuk setiap bab dan sub-bab sebaiknya konsisten. Di program
Microsoft Word ada kolom yang berisi heading 1 sampai tak terhingga tergantung kita mau
berapa level. Kalau kita konsisten dalam penulisan, misalnya, setiap judul bab diberi heading1,
sub-heading 1.1, heading 2, sub-heading 1.1.1 heading 3 dan seterusnya, maka di akhir
Insert -------------- Reference --------------Index and Tables --------- Table of Content (lihat
Dalam komputer nanti ada beberapa pilihan tentang berapa level yang mau dimunculkan, dan
165
Dengan cara seperti ini, kita bisa menghemat waktu untuk membuat daftar isi, dan kalau ada
perubahan halaman, kita tidak usah secara manual mengubah semua halaman yang ada di tesis
atau disertasi, karena kita tinggal memperbarui daftar isinya dengan mengklik up date table of
contents. Selain lain itu, manfaat dari memformat daftar isi adalah daftar isi itu kelihatan rapi dan
bagus karena masing-masing level heading atau sub-heading sudah mempunyai tempat
tersendiri.
Hal ini juga disarankan oleh Paltridge dan Stairfield (2007:141), Moriarti (1997); Evans dan
Gruba (2002) dan Hamilton (2003) bahwa penggunaan heading, sub-heading dan penomoran
sangat membantu mengorganisasikan tulisan yang panjang. Paltridge dan Stairfield (2007:141)
menyarankan kepada mahasiswa yang berbahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing
sebagai berikut:
The second language student in particular may be unaware of how useful adopting such a system can be in
helping to organize large amounts of text. This is facilitated by word-processing software which enables
the writer to set up a template with headings and sub-heading sformatted in their chosenstyle from the
outset. These headings can then easily generate a table of contents. … we find that encouraging students to
use headings and sub-headings is a valuable tool in helping them organize information in the text and
develop the logic of their argument (Paltridge dan Stairfield, 2007:141).
Penggunaan heading dan sub-heading dalam teks yang panjang seperti tesis atau disertasi,
merupakan petunjuk visual yang sangat penting untuk menandai perubahan arah (Moriarti,
1997:72; Hamilton, 2003: 41-42;). Dengan menggunakan sub-heading atau “verbal signals”
(Glatthorn & Joyner, 2005:140), seperti telah dikatakan sebelumnya dalam buku ini, organisasi
tulisan menjadi jelas bagi pembaca dan penggunaan heading yang tepat akan membantu
Informative headings that reflect the themes of the argument or the issues arising from the topic are helpful
to both readers and writers. The use of headings break the text up into managable sections either to write
them or read them. The section headings and sub-headings can form part of planning the content of the
document and be listed in a formal outline (2003:42) .
166
Selain itu, Moriarti (1997:72) mengatakan bahwa penggunaan heading tidak hanya
mengorganisasikan tugas menulis untuk penulis, tetapi juga mengorganisasikan bahan bacaan
untuk pembaca. Moriarti mengatakan bahwa peneliti dan ilmuwan harus mempunyai
pengetahuan yang mutakhir dalam bidangnya. Karena mereka menghabiskan waktunya untuk
banyak membaca, maka mereka tidak punya waktu untuk membaca secara intensif. “Heading
memberi petunjuk kepada pembaca tentang tempat dimana bahan yang paling diminati oleh
Dalam hal heading, Moriarti (1997: 73-74) memberikan penjelasan yang cukup lengkap dan
dapat dijadikan rujukan dalam membuat atau memformat tesis atau disertasi. Moriarti (1997)
menjelaskan bahwa heading ada beberapa tahap: Tahap 1, tahap 2, dan seterusnya. Moriarti
mencontohkan:
Heading level 1 membagi tesis atau disertasi ke dalam bagian utama tesis atau disertasi, seperti : Abstract,
Acknowledgements, Table of Contents, List of Figures, dan judul bab, seperti Introduction, Literature
Review dan seterusnya. Heading tahap satu ditulis dalam huruf kapital semuanya. Heading tahap satu
ditulis di tengah halaman. Heading pertama ini biasanya ditempatkan dua spasi di atas text yang
mengikutinya dan tiga spasi setelah teks yang mendahuluinya.
Heading level 2 menunjukkan subdivisi dalam bagian utama dari disertasi. Misalnya, dalam bab
pendahuluan, ada bagian latar belakang (background) , cakupan penelitian (scope of the study) , tujuan (aim
of the study) dan seterusnya. Ini semua ditulis dalam heading level 2, ditulis dengan campuran huruf besar
dan huruf kecil. Heading ini ditempatkan dua spasi di bawah teks sebelumnya dan dua spasi di atas teks
yang mengikutinya.
Heading Level 3 merupakan subdivisi dari subdivisi. Misalnya, dalam bab tiga, tentang metodologi
(heading satu) ada data collection (heading dua), kemudian ada interview (heading 3). Heading level 3
sama dengan heading level 2, dan ditulis menjorok (Moriarti, 1997:73-74).
Penulisan heading sebaiknya konsisten dengan cara menulis heading dan dalam menggunakan
divisi dan subdivisi. Kita juga sebaiknya tidak mencampuradukkan tanda baca. Berikut adalah
contoh bagian dari Table of Contents dari disertasi yang dibuat oleh penulis (Emilia, 2005) dan
diformat.
167
Contoh Table of Contents
(dikutip dari Emilia, 2005:ix)
Dari daftar isi di atas bisa dilihat bahwa judul Table of Contents biasanya dalam huruf kapital,
bisa ditulis di pinggir atau di tengah. Setelah itu ke bawah sedikit, di margin kanan muncul Page,
atau “Halaman” kemudian ke bawah lagi, di margin kiri muncul Abstract, Acknowledgement dan
seterusnya. Judul bab biasanya ditulis dengan huruf kapital (huruf awal dari nama bab, nama
tabel, atau gambar ditulis dalam huruf kapital juga ketika nama itu disebut di dalam tesis atau
disertasi, misalnya, … in Chapter 3 (Bab 3)… as can be seen in Table 3 (seperti dapat dilihat di
Bab 3, dan sebagainya). Namun demikian, judul sub-bab biasanya ditulis dengan huruf kecil,
dan hanya huruf awalnya saja dari setiap Content Words atau “Key Words” (Anderson & Poole,
2001:91) yang ditulis huruf besar. Atau, kalau mengikuti petunjuk APA, maka judul sub-bab
ditulis huruf kecil, kecuali huruf pertama dalam kata pertama dari judul itu yang ditulis dengan
168
huruf kapital. Sub-bab biasanya ditulis menjorok. Judul bab dan sub-bab tidak memakai tanda
baca.
Selain itu, dari daftar isi di atas juga bisa dilihat bahwa halaman bagian pendahuluan atau apa
yang disebut Evans dan Gruba (2002) sebagai preliminary pages seperti abstract,
acknolwedgement dan table of contents atau list of tables dan list of figures ditulis dengan nomor
Romawi sedangkan bab dan sub-bab dalam huruf Latin (lihat Anderson & Poole, 2001:91-92
untuk contoh yang lebih rinci mengenai menulis Table of Contents atau daftar isi).
Dari table of contents di atas, kita juga bisa melihat bahwa, semua bagian pendahuluan tesis dan
nama bab diformat sebagai heading satu, karena itu semuanya sama, fontnya juga sama,
posisinya di daftar isi sama. Selain itu, tergantung pada style atau gaya yang di pilih, heading dua
ditulis dengan cetak miring dan mempunyai posisi yang tidak sama dengan heading satu atau
heading tiga. Hal ini membuat daftar isi tampak bagus dan rapi (Lihat juga manfaat memformat
Table of Contens seperti yang ditekankan oleh Emerson, 2007: 31-32). Heading dari setiap
bagian dan sub-bab juga harus sama dengan atau berkorelasi dengan apa yang muncul di tubuh
tesis (Emerson dkk, 2007; Evans & Gruba, 2002). Dengan memormat judul bab, heading dan
sub-heading dalam setiap bab, maka daftar isi akan mudah dibuat dan akan muncul secara
otomatis, dan yang paling penting, daftar isi dapat disajikan dengan rapi (Emerson dkk, 2007).
Kesimpulan
Bab ini telah membahas penulisan bagian awal tesis atau disertasi, yakni abtrak, daftar isi dan
ucapan terima kasih. Walaupun bagian ini bukan merupakan bagian ini dari tesis, namun bab ini
telah menunjukkan bahwa bagian-bagian ini sangat menentukan penilaian pembaca mengenai
169
tesis atau disertasi yang dibacanya. Bagian abstrak khususnya, memainkan peranan dalam
menentukan pembaca apakah mereka akan membaca terus tesis atau disertasi itu atau tidak.
Selain itu, daftar isi berperan sebagai petunkjuk arah bagi pembaca dalam menemukan apa yang
mereka cari dalam tesis atau disertasinya. Selain itu, daftar isi juga berfungsi sebagai lambang
kontinuitas atau koherensi sertai kesatuan dari tesis keseluruhan. Apa yang ada dalam taftar isi
menunjukkan apakah yang dibahas dalam tesis semuanya relevan dengan topik atau judul dari
tesis atau disertasi itu. Unsur tearakhir dari bagian awal tesis adalah ucapan terima kasih yang
juga memainkan peranan penting dalam menunjukkan modesty atau kerendahan hati penulis
dengan menunjukkan bahwa penyelesaian tesis atau disertasi juga merupakan hasil dari
Pendahuluan
Bab Tujuh telah membahas penulisan bagian pendahuluan dari tesis dan disertasi, yakni
Bab ini akan membahas salah satu bab dari isi tesis atau disertasi, yakni bab pendahuluan. Dalam
pembahasan di bab ini akan diperlihatkan bahwa bab pendahuluan memainkan peranan penting,
170
seperti halnya abstrak dan bagian lain. Bab ini merupakan jendela dari bab-bab selanjutnya yang
Pembahasan akan dimulai dengan fungsi bab pendahuluan, kemudian diikuti dengan elemen-
elemen atau move atau langkah yang ada dalam pendahuluan. Setelah itu bab ini akan membahas
satu asumsi yang sering muncul di kalangan mahasiswa maupun dosen pembimbing mengenai
kapan sebaiknya menulis pendahuluan. Akan diperlihatkan dalam bab ini bahwa walaupun
mungkin benar bahwa sebelum penelitian dan analisis data selesai, dan penulisan tesis atau
disertasi secara keseluruhan selesai, maka pendahuluan belum bisa ditulis. Namun demikian,
alangkah baiknya kalau menulis pendahuluan dilakukan di awal, sebelum bab-bab lainnya. Kalau
ada perubahan nanti, sesuai dengan apa yang ditulis dalam bab-bab selanjutnya dari tesis, maka
tidak ada salahnya kalau draft pendahuluan yang sudah ada direvisi lagi, disesuaikan dengan isi
bab-bab selanjutnya, seperti yang disarankan oleh banyak pakar penulisan tesis dan disertasi,
baik dalam bahasa Inggris sebagai bahasa ibu, maupun sebagai bahasa kedua atau bahasa asing.
Fungsi pendahuluan
Pendahuluan, yang biasanya merupakan bab satu dari tesis atau disertasi merupakan bagian
penting lain dari tesis atau karya tulis ilmiah yang akan menentukan kesan pembaca tentang tesis
secara keseluruhan. Pendahuluan dapat berfungsi sebagai “a major signpost” (Smith, 2002:69)
atau “the window to the thesis” (Clare & Hamilton, 2003:25) dan merupakan kesempatan
pertama bagi penulis untuk membimbing pembaca, memberikan ide yang jelas dari apa yang
akan ditulis. Salah satu pembimbing di Australia mengatakan bahwa di dalam pendahuluan tidak
171
boleh ada kesalahan, karena dari situ pula pembaca akan memutuskan apakah dia akan terus
membaca atau tidak tesis atau disertasi itu. Menurut Swales dan Feak (1994), dari segi proses,
penulisan pendahuluan sebenarnya merupakan proses yang sangat lambat dan sulit, serta
membingungkan. Dengan mengutip Plato, Swales dan Feak (1994:173) mengatakan “The
beginning is half of the whole.” Swales dan Feak menambahkan bahwa “producing a good
Perannya, seperti dikatakan oleh Moriarti (1997) adalah untuk menjembatani kekosongan antara
Pendahuluan yang merupakan bab tempat konteks, signifikansi, pertanyaan, serta isu yang dikaji
dalam penelitian harus dinyatakan dengan jelas, dengan cara yang informatif sehingga dapat
dengan mudah dibaca oleh pembaca. Pendahuluan menggiring pembaca kepada urutan tahapan
yang logis, menerangkan bagaimana pertanyaan dan isu yang dikaji dalam penelitian itu muncul
dan dalam keadaan seperti apa. Ini juga merupakan awal dari eksplorasi pustaka yang relevan
dan diakhiri dengan ikhtisar tujuan penelitian dan gambaran tujuan dari masing-masing bab yang
ada dalam tesis atau disertasi (Clare, 2003:25-26; Moriarti, 1997) dengan cara memaparkan
Selain itu, dalam bab pendahuluan, membangun “the active voice” (Lincoln & Guba, 2000:
dikutip oleh Clare, 2003:25) dari peneliti atau penulis merupakan hal yang sangat sentral. Dalam
172
penelitian, yang didasarkan pada pengetahuan, pengalaman, kajian pustaka dan penelitian lain.
Ketika pembaca sampai pada akhir halaman kedua dari tesis atau disertasi, tujuan penelitian
seharusnya sudah jelas. Bab pendahuluan menetapkan tone dari tesis dan otoritas penulis (Clare,
2003:26).
Menurut Clare (2003:26), ada beberapa teknik yang dapat dipakai untuk meyakinkan bahwa
otoritas penulis dominan dalam bab pendahuluan dan bahwa tujuan penelitian jelas. Paragraf
pertama harus memperlihatkan tone pendahuluan dengan mengatakan hal-hal sebagai berikut:
This thesis attempts to answer complex questions relating ... (Clare, 2003:26).
Clare (2003:26) juga mengatakan bahwa penulis tesis atau disertasi sebaiknya tidak
menggunakan kalimat seperti ini: This thesis will attempt ... (kata “will attempt” merupakan
frase yang kurang kuat digunakan dalam tesis bahasa Inggris dan tidak meyakinkan penguji
Selain itu bab pendahuluan harus pula didasarkan pada kajian pustaka untuk membantu
pembaca memahami konteks penelitian dan signifikansi dari penelitian yang dialakukan. Fungsi
atau tujuan dimasukkannya kajian pustaka adalah untuk mendukung argumen peneliti atau tesis
dan harus dinyatakan dengan cara yang menunjukkan bahwa “voice penulis jelas atau dominan”
(Clare, 2003:26). Hal ini bisa dilihat dalam contoh berikut ini:
173
Contoh di atas menunjukkan bagaimana penulis dapat mempengaruhi cara ketika sebuah laporan
There is nothing more boring for an examiner than to be confronted with pages of paragraphs all
beginning with the names of authors drawn from the literature. Like the data in other chapters, you must
make the literature work for you, using it to develop your argument (2003:27).
Berkaitan dengan isi dari bab pendahuluan, Pearce (2005) menyarankan bahwa penulis harus
memberikan informasi mengenai hipotesis, pertanyaan dan tujuan penelitian secara eksplisit.
Kegagalan penulis tesis dalam mengemukakan semua aspek ini sangat mempengaruhi penilaian
penguji berkaitan dengan keberhasilan penulis memenuhi kriteria yang telah ditentukan dalam
Pendahuluan sebaiknya memperlihatkan secara garis besar, apa yang telah menjadi ilham atau
inspirasi dari keinginan untuk melakukan penelitian, seperti: peraturan pemerintah, perubahan
industri, perlunya perbaikan, usaha untuk menemukan pengetahuan baru, perubahan kebijakan
dan evaluasi (Swetnam, 2000). Kemudian diteruskan dengan mengatakan secara singkat apa
yang akan dilakukan, apa pertanyaan penelitian atau hipotesisnya dan dimana penelitian itu
pertanyaan berikut:
1. Penelitian apa (yang telah dilakukan sebelumnya) yang telah menggiring pada penelitian
kita?
2. Kontribusi apa yang diberikan penelitian kita kepada penelitian yang telah ada?
3. Mengapa kontribusi yang diberikan oleh penelitian kita penting atau menarik?
Selain itu, menurut Glatthorn dan Joyner (2005:165) beberapa faktor latar belakang khusus
174
Latar belakang sosial: Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat yang membuat
Latar belakang intelektual: Gerakan intelektual dan filosofis utama yang terjadi pada
Latar belakang profesional: Perkembangan dalam bidang kita yang membuat persoalan
Latar belakang penelitian: Metode baru yang tampaknya perlu dipakai atau teori baru
yang tampaknya perlu diuji, atau adanya gap atau kekosongan dalam pengetahuan yang
ada.
Biasanya faktor pribadi dianggap tidak relevan dalam disertasi atau tesis; disertasi merupakan
laporan ilmiah, dan pembaca biasanya tidak tertarik dengan kita sebagai peneliti (Glatthorn &
Joyner, 2005:166). Selain itu, menurut Glatthorrn dan Joyner, (2005), faktor lokal juga biasanya
tidak diidentifikasi. Misalnya, fakta bahwa sekolah memerlukan guru, sistem evaluasi guru baru,
tidak perlu disebutkan dalam tesis yang diharapkan akan dapat membawa dampak yang lebih
luas.
Struktur organisasi dari bab pendahuluan dapat dikatakan bergerak dari overview yang cukup
umum dari terrain penelitian ke masalah khusus yang diteliti melalui tiga move utama yang
menggambarkan tujuan komunikasi bab pendahuluan (Swales & Feak, 1994, lihat juga Paltridge
& Stairfield, 2007). Tujuan utama dari bab pendahuluan, menurut Swales dan Feak (1994)
adalah:
175
Memberi tanda bagaimana masalah penelitian akan mengisi gap yang ada.
Elemen Pendahuluan
Pendahuluan biasanya terdiri dari beberapa elemen, dan Swales dan Feak (1994) dan
Bunton (2002, yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield, 2007) menggambarkan move yang ada
Menurut Paltridge dan Stairfield (2007), move yang berbeda dalam bab pendahuluan yang
ditulis dalam bahasa Inggris biasanya menggunakan tenses yang berbeda. Misalnya, move 1 a,
yang menunjukkan pentingnya penelitian sering menggunakan present tense atau present
perfect dalam kalimat yang membuat pernyataan-pernyataan ini penting (Swales & Feak, 1994).
Penggunaan present tense menunjukkan bahwa pernyataan yang dibuat merupakan “generally
accepted truth” (Paltridge & Stairfield, 2007) atau kebenaran yang diterima secara umum.
176
Move 2 menentukan tempat yang harus menunjukkan gap atau niche (tempat atau relung yang
perlu diisi) dalam penelitian sebelumnya yang akan diisi oleh penelitian. Hanya dengan
menelaah penelitian sebelumnya gap itu bisa ditentukan. Bahasa “gap statement” menurut
Atkinson dan Curtis (1998, dikutip oleh Paltridge & Stairfield, 2007:87) biassanya bersifat
evaluatif dengan cara negatif. Misalnya dapat dilihat dalam pernyataan yang ada dalam tesis
One class of quality improvement which has not received much attention is enhancement
by broadening the bandwidth of coded speech without an increase in the bit raete. This is
become more pervasive (Epps 2000:4, dikutip dalam Paltridge & Srttairfield, 2007: 87).
These observations point to the proposition that in order to recognize the mismatches and
literacies (White Davison, 1999:2, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 87).
poststructuralism (Wakening 1998:5, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 87).
Paltridge dan Stairfield (2007, lihat juga Swales & Feak, 1994) juga menekankan bahwa penulis
tesis dan disertasi sebaiknya hati-hati dalam menggunakan bahasa yang mengidentifikasi
kelemahan dari penelitian orang lain. Hal ini khususnya penting bagi penulis tesis atau disertasi
yang ingin diterima dalam komunitas para ahli di bidang yang diteliti.
Dalam move 3, yakni menempati tempat penelitian, penulis, dengan menyatakan tujuan
penelitian, mengindikasikan kepada pembaca bagaimana penelitian yang diajukannya itu akan
177
mengisi gap yang ada. Dalam tesis atau disertasi, temuan utama mungkin bisa ditelaah dan
posisi teorestis dan metodologi juga mungkin bisa dikatakan. Di sinilah penulis dapat memberi
tanda bahwa penelitian yang dilakukannya penting. Move 3, pemaparan struktur organisasi tesis,
merupakan hal yang harus ada dalam pendahuluan. Move yang menggambarkan struktur
organisasi mengandung metadiscourse (Paltridge & Stairfield, 2007:89, lihat juga Fairclough,
1994; Ravelli, 2004:119; Gruber, 2004) yakni “discoures that is used to talk about the onngoing
discourse” (Ravelli, 2004:118) atau wacana yang membicarakan wacana lain, bagaimana kita
mendeskripsikan tulisan kita, struktur tulisan kita, bukan memaparkan isi dari tulisan kita.
Contoh meta-discourse atau metatext adalah: This thesis argues that, this chapter examines the
following section reviews (lihat Paltridge & Stairfield, 2007:89). Istilah meta-discourse atau
metatext juga telah dibahas dalam Linking Texts di Bab Empat ( lihat juga dalam dalam
discourse analysis seperti yang telah ditulis oleh Fairclough, 1992, 1995; 2003).
Berikut adalah contoh cuplikan pendahuluan disertasi Ph.D dalam bidang fisika (oleh Amy,
2000) dan sejarah (oleh Taylor, 2000) dengan move atau elemen yang biasa ada dalam
pendahuluan, yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:92-93 dan 95-97).
178
Establishing The Magellanic clouds are one of the prime observing targets for the
a research Molongo Observatory Synthesis telescope (MOST). Soon after the 1b
territory instrument was commissioned in 1981 an observing program to survey
both the small and large magellanic Clouds was undertaken. Operating at
a frequency of 843 MHz with an angular resolution of 44 arcsec, the
MOST was the highest angular resolution aperture synthesis radio
telescope in the southern hemisphere in regular use at that time. The
resulting sub-arcminute angular resolution images provide an excellent
base from which to select objects for further study. This MOST Magellanic
Cloud surveys were in progress when the work reported here was started 1c
and the images from the MOST Small Magellanic Cloud survey have since
been published in Turtle et al (1998).
1d
The MOST is a powerfuyl imaging instrument particularly suited to radio
surveys and to imagining, in a single 12-hour observation, sources with
complex extended morphologies. In addition to full synthesis‟observations, an
observing mode called „CUTS‟ can be used in which around 10 sources are
each observed for a few minutes with a cadence of approximately one hour
over the course of an observation. In this way a number of sources can be
imaged in a single observing session, allowing a survey of a large number of
sources to be undertaken in a relatively short amount of total observing time. 2a
Indicating a However, the MOST is restricted to a single observing frequency, a relatively
gap narrow continuum bandwidth of 3 MHz, fixed right-circular polarization and a
fixed physical configuration.
In the early 1980s, the pressing need for frequency agile synthesis radio
telescope in the southern hemisphere was acknowledged. This need was
addressed by the official opening of the Australia Telescope in 1988, with
regularly scheduled observations commencing in May 1990.
Occupying This thesis presents the results of an observing programme which used 3a
the niche preliminary Magellanic Cloud survey images from the MOST to select sources
to be studied with the then new ATCA. To test the viability of the “CUTS” 3e
technique for the ATCA, a single 12-hour observation at 4790 MHz was made
in May 1990, targeting seven sources and two calibrators in the Small
Magellanic Cloud (SMC) over I-hour cycles. The reduced data produced
3b
images of satisfactory quality to enable quantitative analysis including the
determination of peak and integrated flux densities and the angular extent of
the source. The observing programme was therefore extended to include
further sources in both Clouds over a 12 month period. At that time only 5
ACTA antennas were operational, giving just 10 baselines. The observing
179
techniques outlines here were extremely fruitful, and are now the basis for 3b
many continuum observations with the ACTA, made with the full set of 6
antennas and 15 baselines.
The properties of 61 compact radio sources in the Clouds are presented in this
3b
thesis, including flux densities at frequencies from 408 MHz to 8.6 GHz, radio
spectral indices, and the presence of coincident X-ray emission and likely
classification of the emitting object. These studies have had significant
scientific implications, including the selection of source candidates for other
survey work and detailed studies of individual objects, two of which are the 3c in
subjects of detailed chapters of this thesis*. part
Sumber, Amy, 2000:1-2, dikutip oleh Paltridge and Stairfield, 2007:95-97).
Catatan: Move 3c, yang diberi judul tesis outline ditemukan dalam bab
pendahuluan dari tesis.
Introduction
In this introductory chapter the background to the present research study will
Advance be provided along with an outline of the principal theoretical propositions. The
organiser chapter will also set out the research problem and the associated research
questions that the thesis seeks to answer. The justification for the research and
a statement of the contribution the thesis makes to the field of sports studies
follows. Finally, a brief overview of research methodology will be included
along with an outline and diagrammatic representation of the structure of this
thesis.
180
organisations has been constituted by culturally institutionalised meanings,
actions and explanations that are systematically exclusionary of women from
Establishing diverse cultural backgrounds. As such, this thesis responds to the call to
a niche action by many sports studies academics who have suggested that research
about migrant women and sports has been neglected for far too long (Costa
and Guthrie, 1994; Hall, 1996; Hargreaves, 1994; Theberge and Birrell,
Occupying a 1994a). The research focuses on the intersectiong domains of gender, sports
niche and ethnicity and the implications therefof sports theory and practice. It has
been previously identified that existing research on this topic is sparse (Adair
and Varnplew, 1997; Australian Sports Commission, 2000; Booth and tatz,
Indicating 2000; Hall, 1996; Mosely, 1997; Rowe and Lawrence, 1996). Given the
the gap identified gap in sports studies, this thesis has the potential to provide a
better theoretical and practical understanding of sports, gender and cultural
diversity.
Indicating Women‟s studies, sports studies and migration studies have each developed
gaps their own philosophical and conceptual approaches to researching their
constituent populations but each has seemingly neglected theory development
about the nexus between women, sports and ethnicity. Over the last few
decades feminist studies have extensively and intensively debated the role that
cultural institutions play in promulgating male hegemony, the ensuing power
relations that are created, maintained and reinforced by these institutions;
and the opportunities that women have to contest and resist a gendered
construction of society. Initial feminist treatises proposed grand theories,
which were applied to all women, however these theoretical assumptions have
now shifted and recent works recognise that „women‟ are not a homogenous
group. In particular, feminists have developed into issues surrounding the
Establishing marginalisation of women who do not fit into Eurocentric, middle-class,
a niche in Western‟White‟ theorisation within poststructural theory (Prakash, 1994;
feminist Spivak, 1988). Poststructural femninists have further suggested that all studies
literature of women need to acknowledge non-white, ethnic minority women and rethink
how social identities and forms of knowledge can encompass the‟other‟
(Hooks, 1989).
Gap in
sports Research on questions of racial and cultural differences in sports appears to
studies have been slow to respond to poststructural feminist imperatives, with
research primarily located within androcentric paradigms (Thommson, 1998).
(Sumber: Taylor, 2000:1-2, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 95-
97).
Di akhir pendahuluan, pembaca harus sudah memahami parameter penelitian kita, termasuk
pendahuluan terhadap metodologi dan metode serta gambaran umum dari tesis secara
keseluruhan. Bab pendahuluan juga seyogianya diakhiri dengan paragraf yang memperkenalkan
tujuan bab dua. Penggunaan paragraf pendahuluan atau kesimpulan dari sebuah bab telah
181
Dalam bab pendahuluan, seperti dalam tesis yang ditulis oleh penulis (Emilia, 2005) dan juga
seperti yang disarankan oleh Glatthorn dan Joyner (2005: 164), perlu ditulis satu paragraf
pendahuluan yang fungsinya adalah sekedar untuk membuat pembaca “get into the chapter
somewhat gradually, rather than jumping directly into the first substantive division” (Glatthorn
& Joyner, 2005:164). Pendahuluan dalam bab pendahuluan ini bisa hanya satu paragraf, atau bisa
juga sampai tiga halaman. Kalau kita lebih suka dengan pendahuluan yang pendek, Glatthorn
dan Joyner (2005:164) menyarankan penggunaan contoh pendahuluan seperti di bawah ini:
This dissertation (thesis) is a report of an ethnographic study of the teaching of writing. The study was
based on primarily upon the direct observation of a fifth-grade teacher in an urban school disctrict who
used an “experience” approach to the teaching of language arts. This first chapter of the dissertation
(thesis) presents background of the study, specifies the problem of the study, describes its significance, and
presents an overview of the methodology used. The chapter concludes by noting the deliminations of the
study and defining some special terms used (dikutip dari Glatthorn & Joyner, 2005: 164).
Selain itu, contoh pendahuluan dalam bab pendahuluan dari sebuah tesis atau disertasi dapat
dilihat dalam “Introduction” terhadap bab pendahuluan tesis sebagai berikut tentang penggunaan
pendekatan genre-based yang disintesis dengan classroom practices dari critical thinking
movement, critical literacy dan critical pedagogy. Pendahuluan itu bisa dilihat dalam Tabel 8.4
berikut ini:
Indonesia has had a long commitment to teaching English at all levels of education and there are
many reasons why Indonesia needs to develop effective programs for the teaching of English.
Some of these reasons are to do with the status of English in the modern world and its significance
for trade and commerce, economic development, tourism and intergovernmental communications
of many kinds, and the role of English in a great deal of scholarship and research in areas as
broad as science and technology. Apart from these matters, as will be discussed in Section 1.5,
since the commencement of the Reform era, which started with the retirement of President
Soeharto on May 21st, 1998, increasing the general levels of performance in English is now seen
as an important part of building a much more critical and independent community of people in
Indonesia. The development of a critical capacity in the workforce at all levels is now seen as of
great national importance, and the teaching of writing in both English and Indonesian assumes a
new significance as a means by which critical capacities can be promoted.
In Section 1.2, this chapter will firstly introduce some discussion of government policies about
182
education, including the teaching of English, and the role of English in the Indonesian national
school and the university curricula. In Section 1.3 the history of the development of the English
curriculum for junior (grades 7-9) and senior (grades 10-12) high schools in Indonesia will then
be provided. Here, it will be shown that different approaches to the teaching of English have been
advocated over some years now. However, as the discussion in Section 1.4 will reveal, the
evidence suggests that despite attempts at reform, most teaching of English remains focused on
traditional grammar teaching. The teachers seem to have little interest in broader questions to do
with meaning in language, for example, in the teaching of discourse patterns in which critical
capacities might be developed, as Hunter (2002) suggests. The teaching of English writing in
particular has been neglected, and this finding confirms the general disappointing conclusion that
students are poorly prepared and reluctant to undertake sustained writing tasks.
Then the discussion in Section 1.5 will turn to some consideration of the calls for the development
of greater critical capacities, as well as the urgency of the change in the centralized curriculum
and application of critical pedagogy in the classroom. Interest in critical pedagogy has been
mushrooming since the commencement of the Reform era. The mastery of English and the
teaching of English have been considered as one effective way to promote critical capacity and
cognitive development of Indonesian students. It will be suggested that the teaching of English
should be made relevant to the current situation in Indonesia, leading to the development not only
of language skills but also of critical thinking and critical literacy, and a higher awareness of the
diversity of ways of thinking and valuing (Alwasilah, 1998, 2001; Bundhowi, 2000).
In Section 1.6, an account of the teaching of English writing and a close examination of sample
syllabi of writing courses offered in the research site will be presented. It will be suggested that
the teaching of English writing in the research site needs improvement for three reasons, to do
with insufficient time for the teaching of writing, lack of practice in writing a complete coherent
text in various genres and the fact that the teaching of writing still follows the “traditional one-off
writing task” (Gibbons, 2002, p. 67). Then, drawing from the problems presented in the previous
sections, Section 1.7 will focus on the significance of the study as an attempt to address the
problems. Section 1.8 will present an outline of the thesis (Emilia, 2005:1-2).
Gaya penulisan pendahuluan harus ilmiah, jelas dan lugas dengan beberapa referensi kepada
sumber utama yakni teks umum yang membahas teori utama dari topik yang akan diteliti.
Dalam menulis pernyataan masalah (problem statement), Glatthorn dan Joyner (2005:167) serta
Evans dan Gruba (2005) juga mengatakan bahwa problem statement merupakan bagian yang
sangat singkat, mungkin hanya setengah halaman, dimana kita menyatakan masalahnya sejelas
mungkin. Walaupun singkat, bagian ini merupakan bagian yang sangat penting karena cara kita
mengungkapkan masalah akan berdampak langsung kepada cara kita mengungkapkan hasil
penelitian. Walaupun tidak menyebut problem statement, Murray (2002) atau Paltridge dan
Stairfield (2007) mengatakan bahwa problem statement ini dinyatakan dalam identifikasi gap
183
dalam penelitian atau kajian pustaka yang dilakukan. Contoh pernyataan masalah dalam tesis
Contoh1
Contoh 2
Over half the energy used in the world today is obtained from coal, mostly through the combustion
of pulverized coal. Despite a great accumulation of empirical information since the first trial in
1818 very little has been discovered about the detailed mechanism of the combustion of pulverized
coal.
In Victoria, the indegenour brown coal is being used to provide much of the state „s energy, mostly
through the combustion of pulverized brown coal in power station boilers. Although the first such
trials were carried out in the 1920s no study of the fundamentals of pulverized brown coal
combustion has been reported. This represents a serious gap in the knowledge required for the
efficient use of pulverized brown coal (Evasn dan Gruba, 2002:59).
atau masyarakat;
program berdasarkan teori yang telah diterima secara luas tetapi masih belum
banyak diuji.
184
Populasi atau tempat penelitian yang dipilih cukup unik sehingga penelitian
Metode yang dipilih untuk penelitian belum banyak dipakai dalam profesi anda,
bermanfaat.
Dalam menulis signifikansi penelitian, penulis, menurut Marshall dan Rosman (2006:34-38)
Signifikansi untuk teori ini, menurut Marshall dan Rossman (2006) bisa dikatakan dengan
mengatakan apa yang belum atau kurang diteliti dalam kajian pustaka yang merupakan
kontribusi penelitian. Signifikansi terhadap kebijakan, menurut Marshall dan Rossman bisa
dikembangkan dengan membahas perkembangan kebijakan formal dalam bidang yang dikaji
dan memaparkan data yang menunjukkan betapa seringnya masalah yang dikaji muncul dan
betapa mahalnya masalah atau dampak yang ditimbulkannya. Sementara itu, signifikansi
terhadap praktek sama dengan pengembangan argumen untuk signifikansi terhadap kebijakan.
Argumen di sini harus didasarkan pada pembahasan atau masalah yang dikemukakan dalam
kajian pustaka. Hal ini akan melibatkan kutipan dari para ahli, referensi penelitian sebelumnya,
dan meringkas data yang ada. Terakhir tentang signifikansi terhadap isu dan aksi sosial,
penelitian mungkin bisa dikatakan sebagai alat untuk memberi pencerahan pengalaman hidup
185
dengan memberikan gambaran dan mendukung adanya aksi. Hal ini bisa dilakukan dengan
menggunakan penelitian action research dan participatory action research yang merupakam
jenis penelitian yang mengandung taking action sebagai hal yang paling utama dalam
Selain dari hal-hal di atas, menurut Berkenkotter dan Huckin (1995), dewasa ini banyak penulis
artikel laporan penelitian, seperti dalam jurnal yang mengemukakan hasil temuan atau
pernyataan mengenai temuan utama penelitiannya, selain dari unsur-unsur yang telah dipaparkan
Berkaitan dengan penulisan pendahuluan, ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya
bab ini dibuat. Sebagian penulis yang telah menulis tesis atau disertasi mengatakan bahwa
mereka menulis pendahuluan di akhir, mengingat kita tidak akan tahu apa yang ditulis di
pendahuluan sampai tesis kita selesai (lihat penjelasan Paltridge & Stairfield, 2007 dan Evans &
Gruba, 2002 mengenai penulisan tesis yang dilakukan setelah analisis data selesai). Namun
demikian, ada juga yang menyarankan menulis pendahuluan di awal, tetapi kemudian, ketika
analisis data selesai, bab pendahuluan dilihat lagi atau direvisi lagi (Moriarti, 1997; Swetnam,
2000; Wolcott, 2001; Evans & Gruba, 2002; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield,
2007).
Menurut pengalaman penulis, dan juga seperti dikatakan oleh Evans dan Gruba (2002);
Paltridge dan Stairfield (2007), Swetnam (2000), dan Wolcott (2001) tentang manfaat menulis
186
sejak awal program penelitian atau program Magister atau Doktor, maka lebih baik kita menulis
pendahuluan terlebih dahulu, karena ketika kita menulis proposal, di proposal harus sudah ada
unsur-unsur yang harus ada dalam bab pendahuluan dalam tesis atau disertasi. Proposal
merupakan embrio pendahuluan untuk tesis atau disertasi kita. Selain itu, kalau kita sudah
mempunyai draft yang ditulis untuk tiap bab, kita akan merasa lebih tenang. Masalah nanti bab
pendahuluan itu harus direvisi, ketika analisis data selesai, hal ini tidak akan menjadi masalah,
Masalah kapan kita menulis pendahuluan juga dibahas oleh Moriarti (1997); Swetnam (2000),
Wolcott (2001); Evans dan Gruba (2002), dan Paltridge dan Stairfield (2007). Sebagaimana
telah dijelaskan dalam Bab Tiga dan Empat mengenai penulisan tesis dan disertasi, semua
penulis ini menyarankan bahwa alangkah lebih baik kalau kita menulis pendahuluan di awal,
kemudian nanti di akhir proses penulisan tesis pendahuluan itu direvisi lagi. Swetnam
mengatakan:
It is better to do both! That is write it first and edit it at the end. Writing the introduction is a valuable way
of: clarifying thoughts, breaking the ice, establishing a style, providing a basis for a tutorial (Swetnam,
2000:64).
Selain itu, mengingat menulis pendahuluan itu sangat sulit (Swales & Feak, 1994) terutama bagi
While it can be argued that one only knows where one is going once one has arrived and that is why the
introduction can only be written at the end of the journey, it is important to at least draftt the introduction-
and the research preoposal will, to a degree, be that draftt-so that it can be redraftted as the thesis evolves
until finally the overall meaning of the thesis emerges (2007:97).
Dengan mengutip Levine (2002), Paltridge dan Stairfield (2007:97) menambahkan bahwa “The
Introduction needs to be „rewritten‟ with the insights gained from having draftted the complete
187
thesis. The introduction may also „tidy up‟ the somewhat messy, circular process of the research
Dengan nada yang sama, Moriarti (1997) juga mengingatkan bahwa penulis tesis atau disertasi
menyarankan bahwa menulis pendahuluan jangan ditunggu sampai proses penelitian selesai.
“Mulailah menulis dari awal. Sediakan waktu untuk melakukan revisi berkali-kali. Kebanyakan
Kesimpulan
Bab ini telah memfokuskan pada penulisan bab pendahuluan dalam tesis dan disertasi. Beberapa
aspek mengenai pendahuluan telah dibahas, termasuk fungsi pendahuluan, struktur organisasi
atau elemen-elemen yang ada dalam bab pendahuluan, serta kapan sebaiknya menulis
pendahuluan.
Telah diperlihatkan dalam bab ini bahwa pendahuluan memegang peranan yang sangat penting,
sebagai jendela yang akan menggiring perhatian atau minat pembaca untuk membaca tesis atu
disertasi secara keseluruhan. Dalam hal elemen pendahuluan, bab ini telah membahas bahwa
pendahuluan terdiri dari beberapa elemen atau move, di antaranya adalah menjelaskan teritorial
penelitian, menjelaskan tempat atau posisi penelitian, dan mengisi kekosongan atau gap dalam
bidang yang dikaji. Terakhir, berkenaan dengan debat mengenai kapan sebaiknya menulis
pendahuluan, dengan mengikuti saran para penulis mengenai manfaat penulisan tesis dan
disertasi yang dilakukan sejak awal proses penelitian atau program magister dan doktor, bab ini
188
telah mengemukakan secara eksplisit bahwa pendahuluan sebaiknya dibuat di awal, kemudian
ketika analisis data selesai, bab pendahuluan bisa direvisi atau diubah, disesuaikan dengan
Setelah memaparkan penulisan pendahuluan, bab selanjutnya, yakni Bab Sembilan akan
membahas bagian selanjutnya dari tesis dan disertasi, yakni penulisan kajian pustaka.
189
BAB 9: MENULIS BAB KAJIAN PUSTAKA (LITERATURE
REVIEW)
Pendahuluan
Bab Delapan telah membahas penulisan bab pendahuluan, yang merupakan jendela dari tesis
atau disertasi. Bab ini akan memaparkan penulisan kajian pustaka yang keberadaannya bersifat
wajib dalam tesis atau disertasi. Pembahasan akan difokuskan pada beberapa aspek, di antaranya
adalah: Fungsi kajian pustaka, elemen kajian pustaka, dan beberapa hal berkaitan dengan cara
menulis bab kajian pustaka. Bab ini akan menjelaskan bahwa walaupun ada beberapa cara
menulis kajian pustaka, elemen-elemen yang harus ada dalam kajian pustaka, seperti yang
disarankan oleh para ahli penulisan tesis dan disertasi, hampir sama. Dalam pembahasan
mengenai elemen-elemen kajian pustaka akan dijelaskan bahwa kegagalan yang paling umum
dihadapi oleh para penulis tesis dan disertasi adalah menghubungkan teori atau pustaka yang
dibahas dengan penelitiannya (Swetnam, 2000). Selain itu, dalam menulis referensi akan
diperlihatkan bahwa dalam menulis tesis atau disertasi, penulis seyogianya berusaha
menggabungkan beberapa teknik untuk membuat tulisannya dapat diterima dan argumen yang
dibangunnya ”sound” atau kuat. Penjelasan dari masing-masing aspek akan dipaparkan di bawah
ini.
Kajian pustaka dalam tesis atau disertasi merupakan indikator penting dari validitas penelitian,
karena diperkuat oleh data sekunder (Thody, 2006). Kata “pustaka” meliputi semua sumber
kedua dari penelitian yang dilakukan, seperti teks tertulis, film, audio tape, presentasi, kuliah,
190
diari yang ditulis tangan, sumber arsip, peraturan perundangan, artifak, CD, DVD, dan tesis
(Thody, 2006:89).
Kajian pustaka, yang dalam bahasa Inggris disebut The Literature Review, menurut Kamler dan
Thomson (2006:34-35) mengandung beberapa makna. Pertama, kata the atau a dalam bahasa
Inggris menunjukkan bahwa kajian pustaka merupakan objek tunggal yang penting yang ada
dalam tesis, dan secara konvensional dipaparkan dalam bab dua. Apakah kita menggunakan kata
”the” atau ”a” Literature Review, secara linguistik, menurut Kamler dan Thomson, kata
literature review sering dianggap sebagai a piece of writing daripada sebagai bagian yang
dipakai dalam tesis secara keseluruhan. Dengan demikian, dalam banyak tesis kajian pustaka ini
sering tidak dihubungkan dengan bab-bab lain dalam tesis, dan apa yang diuraikannya tidak
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Kamler dan Thomson (2006) adalah implikasi bahwa
kajian pustaka ini hanya ditulis satu kali saja, yakni di awal penelitian dan hanya sedikit revisi di
akhir penelitian setelah pengumpulan dan analisis data. Padahal, menurut Kamler dan Thomson,
penulisan kajian pustaka seharusnya merupakan proses yang berkembang dan berlangsung
secara terus menerus yang harus diperbarui dan direvisi selama proses penulisan tesis dan
disertasi. Dengan demikian, tambah Kamler dan Thomson, membaca dan menulis merupakan
bagian yang integral dari seluruh fase kuliah doktor atau magister. Selain itu, istilah literature,
kata Kamler dan Thomson, juga sering diartikan dengan laporan penelitian, buku, artikel,
monograf the literature. Mahasiswa magister atau doktor diminta untuk mengkaji literature,
191
Terakhir kata review, menurut Kamler dan Thomson (2006) mengandung makna sebuah koleksi,
yang memperlihatkan atau meringkas apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Mahasiswa
doktor atu magister bertugas untuk menciptakan review dengan ”doing one” (lihat juga Hart,
1998) atau “writing one” (lihat juga Murray, 2002). Penekanan terhadap mahasiswa magister
atau doktor adalah bahwa dalam mengkaji pustaka yang ada tentang topik penelitiannya, mereka
harus menggunakan dan mengevaluasi penelitian orang lain, untuk membuat tempat bagi
Menulis kajian pustaka merupakan fase yang yang sangat penting dari penulisan tesis dan
disertasi dan kajian pustaka merupakan bagian yang keberadaannya bersifat wajib atau
“obligatory” (Swales & Feak, 1994: 179) dan sentral (Swetnam, 2000:65) dalam sebuah tesis
atau disertasi atau research paper. Di dalam tesis atau disertasi, bagian ini biasanya disebut atau
disimpan dalam Bab Dua (Glatthorn & Joyner, 2005). Namun demikian, menurut Murray
(2002:101) dan Paltridge dan Stairfield (2007) tidak semua tesis mempunyai bab literature
review, walaupun setiap penulis tesis atau disertasi harus menulis tentang kajian pustaka untuk
memperlihatkan “bagaimana karyanya berkaitan dengan karya orang lain dan untuk
mengkontekstualisasikan penelitiannya” (Murray, 2002; Glatthorn & Joyner, 2005; Hunt, 2005;
Paltridge & Stairfield, 2007:99). Tesis atau disertasi yang ditulis dengan topic-based (Paltridge
& Stairfield, 2007), seperti yang telah disebutkan dalam Bab Enam, tidak mempunyai bab
khusus yang membahas kajian pustaka, karena kajian pustaka dipaparkan dalam setiap bab dari
192
Berikut adalah fungsi dari kajian pustaka yang disintesa dari beberapa penulis, di antaranya
Swetnam (2000:65), Evans dan Gruba (2002: 73); Murray (2002:106); Glatthorn dan Joyner
(2005:171); Pearce (2005:57; Brown (2006:78); Thody (2006:91-92). Beberapa fungsi kajian
2005:171) atau “knowledge of the field” (Pearce, 2005:57) yang dimiliki oleh penulis,
2005:57) yang akan menjadi fokus perhatian editor penerbit di bidang ilmu sosial dan
humaniora. Pengetahuan yang memadai mengenai bidang yang dikaji merupakan ciri
Memperlihatkan bahwa kita telah membaca banyak tentang topik yang kita teliti
(Swetnam, 2000). Pustaka yang padat (hefty) dan mutakhir (up to date), menurut Pearce
(2005), merupakan bukti yang meyakinkan bahwa penulis telah benar-benar secara serius
atau di depan internet. Kajian pustaka, bagi Pearce, juga sangat penting sebagai bukti
Selain itu, dari segi berpikir kritis, kajian pustaka yang padat menunjukkan pemahaman
Mengakui hasil karya orang lain dan memberikan penghargaan kepada mereka yang telah
bekerja sebelum kita dan hasil karyanya telah mempengaruhi cara berpikir kita.
193
Menjustifikasi penelitian kita dengan memperlihatkan bahwa orang lain belum meneliti
topik kita atau tidak meneliti dengan cara yang sama (Thody, 2006); atau untuk
mengidentifikasi adanya gap dalam bidang yang kita teliti (Murray, 2002:106).
Mendemonstrasikan keterampilan dan kemampuan analitis dan kritis kita. Kajian pustaka
juga menentukan tone dari apa yang akan dikaji (Thody, 2006:91).
Untuk membangun credential untuk penelitian kita, dan hal ini penting karena orang lain
demikian kita bisa dengan lebih mudah memperlihatkan apa yang telah kita tambahkan
kepada bidang kajian penelitian kita. Hasil karya kita akan dinilai berdasarkan
perbandingan dengan hasil karya orang lain, karena itu di sinilah signifikansinya kajian
pustaka.
Untuk memberikan overview secara umum tentang bidang penelitian kita, karena itu,
sebaiknya kita menggunakan sumber sebanyak mungkin, dan tidak tergantung atau
(c) Metode tertentu atau desain penelitian tertentu yang kita rasa akan membantu atau
194
Memberi latar belakang informasi yang diperlukan untuk mengkontekstualisasikan sejauh
mana signifikansi masalah penelitian kita. Dalam hal ini, menurut Evans dan Gruba
(2002), kajian pustaka berfungsi untuk membentuk parameter argumen kita. Ketika kita
menulis kajian pustaka, sebaiknya kita bertanya: siapa, apa, dimana dan kapan.
Mengidentifikasi dan membahas usaha yang telah dilakukan oleh orang lain untuk
Memberikan contoh metode penelitian yang telah dipakai oleh peneliti sebelumnya dalam
Selain itu, menurut Rudestam dan Newton (1992: 46) kajian pustaka memberikan konteks dari
penelitian yang dilakukan dan menunjukkan mengapa penelitian ini penting dan perlu dilakukan
sekarang. Bab ini, tambah Rudestam dan Newton harus menjelaskan hubungan antara penelitian
yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya mengenai topik yang sama. Pembaca harus
diyakinkan bahwa penelitian yang kita lakukan tidak hanya berbeda dengan penelitian
sebelumnya tetapi juga bahwa penelitian kita perlu dilakukan. Di sinilah, menurut Rudestam dan
Newton, kapasitas berpikir kritis kita sebagai penulis tesis dan disertasi diuji dan dibuktikan.
Syarat esensial dari kajian pustaka yang baik, menurut Berkenkotter dan Huckin (1995) dan
2) usaha dari kajian pustaka itu untuk menghubungkan hasil karya yang dikaji dengan tesis
195
Kajian pustaka yang baik, kalau memungkinkan, harus menunjukkan perbedaan atau kekurangan
dari pustaka yang dikaji berkaitan dengan apa yang diteliti dalam tesis atau disertasi yang ditulis.
Berkaitan dengan kutipan, yang merupakan referensi eksplisit terhadap pustaka sebelumnya,
ketergantungan teks terhadap pengetahuan kontekstual, sehingga merupakan hal yang sangat
vital dalam konstruksi kolaboratif pengetahuan baru antara penulis dan pembaca. Referensi
terhadap pustaka sebelumnya, menuruf Fairclough (1992, 1995) (lihat juga Kress, 2003)
menunjukkan bahwa teks bersifat intertekstual dan tidak hanya menujukkan orientasi disipliner
yang baik, tetapi juga mengingatkan kepada kita bahwa pernyataan yang merupakan referensi
merupakan tanggapan terhadap pernyataan sebelumnya dan sekaligus available untuk pernyataan
atau tanggapan yang akan datang dari pembaca. Pentingnya kutipan dalam tulisan akademik,
menurut Hyland (2002:21) dapat dilihat dari perannya yang semakin penting dalam cara yang
dipakai penulis yang berusaha untuk menyusun fakta melalui praktek komunikasinya.
Selain itu, pentingnya kutipan dalam tulisan akademik, telah pula dibahas secara rinci oleh
Swales dan Feak (1994) yang menulis bahwa dalam tulisan akademik seperti tesis atau disertasi,
yang merupakan salah satu jenis teks argumentatif, kutipan sangat penting peranannya. Dengan
mengutip Gilbert (1977), Swales dan Feak (1994:180) menekankan bahwa “Citations are tools
of persuasion; writers use citations to give their statements greater authority.” Kutipan juga
merupakan indikasi apakah satu tulisan merupakan tulisan akademik atau populer (Swales, 1990)
dan merupakan bukti apakah penulis layak menjadi salah satu anggota komunitas akademik
196
tertentu, sesuai dengan bidang yang dikajinya (Bavelas, 1978, dalam Swales & Feak, 1994: 180,
Dilihat dari teori literasi kritis dan berpikir kritis, kutipan merupakan indikasi bahwa teks yang
ditulis bersifat analitis (Wallace, 2001) dan argumen yang dibangun dalam teks itu sangat kritis
Salah satu kegagalan dalam menulis kajian pustaka, menurut Swetnam (2000) adalah
menyeimbangkan dengan benar penggunaan quotation dari hasil karya orang lain dengan
”critical gloss” dan komentar evaluatif kita. Kesalahan utama dalam literature review adalah
kita menulis referensi secara bebas tanpa memikirkan bagaimana literatur itu cocok dengan teori
dan tema penelitian kita. Setiap kali kita mengacu pada satu referensi, kita harus bertanya, apa
yang ditambahkan oleh referensi ini terhadap perkembangan teori kita? Bagaimana referensi ini
mengikuti alur disertasi dan bagaimana referensi ini berkaitan dengan pertanyaan penelitian.
Ketika memindahkan catatan yang ditulis ketika membaca ke dalam kajian pustaka, harus
dipikirkan alasan referensi ini dianggap bisa melengkapi tulisan kita. Salah satu atau beberapa
Referensi itu berkenaan dengan teori yang mendasari penelitian yang dilakukan;
Referensi itu membuat pernyataan pasti tentang salah satu aspek dari penelitian yang
dilakukan;
Berkaitan dengan bidang penelitian kita atau melengkapi teori dari bidang yang dikaji;
197
Membantu pengembangan argumen yang bertautan dan berkesinambungan;
Kajian pustaka seyogianya menggambarkan dan mensintesa penelitian utama yang berkaitan
dengan topik penelitian. Kajian pustaka juga seyogianya menunjukkan hubungan antara
penelitian yang ditulis dengan penelitian lain yang telah dilakukan dalam bidang tertentu. Salah
satu ciri utama dari kajian pustaka yang tidak disadari oleh mahasiswa, menurut Paltridge dan
Stairfield (2007) adalah bahwa kajian pustaka itu harus merupakan telaah atau ulasan yang
esktensif dari penelitian sebelumnya, sampai pada waktu ujian tesis. Hal ini penting khusunya
bagi disertasi doktor dimana kajian pustaka harus pada tahap “state of the art”. Artinya,
mahasiswa perlu memperlihatkan bahwa mereka sadar akan penelitian yang relevan dengan
proyek penelitiannya yang telah diterbitkan sampai pada waktu penyerahan disertasi untuk
diuji. Dengan mengikuti Philips dan Pugh (2005), Paltridge dan Stairfield (2007:99)
mengilustrasikan bahwa ada empat area yang sebaiknya difokuskan dalam tesis penelitian.
Latar belakang terhadap penelitian, dan berisi tentang reviu ”a state of the art” dari
penelitian sebelumnya dan teori relevan yang menjadi latar belakang penelitian;
198
Berkaitan dengan pustaka yang harus menjadi perhatian penulis tesis dan disertasi, Hart
(2005:3) mengatakan bahwa pustaka yang harus dilihat ada dua macam, yakni: Pustaka yang
berkaitan dengan metodologi, yang disebut methodological literature dan pustaka yang berkaitan
dengan definisi, kualitas, dan cakupan atau skope, yang disebut dengan topic literature. Kedua
jenis pustaka dan hubungannya dengan penelitian yang kita lakukan bisa dilihat dalam gambar
9.1 di bawah.
Teori yang melatarbelakangi penelitian dibahas secara rinci dalam bab kajian pustaka. Dan
kajian ini harus mengarah pada apa yang diteliti dan mengapa. Berarti bab latar belakang harus
mengarah pada gap yang dikaji dan yang akan diisi oleh penelitian.
Menurut Paltridge dan Stairfield (2007:101) kajian pustaka harus memfokuskan pada beberapa
hal berikut:
Methodological Topic
Literature: Literature:
Asumptions, Definitions,
Arguments/ Questions,
Debates
Scope
Your literature
199
Isu utama yang mendasari penelitian;
Gagasan atau ide utama dan kontroversi yang ada berkaitan dengan topik yang diteliti;
Evalusi kritis terhadap pendapat atau gagasan yang diteliti, dengan memperlihatkan
kelebihan dan kelemahan dari penelitian sebelumnya tentang topik yang diteliti;
Kesimpulan umum tentang “the state of the art” pada waktu menulis, termasuk penelitian
apa yang perlu dilakukan, yakni gap dalam penelitian yang akan diisi oleh penelitian.
Kajian pustaka perlu ekstensif dan harus merupakan review ekstensif dengan mengacu pada
berbagai sumber dan penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bisa disusun berdasarkan:
Menurut topik yang berlainan dan sub topik yang penting bagi penelitian;
Dalam menulis atau mencari pustaka yang diperlukan untuk penelitian, Brown (2006:78) dalam
memberikan saran kepada mahasiswa di bidang bisnis dan manajemen, mengatakan ada dua
1. Pustaka konseptual: Pustaka yang ditulis oleh otoritas di bidang studi yang diteliti.
Pustaka ini menawarkan gagasan atau pendapat, teori atau pengalaman dan diterbitkan
200
2. Pustaka penelitian: Pustaka ini memberikan pembahasan dan hasil penelitian yang telah
dilakukan dalam bidang yang diteliti, dan dipaparkan dalam bentuk makalah dan laporan
penelitian.
Menulis kajian pustaka, menurut Thody (2006: 93-98) melaui satu proses, yang digambarkan
sebagai berikut:
Masing-masing proses atau tahapan dalam penulisan tesis dan disertasi, menurut Thody (2006)
Mencatat
Kegiatan ini dilakukan persis setelah kita membaca sebuah sumber. Dalam merekam sumber
maka semua informasi harus dimasukkan, tidak hanya pendapat atau isinya saja, tetapi juga
penulis, tahun terbit dan halaman serta penerbit dan kota diterbitkannya sumber itu. Kalau kita
gagal melakukan hal ini, maka, menurut Thody, nanti di draft akhir kita akan menemukan bahwa
kutipan yang penting, tidak mempunyai halaman, atau tidak tahu penerbitnya dan sebagainya.
Hal ini bisa memakan waktu lama, dan seperti akan dijelaskan di bawah dalam bab ini,
merupakan kegagalan yang sering dialami oleh penulis tesis dan disertasi dalam menulis kajian
pustaka.
Meringkas
201
Ketika kita mencatat, kita juga ingin memahami makna temuan buku atau bahan bacaan yang
dibaca dan hubungannya dengan penelitian yang kita lakukan. Ketika mencatat bahan bacaan,
kita sebaiknya tidak terlalu banyak membuat catatan, apalagi untuk mahasiswa doktor yang
diharapkan dapat membaca buku lebih dari 100, belum artikel jurnal dan lain sebagainya, bahkan
di beberapa institusi di Australia, misalnya, mahasiswa doktor yang mengambil Ph.D diharapkan
membaca sekitar 300 entri. Kalau dari satu entri mencatat 100 kata, maka penulis disertasi akan
dengan sangat cepat bisa menghasilkan 15000 kata setelah membaca banyak bahan bacaan.
Thody (2006) menyarankan bahwa mahasiswa cukup mencatat 150 kata atau satu paragraf atau
1. Mencatat atau menulis dengan kata-kata sendiri. Dengan cara ini penulis bisa menghindari
plagiarisme dan mulai berinteraksi dengan informasi, yang merupakan pendahuluan dari
2. Kalau mencatat kata-kata yang ditulis di buku atau di bahan bacaan, maka catatan itu harus
diberi tanda kutip, dan dengan demikian, kita akan ingat bahwa kita akan perlu memparafrase
catatan itu dengan kata-kata kita kalau kita menulis versi terakhir dari tesis atau disertasi.
Kalau kita mau mempertahankannya verbatim, maka kita harus menuliskan sumbernya.
Meringkas, menurut Thody (2006:94) merupakan cara menulis kajian pustaka yang paling
sederhana, tetapi paling membosankan. Ringkasan merupakan listing atau daftar atau urutan dari
siapa mengatakan apa, satu persatu, dengan perbandingan yang implisit. Hal ini, menurut Thody,
202
bisa dipakai kalau kita menulis untuk tugas yang pendek atau jurnal yang hanya memberi ruang
Contoh kajian pustaka yang merupakan ringkasan yang diambil dari sebuah jurnal akademik
A fundamental question regarding teaching professional ethics is can ethics actually be taught? Peppas
and Diskin (2001) in a study of the attitudes of university students regarding professional and
businessethics concluded that ethics teaching appeared not to promote significant differences in ethical
values compared with students who had not been taught ethics. However, Clakeburn (2002) and Haydon
(2000) argued that ethics should be taught because … Waldman (2000) stated that because all mature
professions have a well-developed code of ethics, this should … . In terms of how to include ethics teaching
within the curricula, Krawszyk (1997) described three approaches … [and] concluded that formal
lecturing did not appear to stimulate the development of moral judgement … . Wright (1995) identified a
number of factors that may have an impact on the effectiveness of … (Taylor et al, 2004:44, dikutip oleh
Thody, 2006:94).
Cara menulis kajian pustaka seperti di atas, seperti dikatakan oleh Clare (2003), merupakan cara
literature dominan, dan menurut Johnson (2003) kurang efektif karena membiarkan orang lain
Mengintegrasikan
Setelah meringkas, kita perlu mengintegrasikan sumber bahan ringkasan yang dikutip. Kita harus
menyatukan dan membandingkan semua sumber yang telah dikutip satu dengan yang lain dan
disusun dalam satu kategori dengan pustaka lain yang berhubungan. Dalam tesis atau disertasi,
menurut Thody (2006) kategori biasanya dipaparkan dalam list (daftar) yang kemudian bisa
Contoh di bawah ini, merupakan daftar yang dikutip dari tesis tingkat Master oleh Thody
(2006:95).
Creating Teams
(i) Team members to have a clear sense of self ... (Katzenbach and Smith, 1993:12).
203
(ii) Team members must understand what the rest of the team can contribute … (Katzenbach and
Smith, 1993:12).
(iii) A team must recognize where skills are lacking (Katzenbach and Smith, 1993:12) (dikutip
dari Thody, 2006:95).
Contoh lain adalah integrasi mengenai aspek berpikir kritis yang ditekankan dalam penelitian
yang dilakukan penulis (Emilia, 2005).
Other components essential to CT were also emphasized, such as: the issue, the question that is being
addressed (Diestler, 2001; Bowell and Kemp, 2002); the main or primary question the author asks and
then goes on to answer (Reichenbach, 2001; Bowell and Kemp, 2002); reason, the central point of an
argument, as it provides support for claims (Toulmin et al, 1984, Beyer, 1997, Diestler, 2001, p. 9), and it
is by means of reasoning that we extend and defend claims or knowledge (Lipman, 2003, p. 179); facts,
which is what actually happened, what is true (Glossary of CT: F-H, 2001), verifiable by empirical means,
distinguished from interpretation, inference, judgment (Picciotto, 2000) and opinions, something that may
be believed to be true, but questionable or debatable (Picciotto, 2000). Students‟ capacity to differentiate
facts and opinions in particular constitute a critical importance in academic discourse, as Hyland (1999, p.
106) suggests (Emilia, 2005:25).
Dalam mengintegrasikan teori atau pustaka yang dibaca, Rudestam dan Newton (1992:53)
menyarankan bahwa kita sebagai penulis tesis atau disertasi sebaiknya membuat Diagram Venn
untuk melihat persamaan dan perbedaan dari masing-masing referensi atau teori yang kita bahas.
Rudestam dan Newton menggambarkan proses mengintegrasi teori seperti terlihat dalam gambar
di bawah ini.
204
Kalau kita sudah mengintegrasikan teori yang kita baca, maka akan besar kemungkinan kita akan
menggunakan beberapa referensi untuk satu pernyataan yang kita tulis, seperti contoh di atas.
Misalnya:
Dalam teori berpikir kritis ada dua konssepsi, yakni konsepsi umum dan konsepsi subjek spesifik (lihat
Ennis, 1992; Perkins, 1992).
Menganalisis
hubungan antara bagian-bagian itu jelas. Dalam masing-masing kategori, sumber yang kita kutip
-Konteks: Penulis tesis atau disertasi menggunakan kajian pustaka untuk menghubungkan
penelitiannya dengan waktu penelitian. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
The central contention is that ... the creation and application of … standards presented a series of
„opportunities and dilemmas‟ (Bolam, 1997:278) [during] the latter part of the twentieth century] which
launched a still continuing revolution in education in England (Thody, 2000). (dikutip dari Brundett,
2003:10,14 dalam Thody, 2006:96).
-Istilah atau teori umum. Contoh berikut diambil dari jurnal terakreditasi, yang dikutip dari
Thody (2006:96).
We need to focus upon the ideology of male sexual needs (Mary McIntosh, 1978) … .
We need to explore masculinities …[including] an analysis of the masculinist state tied to the capital
accumulation prosess on the one hand and the myth of democratic legitimation on the other (O‟Neill,
1996:9, dikutip dari Thody, 2006:96).
-Temuan spesifik dari penelitian sebelumnya. Apa yang diteliti dan bagaimana? Apa hasil
penelitiannya? Sampel apa yang dipakai? Apakah temuan penelitian didukung dengan bukti?
205
- Hubungan antara penelitian sebelumnya. Bagaimana penelitian sebelumnya berbeda atau
sama? Apakah penelitian-penelitian itu menggunakan konsep, metodologi dan terminilogi yang
hampir sama? Yang mana yang bersifat seminal? Berikut adalah contoh kajian pustaka yang
It is a virtue of intrinsic properties that things affect other things. This is a widely held view in
contemporary metaphysics [Jackson et al., 1982; Amstrong, 1983; van Cleave, 1995] and it is shared by
Lewis himself (Langton, 2004:130) (dikutip dalam Thody, 2006:97).
- Hubungannya dengan penelitian kita. Bagaimana penelitian itu berbeda dengan penelitian kita,
mungkin dalam hal metode, dasar filosofisnya, sampel, fokus atau temuan penelitiannya. Hal
ini dapat dilihat dalam contoh berikut ini yang dikutip dari Thody (2006: 97).
One ... important point of difference between our study and that of Buckler and Zien is worth noting ... they
follow the path of students of symbols, myths and challenge change … . Our approach is different in that
we focused on stodry-telling (Barnett dan Storey, 1999: 7, dikutip dalam Thody, 2006:97)
Mengkritisi
Kritik merupakan kunci dari tulisan akademik mengingat kita mengevaluasi hasil karya orang
lain dan juga hasil karya kita sendiri (Thody, 2006:98). Kritik, menurut Thody dapat
Contoh berikut yang diambil dari Thody (2006:98) mungkin bisa dijadikan sebagai model dalam
mengkritisi hasil karya orang lain, sesuai dengan petunjuk di Tabel 9.1 di atas.
206
So far, not much attention has been paid to the ideas of Daniel R. Headrick … Central to his wellknown
The Tools of Empire: Technology and European Imperialism in the Nineteenth Century is the assertion
that European imperialism resulted from a combination of appropriate motives and adequate means …
coupled with new technological means … Headrick technological dimensions is a welcome addition to the
imperialism debate, especially since the motives for expansion have been … given undue attention [in
other works] … Stressing the equal importance of the means of expansion seems to be particularly relevant
to the Dutch case. (Bossenbroek, 1995:27, dikutip dalam Thody, 2006:98).
Setelah kita melalui semua tahapan ini, maka ketika kita menulis bab kajiam pustaka kita bisa
dengan percaya diri mengatakan payung dari teori yang melatarbelakangi penelitian kita, dan
kita akan tahu persis, aspek apa dari teori yang ada itu yang akan menjadi fokus penelitian kita.
Sehingga di awal kajian pustaka kita bisa dengan percaya diri mengungkapkan argumen yang
menjadi penelitian kita seperti dalam contoh yang dipaparkan dalam Tabel 9.2 di bawah ini.
The second theory will be the critical thinking (CT) theory, particularly the concept of CT from the CT movement, as
suggested, among others by Lipman (2003), Ennis (1992), Moore and Parker (1995); Norris (1989, 1992); Paul (1991),
Paul et al (2002). One of the definitions of CT that will be employed in the study is that “CT is a careful, deliberate
determination of whether we should accept, reject, or suspend judgment about claim - and of the degree of confidence with
which we accept or reject it (Moore and Parker, 1995, p. 4). The definition of CT above reveals among others a
commitment to values of careful judgment, and of using objective factors to make decisions
The last theory that will give shape to the study will be the theory of critical literacy, especially the social theory of literacy,
as suggested by Heath (1983), Luke (1994), Luke and Freebody (1997), Comber (2002), Janks (2001), Johns (2002) and
the work under the umbrella of the critical language awareness (CLA) as developed in EFL contexts in Britain by Wallace
(1992). Under this theory, as suggested by Luke and Freebody (1997, p. 193), “writing and reading are social activities,
that is, we are always reading something, written by someone or writing something for someone. These others are always in
some relationship to us-often materially or symbolically unequal relationships of power but always relationships in which
versions of „ourselves‟ and „others‟ are implicated and constructed. Even those texts we read or write that come from or are
intended for people we do not know assemble versions of our identities and positions as readers - as men and women,
students and teachers, taxpayers and newspapers readers, and so forth. … “ (Emilia, 2006: 3).
Berkaitan dengan kapan menulis kajian pustaka, sebagaimana telah ditekankan dalam beberapa
bagian sebelumnya dari buku ini, penulisan tesis atau disertasi sebaiknya berjalan secara
simultan dengan kemajuan penelitian. Untuk itu, penulisan kajian pustaka sebaiknya sejalan
207
dengan proses penelitian. Kajian pustaka adalah bagian tesis atau disertasi yang harus ditulis
sebelum kita melakukan penelitian atau pengambilan data (Crasswell, 2005; Delamont dkk,
2005). Dengan memahami konsep teori yang menjadi dasar penelitian kita, kita akan lebih
Ada banyak mahasiswa yang mengambil data sebelum mereka menulis kajian pustaka yang
komprehensif. Akhirnya data yang diambil ada yang salah dan banyak data yang seharusnya
diambil tidak diambil atau kalau diambil salah cara mengambilnya. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan bahwa mahasiswa belum tahu prinsip dasar dari teori yang dikajinya. Selain itu
dengan belum memahami teori yang menjadi dasar penelitiannya, mahasiswa banyak yang tidak
tahu harus melakukan apa setelah data terkumpul. Hal ini wajar, karena bagaimana bisa
menganalisis data kalau kita belum memahami teorinya, karena alat analisis itu, apalagi di dalam
penelitian kualitatif, seperti yang mungkin dipakai dalam penelitian mengenai pengajaran bahasa
Inggris atau ilmu sosial lainnya, adalah teori (lihat Krueger, 1998; Silverman, 2005). Beberapa
penulis mengenai penulisan tesis dan disertasi bahkan menyarankan bahwa kita sebaiknya
menulis empat kali lipat dari banyaknya kajian pustaka yang akan ditulis dalam kajian pustaka
yang ada di dalam tesis atau disertasi (lihat Delamont dkk, 2005 dalam bukunya yang berjudul
Pentingnya menulis kajian pustaka dari awal sebelum mengambil data juga disarankan baik oleh
mereka yang mendukung penulisan tesis dengan format konvensional maupun format alternatif
yang dipengaruhi oleh konsep posmodernisme (lihat Thody, 2006). Thody mengatakan:
The conventional approach is not to design the research instruments, finalise the research questions or
start collecting the data until after a first draft of the literature review is written. An alternative approach is
208
similar, in that you will be writing from the start and most of your early writing will be about the literature
(Thody, 2006:92).
Selama menulis kajian pustaka, kita akan mengalami proses interaktif, dengan membiarkan
gagasan kita berkembang ketika kita menghubungkannya dengan kajian pustaka. Dalam menulis
kajian pustaka, menurut Thody (2006), sebaiknya kita menggunakan kombinasi dua pendekatan,
yakni: Mulai menulis dengan catatan tentang apapun sumber yang kita miliki, dan menambahkan
dalam catatan itu ketika kita menemukan informasi baru. Selama waktu itu, metodologi akan
muncul dan pengumpulan data akan dimulai, tetapi kita akan terus membaca dan menulis. Sering
terjadi bahwa sumber terakhir mungkin ditambahkan sehari sebelum dokumen itu diselesaikan.
Hal ini tergantung pada kecepatan kita mendapatkan sumber melalui internet, perpustakaan dan
antar perpustakaan.
Dalam menulis kajian pustaka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dilakukan dan
Dalam melaporkan penelitian sebelumnya, Paltridge dan Stairfield (2007:107, lihat juga Swales,
1990; Smith, 2002; Clare, 2003; Johnson, 2003; Hunt, 2005 untuk pembahasan yang hampir
sama) mengatakan bahwa ada tiga cara yang sering dipakai dalam kajian pustaka, yakni: central
1. Central reporting: Penulis dilaporkan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
temuan atau argumen tertentu dan ditempatkan sebagai subjek dalam kalimat. Kutipan seperti
ini disebut juga sebagai ”literature dominant” (Clare, 2003: 26). Pemakaian cara mengutip
seperti ini, kalau terus-terusan dipakai akan membuat pembaca bosan (Clare, 2003) dan juga
209
kurang efektif (Johnson, 2003). Johnson (2003:77) mengatakan bahwa penggunaan cara
mengutip seperti ini sebenarnya membuat ”other voices dominate your work”. Contoh
Burke (1986) discovered that many students would like to become integrated into
Australian society.‟ (Paltridge & Stairfield, 2007:107).
Jones (1995) says that prewriting strategies are an important part of the writing process.
2. Non central reporting: penulis dilaporkan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
argumen atau temuan tertentu tetapi dengan nama mereka diberi lebih sedikit fokus, dengan
ditempatkan di dalam kurung di akhir pernyataan yang dikutip. Cara ini, menurut Clare
merupakan cara “researcher‟s dominant” (2003:26) dan dianggap cara menulis kajian
pustaka yang lebih efektif (Johnson, 2003:77). Contoh cara penulisan seperti ini adalah:
It has been shown that students have often performed successfully in their own education
system before they seek entry to the particular university (Ballard, 1991) (dikutip dari
Paltridge & Stairfield, 2007:107).
3. Non reporting: Hasil penelitian dipresentasikan dengan fokus lebih sedikit diberikan kepada
penulis atau kepada penelitian dan tidak ada reporting verb atau kata kerja
yang fungsinya untuk melaporkan, seperti claim, show, dsb. Cara seperti ini, dianggap sebagai
cara researcher dominant (Clare, 2003:26) dan juga dianggap lebih efektif (Johnson, 2003:77).
Prewriting strategies are an important part of the writing process (Jones, 1995).
Instead of motivation producing achievement, it may be that achievement produces
motication (Spolsky 1989) (Paltridge and Stairfield, 2007:107).
210
Dalam melaporkan gaya ini, menurut Hunt (2005), penulis bisa juga mengatakan hal seperti
ini:
Writing plays a central role in helping develop students‟ critical thinking. This is covered
in the book by … .”.
Berkenaan dengan cara menulis referensi, Swetnam (2000:67) memberikan beberapa saran
berikut ini:
Edirisinghe (1989) explored the injection moulding of ceramics using several thermoplastic
binders. He found … .
The difficulty of investigating the processes in elite groups, attributed by Delamonte (1993) to
the ”inverted snobbery of sociologists” is described as the …
3. Kutipan penuh lebih dari satu baris ditulis terpisah dari teks dan biasanya ditulis dalam satu
spasi. Selain dari mengutip seperti di atas, yang mengandung satu pernyataan atau satu kalimat,
penulis disertasi atau tesis kadang-kadang mengutip lebih dari satu kalimat bahkan mungkin
satu paragraf. Berkenaan dengan hal ini, Joseph (1999: 71) memberikan contoh sebagai berikut
Problems in education have a negative impact on American business. In a recent Harvard Business Review
article, management specialist Nan Stone describes the interrelationsgip between the classroom and the
workplace. She notes that in today‟s environment, American companies will not prosper without a steady
supply of educated, motivated, disciplined young people. These companies cannot rely on new technology
or promote self-managed teams if the employees are not competent and reliable. Stone concludes that the
economic marketplace will suffer because American students can memorise facts but cannot analyse or
interpret the information (46-52). As evident the problems of the classroom extend into the business world.
Educators and business executives must recognize that a strong economy depends on a solid educational
system (dikutip dari Joseph, 1999:71).
Contoh di atas menunjukkan bahwa kutipan terdiri dari empat kalimat, berdasarkan penulis Nan
Stone. Karena kalimat kedua, ketiga dan keempat berkaitan dengan kalimat pertama, maka hanya
211
satu kutipan yang diperlukan. Lihat juga bahwa kutipan berasal dari halaman 46-52, jadi dari
contoh di atas bisa dilihat bahwa informasi yang disampaikan dalam kutipan di atas diparafrase
dari beberapa kalimat dari artikel Nan Stone. Dari contoh di atas juga bisa dilihat bahwa ketika
penulis disebut pertama kali, nama penulis ditulis lengkap, tetapi selanjutnya hanya nama
akhirnya saja. Selain itu, ketika penulis disebut pertama kali, sedikit informasi tentang penulis
diberikan juga.
Selain itu, ada kemungkinan bahwa kita mengutip secondary source, atau sumber sekunder
In Civilization Before Greece and Rome, H. W. Saggs describes the work of Ottos Neugebauer, a
distinguished historian of science who investigated the impact of the early Egyptian civil calendar.
Neugebauer‟s research reveals that this calendar is the basis for the Gregorian calendar used today (232-
33).
Saggs, H. W. (1997). Civilization before Greece and Rome. New Haven: Yale University Press.
Selain cara di atas, bisa juga penulis menggunakan kata (quoted in) … .
Kalau yang dikutip itu merupakan salah satu bagian atau bab dalam sebuah buku atau salah satu
edisi jurna, maka yang kita tulis di kutipan adalah nama penulis, kemudian di Bibliografi kita
tulis nama penulis artikel dan ditulis nama editor buku serta judul bukunya atau jurnalnya. Nama
artikel diketik di antara tanda petik tunggal dan kemudian nama bukunya dicetak miring.
Misalnya:
Hyland, K. (2005). ‟Patterns of Engagement: dialogic features and L2 undergraduate writing.‟ In Ravelli,
L., and Ellis, R. A. (2005). Analysing academic writing. London: Continuum.
Jadi, nama yang ditulis bukan nama editor buku, tapi nama penulis artikel itu.
212
Kalau artikel itu ada dalam jurnal, maka penulis artikel yang ditulis sebagai referensi dalam tesis
atau disertasi, kemudian judul artikel ditulis dalam bibliografi dalam tanda kutip tunggal, tidak
Kim, Y., and Kim, J. (2005). ‟Teaching Korean University Writing Class: Balancing the Process and the
Genre Approach. In Asian EFL Journal. Vol 7. Issue 2. Kota Tempat Terbit: Nama Penerbit.
Kalau artikel jurnal itu didapat dari internet, maka ditulis sebagai berikut:
Kim, Y., and Kim, J. (2005). ‟Teaching Korean University Writing Class: Balancing the Process and the
GenreApproach. In Asian EFL Journal. Vol 7. Issue 2. http://www.asiasn-efl-
journal.com/June_05_ykandJk.php. Diakses tanggal 17 Juli 2007.
Dalam menulis kajian pustaka, penulis tesis atau disertasi sebaiknya menggunakan konsep
“pencil sharpening” (Swetnam, 2000), yakni general background dan hasil karya teoretis yang
Swetnam, referensi menjadi lebih spesifik, terhadap topik yang lebih pasti, menggunakan jurnal
dan periodikal yang mutakhir, bergerak dari teori ke praktek dan berakhir dengan ”direct lead
Dalam menulis kajian pustaka dan referensi yang dipakai, menurut Murray (2000:107), ada
beberapa pertanyaan yang seyogianya dikemukakan dalam kajian pustaka. Pertanyaan itu di
antaranya adalah:
213
Yang harus diingat, tambah Murray, adalah bahwa kajian pustaka tidak hanya merupakan
sintesa dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga
mensintesa penelitian kita dengan penelitian mereka. Yang paling utama adalah menghubungkan
pustaka yang ada dengan penelitian yang kita tulis (Murray, 2002:112). Ini, tambah Murray
(2002:107), bukan hal yang mudah bagi peneliti karena penelitian masih berjalan sementara
peneliti menulis. Karena itu Murray menyarankan menulis dalam berbagai bentuk, tidak hanya
Dalam penulisan kajian pustaka, Glatthorn dan Joyner (2005:178) juga mengingatkan bahwa
penulis yang kurang terampil hanya mendaftar atau menulis kesimpulan dari penelitian
Jones (1995) concluded that staff develpment programs are not effective. Joyve (1997) concluded that they
can be effective if certain conditions hold true. Glikcman (1998) concluded that coaching was an important
condition of all successful programs (Glatthorn & Joyner, 2005:178).
Selanjutnya Glatthorn dan Joyner (2005) menyarankan bahwa penelitian utama harus dibahas
secara rinci, penelitian yang tidak begitu penting atau bukan penelitian utama bisa dibahas dalam
beberapa paragraf. Penelitian yang kurang penting cukup disebut sebagai salah satu sumber yang
dibahas secara singkat saja. Seperti Murray (2002) di atas, Glatthorn dan Joyner (2005)
penelitian kita.
Dalam penulisan kajian pustaka, Paltridge dan Stairfield (2007) memberikan beberapa contoh
reporting verbs yang bisa dipakai untuk melaporkan penelitian sebelumnya. Ada beberapa cara
214
Kata kerja yang menyatakan statement: report;
Reporting verbs dalam kajian pustaka tesis atau disertasi yang ditulis dalam bahasa Inggris
khususnya, biasanya ditulis dalam present tense, past tense atau perfect tense. Beberapa kriteria
dalam menggunakan masing-masing tense dapat dilihat dalam Tabel 9.3 di bawah ini.
Tabel 9.3 Tense yang digunakan dalam kajian pustaka (Paltridge & Stairfield, 2007:109)
Selain memaparkan hasil penelitian sebelumnya, peneliti juga seharusnya mengkritisi penelitian
sebelumnya. Hal ini, menurut Paltridge dan Stairfield (2007) biasanya sulit dilakukan oleh
mahasiswa bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Dalam mengkritisi penelitian sebelumnya,
215
Apakah penulis konsisten dalam cara menganalisis penelitian?
Dalam membaca artikel jurnal, menurut Bryant (2004), ada beberapa hal yang perlu dicatat,
seperti:
Penulis;
Judul;
Data;
Penerbit dan tempat publikasi;
Kalau jurnal, volume dan nomor halaman;
Tujuan penelitian, pertanyaan penelitian;
Metode penelitian dan cakupan penelitian;
Temuan penelitian;
Rekomendasi yang diberikan oleh penulis (Bryant, 2004:77).
Berikut contoh dari mengkritisi pustaka dari tesis dalam bidang kesehatan.
… A better design was used in a British trial (Carson et al.1992) in which three hundred men who had
suffered a Myocardial Infarction (MI) and been admitted to hospital were randomly allocated to an
exercise group or a control group. The patients were assessed at their first clinical visit, six weeks post-MI
and again after five weeks, at one year and at three years. The dependent variables assessed were
mortality, physical fitness, angina, return to work, heart size and smoking habits. Physical fitness was
assessed on a bicycle ergometer and expressed as total cycling time. The results showed a highly
significant (p<0.001) difference in physical fitness between control and exercise groups as assessed by
mean cycling time, the exercise group being the higher of the two. The exercise group returned to work no
earlier than the control group. There was no significant difference in the smoking habits between the
groups. Although the improvement in morale was not measured, it was stated to be obvious in the control
group. This trial would have been more interesting if psychological parameters had been objectively
measured, especially as the return to work rate was the same for both (dikutip dari Murray, 2002:113).
Setelah kita mengatakan kelemahan dalam kajian pustaka yang ada, tanpa meremehkan hasil
karya yang ada, maka kita bisa mulai mengatakan gap atau kekosongan yang akan kita isi
dengan penelitian yang akan dilakukan. Ini, menurut Murray (2002:113) merupakan cara
mengkonstruksi atau menyusun hubungan logika antara kekurangan dalam penelitian dengan
tujuan penelitian kita. Contohnya bisa dilihat dalam kutipan berikut ini.
To date no research on an exercise-based cardiac rehabilitation programme appears to have been done in
Scotland, although it has the worst death rate from coronary heart desease in the world. This study is an
attempt to fill that gap. The study only involves acute patients who have had recent Myocardial Infarction.
Men and women will both be involved, as the study will investigate the first forty consecutive patients. It
216
has also been shown (Sugar and Newt 1999) that provided women are selected onto a cardiac
rehabilitation programme using the same criteria as for men, they derive the same benefits (Murray,
2002:113).
Menghubungkan penelitian yang dilakukan (dilaporkan dalam tesis atau disertasi) dengan
pustaka yang ada:
Background
Beginning in the late 1950s and throughout the following two decades, the debate on mixed-ability
teaching has been given a high priority. Among the more influential writers on the subject were Rudd (1),
Willig (2), Jackson (3), Yates (40, Baker-Lunn (5) and kelly (6). However, in the late 1980s there was a
view abroad that “the Mixed Ability Debate” was no longer relevant; the argument has been won and
mixed-ability organisastion has been accepted as the normal practice, especially in the pre-certificate
stages of education. Certainly there is a death of recent publications on the matter, and it has been outset
from the currency of staffroom discussion by other pore pressing initiatives. So, perhaps the stance has
some validity. This aim of this study is not to maintain this view, complacent though it may be. Rather it is
the intention to maintain that if any justification does exist it is limited to secondary and not the primary
sector (Murray, 2002:112).
Ketika menelaah atau mengkritisi penelitian orang lain, penulis tesis atau disertasi juga
seyogianya memperlihatkan stance atau argumennya berkaitan dengan penelitian itu. Dan hal ini
bisa dilakukan dengan menggunakan apa yang dinamakan dengan metadiscourse, yakni
“Linguistic devises writers employ to shape arguments to the needs and expectations of their
target readers” (Hyland, 2004, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007:110).
Setelah menulis kajian pustaka, Menurut Hunt (2005:120), penulis tesis atau disertasi sebaiknya
mengakhiri kajian pustaka dengan pernyataan positif mengenai apa yang akan dilakukan selama
proyek penelitian yang didasari oleh teori yang telah dipaparkannya, atau paling tidak tentang
apa yang menjadi fokus penelitiannya. Penulis tesis atau disertasi juga disarankan untuk
meringkas kajian pustaka yang ditemukan, apa yang dipikirkan, kemudian gambarkan apa yang
Dalam menulis referensi, ada juga beberapa singkatan yang sering muncul, yakni:
217
1. Ibid (in the same place). Digunakan untuk menghindari mengulang nama penulis dimana
referensi berasal dari hasil karya yang sama seperti kalimat yang yang telah ditulis persis
2. Op Cit (the work already referred to). Tidak banyak digunakan karena bisa menimbulkan
3. Loc Cit (The place cited ). Lebih spesifik, tidak hanya hasil karya yang sama tetapi juga
halamannya sama.
4. Sic (thus). Digunakan kalau kita mau mengutip sesuatu dengan kesalahan di dalamnya kita
5. Et al (dkk ─ dan kawan-kawan). Menulis nama pengarang pertama saja, tetapi nama yang lain
Beberapa hal yang sering dianggap sebagai kegagalan (atau Thomas & Brubaker 2000
menyebutnya ”dosa” dalam menulis kajian pustaka) atau kesalahan dalam menulis kajian
pustaka telah dibahas dalam berbagai sumber mengenai penulisan tesis dan disertasi. Berikut
adalah kegagalan yang dipaparkan oleh Rudestam dan Newton (1992); Moriarti (1997);
Swetnam (2000); Thomas dan Brubaker (2000); Evans dan Gruba (2002); Crasswell (2005);
Brown (2006); Kamler dan Thomson (2006). Beberapa kegagalan itu adalah sebagai berikut:
1. Kegagalan yang paling besar adalah bahwa mahasiswa tidak sadar bahwa menulis kajian
pustaka tidak bisa satu kali dan kemudian disingkirkan (disimpan) sementara kita
menyelesaikan tesis atau disertasi kita (Kamler & Thomson, 2006 dan Brown, 2006).
Setelah kita mendapatkan data dan temuan penelitian, maka kita sebagai penulis harus
kembali lagi ke bab kajian pustaka dan melihat dimana hubungan antara data yang
218
diperoleh dengan pustaka yang ada. Penulis mungkin harus menghilangkan pustaka yang
2. Kegagalan menghubungkan referensi yang ditulis dalam kajian pustaka dengan penelitian
yang dilakukan (Swetnam, 2000; Crasswell, 2005). Hal ini memberi kesan seolah-oleh
kajian pustaka merupakan bagian terpisah dan dibiarkan ”drift away” dari bagian tesis atau
disertasi lain, dan menjadi essay ilmiah terpisah, tidak mendasari hasil karya empiris (Swetnam,
2000:66). Kajian pustaka, menurut Murray (2002:107) tidak hanya merupakan sintesis dari
penelitian atau hasil karya orang lain, tetapi juga merupakan sintesis antara penelitian orang lain
(Rudestam & Newton, 1992; Thomas & Brubaker, 2000; Evans & Gruba, 2002). Kita
kadang-kadang merasa sayang kalau tidak memasukkan referensi yang sudah kita baca
dan sudah menghabiskan waktu untuk membaca dan memahaminya. Kita juga kadang-
kadang berkeyakinan bahwa semakin banyak referensi dan kutipan, maka kajian pustaka
atau tesis atau disertasinya semakin baik. Tetapi, menurut Thomas dan Brubaker (2000),
pendekatan penulisan kajian pustaka seperti ini justru bisa menimbulkan kesan
sebaliknya. Dengan memasukkan referensi yang kurang relevan dengan topik penelitian,
maka organisasi kajian pustaka akan tidak bagus dan pembimbing mungkin akan
Dalam hal ini, Evans dan Gruba (2002) mengatakan bahwa ketika membaca referensi,
mungkin kita membaca lebih banyak dari apa yang seharusnya kita tulis dalam kajian
pustaka tesis. Yang harus kita lakukan adalah mengidentifikasi dan membahas
219
pendekatan yang dipakai oleh orang lain dalam menjawab permasalahan yang dilontarkan
dalam penelitian kita. Dalam hal inilah, kemampuan berpikir kritis kita akan diuji. Dalam
menulis kajian pustaka, kita seyogianya memperhatikan cakupan dan tujuan penelitian:
Kita sebaiknya bertanya: How does what we are reading relate to achieving our stated
Once you have read the literature in an area, it may be tempting to report everything you now know. Avoid
this temptation! A good literature review needs to be selective and it is taken for granted that the majority
of source material you have read will not make it directly into the literature review. … That does not mean
that it does not need to read all those books and articles; they provide the expertise required to make your
contribution. But remember, in the dissertation itself, your task is to build an argument, not a library
(Rudestam & Newton, 1992:49).
4. Gagal menuliskan bibliografi ketika membuat catatan atau informasi dari bibliografi,
mungkin kita lupa menulis judul, tahun penerbitan atau penerbit dan sebagainya yang
berkaitan dengan detail dari bacaan yang dipakai. Hal ini bisa menimbulkan kesulitan di
masa yang akan datang, mengingat ada kemungkinan kita lupa tentang siapa penulisnya,
dimana, di halaman berapa. Beberapa teman penulis waktu menyelesaikan program Ph.D
hanya untuk menemukan referensi yang menjadi salah satu referensi utama, tetapi
Kalau hal ini terjadi, seperti yang disarankan oleh Thomas dan Brubaker (2000:44) kita
sebaiknya tidak asal tebak saja. Kita sebaiknya mengantisipasi kalau orang lain akan
menggunakan reeferensi yang kita gunakan. Kalau kita asal tebak saja, maka kita akan
220
Pertama, dalam penelitian, esensi dari penelitian, menurut Thomas dan Brukaber (2000:44)
adalah harus ilmiah dan bisa dipercaya. Ketika kita membaca, kita berharap bahwa penulis
jujur dan ilmiah. Hal ini juga diharapkan oleh pembaca ketika mereka membaca tesis atau
disertasi kita. Orang lain mungkin akan menggunakan referensi yang kita gunakan. Kalau
kita tidak memberikan referensi yang benar, atau tidak memberikan kutipan yang akurat,
ketika pembaca mau menggunakan referensinya, mereka tidak akan bisa mendapatkannya.
Kedua, kita mungkin terperangkap dengan memberikan informasi yang salah. Pembimbing
atau penguji mungkin merupakan ahli di bidang yang kita teliti. Dengan demikian, mereka
akan dengan mudah dapat mengenali kutipan yang mengandung informasi yang salah. Hal
ini biasanya dianggap sebagai akibat dari keteledoran atau kecerobohan, dan kita akan
5. Kegagalan yang berkaitan dengan keyakinan bahwa kajian pustaka berfungsi untuk
memperlihatkan bahwa penulis mengetahui tentang penelitian yang telah dilakukan oleh
orang lain (Rudestam & Newton, 1992:46-47). Berdasarkan kesalahfahaman ini, kajian
pustaka ini berbunyi seperti ”a laundry list of previous studies” (1992:46) dengan kalimat
atau paragraf yang dimulai dengan: “Smith found … ”, ”John concluded... ”, ”Anderson
stated...,” dan sebagainya. Ini tidak hanya menunjukkan kemampuan menulis yang kurang
bagus tetapi juga menghilangkan esensi dari kajian pustaka yang efektif. Kalimat-kalimat
seperti ini, menurut Rudestam dan Newton (1992) sebaiknya dipakai seminimal mungkin,
mengingat pernyataan seperti itu mengalihkan fokus kajian dari argumen kita sebagai penulis
221
Strategi yang lebih baik adalah mengembangkan tema dan kemudian mengutip hasil karya
orang lain yang relevan untuk mendukung argumen yang dibuat. Mengenai cara menulis
seperti ini, bisa dilihat kembali di Bab Enam mengenai penulisan tesis atau disertasi.
6. Menggunakan kutipan yang terlalu banyak. Berkenaan dengan hal ini, Rudestam dan Newton
(1992) mengingatkan bahwa kajian pustaka bukan kompilasi fakta dan perasaan, tetapi
merupakan argumen yang koheren yang telah menggiring pada deskripsi penelitian kita.
Rudestam dan Newton menambahkan bahwa sebaiknya tidak ada misteri tentang arah
penelitian dan pertanyaan ”Where are you going with this?” merupakan pertanyaan yang
baik untuk ditanyakan secara berulang-ulang dalam menulis kajian pustaka (1992: 47).
7. Dalam membaca referensi, kita hanya membaca atau menyoroti kesimpulannya saja, dan tidak
9. Plagiarisme. Plagiarisme, menurut Thody (2006:226, lihat juga Burton, 2002; Kamler &
Thomson, 2006) adalah mengatakan kata-kata atau gagasan orang lain seolah-olah kata-kata
atau gagasan itu milik kita, atau menggunakan hasil karya orang lain tanpa memberi kredit
kepada sumber aslinya. Plagiarisme, menurut Thody, tidak etis dan menyalahi hukum
mengenai hak cipta. Plagiarisme juga dianggap sebagai pelanggaran yang serius dalam dunia
akademik (Burton, 2002:10). Cara terbaik, menurut Thody (2006:226) adalah menekankan
sumber dengan jelas yang bukan merupakan hasil karya penulis tesis atau disertasi dengan
menggunakan tanda kutip, penulisan yang menjorok dalam teks, penulisan dengan huruf
miring dan cara lain dan memberikan kutipan yang tepat terhadap sumber aslinya.
222
Kalau seorang penulis menemukan satu informasi, kemudian dia mengutipnya, dan
kemampuan untuk menemukan informasi elusif mengenai topik itu dan menganalisis isinya.
Sebaliknya, kalau si penulis itu mengatakan kata-kata saja tanpa referensi, maka penulis itu,
Pertanyaan mengenai kajian pustaka yang sering muncul adalah seberapa banyak kajian pustaka
yang harus ditulis? When is enough enough? (Bryant, 2004:72; Brown, 2006:95). Secara
harfiah, kata cukup, termasuk untuk tesis atau disertasi secara keseluruhan, menurut Brown
(2006:96), merupakan masalah sufficiency. Dalam hal ini, kata cukup adalah jumlah yang perlu
untuk menceritakan kepada tesis atau disertasi kita cerita secara lengkap, singkat dan
memuaskan. Kata “cukup” ini tidak tergantung pada jumlah kata dan font tulisan serta tata letak
halaman, dan akan berkembang sejalan dengan proses penulisan tesis atau disertasi, sampai kita
Berkenaan dengan kapan kita bisa berhenti membaca untuk menulis kajian pustaka, Bryant
(2004) memberikan beberapa saran seperti yang akan dikemukakan di bawah ini.
1. Kita ingin mengetahui pemikiran mutakhir mengenai topik yang kita teliti. Dengan demikian,
kita tidak ingin ketinggalan beberapa hasil karya mutakhir dan mewakili pandangan aliran
2. Kita mungkin ingin berbicara secara otoritatif tentang penelitian yang telah dilakukan dalam
223
3. Ketika kita melihat banyak ahli atau akademisi lain mengutip secara berulang-ulang penelitian
yang sudah kita tahu, kita mungkin sudah mengetahui pustaka dalam bidang kita. Pada saat
itu, kita bisa mengatakan bahwa kajian pustaka yang kita tulis sudah cukup.
4. Ketika kita kenal dengan nama yang disebut orang lain yang dikatakan kepada kita, kita bisa
Selain itu, pertanyaan mengenai kajian pustaka juga sering muncul berkenaan dengan sumber,
yakni sampai tahun berapa yang perlu dikutip atau dibaca? Dalam hal ini, Brown (2006)
menyarankan bahwa penulis tesis, dan apalagi disertasi diharapkan menjadi ahli dalam bidang
yang ditelitinya. Untuk itu, kita sebaiknya tahu semua hasil karya yang penting berkaitan dengan
penelitian kita yang sudah diterbitkan. Selain itu, seperti dikatakan oleh Oliver (2004:118),
belajar dari generasi sebelumnya dan penelitian sekarang mau tidak mau pasti dibangun
berdasarkan hasil karya dan pandangan para akademisi sebelumnya. Kalau ada teori atau hasil
karya seminal yang ditulis beberapa tahun ke belakang atau lama ke belakang, kita sebaiknya
melaporkan ahli utama dalam bidang itu. Dengan demikian, kita sebaiknya membaca teori atau
referensi yang ditulis beberapa tahun bahkan berpuluh-puluh tahun ke belakang. Namun
demikian, pada saat yang sama, kita juga diharapkan menjadi bagian dari masyarakat ilmiah
yang secara aktif mengkaji suatu topik secara terus menerus. Untuk itu, kita juga diharapkan
Kesimpulan
Bab ini telah membahas beberapa hal berkaitan dengan penulisan kajian pustaka. Bab ini telah
menekankan bahwa kajian pustaka merupakan elemen yang keberadaannya wajib dalam
224
penulisan tesis dan disertasi, baik menurut format konvensional maupun format alternatif,
dimana penulis tidak menulis kajian pustaka dalam satu bab khusus.
Bab ini juga telah memaparkan tahapan dalam penulisan kajian pustaka, yakni merekam atau
kita telaah. Kajian pustaka sebaiknya ditulis dengan cara yang bisa memperlihatkan voice
penulis, dan dengan demikian, cara penulisan central reporting sebaiknya dibatasi, mengingat
cara itu menjadikan penulis apa yang kita paparkan menjadi fokus tulisan kita dan dianggap
kurang efektif.
Menulis kajian pustaka tidak bisa dilakukan hanya satu kali, tetapi harus berulang-ulang sejalan
dengan kemajuan penelitian yang dilakukan. Kita juga harus menghubungkan pustaka atau teori
yang dipaparkan dalam kajian pustaka dengan penelitian yang dilakukan, dan memilih pustaka
yang telah dibaca, tidak memasukkan semuanya ke dalam kajian pustaka. Asumsi bahwa kajian
pustaka yang tebal menunjukkan kemampuan penulis yang baik justru bisa sebaliknya, yakni
pembaca bisa menganggap bahwa kita kurang terampil atau kurang cakap dalam menulis kajian
pustaka.
Dalam menentukan kapan kita bisa berhenti menulis kajian pustaka atau membaca pustaka yang
berkaitan dengan topik penelitian kita, sebaiknya kita tidak membatasi tahun penerbitan sumber
yang dibaca, karena sebagai penulis tesis dan disertasi kita dituntut untuk mengetahui teori dari
awal sampai pada saat tesis atau disertasi diujikan. Sementara itu, kita bisa merasa cukup dengan
kajian pustaka kita kalau kita sudah merasa kenal dengan orang yang disebut oleh orang yang
225
menulis atau membicarakan topik yang sama dengan toipik penelitian kita, atau kita merasa
sudah memasukkan semua teori yang sebaiknya dimasukkan dalam kajian pustaka tesis atau
disertasi kita.
Setelah kita mengetahui cara menulis kajian pustaka, maka bab selanjutnya, yakni Bab Sepuluh
dari buku ini akan membahas penulisan metodologi penelitian, yang dalam tesis atau disertasi
226
BAB 10: MENULIS BAB METODOLOGI PENELITIAN
Pendahuluan
Bab Sembilan telah membahas penulisan kajian pustaka, yang merupakan tempat penulis tesis
dan disertasi mengemukakan argumen mengenai teori yang telah melatarbelakangi penelitian
yang dilaporkan dalam tesis atau disertasinya. Sejalan dengan pemahaman konsep serta teori
yang melatarbelakangi penelitian, penulis tesis atau disertasi juga bisa secara perlahan
memahami metode penelitian yang bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
diajukan.
Bab ini akan membahas penulisan bab metodologi tesis atau disertasi. Walaupun menurut
sebagian penulis (Swales & Feak, 1994; Moriarti, 1997) bab ini merupakan bab yang paling
mudah, namun pada dasarnya semua bab yang ada dalam tesis itu sulit. Tidak ada bab yang
paling mudah dalam menulis tesis dan disertasi karena semua bagian tesis dan disertasi
merupakan satu kesatuan yang utuh. Yang membuat penulis merasa mudah menulis metodologi
karena biasanya mereka sudah menulis bab kajian pustaka dan dengan demikian memahami
konsep teori penelitian dan dengan demikian memahami juga bagaimana orang lain yang telah
227
Ada dua hal yang akan dibahas dalam bab ini, yakni fungsi bab metodologi penelitian, serta
bagian atau elemen–elemen yang biasanya dibahas dalam bab metode penelitian. Pembahasan
Bab metodologi merupakan bagian sentral untuk mendemonstrasikan validitas penelitian yang
dijustifikasi dengan sumber data sekunder mengenai penelitian yang dipakai dalam penelitian
lain sebelumnya (Thody, 2006:90). Bab metode penelitian ditulis untuk membanguan kredibilitas
mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitiannya. Dengan demikian, seperti
dikemukakan dalam Bab Tiga dari buku ini, sebelum melakukan penelitian, peneliti hendaknya
Bagian metodologi penelitian mendeskripsikan secara rinci metodologi, materi dan prosedur
penelitian atau mendeskripsikan “how the inquiry will be (was) approached” (Moriarti, 1997:86;
Hamilton & Clare, 2003a:12; Kilbourn, 2006). Bagian ini biasanya merupakan bagian terpendek
dari tesis atau laporan penelitian. Metodologi, menurut Swales dan Feak (1994) dan Moriarti
(1997) biasanya merupakan salah satu bagian yang ditulis terlebih dahulu oleh peneliti.
Dalam bab metodologi, penulis biasanya melaporkan apa yang dilakukan dalam penelitian dan
dalam bab ini biasanya muncul heading seperti: Settings (Tempat penelitian), Participants
Pengumpulan Data) dan Data Analysis (Analisis Data) dan sebagainya. Tujuan dari metodologi,
seperti dikemukanan oleh Sternberg (1988), Moriarti (1997:86), Bradley, dkk yang dikutip oleh
228
Calabrese (2006) adalah untuk memberikan gambaran yang komprehensif, konsisten dan akurat
mengenai prosedur penelitian supaya penelitian lain dapat mereplikasi penelitian yang dilakukan
Metode penelitian pada dasarnya bisa dikategorikan dalam dua kelompok besar, yakni kualitatif
dan kuantitatif (Roberts, 2000; Thomas & Brubaker, 2000; Evans & Gruba, 2002; Hamilton &
Clare, 2003a,b,c). Dalam bab metodologi penulis biasanya diharuskan untuk membuat justifikasi
mengenai apa yang dilakukannya atau metodologi serta prosedur penelitian yang dipakainya.
Dalam menggambarkan prosedur penelitian, akan lebih baik kalau penulis memberikan dasar
teori dari prosedur yang dipakai. Dasar teori prosedur penelitian bisa menghilangkan potensi
kesalahan dalam melakukan penelitian atau pengumpulan data dan manfaat dalam menganalisis
data. Dalam mengutip sumber prosedur penelitian, Moriarti (1997) yang memberikan arahan
untuk penelitian sains, menyarankan bahwa kita mengutip dengan cara yang sama seperti dalam
Paparan mengenai metodologi, menurut Thody (2006:90), sebaiknya mencakup dua hal:
Data primer, yakni catatan atau rekaman dari metodologi yang dipakai dalam penelitian;
Data sekunder dari sumber lain, berkaitan dengan metodologi, yang menjustifikasi apa
yang dilakukan dalam penelitian yang dilaporkan dan memberikan perbandingan dengan
Di dalam ilmu sosial, bagian metodologi merupakan bagian yang sangat penting dan
229
- Bersifat slow paced karena tidak memikirkan banyak background knowledge;
Ada beberapa hal yang harus dibahas dalam bagian ini, dan menurut Hamilton dan Clare
(2003a:12, lihat juga Oliver, 2004) beberapa hal itu, di antaranya adalah:
1. Desain penelitian, misalnya rencana untuk melakukan penelitian dan melakukan penelitian
termasuk tahap-tahap yang dilakukan untuk memperlihatkan kerja keras. Ini didefinisikan
2. Siapa yang menjadi partisipan, dan bagaimana mereka dipilih. Kalau di negara yang
memerlukan ethics approval, bagian ini harus menyebutkan bagaimana ethics approval
diperoleh.
4. Bagaimana data diproses, dianalisis dan diusun. Bagian ini, menurut Oliver (2004) sebaiknya
Petunjuk umum untuk menuliskan metodologi, menurut Hamilton dan Clare (2003a:13) adalah
bahwa proses pelakasanaan penelitian diterangkan dan dijustifikasi dengan cara yang akurat dan
penelitian, tambah Hamilton dan Clare, maka penulis akan memungkinkan pembaca untuk
membuat penilaian mereka terhadap kredibilitas penelitian. Deskripsi seperti ini sangat penting
temuan.
230
Selain itu, menurut Kilbourn (2006), bagian metodologi bisa terdiri dari dua bagian. Bagian
seperti mengapa pendekatan experimental, survey, interpretive, kritis, dsb dianggap sebagai
metode yang paling tepat untuk penelitian itu. Bagian kedua bisa berisi pembahasan rinci
mengenai metode khusus tertentu yang akan digunakan dalam pengumpulan data, interpretasi
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam bab metode penelitian, berdasarkan
penjelasan dari Swetnam (2000); Hamilton dan Clare (2003a); Calabrese (2006) dan Murray
(2002). Beberapa hal yang harus dipaparkan itu adalah sebagai berikut:
Dalam hal ini, Hamilton dan Clare (2003a) mengatakan bahwa terlepas dari pendekatan
mereka melakukan penelitian. Laporan penelitian mempunyai bagian yang digunakan untuk
cara itu.
Berkenaan dengan hal ini, dalam memaparkan metode penelitian atau apa yang disebut
boundaries atau cakupan penelitian yang dilakukan dan mengapa memilih metode itu. Hal
Contoh 1:
This research study was guided by phenomenological inquiry approach. Since this study aimed at
231
understanding the perceptions and experiences of teachers from their own point of view,
phenomenolohgy was an ideal guiding framework as it is committed to understanding
phenomenon from the actors perspectives … . In addition, phenomenological inquiry focuses on
the question , “ what is the structure and essence of experience of this phenomenon for these
people? (Patton, 1990) and the study sought to understand the structure and experiences of the
participants” (Wayubele, 2003:70, dikutip oleh Calabrese, 2006:39).
Contoh 2:
Based on the classification of research designs from Nunan (1992), this research can be
characterised as a qualitative program evaluation because in this study the researcher created
and then implemented a teaching program. In the course of the program, she evaluated the value
and the effectiveness of the program, through ongoing assessment of students‟ achievements
(done by herself and her colleague who was involved in this study) relevant to the objectives of
the program. This assessment was valuable “to assist the researcher in deciding whether the
teaching program needed to be modified or altered in any way so that objectives may be
achieved more effectively” (Nunan, 1992, p. 185).
However, this research also has similar characteristics to a case study. First, like a case study, it
was carried out in “a small scale, a single case” (Stake, 1985, p. 278). It “focused on one
particular instance of educational experience or practice” (Freebody, 2003, p. 81), that is, a
teaching program, where “the researcher acted as teacher” (Stake, 1995, p. 91). The second
characteristic, which constitutes the important aspect of case study, as Yin (1993, p. 32)
suggests, is that this research employed “multiple sources of evidence – converging from the
same set of issues” (Yin, 1993, p. 32) or “multiple data collections and analytic procedures”
(Freebody, 2003, p. 83) to allow for “in-depth study” (Ary, Jacobs and Razavieh 1972; Connole,
1993) or “down to earth” study (Cohen and Manion, 1985, see also Cohen, Manion and
Morrison, 2000). Multiple data gatherings aimed to enhance the construct validity of the study
(Yin, 1993, p. 39-40) and to gain more rounded and complete accounts to test the values and
effectiveness of the teaching program implemented in this study, as mentioned in the purpose of
the study above. The third characteristic is that this study used text analysis, which is another
method of qualitative case study (Travern, 2001; Freebody, 2003), using SFG, which provides a
powerful analytical tool, and constitutes “one of a variety of linguistic approaches that have
been well developed in the area of education” (Freebody, 2003, p. 185) (Emilia, 2005:74-75).
Contoh dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam ekstrak di bawah ini.
Metode penelitian yang kami pakai dalam penelitian ini adalah participatory action research (Carr &
Kemmis, 1986; Marshall & Rossman, 12006) dimana semua personil dalam penelitian mempunyai
peran serta status. Selain itu, penelitian ini mungkin bisa dikatakan sebagai alat untuk memberi
pencerahan pengalaman hidup, dalam hal ini mengajar dengan memberikan gambaran dan
mendukung adanya aksi, yakni perbaikan dalam pemahaman mengenai konsep serta prinsip dasar
pendekatan genre-based. Mengingat penelitian action research dan participatory action research
merupakam jenis penelitian yang mengandung taking action sebagai hal yang paling utama dalam
penelitiannya (Marschall & Rossman, 2006: 37-38), maka penelitian ini pun mengutamakan adanya
aksi yang ditujukan untuk perbaikan pengajaran bahasa Inggris dan pencapaian siswa dalam belajar
bahasa Inggris di tempat penelitian khususnya (Emilia, dkk, 2008).
2. Apa karakteristik dari populasi, sampel atau eksperimen. Dalam mendeskripsikan partisipan,
penulis hendaknya menjelaskan beberapa hal seperti gender, usia, suku atau etnik dan latar
232
deskripsi yang tepat sehingga memungkinkan pembaca membayangkan partisipan. Penulis
juga, tambah Calabrase, dengan mengutip Bradley dkk (1994), sebaiknya menggambarkan
cara atau proses memilih partisipan. Kalau partisipan drop out dari penelitian, maka penulis
African America and European American females were asked to volunteer for this study, only if
they had already chosen a college major. Students participated in order to partially fulfill their
introductory psychology class requirements. Participation was considered voluntary, as other
options to complete class requirements were available. Demographic information pertaining to
the total sample (N=291) consisted of 133 African American females and 158 European
American females. Ages ranged from 17 to 47 years old. Participants in the age range of 18 to
19 years, comprised 81.8 % of the sample. Within the total sample, 239 (82.1 %) were
Freshwomen, 28 (9.6%) were Sophomores, 17 (5.8%) were Juniors, 4 (1.4 %) were Seniors, and
3 (1.0%) were in a continuing education program” (Bath, 2002:53, dikutip oleh Calabrese,
2006:44).
Contoh lain diambil dari disertasi penulis, yang bisa dipaparkan sebagai berikut:
The participants of this study were 18 semester six student teachers of a Bachelor degree (which
usually takes at least eight semesters) in the department, who voluntarily participated in the
study upon the researcher‟s giving information on the nature of the study and what was expected
of them (see Chapter 4, Section 4.2). Student teachers were chosen as they were considered to
have a potential to apply their learning from this program in their own teaching later. Moreover,
with the principles of CP adopted in this study, as discussed in Chapter 2, student teachers were
expected to learn “what teacher-students interactions in the classroom should look like, which
would then influence the interactions and power relations in the broader society” (Cummins,
1996, p. iii). This, as Cummins further argues, embodies an image of the society they will
graduate into and the kinds of contributions they are being enabled to make within the society.
The students involved in this study had taken the subjects Writing I to IV, offered in the
department, which mostly deal with writing paragraphs and some genres of writing (see
Appendix 1, about the syllabus of the teaching of writing in the research site). As argumentation
is difficult, as mentioned above, by selecting these students, the researcher hoped that the
materials or the tasks given in the class were in line with their English and writing capacities.
All participants were between 20-21 years of age. They were all Moslems, originally from the
Sundanese ethnic group in Indonesia, having Bahasa Sunda as their mother tongue. Bahasa
Indonesia is their second language and English is thus their foreign language. The class had
only two male students, which is common in language classes in all language departments in the
university. However, from a CL perspective, as revealed in interview data in Chapter 6, this is a
limitation of the study, as the class was not heterogeneous. A mixed-gendered class, with
students having different cultural backgrounds could have provided an ideal environment in
which the students “could test their own readings against those of others” (Janks, 2001, p. 149).
Another limitation, as will also be shown in the interview data, is that the class was much
smaller than regular classes in the research site and in other Indonesian contexts in general,
which will influence the reliability of the results of the study. Moreover, the class being
additional to the others and the voluntary-based participation may also mean that the students
were potentially more motivated, which again, affects the reliability of the results of the study.
The last limitation is to do with the class being set up specifically for the purpose of research.
From the perspective of classroom observation in ESL or EFL, it would have been much better if
the research had taken place in an ongoing and regular class (van Lier, 1988, p. 9). This is
because “in an ongoing class things are done along similar lines a number of times, and they
233
turn into routines in which all participants know what is likely to happen next” (van Lier, 1988,
p. 10), which can lead to “a natural and undisturbed lesson” (van Lier, 1988, p. 39) (dikutip dari
Emilia, 2005:76-77).
Contoh lain dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam ekstrak berikut:
Contoh 1:
Berkaitan dengan partisipan, partisipan dalam penelitian ini adalah seorang guru yang secara
sukarela dan direkomendasikan oleh pimpinan sekolah untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
dan satu kelas dari kelas 8 yang terdiri dari 42 siswa, yakni kelas 8B. Mengingat penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas, maka guru, yang awalnya sebagai partisipan, bisa juga
dikatakan sebagai anggota tim peneliti (Emilia dkk, 2008).
Contoh 2:
Partisipan yang akan terlibat dalam penelitian dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori,
yakni:
Mahasiswa program studi pendidikan bahasa Inggris, baik yang masih kuliah atau sedang
menulis tesis maupun mereka yang sudah lulus (mahasiswa yang berpartisipasi
dalam penelitian ini diharapkan berjumlah 20-30 orang, mewakili berbagai tingkat
pencapaian mahasiswa, yakni kelompok low achiever - IPK <3, mid achiever - IPK
3-3,5, dan high achiever - IPK>3,5)
Semua dosen program studi pendidikan bahasa Inggris sekolah pascasarjana Universitas
pendidikan Indonesia;
Pimpinan sekolah pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Perlu diketahui bahwa partisipasi dalam penelitian ini akan bersifat sukarela atau voluntary-
based (Emilia, 2007).
.
3. Instrumen apa yang akan dipakai. Bagian ini menerangkan secara lengkap mengenai
instrumen penelitan yang digunakan untuk mengumpulkan data (Calabrese, 2006:48). Bagian
tepat untuk mendukung penggunaan instrumen tertentu beserta validitas dan reliabilitasnya.
Bagian ini juga bisa memasukkan penelitian lain yang berkaitan dengan bidang yang diteliti
dan peneliti menggunakan instrumen yang sama untuk mengumpulkan data yang hampir
sama.
Contoh 1:
234
Contoh 2:
As illustrated in Table …, two types of interview were employed: individual and focus group. …
A guided or semi-structured interview was used in both stages of interviews to enable the
researcher to get all information required (without forgetting a question), while at the same time
to permit the participants‟ freedom of responses and description to illustrate the concepts (Field
and Morse, 1985, p. 67). …
Questions asked in individual interviews in stage one can be seen in Appendix 18.1. Moreover,
the focus group only used some of the same questions, as students‟ responses had already
confirmed the students‟ main ideas in the individual interviews. Most questions were leading
questions and popular opinion about leading questions today is that “leading questions are not
that powerful” (Kvale, 1996, p. 157) (see also Merriam, 1998, p. 78-79; Cohen, Manion and
Morrison, 2000, p. 122). However, Kvale (1996) further argues for the importance of leading
questions, particularly in qualitative research, as saying:
The qualitative research interview is particularly well suited for employing leading questions to check repeatedly
the reliability of the interviewees‟ answers, as well as to verify the interviewer‟s interpretations. Thus, contrary to
popular opinion, leading questions do not always reduce the reliability of interviews, but may enhance it; rather
than being used too much, deliberately leading questions are today probably applied too little in qualitative
research interviews (1996, p. 158).
…
The questions used in stage two can be found in Appendix 18.4. There were only three main
questions asked in this interview. Each was to do with what the students remembered they
learnt in the program, what development they thought they gained, using samples of their texts
as a prompt, and what challenges they thought they would face in implementing a similar
teaching program in their own teaching later … (Emilia, 2005:81-84).
Kalau peneliti melakukan “pilot study” atau “preliminary study,” pilot study itu sebaiknya
dilaporkan. Pilot study, menurut Calabrese (2006:50) merupakan versi kecil atau uji coba
All questions in the interview stage one were tried out with several students who were not involved in
the study, for suggestions and advice, particularly regarding whether the questions were ambiguous,
vague or confusing (Emilia, 2005:84).
4. Analisis data. Dalam bagian ini, penulis tesis atau disertasi seyogianya menerangkan
bagaimana data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data dianalisis untuk
Contoh 1
“For the handgrip task a repeated measures (RM) multivariate analysis of Variance (MANOVA) was
employed with gender as a between subjects factor, and time intervals (15 second) nested within
235
three sensation variables nested within three clusters (i.e., physical, motivational and affective
sensations) as repeated factors and gender as a between subjects factor. For the cycle task a RM
MANOVA was employed with time intervals (30 sec) nested within three sensation variables as
repeated factors and genders as a between subjects factor. A hierachical linear regression analysis
was conducted to determine how much of the variance in “time to fatigue” was accounted for by
dispositional and task-specific factors.The significance level used in this study was p≤0.05”
(Hutcinson, 2004:29, dikutip oleh calabreses, 2006:55).
Contoh 2
Semua data yang diperoleh dari semua teknik pengumpulan data akan dianalisis secara bertahap.
Tesis akan dianalisis dengan cara-cara analisis teks seperti yang telah disarankan oleh teori analisis
teks akademik serta petunjuk analisis teks dari teoris genre dan berpikir kritis, yang juga relevan
dengan analisis wacana kritis, seperti yang telah dijelaskan di atas. Tesis dan tugas akan dianalisis
dengan menggunakan tata bahasa sistemik fungsional (sistemic functional grammar, SFG)
bersadarkan tiga sistem tatabahasa (Theme, Transitivity dan Mood) yang relevan dengan tiga
metafungsi bahasa (metafungsi textual, experiencial dan interpersonal) seperti yang telah ditegaskan
dalam linguistik sistemik fungsional (SFL). Analisis akan difokuskan pada struktur skema atau
struktur makro, dan ciri-ciri linguistik atau struktur mikro tesis dan tugas. Dari analisis ini, beberapa
disposisi berpikir kritis yang erat kaitannya dalam penulisan teks argumentatif (Ennis, 1992; Lipman,
2003) seperti tesis atau tugas akan di evaluasi. Analisis tesis atau tugas yang dibuat oleh mahasiswa
dianggap sangat relevan dalam penelitian ini, yang berusaha untuk menelisisk kesulitan mahasiswa
dalam menulis, khususnya menulis tesis di tingkat universitas. Pentingnya analisis teks yang dibuat
oleh mahasiswa untuk membantu mengidentifikasi kesulitan mahasiswa dalam menulis di tingkat
universitas telah diobservasi oleh beberapa penulis, seperi Jones, dkk (1989) dan Freebody (2003).
Jones dkk (1989: 260) mengatakan, “Analysis of student texts helps the teacher understand the
problems the students have in learning to write at the university level.” Berkaitan dengan analysis
teks yang menggunakan tatabahasa sistemik fungsional (SFG), untuk konteks bahasa Inggris sebagai
bahasa asing, Jones dkk (1989:260-261) melaporkan bahwa analisis seperti itu memungkinkan guru
menganalisis teks bukan dari tahap perkembangan bahasa atau pemerolehan bahasa tetapi dalam hal
“where the students are in relation to the native speaker texts they aim to approximate” (Ibid).
Selain itu, data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan tematik analisis
(Kvale, 1996; Merriam, 1998), yakni data akan dikategiorisasikan berdasarkan central theme atau
tema utama dari penelitiaan, sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah diformulasikan di atas.
Tearkhir, data dari interviu akan dianalisis secara bertahap. Pertama, data interviu akan ditranskripsi.
Selama pembuatan transkrip interviu, nama mahasiswa akan diganti dengan nama samaran untuk
menjamin objektivitas peneliti dalam menganalisis data lebih lanjut (Kvale, 1996). Setelah
ditranskripsi, data interviu akan dikembalikan kepada partisipan untuk menjamin bahwa transkripsi
memang betul-betul merefleksikan apa yang dimaksud oleh partisipan (Kvale, 1996) dan kalau
memungkinkan mendapatkan masukan dari partisipan (Connole, Smith & Wiseman, 1993:167).
Kemuan data interviu yang sudah ditranskripsi, seperti data kuesioner, akan dikategorisasikan ke
dalam tema utama penelitian, sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah diformulasikan. Setelah
itu data yang telah dikategorisasikan akan “dikondensed” untuk selanjutnya diinterpretasi,
dibandingkan dengan teori yang melatarbelakangi penelitian ini (Emilia, 2007 dalam proposal dan
laporan penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa Inggris).
Selain itu, dalam bab mengenai metodologi, kita harus memaparkan metode atau metode-
metode yang dipakai untuk mengetes hipotesis atau menjawab pertanyaan, dan mengapa kita
236
memakainya. Kita harus pertama kali mereviu metode penelitian yang dipakai dan
mengemukakan alasan mengapa memilih metode itu. Kadang-kadang bagian ini suka mudah
dilupakan karena ketika menulis tesis kita sudah dikerubuti oleh banyak macam metode
penelitian dan banyak hal yang berkaitan dengan penelitian, sehingga kita lupa untuk
mengatakan mengapa metode penelitian tertentu yang dipakai. Namun demikian, menurut
Evans dan Gruba, “pembaca tidak bisa membaca pikiran kita … Tidak akan ada penguji
yang cukup baik untuk mengatakan “Well I expect the candidate had good reasons for
Berkaitan dengan metodologi, ada yang dinamakan dengan”triangulation” (Evans dan Gruba,
2002:91, Yin, 1984, 1993, 2003) sebagai cara untuk menjamin validitas penelitian. Triangulasi,
menurut Sydenstricker-Neto (1997) dan Trochim (2001), yang dikutip dalam Calabrese
Triangulation is a qualitative process that tests the consistency of findings gathered through different
methods and sources of data, including field notes, artifacts, and transcripts.
Istilah triangulasi dipakai dalam penelitian kalau kita menggunakan lebih dari satu metode atau
jenis data untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesa kita. Evans dan Gruba
(2002) mengatakan bahwa kita bisa melakukannya kalau kita mempunyai lebih dari satu hipotesa
atau pertanyaan penelitian, atau kalau pertanyaan penelitian “multi-faceted” sehingga metode
yang berbeda atau pendekatan yang berbeda diperlukan. Triangulasi sangat umum dalam
penelitian ilmu sosial. Istilah triangulasi dipakai dengan cara yang berbeda dalam penelitian yang
berbeda: Triangulasi data, triangulasi teori, triangulasi peneliti dan triangulasi metodologi
penelitian. Triangulasi, khususnya dalam penelitian kualitatif dapat meningkatkan validitas serta
237
Selain dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, ada beberapa hal lain yang perlu
diterangkan dalam Bab Metodologi penelitian. Beberapa hal ini berkaitan dengan Bias dan Error
atau kesalahan dalam melakukan penelitian. Berikut adalah contoh-contoh yang menunjukkan
Contoh 1:
The researcher also wrote observation notes immediately after each session while “the memory of the
observation was still fresh” (van Lier, 1988, p. 241). Observation notes focused on what was said and done
by both the researcher and the students in the “interactional setting” (Morrison, 1993, cited in Cohen,
Manion and Morrison, 2000, p. 305; Allwright, 1988). This aimed to help “increase the researcher‟s
sensitivity to her own classroom behaviour and its effects and influence on students” (Allwright, 1988, p.
77). Observation (and the collection of students‟ writing samples below) constituted a technique for
evaluating the program as “it provides objective measures of pre-to-post-training changes in students”
(Allwright, 1988, p. 260).
As no observation is value-free or theory-free (van Lier, 1988, p. 46; Fraenkel and Wallen, 2000, p. 538-
539), the researcher invited one of her colleagues, Mr Ari (pseudonym), to observe the class. This was
intended to enable the researcher “to check her observations against his” (Fraenkel and Wallen, 2000, p.
539) and accordingly to promote the reliability of observations (Allwright, 1988; van Lier, 1988;
Shimahara, 1988) (Emilia, 2005:79).
Contoh 2:
“One of the advantages of participant observer approach is … . This same advantage can be construed as
a situation that might encourage bias in the researchers reporting of data and so must be balanced with
controls. Use of collaborative teacher researcher provides an insider who can challenge the interpretation
of the researcher. A constant check for rival hypothesis or negative instances also provides control. The
use of value free note taking with separate personal and analytical notes provides a more unbiased
approach.” (Mather, 2004:79, dikutip dalam Calabrese, 2006:58).
Contoh 3
In order to remove some of the bias in verbal reports toward pleasing the instructor as the researcher, who
was also the interviewer, … two weeks after the individual and focus group interviews in stage one, two
individual interviews were conducted with a mid and a high achiever, who had been interviewed
previously. These interviews were intended to test the reliability of the students‟ verbalisations. To allow
the students to express their ideas in a more elaborated way, these two interviews were conducted in
bahasa Indonesia by a researcher‟s colleague (Hyon, 2002) who did not participate in the teaching
program (Emilia, 2005:84).
238
Kesimpulan
Bab ini telah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan Bab Metodologi
penelitian. Telah dipaparkan dalam bab ini bahwa segala hal berkaitan dengan metode
pelaksanaan penelitian seyogianya dibahas dan diinformasikan kepada pembaca supaya mereka
Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan secara rinci dalam bab metodologi penelitian, terutama
berkaitan dengan metode atau desain penelitian, tempat dan partisipan penelitian, teknik
Setelah memaparkan pengumpulan data, maka tahap selanjutnya dari proses menulis tesis atau
disertasi adalah memaparkan dan membahas data, yang posisinya dalam tesis atau disertasi
biasanya berada di Bab Empat. Untuk itu, Bab Sebelas dari buku ini akan membahas bagaimana
data yang telah diperoleh dipaparkan dan dianalisis dalam tesis atau disertasi, yang biasanya
239
BAB 11: MENULIS BAB PEMAPARAN DAN PEMBAHASAN
DATA
Pendahuluan
Bab ini akan membahas salah satu bab dalam tesis atau disertasi yang paling penting dan juga
paling sulit, yakni menulis bab yang mempresentasikan dan menganalisis data. Akan
diperlihatkan dalam bab ini bahwa ada dua pendapat mengenai cara memaparkan data dan
pembahasan data. Beberapa pakar penulisan tesis dan disertasi menyarankan data dan interpretasi
atau analisis data dipisahkan. Tetapi ada juga yang menyatukan bab data dan presentasi data
seperti yang umum dipakai dalam bidang politik, hukum, pendidikan, dan sosiologi (lihat
pembahasan dalam Sternberg, 1988; Rudestam & Newton, 1992; Swales & Feak, 1994;2004;
Berkenaan dengan pemaparan dan interpretasi data di atas, bab ini akan menunjukkan bahwa
sebenarnya dari segi isi tidak ada perbedaan, tetapi dari segi keterbacaan, data yang dipaparkan
dan langsung dinterpretasi dalam satu bagian yang sama atau bab yang sama membuat alur tesis
atau disertasi menjadi lebih baik (Rudestam & Newton, 1992:79, lihat juga Sternberg, 1988;
Swales & Feak, 1994; 2004). Buku ini, seperti diperlihatkan dalam judul bab ini, didasari oleh
Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dengan fungsi bab presentasi dan analisis data, dan
dilanjutkan dengan cara memaparkan dan membahas data, termasuk rhetorical move yang
biasanya muncul dalam bab ini, berdasarkan saran atau contoh-contoh yang diberikan oleh para
240
pakar penulisan tesis dan disertasi. Ciri-ciri linguistik atau contoh-contoh pernyataan yang biasa
Berikut adalah penjelsan mengenai setiap aspek yang berkaitan dengan pemaparan dan
pembahasan data.
Melaporkan hasil penelitian merupakan bagian yang esensial dari penelitian, dan dapat dikatakan
sebagai ciri penting yang membedakan penelitian dengan yang bukan penelitian (Allison &
Race, 2004:6). Dengan demikian, bab presentasi dan analisis data merupakan bab yang paling
utama dan paling sulit (Thomas, 2000). Dalam beberapa tesis, bab ini bisa menghabiskan
sepertiga dari isi tesis secara keseluruhan (Glatthorn & Joyner, 2005).
Ketika menulis bab ini, penulis harus memperhatikan apa yang ditulis dalam bab pendahuluan,
terutama pertanyaan penelitian atau hipotesa, bab kajian pustaka, untuk mengintegrasikan dan
penelitian, dan dengan bab metodologi, untuk mengklasifikasikan data. Selain, itu, mengingat
bab ini juga merupakan dasar dari kesimpulan, maka menurut Thomas (2000:79), bagian atau
sub-heading atau argumen yang ada dalam pendahuluan, pemaparan dan pembahasan data serta
Tujuan dan fungsi dari bagian presentasi data adalah memaparkan data atau temuan sejelas
mungkin dan dengan demikian, penulis sebaiknya merencanakan terlebih dahulu apa saja yang
241
akan dipaparkan dalam bagian ini (Rudestam & Newton, 1992:79). Data mengacu pada apa
yang terjadi sebagai konsekuensi dari apa yang dilakukan atau prosedur penelitian yang dipakai.
Pembahasan atau discussion mengacu pada interpretasi atau signifikansi dari hasil penelitian.
Data menggambarkan apa yang terjadi, discussion atau pembahasan menerangkan apa arti data
yang diperoleh. Data, menurut Moriarto (1997:91, lihat juga Hart, 2005:352-354) mentabulasi
efek, sementara pembahasan menerangkan efek. Data, menurut Hart (2005:354) merupakan apa
saja yang perlu untuk menjawab pertanyaan penelitian dan pada hakekatnya tidak ada data yang
Hasil atau data merupakan hasil langsung dari program penelitian, kalau di bidang sains
mungkin merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan yang bisa berupa angka dari hasil
penghitungan atau informasi hasil observasi atau hasil dari teknik pengumpulan data lain. Grafik,
tabel, chart, ilustrasi akan muncul dalam bab atau bagian ini. Kalau menggunakan grafik, tabel
atau chart atau gambar, menurut Moriarti (1997:88) dalam melaporkan percobaan sains, yang
juga relevan dengan laporan penelitian dalam bidang sosial, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Grafik, tabel dan gambar itu harus disebutkan dulu dalam teks laporan sebelum grafik atau
242
Dalam banyak petunjuk penulisan laporan penelitian, bagian data berfungsi untuk memaparkan
data saja dan hanya dalam bagian interpretasi data peneliti disarankan mengomentari data yang
penelitiannya dalam bidang psikologi, menyebut cara pertama ketika penulis memaparkan data
terpisah dengan pembahasan sebagai cara nontematik dan cara kedua, ketika penulis
memaparkan data dan pembahasan dalam satu bab sebagai cara tematik. Dalam organisasi
nontematik, menurut Sternberg, data dan pembahasan akan dipaparkan sebagi berikut:
Sementara itu, dalam organisasi tematik data dan pembahasan akan dipaparkan sebagai berikut:
Namun demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh Swales dan Feak (1994); Berkenkotter
dan Huckin (1995); Hyland (2002); Hamilton dan Claire (2003a) dan yang lebih mutakhir lagi
oleh Lim (2005) di Malaysia, membuktikan bahwa perbedaan antara data dan analisis atau
pembahasan data tidak setajam yang selama ini diyakini oleh kebanyakan orang. Banyak penulis
memasukkan komentar atau interpretasi data langsung ketika memaparkan data, karena mereka
sadar akan adanya pembaca dari tulisan yang dibuatnya. Swales dan Feak (1994; 2004)
243
mengatakan bahwa penulis umumnya berusaha untuk bisa mengantisipasi kemungkinan
pertanyaan yang muncul dari pembaca ketika membaca data, seperti pertanyaan “Apakah data ini
aneh?” Untuk mengantisipasi pertanyaan seperti ini, dengan demikian, menurut Swales dan Feak
(1994; 2004) penulis mungkin tidak mau menunda merespon pertanyaan itu dan memberikan
Dalam hal bab data yang digabungkan dengan interpretasi atau analisis data, Sternberg
mengatakan:
I recommend that results should be combined with discussion, especially when each section is relatively
short. I recommend this combination even when the individual sections are not short. The problem with
results section standing by itself is that it is difficult to follow and makes for dry reading. The reader is
confronted with masses of statistics (in quantitative research) without being told what the statistics mean or
why they are important. Meaningful discussion is deffered until later (1988:54).
Dengan alasan keterbacaan tesis atau disertasi seperti dikemukakan oleh para penulis di atas,
buku ini juga menyarankan bahwa data sebaiknya dipresentasikan dan dibahas dalam satu bab
dengan judul Data presentation and analyses atau “Pemaparan dan Pembahasan Data.” Dengan
cara ini, penulis tesis atau disertasi juga akan terhindar dari kemungkinan lupa membahas data
yang sebaiknya dibahas dengan detil, karena ketika melihat dan memaparkan data penulis bisa
langsung menilai atau menginterpretasi data itu, tidak usah membuka atau menunggu pemaparan
data selesai. Selain itu, dalam proses analisis atau pembahasan, cara ini juga memudahkan
penulis, mengingat penulis hanya harus membuka terutama dua bab (file) ketika membahas data,
yakni bab pemaparan dan pembahasan data serta bab kajian pustaka yang berfungsi sebagai
sumber informasi untuk menguhubungkan temuan dengan penelitian sebelumnya atau dengan
teori yang menjadi dasar pemikiran penelitian, yang biasanya dipaparkan dalam bab kajian
pustaka.
244
Cara memaparkan data
Tidak ada cara standar untuk memaparkan data yang bisa diterapkan dalam setiap kasus
penulisan tesis atau disertasi (Rudestam & Newton, 1992:79). Yang penting, tambah Rudestam
dan Newton, adalah data dipaparkan dengan logika organisasi yang bisa difahami oleh pembaca
mengenai data atau hasil penelitian. Data, seperti dikatakn oleh Evans dan Gruba (2002:105)
merupakan hasil rekaman pengukuran atau image, dan ketika data dipaparkan atau diperlihatkan
secara sistematis, maka data akan menjadi informasi, dan pemaparan data, tambah Evans dan
Ada dua cara umum yang bisa dipakai dalam mengorganisasikan data, yakni berdasarkan cara
pengumpulan data atau berdasarkan pertanyaan penelitian (Rudestam & Newton, 1992; Thomas,
2000; Paltridge & Stairfield, 2007). Berdasarkan pengalaman penulis, dan berdasarkan hasil
temuan penelitian yang sedang dilakukan penulis dalam menganalisis tesis, penulis berkeyakian
bahwa memaparkan data berdasarkan metode pengumpulan data mungkin lebih baik. Hasil
analisis tesis mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa yang memaparkan data berdasarkan
pertanyaan penelitian, cenderung tidak berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian ini
dengan data yang didapat dari semua teknik pengumpulan data yang dipakai. Beberapa tesis
yang dianalisis hanya menjawab pertanyaan penelitian dengan data dari salah satu sumber saja,
misalnya wawancara. Kalau pertanyaan sudah terjawab dengan wawancara, data yang lain
cenderung diabaikan. Dengan memaparkan data berdasarkan teknik pengumpulan data, dan
pertanyaan penelitian dibahas dalam setiap pengumpulan data, maka triangulasi akan benar-
benar terjadi, pembahasan akan lebih komprehensif dan dengan demikian, kesimpulan yang
didapat akan menjadi lebih valid. Dengan demikian, kalau kita menggunakan cara tematik seperti
245
yang digambarkan di atas, maka apa yang dinamakan “Results A, Results B, Results C”,
misalnya, bisa merupakan data yang didasarkan pada teknik pengumpulan data. Jadi bunyi
headingnya akan seperti ini: Results A merupakan Data from Observation (Data dari Observasi);
Results B: Data from Interviews (data dari Intervieu) dan Results C merupakan Data from
Ada beberapa saran mengenai pemaparan data, seperti yang telah dikemukakan oleh beberapa
penulis, di antaranya: Rudestam dan Newton (1992); Evans dan Gruba (2002); Hamilton dan
Clare (2003a,b); Thomas (2000); Glatthorn dan Joyner (2005); Sternberg (1988). Saran itu di
antarnya adalah:
Memaparkan data dengan cara yang jelas untuk membantu pembaca memahami hasil
penelitian. Ini bisa dicapai dengan beberapa cara seperti yang akan dijelaskan di bawah
ini.
1. Memaparkan temuan penelitian dengan urutan yang berkaitan dengan masalah penelitan,
seperti pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian atau tema penelitian (apapun
2. Memaparkan data yang disusun dengan sub-heading yang berkaitan dengan masalah
penelitian utama untuk membantu pembaca memahami hasil penelitian, terutama ketika
3. Menggunakan visual aids, seperti tabel, gambar, diagram, model, grafik untuk meringkas
data.
Data sebaiknya diorganisasikan dengan cara yang tidak membuat pembaca dihadapkan
pada banyak data. Data sebaiknya dipaparkan dengan jelas, sederhana dan lengkap
246
(Rudestam & Newton, 1992:80). Ketika memaparkan data, menurut Thomas (2000:73),
penulis hanya memaparkan hasil dari pengumpulan data, tanpa mengomentari atau
Tesis atau disertasi yang berhasil mempunyai atribut desain sebagai berikut:
Masukan data yang cukup di apendiks sehingga pembaca melihat bagaimana kita
mengaturnya dalam proses kondensasi data untuk tujuan pemaparan dalam bab
Memaparkan hasil penelitian dalam bab pemaparan data dengan cara sehingga data itu
Dalam memaparkan data atau argumen, Hamilton (2003:35) mengatakan bahwa ketika
menulis laporan penelitian kita harus menulis data atau argumen seluruhnya dan hal ini
tidak berarti bahwa kita hanya menulis kasus yang paling baik, kemudian kita
247
mengabaikan atau meninggalkan temuan yang tidak cocok atau temuan yang tidak kita
Researchers speculate on unexpected findings in discussion of the text, suggesting likely explanations for
them or identifying new research pathways that might explain them. A researcher‟s argumemnt is stronger
if alternative explanations or competing ideas are successfully refuted or explained away. But they may
give the researcher pause to rethink the [position they have taken in relation to their thesis. … However,
the research paper should be more than a thesis with supporting subsections … it should set out to critique
the work in the fdield.
Berikut adalah cara memaparkan data berdasarkan saran dari Rudestam dan Newton (1992:80-
84)
Bagian data biasanya dimulai dengan deskripsi mengenai sampel (jenis kelamin, status,
umur, dan hal lain yang berhubungan dengan faktor demografik), dan bisa dipaparkan
dalam grafik.
penelitian atau hipotesa satu persatu dalam sub-heading yang belainan. Kalau data
dibahas berdasarkan teknik pengumpulan data, maka pertanyaan penelitian akan menjadi
bagian dari heading tiap data yang dikumpulkan berdasarkan teknik pengumpulan data
itu. Dalam memberikan nama untuk sub-heading, Rudestam dan Newton (1992)
mengingatkan bahwa kita jangan memakai judul seperti “Hipotesa 1” atau “Hypothesis
1” karena ada kemungkinan bahwa ada lebih dari satu hipotesa akan dibahas dalam satu
analisis dan penggunaan nomor sebagai heading tidak informatif. Menurut Rudestam dan
Newton, akan lebih baik kalau kita memberi sub-heading dengan isi hipotesa yang akan
dianalisis.
Dalam memaparkan data, urutan data yang dilaporkan memainkan peranan penting
(Sternberg, 1988:52; Rudestam & Newton, 1992:82). Menurut Sternberg serta Rudestam
dan Newton, penulis sering melaporkan data yang paling penting dan relevan dengan
248
hipotesis yang diuji atau pertanyaan penelitian yang dijawab, kemudian diikuti dengan
data yang tidak begitu penting atau menarik atau kurang relevan. Penulis, tambah
Sternberg bisa juga memulai pemaparan data dan interpretasi data dengan kesimpulan
atau interpretasi umum, kemudian dengan informasi detil dari masing-masing tema.
Dalam memilih data yang dipaparkan, penulis harus berhati-hati dengan data yang kurang
penting dan data yang tidak mendukung hipotesis penelitian. Rudestam dan Newton
(1992:82) mengungkapkan bahwa ada perbedaan antara data yang tidak penting dan data
yang tidak mendukung hipotesis penelitian. Menurut Rudestam dan Newton, data yang
tidak penting atau kurang relevan dengan apa yang dicari dalam penelitian tidak perlu
dibahas. Akan tetapi, tambah Rudestam dan Newton, data yang tidak mendukung
hipotesa penelitian harus dibahas, mengapa data itu muncul, apa penyebabnya.
Berikut adalah cara memaparkan data seperti yang disarankan oleh Rudestam dan Newton
Bagian pemaparan data biasanya memaparkan hasil multiple anayisis dari data. Masing-masing
analisis bisa dipecah menjadi beberapa pernyataan yang menerangkan temuan utama penelitian,
yang sebagiannya mungkin dipaparkan dalam bentuk tabel atau grafik. Ada empat pernyataan
yang biasanya dibuat dalam menganalisis data kuantitatif. Keempat pernyataan itu adalah
sebagai berikut.
Pernyataan Jenis Pertama: Membimbing pembaca kepada tabel atau gambar dan
249
Contoh 1: Menggambarkan tabel korelasi.
The correlations between student ratings and final examination marks are given in Table
1.
Table 1 presents the percentage of responses for each of the five possible categories.
tabel atau gambar. Perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi, frekuensi dan nilai r
Of the 10 correlations, it can be seen that 9 are positive and 8 are above r= .32.
Males rated applicants as lower in intelligence and friendliness when wearing cologne.
In contrast females rated the applicants higher in intelligence and friendliness when
wearing cologne.
As shown in Figure 2, the rate of typing increased from a baseline of about 0.7 words
perminute to about 1.5 words perminute during the treatment period.
Pernyataan Jenis 3: Memaparkan hasil dari tes statistik dan referensial, seperti E atau t.
250
Six of the correlations between amount of homework and GPA were found to be positive
and d=significant (p<.05).
The correlation between mean Parent IQ and child IQ was statistically significant, r
(190) = .87,p<.05.
The mean score of females (75.5) was significanty greater than the mean score for males
(70.7), E (1,28)=23.1,p<.05.
sebelumnya.
Contoh 1: The results suggest that students who reported very heavy drug use had
significantly higher maladjustment scores than other students.
contoh tentang berbagai komentar yang mungkin digunakan dalam menggambarkan hasil
Rudestam dan Newton (1992) kita sebaiknya menghindari pemakaian kalimat editorial
seperti “Unfortunately, the findings were not significant…” (Sayang, temuan ini tidak
signifikan…) atau “This result was quite surprising …” (Temuan ini cukup mengejutkan
251
membantu pemahaman pembaca terhadap hasil penelitian dan mungkin membuat tulisan
Bagian pemaparan data sebaiknya membahas bagaimana peneliti menganalisis data yang
dikumpulkan dalam penelitian, temuan utama yang dihasilkan dari analisis data dan apakah
temuan mendukung pertanyaan penelitian yang diajukan (Burton, 2002:71). Dalam memaparkan
data, menurut Burton (2002), tense yang digunakan sebaiknya past tense (kalau tesis atau
disertasi ditulis dalam bahasa Inggris), mengingat kita berbicara tentang hasil dari analisis yang
Setelah itu, bab pemaparan data sebaiknya dimulai dengan ringkasan singkat mengenai temuan
penelitian, dengan mengatakan kembali tujuan penelitian. Dalam penelitian kuantitatif, menurut
Burton (2002:71), peneliti menggambarkan temuannya dengan rinci berkaitan dengan hipotesis
yang diformulasikan. Hal ini biasanya melibatkan pemaparan statistik, means dan standar deviasi
ketimbang skor untuk masing-masing individu (Burton, 2002). Data kuantitatif sering lebih
mudah dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik, figur daripada dengan pemaparan.
Penelitian kualitatif biasanya menggunakan metode deskriptif seperti observasi, wawancara, dan
studi kasus untuk menggambarkan perilaku daripada menggunakan data yang bisa dianalisis
secara statistik (Burton, 2002:71). Penelitian naturalistik kemungkinan besar menghasilkan data
yang jauh lebih banyak yang merepresentasikan kata dan gagasan daripada angka dan statistik.
Data ini bisa terdiri dari data wawancara, catatan di lapangan atau field notes, dan sejumlah
252
rekaman data lain, atau dokumen (Rudestam & Newton, 1992:113). Peneliti, tambah Rudestam
dan Newton mungkin menjadi “Korban data yang terlalu banyak” tanpa ide dan gagasan tentang
apa yang harus dipaparkan dan dari mana mulainya. Data reduksi merupakan parcel atau hadiah
dari penelitian kuantitatif, tetapi “seni dari memroses data kualitatif kurang berkembang”
Data kuantitatif bisa dipaparkan dengan cara yang standar, seperti menggunakan SPSS, dan lain
sebagainya, analisis atau pemaparan data kualitatif menharuskan peneliti untuk membuat alat
atau metode untuk memaparkan dan menganalisis datanya (Rudestam & Newton, 1992). Selain
itu, dengan mengutip Lincoln dan Guba (1985), Rudestam dan Newton mengatakan bahwa
dalam memahami data kualitatif peneliti harus melakukan analisis induktif, dan dalam analisis
ini, ada dua kegiatan yang dilakukan, yakni unitising: kegiatan memberi kode yang
mengidentifikasi unit informasi yang terpisah dari teks, dan categorising yakni menyusun dan
modifikasi dan perubahan yang berlangsung terus menerus sampai unit baru dapat ditempatkan
dalam kategori yang tepat dan pemasukan unit tambahan menjadi suatu kategori tidak memberi
informasi baru.
Dalam memaparkan data, menurut Rudestam dan Newton (1992: 111) penulis penelitian
kualitatif sangat perlu untuk menggambarkan konteks dimana suatu kejadian terjadi.
253
Dalam memaparkan data, biasanya penulis menggunakan bahasa persuasif untuk melakukan
beberapa elemen atau move (Paltridge & Stairfield, 2007:135). Beberapa elemen ini, berdasarkan
penjelasan Paltridge dan Stairfield dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Paltridge dan Satirfield (2007) juga memberikan beberapa contoh ketika penulis tesis atau
Ekstrak tentang move 1 dari bab data dari tesis Ph.D dalam sejarah
(Sumber: Taylor, 2000:173-174, dikutip oleh Paltrdige & Stairfield, 2007:136)
Thematic title + CHAPTER SIX: PERSPECTIVES FROM THE MARGINS-THE
Use of generic terms ‟findings‟ FINDINGS
Research question stated What impact have the discourses and organization of sports had on
women from culturally and linguistically diverse backgrounds in
Australia?
254
Refers back to theoretical Inherent in the question is the assumption that male experiences are
framework different from female experiences and that women from culturally and
linguistically diverse backgrounds have different experiences than
those from Anglo-Australian backgrounds. The notion of „difference‟
recognises that there is more than one valid form of representing
human experience and through investigations of behaviours,
activities, experiences, perspective, insights and priorities, a better
understanding of the differences can be achieved (Ross-Smith, 1999).
This notion is explored in the subsidiary question.
Refers back to methodology to Survey research and interviews were utilised to investigate these
introduce results:reminds reader questions. The surveys were designed to address the subsidiary
of mixed quantitative and question, that is, to ascertain if females from diverse cultural and
qualitative methodology linguistic backgrounds had different sporting participation patterns
from females of English speaking backgrounds. The central question
was qualitative in nature therefore interviews were used to address its
concerns.
Dalam memaparkan data, menurut Crasswell (2005), penulis tesis dan disertasi seyogianya
memperhatikan bahwa data tidak sama pentingnya, dengan demikian data juga sebaiknya
dipaparkan berdasarkan tingkat signifikansinya dalam penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini,
Crasswell menyarankan penulis tesis atau disertasi bertanya beberapa hal berikut:
Apa yang saya anggap paling penting tentang temuan penelitian saya secara umum, dan mengapa?
Temuan mana yang tampaknya lebih penting dan kurang penting dan mengapa?
Apakah ada temuan khusus yang harus saya perhatikan secara khusus pula, dan mengapa?
Apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak biasa dalam temuan penelitian yang perlu disebutkan, dan
mengapa?
Apakah metodeologi yang dipakai atau faktor lain telah mempengaruhi interpretasi saya tentang temuan
penelitian saya dan apakah ini merupakan sesuatu yang perlu dibahas (misalnya bias yang bisa muncul
dalam desain penelitian) (Crasswell, 2005:199).
Dengan memroses temuan penelitian seperti ini, tambah Crasswell, penueliti bisa menyusun data
255
Kesalahan umum dalam memaparkan data
Kesalahan yang sering dibuat dalam memaparkan data adalah bahwa penulis memaparkan data
yang sangat banyak. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin berat beban penulis untuk
menganalisis data dan beban pembaca untuk memahami data yang dipaparkan (Rudestam &
Newton, 1992:81-82).
Kesalahan kedua adalah anggapan bahwa dalam memaparkan data, unsur kreativitas penulis
kurang berperan. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep bahwa menulis jenis teks apa pun
melibatkan faktor kreativitas penulis, seperti dikemukakan oleh Evans dan Gruba (2902) dan
Kamler dan Thomson (2006). Ketika penulis menentukan data mana yang paling signifikan, dan
penulis menilai data, dan ini melibatkan unsur kreativitas penulis. Jadi, kalau seorang peneliti
mengatakan bahwa dia belum mengetahui kesimpulan atau jawaban dari pertanyaan penelitian
yang dilakukannya, maka dia, menurut Evans dan Gruba (2002) berati menanyakan pertanyaan
penelitian yang salah. Unsur kreativitas penulis telah berperan sejak penelitian dimulai. Dalam
kaitannya dengan hal ini, Rudestam dan Newton menegaskan bahwa kita harus menerima fakta
bahwa sebagai penulis, kita mempunyai posisi yang lebih baik daripada yang lain untuk menilai
pentingnya satu temuan penelitian tertentu dan menyusun data itu untuk menekankan apa yang
penting (1992:82).
Selain itu, anggapan bahwa bab pemaparan data bersifat objektif dikritisi juga oleh Kamler dan
Thomson (2007:4) dalam menanggapi kata “writing up‟” dalam proses penelitian seperti yang
telah dipaparkan dalam Bab Tiga dari buku ini. Kamler dan Thomson (2006:4) mengatakan
256
bahwa data tidak ada begitu saja dan dipilih oleh penulis, tetapi data dihasilkan oleh penulis dan
data serta teks selanjutnya yang dihasilkan dibentuk dan dianyam atau disulam oleh peneliti
melalui berbagai tahapan pemilihan tentang apa yang harus dimasukkan dan apa yang tidak
harus dimasukkan, apa yang harus dikedepankan dan apa yang harus dipaparkan kemudian, dan
sebagainya. Jadi, ketika memaparkan data pun, menurut Kamler dan Thomson, faktor kreativitas
penulis sangat besar peranannya, walaupun tidak sebesar dalam bagian pembahasan data.
Setelah memaparkan data dalam bentuk informasi, atau dengan cara yang dapat memberi
informasi kepada pembaca, maka tahap selanjutnya, menurut Evans dan Gruba (2002:110)
adalah memikirkan tentang data itu. Misalnya, kalau dalam penelitian sains, pertanyaan
informasi yang diperoleh dari temperatur maksimum setiap hari yang direkam oleh badan
Selain itu, kalau mereka yang menerapkan pendekatan genre-based dalam pengajaran menulis
yang salah satu tahapannya adalah joint construction misalnya, kemudian mendapatkan
informasi bahwa anak-anak kurang menyukai joint construction stage dari pendekatan genre-
based (Emilia, 2005), maka pertanyaan yang bisa muncul adalah: Mengapa anak-anak kurang
menyukai joint construction? Setelah alasan anak-anak tidak menyukai joint construction
diketahui, maka informasi ini akan menjadi knowledge atau pengetahuan, tetapi pengetahuan ini
belum menjadi wisdom (Evans & Gruba, 2002:104), yakni pandangan atau teori atau paradigma
baru, kalau pengetahuan itu belum dihubungkan dengan hasil karya orang lain yang sudah ada.
Hal inilah yang menjadi tugas utama penulis tesis dan disertasi dalam membahas data, seperti
257
Cara membahas data
Membahas data merupakan bagian yang membuat mahasiswa paling khawatir (Evans & Gruba,
2002:110). Alasannya adalah bahwa dalam menulis bagian ini, tambah Evans dan Gruba,
tension atau ketegangan antara bagian rasional dan bagian kreatif otak kita akan sangat jelas,
karena kita harus membandingkan hasil dari penelitian kita dengan apa yang kita duga
berdasarkan teori yang ada untuk melihat ide atau pemikiran apa yang akan muncul. Tidak
seperti bagian pemaparan data, bagian ini, menurut Thomas (2000), lebih evaluatif dan
integratif, ketika penulis menimbang bukti yang mendukng hipotesis atau menjawab pertanyaan
penelitian.
Sementara itu, dalam membahas data, menurut Sternberg (1988:53) ada beberapa tahap yang
harus dibahas:
1. Bagaimana data cocok dengan hipotesa awal (penelitian kuantitatif) atau bagaimana data
Berkaitan dengan pembahasan data, Sternberg (1988:53) juga menyarankan bahwa pembahasan
harus dimulai dengan pernyataan umum bagaimana data cocok dengan hipotesa atau pertanyaan
penelitian. Kalau data cocok, menurut Sternberg, tugas kita selanjutnya adalah langsung
menginterpretasi data. Kalau data tidak cocok, maka peneliti harus mengatakan bahwa data tidak
cocok dan tidak bisa diinterpretasi, atau mungkin peneliti bisa mengatakan bahwa data bisa
258
diinterpretasi dengan dua cara: data tidak bisa diinterpretasi atau diinterpretasi dengan hipotesa
Struktur organisasi atau elemen yang biasanya ada dalam pembahasan data, menurut Hopkins
dan Dudley-Evans (1988), yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:147), bisa
Berkenaan dengan hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005:209) menyebutkan bahwa data atau hasil
penelitian yang tidak diharapkan perlu dijelaskan, yang mungkin berkaitan dengan desain
kekurangan dalam instrumen atau mungkin pelaksanaan treatment yang kurang baik. Dalam
menerangkan hasil yang tidak diharapkan, kita sebaiknya tidak bersifat apologetic atau seperti
minta maaf atau menyalahkan diri sendiri atau orang lain, tetapi sebaiknya melihat masalahnya.
The fact that the experimental group did not show gains were statistically significant may have resulted
from the teachers‟ failure to implement the new approach as it had been designed. Discussions with the
teachers after the treatment had been implemented indicated that there were major differences in the way
the trainers had presented the new unit to the teachers. …
259
Contoh lain diambil dari disertasi penulis sebagai berkiut:
Two students expressed their concern that the teacher‟s corrections some times made them feel over-
supported or “feel spoon-fed,” (Ira) or “made the students think that the mistakes would be corrected by
the teacher” (Warda).
This instance of students‟ valuable response seems to coincide with the idea that correction is “a universal
teaching problem” (Auerbach, 1996, p. 190) and in the ESL/EFL context, “providing corrective feedback
can be a complicated business as different students react differently to being corrected” (Nunan &Lamb,
1996, p. 44-45).
The fourth suggestion was pointed out by two students (Ira and Warda), to do with insufficient exploration
of functional grammar, due to the limited time. Ira said, “unfortunately we did not have time to explore
functional grammar,” and Warda “functional grammar should be more explored because we need it.”
Although these comments indicate another limitation of the program, they may signal the emergence of
students‟ awareness of the significance of functional grammar. As functional grammar is a broad body of
knowledge, continuous and longer teaching program on functional grammar should be conducted to enable
students to learn in more detail how language works to make meaning (Emilia, 2005: 263-264).
Contoh lain bisa diambil dari disertasi penulis dalam membahas data dari jurnal partisipan
… from conversations and students‟ journals, it appeared that initially the Joint Construction, was not
uniformly welcomed by all students. … Other students, however complained that the stage was time
consuming …
Rather than viewing instances of resistance to the Joint Construction as a failure and an indication that
the Joint Construction should be abandoned, the researcher made observations and reflection on several
possible problems which may have caused students‟ resistance to the stage. These will be discussed below.
The first one was the grouping, which can be problematic (see Nunan and Lamb, 1996, Leki, 2001 in an
ESL context) and require more extended treatment than is possible in this study.
The second possible problem was students‟ accustomisation to “the traditional one-off writing task, when
they were expected to write a single and final copy at one sitting” (Gibbons, 2002, p. 67). This may have
led to their lack of research strategies, especially note-taking … which contributed to their assumption of
the Joint Construction as time consuming (Emilia, 2005: 148).
Selain itu, Paltrdige dan Stairfield juga mengikuti Samraj (2005) yang meneliti tesis mahasiswa
tingkat Master di Amaerika Serikat dalam bidang linguistik dan Biologi. Samraj menemukan
1. Background information (informasi pendahuluan, atau informasi yang menjadi latar belakang
data);
2. Laporan mengenai data;
3. Komentar mengenai hasil atau data, yang terdiri dari:
Interpretasi data;
Membandingkan data dengan penelitian lain;
Menerangkan data;
Mengevaluasi data;
4. Meringkas data;
5. Mengevaluasi penelitian dengan cara:
260
Mengungkapkan kelemahan penelitian;
Mengemukakan kelebihan atau signifikansi penelitian;
Evaluasi metode penelitian;
6. Evalusi bidang yang dikaji;
7. Membuat deduksi atau kesimpulan umum dari data, dengan mengatakan dedeuksi penelitian dan
deduksi applikasi (Samraj, 2005, dikutip oleh Paltridge and Stairfield, 2007:147).
Perlu diperhatikan pula bahwa dalam mengomentari data, penulis tesis dan disertasi seyogianya
berhati-hati dengan dua sisi ekstrim yang sering ditemukan dalam karya tulis ilmiah (Swales &
Feak, 1994; Pearce, 2005). Di satu sisi, penulis atau peneliti sering kali hanya mendeskripsikan
data yang diperolehnya. Di sisi lain peneliti sering “membaca” data terlalu jauh, yang bisa
melahirkan interpretasi yang salah (lihat juga Gee, 1992) sehingga menarik kesimpulan yang
Cara mengnanalisis data yang baik, seperti disarankan oleh Swales dan Feak (1994:77) adalah
berusaha menemukan pernyataan yang kuat dan benar mengenai data yang kita miliki dan
kemudian menyusun pernyataan itu dengan cara yang baik, seperti dari pernyataan yang paling
Berkaitan dengan struktur skematik dari bagian pembahasan atau analisis data, Lim (2005: 1),
dengan mengikuti Yang dan Allison (2003), mengatakan bahwa ada beberapa moves yang
1) preparatory move,
dan
261
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Bagian data membahas fakta, sedangkan pembahasan
membahas pendapat (points); data bersifat deskriptif dan pembahasan interpretif (Swales and
Feak, 1994, 2004). Selain itu dalam presentasi data, peneliti menggunakan ekspresi yang
menyatakan keyakinan, karena yang dipaparkan merupakan fakta, sementara dalam pembahasan
Selain itu, perlu diingat bahwa pembahasan data berbeda dari satu penelitian ke penelitian lain
tergantung dari beberapa faktor, dan salah satu faktor yang penting adalah pertanyaan penelitian
yang berusaha dijawab dalam penelitian itu. Pembahasan, menurut Swales dan Feak (1994; lihat
juga Berkenkotter & Huckin, 1995; Lim, 2005) sebaiknya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
abstrak;
umum;
Dalam membahas data, Paltridge dan Stairfield (2007), dengan mengutip Thompson (1993)
mengatakan bahwa petunjuk penulisan tesis dan disertasi yang preskriptif bisa menyesatkan
mahasiswa atau penulis tesis dan disertasi karena mereka menganggap bagian pemaparan data ini
262
sebagai deskripsi yang murni objektif, tanpa pengakuan bahwa bagian ini, bagaimanapun,
mengandung argumentasi dan evaluasi juga. Hal ini juga dikatakan oleh Kamler dan Thomson
(2006) dalam membahas istilah writing up seperti yang telah dibahas dalam Bab Tiga yang
dianggapnya mengaburkan fakta bahwa menulis tesis dan disertasi merupakan proses yang tidak
netral, mengingat dalam memilih dan memaparkan data, penulis memilih data. Selain itu,
menurut Kamler dan Thomson, data dalam penelitian tidak ada begitu saja, tetapi dihasilkan
Dengan demikian, menurut Paltridge dan Stairfield (2007:135) mahasiswa yang menulis dalam
bahasa Inggris sebagai bahasa asing sangat perlu untuk memahami bahwa bab yang memaparkan
data tidak pernah semata-mata merupakan presentasi atau laporan saja, tetapi selalu melibatkan
pemilihan dan penyusunan data dengan cara yang didesain untuk menggiring pembaca kepada
pemahaman yang diinginkan oleh penulis. Penulis dengan demikian harus menarik signifikansi
data, menyoroti trend yang signifikan, dan perbandingan yang signifikan, dan terus
menunjukkan kepada pembaca dimana dalam data dia diarahkan. Menghubungkan tabel dan
gambar dengan teks dan memilih data mana yang harus disoroti kemudian menjadi sangat
penting sejalan dengan argumen yang dibangun (Paltridge & Stairfield, 2007:135).
Berkaitan dengan objektivitas, Mauch dan Park (2003) juga membahas bahwa penulis harus
objektif tidak hanya terhadap tulisannya atau penelitiannya, tetapi juga terhadap hasil karya atau
penelitian orang lain. Grabe dan Kaplan (1996), yang juga dikutip oleh Hyland (2005)
mengatakan beberapa faktor yang berkaitan dengan audience yang mempengaruhi seseorang
263
Kesalahan umum dalam membahas data
Temuan penelitian harus dibahas dan salah satu tahap dalam membahas penelitian adalah
penelitian sebelumnya (Rudestam & Newton, 1992; Thomas, 2000; Barras, 2002; Glatthorn &
Joyner, 2005; Paltridge & Stairfield, 2007), untuk memperlihatkan kepada pembaca bagaimana
Kesalahan yang umum ditemukan dalam menulis bab pembahasan, berdasarkan pengamatan
Rudestam dan Newton, (1992) dan juga dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam
menganalisis tesis yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa program magister di
program studi Pendidikan Bahasa Inggris adalah bahwa penulis gagal untuk kembali kepada
kajian pustaka yang telah ditulis dalam Bab Dua atau dalam literature review untuk
mengintegrasikan hasil penelitian dengan penelitian empiris lain yang meneliti fenomena yang
sama. Pembahasan atau diskusi yang baik, tambah Rudestam dan Newton (1992), melekatkan
masing-masing temuan penelitan dengan konteks teori yang dipaparkan dalam kajian pustaka.
Dengan demikian, dalam pembahsan ini, penulis perlu mengutip penelitian yang relevan yang
dibahas sebelumnya, dan kembali ke kajian pustaka untuk mahami lebih baik temuan penelitian
dan mencari bukti yang mengonfirmasi atau yang bertentangan dengan data atau hasil penelitian
yang ada.
Dengan demikian, pernyataan yang mungkin mucul dalam bab atau bagian pembahasan, menurut
Unlike Smith (1989), who relied upon self-report to look for evidence of dissimulation, the current study
found behavioural evidence that teenagers drink more alcohol than they admit to family members
(Rudestam & Newton, 1992:123).
264
Tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh …, yang menggunakan ..., penelitian ini menemukan bahwa ...
As anticipated, males and females paired with either friends or dyads reported similar attitudes and
preferred activities. This findings supports the results of Werner and Parmelee (1979) and Kandel (1978)
where same sex-friends were samples. The results provide partial support for the hypothesis that friends
would have more similar attitudes than strangers … (Burton, 2002:96, dalam contoh laporan penelitian
yang berjudul “Similarity in Attitudes and Activities of Friends”).
Contoh lain adalah pembahasan data wawancara yang diambil dari disertasi penulis
These comments suggest students‟ appreciation of the necessity of the acts of teaching, of learning, of
studying, which is not only a serious and demanding task but also pleasurable and generates satisfaction in
the teacher and students (Freire, 1998, p. 88-92). These comments also seem to support the notion that
“knowing is something demanding many things, which makes you tired, in spite of being happy. Knowing
... , is not a weekend on a tropical beach”(Freire and Shor, 1987, p. 79-80). From the perspective of the
teaching of ESL, students‟ comments seem to coincide with the notion that “instruction must evoke
intellectual effort on the part of students, i.e. be cognitively demanding, if it is to develop academic and
intellectual abilities” (Cummins, 1996, p. 72) (Emilia, 2005: 247).
Dalam membahas atau menghubungkan hasil penelitian dengan penelitian lain, referensi yang
dikutip harus menunjukkan pemahaman penulis yang jelas mengenai pustaka yang relevan dan
bidang yang dikaji secara umum dan tentang semua referensi yang kerhubungan secara langsung
Dengan demikian, menurut Rudestam dan Newton (2992, lihat juga Glatthorn & Joyner, 2005)
ada beberapa saran yang bisa dipakai dalam menulis bab pembahasan data berdasarkan
Analisis data harus sudah dipaparkan secara sistematis di bab pemaparan data dan temuan
265
Jangan mengulang pernyataan yang telah dikatakan. Bab ini atau bagian ini biasanya
dianggap sebagai ringkasan dari temuan khusus. Dalam bab ini, dari pada
apolojetik. Menurut Rudestam dan Newton (1992), lebih baik peneliti menerima
penelitian apa adanya. Kalau ada kritik yang mendasar, seperti adanya temuan yang
negatif karena kesalahan dalam desain penelitian, maka perlu bertanya mengapa
penelitian dilakukan. Menuirut Rudestam dan Newton (1992) tidak masuk akal kalau
penulis menuliskan kelemahan penelitian yang tidak disengaja atau yang merupakan
kelemahan dalam penelitian. Selain itu, seperti dikatakan di atas, andaikata ada
kelemahan penelitian yang disebutkan maka harus ditulis pula kelebihan penelitian atau
Jangan menawarkan rekomendasi yang panjang dan banyak untuk penelitian selanjutnya.
Sebaiknya saran atau rekomendasi dipusatkan pada dua atau tiga hal yang paling utama.
kelompok usia atu konteks yang berbeda. Akan lebih baik lagi, menurut Rudestam dan
Newton untuk menyarankan penelitian yang melangkah satu tahap ke depan dari
penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005: 210) menyarankan
bahwa rekomendasi yang diberikan hanya yang berkaitan dengan apa yang ditemukan
Jangan memberi saran yang bisa dilakukan dengan mudah dalam penelitian yang
dilakukan. Hal ini hanya akan menimbulkan kesan bahwa kita kurang cermat dalam
266
Jangan memasukkan hal-hal yang kurang perlu berkaitan dengan topik penelitian. Bab ini
merupakan bab tempat pemikiran kreatif kita dipakai. Tetapi, seperti bab-bab lainnya
dalam tesis atau disertasi, bab ini pun harus logis dan terfokus (Rudestam & Newton,
1992:123-124).
Selain itu, ketika membahas data, menurut Crasswell (2005:201) kita sebaiknya bertanya
Dalam hal apa atau sejauh mana temuan penelitian saya sesuai atau mendukung temuan
penelitian lain, persisnya dalam hal apa, dan kalau tidak, mengapa?
Kalau temuan tertentu memerlukan penelitian lebih lanjut, aspek apa yang mungkin
diteliti dan bagaimana penelitian itu dapat memperbaiki pengetahuan yang ada sekarang
Kesimpulan
Bab ini telah membahas penulisan bab yang memaparkan dan menganalisis atau membahas data.
Setelah data dianalisis dan dibahas, maka sekarang peneliti sudah mempunyai wisdom yang
berupa pandangan atau teori baru berkaitan dengan topik penelitian yang dilakukan. Peneliti
sudah mempunyai jawaban yang jelas dari pertanyaan penelitian yang diajukan dalam
penelitiannya.
Telah dijelaskan dalam bab ini bahwa dalam memaparkan dan membahas data tidak ada cara
yang standar. Hanya ada dua cara yang mungkin dipakai dalam memaparkan data, yakni
berdasarkan teknik pengumpulan data dan berdasarkan pertanyaan penelitian. Telah dikatakan
dalam pembahasan dalam bab ini bahwa pemaparan data berdasarkan teknik pengumpulan data
267
memungkinkan penulis membahas data secara seimbang dari tiap-tiap teknik pengumpulan data,
khususnya bagi penelitian kualitatif yang biasanya menggunakan sumber data lebih dari satu
Bab ini juga telah memperlihatkan bahwa selama proses penelitian, unsur rasional dan unsur
kreatif penulis atau peneliti berperan penting, terutama dalam fase pemaparan dan pembahasan
data. Dengan demikian, wajarlah bahwa bab ini dianggap sebagai bab yang paling sulit bagi
penulis tesis dan disertasi. Bab ini juga telah memaparkan beberapa kesalahan yang sering
muncul dalam menulis bab pemaparan dan pembahasan data dan bagaimana cara
Setelah membahas data, maka tibalah saatnya penulis sekarang untuk menulis bab terakhir dari
tesis atau disertasi, yakni bab kesimpulan, seperti yang akan dijelaskan dalam bab selanjutnya
268
BAB 12: MENULIS BAB KESIMPULAN
Pendahuluan
Bab 11 telah membahas penulisn bab presentasi dan analisis atau pembahasan data yang
merupakan dasar dari kesimpulan yang bisa ditarik oleh peneliti atau penulis tesis dan disertasi.
Bab ini akan membahas bab terakhir dari tesis atau disertasi, yakni bab kesimpulan. Beberapa hal
akan dipaparkan dalam bab ini, di antaranya adalah fungsi kesimpulan, dan elemen-elemen atau
Fungsi Kesimpulan
Kesimpulan merupakan bagian akhir dari laporan penelitian atau tesis atau disertasi. Bagian ini
merupakan bagian yang pendek tetapi keberadaannya sangat sentral dan melengkapi lingkaran
tesis yang diawali dengan pendahuluan (Swetnam, 2000:77). Bab kesimpulan sering dianggap
sebagai komponen yang jauh lebih penting ketimbang komponen-komponen lain yang ada dalam
tesis atau disertasi, dan perlu ditulis dengan lebih ketat daripada bagian lain, sehingga semua
komponen lain dari tesis “seperti ditenun menjadi satu pakaian emas” (Thomas, 2000:87).
Berkaitan dengan bab kesimpulan, beberapa penulis seperti Evans dan Gruba (2002), Clare dan
Hamilton (2003a); Paltridge dan Stairfield (2007) mengangagap bab kesimpulan menyatu
dengan bab pembahasan. Namun demikian, buku ini didasari oleh asumsi bahwa bab kesimpulan
dibuat dalam bab terpisah biasanya sebagai bab terakhir dari tesis atau disertasi.
269
Kesimpulan, menurut Thomas (2000, lihat juga Cooley & Lewkowicz, 2003) harus memainkan
Mereviu hasil kajian pustaka dan bagaimana hasil itu diartikulasikan dengan pertanyaan
penelitian. Namun demikian, fungsi ini, seperti yang dikatakan oleh Evans dan Gruba
Menyatakan kembali temuan yang paling utama dari penelitian dan bagaimana temuan
itu berintegrasi dengan temuan sebelumnya. Pernyataan yang mungkin muncul, menurut
The research findings in the present study are at odds with those presented by Bloogs (1991), but are
consistent with those presented by Nurk (1987). The present research demonstrated that …
(Temuan penelitian ini berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Bloogs (1991), tetapi konsisten
dengan temuan penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Nurk (1987). Penelitian ini
menunjukkan/mengindikasikan bahwa …)
The findings of study 2 supported the predictions made by the application of the Health belief model in
that … (Thomas, 2000:88-89).
Temuan penelitian kedua mendukung prediksi yang dibuat dalam aplikasi model keyakinan
kesehatan dalam hal bahwa …
Kesimpulan seperti ini, yang memasukkan teori lagi ke dalam kesimpulan biasanya ada
dalam bab pembahasan atau discussion dan pembahasan ini disatukan dengan
kesimpulan. Kalau kesimpulan merupakan bab tersendiri, seperti dikatakan oleh Evans
dan Gruba (2002), kesimpulan sebaiknya tidak mengandung kajian pustaka lagi.
Membahas kelebihan dan kelemahan penelitian yang dilaporkan dalam tesis atau
disertasi. Dalam membahas kelemahan penelitian, menurut Thomson (2000:89; Cooley &
penelitian atau bagaimana cara mengatasi kelemahan penelitian. Kalau hanya membahas
(2000:89).
270
Dalam memaparkan kelemahan penelitian, Thomas (2000:89) menyebutkan beberapa hal
1. Kemungkinan bisa tidaknya temuan penelitian digeneralisasi. Hal ini dipengaruhi oleh
pemilihan partisipan, dan atau sumber data penelitian, kondisi dan konteks ketika data
dikumpulkan, dan cara pengumpulan data. Kalau partisipannya sukarela, maka bias
validitas, social desirability dan lain sebagainya yang perlu dibahas. Kalau peneliti
menggunakan cara atau alat yang tidak standar untuk mengumpulkan data, maka
masalah validitas apa yang mungkin perlu dibahas. Karena itu, seperti telah dibahas
3. Desain penelitian. Kelemahan dan kelebihan desain penelitian dibahas dan bagaimana
kelemahan dan kelebihan desain penelitian ini diperlihatkan dalam penelitian yang
dilaporkan.
Mengajukan jalan penelitian selanjutnya dan pertanyaan yang muncul dari penelitian
kita seyogianya berhati-hati jangan sampai menyatakan pertanyaan yang lebih menarik
daripada pertanyaan yang dinyatakan dalam tesis atau disertasi yang dilaporkan.
271
Elemen-Elemen dalam Kesimpulan
Dalam bab kesimpulan ada beberapa tahapan yang biasanya dijelaskan, dan berikut adalah
beberapa bagian konvensional kesimpulan yang disintesis dari penjelasan yang diberikan oleh
Thomas (2000); Evans dan Gruba (2002); Cooley dan Lewkowitcz (2003) dan Thompson (2005)
yang dikutip oleh Paltridge & Stairfield (2007: 151). Beberapa tahapan atau elemen kesimpulan
Tahap 1: Introductory restatement of aims, research questions (Pernyataan kembali dari tujuan
This thesis reported the results of a study of carers of people with Alzheimer‟s disease. The purpose of the research
was to discover whether the carers had elevated levels of psyuchological distress and use of health services when
compared with people not involved in caring (dikutip dari Thomas, 2000:90).
This thesis was concerned with the responses of people from non English speaking backgrounds, specifically Greek
and Chinese Australians, to primary health services. The purpose of the research was to discover whether ethnic
background was important determination of responses than demographic characteristics including the ages and sex
of the research participants (dikutip dari Thomas, 2000:90).
This study sought to investigate the values of using a genre-based approach in teaching academic English writing
skills to students who were learning EFL in Indonesia. The approach that was developed was distinctive in at least
two senses. Firstly, it was distinctive in that the approach sought to synthesise principles taken from other areas of
theory to do with critical thinking (CT), critical pedagogy (CP) and critical literacy (CL). Secondly, it was
distinctive in that it sought to use a genre-based pedagogy with a community of EFL students, whereas hitherto most
uses of this pedagogy have been with native speakers or ESL students (Emilia, 2005:279). ,
Tahap 3: Kontribusi atau konsolidasi dari penelitian yang dilaporkan dengan penelitian
sebelumnya;
Tahap 5: Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Contoh dari penulisan tahap 2 sampai
dengan tahap 5 di atas bisa dilihat dalam contoh berikut, yang dikutip dari Cooley dan
Lewkowicz (2003:98-99).
272
Tabel 12.1. Contoh kesimpulan
(dikutip dari Cooley & Lewkowicz, 2003:97-98)
This study investigates whether houses located on rear-entry alleyways shouls sell for less than otherwise
identical properties with traditional front-entry driveways. (1) The regression results suggest that the
alleyway subdivision design discounts sale prices by 5 % all else had equal. (2) Why? Because alleyways
can attract criminal activities and greatly reduce the size of the homeowner‟s backyard. (3) As well, they
are often poorly maintained, unsightly, cluttered with debris and inconvenient, so many residents park their
vehicles on the street, thereby creating traffic congestion.(4)
While the findings of the research suggest that there are diseconomies associated with the rear-entry
alleyway design, one element in the New Urbanism contemporary neighbourhood design is in fact, the
alleyway that emphasizes compactness and a return to traditional neighbourhood values. (5). New
urbanists believe that it helps overcome urban sprawl and encourages less reliance on automobiles, while
critics counter that New Urbanism attempts to alter human behaviour through design, it creates more
traffic problems than it solves, it does not offer consumers enough housing choices.(6). These findings
hopefully will influence New Urbanism subdivision designers to reconsider alleyways in favour of
traditional suburban parking.(7).
The results of this study may be, in part, a function of this sample, but the implicatiuons are clear for
appraisers, developers, New Urbanists and other real estate participants. (8). Subdivisions design
contributes to overall value. (9) Additional subdivision design research is recommended, both to confirm
the findings of this investigation and to determine whether other elements of design (e.g. sidewalks culverts
vs.curb-and gutter drainage)affect value as well.(10)
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa tahap 2-5 di atas dipaparkan sebagai berikut:
Namun demikian, walapun semua unsur di atas biasanya ada dalam setiap laporan penelitian,
khususnya tesis dan disertasi, dalam tesis dan disertasi yang panjang, biasanya bab
kesimpulannya juga panjang, dan semua tahapan di atas biasanya dipaparkan dalam bagian yang
berbeda. Bagian kelemahan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya terutama,
biasanya dipaparkan dalam bagian yang berbeda (kita bisa melihatnya dalam contoh-contoh tesis
273
Selain dari elemen-elemen di atas, kesimpulan dapat juga memaparkan data yang tidak
diharapkan atau tidak menggembirakan, yang keberadaannya bersifat opsional, hanya bila
Dalam menulis kesimpulan, ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan, dan menurut Evans
dan Gruba (2005:120, lihat juga saran Swetnam, 2000) aturan-aturan itu di antaranya adalah:
Kesimpulan hanya didasarkan pada bab pembahasan. Kalau kita masih menulis hal-hal
yang diuraikan dalam bab-bab lain dari tesis, menurut Evans dan Gruba, yang tidak
dibahas dalam bab pembahasan, kita berarti menghilangkan informasi yang penting dari
pembahasan dan kemungkinan kita masih ”hankering” lebih dari satu tujuan. Karena itu,
tambah Evans dan Gruba (2005) kita lebih baik tidak mempunyai kesimpulan dari bab
pembahasan. Namun demikian kalau kita berpikir tentang keseragaman dari seluruh bab
yang ada dalam tesis, kalau bab lain mempunyai kesimpulan, berarti bab pembahasan
juga harus mempunyai kesimpulan. Karena itu, kita bisa membuat bab yang berjudul
Tidak ada pembahasan lebih jauh dalam bab kesimpulan. Kalau penulis tesis atau
disertasi masih ingin memasukkan pembahasan lebih jauh dan bahkan masih ingin
mengutip dari kajian pustaka, maka penulis tesis atau disertasi itu seharusnya
memasukkan bahan ini dalam bab pembahasan. Namun demikian, berkaitan dengan hal
ini ada dua pendapat. Beberapa penulis, seperti Thomas (2000) mengatakan bahwa kalau
kajian pustaka yang tidak dimasukkan, maka seseorang akan bertanya “bagaimana
seseorang bisa membahas jawaban tanpa membahas dasar dari pertanyaan?” (2000:87-
88).
274
Terkait dengan hal ini, tampaknya pengalaman penulis dalam menyebutkan kajian
pustaka di bab kesimpulan dalam tesis S3 perlu disebutkan. Pengalaman penulis dalam
menulis disertasi S3 di Australia yang diuji oleh external examiners menunjukkan bahwa
ketika penulis memasukkan kajian pustaka dalam bab terakhir dari tesis, yang terdiri dari
kesimpulan dan rekomendasi, salah seorang penguji mengatakan bahwa setelah bekerja
keras melakukan penelitian, termasuk mengkaji teori yang berkaitan dengan penelitian
dan membahas data yang diperoleh dari penelitian, di bab kesimpulan, sudah saatnya
peneliti merasa percaya diri dengan apa yang dikatakannya, dan dengan demikian, tidak
perlu lagi didukung oleh referensi. Namun demikian, penguji yang lain tidak memberi
komentar apa-apa dengan bab kesimpulan tesis penulis yang memakai referensi.
Untuk itu, penulis beranggapan bahwa dalam hal ini mungkin kita tidak perlu terlalu
terpaku pada saran untuk tidak memasukkan referensi sama sekali dalam bab kesimpulan.
memasukkan sedikit kajian pustaka, tetapi bisa membuat kesimpulan yang bagus pula.
Kesimpulan harus merespon tujuan yang dinyatakan dalam bab pendahuluan. Kalau kita
mengambil problem statement dan tujuan penelitian dari bab pendahuluan, dan kita
logis. Penguji, seperti dikatakan oleh Moriarti (1997), Evans dan Gruba (2005), Pearce
(2005), dan dikatakn beberapa kali dalam bagian sebelumnya dari buku ini, akan
275
Ringkasan bukan kesimpulan. Ringkasan merupakan uraian singkat mengenai apa yang
telah kita temukan; kesimpulan merupakan pernyataan tentang pentingnya apa yang telah
kita temukan − apa yang kita simpulkan dari temuan itu. Kalau kita hanya meringkas
argumen yang kita kembangkan dalam pembahasan, kita akan merasa kurang senang
dengan kesimpulan kita, dan menurut Evans dan Gruba, tidak akan ada “sense of
closure” (2002:121). Selain itu, kalau hal ini terjadi, kita akan gagal merespon tujuan
Kesimpulan harus crisp (Evans & Gruba, 2002) atau kena dan ringkas. Bab kesimpulan
mungkin hanya dua atau tiga halaman saja, yang akan membantu memberikan “sense of
closure” (Evans & Gruba, 2002:121). Biasanya digunakan bullets atau dot point atau
nomor. Kalau perlu, beberapa institusi menyarankan rekomendasi yang muncul dari
Terakhir, dalam bab kesimpulan penulis seyogianya mengingatkan pembaca tentang apa
yang telah dilakukan dan apa yang muncul dari temuan utama atau perkembangan teori.
Kesimpulan
Bab ini telah membahas cara menulis bab kesimpulan. Kesimpulan merupakan bagian akhir dari
laporan penelitian atau tesis atau disertasi. Bagian ini merupakan bagian yang pendek tetapi
keberadaannya sangat sentral dan melengkapi lingkaran tesis yang diawali dengan pendahuluan.
Bab kesimpulan perlu ditulis dengan lebih ketat daripada bagian lain, sehingga semua
276
komponen lain dari tesis seolah “ditenun menjadi satu pakaian emas”. Beberapa hal juga perlu
Tidak ada pembahasan lebih jauh dalam bab kesimpulan. memasukkan kajian pustaka,
277
BAB 13: BEBERAPA HAL YANG PERLU DILAKUKAN
SEBELUM TESIS ATAU DISERTASI DISERAHKAN UNTUK
DIUJI
Pendahuluan
Bab Dua Belas telah memaparkan penulisan bab terakhir dari tesis atau disertasi. Bab ini akan
membahas beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum tesis atau disertasi diserahkan kepada
Ketika kita mengetik titik terakhir dari tesis atau disertasi, mungkin kita merasa tesis kita sudah
selesai (Evans & Gruba, 2002). Tunggu dulu, belum, belum selesai! Kita masih harus
mengerjakan beberapa hal yang sangat penting untuk tesis atau disertasi kita. Pertama adalah
kemungkinan merevisi dan kedua mengedit, mulai dari mengedit struktur organisasi tesis atau
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti disarankan oleh Moriarti (1997); Evans dan Gruba
1. Mengedit struktur tesis atau disertasi secara keseluruhan. Walaupun setiap bab sudah tampak
berkesinambungan, mungkin tesis secara keseluruhan belum. kita juga sebaiknya melihat
apakah argumen yang dikatakan di bab pendahuluan, mulai dari tujuan sampai kesimpulan
berkesinambungan (tentang hal ini, bisa dilihat juga saran dari Moriarti, 1997, seperti yang
dijelaskan dalam bab presentasi dan pembahasan data dalam Bab Sebelas). Walaupun contoh
278
yang diberikan oleh Moriarti dalam bidang sains, contoh itu relevan juga untuk ilmu sosial.
Kita juga harus mengecek apakah ada data atau materi yang banyak yang seharusnya
disimpan di Apendiks, apakah ada hal yang sebenarnya menunjukkan pendapat atau
pemikiran yang penting, tetapi tidak mendapat perhatian yang cukup, apakah Daftar Isi
konsisten dengan judul bab dan semua judul sub-bab. Kalau kita mengubah heading dan
lupa mengubahnya dalam Daftar Isi yang diformat dengan menggunakan ”Insert, Reference,
Table and Index, Table of Content,” maka perubahan ini tidak akan muncul. Daftar Isi juga
harus menjelaskan dengan segera apakah ada masalah yang berhubungan dengan logika dari
tesis atau disertasi secara keseluruhan. Kalau kurang informatif, maka kita sebaiknya
membaca lagi bagian awal dari setiap bab dan membaca pendahuluannya.
Selain itu, kita juga harus mengecek halaman-halaman pendahuluan, mulai dari halaman
(table of contents) dan sebagainya. Selain itu, mekanin, seperti titik, koma, ejaan dan
2. Mengevaluasi tesis atau disertasi, seperti yang dilakukan penguji. Dalam mengevaluasi tesis
atau disertasi, menurut Brown (2006:104-105; lihat juga Evans & Gruba, 2002; Pearce,
2005) semua penguji akan melihat apakah penulis tesis atau disertasi:
279
Semua penguji akan melihat apakah tesis atau disertasi bisa berdiri sendiri, sebagai satu
pembahasan dari network yang telah kita lakukan, dan tesis dan disertasi harus ditulis
dengan koheren, ”well-written, well argued dan well presented” (Brown, 2006:105).
Semua penguji juga akan memperhatikan masalah yang paling sentral, yakni apakah
3. Setelah itu, esis atau disertasi disimpan beberapa hari, kemudian dibaca lagi tesis dan
Membaca bab pendahuluan seperti kita membaca tesis atau disertasi itu untuk pertama kali.
Ketika membaca bab ibi, penulis sebaiknya mengajukan pertanyaan seperti berikut:
Kalau ada yang kurang penjelasan dari beberapa aspek di atas, maka sebaiknya kita menulis
kesimpulan menjawab tujuan yang dikatakan di Bab Satu (lihat juga saran Moriarti, 1997;
Pearce, 2005).
Untuk bisa membaca tesis dengan cara ini, maka penjelasan dalam bab satu bahwa waktu
yang dihabiskan untuk menulis tesis atau disertasi sebaiknya hanya 75% saja dari yang
disediakan memang bermanfaat. Dengan demikian tesis bisa dipoles, dibaca lagi, diedit lagi,
dan sebagainya.
280
4. Ketika melihat draft kedua, kita juga harus melihat hal-hal yang bersifat editing, seperti:
format, ejaan, tanda baca, daftar gambar, nomor gambar, nomor tabel, dan referensi atau
kutipan. Walaupun hal ini secara intelektual tidak terlalu berat, tetapi mengerjakan hal-hal
seperti ini memerlukan waktu yang cukup banyak. Berkaitan dengan kutipan perlu
diperhatikan bahwa penulisan kutipan harus mengikuti aturan, dan beberapa aturan itu telah
Ketika kita melihat unsur-unsur di atas, menurut Cooley dan Lewkowicz (2003:160-165)
penulis tesis atu disertasi juga perlu melihat pilihan kata, penggunaan kata sambung,
penggunaan persamaan kata (sinonim). Tentang penggunaan sinonim dan kata sambung,
Cooley dan lewkowicz, mengatakan bahwa sinonim sering digunakan oleh penulis untuk
menghindari pengulanagan kata yang terlalu banyak. Namun demikian, tambah Cooley dan
Lewkowicz, penggunaan sinonim perlu hati-hati karena ada kemungkinan kata yang berbeda
mengindikasikan makna yang berb eda pula. Sekaitan dengan penggunaan kata sambung,
Cooley dan Lewkowicz mengakui bahwa kata sambung mempunyai peranan yang sangat
penting dalam membentuk teks yang kohesif. Namun demikian, menurut Cooley dan
Lewkowicz kita juga perlu hati-hati dalam menggunakan kata sambung, kalau-kalau kata
sambung dipakai dalam kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak perlu kata sambung.
5. Terakhir, tesis atau disertasi perlu diperiksa apakah semua kutipan telah ditulis dengan baik
dan tepat sesuai dengan aturan yang berlaku atau yang dipakai dalam penulisan tesis atau
disertasi secara keseluruhan dan apakah semua penulis yang menjadi acuan dalam tesis telah
ditulis dalam bibliografi. Beberapa hal mengenai cara menulis biblilografi perlu diperhatikan
281
seperti yang akan dibahas dalam bagian berikut ini, berkenaan dengan cara mendokumentasi
Selama ini ada beberapa cara dalam mendokumentasikan sumber bacaan yang dipakai dalam
Namun demikian, dalam bagian ini hanya dua cara yang akan dijelaskan, yakni MLA, yang
paling umum dipakai dalam menulis tesis dan disertasi di bidang humaniora, bahasa dan sastra,
dan APA yang paling sering dipakai dalam ilmu sosial dan sains (Rodrigues & Rodrigues,
2003:152). Mengingat sumber online atau sumber elektronik seperti CD-ROM berkembang
begitu pesat dewasa ini, maka baik MLA maupun APA memberikan cara –cara
mendokumentasikan sumber elektronik. Menurut Rodrigues dan Rodrigues (2003) ada beberapa
informasi atau hal yang perlu diperhatikan ketika kita mencari bahan secara elektronik, yakni:
Nama Penulis
Judul dari sumber Web (buku online, editorial, proyek penelitian, dan sebagainya)
Judul Website (kalau sumber kita merupakan bagian dari sumber yang lebih besar dengan
judul tersendiri)
282
Tahun publikasi atau mengirimkan ke Website (Kalau ada)
Judul artikel yang diperoleh dari website sebaiknya dicetak miring (Rodrigues & Rodrigues,
2003:153), seperti halnya buku. Selain itu, penggunaan online yang digarisbawahi akan
memungkinkan kita untuk terhubungkan dengan file atau sumber line melalui fasilitas hyperlink.
Berikut adalah beberapa cara dalam mendokumentasikan sumber bacaan yang kita pakai dalam
tesis atau disertasi berdasarkan cara MLA dan APA, seperti yang dijelaskan oleh Burton (2002:
115-125) dan Rodrigues dan Rodrigues (2003: 154-163). Kebanyakan contoh yang diberikan
dalam bagian ini diambil dari Rodrigues dan Rodrigues (2003), sebagian dari Burton (2002), dan
Berikut adalah beberapa contoh gaya penulisan MLA dalam bibliografi. Cara penulisan
menjorok untuk baris kedua dan seterusnya dari sumber yang didokumentasikan.
283
Arikel dalam database
Jones, George, and Mark Luscombe. “Provisions in 1999 Tax legislation Have Impact.”
Accounting Today.3 Jan 2000.Lexix-Nexis.27Apr.2001.<http://www.lexis-
nexis.com/Incc>.
Nama akhir penulis, nama awal. “Judul Artikel” Judul Jurnal. Tahun penerbitan. Nama database.
Tanggal akses.<URL>
Proyek Ilmiah
Spice islands Archaeology Peoject. Peter laper. 17 Aug. 1999. Brown U. 26 Apr.2001
<http://www.brown edu/Departmens/Anthropology/SIAP/home.html>.
Buku
Alcott.Louisa M. The Mysterious Key and What It Opened. Boston.1867. A Celebration of
Women Writers. Ed. Mary K.Ackerman.25 Apr.2001.The Online Books page.
http://digital.library.openn.edu/women/alcott/key/key.html.
Puisi
Silko, Leslie M. “The earth is your mother.” Storyteller. 1981. Voices from Gaps.Richard K.
Mott.6 Nov.2000.University of New Mexico.26 Apr.2001
<http://voices.cla.umn.edu/authors/LeslieMarmonSilko.html>.
Artikel Koran
Associated Press. “Navy Resumes Bombing on Vieques.” The New York Times Online. 27 Apr.
2001. <http://www.nytimes.com/aponline/world/AP-Navy-Vieques.html>.
284
Email
Chaffee, John. “Critical Thinking.” Email to the author. 25 Feb.2003
Komunikasi Sinkronis
Crump. Eric, and Dawn Rodrigues. MOO concversation. 20
Feb.2003http://mud.ncte.org.8888/>.
Reviu buku
Shermis, Mark D. “Book Review.” Rev.od Computer-Assisted Assessment in Higher Education,
eds. S. Brown, P. Race, and J. Bull. Assessment Update may-June 2001:16.
285
Pidato
Fuentes, carols. Untitled Speech at Distinguished Lecture Series. Tape Recording. Brownsville,
TX:University of Texas at Broownsville and Texas South most College, September 11,
2001.
Komunikasi pribadi
Last, First (Names). Teelephone Conversation wth the Author. Bennington, TV: September 15,
2001.
Jones, G. & Luscombe, M. (2000, Jan 3). Provisions in 1999 Tax legislation Have Impact.
Accounting Today. Retrieved April 27, 2001, from on-line data-base Lexis-Nexis on the
World Wide Web: http://www.lexis-nexis.com/Incc.
Dalam penulisan gaya APA, komunikasi pribadi, komunikasi sinkronis dan sumber yang didapat
dari forum diskusi tidak dimasukan dalam daftar referensi, tetapi dinyatakan dalam teks seperti
ini: Frances Christie (personal kcommunication with the writer, May 26, 2004) (atau komunikasi
pribadi dengan penulis pada tanggal 26 Mei 2004) atau Frances Christie (posting to University of
Texas Assessment Forum, June 15, 2004) (France Christie, dokumen yang dikirimkan ke Forum
286
Selain itu, menurut Rodrigues dan Rodrigues (2003:161), ada beberapa hal yang perlu juga
Walaupun APA menyarankan bagian referensi diketik dalam dua spasi, APA juga
memperbolehkan daftar referensi diketik dalam satu spasi, kalau ada keterbatasan word
Jangan memakai titik di akhir URL. Dengan tidak menulis titik di akhir URL, maka tidak
akan ada orang yang mengira bahwa titik itu bagian dari URL.
APA memperbolehkan judul dari buku dicetak miring atau digarisbawahi, tetapi
Dalam hal pengetikan yang menjorok, APA memperbolehkan pengetikan yang menjorok
287
Buku dengan dua orang penulis
Martin, J. R, &Rose, D. (2003). Working with discourse. Meaning beyond the clause. London:
Continuum.
Thibault. P. J. (1995). Mood and ecosocial dynamics of semiotic exchange. Dalam R. Hasan., &
P.H. Fries. (1995). (Editor). On subject and theme. A discourse functional perspective.
(halaman…). Amsterdam: John Benjamins. B. V.
Pidato
Fuentes, C. (Speaker) (2001). Untitled Speech at Distinguished Lecture Series [Tape Recording]
(Pidato dalam Seri perkuliahan) (Rekaman). Brownsville: University of Texas at
Brownsville, September 11.
[Catatan: APA tidak merekomendasikan sumber dalam referensi kalau sumber aslinya tidak bisa ditemukan.
Namun, APA menyarankan untuk menggunakan kutipan dalam teks. Dengan demikian, kalau bahan pidato di atas
tidak direkam, maka kita lebih baik menggunakan kutipan dalam teks yang berbunyi seperti ini: ”C. Fuentes (pidato
di the university of Texas di Brownsville, September 11, 2005) mengatakan ...”]
Komunikasi pribadi
Doe, J. (2001). Conversation with author [Audio tape]. Brownsville, TX, 15 September.
(Catatan: kalau percakapan itu tidak direkam, maka kuminkasi ini tidak perlu dimasukkan dalam daftar referensi.
Tetapi, di dalam teks ditulis kutipan internal ”In a personal conversation with this writer, Jane Doe (September 20,
2002) said ...” atau “J. Doe (komunikasi pribadi, September 11, 2001) mengatakan bahwa …”.)
Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa setiap entry ditulis menjorok baris keduanya baik
dalam gaya MLA ataupun APA. Akan tetapi, dalam penulisan judul artikel dalam jurnal atau
288
antologi ada perbedaan antara MLA dan APA. Dalam APA judul artikel dalam antologi dan
jurnal tidak ditulis di antara tanda kutip ganda atau double quotation mark.
Kesimpulan
Bab ini telah membahas beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum tesis dikumpulkan untuk
diuji, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan struktur organisasi, daftar isi, isi dari masing-
masing bab, apakah memenuhi tujuan dari masing-masing bab, tanda baca dan cara mengutip.
Setelah semuanya selesai dan semua aspek di atas diperiksa, penulis tesis dan disertasi
tinggal mengikuti ujian. Kalau penguji mengharuskaan tesis atau disertasinya diperbaiki,
sebaiknya perbaikan dilakukan dengan cepat. Kalau sudah dinyatakan lulus maka penulis tesis
atau disertasi tinggal menjilid tesis atau disertasi yang telah dibuat selama berbulan-bulan bahkan
mungkin bertahun-tahun. Setelah itu, tinggal menikmati keberhasilan yang telah diraih. Selamat!
289
BIBLIOGRAFI
Abel, K. (2007). Using Halliday‟s Functional Grammar to Examine Early Years Eorded
Mathematics Texts. Makalah disajikan dalam Konferenasi nasional ALEA tahun 2007
di Canberra.
Acevedo, C., & Rose, D. (2007). Reading and writing to learn. Pen 157. Marrickville: PETA.
Allison, B., & Race, P. (2004). The students‟ guide to preparing dissertations and theses. (2nd
Ed). London: Routledge Falner.
Anderson, J., & Poole, M. (2001). Assignment and thesis writing. 4th Ed. Milton, Queensland:
John Wiley Sons Australia, Ltd.
Anfara, Jr., & Martz, N.T. (2006). (Ed). Theoretical framework in qualitative research.
Thousand Oaks: SAGE Publications.
Bailey, S. (2006). Acdemic writing. A handbook for international students. New York:
Routledge.
Baker, N. L., & Huling, N. (1995). A research guide for undergraduate students. English and
American literature. New York: The Modern Language Association of America.
Barras, R. (2002). Scientist must write. A guide to better writing for scientists, engineers, and
students. London: Routledge.
Bazerman, C (1988). Shaping written knowledge. The genre and activity of the experimental
article in science. Wisconsin: the University of Wisconsin Press.
Bazerman, C. (1997). The life of genre, the life in the classroom. Dalam W. Bishop., & H.
Ostrom. (1997). (Editor). Genre and writing. Issues, arguments, alternatives.
Portsmouth, NH: Heinemann. Boynton/Cook Publishers.
Beach, R., and Friedrich, T. (2006). Response to Writing. Dalam C.A. MacArthur., S. Graham,
S., & J. Fitzgerald. (2006). (Editor). Handbook of writing research. New York: The
Guilford Press.
Beasley, C. J. (1999). Assisting the postgraduate research and writing process:Learning the
context across disciplines. Bisa diakses di
http://lsn.curtin.edu.au/tlf/tlf1999/beasley.html. accessed on 7 Nov, 2007.
Berkenkotter, C., & Huckin, T. N. (1995). Genre knowledge in disciplinary communication:
Cognition/culture/power. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Berry, R. (1994). The research project. How to write it. (Edisi ketiga). London: Routledge.
Bhatia, V. K. (1993). Analysisng genre: Language use in professional settings. London:
Longman Group.
Bizzell, P. (1992). Academic discourse and critical consciousness. Pittsburgh: University of
Pittsburgh Press.
Bolker, J. (1998). Writing your dissertation in fifteen minutes a day. New York: Henry Holt and
Company, LLC.
Brause, S. R. (2000). Writing your doctoral dissertation. Invisible rules for success. London:
Falmer Press.
Brookfield, S.D. (2003). Critical thinking in adulthood. Dalam D. Fasco, Jr. (2003). (Editor).
Critical thinking and reasoning. Current research, theory, and practice. Cresskill, New
Jersey: Hampton Press, Inc.
Brown, R. B. (2006). Doing your dissertation in business and management. The reality of
researching and writing. London: SAGE Publication. Ltd.
290
Bryant, M. T. (2004). The portable dissertation advisor. Thousanf Oaks: Corwin Press.
Burton, L. J. (2002). An interactive approach to writing essays and research reports in
psychology. Milton, Queensland: John Wiley and Sons Australia, Ltd.
Calabrese, R. L. (2006). The elements of an effective dissertation and thesis. A step-by-step guide
to getting it right the first time. Lanham, Maryland: Rowman and Littlefield Education.
Callaghan, M., & Rothery. J (1988). Teaching factual writing. Sydney: Metropolitan East
Disadvantaged Schools Program.
Cantor, J. A. (1993). A guide to academic writing. Westport, Connecticut: Greenwood Press.
Chaffee, J. (2000). Thinking critically. Sixth edition. New York: Houghton Mifflin Company.
Chaffee, J., McMahon, C., & Stout, B.(2002). Critical thinking, Thoughtful writing. Second
edition. New York: Houghton Mifflin Company.
Christie, F. (1986). Writing in schools: generic structures as ways of meaning. Dalam B.
Couture. (1986). (Editor). Functional approaches to writing. Research perspectives.
New Jersey: Ablex Publishing Corporation.
Christie, F. (1987). Genres as choice. Dalam I. Reid. (1987). (Editor). The place of genre in
learning. Current debates. Melbourne: Deakin University Press.
Christie, F. (1989). Language development in education. Dalam R. Hasan., & J.R. Martin.
(1989). (Editor). Language development: learning language, learning culture. Meaning
and choice in language: Studies for Michael Halliday. Volume XXVII. New Jersey:
Ablex Publishing Company.
Christie, F. (1990). The changing face of literacy. Dalam F. Chrstie. (1990). (Editor). Literacy
for a changing world. Melbourne: ACER.
Christie, F. (1991). First and second-order registers in education. Dalam E. Ventola. (1991).
(Editor). Functional and systemic linguistics. Approaches and uses. New York: Mouton
de Gruyter.
Christie, F. (1993). Curriculum Genres: Planning for effective teaching. Dalam B. Cope, & M.
Kalantzis. (1993). (Editor). The powers of literacy. A genre approach to teaching
writing. London: The Falmer Press.
Christie, F. (1997). Curriculum macrogenres as forms of initiation into a culture. Dalam F.
Christi., & J.R. Martin. (1997). Genre and institutions. London: Continuum.
Christie, F. (1998a). Learning the literacies of primary and secondary schooling. Dalam F.
Christie., & R. Misson. (1998). Literacy and schooling. London: Routledge.
Christie, F. (1998b). Science and apprenticeship. Dalam J.R. Martin, J. R., & R. Veel. (1998).
(Editor). Reading science. Critical and functional perspectives on discourse on
science. London: Routledge.
Christie, F. (1999a).Learning to Write. A process of learning how to mean. . Dalam B. Doecke.
(1999). (Editor). Responding to students‟ writing. Continuing concversation. Norwood,
SA: The Australian association for the Teaching of English.
Christie, F. (1999b). The teaching of writing 15 years on. Dalam B. Doecke. (1999). (Editor).
Responding to students‟ writing. Continuing concversation. Norwood, SA: The
Australian association for the Teaching of English.
Christie, F. (2002a). The development of abstraction in adolescence in subject English. Dalam
M.J. Scleppegrell., & M.C. Colombi. (2002). (Editor). Developing advanced literacy in
first and second languages. Meaning with power. Mahwah, N.J: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Christie, F. (2002b). Classroom discourse analysis. London: Continuum.
291
Christie, F. (2004). Authority and its role in the pedagogic relationship of schooling. Dalm L.
Young., & C. Harrison. (2004). (Editor). Systemic functional linguistics and critical
discourse analysis. Studies in social change. London: Continuum.
Christie, F. (2005). Language education in the primary years. London: Continuum.
Christie, F., & Dreyfus, S. (2007). Letting the secret out: Successful writing in secondary
English. In Australian Journal of Language and Literacy. Vol.30.No.3, 2007. p. 235-
247.
Christie, F., & Misson, R. (1998). Framing the issues in literacy education. Dalam F. Christie.,
& R. Misson. (2000). (Editor). Literacy and schooling. London: Routledge.
Christie, F., & Soosai, A. (2001). Language and meaning. Vol. 2. Melbourne: Macmillan
Education Australia.
Christie, F., & Unsworth, L. (2000). Developing socially responsible language research. Dalam
L. Unsworth. (Editor). (2000). Researching Language in School and Community.
London: Cassell.
Christie, F., &Rothery, J. (1990). Literacy in the curriculum: planning and assessment. Dalam F.
Christie. (1990). (Editor). Literacy for a changing world. Melbourne: ACER.
Christie, F., Devlin, B., Freebody, P., Luke, A., Martin, J. R., Threadgold, T., Walton, C. (1991).
Teaching English literacy. A project of national significance on the preservice
preparation of teachers for teaching English literacy. Volume 1. Canberra: Centre for
Studies of Language in Education.
Christie, F., Martin, J., &Rothery, J. (1994). Social processes in education: A reply to Sawyer
and Watson (and others). Dalam B. Stierer., & J. Maybin. (1994). (Editor). Language,
literacy and learning in educational practice. Adelaide: Multilingual Matters LTD in
association with The Open University.
Clare, J. (2003). Writing a PhD Thesis. Dalam J. Clare., & H. Hamilton. (2003). (Editor).
Writing Research.. Transforming data into text. London: Chrchill Linving stone.
Coffin, C. (1997). Constructing and giving value to the past: An investigation into secondary
school history. Dalam F. Christie., & J.R. Martin. (1997). (Editor). Genre and
institutions. Social processes in the workplace and school. London: Continuum.
Coffin, C., Curry, M.J., Goodman, S., Swann, L. (2003). Teaching Academic Writing. London:
Routledge.
Connole, H. (1993). The research enterprise. Dalam H. Connole., J. Smith., R. Wiseman.
(1993). (Editor). Research methodology 1: Issues and methods in research. Study
guide. Melbourne: Deakin University.
Connole, H., Smith, J., & Wiseman, R. (1993). Research methodology 1: Issues and methods in
research. Study guide. Melbourne: Deakin University.
Cooley, L., & Lewkowicz, J (2003). Dissertation writing in practice. Turning ideas into text.
Hongkong: Hongkong University Press.
Costa, A. L. (2003). Communities for developing minds. Dalam D. Fasco, Jr. (2003). (Editor).
Critical thinking and reasoning. Current research, theory, and practice. Cresskill, New
Jersey: Hampton Press, Inc.
Crasswell, G. (2005). Writing for academic success. A postgraduate guide. London: SAGE
Publications.
Cullen, D. J., Pearson, M., Saha, L. J., Spear, R. H. (1994). Establishing effective PhD
supervision.
Davinson, D. (1977). Thesis and dissertations as information sources. London: Clive Bingley.
292
Davis, L., & McKay, S. (1996). Structures and strategies. An Introduction to academic writing.
South Melbourne: Macmillan Education Australia.
Delamont, S., Atkinson, P., Parry, O. (2005). Supervising the Doctorate. A Guide to Success.
Berkshire, England: Society for Research into Higher Education and Open University
Press.
Derewianka, B. (1990). Exploring how texts work. Newtown: PETA
Derewianka, B. (1998). A grammar companion. For Primary Teacher. Newtown: PETA.
Derewianka, B. (2003). Trends and issues in Genre-Based Approaches. RELC Journal 34 (2).
August 2003).
Diestler, S. (2001). Becoming a critical thinker. (Edisi Ketiga). New Jersey: Prentice-Hall. Inc.
Doecke, B. (1999). (Editor). Responding to students‟ writing. Continuing concversation.
Norwood, SA: The Australian association for the teaching of English.
Eggins, S. (1994). An introduction to systemic functional linguistics. London: Printer Publishers,
Ltd.
Emerson, L. dkk (2007). Writing guidelines for education students. (Edisi Kedua). Melbourne:
Thomson.
Emilia, E. (2005). A critical genre-based approach to teaching academic writing in a tertiary
EFL context in Indonesia. Disertasi PhD. Melbourne University.
Emilia, E. (2006). Proposal penelitian postdoktoral Endeavour Indonesia Research Fellowship,
dari Departemen Pendidikan dan Teknologi Australia.
Emilia, E. (2008a). Menulis disertasi: Mengapa lama? Chronicle, Edisi Januari 2008. Bandung:
UPI Press.
Emilia, E. (2008b). Analisis kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis. Laporan penelitian
dengan dana dari Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Emilia, E., Hermawan, B., Tati, D. (2008). Aplikasi Pendekatan Genre-Based dalam Kurikulum
2006. Penelitian Tindakan Kelas di salah satu SMP Negeri di Bandung. Penelitian
didanai oleh jurusan pendidikan bahasa Inggris UPI.
Ernst, M-O. (1981). A guide through the dissertation process. New York: The Edwin Mellen
Press.
Evans, D., & Gruba, P. (2002). How to write a better thesis. Carlton South, Victoria: Melbourne
University Press.
Fairclough, N. (1992a). Discouse and social change. Cambridge: Polity Press.
Fairclough, N. (1992b). Introduction. Dalam N. Fairclough. (1992). (Editor). Critical language
awareness. London: Longman.
Fairclough, N. (1992c). Language awareness: Critical and noncritical approaches. Dalam N.
Fairclough. (1992). (Editor). Critical language awareness. London: Longman.
Fairclough, N. (1992d). The appropriacy of appropriateness. Dalam N. Fairclough. (1992).
(Editor). Critical language awareness. London: Longman.
Fairclough, N. (1995). Critical discourse analysis: The critical study of language. New York:
Longman.
Fairclough, N. (2003). Analysing discourse. Textual analysis for social research. London:
Routledge.
Fairclough, N., & Chouliaraki, L. (1999). Discourse in late modernity. Edinburg: Edinburg
University Press.
Fairclough, N., & Wodak, R. (1997). Critical discourse analysis. Dalam T.A. van Dijk. (1997).
(Editor). Discourse as social interaction. London: SAGE Publications Ltd.
293
Feez, S. (2002). Heritage and innovation in second language education. Dalam A.M. Johns.
(2002). (Editor). Genre in the classroom. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers.
Feez, S., & Joyce, H (1998a). Text-based syllabus design. Sydney: National Centre For English
Language Teaching and Research.
Feez, S., & Joyce, H. (1998b). Writing skills. Narrative and nonfiction text types. Melbourne:
Phoenix Education Pty. Ltd.
Feez, S., &Joyce, H. (2000). Creative writing skills. Literary and media text types. Melbourne:
Phoenix Education Pty. Ltd.
Gall, M. D., & Borg, W. R. (1989). Educational research: A guide for preparing a thesis or
dissertation proposal in education. New York: Longman.
Gee, J. P. (1990). Social linguistics and literacies. Ideology in discourses. London: The Falmer
Press.
Gibbons, P. (2002). Scaffolding Language, Scaffolding Learning. Teaching second language
learners in the mainstream classroom. Portsmouth, NH: Heinemann.
Glatthorn, A.A., & Joyner, R. L. (2005). Writing the Winning Thesis or Dissertation. Thousand
Oaks: California: Corwin Press.
Goble, F. G (2004). The third Force: The psychology of Abraham Maslow. Bisa diakses di
www.questia.com.
Goldwasser, I. (2006). Student Study Guide. A manual for International Students. Sydney:
Pearson Education Australia.
Grabe, W. (2000). Textual coherence and discourse analysis. ARAL Series S, No. 16:65-82.
ALAA 2000.
Grabe, W., & Kaplan, R. (1996). Theory and Practice of writing. New York: Longman.
Graves, D. H. (1983). Writing: Teachers and children at work. London: Heinemann.
Graves, D. H. (1990). The reading/writing teachers‟ companion. Discover your own literacy.
Portsmouth: Heinemann.
Graves, D. H. (1996). A Fresh Look at Writing. Portsmouth, N. J: Heinemann.
Graves, N. (1997). Problems of supervision. Dalam N. Graves., & V. Varma. (1997). (Editor).
Working for a doctorate. A guide for the humanities and social sciences. New York:
Routledge.
Grenville, K. (2001). Writing from start to finish. A six-step guide. Crows Nest, NSW: Allen and
Uniwin.
Gruber, H. (2005). Scholar or consultant?Author-roles of student writers in German business
writing. Dalam L. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng Academic Writing. London:
Continuum.
Halliday, M. A K, (1985a). An Introduction to functional grammar. London, Edward Arnold.
Halliday, M. A. K. (1985b). Spoken and written language. Geelong, Victoria: Deakin University
Press.
Halliday, M. A. K. (1994a). An Introduction to functional grammar. (Edisi Kedua). London,
Edward Arnold.
Halliday, M. A. K (1994b). The construction of knowledge and value in the grammar of
scientific discourse, with reference to Charles Darwin‟s The origin of Species. Dalam
M. Coulthard (1994). Advances in written text analysis. New York: Routledge.
Halliday, M. A. K. (1975). Learning how to mean: Explorations in the development of language
(Exploration in language study). London: Edward Arnold.
294
Halliday, M. A. K. (1976). System and function in language. (Diedit oleh G. Kress). London:
Oxford University Press.
Halliday, M. A. K. (1994c). Language as social semiotic. Dalam J. Maybin. (1994). (Ed)
Language and literacy in social practice. Clevedon: Multilingual Matters.
Halliday, M. A. K. (1995). How do you mean? Dalam M. Davies, dan L. Ravelli (1992).
Advances in systemic linguistics. Recent theory and practice. London: Pinter
Publishers.
Halliday, M. A. K. (1996). Literacy and linguistics: A functional perspective. Dalam R. Hasan.,
& G. Williams. (1996). (Editor). Literacy in society. London: Longman.
Halliday, M. A. K. and Hasan, R. (1985c). Part A of Language, Context and Text: Aspects of
language in a social semiotic perspective. Burwood, Melbourne: Deakin University.
Halliday, M.A.K. (2002a). Linguistic studies of text and discourse. London: Continuum.
Halliday, M.A.K. (2002b). On Grammar. London: Continuum.
Halliday, M.A.K., & Hasan, R. (1976). Cohesion in English. London: Longman. (English
Language Series 9).
Halliday, M.A.K., & Mathiessen, R (2004). An introduction to functional grammar. (Edisi
Kedua). London, Edward Arnold.
Hamilton, H. (2003). The nature of research writing. Dalam J. Clare., & H. Hamilton. (2003).
(Editor). Writing research. Transforming data into text. London: Churchill Livingston.
Hamilton, H., & Clare, J. (2003a). The shape and form of research writing. Dalam J. Clare., &
H. Hamilton. (2003). (Editor). Writing research. Transforming data into text. London:
Churchill Livingston.
Hamilton, H., & Clare, J. (2003b). „Purpose, planning and presentation.‟ Dalam J. Clare., & H.
Hamilton, (2003). (Editor). Writing research. Transforming data into text. London:
Chrchill Linving stone.
Hamilton, H., & Clare, J. (2003c). „Key Relationship for writers‟. Dalam Dalam J. Clare., & H.
Hamilton, (2003). (Editor). Writing research. Transforming data into text. London:
Churchill Livingston.
Hart, C. (2001). Doing a literature search. London: SAGE Publications Ltd.
Hart, C. (2005). Doing your Masters‟ dissertation. London: SAGE Publications Ltd.
Hartley, J. (1997). Writing the thesis. Dalam N. Graves., & V. Varma. (1997). (Editor). Working
for a doctorate. A guide for the humanities and social sciences. London: Routledge.
Heaton, J. (2004). Reworking qualitative data. London: SAGE Publications.
Hinkel, E. (2002). Second language writers‟ text. Linguistic and rhetorical features. London:
Lawrence, Erlbaum Associates.
Holliday, A. (2003). Doing and writing qualitative research. London: SAGE Publications.
Hood, S. (2005). Managing attitude in undergraduate academic writing: a focus on the
introduction to research reports. Dalam L. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng
academic writing. London: Continuum.
Hornsby, D. & Sukarana, D. (2007). Focus on writing. Hand out untuk pengembangan profesi
dengan David Hornsby & Debbie Sukarna di Darebin Arts & Entertainment Centre.
Victoria, Australia, Sabtu, 21 July, 2007.
Hunt, A. (2005). Your research project. How to manage it. London: Routledge.
Hyland, K. (1999). Disciplinary discourses: writer stance in research articles. Dalam C. Candlin.,
& K. Hyland. (1999). (Editor). Writing: Texts, processes and practices. London:
Longman.
295
Hyland, K. (2000a). Disciplinary discourses. Social interactions in academic writing. Singapore:
Pearson Education Limited.
Hyland, K. (2000b). It might be suggested that …: Academic hedging and student writing.
ARAL Series S, No. 16:83-97 @ALAA 2000.
Hyland, K. (2002). Teaching and researching writing. London: Pearson Education Limited.
Hyland, K. (2003). Second language writing. Cambridge: Cambridge University Press.
Hyland, K. (2005). Patterns of engagement: dialogic features and L2 undergraduate writing.
Dalam L. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng Academic Writing. London:
Continuum.
John, A. M. (1990) (Editor). Coherence in writing. Alexandria, Virginia: Teachers of English to
Speakers of Other Languages, Inc.
Johnson, A.P. (2003). A short guide to academic writing. Lanham, Maryland: University Press
of America.
Joseph, N. L. (1999). Research writing. Using traditional dan electronic sources. New Jersey:
Prentice Hall.
Kalantzis, M., & Wignell, P. (1988). Explain, argue, discuss? Writing for essay exams.
Leichardt, Australia: Common Ground.
Kamler, B., & Thomson, P. (2006). Helping doctoral students write. Pedagogies for supervision.
Oxon: Routledge.
Kim, Y., & Kim, J. (2005). Teaching Korean university class: Balancing the process and The
genre approach. (http://www.asian-efl-journal.com/June_05_ykandJk.php). Accessed
on 17-7-2007.
Krathwall, D. R., & Smith, N. L. (2005). How to prepare a dissertation proposal. Suggestions
for students in education and the social and behavioural scienc es.
Kress, G. (1982). Learning to write. London: Routledge and Kegan Paul.
Kress, G. (1985). Linguistic Processes in sociocultural practice. Melbourne: Deakin University.
Kress, G. (2003). Literacy in the new media age. London: Routledge.
Krueger, R.A. (1998). Analysing and reporting focus group results. Thousand Oaks: SAGE
Publication.
Lawton, D. (1997). How to succeed in postgraduate study. Dalam N. Graves., & V. Varma.
(1997). (Editor). Working for a doctorate. A guide for the humanities and social
sciences. London: Routledge.
Leki, I. (1992). Understanding ESL writers. A guide for teachers. Portsmouth: Boynton/Cook
Publishers.
Leki, I. (2001). A narrow thinking system: Nonnative-English-speaking students in group
projects across the curriculum.‟ TESOL Quarterly, Vol. 35, No. 1, Spring, 2001.
Lester, J. D., & Lester, J. D. Jr. (2005). Writing research paper. New York: Pearson Education
Incorporation.
Levine, S. J. (2007). Writing and presesnting your thesis or disertation.<Dissertation/Thesis
guide, http//www.learnerassociates.net/dissthes/> updated : 08/01/2007). Accessed on
02/11/2007.
Lim, J, M. (2005). Reiterating and Explaining Findings: Analysing Communicative Functions in
Research Reports. Makalah dalam Konferensi Internasional Pendidikan Literasi,
Semarang, 29-30 September 2005.
Lipman, M. (2003). Thinking in education. (Edisi Kedua). Cambridge: Cambridge University
Press.
296
Love, K. (1999). Unpacking arguments. The need for a metalanguage. Dalam B. Doecke.
(1999). (Editor). Responding to students‟ writing. Continuing concversation. Norwood,
SA: The Australian association for the Teaching of English.
Macken-Horarik, M. (2002). Something to shoot for. Dalam A.M. Johns. (2002). (Editor). Genre
in the classroom. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Macmillan, A. (2001). Deconstructing social and cultural meaning. A model for education
research using postmodern construct. Melbourne: Common Ground.
Marshall, C., & Rossman, G.B. (2006). Designing qualitative research. (Edisi Kedua)).
Thousand Oaks: SAGE Publications.
Martin, J. R, & Rose, D. (2003). Working with discourse. Meaning beyond the clause. London:
Continuum.
Martin, J. R, &Rose, D. (2007). Working with discourse. Meaning beyond the clause. (Edisi
Kedua). London: Continuum.
Martin, J. R. (1992). English text. System and structure. Amsterdam: John Benjamin‟s
Publishing Company.
Martin, J. R. (1993). A contextual theory of language. Dalam B. Cope., & M. Kalantzis. (1993).
(Editor). The powers of literacy. A genre approach to teaching writing. London: The
Falmer Press.
Martin, J. R. (1996). „Evaluating disruption: Symbolising theme in junior secondary narrative.‟
Dalam R. Hasan, R., & G. William. (1996). (Editor). Literacy in society. New York:
Addison Wesley Longman.
Martin, J. R. (1997). Analysisng genre: Functional parameters. Dalam F. Christie., & J.R.
Martin. (1997). (Editor). Genre and institutions. London: Continum.
Martin, J. R. (2000). Beyond exchange: Appraisal systems in English. Dalam S. Hunstan., & G.
Thompson. (2000). (Editor). Evaluation in English. New York: Oxford University
Press.
Martin, J. R., & Rothery, J. (1993). Grammar: Making meaning in writing. Dalam B. Cope., &
M. Kalantzis. (1993). (Editor). The powers of literacy. A genre approach to teaching
writing. London: The Falmer Press.
Martin, J. R., & Rothery. J (1986). What functional approach to the writing task can show
teachers about „good writing‟. Dalam B. Couture. (1986). (Editor). Functional
approaches to writing. Research perspectives. New Jersey: Ablex Publishing
Corporation.
Martin, J. R., Christie, F., & Rothery, J. (1994). Social processes in education: A reply to Sawyer
and Watson. Dalam B., Stierer., & J. Maybin. (1994). Language, literacy and learning
in educational practice. Adelaide: Multilingual Matters LTD in association with The
Open University.
Martinich, A. P. (2005). Philosophical writing: An introduction. Carlton, Victoria: Blackwell
Publishing.
Masden, D. (1992). Successful dissertation and thesis. A guide to graduate student research from
proposal to completion. (Edisi Kedua). San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Matthews, J. R., Bowen, M, J., & Matthews, R. W. (2000). (Edisi Kedua). Successful Scientif
Writing. A Step by step guide for the biological and medical sciences/. Cambridge;
Cambridge University Press.
Mauch, J. E., & Park, N. (2003). Guide to the successful thesis and dissertation. A handbook for
students and faculty. (Edisi Kelima). Madison Avenue, New York: Marcel Dekker.
297
Maxwell, J. A. (2005). Qualitative research design. An interactive approach. (Edisi Kedua).
Thousand Oaks: SAGE Publications.
McPeck, J. E. (1990). Teaching critical thinking. London: Routledge.
Meloy, J. M. (2002). Writing the qualitative dissertation. Understanding by doing. (Edisi
Kedua). Mahwah: Lawrence Erkbaum Associates Publishers.
Moore, A. (1999). Teaching multicultured students. Culturism and anti-culturism in school
Classrooms. London: Falmer Press.
Moriarti, M.F. (1997). Writing science through critical thinking. London: Jones and Bartlett
Publishers International.
Murphy, E. (2007). Essay writing made simple. Sydney: Pearson Education Australia.
Murray, D. M. (1982). Learning by Teaching (Selected articles on writing and teaching).
Montclair/Boynton: Cook Publishing Company.
Murray, D.M. (1985). A writer teaches writing. Second edition. New Jersey: Houghton Mifflin
Company.
Murray, D. M. (1989). Expecting the unexpected. Teaching myself and others to read and write.
Portsmouth, NH: Boynton/Cook Publishers.
Murray, R. (2002). How to write a thesis. Maidenhead, Berkshire: Open University Press.
Murray, R. (2005). Writing for academic journals. Maidenhead, Berkshire: Open University
Press.
Nunan, D. (1999). Second language teaching and learning. Boston: Heinle and Heinle
Publishers.
O‟Leary, Z. (2004). The essential guide to doing research types of literature: Any and all.
London: SAGE Publications.
Ogden, E. H. (1993). Completing your dissertation or master‟s thesis in two semesters or less.
Lancaster: Technique Publishing. Co. Inc.
Oliver, P. (2004). Writing your thesis. London: SAGE Publications.
Oshima, A., & Hogue, A. (1999). Writing academic English. (Edisi Ketiga). Addison Wesley:
Longman.
Paltridge, B. (2005). The exegesis as a genre: an ethnographic examination. Dalam L. J. Ravelli.,
& R.A. Ellis. (2005). Analysisng academic writing. London: Continuum.
Paltridge, B., & Satrfield, S. (2007). Thesis and dissertation writing in a second language. A
hanbook for supervisors. London: Routledge.
Parker, C. A., & Davis, G. B. (1997). Writing the doctoral dissertation. New York: Barrons‟
Educational Series.
Paul. R. (1993). Critical thinking. What every person needs to survive in a rapidly changing
world. Melbourne: Hawker Bronlow Education.
Pearce, L. (2005). How to examine a thesis. Berkshire, England: Society for Research into
Higher Education and Open University Press.
Phillips, E. M., & Pugh, D. S. (1994). How to get a Ph.D. A handbook for students and
supervisors. Buckingham: Open University Press.
Press.
Pritchard, R.J., & Honeucutt, R. L. (2006). The process approach to writing instruction:
Examining its effectiveness. Dalam C.A. MacArthur., S. Graham., J. Fitzgerald.
(2006). (Editor). Handbook of writing research. New York: The Guilford Press.
Punch, K. F. (2000). Developing Effective Research Proposals. London: SAGE Publications.
298
Ravelli, L. J. (2004). Signalling the organisastion of written texts:hyper Themes in management
and history essays. Dalam L. J. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng academic
writing. London: Continuum.
Reason, P., & Bradbury, H. (2001). Introduction: Inquiry and Participation in Search of a World
Worthy of Human Aspiration. Dalam P. Reason., & H. Bradbury. (2001). Handbook of
action research. London: SAGE Publications Ltd.
Reichenbach, B. R. (2001). Introduction to critical thinking. Boston:McGraw Hill.
Rhedding-Jones, J. (2005). What is research. Sentrum, Norwegia:Universitetfarleget.
Richardson, J.S., Morgan, R.F., & Fleener, C. (2006). Reading to learn in the content areas. (6th
edn). Belmont, CA: Thomson Wadsworth.
Richardson, L. (1997). Fields of play. Constructing an academic life. New Brunswick, New
Jersey: Routledge University Press.
Roberts, C. M. (2004). The dissertation journey. A practical and comprehensive guide to
planning, writing and defending your dissertation. Thousand Oaks, California: Corwin
Press.
Rodrigues, D., and Rodrigues, R. (2003). The research paper. Guide to library and internet
research. (Edisi Kedua). New Jersey: Prentice Hall.
Romana, T. (2000). Blending genre, altering style. Portsmouth: Boynton/Cook Publishers.
Rose, D. (2003). „Scaffolding academic reading and writing at the Koori centre.‟ Dalam The
Australian Journal of Indigenous Education. 32, 2003, p. 41-49).
Rose, D. (2006a). „Reading Genre: A new wave of analysis‟. Dalam Linguistics and the Human
Sciences. 11 (1).
Rose, D. (2006b). Learning to Read: Reading to Learn. Scaffolding the English curriculum for
Indegenous secondary students. NSW 7-10 English Syllabus. Aboriginal Support Pilot
project. Office of the Board of Studies. Final Report. January, 2006.
Rose, D. (2006c).‟Literacy and equality in the classroom‟. Faculty of Education and Social work.
Future Directions in Literacy Conference and Certiticate of Primary Literacy Education.
The University of Sydney, Australia.
Rose, D. (2007a). „A reading based model of schooling.‟. In Pescuisas em Discurso Pedagogico.
IV (2), 2007. www.maxwell.lambda.ele.puc-rio.br.
Rose, D. (2007b). Reading to Learn. Preparing for reading and writing. Book One.
Rose, D. (2007c). Reading to Learn. Preparing for reading and writing. Book Two.
Rose, D. (2007d). Reading to Learn. Preparing for reading and writing. Book Three.
Rose, D. „The Approach to Teaching Literacy.‟ Available in (http://ab-
ed.boardofstudies.nsw.edu.au/go/english-literacy-7-10/the-approach-to-teach...), accessed
on 13 Sept 2007.
Rothery, J. (1996). Making changes: Developing educational linguistics. Dalam R. Hasan., & G.
William. (1996). (Editor). Literacy in society. New York: Addison Wesley Longman
Limited.
Rudestam, K. E., and Newton, R. R. (1992). Surviving your dissertation. Newbury Park:
London: SAGE Publications.
Scheurich, J. J. (1997). Qualitative studies. Series 3. Research methods in the postmodern.
London: Falmer Press.
Scheurich, J. J. (1997). Research method in the postmodern. London: The Falmer.
Seidman, I. (1998). Interviewing as qualitative research. A guide for researchers in education
and the social sciences. New York: Teachers College Press.
299
Shakespeare, P., Atkinson, D., French, S. (1993). (Ed). Reflecting on research practice. issues in
health and social welfare. Buckingham: Open University
Silverman, D. (2005). Doing qualitative research. Second Edition. London: SAGE Publication.
Silverman, D. (2006). Interpreting qualitative data. (Edisi Letiga). London: Sage Publications.
Smith, P. (2002). Writing an assignment. Proven Techniques from a chief examiner that really
get results.(Edisi Kelima). Oxforod: How To Books.
Sternberg, R. J. (1988). The psychologist‟s companion. A guide to scientific writing for students
and researchers. Leichester: Cambridge University Press.
Swales, J (1990a). Genre analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Swales, J. (1990b). Nonnative speaker graduate Engineering students and their introductions:
Global coherence and local management. Dalam U.Connor., & A.M. Johns. (1990)
(Editor). Coherence in writing. Alexandria, Virginia: Teachers of English to Speakers
of Other Languages, Inc.
Swales, J., & Feak, C. (1994). Academic writing for graduate students. A course for nonnative
speakers of English. Ann Arbor: University of Michigan Press.
Swales, J., & Feak, C. (2004). Academic writing for graduate students. A course for nonnative
speakers of English. (Edisi Kedua). Ann Arbor: University of Michigan Press.
Swetnam, D. (2000). Writing your dissertation. The bestselling guide to planning, preparing and
presenting first-class work. Oxford: United Kingdon: How to Books, Ltd.
Tannen, D. (1984). Spoken and written narrative in English and Greek. Dalam D. Tannen.
(1984). (Editor). Coherence in spoken and written discourse. Volume XII in the series
advances in discourse processes. New Jersey: Alex Publishing Corporation.
Tashakkari, A., & Teddlie, C. (1998). Mixed methodology. Combining qualitative and
quantitative approaches. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Tempo interactif. Edunet. Penerima beasiswa dari India dipulangkan karena kemampuan
bahasa Inggrisnya rendah. http://www. tempointeractif.com/edunet/artikel/2002/index-
isi.asp?file=15012002-1
ten Have, P. (2004). Understanding qualitative research and ethnomethodology. London: SAGE
Publications.
Thody, A. (2006). Writing and presenting research. London: sage Publications.
Thomas, R. M., & Brubaker, D.L. (2000). Theses and dissertation. A guide to planning,
research, and writing. Westport, Connecticut:Bergin and Garvey.
Thomas, S.A. (2000). How to write health science papers, dissertations and theses. London:
Harcourt Publishers. Ltd.
Turabian, K. L. (1996). A manual for writers of term papers, thesis and dissertations. (Ediusi
Keenam). Chicago: The University of Chicago Press.
Vygotsky, L. S. (1962). Thought and language. (Hanfman, E., and Vakar, G. Trans). Cambridge:
The M.I.T. Press.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Vygotsky, L. S. (1994). Extracts from Thought and language and mind in society. Dalam B.
Stierer., & J. Maybin. (1994). (Editor). Language, literacy and learning in educational
practice. A reader. Adelaide: Multilingual Matters Ltd.
Wallace, C. (2001). Critical literacy in the second language classroom: Power and control.‟
Dalam B. Comber., & A. Simpson. (2001). (Editor). Negotiating critical literacies in
classrooms. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Walshe, R. D. (1981). Every child can write. Rozelle, New South Wales: PETA.
300
Walshe, R. D. (1986a). Writing to learn. Dalam R.D. Walshe., P. March., & D. Jensen. (Editor).
Writing and learning in Australia. Melbourne: Dellasta, Pty.Ltd.
Walshe, R. D. (1986b). Progression in writing to learn, K-12. Dalam R.D. Walshe., P. March.,
& D. Jensen. (Editor). Writing and learning in Australia. Melbourne: Dellasta, Pty.Ltd.
Waters, K. (2000). Researching, writing and presenting. Croydon, Victoria, Australia: Tertiary
Press.
Wellington, J., Bathmaker, A-M., Hunt, C., McCulloch, G., & Sikes, P. (2005). Succeeding with
your doctorate. London: Sage Publications.
Whitaker, W. R., Ramsey, J. E., Smith, R. D. (2004). Media writing. Print broadcast and public
relations. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates.
William, M., & May, T. (1996). Introduction to the philosophy of social research.
Wilson, C. (2004). New pathways in psychology in Malow and the Post Fredian Revolution.
Deluxe Ebook Edition. Bisa diakses di www.questia.com.
Wolcott, F. H. (2001). Writing up qualitative research. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Wood, D., Bruner, J., & Ross, G. (1976). The role of tutoring in problem solving. Journal of
Child Psychology and Psychiatry. XVII, p. 89-100.
Woods, P (1999). Successful writing for qualitative researchers. London: Routledge.
Yin, R. K. (1984). Case study research. Beverly Hills, California: SAGE Publications.
Yin, R. K. (1993). Applications of case study research. Newbury Park, California: SAGE
Publications.
Yin, R. K. (2003). Applications of case study research. (Edisi Kedua). Newbury Park, California:
SAGE Publications.
Young, J. (2007). Critical capital: Teaching and learning. Makalah disajikan dalam konferensi
nasional ALEA (Australian Literacy Education Association) tahun 2007 di Canberra
tanggal 8-11 July 2007.
301
Indeks
abstrak definisi
contoh menulis
fungsi struktur organisasi
menulis draft pertama
rencana menulis EFL (English as a foreign language)
accuracy Eksposisi
a crummy first draft empiris
activists epistemologi
advisor evaluasi diri
akademik feedback
gaya tulisan dari teman
alasan jenis
All But Dissertation kapan mendapat/memberi
APA(AmericanPsychological peran feedback
Association) field
artikel knowledge of
dalam jurnal heading (subheading)
dalam database hedging
dalam ontologi hefty
a romantic belief gap
asumsi (tentang mahasiswa doktor atau hipotesis
magister) I (penggunaan)
audience impartial
career (a career ladder) isu sosial
comfort zone jadual yang realistis
committee kajian pustaka
contraction contoh menulis
daftar isi elemen-elemen
cara menulis fungsi
fungsi hefty
data kapan mengatakan cukup?
bab presentasi dan analisis kapan menulis
cara memaparkan dan membahas data kegagalan menulis kajian pustaka
cara tematik proses menulis
cara nontematik (mencatat,meringkas,
fungsi bab presentasi dan analisis mengintegrasikan,menganalisis,
kuantitatif mengkritisi)
kualitatif state of the art
deadline topic-based
deskripsi kalimat aktif dan pasif
die hard Kamler& Thomson
disertasi dan tesis kegagalan
analisis menulis kajian pustaka
menulis babpembahasan data
321
menyelesaikan tesis dan disertasi objektivitas
kelemahan penelitian objective stance
kesimpulan orijinalitas
aturan menulis bab paragraph
contoh cara menulis
elemen-elemen bab peak experience
menulis bab pembaca primer
konsep pembaca segera (immediate reader)
konvensional pembaca sekunder
format penulisan pembimbing
manfaat format konvensional fungsi/peran
kualitatif masalah dengan
kuantitatif memilih
lay out persetujuan
letter to the editor syndrome pembimbing yang terkenal
linking text (linking paragraph) pendahuluan
linking device contoh cuplikan bab
manfaat elemen-elemen bab
literature (review) (lihat kajian pustaka) fungsi bab
dominant literature kapan menulis bab
macro-Theme penelitian
maturity signifikansi
membahas data fisibilitas metodologi
kesalahan umum dalam latar belakang
struktur skematis bab pertanyaan
menulis peralatan dan persediaan
membaca meningkatkan kemampuan percaya diri
setiap orang bisa pernyataan
metatext(metadiscourse) cara menulis pernyataan
metode penelitian pernyataan efektif
elemen-elemen bab pernyataan kurang efektif
fungsi bab persuasi
memahami plagiarisme
menulis bab posmodernisme
multi-faceted pragmatists
metodologi pre-writing
MLA (Modern Language Association) preview, overview, review
model problem statements
modest program magister/doktor
move prokrastinasi
Mozart quotation
commentary move reader-responsible
preparatory move referensi
presentational move reflectors
rhetorical reporting
narasi central reporting
322
non-central reporting
non-reporting
research
arti/definisi
results
revisi
roller-coaster
sanggahan
self-assessment
sense of formality
sintesis
sloppy-coppy
systemic fungtional linguistics
Table of Contents
menulis table of contents
memformat table of content
tantangan dalam menulis tesis/disertasi
tentativeness
teori
deskripstif
explanatory
theorists
three-part structure
topik penelitian
ambisius
memilih topik penelitian
narrow and deep
triangulasi
tujuan dan pembaca
ucapan terimakasih
ujian
value-statements
Venn (diagram)
verbal signals
waktu
hambatan
writer‟s block
writer responsible
writing up
yang perlu dilakukan sebelum tesis diujikan
zero draft
323
Karya Dr. Emi Emilia ini selain menyentuh hampir semua aspek yang diperlukan dalam laporan
penelitian, khususnya tesis dan disertasi, juga memberikan contoh-contoh konkret serta praktis tentang
hal-hal yang sering dilupakan, seperti mekanik penulisan dan diksi. Buku ini patut dibaca oleh yang akan
dan sedang menulis karya ilmiah (tesis dan disertasi) agar siap dengan prinsip dasar dan teknik rinci
penulisan tesis atau disertasi (Prof. Fuad Abdul Hamied, M.A., Ph.D., Universitas Pendidikan
Indonesia).
Buku Menulis Tesis dan Disertasi karya Emi Emilia, Ph.D ini merupakan buku yang dapat menjadi
inspirasi bagi para mahasiswa S2 dan S3 yang akan maupun sedang menulis tesis dan disertasi. Gaya
penulisan yang khas menjadikan buku ini memikat. Pembaca buku ini akan merasa seperti membaca buku
motivasi. Penuturan yang lugas dan disertai pengalaman pribadi sebagai mahasiswa ketika menulis tesis
dan disertasi serta sebagai pembimbing mahasiswa menulis tesis dan disertasi membuat buku ini sarat
informasi yang diperlukan tidak saja oleh para mahasiswa sekolah pascasarjana, tetapi juga para dosen
pembimbing penulisan tesis dan disertasi. Buku ini sayang untuk dilewatkan oleh para akademisi di
perguruan tinggi (Prof. Drs. Bambang Yudi Cahyono, M.Pd., M.A., Ph.D., Universitas Negeri
Malang).
Banyak buku tentang cara penulisan tesis dan disertasi yang beredar di pasaran namun hanya buku
Menulis Tesis dan Disertasi karya Emi Emilia, PhD inilah yang ditulis berdasarkan penelitian yang
cermat dan teliti atas tesis-tesis mahasiswa pascasarjana di Indonesia. Buku teks research-based seperti
ini menjadikan permasalahan dalam penulisan tesis dan disertasi dibidik tepat sasaran secara efektif dan
efisien. Selain itu, informasi yang kaya tentang permasalahan penulisan membuat buku ini juga layak
dimiliki dan dibaca oleh para akademisi. Oleh karena itu, buku ini tidak hanya layak menjadi bacaan
wajib bagi para penulis tesis dan disertasi tetapi juga pantas dijadikan acuan oleh para akademisi (Dr.
Safrina Noorman, M.A., Universitas Pendidikan Indonesia).
Saya mengenali beberapa orang dengan intelektualitas kaliber nasional, namun terbilang sangat lama
dalam menyelesaikan Ph.D. thesisnya. Selorohnya, kontribusi IQ bagi penyelesaian tesis/disertasi
mungkin paling banyak 40%, sisanya adalah MQ (manajemen qolbu, meminjam istilah Aa Gym). Dalam
konteks ini pun buku karya Emi Emilia, Ph.D. ini mendapatkan relevansinya. Buku ini menyediakan
panduan teknis juga non-teknis yang komprehensif, terperinci, dan research-based bagi penulisan tesis
dan disertasi, yang tentu akan sangat berguna bila dipahami dan diterapkan dengan sepenuh hati (Iwa
Lukmana, M.A., Ph.D., Universitas Pendidikan Indonesia).
Penulis adalah dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Indonesia, juga Ketua
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia untuk
priode 2007-2010. Penulis menyelesaikan program sarjana di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS
IKIP Bandung (UPI) tahun 1989, program Graduate Diploma of Arts dalam bidang penerjemahan dan
interpreting di Deakin University Australia pada tahun 1992 (beasiswa Bank Dunia), program Master of
Education dalam bidang language and literacy education di universitas yang sama di Australia tahun
1996 (beasiswa bank Dunia), dan PhD dalam bidang language and literacy education di Melbourne
University tahun 2005 (beasiswa Australian Development Scholarship). Tahun 2007 penulis mendapat
beasiswa studi posdocotoral dari Department of Education, Science and Technology Australia untuk
melakukan penelitian, masih berkenaan dengan language and literacy education, di Australian Catholic
University, Australia.
324