Anda di halaman 1dari 317

Menulis Tesis dan

Disertasi

Oleh:
Emi Emilia
PRAKATA
Pertama-tama penulis mengucapkan selamat kepada para pembaca yang telah menempuh studi

di program pascasarjana atau sekolah pascasarjana dan telah mencapai tahap penulisan tesis atau

disertasi. Penyelesaian tesis atau disertasi merupakan syarat kelulusan dalam program

pascasarjana, program yang diikuti oleh hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia, bahkan

masyarakat dunia.

Buku ini ditulis khususnya untuk mahasiswa yang akan atau sedang menulis laporan penelitian

dalam bentuk tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris. Namun demikian, pembahasan yang ada

dalam buku ini masih relevan untuk mahasiswa tingkat S1 bahasa Inggris dan mahasiswa

program studi lain baik tingkat S1 maupun tingkat pascasarjana yang menulis tesis atau disertasi

dalam bahasa Indonesia. Unsur-unsur yang harus ada dalam semua laporan penelitian dalam

bentuk skripsi, tesis dan disertasi sebenarnya sama, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa

Indonesia. Yang membedakan skripsi, tesis dan disertasi hanyalah kedalaman serta

kompleksitasnya saja (Evans & Gruba, 2002; Murray, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007).

Mengingat buku ini ditulis sebagai bagian dari program pengembangan program studi

pendidikan bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan

khususnya ditujukan untuk para penulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris, contoh-contoh

penulisan berbagai bagian dalam tesis dan disertasi sengaja diberikan dalam bahasa Inggris.

Selain itu, beberapa uraian, pernyataan atau istilah dalam bahasa Inggris tidak diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan bahasa Inggris

mahasiswa program magister atau doktor di program studi lain seharusnya cukup bagus,

ii
sehingga bisa memahami uraian yang diberikan dalam bahasa Inggris dan dapat menganalogikan

contoh-contoh yang diberikan dalam bahasa Inggris itu ke dalam bahasa Indonesia.

Pembahasan di dalam buku ini mengacu pada penulisan karya ilmiah dalam berbagai bidang dan

berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi oleh penulis tesis atau disertasi, khususnya

mereka yang menulis berdasarkan cara menulis teks akademik dengan “format konvensional”

(Thody, 2006), yang sumbernya berasal dari penulisan laporan penelitian di bidang sains

(Matthews, Bowen & Matthews, 2000) dan bukan dengan “format posmodernisme”, yang akhir-

akhir ini juga banyak dipakai oleh para penulis tesis atau teks akademik (Macmillan, 2001;

Rhedding-Jones, 2005).

Buku ini merupakan bagian dari pengalaman penulis menulis tesis dan disertasi, membimbing

mahasiswa menulis skripsi, tesis dan disertasi, dan hasil kajian pustaka mengenai penulisan teks

akademik. Buku ini juga merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dalam

menelusuri kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa Inggris di Program Studi

Pendidikan Bahasa Inggris, Sekolah Pascasarjana UPI, selama tahun 2007, dengan melibatkan

mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana UPI, baik yang

sudah lulus, yang sedang maupun yang akan menulis tesis. Selain itu, buku ini merupakan bagian

dari hasil penelitian penulis dalam menyelesaikan program Ph.D di Melbourne University dan

program posdoktoral di Australian Catholic University yang berkaitan dengan pengajaran

menulis. Terakhir, buku ini merupakan bagian dari pengalaman penulis bertahun-tahun

mengajar, berdiskusi dan memikirkan tentang penulisan skripsi, tesis dan disertasi dengan para

dosen lainnya, khususnya di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa dan

iii
Seni (S1) dan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana (S2 dan S3)

Universitas Pendidikan Indonesia.

Sementara itu, inspirasi dan motivasi untuk menulis buku ini dipacu oleh keprihatinan penulis

terhadap kenyataan bahwa banyak mahasiswa, khususnya mahasiswa pascasarjana, yang

menghasibskan waktu yang terlalu lama untuk menyelesaikan tesis atau disertasinya. Hal ini

sebenarnya tidak aneh, karena menulis laporan penelitian dirasakan sulit bahkan oleh para

ilmuwan yang berhasil sekalipun. Charles Darwin, misalnya, mengatakan “A naturalist‟s life

would be a happy one if he had only to observe and never to write” (dikutip oleh Matthews,

Bowen & Matthews, 2000:1).

Kesulitan mahasiswa, dalam menulis disertasi khususnya, tercermin dari fakta yang dirilis oleh

National Center for Educational Statistics di Amerika Serikat tahun 1991, dan banyak dikutip

oleh para penulis buku mengenai petunjuk penulisan tesis atau disertasi (lihat Cantor, 1993;

Ogden, 1993; Roberts, 2004). Fakta itu adalah bahwa pada tahun 1989 terdapat 194.137

mahasiswa doktor di Amerika Serikat. Dari jumlah itu, hanya 35. 759 yang mendapat gelar

Doktor, dengan rata-tara waktu penyelesaian studi 7,2 tahun. Dari jumlah yang lulus, 45%

menghabiskan waktu antara 8-16 tahun. Selain itu, hampir setengah dari mahasiswa yang

mengambil program doktor drop out (Cantor, 1993:3; Roberts, 2004). Mereka bisa

menyelesaikan semua mata kuliah, tetapi tidak dapat menyelesaikan persyaratan terakhir

program Doktor, yakni disertasi. Berdasarkan kenyataan ini, maka muncullah gelar atau istilah

ABD (All But Dissertation) untuk mereka yang tidak dapat menyelesaikan disertasinya (Ogden,

1993; Brause, 2000; Roberts, 2004).

iv
Kesulitan utama mahasiswa dalam menulis juga digambarkan oleh Eamon Murphy (2007) dalam

bukunya yang berjudul Essay Writing Made Simple. Murphy menulis:

My main problem with writing was that nobody at school or university told me how to write. Many other
students like me are never told about the basics of good writing and may in fact have been given well
meaning but incorrect advice. (One well-meaning lecturer told me that I needed to have all my ideas very
clear in my head before I started to write. This was the worst advice possible. Like many writers I think as I
write not before I write) (2007:3).

Pengalaman Murphy di atas mungkin juga dialami oleh sebagian besar mahasiswa sehingga

banyak mahasiswa yang merasa kurang percaya diri untuk menulis karena menganggap ide yang

dipirkannya belum jelas. Mereka belum menyadari bahwa ide atau gagasan itu akan jelas kalau

ditulis. Untuk itu, di dalam beberapa bab yang ada dalam buku ini akan dijelaskan mengenai

pentingnya menulis sejak awal proses penelitian. Buku ini menekankan prinsip bahwa meneliti

berarti menulis (Bolker, 1998; Rhedding-Jones, 2005; Kamler & Thomson, 2006) – menulis

beberapa kali draft untuk setiap bagian atau bab yang ada dalam tesis atau disertasi.

Kesulitan menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris, terutama bagi mahasiswa Indonesia,

yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, menjadi ganda. Kesulitan yang dihadapi tidak

hanya berkaitan dengan cara menulis, struktur organisasi dan isi (Brown, 2006; Paltridge &

Stairfield, 2007), tetapi juga berkaitan dengan kemampuan berbahasa Inggris, seperti

menggunakan tata bahasa, ekspresi, serta pilihan kata yang tepat .

Namun demikian, buku ini didasari keyakinan bahwa walaupun menulis tesis atau disertasi itu

sulit, khususnya tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris, mahasiswa bisa menyelesaikannya

tepat waktu, sesuai ketentuan universitas, asal mahasiswa mempunyai komitmen yang tinggi,

v
menulis secara teratur sejak awal kuliah di program pascasarjana, membaca secara teratur materi

yang berkaitan dengan topik penelitian, memahami metode penelitian, mempunyai rasa percaya

diri yang tinggi bahwa dia bisa menulis, dan mendapat bimbingan serta masukan yang cukup

dari pembimbing.

Penulis berharap buku ini dapat menjadi salah satu sumber yang dapat digunakan oleh

mahasiswa yang akan atau sedang menulis tesis atau disertasi, terutama ketika mereka

mengalami kebingungan dalam setiap tahap penulisan tesis dan disertasi, mulai dari

merencanakan, mengumpulkan bahan, dan menulis setiap bab dalam tesis atau disertasinya, baik

dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia.

Satu hal yang mungkin perlu diperhatikan oleh mahasiswa yang membaca buku ini adalah

bahwa petunjuk penulisan tesis dan disertasi ini bukan resep serta dogma yang harus dilakukan.

Mahasiswa bisa membaca sumber lain yang tentu banyak tersedia di toko buku atau

perpustakaan tentang penulisan tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia,

termasuk pedoman penulisan tesis dan disertasi UPI atau pedoman penulisan teks akademik yang

ada di masing-masing universitas.

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini tidak akan bisa terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Pertama-

tama penulis mengucapkan terima kasih kepada mantan pimpinan Sekolah Pascasarjana UPI

(Prof. Dr. Asmawi Zainul, Prof. Dr. Jam‟an Satori) yang telah memberi dukungan dana

penelitian untuk menelusuri kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis di program studi

pendidikan bahasa Inggris selama tahun 2007 dan sebagian dari hasil penelitian itu dituangkan

dalam buku ini. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada

pimpinan Sekolah Pascasarjana sekarang (Prof. Dr. Furqon, Dr. Bachrudin Musthafa; Prof. Dr.

Nuryani) atas dukungan moril maupun materil sehingga buku ini bisa terbit.

Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Endeavour Program, Departemen

Pendidikan Australia, yang telah memberi beasiswa posdoktoral kepada penulis selama enam

bulan pada tahun 2007 dan kepada pimpinan UPI (mulai dari pimpinan jurusan: Dr. Iwa

Lukmana dkk; pimpinan fakultas: Prof. Dr. Nenden S.L., dkk; dan rektorat: Prof. Dr. Sunaryo,

dkk) yang telah memberi izin kepada penulis untuk belajar lebih banyak mengenai penulisan teks

akademik, melalui program posdoktoral di Australian Catholic University, Australia. Ucapan

terima kasih juga ditujukan kepada Professor Marie Emmitt di Australian Catholic University

yang telah berperan sebagai pembimbing dalam pelaksanaan penelitian postdoktoral yang

dilakukan penulis serta Professor Frances Christie sebagai pembimbing disertasi dan pemberi

semangat untuk menulis dan yang memberi rekomendasi beberapa referensi yang sebaiknya

dibaca dalam rangka penulisan buku ini.

vii
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. Fuad Abdul Hamied (Universitas

Pendidikan Indonesia) yang telah memberi rekomendasi kepada penulis dalam rangka

pelaksanaan program posdoktoral di Australia dan telah bersedia untuk menelaah buku ini.

Selain itu, ucapan terima kasih ditujukan kepada Profesor Dr. Bambang Yudi Cahyono

(Universitas Malang) yang telah bersedia berperan sebagai penelaah akhir dari buku ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada para dosen Program Studi

Pendidikan Bahasa Inggris Sekolah Pascasarjana UPI yang telah memberi kepercayaan kepada

penulis untuk mengajar dan menjadi Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di Sekolah

Pascasarjana UPI untuk periode 2007-2010. Dengan kesempatan itulah penulis bisa melihat lebih

dekat permasalahan mahasiswa dalam menulis tesis dan disertasi, sehingga inspirasi untuk

menulis buku ini pun muncul.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para mahasiswa yang tesis serta tugasnya telah

menjadi salah satu data yang dipakai dalam penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam

menulis tesis bahasa Inggris. Beberapa bagian dari tesis yang dianalisis dalam penelitian itu

dijadikan contoh dalam buku ini. Berbagai isu dan permasalahan mengenai penulisan tesis dan

disertasi yang dihadapi oleh mahasiswa, baik yang tersurat maupun yang tersirat, merupakan

informasi yang sangat berharga dalam menyadarkan penulis akan urgensi keberadaan sebuah

sumber yang dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam menulis tesis dan disertasi,

khususnya menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris.

viii
Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orang tua dan kerabat – ayah,

ibu, ibu mertua dan saudara-saudara semua, atas do‟a dan kasih sayang mereka selama ini.

Terakhir, ucapan terima kasih ditujukan kepada teman hidup penulis, yakni Mizan dan Najmi

yang telah menemani penulis selama proses penulisan buku ini di Australia dan Akhmad Tizani

atas segala dukungan moril dan material serta kesetiaan dan kesabarannya selama ini. Kepada

merekalah penulis mempersembahkan buku ini.

ix
DAFTAR ISI
PRAKATA................................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. x
BAB 1: PENDAHULUAN............................................................................................. 1
Organisasi buku ............................................................................................................. 7
BAB 2: PERSIAPAN: FAKTOR PRIBADI ATAU NONAKADEMIK .................. 11
Pendahuluan ................................................................................................................ 11
Evaluasi diri (Self-assessment) .................................................................................... 11
Membangun rasa percaya diri ...................................................................................... 15
Menghadapi tantangan yang bisa menghambat kelancaran menulis tesis dan disertasi . 21
Kesimpulan ................................................................................................................. 32
BAB 3: PERSIAPAN: FAKTOR AKADEMIK ......................................................... 33
Pendahuluan ................................................................................................................ 33
Memilih topik.............................................................................................................. 33
Memilih pembimbing .................................................................................................. 42
Merencanakan jadual yang realistis ............................................................................. 49
Memahami metode penelitian ...................................................................................... 53
Memahami gaya tulisan akademik ............................................................................... 58
Menganalisis tesis dan disertasi yang sudah lulus ........................................................ 72
Menyiasati istilah “Writing Up” dalam penelitian ....................................................... 77
Kesimpulan ................................................................................................................. 82
BAB 4: PERAN FEEDBACK (MASUKAN) DALAM MENULIS TESIS DAN DISERTASI
....................................................................................................................... 83
Pendahuluan ................................................................................................................ 83
Peran feedback dalam penulisan tesis dan disertasi ...................................................... 83
Kapan bisa mulai mendapat feedback? ........................................................................ 86
Jenis feedback ............................................................................................................. 87
Feedback dari teman .................................................................................................... 91
Kesimpulan ................................................................................................................. 93
BAB 5: TESIS DAN DISERTASI: DEFINISI DAN PENULISANNYA .................. 95
Pendahuluan ................................................................................................................ 95
Definisi “tesis” dan “disertasi” ................................................................................... 95
Isu mengenai orijinalitas dalam tesis dan disertasi ....................................................... 98
Hakekat menulis tesis dan disertasi .............................................................................. 99
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tesis dan disertasi .................... 104
Penggunaan “I” (Saya) dalam tesis dan disertasi bahasa Inggris................................. 118
Kesimpulan ............................................................................................................... 121
BAB 6: STRUKTUR ORGANISASI TESIS DAN DISERTASI ............................. 122
Pendahuluan .............................................................................................................. 122
Fungsi dan jenis struktur organisasi tesis dan disertasi ............................................... 123
Komponen dalam tesis atau disertasi ......................................................................... 125
Paragraf penghubung (linking sections) ..................................................................... 134
.4. Conclusion ................................................................................................................................... 146
Kesimpulan ............................................................................................................... 147
BAB 7: MENULIS ABSTRAK, UCAPAN TERIMAKASIH DAN DAFTAR ISI . 149
Pendahuluan .............................................................................................................. 149
Menulis abstrak ......................................................................................................... 149
Menulis ucapan terimakasih ...................................................................................... 160
Menulis daftar isi....................................................................................................... 164
Kesimpulan ............................................................................................................... 169
BAB 8: MENULIS BAB PENDAHULUAN ............................................................. 170
Pendahuluan .............................................................................................................. 170
Fungsi pendahuluan ................................................................................................... 171
Kapan sebaiknya menulis pendahuluan? .................................................................... 186
Kesimpulan ............................................................................................................... 188
BAB 9: MENULIS BAB KAJIAN PUSTAKA (LITERATURE REVIEW) ........... 190
Pendahuluan .............................................................................................................. 190
Fungsi kajian pustaka ................................................................................................ 190
Elemen kajian pustaka ............................................................................................... 195
Proses menulis kajian pustaka ................................................................................... 201
Kapan sebaiknya menulis kajian pustaka? ................................................................. 207
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis kajian pustaka ......................... 209
Masalah atau kegagalan dalam menulis kajian pustaka .............................................. 218
Kapan bisa mengatakan ”cukup”?............................................................................. 223
Kesimpulan ............................................................................................................... 224
BAB 10: MENULIS BAB METODOLOGI PENELITIAN .................................... 227
Pendahuluan .............................................................................................................. 227
Fungsi bab metode penelitian .................................................................................... 228
Elemen-elemen dalam bab metode penelitian ............................................................ 230
Kesimpulan ............................................................................................................... 239
BAB 11: MENULIS BAB PEMAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA............ 240
Pendahuluan .............................................................................................................. 240
Fungsi bab presentasi dan analisis data ...................................................................... 241
Cara memaparkan data .............................................................................................. 245
Pemaparan data kuantitatif ........................................................................................ 249
Pemaparan data kualitatif .......................................................................................... 252
Elemen yang ada dalam pemaparan data .................................................................... 253
Kesalahan umum dalam memaparkan data ................................................................ 256
Cara membahas data.................................................................................................. 258
Kesalahan umum dalam membahas data .................................................................... 264

xi
Kesimpulan ............................................................................................................... 267
BAB 12: MENULIS BAB KESIMPULAN ............................................................... 269
Pendahuluan .............................................................................................................. 269
Fungsi Kesimpulan .................................................................................................... 269
Elemen-Elemen dalam Kesimpulan ........................................................................... 272
Kesimpulan ............................................................................................................... 276
BAB 13: BEBERAPA HAL YANG PERLU DILAKUKAN SEBELUM TESIS ATAU
DISERTASI DISERAHKAN UNTUK DIUJI ........................................... 278
Pendahuluan .............................................................................................................. 278
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum tesis diujikan.............................................. 278
Dokumentasi sumber yang dipakai: Modern Language Association (MLA)/American
Psychological Association (APA) ...................................................................... 282
Dokumentasi gaya Modern Language Association (MLA) .................................................................. 283
Dokumentasi gaya American Psychological Association (APA) .......................................................... 286
Kesimpulan ............................................................................................................... 289
BIBLIOGRAFI ......................................................................................................... 290
INDEKS ..................................................................................................................... 321

xii
BAB 1: PENDAHULUAN

Menulis tesis dan terutama disertasi, sebagaimana akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya dari

buku ini, digambarkan sebagai proses yang sulit, dan sebagian penulis mengibaratkannya sebagai

“perjalanan roller coaster” (Roberts, 2004), dengan turun naik yang pasti, dalam setiap fase dari

proses penulisan itu. Menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris, terutama bagi mahasiswa

Indonesia, yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, kesulitannya menjadi ganda, tidak

hanya berkaitan dengan kesulitan dalam cara menulis, seperti struktur organisasi dan isi (Brown,

2006; Paltridge & Stairfield, 2007), tetapi juga kesulitan dengan kemampuan berbahasa Inggris,

menggunakan tata bahasa, ekspresi, serta pilihan kata yang tepat.

Kesulitan menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris untuk mahasiswa Indonesia yang

belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing juga bisa disebabkan oleh perbedaan budaya

menulis dalam bahasa Inggris yang menekankan prinsip “writer responsible” (Hyland, 2003: 47-

48; Paltridge & Stairfield, 2007:12). Artinya, penulis dianggap bertanggung jawab atau berperan

penting untuk membantu pembaca memahami tulisannya. “Because you are the writer, the

burden of intelligibility rests with you,” seperti ditegaskan oleh Moriarti (1997:45).

Sementara itu dalam bahasa lain, seperti bahasa Jepang (Hyland, 2000b; Paltridge & Stairfield,

2007) atau bahasa Cina (Hyland, 2003) dan mungkin juga bahasa Indonesia, teks tertulis sering

digambarkan sebagai “reader responsible,” yang berarti bahwa pembacalah yang berperan

dalam memahami teks yang dibacanya. Karena itu, seperti dilaporkan oleh Paltridge dan

Stairfield (2007:12), mahasiswa ESL (English as a second language) atau EFL (English as a

1
foreign language) yang sekolah di negara berbahasa Inggris, sering mengatakan kepada

pembimbingnya bahwa “Saya tidak mengatakan hal itu karena saya pikir anda dan calon

pembaca lain dari tesis ini sudah tahu” (2007:12).

Ilustrasi di atas mengindikasikan keniscayaan bahwa mahasiswa yang menulis tesis atau

disertasinya dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing memerlukan bimbingan yang lebih

banyak. Namun demikian, sayangnya kadang-kadang pembimbing juga tidak mempunyai

banyak waktu untuk membantu mahasiswa memperbaiki tulisannya. Buku yang ditulis dalam

bahasa Indonesia mengenai penulisan tesis dan disertasi bahasa Inggris pun masih sangat jarang

ditemukan di Indonesia. Sementara itu, mahasiswa yang menulis tesis dan disertasi dalam bahasa

Inggris semakin hari semakin banyak. Hal ini ditunjukkan dengan salah satu fakta bahwa

mahasiswa pascasarjana yang mengambil program studi pendidikan bahasa Inggris, di tempat

penulis mengajar misalnya, di Universitas Pendidikan Indonesia, dari tahun ke tahun semakin

banyak, dan salah satu syarat kelulusan mereka adalah menulis tesis atau disertasi dalam bahasa

Inggris.

Buku ini, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam Prakata, khususnya ditujukan untuk

memberi gambaran, petunjuk dan informasi mengenai penulisan setiap bagian dalam tesis dan

disertasi. Salah satu usaha yang diberikan oleh buku ini adalah memberi penjelasan yang

terperinci, memberikan contoh dan cara, serta menggambarkan proses yang dilalui dalam

penulisan setiap bagian tesis dan disertasi itu. Pembahasan yang diberikan dalam bahasa

Indonesia diharapkan dapat mempermudah mahasiswa memahami secara komprehensif apa yang

harus dilakukan dan ditulis untuk tiap-tiap bagian tesis atau disertasi untuk mencapai tujuan

2
komunikasinya dan dapat membantu mahasiswa memenuhi standar tesis dan disertasi yang

ditetapkan oleh universitas.

Standar yang ditetapkan mengenai penulisan tesis dan disertasi sebenarnya tidak akan jauh

berbeda antara satu universitas dengan universitas lain, selama tesis dan disertasi itu ditulis

dalam format konvensional (Thody, 2006). Format konvensional ini, menurut Thody, bisa

diibaratkan seperti logo “McDonald” yang mempunyai bentuk dan warna yang sama di manapun

logo itu ditemukan, dan orang yang melihatnya akan mempunyai perasaan dan harapan yang

hampir sama terhadap apa yang dihidangkannya.

Tetapi, walaupun buku ini menekankan manfaat penulisan konvensional, dengan mengikuti

standar laporan penelitian ilmu sains yang mempunyai elemen-elemen yang baku, buku ini juga

didasari oleh keyakinan bahwa menulis − jenis teks apa pun, termasuk teks akademik −

melibatkan unsur kreativitas dari penulis (Thomas & Brubakar, 2000; Evans & Gruba, 2002;

Roberts, 2004; Glatthorn & Joyner, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Thody, 2006). Evans dan

Gruba mengatakan bahwa “The creative part of our brain has been working on this problem [the

problem investigated] since the research project began” (2002:111).

Selain itu, walaupun buku ini menekankan prinsip objektivitas dan netralitas dalam penulisan

tesis dan disertasi, seperti yang ditekankan dalam format konvensional, buku ini juga didasari

keyakinan bahwa penulisan tesis dan disertasi dipengaruhi oleh faktor subjektif dari penulis,

mulai dari pemilihan topik yang mungkin berkaitan dengan kepentingan penulis, pemilihan

partisipan, pemilihan data yang dipaparkan serta interpretasi data (Kamler & Thomson, 2006).

3
Untuk itu, pembahasan setiap bab selanjutnya dari buku ini, terutama bab pemaparan dan

pembahasan data, akan memperlihatkan bahwa unsur kreativitas penulis berperan penting dalam

setiap tahap penulisan tesis. Dalam menganalisis dan menginterpretasi data, unsur kreativitas

penulis sangat menentukan (Evans & Gruba, 2002), khususnya ketika penulis mengevaluasi data

dan mengintegrasikannya dengan temuan-temuan sebelumnya (Thomas, 2000), dan ketika itulah

penulis bisa “agak subjektif” (Glatthorn & Joyner, 2005:210).

Kata “menulis” yang dipakai dalam buku ini tidak hanya menggambarkan proses menuangkan

gagasan atau ide dalam tulisan, tetapi menggambarkan “the entire event” (Bolker, 1998:xiv) dari

proses penelitian yang dilakukan, mulai dari memikirkan topik, dan menulis “zero draftt”

(Bolker, 1998: xiv). Untuk itu, buku ini juga memberikan perhatian yang cukup besar kepada

aspek non-akademik yang tampaknya kurang penting, tetapi memegang peranan kunci untuk

membantu kelancaran mahasiswa menulis tesis dan disertasi, seperti langkah-langkah yang harus

ditempuh sebelum mulai melakukan penelitian, bahkan sebelum memutuskan untuk kuliah di

program pascasarjana. Buku ini juga menawarkan beberapa tips dalam menangkal beberapa

tantangan yang bisa menghambat produktivitas menulis, seperti asumsi mengenai mahasiswa

pascasarjana (khususnya mahasiswa doktor), dan asumsi mengenai penulisan tesis atau disertasi,

kebiasaan menunda menulis tesis dan disertasi (prokrastinasi), serta kondisi writer‟s block atau

kondisi ketika penulis tidak bisa mengeluarkan gagasan atau ide.

Buku ini tidak memaparkan penulisan proposal dalam satu bab khusus, walaupun penulisan

proposal merupakan bagian yang sangat menentukan dari proses atau perjalanan penulisan tesis

4
atau disertasi secara keseluruhan. Alasannya adalah bahwa proposal sebenarnya merupakan

embrio dari tesis yang akan ditulis. Unsur-unsur yang harus ada dalam proposal, seperti abstrak,

pendahuluan, kerangka teori atau kajian pustaka, pertanyaan penelitian, metode penelitian

(Thomas & Brubaker, 2000; Glatthorn & Joyner, 2005;Maxwell, 2005:125-125) merupakan

unsur-unsur yang harus ada dalam tesis atau disertasi. Proposal yang baik, seperti kata Rudestam

dan Newton (1992) dan Levine (2007), pada dasarnya terdiri dari tiga bab pertama yang biasanya

ada dalam tesis atau disertasi, yakni pendahuluan, kajian pustaka dan metode penelitian.

Untuk itu, buku ini menganggap bahwa cara penulisan bab pendahuluan, kajian pustaka dan

metode penelitian yang ada dalam buku ini dapat dipakai untuk penulisan proposal. Ada hal yang

mungkin berbeda antara proposal dan tesis (yang ditulis dalam bahasa Inggris maupun dalam

bahasa Indonesia), terutama terkait dengan penggunaan bahasa dalam memaparkan metodologi

penelitian. Dalam bahasa Inggris bagian metode penelitian dalam proposal menggunakan future

tense (menggunakan kata “akan” dalam bahasa Indonesia) mengingat peneliti memaparkan

kegiatan yang akan dilakukan, sementara dalam tesis atau disertasi peneliti menggunakan past

tense, karena melaporkan kegiatan di masa lampau.

Buku ini didasari oleh teori pendekatan proses dalam mengajar menulis (Graves, 1983, 1990,

1996; Walshe, 1981, 1986a,b; Murray, 1982, 1985, 1989; Hornsby & Sukarna, 2007), dalam hal

bahwa buku ini menekankan bahwa menulis merupakan satu proses, mulai dari proses pra

menulis sampai mengedit. Buku ini juga menekankan bahwa menulis merupakan proses

recursive dan bukan linear.

5
Buku ini juga didasari oleh teori atau hasil karya mereka yang berkecimpung dalam analisis teks,

khususnya mereka yang bekerja di bawah payung linguistik sistemik fungsional (Halliday,

1985a,b;1994a,b,c; Halliday & Hasan, 1976) atau English for specific purposes (Swales, 1990;

Swales & Feak, 1994; 2004; Berkenkotter & Huckin, 1995). Selain itu, buku ini juga didasari

oleh salah satu prinsip dasar pendekatan genre-based dalam mengajar menulis, berkaitan dengan

manfaat guru menerangkan struktur organisasi atau generic structure dan elemen-elemen atau

“move” dari teks yang akan ditulis oleh siswanya (Christie, 1990; 1997; 2002a,b; 2005;

Derewianka, 1990, 1998, 2003; Feez & Joyce, 1998a,b; 2000; Feez, 2002; Macken-Horarik,

2002; Martin, 1992; 1997; Martin & Rose, 2003; 2007; Rose, 2003, 2006a,b,c, 2007a,b,c,d).

Dengan demikian, dalam pembahasan setiap bagian dari buku ini, penulis menekankan elemen-

elemen (generic structure) yang sebaiknya ada dalam setiap bagian tesis. Hal ini konsisten

dengan keyakinan bahwa generic structure merupakan alat untuk menulis dan berpikir, atau “a

tool for writing and thinking” (Murray, 2002:14). Organisasi teks yang bagus tidak hanya

mempermudah penulis tetapi juga pembaca, seperti dikatakan oleh Christie dan Dreyfus (2007)

berikut ini:

A strong sense of overall organisation … of a successful text ensures the reader has a clear understanding
both of the points made and of the manner in which these are introduced and related to the text‟s overall
purposes (2007:236).

Selain itu, buku ini juga didasari keyakinan bahwa kemampuan berbahasa, khususnya bahasa

Inggris dalam memaparkan atau menulis setiap bagian tesis itu bukan sesuatu yang “given”

(Rothery, 1996; Christie & Dreyfus, 2007) atau anugerah, tetapi sesuatu yang harus diterangkan

dan diajarkan secara eksplisit. Oleh karena itu, pembahasan penulisan setiap bagian dari tesis dan

disertasi meliputi pembahasan ciri-ciri linguistik dari setiap bagian tesis itu. Penjelasan seperti

ini, seperti dikatakan oleh salah seorang pelopor pendekatan genre-based, Professor Frances

6
Christie dalam konsultasi pribadi dengan penulis (lihat juga Christie & Dreyfus, 2007), sangat

diperlukan tidak hanya oleh penulis yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing, tetapi juga

oleh penutur asli bahasa Inggris.

Untuk itu, dengan didasari prinsip “explicit teaching” (Christie, 1990; Martin, Christie &

Rothery, 1994), “direct telling” (Callaghan & Rothery, 1989), “scaffolding” (Wood, Bruner, &

Ross, 1976) dan the zone of proximal development (Vygotsky, 1962; 1978) yang memungkinkan

pembelajar mencapai sesuatu yang lebih tinggi ketimbang kalau mereka belajar atau menemukan

sendiri, seperti yang ditekankan oleh pendekatan genre-based, buku ini diharapkan dapat

menjadi salah satu acuan yang dapat dipakai oleh mahasiswa untuk membantu mereka

memperoleh prestasi yang lebih baik, dan melalui proses penulisan tesis dan disertasi dengan

lebih baik dan lebih cepat.

Setiap bab selanjutnya dari buku ini akan memaparkan cara praktis melalui setiap tahap dari

“journey” (Roberts, 2004) penulisan atau penyelesaian tesis dan disertasi, mulai dari

merencanakan, mengumpulkan bahan dan menulis laporan penelitian dalam bentuk tesis dan

disertasi, terutama dalam bahasa Inggris.

Organisasi buku

Buku ini disusun dengan organisasi sebagai berikut. Bab Dua akan membahas beberapa isu yang

berkaitan dengan faktor non-akademik yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa pascasarjana

sebelum mulai menulis tesis atau disertasi. Kemudian dilanjutkan dengan Bab Tiga yang akan

membahas beberapa isu yang berkaitan dengan faktor akademik yang juga harus diperhatikan

sebelum menulis tesis atau disertasi.

7
Bab Empat akan membahas peran feedback atau masukan dari pembimbing khususnya dalam

menulis tesis atau disertasi. Tidak seperti bab-bab lain dari buku ini, Bab Empat ini tidak hanya

relevan untuk mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi, tetapi juga untuk para dosen

yang membimbing tesis atau disertasi, mengingat bab ini juga akan membahas cara-cara serta

jenis feedback yang diperlukan oleh mahasiswa, tergantung pada tahapan penulisan tesis atau

disertasinya. Bab Lima akan membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan tesis dan

disertasi, mulai dari definisi serta beberapa strategi serta tips tentang cara penulisan tesis atau

disertasi, terutama dalam bahasa Inggris. Kemudian Bab Enam akan membahas generic

structure atau struktur organisasi tesis dan disertasi. Dalam bab ini akan dibahas kemungkinan

adanya perbedaan struktur organisasi tesis dan disertasi, tergantung konteks penulisan tesis atau

disertasi itu sendiri.

Bab-bab selanjutnya dari buku ini disusun dengan struktur yang sesuai dengan struktur tesis atau

disertasi pada umumnya, jadi bukan berdasarkan proses penulisan tesis atau disertasi. Misalnya

dari segi proses, abstrak biasanya ditulis terakhir dan bibliografi biasanya dibuat sejalan dengan

proses penulisan tesis. Akan tetapi, dalam buku ini cara penulisan abstrak akan dipaparkan

sebelum cara penulisan bagian lain dari tesis dan disertasi mengingat abstrak berada di bagian

awal tesis, dan sebaliknya cara penulisan bibliografi akan dipaparkan di bagian paling akhir dari

buku ini, yakni di Bab 13, mengingat bagian itu berada di bagian paling akhir dari tesis atau

disertasi. Untuk itu, Bab Tujuh akan difokuskan pada cara serta contoh penulisan bagian awal

tesis, yang tidak merupakan bagian substantif dari tesis, tetapi keberadaannya sangat penting,

yakni penulisan halaman judul (Title Page), abstrak (abstract), ucapan terima kasih

8
(acknowledgement) serta contents (isi dari sebuah tesis atau disertasi). Contoh penulisan untuk

tiap-tiap bagian pendahuluan tesis atau disertasi ini akan diberikan berdasarkan data yang

diperoleh dari hasil penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa

Inggris di Sekolah Pascasarjana UPI selama tahun 2007 dan dari sintesis kajian pustaka tentang

penulisan tesis dan disertasi, terutama dalam bahasa Inggris, yang dipakai dalam buku ini.

Bab Delapan akan membahas unsur-unsur dan cara penulisan bab pendahuluan serta ciri

linguistiknya. Karena pendahuluan biasanya singkat dan pendek, maka dalam bab ini tidak akan

begitu banyak yang dipaparkan. Penjelasan mengenai menulis pendahuluan akan diikuti dengan

penjelasan penulisan literature review atau kajian pustaka, yang akan dibahas di Bab Sembilan.

Kajian pustaka merupakan salah satu bab yang paling panjang dan paling penting di dalam tesis

atau disertasi. Bab ini juga akan membahas beberapa masalah dan kesalahan umum dalam

penulisan kajian pustaka. Kemudian Bab Sepuluh akan memaparkan cara menulis bab

metodologi penelitian, termasuk beberapa langkah atau elemen yang biasanya ada dalam bagian

metodologi.

Bab Sebelas akan berisi tentang pemaparan dan pembahasan data, termasuk elemen-elemennya,

baik berdasarkan topik penelitian ataupun teknik pengumpulan data. Mengingat interpretasi

penulis akan sangat jelas terlihat dalam bab pembahasan data ini, bab ini juga akan berusaha

membahas cara mengungkapkan interpretasi data supaya pernyataan–pernyataan yang dibuat

penulis tentang data yang ditemukan dalam penelitian tidak terlalu bombastis tetapi juga tidak

terlalu lemah sehingga akurasi dan validitas pernyataan atau kesimpulan penelitian tidak

dipertanyakan oleh pembaca. Oleh karena itu, dalam Bab Sebelas ini, pembaca akan disuguhi

9
dengan sedikit pembahasan tentang penggunaan hedging dan peran serta manfaat dari

penggunaannya dalam membantu membuat pernyataan yang “sound” tetapi tidak tampak

arogan, sehingga pernyataan itu bisa diterima oleh pembaca. Bab ini juga akan memperlihatkan

bahwa pembahasan data merupakan dasar kesimpulan tesis atau disertasi, dan semua kesimpulan

serta saran yang dinyatakan dalam bab kesimpulan dari tesis dan disertasi tidak boleh muncul

tiba-tiba atau “out of the blue” (Emerson dkk, 2007, lihat juga Evans & Gruba, 2002), tetapi

harus muncul dalam bab pembahasan.

Bab selanjutnya, yakni Bab Dua Belas akan menjelaskan penulisan kesimpulan, kelemahan

penelitian dan saran, yang biasanya merupakan bab terakhir dalam tesis atau disertasi. Kemudian

buku ini akan diakhiri dengan Bab Tiga Belas yang akan membahas beberapa hal yang perlu

dilakukan sebelum tesis atau disertasi diserahkan untuk diuji.

10
BAB 2: PERSIAPAN: FAKTOR PRIBADI ATAU

NONAKADEMIK

Pendahuluan

Bab satu telah memaparkan tujuan serta gambaran umum mengenai isi buku secara keseluruhan.

Bab ini akan membahas beberapa hal dalam tahap persiapan yang perlu dilakukan dan

diperhatikan oleh mahasiswa yang akan menulis tesis atau disertasi, bahkan sebelum

memutuskan untuk mengambil program pascasarjana. Beberapa hal yang akan dibahas mungkin

tidak berkaitan langsung dengan masalah akademik, tetapi memainkan peranan yang sangat

penting bagi keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tesis atau disertasinya dan

menyelesaikan studi di program pascasarjana. Beberapa hal yang perlu dilakukan itu adalah

evaluasi diri (self-assessment), membangun rasa percaya diri, dan siap menghadapi beberapa

tantangan yang dapat menghambat produktivitas menulis tesis atau disertasi. Setiap aspek di atas

akan dibahas berikut ini.

Evaluasi diri (Self-assessment)

Mahasiswa yang mengambil program pascasarjana, terutama mereka yang mengambil program

doktor, pada umumnya sudah bekerja dan berkeluarga, dan “sudah tidak muda lagi” (Wellington

dkk, 2005:4). Keputusan untuk mengambil program pascasarjana, baik program magister

maupun doktor tentu merupakan keputusan yang dibuat secara matang, melibatkan pertimbangan

berbagai pihak yang dekat dengan mereka, terutama keluarga, instansi tempat bekerja, dan

sebagainya.

11
Dengan kondisi mahasiswa yang umumnya sudah bekerja, maka sebelum mengambil program

pascasarjana, mahasiswa seyogianya memikirkan dengan matang bahwa “belajar sambil bekerja

itu bukan hal yang mudah, karena berarti harus bekerja ekstra” (Wellington dkk, 2005:16).

Dengan demikian, alasan yang dimiliki mahasiswa untuk mengambil program pascasarjana,

terutama program doktor, sangat berpengaruh terhadap apa yang dicari dan dihasilkan dari

program itu, dari pengalaman belajar sebagai mahasiswa magister atau doktoral. Khusus untuk

mahasiswa doktor, Wellington dkk (2005:17) menegaskan:

Enrolling for a doctorate is rarely a snap decision and, given the amount of time, effort, energy and
commitment that will be required on the part of the student and, often their family and friends, nor should it
be. This is not something to take up on a whim, since most doctorate take a minimum of three or four years
study to complete (depending on whether they are full or part-time programmes) and a substantial number
of people are finishing off into subsequent years.

Although it might sound something of a truism, in order to be successful on a doctoral programme, you
have really got to want to do it (Wellington, dkk, 2005:17).

Salah satu hal yang perlu dilakukan sebelum memulai menulis tesis atau disertasi, menurut

beberapa penulis (seperti Swetnam, 2000; Johnson, 2003; Roberts, 2004; Wellington, dkk,

2005), adalah self-assessment atau evaluasi diri. Dalam evaluasi diri ini, Swetnam (2000)

menyarankan kepada mahasiswa doktor, yang menurut penulis relevan juga untuk mahasiswa

magister, beberapa hal seperti yang ada dalam Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Pertanyaan Evaluasi Diri 1


1. Apakah kita mempunyai komitmen dan motivasi?
2. Apakah kita bisa mengatasi tuntutan pekerjaan dan juga keluarga?
3. Apakah kita mempunyai keterampilan membaca dan menulis?
4. Apakah kita bisa melakukan perjalanan dan kerja malam hari?
5. Apakah kita bisa membayar uang kuliah atau mendapatkan bantuan dana untuk kuliah?
6. Apakah kita bisa bekerja mandiri?
7. Apakah kita bisa merespon atau menanggapai tekanan dan deadline (batas waktu) untuk menyelesaikan
sesuatu)? (Swetnam, 2000:14)

Kalau pertanyaan di atas tampak terlalu “suram”, Swetnam (2000) menambahkan, bahwa kita

bisa mencoba pertanyaan seperti dalam Tabel 2.2 di bawah ini.

12
Tabel 2.2 Pertanyaan Evaluasi Diri 2
1. Apakah kita menantikan pengalaman yang menyenangkan dan menguntungkan?
2. Apakah kita ingin memperluas kemampuan berpikir kita?
3. Apakah kita ingin bertemu dengan orang-orang yang memberi semangat?
4. Apakah kita siap untuk meningkatkan kesempatan berkarir kita?
5. Apakah kita ingin merasa bangga dengan pencapaian atau prestasi kita?
(Swetnam, 2000:15).

Selain itu, dengan nada yang sama, yang ditujukan kepada mahasiswa doktor, yang sebenarnya

juga relevan untuk mahasiswa magister di Indonesia, Roberts (2004, lihat juga Lawton, 1997)

menyarankan bahwa sebelum mengambil program magister atau doktor, sebaiknya kita bertanya

tentang beberapa hal seperti di bawah ini:

1. Apa yang mau kita korbankan atau pengorbanan apa yang mau kita lakukan? Hal ini sangat

penting karena tidak ada keberhasilan, termasuk keberhasilan mencapai gelar magister atau

doktor, tanpa ada pengorbanan.

2. Apakah kita mau mengorbankan kesenangan sebentar untuk tujuan jangka panjang?

Menurut Roberts, menulis tesis, apalagi disertasi, seperti yang akan dipaparkan dalam bab-

bab selanjutnya dari buku ini, merupakan tugas yang demanding, banyak persyaratan,

memerlukan waktu yang lama, menghabiskan uang dan energi yang bisa mempengaruhi

segala aspek kehidupan kita. Roberts juga menegaskan bahwa menulis disertasi (dan juga

tesis) bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara kita dengan suami atau istri,

anak, kolega, atau teman, dan bisa mempengaruhi pelaksanaan tugas sehingga dapat

menimbulkan konflik antara kita dengan atasan kita.

Oleh karena itu, mahasiswa yang sedang menulis tesis atau disertasi seyogianyalah meminta

dukungan dan pengertian kepada orang-orang di sekelilingnya. Dalam hal ini, salah satu

saran yang diberikan oleh Bolker (1998) untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul

selama penulisan tesis dan disertasi tampaknya perlu diikuti. Yakni, kepada instansi tempat

13
bekerja, kita sebaiknya meminta untuk tidak diberi beban pekerjaan ekstra selama menulis

tesis atau disertasi. Kepada keluarga, mungkin sebaiknya minta izin untuk mempunyai kamar

yang berantakan, karena mungkin buku akan berserakan ketika kita yang sedang menulis

tesis atau disertasi membaca banyak referensi, dan meminta pengertian kalau kita

mengatakan ”tidak” atas ajakan-ajakan yang kurang relevan dengan penulisan tesis atau

disertasi. Demikian juga kepada kolega, kita hendaknya belajar mengatakan ”tidak” tanpa

ada rasa bersalah ketika kita diajak melakukan kegiatan yang kurang berkaitan dengan

penulisan tesis atau disertasi kita.

3. Seberapa lama kita bisa bertahan? Dalam hal ini, Roberts (2004) menyarankan bahwa kita

bertanya apakah kita bisa siap dengan stres yang biasanya mendampingi kemunduran dan

tuntutan ekstra dalam waktu kita.

Mengenai deadline, seperti yang diungkapkan oleh Swetnam di atas, Roberts (2004),

berdasarkan pengalamannya dalam membimbing mahasiswa doktor, mengatakan bahwa

sebagian mahasiswa memerlukan “deadlines” atau batas waktu untuk bekerja secara efektif.

Namun demikian, menurut Roberts, mahasiswa harus berkata kepada diri sendiri bahwa

menunggu sampai batas waktu untuk memulai menulis hasil penelitian akan menimbulkan stres

yang semestinya tidak dialami, dan membuat mereka lelah dan tidak kreatif. Hal ini juga bisa

berdampak terhadap kualitas tesis yang ditulis. Pentingnya menulis sejak dini akan dipaparkan

dalam beberapa bagian kemudian dari bab ini dan beberapa bab selanjutnya dari buku ini.

14
Selain dari memikirkan hal di atas, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi

diri, yakni gaya belajar atau learning styles (Smith, 2002:30). Menurut Smith ada empat macam

gaya belajar, yakni:

Activists: belajar dengan baik dimana mereka melibatkan diri dalam tugas yang diberikan

(melalui permainan dan simulasi, olah raga dalam tim, dan sebagainya). Gaya belajar

seperti ini biasanya belajar dengan praktek melakukan.

Reflectors: Belajar dengan baik dari aktivitas yang di dalamnya mereka mempunyai

kesempatan yang banyak untuk mereviu dan merefleksikan apa yang terjadi.

Theorists: Belajar dengan baik kalau apa yang dipelajari merupakan sebuah sistem,

model, konsep atau teori.

Pragmatists: Belajar dengan baik kalau ada hubungan yang jelas antara apa yang

dipelajari dengan masalah atau kesempatan dalam pekerjaan.

Setelah kita berusaha untuk menilai gaya belajar, kita bisa memikirkan kegiatan atau cara belajar

yang paling efektif untuk kita sehingga kita bisa menyelesaikan tesis dan disertasi dengan baik

dan tepat waktu.

Setelah kita mengevaluasi diri dengan cara bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di

astas, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah membangun rasa percaya diri, yang akan

dipaparkan di bawah ini.

Membangun rasa percaya diri

15
Rasa percaya diri sangat besar peranannya dalam membantu mahasiswa menyelesaikan tugas

belajarnya di tingkat magister, apalagi doktor. Hal ini dikatakan dalam bahasa Inggris bahwa “a

great preventor of progress is lack of confidence and the insecurity that results” (Swetnam,

2000:15, lihat juga Murray, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007 untuk uraian yang hampir sama).

Untuk membangun rasa percaya diri, menurut Swetnam sebaiknya kita bertanya tentang

beberapa hal berikut:

1. Kapan tesis atau disertasi harus diserahkan untuk diuji?

2. Berapa kata yang harus ditulis?

3. Apakah ada tanggal khusus yang lebih cepat untuk mengumpulkan bagian dari tesis,

seperti kajian pustaka?

4. Bagaimana tesis atau disertasi itu harus dipresentasikan?

5. Format apa yang harus dipakai, adakah peraturan tentang format tesis atau disertasi?

6. Dukungan tutorial apa yang tersedia? (Swetnam, 2000:15).

Berkaitan dengan tutorial khususnya, Swetnam (2000) dan penulis lain, seperti Hamilton dan

Clare (2003a) dan Paltridge dan Stairfield (2007) menegaskan bahwa kegagalan atau non-

submissions atau tidak berhasilnya mahasiswa menyelesaikan tesis atau disertasi didominasi oleh

mereka yang enggan bertemu dengan tutor atu pembimbing. Swetnam mengatakan, “A top secret

piece of advice: if you fail and appeal, the fact that you have not accepted tutorials will count

against you” (2000:15). Masalah peran masukan atau saran dari pembimbing akan dijelaskan

lebih rinci di dalam Bab Empat mengenai manfaat feedback bagi mahasiswa dalam menulis tesis

atau disertasi.

16
Selain itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, mahasiswa juga perlu menumbuhkan

keyakinan atau sikap positif tentang menulis. Menurut Johnson (2003, lihat juga Thomas, 2000;

Murray, 2002; Roberts, 2004; Paltridge & Stairfield, 2007), keyakinan itu berkenaan dengan

beberapa hal sebagai berikut.

Setiap orang bisa menulis

Menulis, menurut Johnson (2003) bukanlah kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh profesor,

guru bahasa Inggris, atau ahli tata bahasa saja. Menulis berkaitan dengan menemukan gagasan

atau pikiran, mengorganisasikan gagasan atau pikiran itu, dan menuliskannya dengan kata yang

tepat untuk mengkomunikasikan gagasan itu.

Keyakinan bahwa setiap orang bisa menulis sangat penting dimiliki sejak awal menulis karena

sikap ini berperan lebih besar dari faktor lain. Dalam hal ini, Roberts (2004:4) menyatakan:

If you believe you will be able to succeed at a particular undertaking and you approach the endeavour with
a sense of excitement and joyful expectation, your chances of achieving success are much higher than if
you face the task with dread and apprehension (2004:4).

Sebaliknya, kalau mahasiswa berpikiran negatif, maka hukum Murphy (Swetnam, 2000) atau

hukum Finagle pertama dalam penelitian (Rudestam & Newton, 1992:10) pun akan berlaku,

yakni: “If something can go wrong, it will go wrong.”

Berbicara mengenai sikap positif, Crasswell (2005:11) menegaskan bahwa sikap positif

merupakan isu yang sering muncul dalam masalah penulisan tesis atau disertasi. Crasswell

berpendapat bahwa motivasi memang fluktuatif, tetapi motivasi di dalam diri sendiri mungkin

perlu sering dicharged sampai penuh. Crasswell menambahkan bahwa ketika menulis tesis atau

17
disertasi ada kemungkinan bahwa minat mahasiswa berkurang, percaya diri turun, frustrasi

karena tidak mendapat bantuan yang diperlukan. Tetapi, tambah Crasswell, mahasiswa harus

menulis apa yang membuat dia tidak bersemangat dan membicarakannya dengan pembimbing.

Masalah mengatasi turunnya semangat bisa dilihat dalam bagian selanjutnya dari bab ini,

terutama berkaitan dengan prokrastinasi.

Setiap orang bisa menulis dengan baik

Keyakinan bahwa setiap orang bisa menulis dengan baik dapat mendorong mahasiswa menjadi

penulis yang lebih baik, yakni dengan cara berlatih. Kalau tidak menulis, tulisannya tidak akan

menjadi baik (Johnson, 2003). Menurut Zerubavel (1999), yang dikutip oleh Paltridge dan

Stairfield (2007:45), “Menulis perlu dijadikan sebagai kebiasaan, melalui menulis seraca teratur,

setiap hari, ilham, inspirasi akan muncul”. Penulis tesis dan disertasi, seperti yang disarankan

oleh Bolker (1998) dan Rodrigues dan Rodrigues (2003:119), perlu menyisihkan waktu setiap

hari untuk menulis tesis atau disertasinya atau menentukan batas waktu yang spesifik untuk

mengetahui jumlah waktu yang dimiliki. Menulis setiap hari, walaupun hanya 15 menit, seperti

yang disarankan Bolker (1998), bisa membantu penyelesaian tesis atau disertasi. Menulis tesis

atau disertasi secara teratur juga dapat mempertahankan motivasi serta pemahaman terhadap

tujuan dan bentuk tesis atau disertasi secara keseluruhan (Swetnam, 2000:23).

Salah satu cara untuk memotivasi kegiatan menulis secara teratur adalah dengan menghitung

jumlah kata yang ada dalam tesis atau disertasi yang sedang ditulis (Murray, 2002:7). Misalnya,

tambah Murray, kalau hari ini jumlah kata yang sudah ditulis 1000, besoknya menjadi 1.100, itu

18
berarti paling tidak ada penambahan kata yang ditulis. Hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu

cara untuk “membuat momentum” (Murray, 2002:7).

Bagi penulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa yang mengambil

program studi bahasa Inggris di kebanyakan universitas di Indonesia, Paltridge dan Stairfield

(2007) menegaskan bahwa menulis sejak dini dan sering sangat penting, karena “Text

production leads to more text production” (2007:45).

Membaca meningkatkan kemampuan menulis

Membaca dapat menambah perbendaharaan kata dan memperluas pengetahuan (Johnson, 2003).

Membaca buku yang berbahasa Inggris khususnya akan sangat membantu meningkatkan

perbendaharaan kata yang dimiliki. Sebagai bahasa Internasional pertama, bahasa Inggris

memiliki kosa kata lebih dari satu juta kata, jauh lebih banyak dari pada bahasa internasional

lainnya, seperti bahasa Perancis yang hanya memilki sekitar 75.000 kata saja (Matthews, Bowen

& Matthews, 2000:158). Dengan mengutip McNeil (1995), Matthehws, Bowen dan Matthews

menambahkan bahwa apa yang disebut dengan “the glorious messiness of English”

menyebabkan banyaknya perbendaharaan kata yang dimiliki oleh orang yang banyak membaca

buku-buku berbahasa Inggris dan juga membuat orang sulit memahami teks bahasa Inggris kalau

mereka tidak sering membaca bahasa Inggris mengingat begitu banyaknya perbendaharaan kata

yang mungkin muncul dalam buku itu.

19
Dalam proses penelitian, membaca akan membuat peneliti mengetahui apa yang terjadi dalam

disiplin ilmu yang ditelitinya (Rhedding-Jones, 2005:35). Dalam kaitannya dengan hal ini,

Rhedding-Jones menulis:

If you are going to know about what is currently happening in the disciplines, then you will have to not only
go out and see and hear what is happening but read about it. Reading is a crucial part of research and one
that some beginning researchers know very little about. It is very important then, if you want to do research
that will publish well, to find out what is being done (2005-35).

Hal ini juga dikukuhkan oleh Krathwell dan Smith (2005:8) yang mengatakan bahwa membaca

secara selektif dan kritis bisa mendapatkan pemahaman dan ide, sedangkan menulis bisa

dijadikan alat untuk memperjelas dan membuat gagasan yang ada dalam pikiran kita menjadi

eksplisit, sehingga kita bisa mengkomunikasikannya kepada orang lain. Selain membaca dan

menulis, menurut Krathwell and Smith, penelaahan ulang dan diskusi juga penting untuk

mengetahui kelebihan serta kekurangan gagasan yang kita miliki.

Semua penulis tidak menulis draft pertama dengan baik

Selama ini, belum ada orang yang menulis teks akademik seperti Mozart, satu kali jadi (Roberts,

2000; Thomas, 2000). Penulis perlu menghargai apa yang disebut dengan slop, yakni tahap

pertama dalam menghasilkan karya tulis yang baik (Johnson, 2003). Salah satu paradoks dalam

hidup, menurut Johnson adalah bahwa kita (penulis) tidak bisa menulis dengan baik kalau belum

menulis draft pertama yang tidak bagus.

Banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam menulis karena mereka memegang teguh

“a romantic belief” (Paltridge & Stairfield, 2007:45) bahwa menulis merupakan proses kreatif

dan kegiatan inspirasi yang spontan, bahwa mereka bisa menulis hanya kalau ”ilham” turun.

20
Penulis yang menunda sampai mempunyai ide atau gagasan yang jelas seperti ini, menurut

Wolcott (2001:22), berisiko untuk tidak pernah mulai menulis. Wolcott mengungkapkan:

Writers who induldge themselves by waiting until their thoughts are clear run the risk of never beginning at
all. And that … is why it is important to write a draftt rather than to keep on preparing and thinking about
what you will write when you start …

An idea I offer to anyone contemplating a qualitative/descriptive study, and especially to those who express
concern about how they will write up a study before the research has even begun, is this: Write a
preliminary draftt of the study. Then do fieldwork (2001:22-23).

Wolcott menambahkan bahwa setiap orang yang menulis tentang menulis memberi saran yang

hampir sama. Dengan mengutip Milton Lomask (1987:26,27), Wolcott menulis:

Irrespective of where your research stands, start the writing the minute some of the material begins coming
together in your mind. … Get the words down. You can always change them
( 2001:23)

Untuk itu, menurut Wolcott (2001:22), lebih baik menulis draft dari pada terus mempersiapkan

dan memikirkan apa yang akan ditulis ketika kita mulai menulis. Cara menulis tesis dan disertasi

ini akan diuraikan dalam beberapa bab ke depan.

Selain dari melakukan evaluasi diri dan membangun rasa percaya diri, mahasiswa yang sedang

menulis tesis atau disertasi seyogianya siap menghadapi beberapa tantangan yang sering

dihadapi yang dapat menghambat produktivitas menulis. Beberapa tantangan yang paling sering

dihadapi oleh penulis tesis dan disertasi itu akan dipaparkan dalam bagian berikut.

Menghadapi tantangan yang bisa menghambat kelancaran menulis tesis dan


disertasi

Menulis tesis, dan terutama disertasi, seperti yang akan diterangkan dalam Bab Lima nanti, juga

digambarkan oleh beberapa penulis bak “mendaki gunung” (Roberts, 2004:6). Roberts

mengatakan bahwa mendaki gunung, baik yang nyata maupun metaforik bisa bersifat hazardous

21
(menimbulkan banyak risiko) bagi kesehatan. Menulis tesis atau disertasi, khususnya, tidak

hanya merupakan kegiatan intelektual, namun juga psikologis yang dengan ini kebanyakan

mahasiswa akan diuji (2004:6). Menulis tesis atau disertasi, menurut Roberts, merupakan

kegiatan pribadi, sesuatu yang mengetes kemampuan/kekuatan stamina, percaya diri dan

ketahanan emosional. Khusus kepada mahasiswa doktor, Roberts mengatakan bahwa satu-

satunya cara untuk menjadi doktor adalah dengan mau menghadapi segala tantangan yang ada

dalam perjalanan penulisan disertasi dan melakukannya tanpa berhenti.

Berdasarkan sintesis teori penulisan tesis dan disertasi (lihat Swetnam, 2000; Evans & Gruba,

2002; Murray, 2002; Hamilton & Clare, 2003a,b,c; Roberts, 2004; Wellington, dkk, 2005;

Kamler & Thomson, 2006; Thody, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007), paling tidak ada tiga

tantangan yang paling utama dalam perjalanan membuat tesis atau disertasi. Ketiga tantangan itu

adalah: (i) Prokrastinasi atau penundaan pekerjaan, yang bisa sangat mudah menjadi “cara

hidup” (Swetnam, 2000) para penulis tesis dan disertasi, yang sebenarnya berkaitan dengan

hambatan emosional; (ii) writer‟s block atau keadaan ketika penulis tidak bisa memunculkan

gagasan atau ide dan tidak tahu apa yang dilakukan atau ditulis, dan (iii) karir dalam bekerja

yang sudah cukup tinggi. Masing-masing hambatan akan dijelaskan berikut.

1. Prokrastinasi:

Menurut Webster‟s Collegiate Dictionary, procrastination atau prokrastinasi berarti “menunda-

nunda untuk mengerjakan sesuatu yang sebaiknya dilakukan” (dikutip oleh Roberts, 2004:7).

Kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang mencuri kesempatan besar dalam hidup, tetapi juga

merupakan kebiasaan dari sebagian besar kita. Kebiasaan ini, menurut Roberts (2004:7), sangat

22
umum di kalangan mahasiswa yang sedang menulis tesis dan terutama disertasi dan kalau

berlangsung lama akan menimbulkan status ABD yakni “All But Dissertation”, ketimbang gelar

Doktor atau Magister (Roberts, 2004:7, lihat juga Brause, 2000; Thomas & Brubaker, 2000).

Roberts menyarankan bahwa kita harus segera mengidentifikasi kebiasaan menunda-nunda

pekerjaan yang berkaitan dengan tesis atau disertasi. Roberts mengutip George H. Lonmer

dengan mengatakan “Putting off an easy thing makes it hard, and putting off a hard one makes it

impossible” (2004:7). Dalam bahasa Indonesia, pernyataan itu berarti “Menunda sesuatu yang

mudah akan menjadikannya sulit dan menunda sesuatu yang sulit akan menjadikannya tidak

mungkin dilakukan” (Roberts, 2004:7).

Prokrastinasi mengurangi waktu dan energi kreatif kita untuk menulis. Tentu kita mempunyai

banyak pekerjaan selain menulis dan menyajikan penelitian kita. Membuang-buang waktu untuk

hal-hal kecil memang bisa merupakan relaksasi mental yang sangat bermanfaat, tetapi “That‟s

all” seperti yang disarankan oleh Thody (2006:59). Menurut Thody, berdasarkan pengalaman

dari mahasiswa dan koleganya, banyak kegiatan yang menimbulkan mahasiswa yang sedang

menulis tesis atau disertasi menunda pekerjaannya. Beberapa kegiatan itu, di antaranya bisa

dilihat dalam Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Kegiatan yang bisa mendorong penundaan penulisan tesis atau disertasi
Kegiatan yang bisa mendorong penundaan penulisan tesis atau disertasi
Menjawab email,
Main komputer,
Melakukan pekerjaaan rumah yang berat yang jarang dilakukan, seperti membersihkan kaca,
menyeterika handuk, membersihkan seluruh lantai rumah,
Istirahat-duduk di sofa sambil minum kopi,
Jalan-jalan,
Berkunjung ke rumah kerabat atau saudara dalam waktu yang lama,
Foto-foto diri sendiri dengan menggunakan telepon genggam sambil belajar mengirim foto ke
telepon genggam lain,
Banyak lagi kegiatan yang lain yang mungkin bisa kita tambahkan di kotak ini.
(dikutip dari Thody, 2006:62).

23
Dengan mengutip Stan Hibbs (drhibbs@drhibbs.com) Roberts (2004) juga menyarankan bahwa

mahasiswa bisa mengajukan beberapa sanggahan terhadap beberapa alasan yang umum

dilontarkan oleh mahasiswa pascasarjana dan menyebabkan seorang mahasiswa itu tidak menulis

tesis atau disertasinya. Beberapa alasan dan sanggahan itu, menurut Roberts (2004:8-9), dapat

digambarkan sebagai berikut:

Alasan: Saya tidak mempunyai waktu.

Sanggahan: Waktu saya terbatas tetapi saya selalu bisa mulai dan mengerjakan sesuatu.

Saya akan merasa jauh lebih senang kalau saya bisa melakukannya.

Alasan: Saya kurang bersemangat hari ini.

Sanggahan: Saya kurang bersemangat untuk bekerja hari ini, tetapi saya akan merasa

senang kalau saya mngalami kemajuan dalam penulisan tesis saya.

Alasan: Saya punya banyak pekerjaan yang harus saya lakukan.

Sanggahan: Ya, ada banyak hal yang bisa saya lakukan, tetapi itu tidak akan membuat

saya menjadi doktor. Saya akan melakukan sejumlah kegiatan setelah saya melakukan

progress penulisan hari ini.

Prokrastinasi juga sebenarnya berkaitan dengan hambatan emosional, ketika penulis tesis atau

disertasi merasa sepeti naik roller-coaster dengan masa turun naik yang sudah jelas (Roberts,

2004). Hal ini sebenarnya tidak aneh dan harus diperkirakan karena dialami oleh semua penulis.

Masa-masa susah dan senang, turun naiknya semangat dialami oleh semua penulis, khususnya

penulis tesis dan disertasi. Yang paling penting adalah kita harus terus bekerja. Untuk menangkal

perasaan seperti ini, kita harus bertanya kepada diri sendiri tentang beberapa hal (lihat Swetnam,

24
2000; Roberts, 2004 dan Wellington, dkk, 2005 tentang beberapa saran yang hampir sama).

Beberapa hal ini di antaranya adalah sebagai berikut.

Memikirkan kembali alasan mengapa kita mengambil program magister atau


(apalagi) doktor

Ketika kita merasakan turunnya motivasi untuk menulis tesis atau disertasi, sebaiknya kita

bertanya kepada diri sendiri tentang mengapa mengambil program magister atau apalagi doktor

(Lawton, 1997; Roberts, 2004). Menurut Roberts, kita pasti bertanya kenapa terus menyiksa diri

sendiri dengan cara seperti ini. Ketika kita mempunyai perasaan seperti ini, Roberts

menyarankan bahwa kita sebaiknya menyisihkan waktu untuk merefleksikan alasan mengapa

kita memutuskan untuk sekolah lagi, mengambil program magister dan apalagi doktor.

Pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan di bagian evaluasi diri di atas mungkin bisa dilihat

kembali untuk menjawab pertanyaan seperti ini. Khusus untuk mahasiswa Doktor, Lawton

(1997:3) menulis: “To get a PhD will involve years of hard work and all kinds of difficulties. So

why do you want a PhD?”

Membuat komunitas yang mendukung

Ketika perjalanan penulisan tesis atau disertasi tidak mulus, kita mencapai “impass” (Roberts,

2004) dalam kemajuan penulisan tesis atau disertasi kita. Saat inilah, menurut Roberts, kita

sebaiknya menghimpun komunitas yang mendukung, yaitu mereka yang yakin kepada kita dan

mendukung kemajuan kita, seperti teman, mentor, dan anggota keluarga. Mereka adalah orang-

orang tempat kita berbagi tentang kesenangan dan kesedihan ketika menulis tesis atau disertasi.

25
Menulis secara teratur

Salah satu cara untuk menghindari prokrastinasi adalah membuat kegiatan menulis sebagai

sesuatu yang kita lakukan secara rutin dan ritualistik (Hamilton & Clare, 2003b: 52). Untuk itu,

menurut Thody (2006:59), sebaiknya kita segera mulai menulis mengingat penulis

berpengalaman pun mengetahui bahwa tidak ada rumus jitu tentang kapan mulai menulis. Jadi

sebaiknya kita tidak perlu menunggu inspirasi atau waktu yang ideal untuk menulis.

Manfaat menulis dari awal telah banyak ditegaskan oleh para penulis teori menulis tesis dan

disertasi (Swetnam, 2000; Evans & Gruba, 2002; Johnson, 2003; Rhedding-Jones, 2005; Kamler

& Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007). Rhedding Jones mengatakan:

Research is actually writing, and that is also reading and learning. You as the researcher will become a
better reader that you were, because of the process of research and your desire to find out who else is out
there writing. Through this your own writing will be better crafted, more polished, for differing audience…
the learning that you do as researcher cannot be measured. If you are not a postgraduate student, it cannot
even be talked about (Rhedding-Jones, 2005:20-21).

Senada dengan Rhedding-Jones, Kamler dan Thomson (2006:11) dengan eksplisit

mengemukakan bahwa meneliti adalah menulis. Kamler dan Thomson menegaskan:

Right from the time we begin to think about the research questions we are interested in pursuing, we begin
to write. We record the books we have read, we take notes from them, we keep a journal of our ideas; we
have a folder full of jottings. As the research progresses, we write summaries and short papers that compile
some of the ideas with which we are working. We make notes to discuss with others and write conference
papers where we put our ideas into the public arena for the first time. Researching cannot be separated
from writing (2006:11).

Kedua pernyataan di atas paralel dengan apa yang dikemukakan oleh Bolker (1998:xiv) bahwa

“to do research is to inquire, to dig one‟s way into a problem, and writing is the best tools

available for such work”.

26
Kalau kita punya kebiasaan menunda-nunda pekerjaan atau menulis tesis atau disertasi,

sebaiknya kita mendiskusikan masalah ini dengan pembimbing untuk mengetahui dimana

sebenarnya masalahnya.

2. Writer’s block

Semua penulis, terutama penulis disertasi, mengalami apa yang dinamakan dengan “writer‟s

block” (Roberts, 2004:11, lihat juga Thomas, 2000; Hamilton & Clare, 2003a,b; Johnson, 2003)

dan dianggap sebagai “writer‟s worst fear” (Matthews, Bowen & Matthews, 2000:72).

Writer‟s block adalah “kondisi ketika kata atau gagasan tidak bisa keluar atau muncul” (Johnson,

2003:5) dan kita benar-benar tidak bisa menulis (Hamilton & Clare, 2003a:24; 2003b:52).

Tampaknya semakin berusaha, semakin sedikit kata atau gagasan yang bisa muncul. Writer‟s

block, menurut Hamilton dan Clare (2003b:52) didefinisikan sebagai ketidakmampuan penulis

untuk mengungkapkan untaian kata secara bermakna guna menyelesaikan sebuah tulisan. Hal

ini, tambah Hamilton dan Clare (2003b) bersifat sementara dan bisa diatasi dengan membiarkan

waktu berlalu.

Ketika seorang penulis mengalami writer‟s block, dia tidak akan tahu apa yang harus dilakukan

kemudian (Thomas, 2000:21-22, lihat juga Roberts, 2004) dan biasanya, menginginkan berada di

tempat lain, tetapi dia berada di depan komputer (Roberts, 2004). Andaikata hal ini terjadi,

menurut Roberts (2004:11), kegiatan apa saja, selain menulis, bisa dilakukan untuk menghindari

keadaan writer‟s block yang berkepanjangan.

27
Writer‟s block sebenarnya diakibatkan oleh adanya keinginan untuk mendapatkan tulisan kita

bagus pada draft pertama (Thomas, 2000; Johnson, 2003; Hamilton & Clare, 2003a,b; Roberts,

2004; Thody, 2006). Menurut salah seorang pelopor dari pendekatan proses dalam mengajar

menulis, Donald Graves (1990:35), penyebab yang paling umum dari writer‟s block adalah

ekspektasi penulis yang terlalu tinggi. Dengan ekspektasi yang tinggi ini, maka menulis, menurut

Johnson (2003:5), akan menjadi sangat sulit dan kualitasnya akan kurang baik kalau kita

berusaha untuk mengedit dan mengeluarkan gagasan pada saat yang bersamaan. Menulis,

tambah Johnson, melibatkan dua proses mental yang berlawanan: mengeluarkan gagasan, dan

mengevaluasinya (generating and evaluating). Johnson menegaskan:

You need to generate in order to get an abundance of words and ideas, but you also need to evaluate in
order to throw, put and reshape words and ideas you have generated. But you cannot do both of these
operations at the same time (Johnson, 2003:5).

Selain itu, writer‟s block juga mungkin disebabkan oleh perencanaan mengenai isi tesis atau

disertasi yang kurang matang (Thomas, 2000). Karena itu, salah satu cara untuk mengatasi

masalah ini, menurut Thomas adalah bahwa penulis berusaha untuk membuat content planning,

atau chapter outline (lihat juga Kamler & Thomson, 2006) ketika mulai menulis, kemudian

meminta saran pembimbing untuk membuatnnya. Setelah itu, penulis tesis atau disertasi

sebaiknya memilih bagian mana yang akan ditulis, tidak menjadi masalah apakah yang ditulis

terlebih dahulu itu merupakan bagian yang paling mudah dari tesis atau disertasi yang akan

dibuat. Thomas mengatakan: “Kalau anda menulis satu bagian tesis tanpa rencana, maka anda

mempersiapkan diri anda sendiri untuk gagal” (2000:22). Selain itu, menurut Roberts (2004),

keadaan writer‟s block ada kemungkinan disebabkan oleh adanya kekhawatiran, waktu yang

terbatas, kurang percaya diri, tidak ada outline, frustrasi dengan topik, perfeksionisme, dan

kelelahan.

28
Tidak ada rumus atau formula jitu untuk mengatasi hal ini, namun menurut Roberts (2004:12,

lihat juga saran dari Hamilton & Clare, 2003a,b; Thody, 2006 tentang saran yang hampir sama)

ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menangkal hambatan atau mempertahankan

supaya kata terus mengalir. Strategi itu di antaranya adalah:

(i) Mengubah cara menuliskan kata

Kalau mandeg dengan komputer, maka kita sebaiknya mencoba menulis dengan tangan, atau

mengganti tempat menulisnya, dengan pergi ke luar atau ke perpustakaan.

(ii) Berolah raga sedikit

Keluar dan berjalan-jalan terutama untuk mengatasi writer‟s block yang diakibatkan oleh

kelelahan. Dalam hal ini, Roberts (2004:12) mengatakan “Physical activity of the pleasant and

slightly mindless kind can precipitate creative thinking”. Selain itu, kita juga bisa mengerjakan

hal-hal yang masih berkaitan dengan tesis atau disertasi, tetapi tidak terlalu banyak memerlukan

tenaga dan pikiran, misalnya, merapikan apendiks, mengecek bibliografi, memformat setiap bab,

sehingga tidak perlu lagi membuat Table of Contents atau Daftar Isi.

(iii) Mengelompokkan gagasan

Hal ini bisa dilakukan dengan cara kita menulis apa saja yang ada dalam pikiran kita, tidak usah

dipikirkan apakah yang ditulis itu terlalu jauh melenceng dari apa yang seharusnya ditulis.

(iv) Menulis “A crummy first draftt” (draft pertama yang tidak bagus)

Seorang yang perfeksionis, menurut Roberts (2004), mungkin tidak setuju dengan gagasan ini,

namun, tambah Roberts, tidak ada orang, bagaimanapun berbakat dan pandainya, yang dapat

menulis draftt pertama yang langsung dapat diterima (lihat juga Thomas, 2000). Roberts

mengatakan:

No one however gifted, can write an acceptable first draftt. … First draftts are only first draftts and for
your eyes only” let them be sketchy thoughts, rambling sentences, clumsy word patterns, poor grammar
and so on. “Don‟t obsess and ponder ideas too long. Don‟t judge it, just write it” (2004:13).

29
Berkenaan dengan menulis draft yang tidak bagus ini, Johnson (2003:5) juga memberikan saran

yang sama untuk menghindari writer‟s block, yakni: menulis secepat mungkin bagaimanapun

jeleknya tulisan itu. Johnson menulis, “Use a pencil and a legal pad and write as quickly and as

badly as possible” (Johnson, 2003:5).

Sementara itu, Thody (2006) menawarkan beberapa tips untuk menghentikan adanya “writer‟s

block” seperti terlihat dalam Tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4. Beberapa cara menghilangkan writer’s block (dikutip dari Thody, 2006:62)
1. Jangan panik lebih dari 1 kali dalam seminggu.
2. Beri diri kita hadiah kalau kita bisa berhasil melaksanakan target menulis tesis yang dilakukan
setiap hari. Hadiah nya bisa hal-hal kecil, seperti minum coca cola, makan cokelat, nonton TV
sebentar, tetapi kita harus ingat bahwa kita membakar kalori, bahkan ketika kita hanya menulis.
3. Mengubah menulis bagian lain dari proyek penulisan tesis atau disertasi kita, kalau yang sedang
kita tulis tampaknya kurang menarik.
4. Menentukan batas waktu untuk relaksasi, sama halnya dengan menentukan waktu untuk menulis.
5. Jangan terlalu mengharapkan kesempurnaan.
6. Merefleksikan apa yang kita tulis ketika kita istirahat.
7. Ketika berhenti menulis, sebaiknya membuat catatan mengenai kalimat selanjutnya.

Saran terakhir yang juga bermanfaat untuk mengatasi masalah writer‟s blok ini diberikan oleh

Hamilton dan Clare (2003a,b) bahwa ketika kita mengenali fase yang pada saat itu kita tidak

bisa menulis, kita sebaiknya menjadikan kesempatan ini sebagai waktu untuk berpikir dan jangan

menjadi stres dengan berpikir bahwa kita tidak melakukan apa-apa.

3. Karir dalam bekerja yang sudah tinggi

Tidak jarang mahasiswa yang mengambil program pascasarjana adalah orang-orang yang sudah

mencapai “the career ladder” atau “tangga karir” yang cukup tinggi dan menjadi tempat

bertanya dan dianggap tahu terhadap semua permasalahan yang ada di tempat kerjanya

(Wellington, dkk 2005:32). Keadaan seperti ini tentu akan membawa dampak psikologis ketika

30
mereka datang ke kelas atau mengambil program magister atau doktor dan berperan sebagai

“orang yang ingin tahu” dan menjadi mahasiswa peneliti yang mencari jawaban tidak hanya

terhadap pertanyaan penelitian tetapi juga terhadap pertanyaan-pertanyaan kehidupan sehari-hari

dalam proses belajar, seperti di mana perpustakaan, di mana mendapatkan kartu perpustakaan,

berapa sering harus menemui pembimbing, bagaimana menghubungi pembimbing? Hal ini,

seperti dikatakan oleh Wellington, dkk dapat mendorong munculnya “ketidaknyamanan yang

berkepanjangan dan rasa takut akan gagal atau tampak bodoh atau tolol” (2005:32). Berkenaan

dengan hal ini, Wellington dkk menceritakan pengalaman salah seorang mahasiswa doktoral,

yang juga merupakan ketua departemen di salah satu perguruan tinggi. Mereka melaporkan apa

yang dikatakan oleh mahasiswa itu sebagai berikut:

I was so used to being the person „who knew‟ that it was really scary to find that, suddenly, I didn‟t. I
didn‟t know where the rooms were or how to log on to the computer. I didn‟t even know what people were
talking about in some of the first sessions – there was so much jargon and stuff I was unfamiliar with and
everyone else seemed to understand it. It was only ages afterwards, when I‟d got to know people better,
that I discovered other people had felt the same way. I‟d gone home feeling really stupid and thinking I‟d
made a huge mistake in convincing myself if I could do a doctorate. Now, we‟ve made a pact that if anyone,
including „outside experts‟ says something one of us doesn‟t follow, we‟ll ask for clarification. We‟ve also
a group of thing going where we‟ll say “you are talking in a code” if people start to use jargon (Dikutip
oleh Wellington, dkk, 2005:32).

Keadaan seperti ini mungkin akan membuat mahasiswa menjadi kaget dan tidak jarang merasa

malas untuk melanjutkan kuliah dan tentu akan menghambat kelancaran belajarnya. Mahasiswa

yang sudah memiliki karir yang tinggi juga dikhawatirkan akan rentan terhadap feedback yang

diberikan oleh pembimbing. Karena sudah biasa menjadi orang yang paling tahu dan tempat

bertanya, ketika diberi masukan kadang-kadang mahasiswa kurang bisa menerimanya dengan

lapang dada (Masalah feedback akan dibahas dalam Bab Empat dalam buku ini).

Dengan demikian, saran yang pernah dikatakan oleh Asisten Direktur Satu Sekolah Pascasarjana

UPI (Prof. Dr. Jam‟an Satori) dalam sebuah rapat, seyogianya diperhatikan oleh mahasiswa

31
pascasarjana, khususnya mahasiswa doktoral, bahwa mahasiswa yang sudah mempunyai

kedudukan tinggi di tempat kerjanya hendaknya menanggalkan semua kedudukannya ketika

mereka berada di kampus.

Kesimpulan

Bab ini telah memaparkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum mulai menulis tesis

atau disertasi, bahkan sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti kuliah di program

pascasarjana. Beberapa aspek itu di antaranya adalah sebagai berikut:

Evaluasi diri, serta membangun rasa percaya diri merupakan dua faktor utama yang

sangat menentukan kelancaran seseorang dalam menyelesaikan studinya;

Faktor keluarga yang merupakan orang terdekat dengan kita dan rasa percaya diri bahwa

penulis bisa menyelesaikan tesis atau disertasinya juga merupakan modal paling utama;

Kesiapan penulis dalam menghadapi beberapa tantangan yang bisa menghambat

produktivitas menulis, seperti kebiasaan menunda menulis tesis membuat penulisan tesis

yang sudah sulit menjadi semakin sulit dan bahkan sesuatu yang tidak mungkin

dikerjakan, writer‟s block-hal yang dialami oleh semua penulis.

Setelah bab ini membahas persiapan yang berkaitan dengan faktor non akademik, Bab Tiga akan

membahas persiapan penulisan tesis dan disertasi yang berkaitan dengan faktor akademik.

32
BAB 3: PERSIAPAN: FAKTOR AKADEMIK

Pendahuluan

Bab Dua telah membahas beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum memulai proyek

penelitian atau penulisan tesis dan disertasi yang berkaitan dengan masalah pribadi atau masalah

non-akademik.

Bab ini akan membahas beberapa faktor yang sebaiknya dilakukan sebelum mulai menulis tesis

dan disertasi, tetapi berkaitan langsung dengan masalah akademik, mulai dari proses memilih

topik, memilih pembimbing, merencanakan jadual yang realistis, memahami metode penelitian,

memahami gaya tulisan akademik, menganalisis tesis atau disertasi yang sudah jadi dan

menyiasati kata writing up dalam proses penelitian. Kata atau istilah writing up seyogianya

disiasati dengan cermat, mengingat konsep atau istilah ini oleh beberapa penulis mengenai

penulisan tesis dan disertasi dianggap menyesatkan mahasiswa (lihat Kamler & Thomson, 2006;

Paltridge & Stairfield, 2007).

Penjelasan dari masing-masing kegiatan atau proses yang sebaiknya terjadi sebelum mulai

menulis tesis atau disertasi akan dipaparkan di bawah ini.

Memilih topik

Memilih topik merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan dalam perjalanan

penyelesaian studi (Brause, 2000; Swetnam, 2000; Thomas, 2000; Thomas & Brubaker, 2000;

Lester & Lester, 2005; Wellington, dkk, 2005 dan banyak lagi penulis lain yang tidak bisa

33
disebutkan di sini). Sebelum mulai menulis tesis atau disertasi, kita perlu mengetahui terlebih

dahulu apa yang ingin kita teliti dan yang ingin kita pelajari (Brause, 2000:37). Banyak orang

meyakini bahwa penelitian atau riset adalah mengonfirmasi atau membuktikan asumsi. Namun

demikian, keyakinan ini, menurut Brause, kurang tepat. Brause mengatakan:

... research is a process of searching repeatedly, re-searching for new insights and more comprehensive,
cohesive, “elegant” theory. There are probably few, if any “truths” – immutable, never changing facts.
Each research project intends to advance our knowledge, getting closer to “truth” ( 2000:37).

Jadi, meneliti adalah proses mencari atau menemukan teori atau pandangan baru yang dilakukan

secara berulang. Setiap penelitian ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan peneliti tentang

topik yang ditelitinya untuk mendekati “kebenaran”.

Proses memilih topik seperti meruncingkan pensil, mulai dari yang besar ruang lingkupnya,

sampai menjadi kecil. Seorang pembicara dalam sebuah acara profesional development di

Melbourne, bulan Agustus 2007, yang bernama Clare Acevedo, mengatakan bahwa sering terjadi

ketika memulai meneliti atau mencari ide untuk tesis apalagi disertasi, mahasiswa sangat

ambisius dan seperti ingin mengubah dunia melalui tesis atau disertasi yang ditulisnya. Tetapi,

menurut Clare, kemudian mahasiswa sadar bahwa dia hanya bisa mengkaji setengah bagian dari

dunia, kemudian seperempat, sepersepuluh bagian, dan akhirnya sampailah pada hanya salah

satu contoh dari apa yang terjadi dalam kehidupan di dunia ini.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh beberapa penulis mengenai peneliti awal yang

umumnya ambisius dalam menentukan topik, dan di sinilah perlunya pembimbing yang bisa

mengarahkan topik serta cakupan penelitiannya (Paltridge & Stairfield, 2007). Pembimbing,

sebagai orang yang pernah menulis tesis atau disertasi mengetahui bahwa tesis yang baik adalah

34
tesis yang berusaha untuk “mencari sebanyak mungkin tentang topik yang semakin sempit”

(Wellington, 2005) atau “narrow and deep” (Stevens & Asmar, 1999, dikutip oleh Paltridge &

Stairfield, 2007:58). Stevens dan Asmar (1999) mengatakan:

...often new researchers start off with a project that is overly large and ambitious. … Wiser heads know that a
good thesis project is „narrow and deep‟. … even the simplest idea can mushrooms into an uncontrollably large
project (dikutip dalam Paltridge dan Stairfield, 2007: 58).

Jadi, sebelum menentukan topik, kata kunci yang sebaiknya diingat oleh mahasiswa adalah

manageability (Lawton, 1997:8). Sebelum menentukan topik, mahasiswa juga sebaiknya melalui

proses pemilihan topik dengan pengerucutan berdasarkan partisipan, atau berdasarkan cakupan

penelitian (Swetnam, 2000). Contoh pengerucutan topik seperti yang diberikan oleh Swetnam

(2000) dapat dilihat di bawah ini.

Kajian bidang studi secara umum: Sosiologi


Minat khusus: Kelompok lanjut usia
Lebih spesifik: Pusat pengasuhan kelompok lanjut usia
Khususnya: Di kawasan rumah penduduk
Persisnya: Di rumah yang dikontrol oleh pengawas
Judul Draft: ”Pengelolaan pengasuhan kelompok lanjut usia di rumah yang dikontrol oleh
pengawas”

Kalau tentang pengajaran bahasa Inggris, mungkin pengerucutan bisa dilakukan dengan cara

begini:

Kajian umum: the teaching of English (Pengajaran Bahasa Inggris)


Minat khusus:EFL learners (pembelajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing)
Lebih spesifik: Young learners (pembelajar usia dini)
Khususnya: in Bandung (di Bandung)
Persisnya: in one international private school in Bandung (di salah satu sekolah
swasta internasional)
Judul: “Teaching English to young learners: A case study in one international
private school in Bandung.” (Pengajaran bahasa Inggris kepada pembelajar usia
dini di sebuah sekolah swasta internasional di Bandung)

Selain terhadap partisipan, pengerucutan bisa juga dilakukan terhadap topik dari permasalahan

yang akan diteliti. Misalnya:

35
Kajian bidang umum: The teaching of English
Minat khusus: writing
Lebih spesifik:Argumentative writing
Khususnya: Exposition

Kalau partisipannya seperti dijelaskan di atas, maka judulnya bisa seperti ini: “Teaching writing

expository genre: a case study in one international prvate school in Bandung.”

Berkenaan dengan kapan harus mulai memikirkan topik penelitian untuk tesis atau disertasi,

mengingat program pascasarjana di Indonesia pada umumnya mewajibkan mahasiswa untuk

mengambil beberapa matakuliah sebelum mereka menulis tesis atau disertasi, maka saran dari

salah seorang penulis mengenai penulisan tesis dan disertasi, Rita.S. Brause (2000, lihat juga

Rudestam & Newton, 1992 untuk saran yang hampir sama) tentang pemilihan topik sangat

relevan. Saran itu di antaranya adalah sebagai berikut:

Pencarian atau pemikiran topik sebaiknya dimulai sejak mata kuliah pertama yang

diambil dan dari tugas-tugas yang dibuat untuk mata kuliah tersebut (Brause, 2000).

Brause juga menggambarkan seorang mahasiswa yang menyesal bahwa dia tidak

melihat-lihat tesis atau disertasi sejak mulai kuliah di program pascasarjana dan tidak

menjadikan tugas yang dibuat dalam matakuliah sebagai dasar dari pemilihan topik

penelitian. Brause mengutip kata-kata mahasiswa itu sebagai berikut:

I wish I looked for a dissertation (thesis) topic from the moment I started the program and used the course
assignments as an opportunity to explore topics that might have led me towards a dissertation topic (
2000:30).

Mencari topik yang kita suka dan tertarik untuk menelitinya, yang bisa membuat kita bisa

bekerja bertahun-tahun berkaitan dengan topik itu (Rudestam & Newton, 1992). Memilih

topik seperti ini penting, mengingat penulisan tesis, dan disertasi, khususnya, seperti yang

36
dikatakan Rudestam dan Newton (1992:10), biasanya menghabiskan waktu dua kali

lebih banyak dari waktu yang diperkirakan.

Memilih topik yang akan memberikan signifikansi kepada kita setelah kita

menyelesaikan program magister atau doktor (Brause, 2000:30; Rudestam & Newton,

1992:11).

Selain dari memilih topik dengan kriteria yang hampir sama dengan di atas, Rudestam dan

Newton (1992:10) memberikan saran lain, di antaranya adalah bahwa mahasiswa sebaiknya

menghindari topik yang terlalu ambisius dan menantang. Rudestam dan Newton menyarankan:

Grandiose dissertations have a way of never being completed and even the best dissertations end up being
compromises among your own ambition, the wishes of your committee and practical circumstances. … you
need to temper your enthusiasm and pragmatism (Rudestam & Newton, 1992:10).

Dengan mengutip apa yang dikatakan oleh salah seorang mahasiswanya, Rudestam dan Newton

menambahkan bahwa ada dua jenis tesis atau disertasi: “Disertasi yang bagus, dan disertasi yang

selesai” (1992:10). Jadi, seperti yang disarankan oleh Lawton (1997), pertanyaan yang sebaiknya

pertama kali dilontarkan tentang topik penelitian adalah “Is it a feasible topic” (1997:9).

Sejalan dengan saran-saran di atas, Thomas dan Brubaker (2000:59-61, lihat juga Rudestam &

Newton, 1992; Swetnam, 2000:17) menyebutkan sembilan kriteria untuk menentukan apakah

topik yang dipilih itu baik atau tidak. Kriteria itu akan dipaparkan di bawah ini.

1. Persetujuan pembimbing

Topik yang baik adalah topik yang disetujui oleh penguji proposal penelitian atau calon

pembimbing. Menurut Rudestam dan Newton (1992) kalau proposal penelitian tidak disetujui

oleh salah seorang calon pembimbing, maka mahasiswa sebaiknya mengganti topik

37
penelitiannya atau mengganti pilihan pembimbing, dan mencari pembimbing lain yang

menyetujui topik penelitiannya.

2. Apakah penelitian yang diajukan betul-betul merupakan penelitian atau bukan

Mahasiswa, menurut Rudestam dan Newton (1992) sering mengatakan tujuan penelitiannya

dengan cara yang menunjukkan bahwa dia tidak berusaha untuk mendapatkan jawaban terhadap

pertanyaan yang siginifikan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan sebagai berikut:

“My puspose is to prove that…”, (Tujuan saya adalah untuk membuktikan bahwa …);

“I will demonstrate that…” (saya akan memperlihatkan bahwa …);

“This study will make it clear that …” (penelitian ini akan membuat jelas bahwa ...).

Dengan demikian, tambah Rudestam dan Newton (1992) kalau mahasiswa sudah tahu

kesimpulan yang akan dicapai di akhir penelitian, maka proposal itu bukan untuk penelitian

tetapi untuk propaganda atau “salesmanship” (Rudestam & Newton, 1992:59).

3. Signifikansi hasil penelitian

Penelitian yang dilakukan harus merepresentasikan kompleksitas dan tingkat keahlian yang

diharapkan oleh mahasiswa lulusan pascasarjana. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005)

menegaskan bahwa dalam memilih topik mahasiswa harus mempertimbangkan signifikansi

profesional yang mencakup: signifikansi profesional, minat profesional yang berkelanjutan,

minat pribadi, pengembangan karir, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu, mahasiswa juga

harus memperhatikan signifikansi terhadap perkembangan teori dan praktek berkaitan dengan

bidang ilmu yang dikaji.

4. Fisibilitas metodologi

38
Dalam hal fisibilitas metodologi, peneliti sebaiknya bertanya apakah masalah yang diajukan bisa

diteliti dengan metode penelitian yang diketahui atau yang ada dalam pikiran peneliti.

5. Hambatan waktu

Peneliti sebaiknya bertanya apakah proyek penelitian bisa dilakukan dalam waktu yang tersedia.

6. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan

Menulis tesis atau disertasi, menurut Thomas dan Brubaker (2000) merupakan pengalaman

belajar yang sangat berharga, dan keterampilan yang diperlukan untuk menulis tesis atau

disertasi bisa diperoleh sejalan dengan berlangsungnya proses penulisan tesis atau disertasi itu.

7. Peralatan dan Persediaan

Fasilitas apa yang diperlukan untuk menulis tesis atau disertasi yang tersedia, sehingga

pelaksanaan penelitian bisa berjalan dengan lancar.

8. Personil

Siapa yang akan melakukan setiap pekerjaan yang ada dalam proyek penelitian, karena

penelitian yang dilakukan mungkin memerlukan bantuan orang lain.

9. Dana

Pengeluaran apa yang akan diperlukan, berapa banyak.

Dalam hal fisibilitas, Swetnam (2000:17), Glatthorn dan Joyner (2005) menyarankan bahwa

mahasiswa sebaiknya menanyakan beberapa hal selain dari yang disebut di atas, berkenaan

dengan kepraktisan topik penelitian yang telah dipilih. Beberapa pertanyaan itu di antaranya

adalah:

1. Apakah kita akan bisa mendapatkan akses ke tempat penelitian?

39
2. Apakah kita bisa mendapatkan pustaka yang diperlukan? Mengamati ketersediaan buku

atau referensi mengenai topik yang dipilih merupakan salah satu cara yang efektif untuk

memulai meneliti (Baker & Huling, 1995:3; Krathwall & Smith, 2005).

3. Apakah ada masalah yang berkaitan dengan etika atau moral?

4. Apakah topik yang akan diteliti akan tetap mutakhir selama penelitian berjalan? (Hal ini

penting, terutama bagi mahasiswa yang mengambil program doktor yang pelaksanaan

penelitiannya memerlukan waktu yang lama).

5. Apakah kita akan mendapat dukungan dari universitas atau dari atasan? (Swetnam,

2000:17; lihat juga Glatthorn & Joyner, 2005).

Berkenaan dengan pemilihan topik yang berkaitan dengan masalah pribadi penulis, sintesis teori

penulisan tesis dan disertasi menunjukkan bahwa ada dua pendapat yang berbeda. Sebagian

penulis, seperti Rudestam dan Newton (1992) menyarankan bahwa mahasiswa sebaiknya

menghindari pemilihan topik yang mempunyai hubungan atau keterkaitan yang terlalu erat

dengan masalah pribadi. Namun, penulis lain, seperti Lester dan Lester (2005) mengatakan

bahwa topik yang diteliti bisa dihubungkan dengan masalah pribadi dan masalah pribadi bisa

menjadi sumber topik penelitian. Lester dan Lester mencontohkan sebagai berikut:

Latar belakang: Masalah sosial yang mempengaruhi keluarga.

Kepentingan pribadi: Pendidikan anak saya.

Isu sosial: Perilaku anak saya di sekolah yang hiperaktif.

Topik yang mungkin: Anak-anak yang hiperaktif: Haruskan mereka meminum obat

penenang untuk menenangkan kehiperaktifan mereka?

40
Selain itu, Lester dan Lester juga menyarankan pemilihan topik yang berdasarkan pada latar

belakang budaya penulis, seperti latar belakang suku atau etnik. Mereka mencontohkan seperti

ini:

Latar belakang etnik: Penduduk asli Amerika

Kepentingan pribadi: Sejarah dari suku Apache.

Topik yang mungkin: Perang Indian dilihat dari perspektif penduduk Amerika.

Selain melalui cara-cara seperti di atas, sumber masalah penelitian bisa juga didapat melalui

cara seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Cara itu adalah bahwa ketika mengkritisi

referensi atau teori yang kita baca, kita perlu memikirkan apakah kita merasa puas dengan apa

yang dijelaskan oleh peneliti sebelumnya dalam mendiagnosis atau meneliti masalah yang

menjadi minat kita dalam penelitian yang akan kita lakukan (Thomas & Brubaker, 2000:54).

Dengan demikian, kita bisa berpikir tentang cara yang lebih baik untuk melakukan penelitian

tentang topik yang sudah mereka teliti atau menciptakan cara alternatif untuk membahas apa

yang terjadi. Dengan kata lain, dalam mengkaji pustaka kita juga bisa memperlihatkan bahwa

kita menciptakan teori kita sendiri, atau mungkin variasi dari model orang lain, sehingga tesis

atau disertasi kita mungkin mengambil bentuk eksplikasi atau aplikasi dari teori kita. Thomas

dan Brubaker mengilustrasikan cara menemukan topik penelitian dengan cara ini sebagai

berikut:

Ini merupakan kasus mahasiswa doktor yang tertarik dengan reformasi pendidikan. Setelah dia membaca
banyak bahan yang berkaitan dengan usaha reformasi pendidikan, dia menyadari bahwa inovasi pendidikan
sering menjadi terhalang dan sebagian dari inovasi itu malah mati dan yang lain jatuh setelah berhasil
karena didukung oleh pendukungnya. Mahasiswa itu tertarik untuk mengetahui bagaimana analis
membahas kegagalan reformasi. Dengan kata lain, dia tertarik dengan teori tentang keberhasilan atau
kegagalan inovasi pendidikan. Dalam mengkaji pustaka yang ada, dia menemukan beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap usaha perubahan pendidikan, seperti a) sumber dana, b) cara memaparkan proposal
reformasi, c) kualitas atau kapabilitas orang yang terlibat dalam mengimplementasikan reformasi, d)
berapa orang yang akan terpengaruh dengan inovasi dan yang lain lagi. Tetapi mahasiswa ini melihat satu
faktor yang diabaikan, yakni risiko yang dihadapi oleh orang ketika mereka diharapkan untuk berpartisipasi
dalam perubahan pendidikan. Dengan demikian, sebagai masalah disertasinya, dia mengambil tantangan

41
merumuskan risk theory untuk menerangkan, paling tidak sebagian, mengapa inovasi pendidikan berhasil
lebih baik dari yang lain (Thomas & Brubaker, 2000:54).

Setelah memikirkan topik, maka langkah selanjutnya adalah memikirkan dan memilih

pembimbing yang akan bisa mengarahkan dan membantu kita melalui perjalanan pelaksanaan

penelitian dan penulisan tesis atau disertasi dengan lancar, sehingga kita bisa menyelesaikan

studi kita tepat waktu. Hal ini akan dibahas di bawah ini.

Memilih pembimbing

Pembimbing merupakan figur yang sangat penting dalam penyelesaian tesis atau disertasi

(Parker & Davis, 1997:113; Thomas & Brubaker, 2000; Mauch & Park, 2003) dan oleh karena

itu, “memilih pembimbing merupakan tahap yang paling penting yang harus dilalui oleh penulis

tesis atau disertasi” (Phillips & Pugh, 1994: 8). Pembimbing atau tim pembimbing, menurut

Parker dan Davis (lihat juga Roberts, 2004:48), bertanggung jawab untuk membantu mahasiswa

menulis tesis atau disertasinya, terutama dalam memberikan kontribusi, saran dan gagasan dalam

setiap bab yang ada dalam tesis atau disertasi. Berkaitan dengan peran pembimbing, Ogden

(1993:17) menggambarkan penulisan tesis dan disertasi sebagai permainan dalam game board

dengan pembimbing dan anggota pembimbing lain merupakan “the most important pieces” atau

bagian yang paling penting dalam “dissertation game board”. Pembimbing merupakan bagian

yang paling menentukan apakah kita akan berhasil atau gagal. Ogden menambahkan:

With the RIGHT adviser, you advance steadily around the board to collect your degree on schedule, proud
of your work you have produced. With the WRONG adviser, you will take very wrong route around the
board, hit every dead end, advance one step only, to fall back two steps, and continually run the risk of
falling off the board completely. Researching your adviser or committee therefore is the MOST important
research you will do concerning your dissertation (1993:17).

Walaupun pernyataan Ogden di atas mengindikasikan seolah-olah kegagalan mahasiswa itu

disebabkan oleh kesalahan pembimbing, yang tentu tidak selamanya benar, pernyataan ini

42
menunjukkan bahwa peran pembimbing sangat menentukan keberhasilan mahasiswanya dalam

menyelesaikan tesis atau disertasi.

Peran pembimbing, seperti dikatakan oleh Thomas dan Brubaker (2000) serta Paltridge dan

Stairfield (2007), diperlukan sejak pemilihan topik dan penulisan proposal. Dengan demikian,

pemilihan pembimbing menjadi sangat penting dalam membantu penyelesaian tesis atau disertasi

yang ditulis, seperti yang dikatakan oleh Brause (2000:31) bahwa pemilihan proyek penelitian

dan pembimbing membuat perbedaan antara “finishing” dan “not finishing”.

Berikut adalah beberapa saran yang dikemukakan oleh Parker dan Davis (1997); Bolker (1998);

Brause (2000:30-31); Thomas dan Brubaker (2000), Roberts (2004) dalam memilih pembimbing.

Saran itu adalah bahwa kita sebaiknya memilih pembimbing dengan beberapa kriteria sebagai

berikut.

Dirasakan enak untuk diajak berkomunikasi, apakah cara kerja pembimbing cocok

dengan keinginan kita (Roberts, 2004). Apakah kita suka dengan pembimbing yang

direktif (Roberts, 2004:48) dan sangat terstruktur (memonitor pekerjaan kita dengan

seksama, mengikuti batas waktu yang ditentukan, mengadakan pertemuan yang teratur),

atau apakah kita lebih menyukai pembimbing yang lebih “aissez-faire” (Roberts,

2004:49) (menunggu dikontak oleh kita, mengikuti kemana arah kita, dan mengharapkan

pemikiran independen) (lihat juga Thomas & Brubaker, 2000:10).

Mempunyai keahlian yang relevan dengan topik penelitian (Bolker, 1998; Thomas &

Brubaker, 2000; Roberts, 2004). Dalam hal ini, Thomas dan Brubaker (2000:10)

mengatakan bahwa semakin dekat keahlian pembimbing dengan topik penelitian yang

43
dilakukan oleh mahasiswanya, akan semakin baik pula pembimbing itu mengidentifikasi

kesulitan yang mungkin dihadapi oleh mahasiswanya dalam penelitian, dan dalam

merekomendasikan sumber informasi yang diperlukan, serta membimbing pemilihan

metode pengambilan serta interpretasi data.

Sensitif terhadap kebutuhan kita tetapi menuntut perkerjaan yang berkualitas (Roberts;

2004).

Dikenal meluluskan banyak mahasiswa (Bolker, 1998; Brause, 2000; Thomas &

Brubaker, 2000).

Tertarik untuk membantu kita berhasil (Brause, 2000; Thomas & Brubaker, 2000).

Banyak terlibat dalam penelitian, sehingga kita pun bisa memperoleh pengetahuan praktis

dan keterampilan dalam penulisan tesis atau disertasi sekarang dan juga keterampilan

penelitian yang diperlukan di masa yang akan datang (Brause, 2000:30).

Mempunyai kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian yang kita gunakan.

Misalnya, kalau metode penelitiannya kuantitatif, sebaiknya mencari pembimbing yang

lebih cenderung suka ke metode penelitian ini. Hal ini penting, seperti dikatakan oleh

Thomas dan Brubaker (2000:12) mengingat pembimbing yang lebih condong ke

metodologi penelitian kualitatif akan cenderung menyukai penelitian yang menggunakan

metode kualitatif. Yang menjadi pertanyaan, seperti akan dibahas dalam pembahasan

memahami metode penelitian adalah bukan metode penelitian mana yang lebih baik,

tetapi metode penelitian apa yang paling cocok dengan penelitian kita.

Selain dari kriteria di atas, ada kemungkinan juga mahasiswa ingin dibimbing oleh pembimbing

yang terkenal (Bolker, 1998:21). Pembimbing yang terkenal, menurut Bolker (1998), merupakan

44
“mixed blessing” (1998:21). Manfaatnya, tambah Bolker, sudah pasti banyak, tetapi,

pembimbing yang terkenal biasanya sibuk, jarang ada di kampus, dan tidak mempunyai waktu

yang banyak untuk membimbing ketika kita memerlukan bantuannya (1998:21). Bolker

kemudian menggambarkan pengalamannya dibimbing oleh pembimbing yang cukup terkenal

seperti ini:

My first dissertation advisor was quite famous, but I quickly discovered that her students often had a hard
time graduating, and that she appeared to compete with them and put obstacles in their paths. I remember
the moment at which I realised that if I remained her advisee, I‟d never finish. If choosing a politically
advantageous, famous advisor makes it unlikely that you‟ll complete your degree, it‟s clearly not worth it
(1998:21).

Untuk bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan masukan atau feedback yang diperlukan, tentu

harus ada interaksi yang baik antara kita, sebagai mahasiswa dan pembimbing. Mahasiswa,

menurut Parker dan Davis (1997:113) sebaiknya memahami bahwa pembimbing mempunyai

tugas yang banyak selain dari membimbing mereka sehingga akan banyak gangguan yang

mungkin membuat pembimbing kurang bisa memperhatikan mahasiswa bimbingannya. Untuk

mengatasi hal ini, Parker dan Davis menyarankan bahwa kita sebagai mahasiswa sebaiknya

memberikan catatan tertulis mengenai pertemuan yang ingin dilakukan, menjadual pertemuan,

memberikan outline tentang beberapa isu atau masalah yang perlu dibahas.

Berkaitan dengan pembimbing, menurut Parker dan Davis (1997:120-121), ada beberapa

kemungkinan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa. Di antaranya adalah:

Pembimbing cuti, pindah ke universitas lain, tidak mengajar lagi, atau meninggal. Biasanya

universitas akan mengatur masalah ini. Kalau mahasiswa sudah merencanakan tesis atau

disertasinya dengan baik, perubahan pembimbing tidak akan terlalu berdampak pada

kelancaran penulisan tesis atau disertasi. Hanya saja, mahasiswa harus segera mengetahui

45
gaya pembimbingan yang dilakukan oleh pembimbing yang baru. Hal ini pun dialami oleh

penulis ketika menulis disertasi dalam program S3 di Australia. Pembimbing pindah ke

negara bagian lain sehingga tidak bisa lagi membimbing dengan efektif. Tetapi hal yang

menguntungkan penulis waktu itu adalah bahwa pembimbing terdahulu mendiskusikan

terlebih dahulu dengan pembimbing pengganti dan dengan penulis mengenai penelitian yang

dilakukan penulis sehingga ketika pergantian pembimbing terjadi, pembimbing pengganti

tidak bertanya lagi dari awal.

Pembimbing tidak membaca draft tesis. Hal ini juga merupakan masalah yang sering

dihadapi oleh mahasiswa dalam penyelesaian tesisnya. Keengganan pembimbing membaca

tesis mahasiswa bisa membuat mahasiswa tidak mendapatkan masukan yang memadai,

khususnya dalam hal kontinuitas serta koherensi gagasan yang ditulis dalam tesis. Dalam

penelitian yang telah dilakukan penulis mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis,

studi kasus di program studi pendidikan bahasa Inggris SPs UPI, ditemukan bahwa pada

level “discourse semantic” (Martin & Rose, 2003, 2007; Acevedo & Rose, 2007) mahasiswa

pada umumnya sudah tahu apa yang harus ditulisnya dalam tesis, tetapi dalam hal bagaimana

menuliskannya supaya gagasan atau argumennya bisa dengan mudah diterima oleh pembaca

merupakan masalah yang masih memerlukan perhatian besar dari pembimbing. Di sinilah

perlunya pembimbing membaca secara teliti apa yang ditulis oleh mahasiswanya.

Keengganan pembimbing membaca draft mungkin juga berkaitan dengan asumsi

pembimbing mengenai mahasiswa pascasarjana, khususnya mahasiswa doktoral. Asumsi itu,

seperti dikemukakan oleh Murray (2002) adalah sebagai berikut.

Mahasiswa doktor sudah bisa menulis dan melakukan penelitian;

46
Dengan mahasiswa yang pandai, pembimbing tidak banyak memberikan coretan

dalam tesis atau disertasinya;

Kemajuan mahasiswa dalam menulis tesis atau disertasi ditunjukkan dengan jumlah

bab yang ditulisnya, dan sebagainya.

Asumsi seperti ini menurut Murray (2002) kurang menguntungkan mahasiswa, mengingat

mahasiswa, mahasiswa doktoral sekalipun, masih perlu bimbingan dan banyak dari mereka yang

belum bisa menulis dan memahami konsep metode penelitian ketika mereka mulai melakukan

penelitian untuk disertasinya. Untuk itu, peran pembimbing sangat penting dalam membantu

mahasiswa menyelesaikan tesis atau disertasinya. Tentang asumsi mengenai mahasiswa

pascasarjana, khususnya mahasiswa doktor akan dibahas lebih lanjut di Bab Empat mengenai

peran feedback atau masukan dalam penulisan tesis dan disertasi.

Dalam beberapa referensi, seperti penulis dari Amerika (Thomas & Brubaker, 2000; Roberts,

2004) menyebutkan bahwa mahasiswa dibimbing oleh beberapa pembimbing, yakni advisor dan

committee (tim pembimbing). Namun demikian, di negara lain seperti di Australia, mahasiswa,

bahkan mahasiswa doktoral sekalipun sering dibimbing hanya oleh satu pembimbing. Di

Indonesia mahasiswa magister umumnya dibimbing oleh dua pembimbing, yakni pembimbing

satu (pembimbing utama) dan pembimbing dua (pembimbing pendamping), sedangkan

mahasiswa doktor oleh tiga orang, promotor, pembimbing dua (pembimbing pendamping) dan

pembimbing tiga atau disebut anggota. Dalam buku ini, penulis tidak membedakan advisor

dengan komite. Penulis menganggap semua yang memberikan bimbingan adalah pembimbing

yang bekerja sama satu dengan yang lain untuk membantu mahasiswa menyelesaikan tesis atau

disertasinya. Walaupun secara administrasi ada penamaan pembimbing satu dan pembimbing

47
dua atau pembimbing tiga, pada prakteknya penamaan ini tidak banyak berarti. Dalam beberapa

kasus, pembimbing dua mungkin memberikan lebih banyak masukan dan memainkan peranan

yang lebih besar dalam penyelesaian sebuah tesis mengingat ketersediaan waktu atau mungkin

juga bidang keahlian pembimbing yang lebih dekat dengan topik yang dibahas oleh mahasiswa.

Dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan pembimbing, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan selama proses bimbingan. Hal seperti ini sangat penting untuk menghindari kesalah

fahaman yang bisa berakibat buruk bagi hubungan antara mahasiswa dan dosen. Dalam hal ini,

Roberts (2004: 50-53) memberi saran mengenai cara memelihara hubungan kerja yang baik

dengan pembimbing dan sangat relevan bagi mahasiswa di Indonesia. Beberapa saran itu di

antaranya adalah sebagai berikut.

Membuat aturan atau norma sedini mungkin mengenai bagaimana kita akan bekerja

sama. Beberapa hal harus segera diketahui dari awal mengenai: kapan draft setiap bab

akan diberikan, bagaimana memberikannya, kapan draft akan dikembalikan, apakah tidak

ada masalah kalau menelepon?

Selalu memberikan draft yang terbaik kepada pembimbing. Dengan draft yang ditulis

dengan baik, maka pembimbing bisa memfokuskan perhatiannya pada isi, bukan pada

penulisan atau mekanik.

Menerima kritik dengan lapang dada dan tidak defensif. Tulisan tesis, dan apalagi

disertasi, merupakan tulisan ilmiah, dan karena itu, menurut Roberts (2004) memerlukan

cara berpikr yang baik, dan tulisan yang jelas. Hal ini pasti memerlukan proses menulis

yang tidak hanya satu kali. Untuk itu ada baiknya kalau kita memperkirakan menulis

48
beberapa kali draft untuk setiap bab, dan tidak merasa sakit hati menerima kritik dari

pembimbing.

Selalu memasukkan saran pembimbing dalam merevisi setiap bab tesis atau disertasi.

Menghargai hambatan waktu yang dialami oleh pembimbing.

Memelihara sikap positif. Antusiasme membuat pekerjaan menulis tesis atau disertasi

menjadi menyenangkan.

Mengambil inisiatif, tetapi mengharapkan bimbingan.

Tetap menjaga kontak dengan pembimbing.

Selain berusaha memilih pembimbing yang dianggap tepat dan sesuai dengan topik yang kita

teliti dan menjaga hubungan baik dengan para pembimbing itu, maka kita juga perlu membuat

jadual yang realistis, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Selain berusaha memilih pembimbing yang dianggap tepat dan sesuai dengan topik yang kita

teliti dan menjaga hubungan baik dengan para pembimbing itu, maka kita juga perlu membuat

jadual yang realistis, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Merencanakan jadual yang realistis

Merencanakan jadual yang realistis sangat penting dalam penulisan tesis dan disertasi, terutama

bagi mereka yang sudah bekerja dan berkeluarga. Dalam hal ini, Swetnam (2000) dan penulis

lain seperti Roberts (2004) dan Wellington dkk (2005), mengingatkan bahwa sebagai penulis kita

tidak mempunyai seluruh waktu yang diberikan oleh universitas tempat kita belajar hanya untuk

mengerjakan penelitian, tesis atau disertasi. Ada beberapa faktor yang mungkin membuat kita

49
mengalami hambatan dalam penulisan tesis atau disertasi. Beberapa faktor itu di antaranya

adalah:

1. Masalah keluarga

2. Sakit

3. Liburan (liburan memang perlu, tetapi banyak penulis yang mengingatkan bahwa jangan

terlalu banyak meluangkan waktu untuk hal-hal yang tidak relevan dengan penulisan

tesis atau disertasi)

4. Masalah dalam komputer

5. Masalah dalam menemui tutor

6. Keterlambatan dalam mengetik atau menjilid.

Namun demikian, menurut Swetnam (2000) kita harus berpikir positif walaupun mungkin

menghadapi beberapa hambatan seperti di atas, karena kalau kita berpikir negatif, seperti telah

dikemukakan di atas, maka hukun Murphy akan terjadi, yakni “if anything can go wrong, it will”

(Swetnam, 2000:19). Swetnam menambahkan bahwa “Kita tidak boleh pesimis, tetapi harus

realistis” (2000:19). Hal ini juga didukung oleh Roberts (2004:4) yang mengatakan bahwa sikap

positif sangat penting dimiliki oleh mahsiswa yang sedang menulis tesis, dan terutama disertasi.

Dengan mengutip Abascal, Brucato dan Brucato (2001), Roberts menegaskan:

Research has revealed that the attitude you have at the beginning of a task determines the outcome of that
task more than any other single factor. For example, if you believe you will be able to succeed at a
particular undertaking and you approach the endeavour with a sense of excitement and joyful expectation,
your chances of achieving success are much higher than if you face the task with dread and apprehension
(Roberts, 2004:4).

Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap positif, Swetnam (2000:15) menyebutkan saran yang

dia peroleh dari mahasiswanya yang sedang menulis disertasi. Saran ini, dianggap cukup

50
mempan dalam mengatasi masalah pribadi selama penulisan disertasi mahasiswanya. Saran itu

adalah: “Do not associate your dissertation too closely with your work or professional life.

Regard it as an escape from stress, not as an addition to it; it really helps” (Swetnam, 2000: 19).

Dalam hal waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tesis dan disertasi, sebaiknya mahasiswa

tidak menargetkan menggunakan waktu seluruhnya dari waktu yang disediakan oleh universitas.

Misalnya, kalau waktu yang disediakan itu satu setengah tahun, maka waktu yang ditargetkan

akan dipakai untuk menyelesaikan proyek penelitian dan penulisan tesis atau disertasi sebaiknya

75% dari waktu yang tersedia (Swetnam 2000). Secara tentatif, menurut Swetnam (2000), waktu

itu bisa digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Pendahuluan (Introduction): 5%
2. Kajian Pustaka (the Literature Review): 35%
3. Metode Penelitian (Research methods): 10%
4. Pengambilan Data: 20%
5. Analisis: 15 %
6. Kesimpulan dan Rekomendasi:10%
7. Bibliografi dan Apendiks: 5%

Mengenai lamanya waktu yang diberikan untuk menyelesaikan program magister atau doktoral,

di negara lain seperti Australia misalnya, ada istilah part-time dan full time. Tapi, selama ini di

Indonesia mungkin belum ada istilah itu. Semua peraturan yang ada berlaku untuk semua

mahasiswa, baik mahasiswa yang belajar sambil bekerja, yang bisa dikategorikan sebagai part

time student atau atau mahasiswa paruh waktu di Australia, atau mahasiswa yang belajar

mengambil program magister atau doktor seluruh waktu, yang dikategorikan sebagai full time

student atau penuh waktu.

51
Mengingat mahasiswa pascasarjana di Indonesia umumnya belajar sambil bekerja, maka

mungkin mereka bisa dikategorikan sebagai mahasiswa part time. Tetapi, yang harus kita ingat

adalah bahwa istilah part time dan full time tidak berdampak pada lamanya waktu yang diberikan

serta kualitas yang harus dicapai. Kalau kita part time, berarti kita harus lebih bisa mengatur

waktu dan bekerja lebih efektif supaya bisa selesai seperti mereka yang belajar full time.

Dalam hal pembuatan jadual yang realistis, Wellington dkk (2005, lihat juga Thomas, 2000;

Johnson, 2003), berdasarkan beberapa tips yang didapatnya dari mahasiswa yang telah menjalani

penulisan tesis dan disertasi, memberikan tips belajar, supaya jadual yang kita buat bisa

dilakukan dan dilaksanakan. Beberapa tips itu di antaranya adalah:

Bekerja dengan cara yang suportif dengan teman yang sama-sama sedang menulis tesis

atau disertasi. Hal ini merupakan cara yang sangat baik, terutama ketika kita sedang

dalam keadaan tidak yakin dengan apa yang kita lakukan, dalam keragu-raguan dan

kesulitan praktis dalam penelitian.

Menegosiasikan dukungan di tempat kerja dan di rumah. Dalam hal ini, Wellington dkk

(2005) menyarankan bahwa mahasiswa penulis tesis dan disertasi harus berusaha untuk

“Give to get”. Maknanya adalah bahwa orang-orang di sekeliling kita perlu memberi kita

waktu dan ruang untuk belajar. Adakah sesuatu yang bisa kita berikan kepada mereka

sebagai imbalannya? Dengan memberi kepada mereka, tambah Wellington dkk, kita akan

merasa jauh lebih enak dan tenang mengambil waktu dari hal lain supaya bisa belajar.

Menemukan “a comfort zone” (lihat juga Thomas, 2000; Johnson, 2003) atau tempat

yang paling cocok untuk kita bekerja. Kita harus bisa menentukan di mana dan kapan kita

bekerja paling efektif dan produktif menulis dan konsentrasi dengan tulisan atau bacaan

52
kita. Kita harus segera mengenali, apakah kita “a night owl” (orang yang bisa bekerja

secara efektif pada malam hari) atau “an early bird” (bekerja secara efektif waktu pagi-

pagi sekali ketika burung mulai berkicau) (Roberts, 2004).

Hal-hal seperti di atas harus segera dikenali sejak awal proses penelitian, supaya kita tidak terlalu

banyak membuang waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat untuk penulisan tesis dan

disertasi kita. Dimana tempat terbaik untuk kita bekerja sangat individual dan tidak ada resep jitu

untuk menentukannya, karena masing-masing mempunyai kebiasaan tersendiri sesuai dengan

kondisi masing-masing.

Setelah kita melakukan berbagai penilaian dan pemikiran tentang beberapa aspek dari tesis atau

disertasi kita, sekarang kita harus memikirkan bagaimana cara melakukan penelitian yang akan

dilaporkan dalam tesis atau disertasi yang kita tulis. Untuk itu, bagian selanjutnya dari bab ini

akan membahas satu hal yang sangat penting bagi kelancaran pelaksanaan penelitian, yakni

memahami metode penelitian. Karena metode penelitian bukan merupakan fokus dari apa yang

dipaparkan dalam buku ini, penjelasan mengenai metode penelitian hanya akan diberikan secara

singkat saja, khususnya mengenai beberapa istilah atau konsep yang berkaitan dengan penelitian.

Memahami metode penelitian

Memahami metode penelitian merupakan hal lain yang perlu dilakukan sebelum melakukan

penelitian. Pemahaman terhadap metode penelitian biasanya berjalan sesuai dengan mata kuliah

yang diambil, mengingat di Indonesia umumnya matakuliah metode penelitian diberikan sebagai

mata kuliah yang harus diambil sebelum melakukan penelitian. Pemahaman metode penelitian

juga bisa berjalan sejalan dengan proses pemahaman teori, karena ketika kita membaca pustaka

53
mengenai teori yang mendasari penelitian kita, kita juga belajar dari penulis laporan penelitian

lain mengenai metode penelitian yang digunakannya untuk mendapatkan data yang dibutuhkan

dalam menjawab pertanyaan penelitian.

Dengan demikian, kalau kita sudah memikirkan topik penelitian sejak awal kuliah di program

magister atau doktor, seperti disarankan di atas, maka ketika belajar metode penelitian, kita juga

sudah bisa mulai memikirkan metode penelitian apa yang cocok untuk penelitian yang akan

dilakukannya, termasuk partisipan, tempat penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data

yang akan dipakai.

Berkaitan dengan pemahaman metode penelitian, Phillips dan Pugh (1994:19) menegaskan

bahwa selain memahami metode penelitian yang mungkin cocok untuk penelitian kita, kita juga

harus sadar akan kelemahan dari setiap metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang

diambil. Misalnya, kalau kita menggunakan studi kasus, kita harus memahami kelemahan studi

kasus itu apa dan apa yang kita lakukan untuk meminimalisasi kelemahan itu. Begitu pula

dengan metode penelitian lain dan teknik pengumpulan datanya.

Sekaitanan dengan penelitian, Thomas dan Brubaker (2000), Rhedding-Jones (2005) dan

Silverman (2006:16) mengemukakan beberapa istilah yang sebaiknya dikuasai sebelum

melakukan penelitian. Istilah itu, di antaranya adalah:

Research: berarti “searching again” atau mencari lagi (Brause, 2000:37; Rhedding-Jones,

2005:28), berarti mencari sesuatu dan setelah itu, mencari lagi. Dalam bahasa Inggris, tambah

54
Rhedding-Jones, kata “re” di awal kata berarti “lagi” (2005:34-35). Penelitian berkenaan dengan

pengetahuan (Brown, 2006:14) - penelitian berkenaan dengan apa yang kita tahu, apa yang kita

kenali sebagai sesuatu yang perlu diketahui, dan apa yang kita lakukan dengan pengetahuan yang

kita kenali sebagai sesuatu yang perlu diketahui.

Model: Kerangka kerja secara keseluruhan untuk melihat satu fenomena (misalnya feminisme,

behaviourisme).

Konsep: Ide yang muncul dari salah satu model (misalnya, stimulus-response, opresi).

Teori: Sejumlah konsep yang digunakan untuk mendefinisikan dan atau menerangkan satu

fenomena. Menurut Rhedding-Jones (2005:42), teori sering dianggap sebagai kebalikan dari

praktek, padahal, seharusnya keduanya digabungkan. Berkenaan dengan teori ini, Thomas dan

Brubaker (2000) serta Rhedding-Jones (2005) menerangkan bahwa ada dua jenis teori, yakni

classificatory theory: teori yang mengkasifikasikan sesuatu dan explanatory theory:

menerangkan sesuatu. Sementara itu, Punch (2000:38-39) menyebutnya sebagai descriptive

theory dan explanatory theory.

Descriptive theory, menurut Punch, berperan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan

meringkas informasi tentang masalah yang diteliti dan teori ini bertanya tentang “Apa?”

Sementara itu explanatory theory, tambah Punch, menerangkan dan membahas informasi

deskriptif dan bertanya: “Mengapa?” Dengan mengutip Maxwell (1996), Punch juga

menjelaskan satu jenis teori lain, yakni Interpretive theory, dan bertanya tentang pertanyaan

interpretasi, tentang makna dari masalah yang melibatkan orang.

Hipotesis: Proposisi yang bisa dites atau diuji.

55
Empiris: Teori yang muncul dari praktek (Rhedding-Jones, 2005: 56). Kalau meneliti secara

empiris, maka peneliti di bidang pendidikan misalnya, akan melakukan observasi ke sekolah

untuk menghasilkan teori mengenai apa yang terjadi di kelas. Rhedding-Jones mengatakan:

If you are doing empirical research as a social scientist, with links to a particular profession and also to
various academic disciplines (anthropology, sociology, pedagogy), then you will work as a researcher from
practical everyday situations, texts, events and sites to theorise (2005: 43).

Metodologi: Pendekatan secara umum dalam meneliti topik penelitian.

Metode: Teknik penelitian khusus, mencakup teknik kuantitatif, seperti korelasi statistik, teknik

seperti observasi, wawancara, rekaman. Berkaitan dengan teknik, Thomas dan Brubaker (2000)

serta Silverman (2006) mengingatkan bahwa masalah teknik atau metode penelitian bukan

urusan salah benar, tapi urusan apakah cocok atau tidak dengan masalah penelitian yang diteliti.

Epistemologi: Metodologi yang didasarkan pada teori. Menurut Rhedding-Jones (2005:43),

banyak penelitian positivisme tidak banyak melibatkan teori karena penelitian itu menekankan

pada temuan penelitian. Hal ini, Rhedding-Jones menambahkan, bisa berlaku dalam temuan

kedokteran atau informasi yang sudah fixed. Menurut Rhedding-Jones, dengan konsep

epistemologi ini, maka apa yang dilakukan oleh peneliti dengan data penelitiannya harus

berkesinambungan, harus secara internal konsisten dengan teori dan cara melakukan penelitian

yang sesuai. Teori di sini, menurut Rhedding-Jones, bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi

berkaitan erat dengan bagaimana kita melakukan penelitian, sebagai metodologi (cara

pengambilan data dan apa yang dilakukan dengan data yang diperoleh), epistemologi (hubungan

antara metodologi dan teori) dan antologi kita (cara sebagai peneliti atau subjek penelitian).

Metodologi, menurut Silverman (2006:15), mengacu pada pilihan yang dibuat tentang kasus

yang diteliti, metode pengumpulan data, bentuk data analisis dan sebagainya dalam

56
merencanakan dan melaksanakan penelitian. Dengan mengutip Gobo, Silverman menegaskan

bahwa metodologi terdiri dari tiga komponen, yakni:

1. Preferensi untuk metode penelitian tertentu di antara metode yang ada (menyimak,

melihat, mengobservasi, membaca, bertanya, dan berbicara);

2. Teori pengetahuan ilmiah atau sejumlah asumsi tentang hakekat kenyataan, tugas sains,

peran peneliti, dan konsep mengenai aksi dan aktor sosial;

3. Sejumlah solusi, alat dan strategi yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian

dan urutan sistematik dari tahapan prosedur yang akan dilakukan, ketika metode

penelitian telah dipilih.

Jadi, menurut Silverman (2006), metodologi mendefinisikan bagaimana seseorang akan meneliti

sesuatu. Tentang informasi mengenai metode penelitian, Thomas dan Brubaker (2000:11-12)

mengemukakan tiga jenis informasi yang bisa dicari mengenai metode penelitian: kualitatif-

kuantitatif, positivisme-posmodernisme, penelitian dasar (basic)-penelitian terapan. Selain itu,

menurut Connole dkk (1993) penelitian bisa dikelompokkan dalam tiga paradigma, yaitu:

empirisme, interpretif dan kritis, termasuk poststrukturalisme dan posmodernisme.

Masing-masing paradigma penelitian, menurut Thomas dan Brubaker (2000:13), bisa dilihat dari

lima aspek, yakni:

Hakekat kenyataan (masalah yang akan diteliti);

Tujuan penelitian;

Masalah validitas;

Hakekat dan fungsi hasil penelitian; dan

57
Bagaimana memahami kenyataan atau hasil penelitian.

Pembahasan lengkap mengenai kelima aspek ini bisa dibaca di buku karangan Thomas &

Brubaker (2000) yang berjudul Theses and dissertation: A guide to planning, research, and writing.

Memahami gaya tulisan akademik

Tulisan akademik merupakan “genre yang unik” (Glatthorn & Joyner, 2005:142, lihat juga

Berkenkotter & Huckin, 1995; Paltridge, 2005) yang mempunyai norma tersendiri, dan hal ini

bukan sesuatu yang baru (Thody, 2006:6). Walaupun kita mungkin bisa menulis dengan cukup

baik, namun pada tahap awal penulisan tesis atau disertasi, seperti kebanyakan mahasiswa lain,

kita mungkin merasakan kesulitan dalam menulis tesis atau disertasi (Roberts, 2004:98).

Untungnya, jenis tulisan seperti ini bisa dipelajari (Roberts, 2004: Brown, 2006) dan tidak

memerlukan inspirasi. Hanya tiga hal yang diperlukan: kebulatan tekad, kerja keras dan

kesabaran (Roberts, 2004:98).

Memahami gaya tulisan akademik sangat penting bagi mahasiswa yang akan melakukan

penelitian dan menulis tesis atau disertasi, mengingat melakukan penelitian, seperti dikatakan

oleh Kamler dan Thomson (2006:8) mengharuskan peneliti untuk bekerja secara teratur dan tepat

waktu, memperhatikan konvensi ilmiah, serta memahami bahwa menulis merupakan serangkaian

tahapan yang harus dilalui. Manfaat memahami gaya atau bentuk tulisan akademik ditegaskan

oleh Allison dan Race (2004:7) dengan mengatakan:

Research reports are meant to be read and therefore, knowing about the main forms in which research is
reported helps to make such reading more efficient. Research reports written by students, apart from
showing their interests in and understanding of the topic of their research, are intended to demonstrate that
they have mastered some or all aspects of research methodology. This demonstration of mastery is the main
basis on which they are assessed by tutors, supervisors, or examiners (2004:7).

58
Berkaitan dengan gaya tulisan akademik, ada beberapa hal yang akan dijelaskan dalam bagian

ini, seperti format penulisan teks akademik atau laporan penelitian, cara menulis pernyataan atau

gagasan, dan cara menyusun paragraf dan penggunaan kalimat aktif dan pasif. Masing-masing

akan dibahas di bawah ini.

1. Format konvensional atau format posmodernisme?

Akhir-akhir ini ada dua cara penulisan laporan akademik yang dianut oleh para peneliti. Cara

yang pertama adalah cara konvensional, yang mengikuti cara penulisan laporan penelitian di

bidang ilmu sains, dan cara yang kedua adalah cara alternatif, yang disebut juga cara

“Innovative, user-friendly format” (Gomm & Davies, 2000:141, dikutip oleh Thody, 2006) atau

cara posmodernisme (lihat Macmillan, 2001; Rhedding-Jones, 2005). Masing-masing cara atau

format itu didefinisikan sebagai berikut:

Accepted academic conventions, as summed up by an academic journal editor, ”make life easier for our
referees by writing a clear, concise paper, that is, structured in a traditional manner” (Murray, 2004:1).
National and social scientists therefore report their research in strictly uniform scientific experiment
format; humanities authors follow chronological, or logical formats. Both indicate objectivity, neutrality,
researcher distance and impersonality.

Innovative user friendly formats... are associated with postmodernism and its doubt that there is any one
right method. All methods are deemed subjective; they represent particular viewpoints of which the
researcher‟s is one. Research reporting formats embrace widely differing approaches such as poetry,
photography or novelistic style. Subjectivity is unavoidable, bias is openly stated, researchers reveal
themselves overtly and personality is more than welcome (Thody, 2006:5-6).

Cara konvensional atau tradisional dipengaruhi oleh paradigma penelitian positivisme (Connole

dkk, 1993), yang mengikuti cara kerja penelitian di bidang sains dan mendominasi cara meneliti

selama setengah abad pertama dalam abad 20 (Thody, 2006). Cara konvensional, atau tradisional

atau ilmiah ini diawali dengan pernyataan masalah yang akan diselesaikan dan seting dari

permasalahan itu dalam konteksnya dari penelitian sebelumnya mengenai topik yang sama,

termasuk kajian pustaka. Bagian ini merupakan bagian dari rasional masalah yang menekankan

59
pentingnya penelitian itu. Kemudian metode penelitiannya dibahas, dan dari sinilah, temuan

penelitian ditemukan, berakhir dengan kesimpulan yang ditarik dari bahan (data) yang

dipaparkan. Untuk bisa memahami cara konvensional dengan cepat, maka menurut Bryant

(2004:77), membaca artikel jurnal merupakan cara terbaik untuk segera memahami pola yang

dipakai oleh para ahli di bidang yang dikaji.

Sementara itu, cara penulisan laporan penelitian yang dipengaruhi oleh posmodernisme, menurut

Rhedding-Jones (2005: 120-121) kadang-kadang melanggar banyak aturan yang kerkenaan

dengan apa yang dimaksud dengan tulisan akademik. Rhedding-Jones (2005), sebagai peneliti

yang menggunakan cara posmodernisme dalam menulis, mengatakan beberapa keuntungan atau

keunikan menulis dengan cara ini. Rhedding-Jones menulis:

You can mix up the genres, speak from the heart if you want to. But you will have to say that you do this
because of theoretical positionings you take up, and show how these allow you to construct or format your
academic text differently. I have been saying that research is actually writing. … I write as I collect and
construct data, as I try to make sense of what I am thinking, when I want to contact people as I imagine
particular audiences, and when I try to publish. I also write reports when I have to, and overheads for
when I think I might forget what I need to say, or when my audience needs to read not just listen. The
postmodern comes into all of these writings because it lets me break down the boundaries between being a
researcher, being a writer and being a teacher. I feel I am all three all the time.

You can bring aspects of postmodernity into your case study, your ethnography, and action research, by the
way you write about field work. Here, border crossing between genres, bringing in the self as subject, and
producing many theories rather than one, are all aspects of postmodernity. Postmodernity also comes in
through the themes you focus on. Anything with multiplicity in it (diversity, multianything, plurality) leads
towards a postmodern positioning. It is also about uncertainty, about doing things again, and about doing
them differently (2005:120-121).

Walaupun ada perdebatan mengenai bagaimana cara menulis laporan penelitian, termasuk tesis

atau disertasi, yakni apakah dengan format konvensional atau posmodernisme (lihat Thody,

2006; Rhedding-Jones, 2005), buku ini mengacu pada saran-saran serta praktek penulisan

konvensional, seperti yang disarankan oleh para penulis yang menjadi rujukan buku ini

(Rudestam & Newton, 1992; Swetnam, 2000; Evans & Gruba, 2002; Roberts, 2004; Paltridge &

60
Stairfield, 2007, dan banyak lagi yang lain yang tidak bisa disebutkan di sini). Pembahasan

dalam bab-bab selanjutnya dari buku ini akan memperlihatkan dengan jelas bahwa buku ini

mengharapkan penulis tesis dan disertasi menulis dengan kriteria seperti yang ditekankan dalam

format konvensional, yakni dengan memperhatikan objektivitas (walaupun menyadari bahwa

unsur subjektivitas penulis pasti ada dalam menulis hasil penelitian), kenetralan atau

ketidakberpihakan, impersonalitas, melalui penggunaan bahasa dan pemakaian struktur

organisasi laporan penelitian atau tesis dan disertasi yang disarankan oleh format konvensional.

Manfaat penulisan cara konvensional telah dipaparkan oleh Thody (2006), yang mencontohkan

bahwa Cobbett pada tahun 1818 menulis petunjuk alternatif konvensi tata bahasa Inggris, yang

ditulis dalam bentuk surat kepada anaknya. Buku itu dianggap oleh pembaca sebagai sesuatu

yang “more entertaining than many novels...his grammar is unlike any other” (O London,

1924:48, dikutip oleh Thody, 2006:6) atau lebih menghibur daripada novel. Hal ini menunjukkan

bahwa, kalau tulisan akademik ditulis dengan cara alternatif, dengan pengaruh postmodernisme,

maka tulisan itu akan dianggap sebagai karya sastra yang fungsinya untuk menghibur, bukan

untuk memberi informasi atau meyakinkan pembaca tentang argumen yang ditulis dalam buku

atau tulisan itu. Thody (2006) juga mencontohkan sebuah buku teks tata bahasa Inggris yang

terbit pada tahun 2003 yang berjudul “East shoots and leaves” oleh Lynn Truss. Buku ini ditulis

dengan gaya alternatif dan meracik aturan bahasa dengan cara proselytizing (cara untuk menarik

orang supaya masuk agama tertentu) yang tidak biasa. Dengan demikian, seperti dilaporkan oleh

Thody, buku ini jadi tampak aneh.

61
Mengenai cara mana yang lebih bagus, Thody (2006:6) menjelaskan bahwa cara alternatif tidak

selamanya tidak bagus. Cara alternatif mungkin saja menghasilkan laporan penelitian yang

bagus. Namun demikian, cara alternatif, seperti dalam laporan yang dicontohkannya mengenai

asumsi yang mendasari pendidikan di Australia oleh Butts (1955) tidak memberikan contoh

kajian pustaka dan metodologi yang tepat dan komprehensif. Penggunaan cara konvensional

yang berasal dari ilmu sains, memungkinkan pengambilan data yang diperlukan dalam

penelitian, seperti penggunaan survey, wawancara, dan memungkinkan ilmu sosial sebagai ilmu

yang teliti dan tepat seperti ilmu sains (Thody, 2006:6).

Selain manfaat di atas, Thody (2006:8-9) juga memaparkan manfaat lain dari menulis dengan

cara konvensional sebagai berikut:

Landasan pelatihan

Penguasaan format konvensional telah menjadi hampir sebuah tiket masuk masyarakat akademik

dengan “bahan dan kekuatan simbolik yang besar yang menambah kemungkinan hasil karya

seseorang diterima dalam jurnal utama dalam bidang itu” (Richardson, 1998:353, dikutip oleh

Thody, 2006:8). Menulis tesis atau disertasi dengan format konvensional membantu mahasiswa

belajar menulis dan berpikir seperti yang lain, dengan bentuk yang dapat diterima dalam disiplin

ilmu mereka (Zeller & Farmer, 1999:5, dikutip dalam Thody, 2006:8).

Salah satu ekspektasi implisit dari program magister, dan khususnya program doktor adalah kita

belajar menulis seperti “a scholar” (Glatthorn & Joyner, 2005:142-143). Tesis dan terutama

62
disertasi yang ditulis dalam format konvensional menunjukkan bahwa “the writer knows the

ground rules for the making of the test piece” (Thody, 2006:8).

Kesederhanaan dan daya perbandingan

Gaya penulisan saintifik tampaknya mempunyai kejelasan dan logika yang memperlihatkan

kemampuan berpikir kritis, analitis dan sintesis, yang merupakan ciri dari seorang akademisi

yang handal (Thody, 2006:8). Sementara itu, cara penulisan alternatif dari jenis teks

postmodernisme dikritik karena penolakannya terhadap pendekatan saintifik, ekonomi rasional

atau keadilan sosial, dan karena bahasanya yang susah difahami (Stevenson, 2003, dikutip oleh

Thody, 2006:8). Selain itu, dengan mengutip Richardson (1998:359), Thody (2006:8) juga

mengatakan bahwa pilihan cara alternatif dipandang sebagai mempersulit masalah yang

berkaitan dengan “authorship, otoritas, kebenaran, validitas dan reliabilitas, …dan semakin

besar kebebasan untuk bereksperimen dengan bentuk teks tidak menjamin akan menghasilkan

produk yang lebih baik”.

Penerimaan politis, profesional dan akademis

Format konvensional menunjukkan atau menyatakan kehormatan yang dibutuhkan oleh pembuat

kebijakan.

Globalisasi

Dewasa ini pasar temuan atau hasil penelitian bersifat global, dan dengan demikian, penggunaan

format yang standar membantu penerimaan internasional karena konvensi menciptakan makna

yang telah siap difahami di berbagai budaya (Thody, 2006:9). Seperti telah dikatakan

sebelumnya dalam buku ini, format konvensional diibaratkan seperti logo McDonald. Format

konvensional, tambah Thody (2006) berorientasi ilmiah dan ketika pembaca membaca laporan

penelitian dengan format konvensional, pembaca akan tahu bahwa mereka akan mendapatkan hal

63
yang sama di mana pun. Mereka tahu akan mendapat apa yang mereka lihat dan bahwa format

itu telah menjadi ciri standar internasional efisiensi dan efektivitas.

2. Cara menulis pernyataan atau gagasan

Dalam memahami tulisan akademik, mahasiswa juga seyogianya berusaha untuk memahami cara

menulis pernyataan atau gagasannya (Glatthorn & Joyner, 2005). Glatthorn dan Joyner

mengemukakan bahwa peneliti atau penulis awal biasanya cenderung menulis pernyataan yang

mudah ditentang atau disanggah. Untuk itu, Glatthorn dan Joyner (2005:145) menyarankan

bahwa mahasiswa sebaiknya menghindari cara penulisan yang sering dipakai oleh jurnalis.

Glatthorn dan Joyner memberi contoh perbedaan tulisan jurnalis dengan akademisi sebagai

berikut.

Jurnalis: “Experts now believe that most large employers will soon be providing child-care services for working
parents” (2005:145).

Akademisi: “According to several studies, a large percentage of the companies employing more than 1,000
employees provide some form of child care for working parents (See for example, the Murphy,
1997, survey)” (2005:145).

Menurut Glatthorn dan Joyner, ada tiga cara untuk mengatasi masalah dokumentasi.

Cara pertama: Menghindari penulisan yang memerlukan referensi. Bandingkan dua pernyataan

berikut:

1. Schools are more and more getting back to basics.


2. A reading of both professional journals and the popular press during the past few years would suggest
strongly that many public school administrators and teachers are more and more concerned with what is
loosely termed “the basics” (dikutip dari Glatthorn & Joyner, 2005: 145).

Pernyataan pertama, menurut Glatthorn dan Joyner (2005), terbuka untuk ditentang atau

disanggah: sekolah mana, berapa banyak, apakah yang dimaksud itu siswa atau orang tua, guru,

atau administrator? Bukti apa yang kita miliki? Apa yang dimaksud dengan basics? Pernyataan

ini membutuhkan dokumentasi yang hati-hati atau revisi yang banyak.

64
Pernyataan kedua dianggap lebih baik, karena beberapa alasan sebagai berikut:

Lebih hati-hati dan lebih spesifik membuat pernyataan umum mengenai bagaimana

publikasi populer dan profesional mengamati masalah;

Pernyataan itu memberi spesifikasi seperti administrator dan teachers ketimbang

pernyataan ”

“school” yang kurang jelas;

Menggunakan kata seperti would suggest dan many untuk menunjukkan tentativeness;

Mengakui bahwa ada banyak ketidakjelasan dalam istilah “the basics”.

Pernyataan kedua memang menggunakan banyak kata, tetapi merupakan pernyataan yang bisa

dipertahankan dengan cara yang tidak memerlukan dokumentasi.

Cara kedua adalah dengan memasukkan bukti dalam teks untuk mendukung argumen. Contoh:

There has been in recent years increased interest in cooperative learning among researchers and
practitioners. A survey of the entries in Current Index to Journals in Education for years 1985-1995
indicates that … . (dikutip dari Glatthorn & Joyner, 2005:146).

Dalam pernyataan ini penulis memberikan bukti secara langsung, dengan menulis fakta yang

mendukung pernyataan umum.

Cara yang ketiga, dan yang paling umum adalah mengutip sumber lain yang memberi bukti.

Kita memberikan referensi kepada pembaca yang memberi dukungan terhadap pernyataan yang

kita buat. Misalnya:

Several years ago, researchers turned their attention to interactive and recursive models of composing
process. (See for example, Graves, 1985; Applebee, 1987).

65
Selain itu, di dalam mengidentifikasi sumber pustaka, Glatthorn dan Joyner (2005:147)

menyarankan beberapa cara seperti contoh di bawah ini:

According to Paltridge & Stairfield (2007), the role of supervisors is very important in…
.
Paltridge & Stairfield (2007) concluded/suggested/pointed out that … .
In the 1998 study by Walker …
Several studies conclude that parents are generally satisfied with the charter school their
children attended (See for example, Jones, 1996; King, 1990; and Walker, 1998).
Parents reported a high level of satisfaction, with the charter schools their children
attended to (Walker, 1998). (Lihat juga saran dari Johnson, 2003; Clare, 2003; dan
Paltridge & Stairfield, 2007mengenai cara mengutip sumber).

Tulisan akademik juga bisa dilihat dari bentuk dan fungsinya. Menurut Johnson (2003:32) jenis

tulisan yang dipakai dalam seting akademik berbeda dengan tulisan kreatif dalam bentuk maupun

tujuannya. Tujuan tulisan kreatif adalah untuk berkomunikasi secara metaforik, mengeluarkan

imajinasi dan emosi. Jenis tulisan ini mempunyai banyak bentuk dan biasanya lebih panjang, dan

sering mengandung dialog. Di sini penulis bisa memasukkan pandangan atau emosinya.

Sebaliknya tulisan akademik digunakan untuk mengkomunikasikan gagasan. Tulisan ini lebih

formal, menggunakan struktur untuk menyatakan gagasannya, jarang mengandung dialog dan

bersifat objektif (Johnson, 2003:31). Namun demikian, menurut Evans dan Gruba (2002), tulisan

akademik juga merupakan kombinansi antara tulisan rasional dan kreatif. Kalau tidak merupakan

kombinasi rasional dan kreatif, menurut Evans dan Gruba (2002:10-11) tidak akan pernah ada

tulisan akdemik.

Susunan organisasi laporan penelitian bisa berbeda, tetapi elemen-elemen atau unsur-unsurnya

tetap sama, apakah penelitian yang dilaporkan itu penelitian bidang ilmu alam, ilmu alam terapan

dalam bidang kedokteran, dalam bidang teknik atau ilmu sosial. Dalam ilmu sastra dan hukum,

66
konvensi tradisional biasanya berbentuk tulisan mengenai uraian kronologis dalam urutan yang

dinomori, atau argumen yang memaparkan satu argumen diikuti dengan argumen lain yang

bertentangan.

Semua format utama mempunyai konvensi yang disusun dengan baik untuk bahasa maupun

gayanya, seperti dapat dilihat dalam pedoman penulisan akademik yang dirilis oleh American

Psychological Association (APA), Modern Language Associasion (MLA), Modern Humanities

Research Association (MHRA) dan untuk hukum Amerika, the Blue book (Bluebook, 2000) (lihat

juga Glatthorn & Joyner, 2005:24-25, tentang keuntungan atau manfaat melihat manual gaya

penulisan teks akademik).

3. Cara menulis paragraf

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penulisan akademik adalah menulis paragraf (Barras,

2002; Burton, 2002; Roberts, 2004; Glatthorn & Joyner, 2005). Penulisan paragraf sangat

penting dalam meningkatkan keterbacaan tulisan. Panjang pendeknya paragraf memang

merupakan masalah format dan pembaca.

Tulisan untuk pembaca ahli, seperti buku teks cenderung menggunakan paragraf yang panjang,

kecuali untuk pembaca awal. Namun, tulisan untuk pembaca awal cenderung menggunakan

paragraf pendek. Paragraf yang terlalu panjang membuat tulisan tampak lebih sulit dan paragraf

yang pendek tampak lebih mudah dibaca (Hartley, 1997:98; Glatthorn & Joyner, 2005:147,

Barras, 2002:44; lihat juga saran Burton, 2002 dan Roberts, 2004 tentang pembahasan yang

sama).

67
Paragraf yang pendek membuat komunikasi dengan pembaca juga lebih efektif (Barras,

2002:44). Namun demikian, menurut Barras (2002) paragraf merupakan kesatuan gagasan, bisa

hanya satu gagasan atau beberapa gagasaan yang sangat berkaitan. Jadi, panjang paragraf tentu

sangat beragam, tergantung dari gagasan yang dikemukakan (lihat juga Hartley, 1997:98).

Selain faktor format dan pembaca, menurut Glatthorn dan Joyner (2005), penulisan paragraf juga

sangat penting dalam membagi gagasan. Buku teks mengenai menulis biasanya menyarankan

bahwa dalam satu paragraf hanya ada satu gagasan (lihat juga Oshima & Hogue, 1999; Roberts,

2004:102). Dalam tesis atau disertasi, aturan yang perlu diperhatikan, menurut Glatthorn dan

Joyner (2005:147) adalah bahwa dalam satu paragraf hanya terdiri dari 100-150 kata. Paragraf

yang terlalu pendek akan memberi kesan kurang matang, paragraf terlalu panjang tidak menarik

pembaca (lihat juga pembahasan mengenai paragraf dalam Roberts, 2004:102).

Selain itu, Glatthorn dan Joyner dan Roberts juga menyarankan bahwa paragraf dalam tulisan

akademik cenderung bergerak dari yang umum ke khusus. Paragraf sebaiknya dimulai dengan

pernyataan umum dan kemudian ke pernyataan khusus untuk mengembangkan dan mendukung

pernyataan umum itu. Dengan mengikuti Murray (1995:205), Roberts (2004:102) memberikan

saran dalam mengembangkan paragraf yang sebenarnya saran yang sudah lama, yakni: metode

CUE, yang merupakan singkatan dari:

Coherence: Satu pernyataan harus secara logika menggiring pernyataan lain


Unity: Semua aspek dalam paragraf harus tentang satu hal.
Emphasis: Gagasan utama dari paragraf harus jelas (Roberts, 2004:102).

Saran lain dalam penulisan paragraf dari Roberts (2004:106) yang perlu diperhatikan adalah

bahwa kita sebaiknya tidak memulai kalimat dengan kutipan, yang diikuti dengan kata-kata kita.

68
Lebih baik, kita memulai kalimat dengan kata-kata kita, kemudian didukung dengan kutipan atau

pernyataan yang diparafrase.

4. Penggunaan kalimat aktif dan pasif

Penggunaan kalimat aktif mengurangi jumlah kata dan membuat tulisan kita lebih kuat dan

menarik (Roberts, 2004:103; Kamler & Thomson, 2006:133-136). Kalimat pasif, tambah

Roberts, lebih formal dan lebih diterima dalam tulisan ilmiah karena penulis bisa menulis tanpa

menggunakan kata ganti atau nama peneliti tertentu. Kalimat pasif juga, menurut Roberts,

mewakili cara konvensional untuk laporan yang tidak personal dan memberikan kesan

objektivitas pada tulisan.

Menurut Roberts (2004) kalimat pasif dapat memberi efek yang baik dalam beberapa hal:

1. Mengurangai tanggung jawab terhadap apa yang dikatakan. Daripada mengatakan:

“I made an error” (Saya membuat kesalahan) lebih baik menulis: “An error was made”

(Kesalahan dibuat).

2. Mengurangi penekanan pada penulis: Daripada mengatakan: “I recommend”, lebih baik “It is

recommended that …”.

3. Kalau pelaku dari tindakan tidak diketahui atau tidak relevan.

Contoh: “A house was broken into in Main Road.” “Office mail is delivered twice a day.”

Namun demikian, penggunaan kalimat pasif yang terlalu banyak di setiap halaman, menurut

Kamler dan Thomson (2006:134), akan membuat tulisan kita membosankan. Kamler and

69
Thomson (2006:133-136) menegaskan bahwa saran agar kalimat aktif atau kalimat pasif yang

harus dipakai dalam menulis tesis atau disertasi merupakan saran yang kurang tepat. Menurut

Kamler dan Thomson, kedua-duanya diperlukan dalam menulis tesis dan disertasi. Kalimat aktif

dan kalimat pasif diperlukan dalam membahas temuan penelitian. Keduanya, baik kalimat pasif

maupun aktif, tambah Kamler dan Thomson, mempunyai tujuan dan dampak. Keputusan

penggunaan kalimat aktif dan pasif sangat berkaitan dengan bagaimana penulis mengungkapkan

argumennya supaya mengalir dengan baik. Kamler dan Thomson memberikan tiga contoh

kalimat di bawah ini yang membahas isu tentang men‟s health.

The economics of the family are adversely affected by male health problems. Illness among men often
diminishes work productivity. When men become disabled or die, family income is usually reduced, often in
the face of additional health care expense (Kamler &Thomson, 2006:134).

Menurut Kamler and Thomson, kalimat pertama dari ketiga kalimat di atas bisa diubah ke

dalam kalimat aktif supaya lebih powerful, sehingga kalimat itu akan berbunyi seperti ini.

Men health problems adversely affected the economics of the family. Illness among men often diminishes
work productivity. When men become disabled or die, family income is usually reduced, often in the face of
additional health care expense (Kamler & Thomson, 2006:134).

Kalau dilihat dari sistem Tema seperti yang dikembangkan oleh Halliday (1985a, 1994a,b,c;

Halliday & Mathiessen, 2004), dengan mengubah kalimat pasif ke dalam kalimat aktif dalam

ekstrak di atas, maka kita mengubah Tema dari kalimat itu juga. Sebelum kalimat pertama

diubah ke dalam kalimat aktif, Tema dari dua kalimat pertama dari kutipan di atas kurang

berhubungan satu dengan yang lain, yakni: The economics of the family dan Illness among men

sehingga koheresinya kurang. Namun, setelah kalimat pertama diubah ke dalam kalimat aktif,

maka kedua kalimat pertama dari kutipan itu mempunyai Tema yang hampir sama, yakni Men

health problems dan Illness among men. Hal ini, tambah Kamler dan Thomson, membuat teks

menjadi lebih koheren.

70
Jadi, penggunaan kalimat pasif dan aktif sangat tergantung dari konteks serta tujuan penulis

dalam mengemukakan argumennya. Mungkin ada baiknya bahwa kita sebagai penulis

menggunakan kalimat aktif dan pasif secara seimbang, sesuai dengan kebutuhannya, seperti yang

disarankan oleh Kamler dan Thomson di atas.

Selain beberapa hal di atas, ada pula yang perlu diperhatikan dalam tulisan akademik, yakni

menghindari penggunaan contraction, seperti can‟t, don‟t, aren‟t, haven‟t, they‟ve, I‟ll, they‟ll

dan sebagainya (lihat Thomas & Brubaker, 2000: Burton, 2002),

Pengetahuan mahasiswa mengenai ekspektasi pembaca penutur asli bahasa Inggris (dan

masyarakat ilmiah pada umumnya) ketika membaca karya tulis serta pengetahuan eksplisit

mengenai struktur skematik serta ciri linguistik karangan ilmiah akan mendorong kesadaran

mahasiswa akan apa yang harus ditulis atau dilakukan ketika menulis tesis atau karya tulis ilmiah

dalam bahasa Inggris (juga bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia) sehingga tesis atau karya

tulis ilmiah itu dapat diterima di kalangan komunitas wacana, atau discourse community (Swales,

1990,a.b; Berkenkotter & Huckin, 1995) yang relevan dengan bidang yang dikajinya, khususnya

komunitas bahasa Inggris.

Berkaitan dengan gaya tulisan akademik, ada beberapa cara atau pedoman yang bisa dipakai. Di

antaranya adalah:

APA (American Psychological Association)

MLA (Modern Language Association)

CSE (Council of Science Educator)

71
Masing-masing contoh makalah yang ditulis dalam gaya ini bisa dilihat dalam buku yang ditulis

oleh Rodrigues dan Rodrigues (2003) yang berjudul: The research paper: Guide to Library and

Internet Research.

Menganalisis tesis dan disertasi yang sudah lulus

Setelah menilai berbagai aspek mengenai penelitian yang akan dilakukan, dan memahami gaya

penulisan tesis dan disertasi, sekarang saatnya untuk melihat bagaimana cara atau gaya penulisan

itu diaplikasikan dalam tesis atau disertasi yang sudah lulus atau sudah ditulis oleh penulis tesis

dan disertasi lain. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat contoh tesis dan disertasi yang ada,

terutama tesis dan disertasi dalam bidang yang sama dan sebaiknya “dilakukan sejak program

magister atau doktor dimulai, dengan membaca setiap bab dari tesis yang ada selama mengikuti

perkuliahan” (Brause, 2000:30).

Manfaat melihat dan menganalisis tesis atau disertasi yang sudah jadi sangat besar bagi calon

penulis tesis atau disertasi (Phillips & Pugh, 1994; Paltridge & Stairfield, 2007, lihat juga

Swetnam 2000; Thomas, 2000; Roberts, 2004; Evans & Gruba, 2005) karena tesis dan disertasi

yang dibaca bisa dijadikan model dalam menulis tesis atau disertasi yang akan ditulis dan

memberikan gambaran mengenai cakupan penelitian dan “the size” (Thomas, 2000:27) dari tesis

atau disertasi untuk program yang sama.

Para penulis seperti Swetnam (2000), Hamilton dan Clare (2003a), Roberts (2004), Paltridge dan

Stairfield (2007), menyarankan untuk memilih tesis yang topiknya hampir sama dengan topik

penelitian yang akan dilakukannya. Selain itu beberapa penulis juga menyarankan mahasiswa

72
untuk memilih tesis atau disertasi yang dibimbing oleh pembimbing yang sama dengan

mahasiswa yang akan atau sedang menulis tesis atau disertasi. Dengan cara ini, menurut Roberts

(2000:16) kita bisa mendapatkan informasi mengenai “that person‟s expectations and level of

scholarship” (ekspektasi dan tingkat keahlian dari pembimbing itu).

Namun demikian, dalam memilih tesis atau disertasi yang dianalisis, Evans dan Gruba (2005)

menyarankan bahwa sebaiknya mahasiswa melihat contoh atau tesis dalam berbagai displin dan

yang mutakhir. Karena metode presentasi laporan penelitian telah berkembang dengan cepat,

Evans dan Gruba menyarankan mahasiswa sebaiknya berusaha untuk mendapatkan tesis yang

mutakhir, tidak lebih dari tiga tahun umurnya.

Walaupun saran dari Evans dan Gruba (2002) ini mungkin bisa diterima dalam hal teknologi

penulisan tesis, namun dalam hal isi tesis yang mungkin relevan dengan penelitian yang kita

lakukan, saran ini mungkin tidak selamanya tepat. Sebabnya adalah, seperti yang akan

dipaparkan dalam bab mengenai penulisan kajian pustaka nanti, tidak ada ketentuan tahun berapa

materi atau sumber yang harus kita baca untuk penulisan tesis dan disertasi. Banyak buku yang

ditulis berpuluh-puluh tahun yang lalu, seperti buku yang ditulis oleh Halliday, misalnya, dalam

systemic functional linguistics, masih tetap relevan dan dikutip oleh banyak penulis. Selain itu,

buku tentang terjemahan, misalnya, yang ditulis oleh Tytler tahun 1912, masih juga dikutip oleh

para penulis tentang terjemahan. Jadi, masalah umur tesis, dalam hal isi, mungkin sebaiknya

tidak perlu dibatasi, karena mungkin tesis yang sudah lama memberikan informasi dasar tentang

teori yang kita pakai dalam penelitian kita. Jadi, tahun berapa tesis yang akan kita baca, sangat

tergantung pada kebutuhan.

73
Selain itu, menurut Evans dan Gruba (2005) mahasiswa juga sebaiknya menganalisis penelitian

campuran kualitatif dan kuantitatif. Kemudian, setelah kita menemukan beberapa tesis, pilih

salah satu yang tampaknya koheren, dan satu yang jelas, dan kalau memungkinkan, mintalah

pembimbing untuk membahasnya bersama-sama tentang apa kelebihan dan kekurangan dari

tesis itu (Evans & Gruba, 2002:7).

Ketika kita melihat tesis, Evans dan Gruba (2005:7) juga menyarankan beberapa hal di bawah

ini:

1. Melihat apakah daftar isi memberi kita ide yang jelas mengenai struktur tesis secara

keseluruhan.

2. Membaca secara sekilas bab pendahuluan, kemudian kesimpulan, dan referensi. Kemudian

membaca pendahuluan dengan teliti dan membaca kesimpulan untuk melihat apakah tesis itu

berkesinambungan. Mungkin kita akan terkejut melihat bahwa beberapa tesis gagal untuk

membuat hubungan antara pendahuluan dan kesimpulan.

Cara ini juga disarankan oleh Pearce (2005) kepada penguji tesis atau disertasi sebelum

mereka membaca setiap bab secara rinci. Dengan demikian, tidaklah mengherankan kalau para

pembimbing menekankan signifikansi menulis pendahuluan dan kesimpulan yang bagus,

karena kedua bab ini akan dibaca pertama kali dan akan menentukan kesan sekilas dari

pembaca tentang tesis atau disertasi itu. Para pembimbing di Australia, seperti di Melbourne

University misalnya, selalu mengingatkan bahwa mahasiswa penulis tesis atau disertasi jangan

sampai membuat kesalahan pada bab pendahuluan atau kesimpulan.

74
3. Ketika kita melihat kesalahan yang dibuat oleh orang lain, maka kita sebaiknya berhati-hati

jangan sampai membuat kesalahan yang sama (Evans & Gruba, 2002:7). Ini berarti, ketika

membaca tesis atau disertasi, kita seyogianya tidak “take for granted” bahwa tesis yang dibaca

itu bagus karena penulis sudah lulus. Walaupun tesis itu sudah lulus, kita harus ingat bahwa tesis

yang dinyatakan lulus itu ada yang bagus ada juga yang mungkin kurang bagus, walaupun

memenuhi kriteria yang ditentukan oleh universitas. Dengan demikian, kita sebagai pembaca

tesis atau disertasi yang sudah lulus dituntut untuk kritis ketika membaca tesis atau disertasi,

dengan melihat kelebihan dan kekurangan tesis atau disertasi yang dibaca. Dengan bekal

pengetahuan mengenai cara penulisan teks akademik, kita akan bisa melihat kelebihan dan

kelemahan tesis atau disertasi yang kita baca.

Ketika kita membaca tesis atau disertasi, menurut Evans dan Gruba (2002:7) mungkin kita akan

terkesan dengan beberapa hal yang baik dalam tesis itu, misalnya lay out atau tata letak yang

bagus, cara inovatif dalam memaparkan materi dalam grafik, tabel atau integrasi yang baik dari

bahan-bahan yang tersedia secara online. Kita sebaiknya melihat hal-hal yang membuat kita

terkesan dan mencatatnya untuk kemudian dipakai dalam tesis yang akan kita tulis. Kita juga

sebaiknya tidak hanya melihat isi, tetapi juga melihat bagaimana tesis itu disusun. Misalnya,

harus melihat bagaimana setiap bab ditulis, berapa panjang, bagaimana sub-heading dalam setiap

bab menggambarkan isi, menghubungkan antara paradigma, data dan bentuk bahasa yang

dipakai, dan sebagainya (Hamilton & Clare, 2003a:23). Mahasiswa, tegas Hamilton dan Clare,

sebaiknya melihat struktur makro yang umum dipakai dalam tesis yang akan ditulisnya,

75
bagaimana tesis itu dibagi menjadi beberapa tahap dan beberapa bagian dan bagaimana

pembagian seperti itu membantu tesis mencapai tujuannya secara keseluruhan.

Contoh struktur tesis yang dibaca oleh mahasiswa tidak hanya bisa memberi tuntunan atau

petunjuk terhadap bentuk konvensional teks (Dudley-Evans, 1997, dikutip dalam Paltridge &

Stairfield, 2007:77) tetapi juga memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat mengenai status

pengetahuan mengenai bidang yang dikajinya (valuable clues to the status of knowledge in the

field‟) (Charney & Carlson, 1995:117, dikutip oleh Paltridge & Stairfield, 2007:77).

Selain itu, manfaat dari melihat contoh tesis yang tidak kalah penting dari manfaat di atas adalah

seperti yang dikatakan oleh Swetnam (2000), yakni:

Melihat contoh tesis yang sudah ditulis oleh orang lain dapat memberi semangat dan menimbulkan percaya
diri kepada kita bahwa kita bisa melakukan atau membuat sesuatu yang lebih baik daripada mereka yang
tesis atau disertasinya sudah dinyatakan lulus! (2000:15).

Melihat disertasi yang ada juga dapat merupakan salah satu cara efektif untuk belajar terrain

(bidang kajian) disertasi atau tesis. Hal ini bisa membantu memahami format dan gaya dari tesis

atau disertasi yang diterima.

Tesis atau disertasi yang telah dibuat oleh para alumni yang dapat dilihat oleh mahasiswa

biasanya tersedia di perpustakaan fakultas atau di perpustakaan pusat universitas. Tesis atau

disertasi biasanya tersedia juga di program studi dan lebih mudah didapat daripada yang

disimpan di perpustakaan pusat.

76
Menyiasati istilah “Writing Up” dalam penelitian

Salah satu kendala yang paling besar bagi mahasiswa dalam menulis tesis atau disertasi adalah

istilah “writing up” (Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007) yang

mengakibatkan mahasiswa menunda menulis sampai penelitian dianggap selesai.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya dalam buku ini (lihat juga Emilia, 2008), kita sebagai

peneliti sebaiknya melihat menulis sebagai bagian integral dari proses penelitian dan dengan

demikian menulis sejak awal proses penelitian yang kita lakukan, “apakah melalui catatan dan

refleksi, melalui catatan harian, melalui draft awal kajian pustaka”, seperti yang dikatakan oleh

Paltridge dan Stairfield (2007:45, lihat juga Swetnam, 2000; Wolcott, 2001; Evans & Gruba,

2002: 24-34; Rhedding-Jones, 2005; Kamler & Thomson, 2006) tentang pentingnya menulis

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian dan pentingnya menulis draft setiap

bab sejak awal, walaupun ada kemungkian draft itu akan direvisi.

Kata writing up sebaiknya tidak dianggap sebagai tahap menulis tesis dari awal, melainkan

sebagai tahap untuk merapikan atau “tidying-up” (Swetnam, 2000:81), ketika tesis atau disertasi

yang selama ini sudah ditulis akan sampai pada bentuk akhir dengan format yang benar. Untuk

pemakai bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa yang belajar bahasa Inggris di

Indonesia, hal ini sangat penting karena keterampilan menulis diperoleh secara bertahap seiring

dengan berjalannya waktu dan bahasa terus berkembang secara bertahap.

Mahasiswa sering mengatakan “Saya belum mulai menulis, saya masih mengumpulkan data atau

... apa saja” (Roberts, 2004). Padahal seharusnya menulis itu bagian integral penelitian, dan

77
harus dilakukan sejak awal program magister atau doktor. Dengan konsep bahwa ”Penelitian

sebenarnya berarti menulis” (Rhedding-Jones, 2005:20; Kamler & Thomson, 2006), dan menulis

merupakan proses memaknai (Christie, 1998a) maka sebaiknya menulis dan penelitian berjalan

secara simultan.

Ketika kita mulai menelaah teori yang mendasari penelitian kita, kita harus sudah bisa

mendefinisikan topik kita dengan lebih teliti dan membatasi topik itu. Kita seharusnya sudah bisa

menemukan apa yang merupakan pertanyaan yang belum terjawab, mulai bisa menentukan

hipotesa dan metodologi untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab itu. Melalui proses

ini, kita akan segera bisa menulis struktur organisasi tesis – Table of Contents sementara.

Melalui proses ini, tanpa disadari, kita tidak hanya telah mulai penelitian, tetapi juga mulai

menulis. Evans dan Gruba (2002) menyatakan tiga manfaat yang bisa didapat ketika penelitian

dan menulis berjalan secara simultan. Manfaat itu digambarkan sebagai berikut:

When research and writing go on simultaneously, there are three potential benefits. … (First) arguing out
your ideas in writing will help you to think more constructively about them. It will help you to identify the
process that enabled you to reach these insights, and you will know that you will have to bring them out in
your reviews of existing theory or practice. All of this should lead to sharper research questions or
hypotheses and better design of your research program. The second benefit is that if you start to write it at
an early stage you will be well into your writing before you have done your own surveys or experiments.
Therefore, … you will not be faced with the formidable task of “getting started” on your writing when you
have all but finished your research because you will have started long ago. You will be getting valuable
feedback on your ideas and writing throughout your candidature. The third benefit is that it will help you to
give shape to your project, including the thesis that reports on it, at an early stage (Evans & Gruba,
2002:20).

Supaya proses menulis dan penelitian bisa berjalan secara simultan, Evans dan Gruba (2002)

juga menyarankan untuk melakukan beberapa hal berikut.

78
1. Menulis draft pendahuluan. Berkaitan dengan penulisan pendahuluan, seperti yang akan

diterangkan dalam Bab Tujuh mengenai menulis pendahuluan, ada dua pendapat, yakni,

pendapat yang menggangap pendahuluan sebaiknya ditulis di akhir danpendapat sebaliknya

bahwa pendahuluan sebaiknya ditulis di awal, tetapi kemudian direvisi lagi di akhir. Mayoritas

penulis (lihat Rudestam & Newton, 1992; Thomas & Brubaker, 2000; Roberts, 2004; Calabrese,

2006; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield, 2007, dan banyak lagi penulis lain yang

tidak bisa disebutkan di sini) mendukung pendapat yang kedua. Kita sebaiknya menulis

pernyataan masalah, tujuan dan cakupan penelitian, serta tahap-tahap yang akan dilalui untuk

mencapai tujuan itu. Kita mungkin belum yakin ketika menulis pendahuluan ini, karena kita

mengira pendahuluan tesis atau disertasi akan dimodifikasi lagi nanti setelah penelitian atau

pekerjaan kita selesai. Tetapi hal ini jangan menghambat kita untuk menulis “draft”

pendahuluan. Yang harus kita lakukan adalah mulai menulis.

2. Ketika kita telah membaca pustaka dan menulis tulisan mengenai setiap topik yang akan

dibahas, kita akan mengetahui lebih banyak tentang penelitian kita, dan mungkin akan

mengubah tujuan penelitian kita. Kita akan mempunyai gagasan yang jauh lebih baik tentang

bagaimana membatasi gagasan kita. Tulisan yang kita tulis tidak akan terbuang, pasti akan

banyak dipakai dalam tesis atau disertasi, walaupun pasti kita akan perlu merevisi atau

mengubahnya.

Dalam hal prinsip atau kebiasaan menulis tesis setelah melakukan penelitian, yang umumnya

dipegang oleh para pembimbing, terutama dalam eksperimental sciences, Evans dan Gruba

mengatakan bahwa kebiasaan ini “die hard” (2002:23) di antara para pembimbing. Beberapa

79
pembimbing, tambah Evans dan Gruba, bahkan tidak mendorong mahasiswanya menulis sampai

mereka menyelesaikan eksperimennya. Kalau kita melakukan ini, menurut Evans dan Gruba

(2005:23), kita akan terancam bahaya menulis tesis yang hanya berkisar tentang hasil

eksperimen, dan mengabaikan mengatakan kepada pembaca tentang banyak tahap yang dilalui

dalam mendapatkan hasil itu.

Namun demikian, Evans dan Gruba juga memperingatkan bahwa kita jangan sampai tidak

“persistent” atau teguh pendirian dan mulai lagi-mulai lagi dengan topik yang berlainan (2002:

25-27). Evans dan Gruba menulis tentang mahasiswa yang selalu mengubah topik penelitiannya

sebagai berikut:

They start an introduction, look at it, and then start writing another introduction! They get caught in a
seemingly endless cycle of starting and restarting, each time thinking that they must get this right before
they can do anything. It is at this point that they often come for help (2002:27).

Evans dan Gruba (2002: 2-3) menyarankan bahwa kita bisa memulai menulis dengan cara

membaca topik yang akan diteliti, setelah itu tulisan awal biasanya berisi tentang ulasan dari

hasil karya yang ada dalam topik yang akan ditulis. Evans dan Gruba juga menyarankan bahwa

kita sebaiknya tidak membaca kumpulan abstrak mengenai topik yang akan dibahas atau

kronologi tentang perkembangan teori dari topik yang akan dibahas. Kedua aktivitas ini, menurut

Evans dan Gruba, tidak akan mengarahkan kita kepada mempresentasikan “state of the art”

dalam topik yang kita teliti (istilah State of the art dalam penulisan tesis dan disertasi akan

dibahas lebih lanjut dalam Bab Delapan mengenai menulis kajian pustaka).

Selain itu peringatan dari Kamler dan Thomson (2006) mengenai kata writing up dalam

penulisan disertasi (yang juga relevan dengan penulisan tesis) tampaknya perlu juga diperhatikan

80
supaya kita tidak terjebak dengan istilah atau konsep itu. Kata writing up, menurut Kamler dan

Thomson, menyesatkan mahasiswa dan berdampak negatif mengingat beberapa hal berikut:

1. Kata Writing up mengaburkan fakta bahwa menulis tesis dan apalagi disertasi doktor

merupakan proses berpikir. Menulis bertujuan untuk mengetahui apa yang kita pikirkan.

2. Kata Writing up mengaburkan fakta bahwa menghasilkan tulisan yang berbetuk tesis dan

disertasi merupakan kerja keras.

3. Writing up mengaburkan fakta bahwa penulisan disertasi doktor tidak transparan. Dalam

hal ini Kamler dan Thomson (2006:4) menegaskan bahwa peneliti tidak hanya menulis

“the truth” atau kebenaran saja, dan bahasa bukan medium transparan sebagai alat untuk

menggambarkan dan mengkomunikasikan temuan. Fakta juga bukan sesuatu yang sudah

tersedia, menunggu peneliti. Apa yang diciptakan oleh proses menulis merupakan

representasi tertentu dari sebuah kenyataan. Data diproduksi dalam proses menulis, dan

bukan ditemukan. Dan data itu, serta teks yang selanjutnya ditulis dibentuk dan dibuat

oleh peneliti melalui seleksi berkali-kali tentang apa yang harus dimasukkan dan tidak

dimasukkan, pertimbangan ke depan dan ke belekang, dikutip dan tidak dikutip. Pilihan-

pilihan ini, tambah Kamler dan Thomson, sering mempunyai dimensi etika dan

menimbulkan isu yang membutuhkan perhatian secara sadar dari penulis tesis atau

disertasi. Masalah ini, tegas Kamler dan Thomson, tidak bisa dibayangkan dalam istilah

sederhana dan netral seperti “writing up”. Tulisan yang baik, seperti dikatakan oleh

Joseph (1999:101) memerlukan kesabaran, disiplin dan latihan serta ditulis berkali-kali

yang memerlukan waktu yang lama.

81
Kesimpulan

Bab ini telah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan masalah akademik dan perlu

dilakukan oleh penulis tesis dan disertasi sebelum mulai melakukan penelitian atau mulai

menulis tesis dan disertasi. Bab ini telah memperlihatkan bahwa menulis tidak bisa dipisahkan

dari proses penelitian. Sejak pemilihan topik, sampai pada penulisan draftt – mulai draftt pertama

sampai draftt akhir tesis atau disertasi, peneliti menulis. Bab ini juga telah memaparkan

pentingnya peran pembimbing dan pemahaman mahasiswa tentang metode penelitian dalam

membantu kelancaran mahasiswa menyelesaikan proyek penelitiannya.

82
BAB 4: PERAN FEEDBACK (MASUKAN) DALAM MENULIS
TESIS DAN DISERTASI

Pendahuluan

Bab ini akan membahas salah satu aspek yang sangat penting peranannya dalam membantu

mahasiswa menyelesasikan tesis atau disertasinya. Tidak seperti bab-bab lain dalam buku ini,

bab ini tidak hanya penting untuk mahasiswa, tetapi juga untuk para dosen yang menjadi

pembimbing tesis atau disertasi.

Peran feedback dalam penulisan tesis dan disertasi

Pemberian feedback terhadap tulisan mahasiswa merupakan praktek pedagogis yang sangat

penting dalam pendidikan tinggi (Coffin dkk, 2003:102, lihat juga Murray, 2002; Johnson,

2003; Beach & Friedrich, 2006; Murphy, 2007; Paltridge & Satirfield, 2007), dan di dalam

konteks pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing, pemberian feedback

sering dianggap sebagai salah satu tugas guru yang paling penting (Hyland, 2003:177). Hyland

mengatakan:

Providing feedback is often seen as one of the ESL writing teacher‟s most important tasks, offering the kind
of indovidualised attention that is otherwise rarely possible under normal classroom conditions. Writers
typically intend their texts to be read, and in the classroom feedback from readers provides opportunities
for them to see how others respond to their work and to learn from these responses. This kind of formative
feedback aims at encoutaging the development of students‟ writing and is regarded as critical in improving
and consolidating learning (Hyland, 2003:177).

Pentingnya peran feedback terhadap tulisan siswa atau mahasiswa, di Australia misalnya,

diperlihatkan dengan ditulisnya sebuah buku yang berjudul Responding to students‟ writing yang

diedit oleh Brenton Doecke (1999) dimana dalam buku ini dibahas mengenai berbagai cara

memberikan masukan atau merespon tulisan siswa. Selain itu beberapa buku juga memberikan

83
perhatian yang cukup besar terhadap cara memberikan feedback kepada tulisan siswa atau

mahasiswa (lihat Kress, 1982, 1985; Moore, 1999; Nunan, 1999).

Dalam proses menulis tesis atau disertasi khususnya, Murray (2002: 16-17, lihat juga Brown,

2006; Paltridge & Stairfield, 2007) menegaskan pentingnya pembimbing memberikan feedback

terhadap tulisan mahasiswa bimbingannya, terutama bagi mahasiswa yang menulis dalam bahasa

Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Feedback ini akan sangat menolong kalau

diberikan sejak awal tahap penulisan tesis atau disertasi, walaupun mahasiswa belum menulis

banyak. Murray (2002) menegaskan:

Supervisors should give you feedback on your writing. ...This will be variable. It might be helpful to discuss
feedback on writing at an early stage, even if you have not written much. The discussion will give (students)
insights into what supervisor is looking for and, perhaps equally importantly, it will give them (supervisor)
insight into how (students) see writing.

Supervisor should help their students set writing goals from the start of the doctorate (or masters degree)
and all the way through to the end. This will help students to see the stages ahead of them. The long term
goals can help students to plan their writing, while the short term goals make it manageable. Whatever the
goals, the key point is that they are discussed and agreed by student and supervisor. Otherwise everything
remains undefined, many aspects of writing are unspoken and the students may form the impression that
they just cannot write well enough.

Supervisors should try to motivate you (students) to start writing and to keep writing throughout the
project. However, they may not want to put you under too much pressure. They may feel that you have
enough to do setting up the research or reading piles of books and papers and may agree to defer writing
to a later stage. This may be a mistake. If writing is part of learning, you will miss out on an opportunity to
develop your understanding. If writing is a test of learning, you may have no measure of how you are
building up your knowledge (2002: 16-17).

Murray (2002: 70) juga menambahkan bahwa sebagai immediate audience dari tesis atau

disertasi yang ditulis oleh mahasiswa bimbingannya, pembimbing mempunyai tanggung jawab

untuk membaca tulisan mahasiswanya dan memberi masukan dalam jangka waktu yang bisa

diterima. Pembimbing juga bisa memberi masukan tidak hanya berkaitan dengan isi, tetapi

membuat tulisannya lebih “writerly, lively and interesting” (Kamler & Thomson, 2006:143).

84
Peran feedback dalam membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan menulisnya telah pula

ditegaskan oleh Cafarella dan Barnett (2000) yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:53)

bahwa feedback yang diberikan oleh pembimbing merupakan elemen yang paling signifikan

dalam membantu mahasiswa yang menulis tesis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing

untuk memahami proses scholarly writing dan dalam meningkatkan atau memperbaiki

kemampuan menulis akademiknya. Paltridge dan Stairfield (2007), dengan mengikuti Asmar

(1999) menegaskan bahwa mahasiswa penting mendengarkan saran-saran dari pembimbing

dalam tahap-tahap awal dari proses penulisan. Paltridge dan Stairdfield juga mengutip hasil

penelitian yang dilakukan oleh Riazi (1997) yang menemukan bahwa mahasiswa Iran yang

menulis tesis bahasa Inggris menemukan feedback dari pembimbing sangat membantu

mengembangkan kemampuan bahasa Inggris mereka dan komentar dari pembimbing merupakan

sumber yang sangat penting untuk memperbaiki tidak hanya isi dan gagasan, tetapi juga

penggunaan bahasa dan organisasi retorik dari tulisan itu.

Bagi mahasiswa yang menulis tesis atau disertasi dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing,

seperti mahasiswa bahasa Inggris di Indonesia, bantuan atau feedback yang diperlukan mungkin

lebih banyak ketimbang mahasiswa penutur asli (Murray, 2003:17; Brown, 2006). Untuk itu,

dalam proses penulisan tesis atau disertasi, pembimbing seyogianya mengetahui sejak dini

kemampuan menulis mahasiswanya, dengan cara meminta mahasiswa untuk menulis. Hal ini,

menurut Murray, akan membantu pembimbing menilai standar tulisan mahasiswanya. Walaupun

menekankan pentingnya teman atau peers sebagai sumber feedback, Hyland (2003:178)

menegaskan bahwa tanggapan tertulis dari guru memainkan peranan penting dalam tulisan

bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Hyland mengatakan:

85
Many teachers do not feel that they have done justice to students‟ efforts until they have written substantial
comments on their papers, justifying the grade they have given and providing a reader reaction. Similarly,
many students see their teachers‟ feedback as crucial to their improvement as writers (2003:178).

Manfaat feedback yang diberikan selama proses penulis tesis atau disertasi atau proses menulis

pada umumnya telah pula dibahas oleh Beach dan Friedrich (2006: 222-230). Beach dan

Friedrich menegaskan bahwa feedback yang diberikan oleh guru atau dosen akan menentukan

apakah mahasiswa akan melakukan revisi terhadap tulisannya, suatu proses yang sangat penting

untuk memperbaiki tulisan atau tesis atau disertasinya. Feedback yang diberikan pada draftt

terakhir saja tidak memperbaiki kualitas tulisan mahasiswa. Beach dan Friedrich (2006:223)

mengatakan, “It also became clear that the nature and quality of the teachers‟ feedback during

the composing process is critical to whether students revise.”

Kapan bisa mulai mendapat feedback?

Feedback terhadap tesis atau disertasi sebaiknya didapat sejak awal penulisan tesis atau disertasi.

Menurut Hamilton dan Clare (2003c), Allison dan Race (2004), Paltridge dan Stairfield (2007),

serta Wellington dkk (2005), bimbingan dari tutor atau pembimbing sangat penting mulai dari

tahap perencanaan sampai pada tahap-tahap selanjutnya dari proses penelitian. Mahasiswa

disarankan untuk membicarakan topik penelitiannya dengan calon pembimbing, dan yang lebih

penting lagi adalah “mendengar apa yang dikatakannya ketika kita berinteraksi dengan mereka”

(Hamilton & Clare, 2003c:192, lihat juga Paltridge & Stairfield, 2007).

Pentingnya masukan atau feedback, khususnya yang berkaitan dengan topik penelitian

diperlukan mulai dari awal penelitian (Paltridge & Stairfield, 2007:58). Dengan mengutip

Stevens dan Asmar (1999), Paltridge dan Stairfield mengatakan bahwa peneliti awal (novice

86
researcher) ada kecenderungan untuk terlalu ambisius dalam menentukan topik penelitian (lihat

juga pembahasan mengenai memilih topik di Bab Tiga dari buku ini).

Dengan nada yang sama, Allison dan Race (2004:3) mengatakan bahwa untuk mendapatkan

feedback, mahasiswa harus memperlihatkan tulisannya dari awal. Allison dan Race mengatakan:

Keep showing people your draftt. It‟s never too early to get feedback in your early draftts. In fact

it‟s much better to get feedback on your first thought rather than on your twenty first thought

(2004:3).

Selain itu, selama proses penulisan tesis atau disertasi, feedback mungkin sebaiknya difokuskan

pada isi ketimbang pada hal-hal yang bersifat mekanik (surface matters) (Beach & Friedrich,

2006:223). Dengan mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh Mylnarczyk (1996), Beach

dan Friedrich menegaskan:

When a teacher shifted away from a focus on surface matters to provide open-ended comments on content,
the college student in one study made more substantive revisions than when the teacher commented only on
form (2006:223).

Selain dari manfaat di atas, feedback (terutama yang positif) juga penting untuk meningkatkan

harga diri mahasiswa, yang merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam mendorong

mahasiswa untuk dapat menyelesaikan studinya (Goldwasser, 2006:57). Goldwasser, dengan

mengutip Maslow mengenai hierarki kebutuhan, mengatakan bahwa “Giving and receiving

feedback, whether it is personal or professional helps people to feel appreciated for what they

know, what they do and perhaps above all, who they are” (Golswasser, 2006:57).

Jenis feedback

87
Berkaitan dengan jenis feeedback yang bagaimana yang perlu diberikan kepada mahasiswa,

penelitian yang dilakukan oleh Ivanic dkk (2000), serta Lea dan Street (2000) yang dikutip oleh

Coffin dkk (2003: 118) menemukan bahwa fedback untuk tulisan mahasiswa memiliki beberapa

ciri, yang kalau digabung, bisa mendorong terciptanya hubungan kolegial antara mahasiswa dan

dosen. Ciri-ciri ini adalah:

Pertanyaan yang melibatkan mahasiswa dalam debat, misalnya:

“Why do you think ...?”, “What would happen if …?” “What do you think the

implications would be …?”

Komentar yang agak halus, seperti “Perhaps …you may like to consider …” “A fuller

explanation might help here”, mungkin lebih baik dibanding dengan kalimat direktif

“Explain”, “Linkage”.

Penggunaan kata ganti pertama seperti I: (I‟d suggest here …) yang menunjukkan

bahwa ada banyak kemungkinan jenis feedback sebagai pendapat penulis (Coffin dkk,

2003:118, lihat juga pembahasan yang hampir sama dari Hyland, 2003:179 mengenai

preferensi siswa dan penggunaan feedback).

Namun demikian, seperti aspek feedback yang lain, menurut Coffin dkk (2003: 118) penggunaan

bahasa juga perlu diperhatikan dalam konteks dan tujuan pengajaran yang khusus. Selain itu,

komentar yang diberikan juga mungkin perlu dipertimbangkan sesuai dengan tahap penulisan

tertentu. Misalnya, pertanyaan yang mengundang mahasiswa dalam debat yang kadang-kadang

disebut dengan open questions mungkin bisa digunakan dalam penulisan draftt pertama untuk

mendorong munculnya gagasan, daripada dalam draftt terakhir.

88
Coffin dkk (2003) juga menegaslan bahwa cara memberi feedback sangat berkaitan dengan

konsepsi belajar dan mengajar dan hubungan antara dosen dan mahasiswa. Bahasa feedback

yang digunakan dapat menunjukkan hubungan hierarkikal antara dosen dan mahasiswa, yang

menunjukkan adanya perbedaan “power” antara dosen dan mahasiswa atau bahasa yang dapat

menciptakan adanya hubungan kolegial dimana dosen berusaha untuk “membangun rasa dalam

mahasiswa sebagai masyarakat akademis” (Ivanic dkk, 2000, dikutip oleh Coffin, 2003:118).

Dalam memberikan feedback, Hyland (2003:183), dengan mengutip Zamel (1985)

memperingatkan bahwa supervisor harus berperan tidak hanya sebagai guru bahasa, tetapi juga

sebagai guru menulis. Mengingat kesalahan grammar atau tata bahasa merupakan masalah yang

paling nyata dalam tulisan bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua, maka sering

dosen menanggapi kesalahan itu, sehingga lebih fokus pada form. Dengan mengutip Truscott

(1966), Hyland mengatakan bahwa error corerrection tidak effektif dalam membantu

memperbaiki tulisan siswa atau mahasiswa.

Feedback tertulis dosen atau guru, menurut Hyland (2003:185) hendaknya menanggapi semua

aspek dari tulisan mahasiswa, yang meliputi: struktur, organisasi, gaya atau cara penulisan, isi

dan cara penyajian. Namun, tambah Hyland, dosen atau pembimbing tidak perlu menekankan

semua aspek dalam setiap draftt dari setiap tahapan penulisan.

Ada beberapa asumsi yang sering terjadi dalam menghadapi mahasiswa pascasarjana yang

kadang-kadang membuat pembimbing merasa tidak perlu memberi feedback. Untuk mahasiswa

89
pascasarjana, khususnya mahasiswa doktor, Murray (2003:13) mengatakan bahwa asumsi-

asumsi itu di antaranya adalah:

Mahasiswa doktor (atau magister) sudah bisa menulis.

Semua usaha untuk memperbaiki tulisan bersifat remedial.

Tulisan pertama yang diberikan kepada pembimbing oleh mahasiswa merupakan bab

draftt.

Kemajuan mahasiswa diindikasikan dengan jumlah bab yang ditulisnya.

Mahasiswa pascasarjana (khususnya mahasiswa Doktor) merupakan ‟natural loner‟ dan

‟independent thinker‟.

Dengan mahasiswa yang pintar, dosen atau pembimbing memberi sedikit komentar

terhadap tulisannya.

Masalah yang berkaitan dengan written expression dapat ditunjukkan kepada mahasiswa.

Mahasiswa akan tahu bagaimana membetulkannya.

Menulis draftt merupakan kunci (tetapi jarang dibahas).

Menurut Murray (2003) asumsi seperti ini mungkin bisa berlaku dalam beberapa kasus, dan

beberapa dari asumsi ini bahkan mungkin mendekati kebenaran. Namun demikian, Murray

menambahkan bahwa asumsi-asumsi seperti ini tidak semuanya membantu mahasiswa dalam

menulis tesisnya. Hal-hal seperti ini lebih baik dibicarakan dengan pembimbing.

Menurut pengalaman penulis dalam menulis disertasi, walaupun mahasiswa S3 atau S2 itu sudah

dewasa dan mandiri, bimbingan secara eksplisit sangat dibutuhkan dalam kelancaran membuat

tesis atau disertasi sehingga setiap tahap dalam pembuatan tesis itu bisa lancar. Karena itu,

90
prinsip explicit teaching dalam mengajar menulis (termasuk dalam membimbing tesis dan

disertasi), seperti yang ditekankan oleh para pendukung pendekatan genre-based (Christie, 1990,

2005; Derewianka, 1990; Christie & Joyce, 2000; Feez, 2002; Gibbons, 2002; Martin & Rose,

2005, 2007) dalam mengajar menulis perlu juga ditekankan. Mungkin pembimbing perlu secara

eksplisit memberikan arahan yang jelas dan eksplisit tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh

mahasiswa supaya mahasiswa tidak kehilangan arah dan tahu apa yang harus dilakukan.

Feedback dari teman

Dewasa ini saran tentang pentingnya feedback yang diberikan oleh teman (peer) semakin marak.

Kenyataan bahwa para guru atau dosen kadang-kadang sangat sibuk sehingga tidak mempunyai

waktu untuk memberi feedback terhadap tulisan mahasiswanya (Hyland 2003; Beach &

Friedrich, 2006:229), sering membuat dosen menyarankan mahasiswa untuk mendapat feedback

dari teman. Manfaat peer feedback dalam pembelajaran menulis dalam bahasa Inggris sebagai

bahasa kedua telah dilaporkan dalam beberapa penelitian (lihat misalnya Leki, 1992, 2001).

Manfaat itu di antaranya adalah bahwa siswa/mahasiswa dapat menerima feedback dalam situasi

yang tidak menakutkan, dan membuat mereka bisa memahami bagaimana orang lain membaca

gagasannya dan apa yang perlu mereka perbaiki; mereka juga bisa mendapatkan keterampilan

tentang menganalisis dan merevisi tulisan mereka sendiri (lihat juga Hyland, 2003; Beach &

Frierdrich, 2006 untuk pembahasan yang sama).

Namun demikian, menurut Beach dan Friedrich (2006:229) siswa atau mahasiswa yang memberi

feedback perlu latihan dalam strategi memberikan feedback spesifik dan deskriptif serta

keterampilan dalam kerja kelompok untuk bekerja sama dengan teman. Kalau tanpa pelatihan,

91
mahasiswa mungkin hanya bisa memberikan feedback yang sifatnya judgmental atau feedback

negatif atau hanya memberikan pujian hanya untuk menghindari hubungan sosial yang kurang

baik di antara mereka.

Dengan nada yang sama, Hyland (2003) juga menegaskan kenyataan bahwa mahasiswa atau

siswa pada umumnya kurang berpengalaman secara retorik (rhetorically inexperienced). Hal ini,

tambah Hyland, bisa membuat mahasiswa mungkin hanya memfokuskan perhatiannya pada

masalah-masalah pada tingkat kalimat ketimbang masalah gagasan dan organisasi. Selain itu,

karena teman itu bukan guru yang terlatih, komentar mereka terhadap tulisan temannya mungkin

tidak jelas dan kurang membantu atau bahkan terlalu kritis dan sarkastik (Leki, 1992; lihat juga

Hyland, 2003) dan menurut Hyland (2003), revisi yang dilakukan oleh siswa yang mendapat

feedback dari teman hanya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat “surface changes”.

Berdasarkan pengamatan penulis dalam membimbing tesis, hal ini memang terjadi dan

mahasiswa sering mengatakan bahwa kalau kurang merasa terbantu kalau mereka meminta saran

dari temannya tentang tulisan yang mereka buat.

Pemberian feedback, seperti dikatakan oleh Paltridge dan Stairfield (2007:58), dengan mengutip

Stevens dan Asmar (1999), sebaiknya diberikan sejak awal penulisan tesis. Sebabnya adalah,

seperti telah dikemukakan beberapa kali dalam buku ini, bahwa peneliti baru cenderung memulai

penelitian dengan proyek penelitian yang terlalu besar dan ambisius (lihat bagian tentang

memilih topik). Sementara itu, menurut Stevens dan Asmar (1999),”wiser heads know that a

good thesis project is ‟narrow and deep‟ (dikutip oleh Paltridge dan Stairfield, 2007:58).

92
Feedback yang diberikan pembimbing akan banyak jenisnya, mengenai tulisan kita, dan ini akan

menuntut revisi dan perubahan yang berbeda pula (Brown, 2006:102). Kita mungkin akan

menemukan bahwa sebagian dari komentar atau saran yang diberikan oleh pembimbing

menjengkelkan, tetapi, menurut Brown, kita sebaiknya jangan lupa bahwa pembimbing

bermaksud membantu, membuat kita memikirkan kembali apa yang kita tawarkan ke pembaca

dan bagaimana kita melakukannya. Brown menambahkan bahwa tidak ada gunanya kalau kita

mengharapkan feedback, tetapi kemudian kita mengabaikannya. Kalau kita tidak yakin dengan

apa yang harus dilakukan, tambah Brown, maka kita sebaiknya kembali bertanya kepada

pembimbing tentang apa yang dimaksudkannya. Tetapi yang harus diingat, menurut Brown

adalah bahwa pembimbing bukan editor, walaupun pembimbing yang ideal, seperti dikatakan di

Bab Tiga, adalah mereka yang juga mau membaca secara seksama tesis atau disertasi yang kita

tulis.

Selain itu, kalau kita belum jelas tentang masukan yang kita dapat, menurut Brown (2006:103),

mungkin kita juga belum menjelaskan kepada pembimbing jenis feedback yang kita perlukan.

Walaupun tidak ada jaminan bahwa kita akan mendapatkannya, tetapi paling tidak kita bisa

memperjelas kepada diri kita sendiri tentang apa yang mau kita lakukan.

Kesimpulan

Bab ini telah memaparkan dan menekankan manfaat serta peran feedback dalam membantu

mahasiswa menyelesaikan tesis dan disertasinya. Bab ini juga telah menekankan bahwa masukan

yang didapat dari pembimbing tentang tulisan mahasiswa seyogianya diberikan sejak awal

penulisan tesis dan disertasi.

93
Bab ini juga telah mengemukakan bahwa walaupun masukan dari teman penting, dalam kasus

pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua, yang juga berlaku untuk

mahasiswa Indonesia yang menulis tesis dan disertasi dalam bahasa Inggris, masukan dari dosen

pembimbing merupakan masukan yang paling diperlukan. Jenis masukan yang diberikan

seyogianya disesuaikan dengan tahapan penulisan tesis dan disertasi. Untuk draftt awal,

misalnya, masukan yang berkaitan dengan isi serta gagasan mungkin sebaiknya ditekankan,

kemudian dalam tahap-tahap selanjutnya bisa bergerak pada masukan yang bersifat teknis,

seperti tata bahasa, ejaan dan sebagainya.

Setelah kita yakin akan mendapat bimbingan dari pembimbing, maka sekarang kita bisa mulai

memikirkan apa itu tesis dan disertasi serta bagaimana menulisnya, di bawah bimbingan dari

pembimbing. Dengan demikian, bab selanjutnya dari buku ini, yakni Bab Lima, akan membahas

tesis serta beberapa hal terkait cara penulisannya.

94
BAB 5: TESIS DAN DISERTASI: DEFINISI DAN
PENULISANNYA

Pendahuluan

Bab-bab sebelumnya dari buku ini telah membahas beberapa hal yang perlu diperhatikan,

direncanakan dan dipikirkan serta dilakukan sebelum mulai menulis tesis dan disertasi. Bab ini

akan membahas tentang aspek yang berkaitan dengan tesis atau disertasi serta penulisan tesis dan

disertasi. Beberapa aspek itu di antaranya adalah: Definisi tesis atau disertasi, dan hakekat

menulis disertasi. Dalam pembahasan akan diperlihatkan bahwa beberapa penulis mengenai

penulisan tesis dan disertasi mengatakan bahwa selama ini belum ada definisi yang jelas

mengenai tesis atau disertasi. Namun demikian, berdasarkan sistesis teori penulisan tesis dan

disertasi, bab ini akan mencoba memberikan satu definisi tesisi dan disertasi yang relevan

dengan istilah tesis dan disertasi dalam konteks pendidikan di Indonesia. Bab ini akan diakhiri

dengan pembahasan mengenai beberapa hal terkait hakekat penulisan tesis dan disertasi.

Definisi “tesis” dan “disertasi”

Mengenai definisi tesis dan disertasi, selama ini belum ada definisi yang jelas mengenai “apa

yang dimaksud dengan tesis atau disertasi” (Anderson & Poole, 2001; Evans & Gruba, 2002:3;

Murray, 2002). Namun demikian, berdasarkan sintesis dari beberapa sumber mengenai

penulisan tesis dan disertasi, ada beberapa definisi tesis dan disertasi yang mungkin relevan

dengan istilah tesis dan disertasi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Definisi itu diberikan oleh

Davinson (1977:11). Dengan mengutip definisi disertasi dan tesis dari Randon House of the

English language, Davinson mengatakan:

95
Dissertation is a written essay, treatise or thesis especially one written for the degree of doctor of
philosophy, and A Thesis is a dissertation on particular subject in which one has done original research, as
one presented for a diploma or degree especially a master‟s degree (1977:11).

Dengan mengutip definisi dari Oxford English Dictionary, Davinson juga mengatakan bahwa

secara histories, disertasi berarti “diskusi atau debat” atau “wacana tertulis atau pembahasan

mengenai suatu subjek atau masalah yang dibahas dengan panjang lebar” atau “a treatise,

sermen, or the like” (1977:11). Sementara itu, tesis, menurut Davinson, merupakan proposisi

yang dinyatakan, terutama sebagai tema yang akan dibahas atau dibuktikan atau dipertahankan.

Di banyak negara seperti Amerika Serikat (Harvard University), Massachusset Institute of

Technology, University of Illinois, menurut Davinson, istilah tesis dipakai untuk tingkat magister

dan istilah disertasi untuk tingkat doktor. Di Australia, sepengetahuan penulis, istilah tesis bisa

dipakai untuk tingkat master maupun doktor.

Namun demikian, menurut Rhedding-Jones (2005:130-131) disertasi bisa juga dipakai untuk teks

tertulis yang dihasilkan oleh mahasiswa tingkat magister atau doktor dan dengan disertasi inilah,

mahasiswa diberi gelar magister atau doktor oleh universitas. Disertasi, menurut Rhedding-

Jones, mengandung tesis, yang merupakan inti dari isi dan pemaparan tekstual dari disertasi dan

argumen yang menjadi dasar lulus atau tidaknya mahasiswa calon pemegang gelar master atau

doktor. Sementara itu, disertasi, tambah Rhedding-Jones, mengandung kajian dari pustaka

akademik, landasan teori untuk penelitian, argument mengenai metodologi tertentu, pilihan dari

data penelitian, analisis dan interpretasi kritis atau dekonstruksi dari data penelitian, dan temuan

baru atau kesimpulan baru yang seharusnya bersifat teoretis.

96
Selain itu, menurut Murray (2002:100), tesis berarti “an integrated argument that can stand up

to critique” (2002:100). Setiap tesis membuat proposisi dan setiap proposisi harus membahas

berbagai pandangan, termasuk pandangan yang berlawanan. Bentuk tesis mendorong penulis

untuk mengantisipasi adanya sanggahan ketika hasil karya mereka keluar untuk ditelaah oleh

orang lain. Sebuah tesis merupakan gagasan sentral yang membuat tesis itu sebagai satu

keasatuan.

Salah satu kata “warning” atau peringatan tentang tesis adalah bahwa “Tesis merupakan

argumen yang secara tradisional harus dibuktikan” (Murray, 2002:100). Namun demikian,

menurut Murray (2002), istilah ini, dengan beberapa perkecualian, tidak dipakai dalam tulisan

akademik. Penelitian kita, dan dengan demikian tulisan kita, tambah Murray, bersifat

kontekstual dan bahkan contingent (2002:100). Dengan kata lain, ketika kita meneliti, kita tidak

membuktikan sesuatu sepanjang waktu dan di semua tempat, tetapi memperlihatkan,

mengatakan, dan membuat interpretasi yang masuk akal dan dipikirkan dari apa yang kita

temukan dalam analisis teks, substansi, orang atau kejadian. Untuk itu, tambah Murray,

mungkin akan bermanfaat kalau kita mengingat bahwa dalam menulis tesis atau disertasi, kita

memasuki debat dan ada banyak orang yang mungkin tidak setuju dengan tulisan kita, sehingga

kita hanya tidak boleh mengabaikan hasil karya orang yang tidak setuju dengan kita, tetapi harus

secara eksplisit dan direct membahasnya. Kita, menurut Murray, harus membahas dasar dari

ketidaksetujuan itu dalam tulisan kita, dengan memperlihatkan dimana hasil karya kita posisinya.

Kata seperti “suggest” merupakan kata dalam debat (Murray, 2002:100-101; lihat juga saran

Hamilton (2003:35 tentang apa yang harus ditulis dalam argumen tesis).

97
Berkaitan dengan argumen yang dibangun dalam tesis atau disertasi, Maner (1996, dikutip

dalam Hamilton, 2003:35) mengatakan bahwa argumen penelitian yang efektif tidak bersifat

statis, tetapi berkembang atau berevolusi dalam teks. Hamilton menyarankan bahwa teknik

mengungkapkan argumen hendaknya diawali dengan mengatakan gagasan penelitian secara garis

besar dan relatif belum dikembangkan. Kemudian, penulis secara progresif membuat argumen

itu lebih komplesks melalui modifikasi dan pembatasan, dan akhirnya mengungkapkan kembali

argumennya dalam kesimpulan dengan bentuk yang “evolved”.

Isu mengenai orijinalitas dalam tesis dan disertasi

Orijinalitas merupakan kriteria utama dan kata kunci dalam hasil karya akademik terutama pada

tingkat doktoral (Murray (2002:52-53). Tesis atau disertasi, tambah Murray, harus

memperlihatan bahwa hasil karya itu “in some way original”. Sebuah tesis atau disertasi bisa

dikatakan orijinal, menurut Philip dan Pugh (1994) dan Murray (2002) bisa dilihat berdasarkan

beberapa kriteria seperti terlihat dalam Tabel 5.1 di bawah ini.

Tabel 5.1. Kriteria Orijinalitas


Orijinalitas
Kita mengatakan sesuatu yang belum pernah dikatakan oleh orang lain.
Kita melakukan karya empiris yang belum dilakukan sebelumnya.
Kita mensintesa hal yang belum pernah disintesa sebelumnya atau “things which have not been
put together before”
Kita membuat interpretasi baru dari gagasan atau hasil karya orang lain.
Kita melakukan di negara ini sesuatu yang baru dilakukan di negara lain.
Kita mengambil teknik yang ada untuk mengaplikasikannya dalam bidang atau area yang baru.
Kita bekerja dalam berbagai displin ilmu dengan menggunakan berbagai metodologi.
Kita meneliti topik yang belum diteliti oleh orang dalam dalam bidang ilmu kita.
Kita menguji pengetahuan yang ada dengan cara original.
Kita menambah pengetahuan dengan cara yang belum dilakukan sebelumnya.
Kita menulis informasi baru untuk pertama kali.
Kita memberi eksposisi terhadap gagasan orang lain.
Kita melanjutkan hasil sebuah karya yang original (dikutip dari Murray, 2002:53; lihat juga
Phillips dan Pugh, 1994; 61-62).

98
Semua definisi ini sebaiknya dianggap random, ketimbang sebagai inti atau „core‟ (Murray,

2002:53) karena mungkin ada banyak definisi lagi tentang orijinalitas bagi penulis tesis atau

disertasi.

Hakekat menulis tesis dan disertasi

Menulis tesis pada dasarnya diklasifikasikan dalam empat kategori (Maner, 1996, 1988, dikutip

oleh Hamilton, 2003:34; Davis & McKay, 1996). Keempat kategori itu adalah:

Narasi: Menceritakan cerita, menghubungkan kejadian dengan urutan waktu, dan

mengatakan signifikansinya.

Deskripsi: mengatakan persepsi dan berkaitan dengan menyusun apa yang kita lihat

menjadi pola yang berarti dan menyampaikannya dalam kata.

Exposisi: menerangkan dengan perkembangan yang logis bagaimana sesuatu

berlangsung atau mengapa sesuatu terjadi. Eksposisi disusun berdasarkan sebab akibat,

benar salah, dan dikotomi lain.

Persuasi: berusaha merubah cara berpikir orang berdasarkan argumen, yakni alasan yang

didukung dengan bukti.

Menurut Hamilton, sangat mungkin bahwa penulis menggunakan semua jenis tulisan itu dalam

satu paper atau tulisannya. Dan elemen dasar dari teks penelitian, tambah Hamilton, adalah

bahwa teks penelitian mempunyai tujuan argumentatif yang berkembang dalam teks secara

keseluruhan, dan didukung oleh teks naratif, deskriptif dan exposisi. Selain itu, menurut

Hamilton, dalam menulis tesis ada kemungkinan kita harus menerangkan tentang apa yang tidak

disetujui oleh orang lain (2003:34).)

99
Menulis tesis, apalagi disertasi, seperti telah disebutkan dalam beberapa bagian sebelumnya dari

buku ini, merupakan satu perjalanan yang panjang dan sulit (Swetnam, 2000; Thomas, 2000;

Murray, 2002; Johnson, 2003; Roberts, 2003; Paltridge & Stairfield, 2007) atau perjalanan

panjang dan berliku (Clarkson, dalam Wellington, dkk, 2005:24). Ilmuwan yang sukses pun,

seperti Charles Darwin mengatakan bahwa seorang naturalis akan mempunyai kehidupan yang

lebih menyenangkan kalau mereka hanya harus mengobservasi dan tidak harus melaporkan hasil

observasinya. Artinya menulis hasil penelitian, seperti tesis dan disertasi merupakan hal yang

sulit.

Menulis disertasi khususnya, merupakan perjalanan yang panjang dari sebuah proses

pembelajaran dan perkembangan pribadi atau “learning and personal growth” (Roberts,

2004:3). Dalam program doktoral khususnya, ada tiga komponen utama, yakni: Proses belajar

yang panjang, penelitian yang orijinal dan penulisan tesis atau disertasi” (Wellington dkk,

2005:14). Hasil dari perjalanan panjang ini, menurut Roberts (2004) dapat membawa kontribusi

serta pencapaian yang luar biasa.

Mendapatkan gelar Doktor merupakan “puncak akademia” (Roberts, 2004:3) dan gelar Doktor

adalah gelar tertinggi yang dianugerahkan oleh universitas mana pun di dunia ini. Namun

demikian, Roberts menambahkan bahwa “This journey to Doctor is difficult with obstacles and

demands along the way; however once completed, the pride and excultation are a life-long

affirmation” (Roberts, 2004:3; lihat juga penjelasan yang hampir sama tentang penulisan tesis

atau disertasi dalam Johnson, 2003, lihat juga Thomas, 2000; Murray, 2002; Paltridge &

Stairfield, 2007). Roberts (2004:16) mengatakan:

100
Completing a dissertation represents the pinnacle of academic achievement. It requires high level skills of
discernment and critical analysis, proficiency in at least one research method, and the ability to
communicate the results of that research in a clear, cohesive manner. No previous writing experiences
prepare you for such a challenging and rigorous task. Basically, it‟s a “learn-and grow-as you-go”
process ( 2000:16).

Roberts (2004:3) juga menggambarkan proses perjalanan penulisan disertasi sebagai proses yang

tidak berbeda dengan pendakian gunung yang sulit. Dengan proses yang panjang, yang

menghabiskan waktu satu sampai 2 tahun, bahkan bisa 3 sampai 4 tahun (bagi mereka yang

mengambil full research seperti di Australia), Roberts mengatakan:

The journey is arduous and long, usually one to two years from beginning to end, and it is easy to become
frustrated, exhausted and discouraged. It is grueling-definitely not for anyone who lacks commitment or
peseverance. Those who successfully scale the peak are those willing to put in long hours and hard work
(2004:3). … Climbing a mountain peak is a powerful metaphor; it represents the path to growth and
transformation. The obstacles encoutered along the way embody the challenges that help expand your
thinking and your boundaries. The risks are substantial, the sacrifices great.However, the view is
magnificent from the top and is reserved for those courageous adventures who dare to challenge their own
limits. Ultimately, though, it‟s the journey itself that results in “self-validative delight” not just standing at
the top. Once you are there, you will not be the same person or ever again look at the world in the same
light” (Roberts, 2004:5, lihat juga pernyataan yang hampir sama dari Swetnam 2000 tentang pentingnya
komitmen serta kerja keras dan being organized dalam menulis tesis atau disertasi ).

Namun demikian, Roberts menambahkan bahwa menulis disertasi merupakan pengalaman

transformatif pribadi dan bisa merupakan satu peak experience yakni “one of those fulfilling

moments, moments of highest happiness and fulfilment” (2004:4). Dengan mengutip Abraham

Maslow, Roberts mengatakan bahwa “A peak experience is felt as a self-validating, self

justifying moment which carries its own intrinsic value with it … The experience makes the pain

worthwhile”. Selain itu, dengan mengutip Robert Schuller (1980), Roberts mengatakan bahwa

peak experience merupakan “experience of success, achievement, and accomplishment which

feeds your self-esteem, which then expands your self-confidence … . It‟s an experience that

leaves you with an awareness that you are more than you even thought you were.”

101
Menurut Maslow, seseorang yang mengalami a peak experience merasakan kebahagiaan yang

sangat besar, “not only does the person having peak experience feel better, stronger and more

unified, but the world looks better, more unified and honest” (lihat Goble, 2004:72, dan Wilson,

2004). Menurut Maslow, “A peak experience is “any experience of real perfection, of any

moving toward the perfect justice or toward perfect values tends to produce a peak experience”

(dikutip oleh Goble, 2004:72).

Banyak prestasi dan kegembiraan yang bisa dicapai selama perjalanan penyelesaian disertasi

atau tesis, misalnya saat ketika kita mendapatkan topik untuk diteliti, proposal diterima, dan

banyak lagi pengalaman intelektual yang menyenangkan selama proses perjalanan penyelesaian

tesis atau disertasi.

Menulis tesis atau disertasi juga sama dengan menulis jenis teks yang lain, yakni merupakan

proses yang tidak beraturan dan tidak linier (Gibbons, 2002) atau menurut Johnson (2003) “a

very messy process”. Semua penulis pada awalnya pasti pernah mengalami kesulitan mencari

kata, gagasan, dan organisasi tulisannya. Menurut Johnson (2003), sangat sedikit dari kita yang

seperti Mozart, yang dapat menulis langsung sekali jadi. Semua proses menulis bisa dikatakan

melalui tahap yang hampir sama, yang bisa digambarkan sebagai berikut:

-Pre-Writing: Tahap ini sama pentingnya dengan tahap menulis. Dalam tahap ini penulis

mungkin bisa melakukan brainstorming, membuat semantic web, berbicara tentang gagasan atau

ide kepada teman untuk membantu menyusun gagasan dalam kepala kita dan mengetahui

102
beberapa unsur yang mungkin tertinggal. Tahap ini juga termasuk mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya yang dapat membantu kita untuk memutuskan apa yang akan kita tulis.

Kebanyakan penulis tesis merasa tidak tahu dan tidak punya gagasan untuk ditulis pada tahap

awal proses menulis tesis atau disertasi, dan hal ini bisa berlangsung lama (Murray, 2002:15).

Untuk memerangi hal seperti ini, Murray (2002:16) menyarankan bahwa penulis dapat membuat

beberapa pertanyaan berikut untuk membantu mereka mulai menulis. Pertanyaan-pertanyaan ini

di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Apa yang paling saya minati?


Buku atau makalah/artikel yang suka saya baca selama ini dan saya menikmati membacanya
adalah … .
Gagasan yang ingin saya tulis adalah … .

2. Apa yang ingin saya lakukan dengan apa yang saya minati atau gagasan yang saya miliki … .
Yang ingin saya teliti adalah … .
Inilah gagasan atau pandangan atau perasaan saya tentang topik ini … .

3. Pertanyaan yang ingin saya kaji adalah … .


Yang ingin saya lakukan adalah … .
Yang ingin saya katakan adalah … .
Saya ingin mengetahui apakah …(Dikutip dari Murray, 2002:16; lihat juga Paltridge dan
Stairfield, 2007

Dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas, maka kita bisa mulai menilai

tentang apa yang kita miliki serta apa yang sebenarnya menjadi minat penelitian kita. Dengan

cara seperti ini kita akan bisa memilih serta mulai mengerucutkan masalah yang ingin kita teliti.

-Draftt Pertama: Sloppy Copy

Draft pertama merupakan tahap ketika kita membuat gagasan kita tertulis di kertas. Kalau draft

pertama tidak berantakan dan teratur, maka menurut Johnson (2003:7) kita mungkin telah

menulis draft pertama dengan salah. Draft pertama bertujuan untuk menggenggam ide atau

gagasan kita supaya gagasan itu tidak hilang.

103
-Revisi: revisi berarti melihat lagi. Dalam merevisi, Johnson (2003:7) menyarankan bahwa kita

hendaknya berharap nerevisi minimal empat kali, tetapi biasanya kita bisa merevisi sampai 10

atau 15 kali. Ketika kita merevisi, menurut Johnson, sebaiknya kita tidak memikirkan dulu

mekanik, seperti ejaan dan tanda baca, tetapi hendaknya memfokuskan perhatian pada

organisasi logis dan melihat apakah kalimat yang ditulis masuk akal.

-Editing: Editing merupakan tahap akhir proses menulis. Dalam mengedit tesis atau disertasi,

atau tulisan yang lain, kita sebaiknya berkonsentrasi dengan tata bahasa, tanda baca, penggunaan

kata dan kutipan. Selain itu, kita juga bisa meminta orang lain membaca tulisan kita karena kita

sering tidak bisa melihat kesalahan yang kita buat karena kita sangat kenal dengan tulisan kita.

Dengan demikian, kita akan mendapat banyak manfaat kalau tesis atau disertasi kita dibaca oleh

orang lain.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tesis dan disertasi

Dalam proses menulis tesis atau disertasi, seperti dikatakan oleh Murray (2002), Glatthorn &

Joyner (2005) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti yang akan dibahas berikut ini.

Tujuan dan Pembaca

Tujuan dan pembaca merupakan kunci dalam setiap tindakan komunikasi (Murray, 2002).

Apapun yang dikatakan, dan tidak dikatakan sangat ditentukan oleh pembaca dan tujuan dari

komunikasi yang kita lakukan. Tujuan komunikasi dari menulis tesis atau disertasi, seperti

dikatakan oleh Glatthorn dan Joyner (2005: 5, lihat juga Paltridge, 2005 untuk pembahasan yang

hampir sama) adalah melaporkan hasil penelitian. Kita tidak menulis untuk membujuk atau

menghibur, atau mengekspresikan perasaan, tetapi untuk menginformasikan.

104
Dengan fungsi ini, maka sangatlah jelas, bahwa kualitas utama dari tesis adalah kejelasan, bukan

kreativitas, walaupun, seperti dikatakan beberapa kali sebelumnya, unsur kreativitas penulis juga

berperan dalam membantu menciptakan tulisan yang berterima. Pentingnya memahami tujuan

penulisan tesis dan disertasi, juga ditegaskan oleh Cantor (1993: 1) di awal penjelasannya

mengenai penulisan teks akademik. Cantor mengukuhkan bahwa “Penulis teks akademik yang

berhasil mempunyai tujuan yang jelas untuk pembaca. Mereka tahu mengapa mereka menulis

dan penerbitan apa yang bisa dilakukan untuk karir mereka”. Dengan mengutip Hanson (1987),

Cantor menambahkan bahwa kejelasan dari tujuan menulis memberi penulis energi, semangat

dan ketekunan yang merupakan faktor yang menggiring keberhasilan.

Berkaitan dengan pembaca untuk penulisan tesis atau disertasi, Murray (2002) menyebutkan tiga

kelompok pembaca: Pembaca primer, sekunder dan pembaca segera atau pembaca pertama atau

“immediate reader”.

Pembaca primer adalah komunitas ilmiah (scholarly community). Dalam hal ini, Glatthorn dan

Joyner (2005: 6) mengatakan bahwa “The dissertation (thesis) is a report or research intended

primarily for scholarly audience”. Pembaca ini menentukan standar dan juga mungkin

menentukan agenda penelitian. Orang yang bekerja di bidang yang kita tulis adalah pembaca

yang akan paling tertarik dengan tulisan kita. Tentu mereka juga akan merupakan pembaca yang

paling kritis. Secara realistis, bagaimanapun bagusnya tulisan kita, sebaiknya kita berharap untuk

mendapatkan kritik yang positif maupun negatif tentang tulisan kita.

105
Pembaca sekunder adalah penguji eksternal. Menurut Murray (2002), penulis tesis atau disertasi

sebaiknya melihat penguji dari luar (khususnya bagi penguji disertasi kalau dalam konteks

pendidikan di Indonesia) sebagai wakil dari masyarakat ilmiah dari pada sebagai seseorang

dengan standar idiosinkrasi, walaupun hal ini ada unsur benarnya juga. Dengan memposisikan

penguji eksternal seperti ini, maka kita akan bisa membuat penguji sebagai target dari tulisan

kita. Dalam beberapa hal, menurut Glatthorn dan Joyner (2005) pembaca ini merupakan

pembaca paling penting dari tesis atau disertasi yang ditulis. Sementara pembaca lain mungkin

hanya membaca sekilas saja tesis kita, pembaca ini akan menguji tesis kita dari halaman ke

halaman tesis atau disertasi kita.

Pembaca segera (Immediate Audience) bagi tesis atau disertasi yang dibuat oleh mahasiswa

pascasarjana adalah tentu pembimbing. Menurut Murray (2002:70) dalam mengatakan peran

pembimbing bagi mahasiswa doktoral khususnya, yang juga relevan untuk mahasiswa magister

adalah bahwa, “Supervisors have a responsibility to read your work and give you feedback on it

within a reasonable length of time, throughout your doctorate”. Masalah peran pembimbing dan

peran feedback masing-masing dapat dilihat kembali di Bab Tiga dan Empat.

Selain dari pembaca di atas mahasiswa disarankan juga untuk mencari pembaca ideal, yakni

seorang pembaca yang suportif tapi kritis untuk tesis atau disertasi yang ditulisnya, dan dia juga

sekaligus merupakan orang yang akan memberi dukungan dan juga masukan bagi tesis atau

disertasi yang dituli.

Strategi “three part structure” dalam menulis tesis dan disertasi

106
Untuk menambah kejelasan dari setiap bagian dalam tesis atau disertasi, maka perlu ditekankan

strategi three part structure (Thomas, 2000, Christie dalam komunikasi pribadi dengan penulis,

dan lihat juga Martin, 1992; Martin & Rose, 2003) dalam menulis setiap bagian tesis atau

disertasi. Hal ini meliputi “telling them what you are going to tell them (mengatakan apa yang

akan dibahas), telling them (membahasnya) and telling them what you have told them (dan

mengatakan kembali apa yang telah dibahas)”. Strategi ini, menurut Thomas bisa dipakai

sebagai struktur dalam komunikasi tulisan maupun lisan, seperti kuliah.

Selain dari strategi three part structure di atas, yang berkaitan dengan struktur organisasi tesis

atau disertasi, ada juga beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan penulisan

kalimat, yakni berkaitan dengan cara penulisan argumen atau pernyataan supaya argumen atau

pernyataan yang ditulis dapat diterima. Pentingnya kemampuan menulis argumen telah

dikemukakan oleh para pakar berpikir kritis dan teori menulis (lihat Bizzell, 1992; a,b, 2003)

yang mengatakan bahwa bagaimanapun bagusnya hasil temuan penelitian, bahkan di bidang sain

sekalipun, kalau peneliti tidak dapat menuliskannya dalam argumen yang dapat diterima, maka

temuan penelitian itu tidak akan bisa dikenal dan berkembang. Kemampuan menulis argumen,

menurut Bizzell (1992, lihat juga Bazerman, 1988; Kelly & Bazerman, 2003) memainkan peran

yang menentukan dalam wacana akademik. Dengan mengutip Thomas Kuhn, Bizzell

menegaskan:

One could not say that a theory prevailed because it was presented in discourse so transparent that the
convincing power of the evidence supporting the theory was conveyed in the most unfiltered way. Rather,
one would have to say that a theory prevailed because it and its supporting evidence were presented in
discourse that argued the way scientists were prepared by training, by their socialization to their
discipline, to hear a position argued ( Bizzell, 1992: 9).

107
Senada dengan Bizzell, Paltridge dan Stairfield (2007:52) mengatakan bahwa penulis tesis atau

disertasi perlu memahami bahwa tulisan mereka akan dievaluasi oleh pembacanya, khususnya

oleh penguji dalam hal pernyataan atau argumen yang mereka buat. Untuk itu, menurut

Paltridge dan Stairfield, penulis tesis dan disertasi perlu menggunakan hedging dalam tesis atau

disertasinya. Hedging akan dibahas berikut ini.

Hedging

Hedging memainkan peranan yang sangat penting dalam penulisan tesis dan disertasi dalam

bahasa Inggris, khususnya bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Dengan mengutip Mullins dan

Kiley (2002:385), Paltridge dan Stairfield menegaskan:

Experienced examiners are careful to check for links between the Introduction, in which students state
their intentions, and the conclusion where the intentions should have been realized. Moderating their
claims becomes very important as they should neither “boost” their claims too strongly, or overgeneralise,
nor should they fail to make them with the appropriate force to convince the reader of the value of the
claim being made. This is where the linguistic resources known as “hedges” becomes extremely important
to the second language thesis writers as they learn how to adjust the strength of their claims in relation to
their audience and communicative purpose (2007:52).

Perlunya penggunaan hedging dalam tesis atau disertasi juga telah dibahas oleh beberapa penulis

dan peneliti (lihat Hyland, 2000b, 2003, 2004; Murray, 2002; Cooley & Lewcowicz, 2003;

Glatthorn & Joyner, 2005:144; Lim, 2005; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield,

2007). Mereka menyarankan bahwa penulis teks akademik harus menyeimbangkan dengan tepat

antara keyakinan atau percaya diri dengan tentativeness (lihat Glatthorn dan Joyner, 2005; Lim,

2005). Cooley dan Lewkowicz (2003:78) mengemukakan dua alasan utama mengapa peneliti

perlu menggunakan hedging dalam melaporkan penelitiannya. Kedua alasan itu adalah:

1. Peneliti perlu rendah hati (modest). Penelitian atau experimen yang telah kita lakukan

mungkin tidak bisa memberikan jawaban yang pasti terhadap pertanyaan penelitian yang

kita kemukakan atau tidak merupakan penjelasan satu-satunya untuk temuan yang kita

amati. Kalau kita tidak menunjukkan kerendahan hati, kita akan tampak sombong dan

108
cenderung mengabaikan pembaca. Dengan rendah hati, kita mengakui bahwa temuan kita

hanya salah satu poin saja dari dari bidang ilmu atau pengetahuan yang begitu besar dan

luas.

2. Kita perlu berhati-hati dalam mencegah rasa malu karena bisa saja kita terbukti salah

setelah kita membuat pernyataan yang terlalu kuat. Kehati-hatian juga bisa melindungi

reputasi kita dan juga pembimbing. Kalau penelitian selanjutnya, berdasarkan temuan

atau teknologi baru menunjukkan bahwa interpretasi kita pada kenyataannya tidak

benar, kita akan sangat malu kalau kita telah menyatakan bahwa temuan kita merupakan

jawaban yang pasti (Cooley & Lewkowicz, 2003:78).

Banyak penulis disertasi, seperti dilaporkan Glatthorn dan Joyner (2005), yang terjebak untuk

mengklaim terlalu banyak. Misalnya dengan mengatakan bahwa masalah yang mereka teliti

merupakan masalah yang paling penting, kebutuhannya paling mendesak, penelitiannya

membuktikan bahwa tidak diragukan lagi temuannya benar. Untuk menghindari ini, menurut

Glatthorn & Joyner (2005) dan Hyland (2000a,b), penulis tesis dan disertasi sebaiknya

menggunakan bahasa “tentativeness” seperti di bawah ini:

it is likely that …
it seems obvious here …
one tentative conclusion that might be drawn… .
It might be suggested that …

Hedging, menurut Hyland (2000b; 2004) mengindikasikan fakta bahwa penulis teks akademik

tidak hanya mengkomunikasikan gagasan atau ide, tetapi juga sikap penulis terhadap gagasan itu

dan juga terhadap pembaca (2000b:83). Penyataan yang memakai hedging memberi ruang

kepada pembaca untuk negosiasi, dan menandai pernyataan yang sifatnya provisional

109
(2000b:85). Hyland, berdasarkan analisis teks akademik dari berbagai disiplin ilmu,

mengklasifikasikan hedging ke dalam tiga kelompok:

Content-oriented hedges: memperhalus hubungan antara isi yang bersifat proposisional dan

konsepsi masyarakat wacana tertentu mengenai bagaimana dunia eksternal itu. Jenis hedging ini

juga disebut sebagai “writer-oriented hedges” mengingat dalam hal ini penulis perlu membuat

pernyataan seakurat mungkin dalam tesis atau disertasinya untuk mengantisipasi pandangan yang

berlawanan dengan yang ditulis. Jenis hedging ini tumpang tindih dengan jenis hedging

accuracy- oriented seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Contohnya:

These may possibly correspond to nucleation on the substrate surface …


This effect implies that each $100 change in welfare benefits is associated …
Another conceivable reason for this decrease could be a change in … (Hyland, 2000b:84).

Accuracy-oriented hedges: Hedging yang memungkinkan penulis untuk menyatakan

pernyataannya dengan presisi yang lebih besar dalam bidang yang sering rancu dan tidak pasti.

Jenis hedging ini sangat penting untuk menyatakan pernyataan yang kurang meyakinkan dengan

indikasi reliabilitas yang tepat.

Contohnya:

The analysis assumed that the component was soldered on an … .


Freezing-induced dieback is a plausible explanation … .
The design above suggests specific requirements …
… it seems likely that they have a reduced sallience … .
One possibility is that these communities, may all have similar community … (Hyland, 2000b85).

Reader-oriented hedges menyatakan dimensi interpersonal ketimbang dimensi epistemnik dari

negosiasi pengetahuan. Contohnya:

But I believe that the evidence presented so far is enough to make the case …
… we suggest that some of these differences may be attributable to changes in …
In conclusion it is my contention that … (Hyland, 2000b:85).

110
Jadi, hedging, menurut Hyland (2000b) merupakan ciri yang penting dari tulisan akademik

karena hedging memungkinkan kita membuat pernyataan dengan presisi yang tepat, kehati-

hatian dan juga modesty (kerendahan hati).

Walaupun memberikan saran yang sama dengan Hyland (2000b), tentang penggunaan hedging

dalam tulisan, Glatthorn dan Joyner (2005) dan para penulis lain dalam teori berpikir kritis,

sepeti Reichenbach (2001) juga menyaraknan jangan terlalu banyak menggunakan tentativenss

dengan menggunakan qualifier dalam setiap pernyataan. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner

(2005) memberikan contoh sebagai berikut:

Terlalu percaya diri: The study proves that schools are loosely coupled systems.

Terlalu tentative: One conclusion that might be drawn from this study is that this particular
school, on the basis of this investigation, seemed to have elements of
organisational structure that might enable to be characterised in general as a
“loosely coupled system,” although there were clearly aspects of tight coupling
manifest in certain parts of the system.

Pernyataan yang lebih baik: The findings suggest that most of the organisational element of
this school were only loosely linked, so that it might be generally characterised as
“loosely coupled” (Glatthorn & Joyner, 2005:1440).

Murray (2002:234) juga menyarankan beberapa contoh bagaimana menggunakan hedging

sebagai cara yang diterima yang memungkinkan kita mengklaim keberhasilan tanpa berkata-kata

banyak, seperti dalam pernyataan-pernyataan berikut:

This suggests that: …The findings show that …


The limitations of the study were. ….
Although there were limitations in … there were nevertjheles interesting …. (Murray, 2002:234).

Selain itu, menurut Glatthorn dan Joyner (2005; lihat juga Johnson, 2003), tesis atau disertasi

harus memberi kesan bahwa “The writer is an informed and knowledgable person who knowws

the norms and convenstions of the profession, who has done some interesting and useful

111
research, but who has the good sense to be suitably modest about it” (2005:143). Untuk

mencapai hal ini, menurut Glatthorn dan Joyner, ada beberapa saran sebagai berikut:

1. Berusaha untuk menulis dengan jelas. Tulisan akademik yang baik adalah “lucid”, bahkan

untuk orang yang tidak ahli dalam bidang yang ditulisnya sekalipun. Kejelasan berkaitan

dengan cara menyusun kalimat sehingga setiap bagian dari apa yang ditulis berkaitan satu

sama lain. Kejelasan juga berkaitan dengan memilih kata sehingga kata-kata itu dapat

dimengerti dengan mudah. Kejelasan juga muncul ketika kita menyusun setiap bagian

dengan cara sistematik dan membuat susunan itu jelas kepada pembaca. Menurut Thody

(2006), “The scientific style has seemingly unassailable logic and clarity which demonstrate

analytical, synthetic and critical thinking, the hallmark of a good academic”.

Salah satu cara yang sering dipakai oleh para penulis handal untuk membuat tulisannya jelas

bagi pembaca, seperti dilaporkan oleh Hyland (2000) adalah menggunakan “signposts”

(Hyland, 2000b:48) untuk membantu pembaca memahami argumennya. Menurut Hyland,

penulis mempunyai tugas untuk memberikan pernyataan transisi ketika bergerak dari satu

gagasan ke gagasan lain dan secara teratur menempatkan tanda dalam teks sehingga pembaca

dapat melihat bagaimana penulis menjadikan teksnya sebagai satu kesatuan yang

berkesinambungan. Tanda ini disebut sebagai “metadiscourse marker” (Hyland, 2003:48)

dan berfungsi secara eksplisit mengorganisasikan teks dan memberikan komentar tentang

teks itu dengan menggunakan berbagai ciri linguistik sebagai berikut:

Sequencing points: mengurutkan gagasan: first, second, next, last (pertama,

kedua, terakhir)

112
Connecting ideas: menghubungkan gagasan: however, therefore, on the other

hand) (namun demikian, untuk itu, di sisi lain)

Showing what the writer is doing: memperlihatkan apa yang dilakukan oleh

penulis: to summarise, in conclusion, for example) (Singkatnya, kesimpulannya,

misalnya)

Reviewing and previewing parts of the text (mereviu dan menyatakan terlebih

dahulu bagian-bagian dari teks yang ditulis): in the last section we … , here we

will address … ) (Dalam bagian terakhir dari tulisan ini kita telah …, Dalam

bagian ini kita akan membahas … )

Commenting on content (mengomentari isi): You may not agree that ..., it is

surprising that … (Anda mungkin tidak setuju bahwa …, Sangat mengejutkan

bahwa … ) (Hyland, 2003:48).

2. Memperhatikan kedewasaan atau “maturity” (Glatthorn & Joyner, 2005) dalam setiap kalimat

yang dibuat. Hal ini juga berkaitan dengan kejelasan dan harus diseimbangkan antara

kejelasan dan kedewasaan pernyataan. Mungkin kita bisa menulis dengan cara yang

sederhana yang akan jelas dan mudah dibaca, tetapi ada kemungkinan bahwa tulisan kita

akan tampak kurang matang (immature) untuk pembaca disertasi kita.

3. Memperlihatkan sense of formality. Tulisan disertasi atau tesis merupakan tulisan formal,

sehingga selalu ada ekspektasi bahwa kita menulis tidak dengan cara informal atau coloquial.

Dalam bahasa Inggris, misalnya, contraction sebaiknya tidak digunakan, seperti “He isn‟t, it

didn‟t, they haven‟t” dan sebagainya (lihat juga saran dari Thomas & Brubaker, 2000;

Burton, 2002).

113
Mereka yang menulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing, seperti mahasiswa di

Indonesia, mungkin memerlukan bantuan ekstra dari para pembimbingnya tentang tulisan

yang mereka buat. Supaya pembimbing dapat segera memberikan bantuan yang diperlukan,

seperti telah dikatakan dalam beberapa bagian sebelumnya dari buku ini, kita sebaiknya

segera menyerahkan tulisannya kepada pembimbing dari awal masa penulisan tesis atau

disertasinya. Dengan demikian, kita dapat segera memperoleh feedback tentang tulisan kita.

Berkaitan dengan feedback, Johnson (2003:53) menulis:

Getting feedback on writing assignments gives beginning writers a sense of audience. Here they are able
to see how the writing plays inside the head of a reader. Also other people are often able to help generate
idea that might not have been considered.

Pembahasan mengenai peran feedback dalam tulisan mahasiswa dapat dilihat kembali di Bab

Empat dari buku ini.

4. Membaca tulisan yang baik. Hal ini akan membantu penulis awal untuk memulai

memikirkan bentuk, struktur dan gaya yang dipakai oleh penulis lain, mengembangkan

perbendaharaan kata dan membantu menggali pemahaman mengenai tata bahasa.

5. Menyimak orang lain yang berbicara dengan baik. Hal ini juga akan membantu

mengembangkan perbendaharaan kata dan memberikan contoh yang berkaitan dengan

bentuk dan struktur kalimat.

6. Menulis sebanyak dan sesering mungkin. Mengorganisasikan gagasan, menuliskannya dalam

satu kesatuan yang utuh dalam kertas, dan menulis merupakan cara tercepat dan paling

efektif untuk mengembangkan keterampilan menulis. Menurut Johnson, orang tidak akan

bisa menjadi penulis yang baik tanpa banyak melakukan latihan (2003:53). “Menulis dimulai

dengan mengatakan sesuatu dan keterampilan untuk mengatakannya” (Hamilton & Clare,

114
2003a:1). Keterampilan untuk mengatakan sesuatu dalam tulisan ini tidak bisa muncul secara

tiba-tiba, tetapi didapat melalui latihan.

Pentingnya menulis juga dirasakan oleh para penulis buku teks (lihat Richardson, Morgan &

Fleener, 2006:332) yang mengatakan bahwa menulis sebaiknya tidak hanya dianggap sebagai

alat evaluasi laporan penelitian, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman.

Ricahrdson, Morgan dan Fleener (2006:332) menegaskan:

We learn more about our field of knowledge as we wrote this book. We discovered ways to express the
information that we wanted to share, with readers; before we draftted this text, we did not know all
that we would write. In a similar way, readers learn as they read. Because both reading and writing
can assist comprehension (2006:332).

7. Menggunakan bahasa yang objektif dan subjektif. Dalam tulisan akademik biasanya penulis

menggunakan objective stance (Johnson, 2003:33). Namun demikian, ada juga saat ketika

penulis sangat tepat menggunakan subjective stance. Objektif berarti impartial atau tidak

memihak. Walaupun mungkin pendapat kita sangat subjektif, menurut Johnson, sebaiknya

kita berusaha untuk membiarkan gagasan dan informasi yang berbicara untuk mereka

sendiri. Kita sebaiknya tampak sebagai pemberi informasi yang tidak bias, dan hal ini dapat

membantu menciptakan makalah yang jauh lebih kuat.

Berkaitan dengan objektivitas, Mauch dan Park (2003:261) mengatakan bahwa penulis harus

objektif baik terhadap pekerjaannya maupun terhadap pekerjaan orang lain. Objetivitas,

menurut Mauch dan Park merupakan syarat dari bisa dipercaya atau tidaknya apa yang kita

tulis.

115
Berikut adalah contoh dari Johnson (2003:33-34) mengenai beberapa pernyataan yang dapat

dikatakan efektif dan kurang efektif dalam tulisan akademik berdasarkan objektivitasnya:

Pernyataan kurang efektif: In my opinion, the Wizard of Oz is the best movie ever made. I really like
the story line because it is so well developed. And who can forget all the
memorable characters? The music and dance numbers are fantastic and
help to produce an effect which I found very enjoyable (Johnson, 2003:33-
34 ).

Pernyataan lebih efektif: The Wizard of Oz is a classic movie. The story line is strong, the characters
are well developed, and the music and dance numbers add greatly to the
overall effect (Johnson, 2003:33-34).

Selain itu, Johnson (2003) juga menyarankan bahwa tulisan akademik juga harus

menghindari beberapa pernyataan sebagai berikut:

“Letter to the editor syndrome”: yang kadang-kadang dimulai dengan pernyataan yang

bersifat menghakimi dan kata-kata buzzword (kata baru yang mulai sering dipakai) secara

emosional. Gaya penulisan ini melemahkan argumen yang kita tulis dan hanya meyakinkan

mereka saja yang memang sudah yakin. “Those who agree with your position will continue

to agree, while those who have a different position will be put off” (2003:33). Contohnya:

Pernyataan yang kurang efektif: I really believe that congress should pass an amendment against the
disgusting act of burning the American flag. This outrageous
behaviour is an insult to our brave men and women who have died
for our great nation.
Pernyataan yang lebih efektif: Congress should pass an amendment against flag burning out of
respect for those who have died in the service of our country.

Pernyataan yang mengandung nilai atau Value Statements (Johnson, 2003:34). Dalam

pernyataan seperti ini, peneliti biasanya mengatakan keyakinannya tanpa memberikan

dukungan terhadap pernyataannya. Walaupun pernyataan itu memang merefleksikan

keyakinan atau nilai yang dianut oleh penulis, pernyataan itu bisa dibuat lebih kuat dengan

menghilangkan “value words” seperti: must, should dan need to be. Pernyataan yang kita

116
buat akan lebih baik kalau kita hanya mengatakan gagasan dan mendukung gagasan itu.

Misalnya:

Pernyataan yang kurang efektif: Teachers really should use ability groups.

Pernyataan yang lebih efektif: Using ability groups helps teachers meet the needs of
the students.

Pernyataan kurang efektif: A study by Smith (1998) reveals a startling statistic:


students spend an average of only ten minutes a day in
authentic reading materials.

Pernyataan yang lebih efektif: A study by Smith (1998) showed that students spend an
average of 10 minutes a day in authentic reading
experiences. Increasing this substantially will enhance
students‟ reading ability.

Pernyataan yang kurang efektif: Educators need to recognize other forms of


intelligence.

Pernyataan yang lebih efektif: Recognising other forms of intelligence will help
educators develop the full potential of all their students.

8. Memahami perbedaan bahasa lisan dan tulisan (Johnson, 2003: 38). Bahasa tulisan

berbeda dengan bahasa lisan dalam banyak hal. Bahasa tulisan, seperti dikatakan oleh

Tannen (1984; 2001); Halliday (1985b); Kress (1985, 1989); Eggins (1994), bersifat

permanen dan dengan salah satu hakekatnya itu, bahasa tulisan lebih elaborate dan lebih

tersusun. Menulis memungkinkan kita untuk menguji pikiran kita, sehingga tulisan kita

bisa diuji, dianalisis, dibentuk, dievaluasi, diedit, dipilih, dan disusun sebelum tulisan itu

diberikan. Sekali tulisan itu diberikan, maka pikiran kita akan beku sejalan dengan waktu.

Mengingat bahasa tulisan itu diperuntukkan bagi orang-orang yang mungkin jauh dengan

kita, baik dari segi jarak maupun dari segi waktu atau pemahamannya dengan apa yang

kita tulis, seperti dikatakan oleh Kress (1982,1985), maka penulis dituntut untuk menulis

117
dengan sejelas-jelasnya supaya pembaca bisa memahami tulisan kita. Hal ini, menurut

Kress merupakan salah satu faktor yang membuat menulis sulit.

Bahasa lisan tidak permanen dan sering mengandung interaksi dengan manusia lainya.

Bahasa lisan mengandung kalimat yang pendek, kurang formal, dan tidak terorganisasi

dengan baik seperti bahasa tulisan. Kelebihan dari bahasa lisan adalah kita bisa melihat

audience, menilai reaksi mereka terhadap kata-kata yang kita ucapkan, dan membuat

penyesuaian dengan segera. Kelemahan dari bahasa lisan adalah bahwa bahasa itu

membuat kata-kata kita terbang di udara tanpa ada kesempatan untuk menguji atau

membetulkannya (Johnson, 2003:37). Selain itu, mengingat bahasa lisan itu dipakai

dengan orang-orang yang memiliki shared context dengan kita, maka kita tidak perlu

membuat pernyataan yang lengkap yang jelas karena karena lawan bicara sudah

memahami apa yang kita maksud. Hal ini membuat bahasa lisan tidak sesulit bahasa

tulisan (lihat Kress, 1982, 1985).

Penggunaan “I” (Saya) dalam tesis dan disertasi bahasa Inggris

Berkaitan dengan penggunaan “I” (Saya) dalam tesis atau disertasi, beberapa buku mengatakan

bahwa penggunaan “I” tidak dibenarkan, tetapi sekarang banyak penulis yang menggunakan “I”

dalam memaparkan tesis atau disertasinya (lihat Oliver, 2004; Brown, 2006). Menurut Rodrigues

dan Rodrigues (2003:146) mengenai hal ini sebaiknya ditanyakan kepada pembimbing, apakah

mereka suka atau tidak kalau kita menggunakan “I”. Namun demikian, menurut Rodrigues dan

Rodrigues, keputusan apakah kita menggunakan “I” atau kata ganti ketiga, seperti “penulis”

118
atau “the researcher” atau “the writer” harus dibuat sebelum kita mulai menulis draft

(2003:146).

Namun demikian, Kamler dan Thomson (2006:60-64) menjelaskan beberapa permasalahan yang

mungkin muncul kalau tesis atau disertasi menggunakan “I”. Di antaranya adalah bahwa

penggunaan “I” membuat penulis tidak bisa menciptakan “authoritative stance” dan penggunaan

“I” bisa “dengan mudah disalahgunakan atau digunakan terlalu banyak” (2006:61-62). Kamler

dan Thomson memberikan beberapa contoh tesis dan disertasi yang menggunakan “I” seperti

terlihat dalam cuplikan di bawah ini.

Another ethical issue is the question of what constitutes research. Whilst I may make efforts to restrict my
data to that which is gathered through formal means such as interviews, there is no doubt that my prior
knowledge of the participants through my daily work with them will impact upon the meaning that I make
of what they tell me. That I might be considered a peer rather than a superior could be seen to reduce the
likelihood that they will tell me what they think I want to hear. However, this does not prevent me from
interpreting what they tell me to fit with any hypotheses that I might have (Samantha, dikutip dalam
Kamler & Thomson, 2006:61).

Dalam cuplikan di atas, kita bisa melihat bahwa semua kalimat menggunakan I, my atau me.

Berkaitan dengan tulisan ini, dilaporkan oleh Kamler dan Thomson (2006) bahwa pembimbing

memberi komentar seperti ini: “You might refer to some literature here too. This is not just a

problem you have identified” (2006:61). Komentar ini, tambah Kamler dan Thomson

menyiratkan satu masalah bahwa penggunaan “I” oleh penulis, dalam hal ini Samantha, tidak

terkait dengan komunitas keahlian sebelumnya. Samantha berusaha untuk menyatakan

dilemanya dalam hal metodologi, tetapi cara dia menulis seolah-olah bahwa itu hanya

masalahnya saja (“my problem”). Menurut Kamler dan Thomson, tulisan Samantha tidak

menunjukkan adanya interaksi dengan komunitas dan wacana akademik lain, apa yang disebut

dengan metadiscourse oleh Fairclough (1995; 2003). Akibatnya, tambah Kamler dan Thomson,

tulisan ini menjadi naïf, menunjukkan peneliti masih belum berpengalaman, dan menulis

119
pengalamannya sebagai individu. Cara menulis yang tidak melibatkan adanya interaksi dengan

teks atau peneliti lain menghilangkan salah satu ciri teks akademik, yakni “ciri interaktif”

(Hyland, 2000a,b; 2004).

Contoh lain penggunaan “I” juga diberiklan oleh Kamler dan Thomson (2006:61) yang ditulis

oleh mahasiswa doktor yang bernama Patricia, seperti berikut ini:

(i) Deal and Peterson (1994) argue very succinctly that leadership itself is a paradox as it involves working
with so many participants. I could not agree more when I consider leadership in inclusive school.
(ii) To help us explore this concept a little further, I particularly like the following quotation: “Man‟s
capacity for justice makes democracy possible, but man‟s inclination to injustice makes democracy
necessary” (Niebuhr, 1994).

Dari contoh di atas, seperti dikatakan oleh Kamler dan Thomson (2006), mungkin kita bisa

melihat bahwa strategi penggunaan “I” berjalan dengan baik: “Ahli X mengatakan Y dan saya

setuju dengan apa yang dikatakannya.” Kata ganti “I” menunjukkan kehadiran peneliti doktoral

dan menunjukkan pendapatnya. Tetapi, menurut Kamler dan Thomson, apakah kita sebagai

pembaca perlu tahu? Atau apakah kita perlu tahu dengan cara ini? Kita bisa, misalnya

menuliskan kembali contoh 2 tanpa menulis I sebagai berikut:

Niehbur‟s (1994) work is particularly useful to help explore this concept further.

Pernyataan di atas, tambah Kamler dan Thomson, tidak mengandung kata “I” dan hanya kata-

kata Niebuhr. Penulis menggunakan Niebuhr untuk menuliskan kasusnya dan menggunakan

frase evaluatif ”particularly useful” untuk menunjukkan opininya (lihat juga contoh Hyland,

2005 dan Hood, 2005 dalam buku yang berjudul Analysing Academic Writing).

Dari contoh-contoh di atas, bisa disimpulkan bahwa walaupun penggunaan “I” merupakan cara

yang langsung untuk menunjukkan kehadiran peneliti dalam teks yang ditulisnya, penggunaan

120
“I” bisa terlalu banyak dan salah menggunakannya dengan tanpa disadari oleh penulis.

Penggunaan “I” yang terlalu banyak bisa juga mengindikasikan bahwa peneliti lebih penting

ketimbang penelitiannya sendiri.

Kesimpulan

Bab ini telah membahas beberapa hal berkaitan dengan tesis dan disertasi, termasuk definisi dan

beberapa strategi penulisannya. Telah dikemukakan dalam bab ini bahwa walaupun beberapa

penulis mengemukakan bahwa belum ada definisi yang pasti mengenai tesis dan disertasi,

definisi tesis dan disertasi yang dipakai dalam buku ini sesuai dengan konteks pendidikan di

Indonesia, yakni tesis adalah laporan penelitian yang dibuat oleh mahasiswa untuk mendapatkan

gelar magister dan disertasi untuk gelar doktor.

Bab ini juga telah memaparkan beberapa cara dan strategi penulisan pernyataan yang sangat

penting untuk diperhatikan. Di antaranya adalah memperhatikan pembaca, menulis dengan jelas

dan memperlihatkan kematangan dalam pernyataan sehingga pernyataan yang dibuat akan lebih

efektif, dan salah satu di antaranya adalah melalui penggunaan hedging untuk menghindari

pernyataan yang terlalu bombastis. Terakhir bab ini juga telah menekankan mengenai isu

penggunaan I atau “Saya” dalam menulis tesis dan disertasi. Walaupun penggunaan I semakin

banyak dipakai dalam laporan karya ilmiah, penulis seyogianya berhati-hati menggunakannya

karena tidak dalam setiap situasi penggunaan I bisa berdampak pada efektivitas pernyataan.

Selain itu, keputusan penggunaan I atau the writer atau the researcher atau “penulis” atau

“peneliti” sebaiknya dibuat sebelum mulai menulis supaya kita bisa konsisten dalam cara

penulisan tesis dan disertasi.

121
BAB 6: STRUKTUR ORGANISASI TESIS DAN DISERTASI

Pendahuluan

Dalam Bab Lima telah dikatakan bahwa istilah tesis yang dipakai dalam buku ini mengacu pada

laporan penelitian yang ditulis oleh mahasiswa untuk mencapai gelar magister, sementara

disertasi untuk gelar doktor. Sintesis teori penulisan teks akademik, khususnya tesis dan disertasi

(Swales & Feak, 1994; Swetnam,2000; Thomas, 2000; Anderson & Poole; 2001; Evans &

Gruba, 2002; Hinkel, 2002; Murray, 2002; Glatthorn & Joyner, 2005; Pearce, 2005; Thody,

2006; Paltridge & Stairfield, 2007) mengindikasikan bahwa karya tulis ilmiah, khususnya tesis

dan disertasi dapat dinilai atau dianalisis berdasarkan struktur makro, yakni struktur organisasi

secara keseluruhan dan struktur mikro, yakni ciri-ciri linguistik secara rinci dari masing-masing

elemen itu.

Bab ini akan menggambarkan struktur organisasi yang biasa dipakai dalam menulis tesis dan

disertasi. Seperti dikatakan dalam beberapa bagian sebelumnya dari buku ini, struktur serta

penulisan tesis yang dipakai dalam buku ini berdasarkan format konvensional, yang berakar dari

laporan penelitian yang dibuat oleh para ilmuwan di bidang ilmu sains. Pembahasan akan

dimulai dengan fungsi struktur makro atau organisasi tesis, diikuti dengan penjelasan struktur

organisasi tesis, yang di dalamnya akan diperlihatkan bahwa dalam praktek penulisan tesis,

masing-masing penulis akan menerapkan struktur atau elemen-elemen yang ada dalam tesis

dengan cara yang berbeda, terutama dalam memaparkan kajian pustaka dan pemaparan serta

pembahasan data. Tesis atau disertasi pada umumnya memaparkan kajian pustaka dalam satu

122
bab, biasanya di bab dua. Namun demikian, sebagian tesis juga memaparkan kajian pustaka

dalam beberapa bab, seperti dalam tesis yang disebut dengan “topic-based” (Paltridge &

Stairfield, 2007). Selain itu, dalam pembahasan data, beberapa tesis memisahkan data dan

pembahasannya, tetapi dalam buku ini, seperti yang akan dibahas dalam Bab Sebelas buku ini,

diasumsikan bahwa data dan pembahasan data tidak dipisahkan, melainkan dipaparkan dalam

satu bab, yakni data yang dipaparkan langsung dianalisis, sesuai dengan teori yang dipakai.

Fungsi dan jenis struktur organisasi tesis dan disertasi

Struktur makro, atau struktur generik, seperti dikatakan oleh Murray (2002:14) merupakan alat

untuk menulis dan berpikir. Murray mengatakan “The generic structure is a tool for writing and

thinking. As a template, it can help us answer the key questions for a thesis” (2002:14). Selain

itu, struktur organisasi yang baik, seperti dikatakan oleh Christie dan Dreyfus (2007) dan telah

disebutkan dalam pendahuluan dari buku ini, memberi kemudahan kepada pembaca untuk

memahami ide yang dipaparkan oleh penulis.

Tesis atau disertasi pada dasarnya harus mengandung kajian pustaka yang relevan, deskripsi

mengenai apa yang telah dilakukan, apa hasilnya dan pembahasan hasil penelitian dan terakhir

kesimpulan dan saran untuk penelitian yang akan datang (Phillips & Pugh, 1994). Secara

kasarnya, tesis atau disertasi, menurut Phillips dan Pugh, terdiri dari beberapa bagian, yakni:

Introduction (pendahuluan), Literature Review (kajian pustaka), Method (metodologi), Result

(hasil) dan Discussion (pembahasan dan interpretasi data), dan Conclusions (kesimpulan).

123
Senada dengan Phillip dan Pugh, penulis lain seperti Swales dan Feak (1994), Berkenkotter dan

Huckin (1995); Evans dan Gruba (2002); Hinkel (2002); Hyland (2002); Johnson (2003);

Roberts (2004), Pearce (2005); Paltridge dan Stairfield (2007) mengatakan bahwa tesis dapat

dinilai berdasarkan beberapa elemen utama seperti yang dikatakan oleh Phillips dan Pugh di atas

serta satu elemen yang biasanya disimpan di bagian awal tesis atau disertasi, yakni abstrak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paltridge (2005:98) dalam menganalisis tesis

Masters dan Ph.D di Melbourne University, dilihat dari strukturnya, sebenarnya ada empat jenis

tesis yang ditulis di Melbourne University. Keempat jenis itu adalah:

Traditional: Simple (tradisional: Sederhana)

Traditional: Complex (Tradisional: Kompleks)

Compilation of Research Articles (Kompilasi artikel penelitian)

Topic-Based (Berdasarkan topik).

Tiga jenis tesis pertama, menurut Paltridge (2005) merupakan variasi dari jenis tesis yang

mengandung bab pendahuluan dan seterusnya, seperti yang akan diterangkan di bawah ini,

sementara tesis topic-based biasanya diawali dengan pendahuluan, yang diikuti dengan bab-bab

yang diberi judul didasarkan pada sub topik yang diteliti.

Buku ini didasari oleh asumsi bahwa struktur tesis dan disertasi yang ditulis oleh mahasiswa

merupakan salah satu struktur dari variasi tiga jenis tesis pertama seperti yang dijelaskan oleh

Paltridge (2005). Masing-masing komponen serta signifikansi dan kontribusinya terhadap tesis

secara keseluruhan akan dibahas di bawah ini.

124
Komponen dalam tesis atau disertasi

Berikut ini merupakan komponen tesis atau disertasi secara umum yang ditulis dalam bahasa

Inggris, berdasarkan apa yang dipaparkan oleh beberapa penulis, seperti Swales dan Feak

(1994); Berkenkotter dan Huckin (1995); Swetnam, 2000; Evans dan Gruba (2002); Hinkel

(2002); Hyland (2002); Murray, 2002; Johnson (2003); Thomas, 2003; Roberts (2004), Pearce

(2005); Paltridge dan Stairfield (2007). Komponen itu adalah sebagai berikut:

1. Title page (Halaman Judul): terdiri dari judul, penulis, degree requirements (syarat untuk

memenuhi gelar apa, harus disebut) tahun, dan universitas kemana tesis diserahkan.

2. Declaration page (Halaman Deklarasi): halaman yang menyatakan bahwa tesis itu

orsinil.

3. Approval Page (Halaman pengesahan pembimbing): Tandatangan persetujuan

pembimbing. Berkaitan dengan hal ini, di beberapa universitas halaman ini tidak

diperlukan, bahkan pembimbing pun tidak perlu menandatangani tesis yang dibuat oleh

mahasiswa bimbingannya.

4. Abstract (Abstrak)

5. Acknowledgement (Ucapan Terimakasih)

6. Table of Contents (Daftar Isi)

7. List of Figures, Tables (Daftar tabel dan gambar)

8. Dedication page (Optional) (Halaman dedikasi): bersifat opsional, karena banyak tesis

dan disertasi yang tidak membuat halaman khusus untuk menyatakan tesis itu

didedikasikan kepada siapa, karena umumnya penulis mengatakan hal ini di ucapan

terima kasih. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan dalam cara menulis ucapan terima

kasih di Bab Empat.

125
9. Chapter One: Introduction (Pendahuluan)

10. Chapter Two: Review of the Literature (Kajian Pustaka) (berkaitan dengan review of the

literature, ada juga tesis yang memaparkan kajian pustaka dalam beberapa bab, tidak

hanya dalam satu bab, yang disebut dengan ”topic-based literature review” (Evans &

Gruba, 2002; Paltridge & Stairfield, 2007). Hal ini akan dijelaskan dalam Bab Tujuh

yang membahas penulisan kajian pustaka.

11. Chapter Three: Methodology (Metode Penelitian)

12. Chapter Four: Results or Findings (Hasil dan Temuan Penelitian). Dalam beberapa tesis

atau disertasi bab yang memaparkan data dan pembahasan atau analisis data dipisah.

Tetapi dalam buku ini disarankan bahwa penulis memaparkan data dan sekaligus

dianalisis (Swales & Feak, 1994; 2004) untuk mempermudah pemahaman pembaca.

13. Chapter Five: Conclusions, Limitations of the Thesis and Implication for Further

Research: Kesimpulan, Kelemahan Penelitian dan Implikasi atau Rekomendasi Untuk

Pnelitian Selanjutnya.

14. Bibliography (Bibliografi) atau References (Referensi)

15. Appendices (Lampiran)

Isi dari tiap bab biasanya terdiri dari beberapa unsur, seperti terlihat dalam Tabel 6.1 berikut:

Tabel 6.1 Contoh struktur organisasi tesis dan disertasi


(dikutip dari Paltridge & Stairfield, 2007:76)
Chapter 1: Introduction
General background information on the project (Informasi mengenai latar belakang secara umum
dari proyek penelitian. Bagian ini hampir sama fungsinya dengan apa yang disebut “Introduction
to the chapter” (Glatthorn and Joyner, 2005:164).
The Research Problem (Masalah Penelitian)
Purpose of the Study (Tujuan Penelitian)
Hypothesis or Research Questions (Hipotesis atau pertanyaan penelitian)
Scope of the Study (Cakupan penelitian).
Significance of the Study (signifikansi penelitian)
Definitions of Key Terms (Definisi istilah-istilah utama)
Organisation of the Thesis (Organisasi tesis)

126
Chapter 2: Literature Review
General review of relevant literature: Review secara umum mengenai kajian pustaka yang
mendasari penelitian.
Specific topics directly relating to the issue under investigation (Topik spesifik yang langsung
berkaitan dengan isu yang diteliti)
How previous research suggests the study is important to do (bagaimana penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa penelitian yang dilaporkan dalam tesis atu disertasi perlu dilakuakan)
The gap in the research that the study will fill (Gap atau kekosongan dalam penelitian mengenai
isu yang diteliti yang diisi oleh penelitian yang dilaporkan)

Chapter 3: Conceptual framework and/or methodology


Research Design (Desain Penelitian)
Methods used to collect data (Metode yang dipakai untuk mengambil data)
Research instrument (Instrumen penelitian)
Methods used to analyse data (Metode yang digunakan dalam menganalisis data)
Details about who, how, when and why (Penjelasan mengenai siapa, bagaimana, kapan dan
mengapa partisipan itu dipilih).
For ethnography, description of setting and participants (Untuk etnografi, harus ada penjelasan
mengenai partisipan dan tempat).
Issues of ethics and consent: Isu berkaitan dengan masalah etika dan izin penelitian (Di
Indonesia, masalah etika dalam penelitian belum menjadi isu yang serius, sehingga dalam
laporan penelitian, penulis jarang mempermasalahkan etika, khususnya berkaitan dengan
penelitian yang melibatkan orang dalam ilmu sosial).

Chapter 4: Results
The findings of the study, described under themes that emerged from the data, under the research
questions or under the data collection techniques that were used. (Temuan penelitian yang
dipaparkan berdasarkan tema yang muncul, atau berdasarkan pertanyaan penelitian, atau
berdasarkan metode pengambilan data)

Chapter 5:
Discussion and conclusions (Pembahasan dan Kesimpulan)
A restatement of the research problems (Pernyataan kembali masalah penelitian)
A restatement of results (Pernyataan kembali hasil penelitian)
Discussion of what was found in relation to previous research on the topic (Pembahasan apa yang
ditemukan sekaitanan dengan penelitian sebelumnya tentang topik yang diteliti).
Limitations of the study (Kelemahan penelitian)
Im plications for future research (Implikasi/ Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya)

Dari Tabel 6.1 di atas bisa dilihat bahwa struktur tesis yang diberikan berdasarkan format

tradisional yang sederhana (Paltridge & Stairfield, 2007) yang juga termasuk format

konvensional (Thody, 2006). Namun demikian, seperti dikatakan Paltridge dan Stairfield (2007)

ada pula tesis yang ditulis berdasarkan topik atau “‟topic-based” (Paltridge & Sytairfield,

2007:73-75) dimana tesis itu biasanya menyimpan atau memaparkan kajian pustaka tidak dalam

satu bab tetapi dalam beberapa bab dari tesis yang ada. Selain itu, tesis topic-based umumnya

127
tidak mempunyai bab yang khusus memaparkan metodologi atau temuan penelitian serta

pembahasan temuan penelitian secara khusus.

Contoh struktur organisasi tesis atau disertasi topic-based dapat dilihat dalam Tabel 6.2 di bawah

ini:

Tabel 6.2 Contoh struktur organisasi tesis atau disertasi topic-based


(dikutip dari Paltridge & Stairfield, 2007: 71)
Tesis “Topic-Based”

Degree: MA
Study Area: Cultural studies
Title: Unworldly Places: Myth, Memory and the Pink and White Terraces

Chapter 1: Introduction
Diappearing wonders
Chapter 2: Plotting
Travels of Colonial science
Chapter 3: Sightseeing
Tophilic tourism
Site specifics
Painting the place and myth
Souveneering the site
Chapter 4: Astral Travel
Mnemonic tours in the new wonderland
Memory tours
The buried village: Embalmed history
Living out the past
Museumising the past: Sanctioned memory
Chapter 5: Postcript (Sumber, Paltridge, 2002:140, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 71)
Selain itu, dengan komponen yang hampir sama, Evans dan Gruba (2002:12), berdasarkan

pengalamannya membimbing di jurusan sains di Melbourne University, juga menekankan

struktur tesis yang biasa dipakai di bidang sains, seperti biologi, fisika dan juga bidang sosial,

pada empat bagian utama, yakni:

Bagian 1: Pendahuluan

Dalam bab ini peneliti harus memperkenalkan penelitiannya, dimulai dengan mengatakan

masalah peenlitian, tujuan penelitian, pembatasan cakupan penelitian dan uraian singkat

128
mengenai apa yang akan ditulis di bab selanjutnya. Menurut Evans dan Gruba (2002), tiga

sampai lima (3-5) halaman sudah cukup untuk bab pendahuluan ini.

Bagian 2: Latar belakang

Bagian ini merupakan bagian yang diperlukan sebelum kita bisa mengatakan penelitian. Dalam

bagian ini kita akan memposisikan penelitian kita dalam apa yang telah terjadi sebelumnya,

penelitian apa yang sedang terjadi dan bagaimana penelitian dalam bidang yang kita kaji

dilakukan. Bagian ini mungkin diawali dengan uraian sejarah singkat. Kalau penelitian ini

dilakukan di lokasi khusus, kita akan perlu menulis sebuah bab yang menggambarkan

karakterisktik daerah itu. Bagian ini biasanya juga berisi tentang bab yang membahas teori

mutakhir atau praktek mutakhir. Kita mungkin memasukkan hasil penelitian atau survai yang

dilakukan untuk membantu kita merasa di dalam perjalanan menuju pembahasan permasalahan.

Bagian 3: Proyek penelitian

Bagian ini berisi tentang desain penelitian, survai atau tes atau uji hipotesa atau menjawab

pertanyaan penelitian yang dikembangkan dari bab pendahuluan. Kemudian sampailah pada

hasil penelitian atau data penelitian, dan analisis data itu.

Bagian 4: Sintesis

Bagian sintesis mengembangkan kontribusi kita terhadap the state of knowledge dan pemahaman

tentang topik yang diteliti. Bagian ini biasanya berisi tentang pembahasan dimana kita menguji

data yang kita peroleh, dikaitkan dengan pernyataan sebelumnya mengenai subjek seperti yang

129
digambarkan dalam kajian pustaka. Hal ini bisa mengarah pada pengembangan teori baru. Kalau

kita telah membangun sebuah model, bagian ini akan berisi tentang evaluasi model, untuk

melihat apakah yang kita harapkan itu muncul atau cukup. Akhirnya kita akan menarik

kesimpulan dari berbagai pembahasan ini. Hal ini, tentu harus muncul secara langsung dari

pembahasan atau evaluasi. Kesimpulan juga harus berkorespondensi dengan tujuan penelitian

seperti yang dinyatakan dalam bagian pertama. Struktur tesis atau disertasi yang digambarkan

oleh Evans dan Gruba (2002) dapat dilihat dalam Gambar 6.1.

Contoh-contoh struktur tesis atu disertasi di atas menunjukkan bahwa walaupun memakai format

standar, atau apa yang disebut dengan standar konvensional (Thody, 2006), seperti yang

dijelaskan di bagian sebelumnya dari buku ini, cara memaparkannya mungkin berbeda antara

satu penulis dengan penulis lain atau antara satu jurusan dengan jurusan lain, walaupun dalam

satu universitas. Dengan demikian, seperti juga dikatakan dalam

bagian sebelumnya dari buku ini, menulis tesis atu disertasi, walaupun memakai standar dan

mengutamakan rasionalitas dan ojektivitas, unsur kreativitas juga memainkan peranan sejak awal

penelitian, seperti dikatakan oleh Evans dan Gruba (2002); Rhedding-Jones, (2005); Kamler dan

Thomson (2006), dan Thody (2006).

Introduction
Problem Statement
Aim and Scope
Thesis Overview

Background Own Work


History, Geography Design of Own Work
Current theory Results

130
Current Practice

Synthesis
Discussion
Conclusions

Gambar 6.1 Struktur Tesis atau Disertasi dalam Ilmu Fisika, Biologi dan Sosial
(dikutip dari Evans & Gruba , 2002: 13)

Ada beberapa perbedaan tentang penekanan apa yang harus ditulis dalam setiap bab dari tesis

atau disertasi (lihat Johnson, 2003; Murray, 2002; Evans & Gruba, 2002; Glatthorn & Joyner,

2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dalam menganailsa tesis yang dibuat oleh

mahasiswa program pascasarjana, ada perbedaan dalam menyimpan tujuan dan pertanyaan

penelitian dalam beberapa laporan penelitian atau tesis. Sebagian tesis menyimpan tujuan dan

pertanayaan penelitian di bab satu seperti contoh di atas, tetapi ada juga yang di bab tiga, seperti

yang ditulis oleh penulis dalam disertasinya (Emilia, 2005). Tetapi ada juga tesis yang menulis

tujuan dan pertanyaan penelitian dua kali, di bab satu dan di bab tiga. Menurut Calabrese (2006)

hal ini bagus dan sebaiknya dilakukan.

Namun demikian, penulis buku mengenai penulisan tesis dan disertasi umumnya menyarankan

agar penulis tesis atau disertasi memaparkan pertanyaan penelitian hanya satu kali saja. Mereka

umumnya menyarankan bahwa pertanyaan penelitian itu dinyatakan di bab satu. Menurut

penulis, research questions atau pertanyaan penelitian ditulis di satu bab saja, di bab satu atau

bab tiga. Namun, berdasarkan pengalaman penulis, lebih baik pertanyaan penelitian ditulis di

131
bab tiga yang biasanya membahas metode penelitian. Alasannya adalah bahwa metodologi yang

dipakai sebenarnya untuk menjawab pertanyaan penelitian. Jadi kalau pertanyaannya ada di bab

itu, maka pembaca akan dengan mudah melihat apakah metodologi cocok dengan pertanyaan

penelitian yang diformulasikan. Di bab satu cukup dikatakan tujuan penelitian saja.

Tujuan dan pertanyaan penelitian sebenarnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan

menjadi dasar dari setiap pembahasan yang dipaparkan dalam setiap bab yang ada dalam tesis

atau disertasi. Selain itu, dalam bab tiga, biasanya partisipan dan seting penelitian ditulis di awal

ketimbang ditulis di bagian akhir dari bab tiga untuk memberi informasi kepada pembaca secepat

mungkin tentang aspek who, how, when dan why.

Berkaitan dengan temuan penelitian, yang biasanya dipaparkan setelah Bab metodologi, dan

biasanya ditempatkan di dalam Bab Empat dalam tesis atau disertasi, harus diperhatikan bahwa

data biasanya dipaparkan berdasarkan research questions atau berdasarkan data collection

technique yang dipakai (Rudestam & Newton, 1992; Thomas, 2000; Paltridge & Stairfield,

2007). Menurut penulis, lebih baik data dipaparkan berdasarkan data collection tehcnique

(teknik pengumpulan data) yang dipakai, kemudian dalam setiap teknik pengumpulan data setiap

pertanyaan penelitian dibahas atau dijawab dengan data yang ada (lihat penjelasan Moriarti,

1997 mengenai cara membahas data, seperti yang akan dipaparkan dalam Bab Sebelas dalam

buku ini tentang pembahasan data). Dengan cara ini, nanti akan tampak jelas bagaimana

triangulasi data menuntun peneliti kepada kesimpulan penelitian yang lebih akurat dan valid

(Murray, 2002; Yin 2003).

132
Berdasarkan observasi penulis dalam menguji tesis, dan berdasarkan temuan penelitian yang

telah dilakukan oleh penulis dalam menganalisis tesis mahasiswa S2, banyak mahasiswa yang

memaparkan data berdasarkan pertanyaan penelitian. Tetapi kemudian mereka hanya menjawab

pertanyaan penelitian itu berdasarkan salah satu sumber data saja. Kita harus memahami bahwa

pertanyaan penelitian yang dibuat dalam satu penelitian itu harus berkaitan satu dengan yang

lain, dan kalau data dikumpulkan dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data, maka

setiap pertanyaan penelitian dijawab dengan semua data yang diperoleh dari semua teknik

pengumpulan data, mengingat semua pertanyaan yang mengenai satu topik penelitian pasti

berhubungan.

Dengan demikian, kita harus dapat menjelaskan apakah data yang diperoleh dari satu sumber

mendukung data dari sumber lain. Kalau ada perbedaan berarti sebaiknya dikatakan bahwa

penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui atau meneliti lebih jelas tentang perbedaan

itu. Kemudian ini merupakan salah satu rekomendasi yang bisa dipakai dalam bab kesimpulan

dan rekomendasi atau implications for future research di bab terakhir. Perlu diingat bahwa:

Rekomendasi, seperti dikatakan oleh Emerson, dkk (2007, lihat juga Evans & Gruba, 2002) tidak

bisa “out of the blue”. Dia harus muncul dalam bab-bab sebelumnya, khususnya bab

pembahasan atau discussion of results. Selain itu, ketika kita menemukan gap antara data yang

satu dengan data yang lain, mungkin kita bisa melihat apakah hal itu muncul karena kelemahan

proses pengambilan data, dan hal ini harus disebutkan secara eksplisit dan dengan demikian, hal

ini merupakan salah satu poin yang harus disebut dalam kelemahan penelitian di bab

kesimpulan.

133
Ketika membahas data berdasarkan teknik pengumpulan data, misalnya kalau data diambil dari

observasi, wawancara dan analisis dokumen, dan pertanyaan penelitian ada 3, yakni pertanyaan

penelitian 1,2.3, maka pembahasan data menurut teknik pengumpulan data bisa digambarkan

dalam tabel berikut (lihat juha saran dari Sternberg, 1988, yang akan dipaparkan di Bab 11

mengenai pemaparan dan pembahasan data).

Data dari observasi: Pertanyaan penelian 1


Pertanyaan penelitian 2
Pertanyaan penelitian 3
Data dari wawancara Pertanyaan penelitian 1,
Pertanyaan penelitian 2
Pertanyaan penelitian 3
Data dari dokumen Pertanyaan penelitian 1
Pertanyaan penelitian 2
Pertanyaan penelitian 3

Ketika membahas data dari masing-masing sumber, kalau ada persamaan dengan data yang lain

bisa dikatakan seperti ini:

This, as the data from (interviews or text analysis or … ) … will reveal …atau
This is supported by the data from … that ... .

Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa penulis melakukan apa yang dinamakan dengan

triangulasi, yang dapat menuntun penulis pada kesimpulan yang lebih akurat dan valid.

Paragraf penghubung (linking sections)

Salah satu ciri umum teks akademik yang panjang seperti tesis atau disertasi adalah adanya

linking sections yang digunakan untuk menghubungkan satu bagian atau bab dengan bagian atau

bab lainnya. Hal ini sering dilakukan dengan penggunaan “metatext” (Paltridge & Stairfield,

2007:77; lihat juga saran dari Glatthorn & Joyner, 2005) yakni “text that talks about texts” atau

teks yang membicarakan teks. Dengan menggunakan sub-headings atau “verbal signals”

134
(Glatthorn & Joyner, 2005:140), organisasi tulisan menjadi jelas bagi pembaca. Penggunaan

heading yang tepat akan membantu pembaca menelusuri pola organisasi tulisan kita.

Linking device sangat bermanfaat bagi teks yang panjang seperti tesis atau disertasi mengingat

pembaca akan sangat jarang dapat membacanya dalam satu waktu (Clare, 2003: 29). Linking

text, tambah Clare, memungkinkan pembaca untuk browsing through tesis dan dengan

demikian, paragraf yang bersifat informatif di awal dan di akhir tiap bab atau bagian tesis yang

panjang merupakan satu keharusan (2003:29, lihat juga penjelasan Glatthorn & Joyner, 2005).

Berkaitan dengan panjang dari linking text, termasuk pendahuluan atau kesimpulan dari setiap

bab, sebagain penulis, seperti Johnson (2003: 51) mengatakan bahwa paragraf pendahuluan ini

biasanya cukup dua atau tiga kalimat saja, dan kalimat terakhir berisi seriation tentang apa yang

akan dibicarakan. Berkenaan dengan paragraf pendahuluan, Johnson (2003) mengatakan:

A short introductory paragraph at the beginning gives the reader a preview and provides a sense of structure. This
introductory paragraph is usually no more that three sentences. The last sentence of this paragraph uses some form of
seriation to indicate the sections of the paper. … Each of the ideas in the last sentence is used to create a heading for
each section of the paper. The advantage of headings is that they create a visual sense of organization and help the
reader transition from one section to another.

Paragraf pendahuluan, seperti dikatakan oleh Johnson (2003:51), “should be just enough to give

the reader a sense of what the paper is about and describe the specific points to be discussed”.

Johnson memberikan contoh paragraf pendahuluan yang ditulis oleh para mahasiswa di atas

menggunakan seriasi (seriation) untuk menjelaskan struktur teks yang akan dibahas. Menurut

Johnson (2003, p. 51), ada beberapa manfaat dari penggunaan seriation seperti ini dalam

paragraf pendahuluan, yakni:

Having a sense of the structure, the reader is able to see how parts are related to the whole and thus,
comprehension is increased.
It helps to create a smooth transition between chapters or sections, and

135
It forces you to find and use structure in your writing (Johnson, 2003 :51).

Namun demikian, penulis lain seperti Evans dan Gruba (2002, lihat juga Murray, 2002:109)

mengatakan bahwa paragraf pendahuluan yang paling baik adalah yang dikategorikan sebagai

reviu (lihat penjelasan di bawah), yakni pendahuluan yang mengacu ke bagian tesis yang sudah

dibahas, kemudian membahas apa yang akan dibahas dalam bagian atau bab itu. Evans dan

Gruba (2002) menegaskan bahwa pendahuluan formal sebaiknya terdiri dari tiga paragraf,

dengan masing-masing paragraf berfungsi sebagai berikut:

Paragraf 1: Mencipkatan hubungan dengan bagian tesis yang sudah terlebih dahulu dibahas, khususnya bab
sebelumnya, untuk membuat mengapa perlu bab itu, apakah bab yang akan kita tulis itu
berkontribusi kepada alur logis dari tesis secara keseluruhan.
Paragraf 2: Mengatakan tujuan dari bab yang akan ditulis, apa fungsinya dalam tesis.
Pargarf 3: Menerangkan bagaimana anda mencapai tujuan ini. Paragraf ketiga ini sering mempunyai
format „table of contents‟ (atau berbetuk “seriation”, kalau memakai istilah Johnson, 2003)
yang dianggap oleh kebanyakan penulis sebagai pendahuluan. Tetapi, bagian ini hanya
merupakan salah satu bagian dari pendahuluan, dan tanpa adanya bagian pertama dan kedua
dari pendahuluan itu, pembaca akan bersusah payah untuk memahami arah tulisan kita (Evans
& Gruba, 2002:28).

Tentang pendahuluan yang hanya berisi “table of contents” saja, Evans dan Gruba (2005:28)

berpendapat bahwa paragraf pendahuluan seperti itu kurang membantu pembaca. Evans & Gruba

mengatakan:

Incidentally, writers sometimes literally give it as a table of contents. This is far from helpful ,the reader
needs to know not only what you will be dealing with in the chapter, but also the logical connection
between the various sections (Evans & Gruba, 2002:28).

Untuk itu, paragraf pendahuluan bisa juga lebih panjang, tidak hanya berisi seriasi tentang apa

yang akan dipaparkan dalam bagian atau bab itu. Berdasarkan pengalaman penulis dalam

menulis tesis dan disertasi, di dalam bagian pendahuluan penulis sebaiknya menyebutkan

argumen apa yang akan dipaparkannya dalam bagian itu, terutama dalam pendahuluan untuk

setiap bab. Semakin panjang tesis, atau bab yang ditulis, bisa semakin panjang pula

136
pendahuluannya (lihat contoh pendahuluan atau kesimpulan dari bab yang ada dalam disertasi

yang ditulis oleh penulis, Emilia, 2005 dalam uraian selanjutnya dari bab ini).

Berkenaan dengan manfaat menulis pendahuluan, Murray (2002:155) mengatakan bahwa

menulis pendahuluan, dalam hal ini pargaraf pendahuluan, juga merupakan salah satu cara untuk

mengetahui apa yang ingin kita katakan dalam seksi atau bagian dari tulisan kita, apa isi yang

ingin kita tulis. Dengan menulis beberapa kalimat, tambah Murray, kita bisa terdorong untuk

membuat keputusan. Menulis paragraf pendahuluan, menurut Murray, juga dapat membantu

memutuskan komitmen terhadap salah satu topik - untuk salah satu bagian dari tesis yang ditulis

dan membantu penulis untuk fokus terhadap topik itu.

Paragraf pendahuluan, menurut Murray (2002:156) terdiri dari tiga elemen utama, yakni, 1)

Mengidentifikasi gagasan utama (main points); 2) mendefinisikan tujuan dari bagian yang akan

ditulis, dan 3) mendefiniskan isi dari bagian itu. Berikut adalah contoh beberapa gaya cara

penulisan kalimat pertama bagian pendahuluan bab atau sub-bab dalam tesis seperti yang

disarankan oleh Murray.

Introduction
Write a sentence defning the main purpose of the chapter

This chapter [verb]…


This chapter is about…
This chapter argues …
In this chapter … will be described …
The aim of this chapter is to …
This chapter is really about …
In this chapter I want to argue/show/make the case that … (Murray, 2002:156).

Kalau kita belum bisa menulis pendahuluan, menurut Murray (2002:156), berarti kita belum tahu

persis tentang isi dari bab atau bagian yang akan ditulis, dan kita belum menguasai isi dari apa

137
yang akan ditulis. Dengan demikian, tambah Murray, kita masih harus menghabiskan waktu

lebih lama lagi dan kembali ke tahap sebelum menulis draft, yakni tahap prewriting (seperti yang

telah dijelaskan di bab sebelumnya dari buku ini). Kalau tidak demikian, tegas Murray, maka

kita akan tersesat dengan cepat, kalau belum tahu topik yang akan dibahas. Kembali ke free

writing, jelas Murray, mungkin akan bisa membantu kita menemukan esensi dari apa yang akan

ditulis (Murray, 2002:156).

Murray juga menyarankan beberapa prompts untuk memulai menulis sebuah section dalam tesis,

seperti berikut:

The next section is about ...


The next section [reviews/evaluates/defines/describes]…
There are three main points in this section …
This is covered in three sections …

Pendahuluan yang mencakup hal-hal seperti ini tidak hanya berfungsi sebagai bantuan bagi

pembaca, tetapi juga merupakan bantuan bagi kita sebagai penulis, seperti yang dikatakan oleh

Murray (2002:157) bahwa “Writing the introduction helps you to work out exactly – and

explicitly – what the purpose of your chapter is.”.

Berikut adalah contoh metatext atau paragraf pendahuluan yang dibuat dalam bab pendahuluan

sebuah tesis yang berupaya untuk menganalisis karya tulis ilmiah (scientific writing). Bisa dilihat

bahwa setiap kalimat dari cuplikan ini berbicara tentang teks:

This chapter has presented the background to the study which will be described in the chapters that
follow.It has examined the concepts of genre and English for Specific Purposes as well as described and
provided examples of a number of approaches to genre analysis. It has also provided arguments in support
of the concepts of genre as an organizing principle for language program development. It has outlined the
purpose and design of the study, including a brief discussion of the process of selection and analysis of the
texts used. The chapter which follows will present the theoretical framework for the study (dikutip dari
Paltridge and Stairfield, 2007:78).

138
Contoh lain yang diambil dari Glatthorn dan Joyner (2005:140) bisa dilihat dalam cuplikan

berikut dari bab dua tesis yang ditulis oleh salah seorang mahasiswanya.

I: Types of student Questions


A On task:
1. Clarification
2. Solution Checking
3. Extension

B. Requests

C. Diversions

II. Frequency
A. By subject

B. B. By Grade level
1. Elementary
2. Middle
3. High
Contoh tulisannya:

2. Review of the Literature

This chapter will review the literature on student questions, as a means of providing an intellectual
background for the present study. The chapter organises the review by examining the students relating to
four aspects of student questions: types of student questions, frequency of questions, teacher strategies to
elicit questions, and effects of student questions.

Types of Student questions

Researchers have categorised student questions in terms of three purposes: to acomplish the task, to
make a request, and to divert the teacher from the task.

Acomplising the task

Students ask questions to enable them to accomplish the assigned task. Task-oriented questions tend to be
of three types: Questions of clarification. Most of the task-related questions involve questions of
clarification. Reeves (1987) found that elementraty students asked such questions more often than
secondary students …
(Dikutip dari Galtthorn dan Joyner, 2005:141).

Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa setiap elemen atau bagian dari apa yang ditulis itu

mempunyai apa yang disebut dengan “Macro Theme” dalam systemic functional grmmar

(Martin, 1992; Martin & Rose, 2003), yakni kalimat atau beberapa kalimat yang berfungsi untuk

139
membuat text “move forward” (Martin, 1992) sehingga pembaca akan bisa memprediksi

bagaimana teks itu akan membentang kalau dibeberkan. Keberadaan macro-Theme menunjukkan

pemahaman penulis dan kemampuan menulis yang sangat bagus (Martin, 1992; Eggins, 1994;

Martin & Rose, 2003) dan menunjukkan bahwa tulisan itu direncanakan (Eggins, 1994).

Keberadaan macro-Theme memungkinkan sebuah teks memiliki multiple thematic progression

seperti di atas (yang dicetak tebal: Researchers have categorised student questions in terms of

three purposes: to acomplish the task, to make a request, and to divert the teacher from the task,

dan ini menunjukkan bahwa tulisan itu “well-planned” (Eggins, 1994).

Contoh lain adalah metatext yang ada dalam tesis yang ditulis oleh penulis dalam menyelesaikan

program S3 dan ditulis di akhir Bab 2, tentang kajian pustaka. Tesis yang ditulis berkenaan

dengan aplikasi pendekatan genre-based linguistik sistemik fungsional (SFL genre-based

approach) yang disintesis dengan classroom practices atau strategi mengajar seperti yang

disarankan oleh critical thinking (CT), critical literacy (CL) dan critical pedagogy (CP)

This chapter has provided a theoretical background of the study including a detail delineation of
theories of CT, CP, CL and SFL. It has been demonstrated that despite the distinctiveness of each
theory reviewed, aspects of these four theories emphasised in this study are interrelated and
complementary. Aspects of the theories reviewed in this chapter are also relevant to the priorities
of education in Indonesia, such as to fulfill the necessity of the development of critical capacity,
the urgency of the implementation of interactive pedagogy, and the promotion of democracy in the
classroom through the teaching of writing and reading skills in the EFL context in particular, and
across the curriculum subjects in all levels of education in general.

It has also been argued that there is a potential complementation across the four areas of theories
reviewed and therefore a synthesis of the principles in each theory is possible and desirable. One
important object of this study was to test the complementary nature of the four different areas of
theory in designing and implementing an English academic writing program at a tertiary level in
Indonesia.

The forthcoming chapters will explain how the study was designed and implemented and the
nature of the findings. Chapter 3 will thus outline aspects of the methodology used, while later
chapters will develop analyses of the results (Emilia, 2005:72).

140
Metatext juga mungkin dipakai untuk menghubungkan satu bagian atau sub-heading dengan sub-

heading lainnya dalam satu bab. Berikut merupakan contoh metatext dari bab tiga dalam disertasi

yang ditulis oleh penulis:

This section has presented a brief discussion of methodology-related aspects of the study, including
purpose of the study and research question, research design, setting, participants, data collections and
analyses. Procedural details of data collections, and to some extent data analyses in particular, as
mentioned above, will be provided in Chapter 4. The subsequent section will provide an account of SFG
(Systemic Functional Grammar), which was a tool for students‟ texts analyses (Emilia, 2005: 86).

Berkaitan dengan metatext, Bunton (1999), dalam Paltridge dan Stairfield (2007:78-79)

mengelompokkan cara mengorganisasi teks dalam tiga cara, yakni: Previews, overviews dan

Reviews.

Preview: mengantisipasi apa yang akan dibahas dalam teks dan bisa meringkas atau mengacu

pada tahap selanjutnya dari teks yang akan ditulis. Sebuah preview mungkin bisa mengacu pada

tesis, pada bab, bagian atau paragraf atau kalimat secara keseluruhan. Contoh preview yang

mengacu pada sebuah bab yang kan muncul dalam tesis adalah: “The chapter which follows will

present the theoretical framework for the study”.

Overview bisa melihat ke dua arah, ke belakang maupun ke depan dalam teks. Overview bisa

juga mengacu pada apa yang sedang ditulis atau pada bab yang sedang ditulis, secara

keseluruhan. Overview bisa mengacu pada keseluruhan bab, atau bagian dari teks. Contoh

overview:

The purpose of this chaper has been to test the findings of the first stage of the study as well as submit texts
analysed in the first stage of the study to a contrasting analytic perspective. It has also presented an
analysis of a number of specific purpose texts as a demonstration of how the framework described in
Chapter 4 can be applied to provide an explanation of genre assignment. This chapter has also investigated
the relationship between frames and language. Finally it has reached a number of conclusions based on
this further stage of the study (Paltridge & Stairfield, 2007:78).

141
Selain itu, Review melihat ke belakang, mengulang, meringkas atau mengacu pada bagian yang

sudah terlebih dahulu dibahas. Contoh review adalah sebagai berikut:

The previous chapter of this study described the background to the study, including reference to other
research in legal settings. It also described the aspects of conversation analysis which will be drawn on for
this study. Those aspects of investigation, further, were placed within an ethnomethodological framework.
The chapter also described the focus of the research and its conceptual framework. Finally, it defined the
scope, design, and limitations of the study and the concepts and terminology employed.

This chapter presents information relating to the method of data clollections and analysis of that data. It
described the physical setting of the interactions, the participants in the interactions, and further,m the
purpose of the interaction (Paltridge &Stairfield, 2007:79).

Berkaitan dengan paragraf pendahuluan ini, beberapa penulis mungkin menganggap ini terlalu

formal dan banyak penulis yang mampu menulis pendahuluan dan kesimpulan tanpa menulis

paragraf pendahuluan secara formal (Evans & Gruba, 2002:28). Namun demikian, menurut

Evans dan Gruba, hal ini tidak berarti kita bisa terlepas dari pendahuluan dan kesimpulan dari

masing-masing bab, tetapi para penulis itu melakukannya dengan cara yang kurang formal dan

kurang jelas. Kebanyakan dari kita, kata Evans dan Gruba, tidak mempunyai keterampilan itu,

dan dengan demikian, sebaiknya kita menulis pendahuluan dan kesimpulan yang formal untuk

setiap bab. Contoh pendahuluan dari bab Pendahuluan dari sebuah tesis dapat dilihat dalam

Tabel 6.3.

Tabel 6.3 Contoh pendahuluan Bab 3

Chapter 3: A Different Approach: Privatisation,


Judul Disertasi: An Approach to Improved Housing Delivery in large Cities of Less Developed Countries,
oleh Alpana Sivam, dikutip dari Evans & Gruba, 2002:29)

One of the more important observationbs of Chapter 2 was that privatisation is spreading worldwide, both
in developed and developing countries, as an alleged response to the problem of delivery of housing
(including infrastructure in large cities. Therefore, it is likely to be prominent in any proposal for
improving housing delivery in developing countries. For this reason it is important to understand what
privatisation is, and why and how it is being applied to urban housing.

Section 3.1 defines privatisation. It then discusses the reason why governments are turning to it, and
examines how it is being used and what affects it has had. Section 3.2 reviews its application to the housing
sector. Section 3.3 examines the implications of these applications for housing delivery in developing
countries.

142
Pendahuluan dari Bab empat yang berjudul “Government Intervention and Recycling” dari Tesis yang
berjudul “Recycling Policy in Australia” oleh Gina Hanson.

It was suggested in Chapter three that government intervention aimed at encouraging manufacturers to
use more reprocessed material when manufacturing product „B‟ may be required to increase the quantity
of material flowing through the recycling system[in Chapter three she has distinguished product A, which
the consumenr knows contains recycles material, from product B where the consumer does not know this].
Governments have already significantly intervened in recycling markets, for example by imposing
voluntary targets and waste pricing. However, as government intervention involves interference with
normal market processes it should be undertaken with caution and with understanding of resultant
economic outcomes.

This chapter examines different types of government intervention that have been used to increase recycling
levels in order to determine which types of intervention are likely to work, and which types might be
justifiable. To assist in this, some relevant microeconomic theory relating to market failure will first be
reviewed. This theory will then be used to examine existing and proposed policies.
(Sumber: Evans & Gruba, 2002:29-30).

Pendahuluan dari bab metodologi penelitian

This chapter describes the research methodology, methods, and materials for this study. It provides a
comparison of the two research sites selected and rationale for their selection. The use of symbloc
interaction to study leadership is included, as well as a description of the methods used to collect and
analyse data. The application of backward mapping to this study is explained (Gohn, 2004:28, dikutip oleh
Calabrese, 2006:38).

Setelah pendahuluan maka muncul isi dari tiap bab atau sub-bab. Isi serta strukturnya akan

tergantung pada jenis bab serta jenis penelitian yang dilaporkan. Namun demikian, isi bab atau

sub-bab harus mengalir secara logis mulai dari tujuan, seperti yang disebutkan dalam

pendahuluan, sampai pada kesimpulan.

Selain dari pendahuluan, setiap bab dalam tesis atau disertasi harus pula mengandung

kesimpulan (Evans & Gruba, 2002:31). Pembaca perlu berbagi dengan penulis tentang

pemahaman dari apa yang telah dicapai, apa yang dicapai sekarang dan apa yang belum

dikatakan dalam pendahuluan. Kesimpulan harus relevan dengan tujuan dari bab yang dikatakan

di pendahuluan. Bab yang terutama harus mempunyai kesimpulan yang kuat adalah bab

mengenai teori, mengenai metodologi, laporan tentang hasil penelitian, dan pembahasan data

143
(dan kesimpulan dari pembahasan mungkin merupakan kesimpulan dari tesis secara

keseluruhan).

Mahasiswa, seperti dikatakan oleh Evans dan Gruba (2002) sering mengalami kesulitan dalam

menulis kesimpulan dari bab yang sudah ditulisnya. Mereka cenderung menulis summary atau

ringkasan dari apa yang ada dalam bab itu. Ringkasan mengatakan apa yang ditemukan,

sedangkan kesimpulan mengatakan signifikansi dan implikasi dari apa yang ditemukan” (Evans

& Gruba, 2002:31). Kesimpulan harus relevan dengan tujuan dari bab yang dikatakan dalam

pendahuluan, sementara ringkasan hanya potted version dari apa yang ada dalam bab itu. Tabel

6.4 memuat contoh kesimpulan dari Bab 4 tesis yang ditulis oleh Gina Hanson, yang

pendahuluannya telah ditulis di Tabel 6.3 di atas.

Tabel 6.4. Contoh kesimpulan bab

Kesimpulan dari Bab Empat yang berjudul “Government Intervention and Recycling”
dari Tesis yang berjudul “Recycling Policy in Australia” oleh Gina Hanson.

The economic theory considered here can in principle demonstrate that it is possible to determne a level of
recycling which is most efficient for product B [the consumer is not aware that type B products contain
recycled material]. There are also different types of government intervention which can assist in achieving
this level when the market fails to do so. Howver, a review of government intervention practices indicates
that governments are presently implementing intervention policies to achieve levels of recycling that may
not be economically or commercially optimal. The application of intervention policy to various recycling
cases indicates that governments have not recognised the important difference between type A and type B
products and the different types of policy required to increase the recycling levels for these two types of
product.

Economics such as Pearce and Tietenberg appear to have failed to recognise that their economic models
and theories apply only to the situation of manufacturing products from substitutable reprocessed (type B)
material. Confusion has resulted when these findings have been applied to community collection programs
and the manufactur of products from unsubstitutable reprocessed [type A] materials.

Therefore, it would seem that Australian governments have so far not pursued the achievement of a socially
optimal level of recycling as defined in microeconomic theory. Since government policy is not driven by
financial or economic considerations, evidently it must be driven by other forces. (Sumber: Evans &
Gruba, 2002:32).

Contoh lain dari kesimpulan sebuah bab bisa dilihat dalam Tabel 6.5, diambil dari Bab Dua yang

merupakan kajian pustaka dari disertasi yang ditulis oleh penulis (Emilia, 2005) mengenai

144
aplikasi pendekatan genre-based dalam mengajar academic writing yang disintesa dengan

prakter pengajaran seperti yang disarankan oleh “the critical thinking movement, critical literacy

dan critical pedagogy.”

Tabel 6.5. Contoh kesimpulan bab

This chapter has provided a theoretical background of the study including a detail delineation of theories
of CT, CP, CL and SFL. It has been demonstrated that despite the distinctiveness of each theory reviewed,
aspects of these four theories emphasised in this study are interrelated and complementary. Aspects of the
theories reviewed in this chapter are also relevant to the priorities of education in Indonesia, such as to
fulfill the necessity of the development of critical capacity, the urgency of the implementation of interactive
pedagogy, and the promotion of democracy in the classroom through the teaching of writing and reading
skills in the EFL context in particular, and across the curriculum subjects in all levels of education in
general.

It has also been argued that there is a potential complementation across the four areas of theories reviewed
and therefore a synthesis of the principles in each theory is possible and desirable. One important object of
this study was to test the complementary nature of the four different areas of theory in designing and
implementing an English academic writing program at a tertiary level in Indonesia.

The forthcoming chapters will explain how the study was designed and implemented and the nature of the
findings. Chapter 3 will thus outline aspects of the methodology used, while later chapters will develop
analyses of the results (Emilia, 2005).

Contoh lain kesimpulan bab bisa dilihat dalam Tabel 6.6 yang diambil dari kesimpulan Bab 4,

yang merupakan bagian dari pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian dari tesis yang

sama seperti dalam Tabel 6.5 di atas.

Tabel 6.6 memuat contoh kesimpulan dari Bab 4 yang membahas data dari salah satu teknik

pengumpulan data yakni program pengajaran yang dilakukan penulis. Mengingat bab itu

memaparkan tentang program pengajaran dilakukan, maka penulis juga memberikan ringkasan

mengenai apa yang dilakukan dalam program itu, termasuk tahapan-tahapan pengajaran seperti

yang telah disarankan oleh teori yang melatarbelakangi penelitian.

Tabel 6.6. Contoh kesimpulan dari Bab 4 tesis yang membahas data dari salah satu teknik pengumpulan data
(Emilia, 2005)

145
.4. Conclusion

This chapter has presented the teaching program conducted in this study. It has illustrated activities prior to and
throughout the teaching program, in which attempts were made to promote students‟ argumentative writing skills and
critical capacities. These, as mentioned earlier, are of essential importance in the current EFL teaching in particular
and across the curriculum in Indonesian education in general. The teaching program can be summarized in Table 4.1
below, from which it can be noted that the stages involved in teaching cycles one and two are not the same. This
suggests that the GBA is not a lockstep (Callaghan and Rothery, 1988) and its application in the classroom is not
linear. The GBA can start from any stage, depending on the students‟ need and capacity. There is not one way of doing
it.

Furthermore, from the description in the previous sections, it can also be seen that the students seemed to have gained
some development in writing skills and critical capacities concerned with in this study, as evidenced in the findings in
this chapter, Chapters 5 and 6 (text analysis and interview data respectively). From a CT perspective, this supports the
findings from previous research conducted by Excley (2002) about Indonesian students‟ CT (see also Canagarajah,
2002 and Kumaradivelu, 2003 about Asian students‟ CT) and this gives hope that CT can be taught to Indonesian
students. The findings in this chapter also show the necessity of cultural background knowledge about a text to help
students think and read critically about the text.

Table 4. 1 Summary of the Teaching Program


The teaching of CT – Introduction to CL:
Explicit teaching on CT-related features;
Application of CT in social context;
Dealing with texts on arguments – Introduction to CL;
Comparing different texts on the same topic.
Teaching the Discussion genre – Implementation of the GBA and consolidation of critical capacities
Introduction to the GBA and SFL;
Implementation of the teaching cycle: Teaching cycles 1 and 2.
Teaching cycle 1: Teaching cycle 2:
Stage 1:Building Knowledge of the Field – the Stage 1: Building Knowledge of the Field – the
teaching of CL. teaching of CL.
Stage 2: Modelling (Deconstruction): Stage 2: Independent Construction.
Familiarising the students with the
function and social context of the
Discussion genre;
Presenting the schematic structure of
the Discussion genre;
Presenting a model text of a Discussion
genre;
Presenting other model texts in the
Discussion genre.
Stage 3: Joint Construction:
Grouping students into threes and
familiarizing them with the task they
would do in the stage;
Approaching each group at the start of
the Joint Construction;
Observing students‟ development in CT
and control of the Discussion genre;
Observing students‟ perceptions of the
Joint Construction;
Consultation with each group on their
draftt.
Stage 4: Independent Construction
Building Knowledge of the Field –
Consolidation of CT and CL;
Independent Construction.
There were indeed some problems which deserve to be followed up, especially regarding the students‟ resistance to the
Joint Construction of the GBA (despite their awareness of the merit of the stage). As this was affected by their previous

146
learning experience and CT which was still developing, it follows that continuous and longer implementation of the
GBA in various contexts in Indonesia, and longer teaching of CT across the subjects should be conducted, as will be
indicated in Chapters 6 and 7.

Selain dari kesimpulan yang harus ditulis untuk setiap bab, tiap sub-bagian dari setiap bab

mungkin juga sangat panjang dan dengan demikian, penulis juga sebaiknya memberikan

ringkasan yang pendek. Berikut adalah contoh ringkasan dari setiap bagian yang ada dalam

setiap bab, juga diambil dari disertasi yang ditulis oleh penulis (Emilia, 2005), khususnya bagian

mengenai salah satu tahap dalam program pengajaran yang diaplikasikan dalam penelitian.

This section has described various activities prior to the teaching program. It has been argued that two key
principles of CP adopted in this study (the classroom as a democratic public sphere and dialogic
education), which are deemed relevant to the development of the current Indonesian education, as
discussed in Chapter 1, Section 1.5, had been applied prior to the teaching program. These were reflected,
among others, in the nature of students‟ participation in this study, which was voluntary-based, and the
joint decision on the topic discussed. Finally, the diagnostic writing and questionnaire constituted the basis
for assessment of students‟ needs in their learning in the teaching program which will be illustrated below
(Emilia, 2005:).

Kesimpulan

Bab ini telah memaparkan struktur organisasi tesis atau disertasi, termasuk fungsi struktur

organisasi serta elemen-elemen yang ada biasanya ada dalam tesis atau disertasi. Bab ini telah

menekankan bahwa struktur organisasi merupakan alat berpikir, tidak hanya mempermudah

pembaca membaca tulisan kita, tetapi juga mempermudah penulis mengungkapkan pikirannya.

Selain dari elemen utama tesis dan disertasi, untuk membuat tesis atau disertasi itu mudah dibaca

dan gagasan yang dikemukakan mengalir dengan lancar, maka diperlukan satu bagian tesis yang

disebut dengan metatext atau linking texts. Linking text ini tidak perlu banyak tetapi berperan

penting dalam menghubungkan satu bab atau bagian dengan bagian lain. Linking text bisa

pendahuluan dalam awal bab seperti yang dipakai dalam setiap bab dari buku ini, bisa juga

147
kesimpulan di akhir setiap pembahasan untuk memberikan petunjuk kepada pembaca tentang apa

yang dibahas sebelumnya dan memberi tanda tentang apa yang akan dibahas dalam bab atau

bagian selanjutnya. Penulis tesis atau disertasi sebaiknya sadar bahwa tesis atau disertasi yang

tebal mungkin tidak bisa dibaca dalam satu kali. Dengan demikian, pemberian linking text seperti

ini sangat membantu pembaca.

Bab ini juga telah memperlihatkan bahwa walaupun sebagian penulis menganggap pendahuluan

atau linking text untuk setiap bab atau bagian bab cukup dalam seriasi atau jenis table of content,

ada baiknya kalau linking text membahas apa yang telah dibahas sebelumnya dan yang dibahas

dalam bab atau bagian itu. Dalam linking teks yang ditulis di akhir pembahasan, selain

mengatakan apa yang telah dibahas, penulis sebaiknya menyebutkan apa yang akan dibahas

dalam bagian atau bab selanjutnya untuk memudahkan pembaca memahami teks yang ditulis

secara keseluruhan.

Setelah bab ini membahas struktur organisasi tesis dan disertasi, maka bab-bab selanjutnya dari

buku ini akan memaparkan cara penulisan dari isi utama tesis atau disertasi, termasuk penulisan

abstrak, pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, data dan pembahasan data serta

kesimpulan.

148
BAB 7: MENULIS ABSTRAK, UCAPAN TERIMAKASIH DAN
DAFTAR ISI

Pendahuluan

Bab Enam telah membahas struktur organisasi tesis atau disertasi yang biasanya dipakai oleh

penulis tesis atau disertasi, terutama mereka yang menggunakan format konvensional, yakni

format yang didasarkan pada format penulisan laporan penelitian di bidang sains.

Bab ini akan membahas beberapa bagian pendahuluan tesis, yakni abtrak, ucapan terima kasih

dan daftar isi. Ketiga bagian ini biasanya ditulis terakhir oleh penulis, tetapi seperti disebutkan di

bagian pendahuluan buku ini bahwa petunjuk penulisan tesis atau disertasi dalam buku ini bukan

didasarkan pada proses penulisannya tetapi pada keberadaan masing-masing bagian itu dalam

tesis. Untuk itu, walaupun abstrak, daftar isi dan ucapan terima kasih dibuat terakhir, petunjuk

penulisannya dibahas lebih awal dari bagian lain, mengingat bagian ini merupakan bagian awal

tesis dan memegang peranan penting dalam menentukan kesan pembaca terhadap tesis atau

disertasi yang dibacanya.

Menulis abstrak

Abstrak memainkan peranan yang sangat penting dalam tesis. Abstrak merupakan bagian

pertama yang dibaca oleh penguji (Pearce, 2005; Paltridge & Stairfield, 2007:155) dan

merupakan elemen yang sangat penting peranannya dalam mendorong pembaca untuk membaca

lebih jauh isi tesis atau karya tulis ilmiah lain. Fungsi abstrak adalah memberikan ringkasan isi

149
dari dokumen (dalam hal ini tesis) yang akan dibaca oleh pembaca (Thomas, 2000). Dalam

konteks ini Berkenkotter dan Huckin (1995: 34; lihat juga Hyland, 2000b:68) menegaskan

bahwa “the abstract is a promotional genre. Writers are anxious to underline their most central

claims as a means of gaining reader interest and acceptance”. Berkenkotter dan Huckin (1995:

34) mengatakan bahwa abstrak memainkan peranan yang sangat penting karena beberapa alasan:

1. Mengedepankan informasi atau pernyataan-pernyataan penting untuk dapat diakses

dengan mudah;

2. Berfungsi sebagai alat screening, yang dapat membantu pembaca memutuskan apakah

dia akan membaca seluruh bagian artikel selanjutnya atau tidak;

3. Memberi kerangka pembacaan artikel secara keseluruhan;

4. Menyajikan ringkasan poin-poin utama dalam karya ilmiah untuk dijadikan referensi

kemudian.

Sejalan dengan pernyataan Berkenkotter dan Huckin (1995), Pearce (2005: 51) menegaskan

bahwa dalam sebuah tesis atau disertasi, “abstrak merupakan halaman yang paling penting dari

tesis secara keseluruhan”. Pearce menulis, “it (abstract) is not only the means by which the

thesis will make itself known to the world; it is the set of expectations by which it will be judged”

(2005:51).

Berkaitan dengan apa saja yang harus dijelaskan dalam abstrak, atau struktur skema dari abstrak,

Hyland (2000), berdasarkan analisis tulisan akademik dalam berbagai disiplin ilmu, menemukan

bahwa abstrak karya tulis ilmiah setiap disiplin ilmu berbeda. Namun, Hyland menemukan dua

pola rhetorical move yang paling sering ditemukan dari berbagai artikel yang dianalisisnya,

150
yakni: Purpose-Method-Product (P-M-Pr) (Tujuan, Metode dan hasil penelitian) dan

Introduction-Purpose-Product (I-P-Pr) (Pendahuluan, Tujuan dan Metode).

Sejalan dengan Hyland, Evans dan Gruba (2002) juga menegaskan bahwa abstrak harus

mengandung tiga komponen utama, yakni:

Mengapa penelitian dilakukan dan apa yang ingin dicapai.

Metode penelitian apa yang dipakai dan apa hasilnya

Apa kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian itu (Evans & Gruba, 2002:128, lihat

juga Sternberg, 1988 untuk penjelasan yang sama mengenai apa saja yang harus

dipaparkan dalam abstrak).

Namun demikian, dengan mengacu pada hasil penelitian lain seperti yang telah dilakukan oleh

Swales (1990) dan Bhatia (1993), Hyland juga menyajikan satu pola umum struktur skema

abstrak karya tulis ilmiah atau tahap-tahap generik abstrak karya tulis ilmiah seperti terlihat

pada Tabel 7.1 sebagai berikut:

Table 7.1 Klasifikasi rhetorical moves dalam abstrak karya tulis ilmiah
(Sumber: Hyland, 2000b: 67)
Move Function
Introduction Establishes context of paper and motivates the research or discussion.
Purpose Indicates purpose, thesis or hypothesis, outlines the intention behind the paper.
Method Provides information on design, procedures, assumptions, approach, data, etc.
Product States main findings or results, the argument, or what was accomplished.
Conclusion Interprets or extends results beyond scope of paper, draws inferences, points to applications
or wider applications.

Selain itu, menurut Paltridge dan Stairfield (2007:156), struktur abstrak sesuai dengan tujuan dari

penulisan abstrak itu sendiri, yakni menjawab pertanyaan berikut:

What was the general purpose of the study?

151
What was the particular aim of the study?

Why was the study carried out?

How was the study carried out?

What did the study reveal?

Dengan demikian, struktur umum dari asbtrak, menurut Paltridge dan Stairfield adalah:

Overview of the study (gambaran umum tentang penelitian);

Aim of the study (Tujuan penelitian);

Reason for the study (Alasan dilakukannya penelitian);

Methodology used in the study (Metodologi penelitian yang dipakai);

Findings of the study (Temuan penelitian).

Namun demikian, struktur ini tidak selamanya dipakai oleh para penulis tesis, dan kalau tidak

memakai struktur ini belum tentu juga salah, seperti yang dicontohkan oleh Paltridge dan

Stairfield tentang abstrak yang ditulis oleh Wang (2006) berikut ini dengan judul tesis

“Newspaper commentaries on terrorism: A contrastive genre study”

Tabel 7.2. Contoh abstrak


(Sumber: Paltridge & Stairfield, 2007: 157)
Abstract
Overview of the study This thesis is a contrastive genre study which explores newspaper
commentaries on terrorism in Chinese and Australian newspapers. The study
examines the textual patterning of the Australian and Chinese commentaries,
interpersonal and intertextual features as well as considers possible contextual
factors which contribute to the formationof the newspaper commentaries in
the two different languages and cultures.

Methodology used in the For its framework for analysis, the study draws on systemic functional
study linguistics, English for specific purposes and new rhetoric genre studies,
critical discourse analysis, discussions of the role of the mass media in the two
different cultures.

Findings of the study The study reveals that Chinese writers often use explanatory rather than
argumentative expositions in their newspaper commentaries. They seem to
distance themselves from outside sources and seldom indicate endorsement to
these sources. Australian writers, on the other hand, predominantly use

152
argumentative exposition to argue their points of view.
They integrate and manipulate outside sources in various ways to establish and
provide support for the views they express. These textual and intertextual
practices are closely related to contextual factors, especially the roles of the
media and opinion.
Aim of the study The study thus aims to provide both textual and contextual view of the genre
under investigation in these two languages and cultures.
Reason for the study In doing so, it aims to establish a framework for contrastive rhetoric research
which moves beyond the text into context as a way of explorting reasons for
linguistic and rhetorical choices made in the two sets of texts.

Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa penulis tesis ini mengemukakan tujuan dan alasan

melakukan penelitiannya di akhir dari abtrak. Berikut adalah contoh lain dari abstrak tesis yang

ditulis oleh Ao, Man-Chih dari Australian Catholic University.

Tabel 7.3. Contoh abstrak


(Sumber: Elektroresource, Australian Catholic University: Theses)
Judul: The Effect of the Use of Self-Regulated Learning Strategies on College Students'
Performance and Satisfaction in Physical Education
Penulis: Ao, Man-Chih
Institusi: Australian Catholic University
Tahun: 2006
Abstrak: The purpose of this study was to investigate whether using self-regulated learning
strategies could promote college students‟ learning and satisfaction in Physical Education.
A quasi-experimental design, experimental group (N =49) and control group (N=51), was
used to examine the effectiveness of a teaching intervention in achieving the goals of
learning and satisfaction. Students undertaking the self-regulated learning intervention
were compared with a group participating in standard curriculum instructional conditions.
Three questionnaires were administered to identify 1) students‟ entry characteristics, 2)
their perceptions of their learning experiences, and 3) satisfaction. Students completed a
students‟ characteristics questionnaire in week 2. During the module, students responded
to a learning experience questionnaire. At the conclusion of the module, students completed
a tennis skills test and responded to a satisfaction questionnaire. The conceptual
framework for this study included the independent variables of teaching strategy, mediating
variables (students‟ characteristics), and dependent variables (satisfaction and
performance). The experimental study was conducted within this framework by use of an
ANCOVA design. The main results were: 1. The experimental group scored significantly
higher on measures reflecting self regulated learning processes in their learning
experience than the control group (p=0.000).2. There was no difference between the
groups on scores for global satisfaction (p=0.059).3. There was no difference between the
groups on satisfaction through valuing (p=0.401). 4. The experimental group demonstrated
significantly higher students' satisfaction through enjoyment than the control group
(p=0.013).5. The experimental group had significantly higher performance in the tennis
skills test than the control group (p=0.000). Several effects of self-regulated learning were
indicated in this study. Analysis of the monitoring sheets provided evidence that students
gained more interest and confidence in their involvement in the tennis class by the use of
self-regulated learning strategies. However, it was expected that the self-regulated learning
group would experience the greater satisfaction. As this did not occur, more research is
needed to further examine the relationship of learning experiences to satisfaction and
particularly the dimension of valuing. The importance of utilizing a conceptual framework
that accounted for differences in student entry characteristics in a teaching intervention of

153
this nature was demonstrated by the ANCOVA analysis. The individual factors of managing
environmental change, problem solving, ability attributions, and task orientation were all
shown to have some significant effects on student outcomes over and above those attributed
to the learning experience. Finally, some interesting findings concerning the composition of
the scales used in the study were reported. They were interpreted as providing evidence for
the importance of verifying the cultural appropriateness of even well-known theoretical
concepts that may have been developed in different contexts to those in which they are
being used. The study concludes with some specific recommendations for future research.

Abstrak, seperti contoh yang diberikan dalam Tabel 7.3 di atas, ditulis dalam satu paragraf, dan

itu bisa diterima. Namun demikian, seperti diterangkan dalam Bab 4 mengenai penulisan

paragraf, mungkin akan lebih baik kalau paragraf ditulis tidak terlalu panjang. Dengan demikian,

untuk memudahkan pembaca, abstrak tampaknya akan lebih baik kalau ditulis dalam beberapa

paragraf sesuai dengan bagian-bagian yang ada di dalamnya. Misalnya, informasi umum tentang

penelitian dalam satu paragraf, tujuan dan pertanyaan penelitian paragraf berikutnya, dan

seterusnya.

Dalam beberapa tesis, yang dibaca penulis di Melbourne University dan yang ditulis oleh penulis

sendiri dalam disertasi, serta abstrak yang ada dalam beberapa tesis yang dianalisis dalam

penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai kesulitan menulis tesis, selain dari move yang

dipaparkan di atas, ada juga move tambahan, yakni rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Berikut adalah bagian dari abstrak yang diambil dari dua orang mahasiswa yang tesisnya

dianalisis, yang ditulis oleh Rida Mardiani (2004) dan Gingin Gustine (2007) dari Program

Studi Pendidikan Bahasa Inggris, SPs UPI.

…..
After conducting this research, I recommend that Seelye‟s principles be explored more to meet the specific
needs of teaching CCU in an EFL context. English teachers who are interested in innovating their
technique in teaching CCU are encouraged to do further research on this topic. Despite the need for
further research these principles can be used as an alternative in teaching Cross-Cultural Understanding
to EFL learners (Mardiani, 2004:i).

154
It is thus recommended that further study in this field should be able to minimize the challenges and
problems posed in the present study and investigate the infusion approach in teaching critical thinking in
various disciplines and in all levels of education (Gustine, 2007:i).

Berikut adalah contoh rencana yang dapat digunakan ketika menulis abstrak, berdasarkan saran

dari Thomas (2000) dan Johnson (2003).

Tabel 7.4 Contoh rencana menulis abstrak


(Sumber: Johnson, 2003; Thomson, 2000)
Kalimat pertama abstrak harus membimbing This thesis …. , atau The study …. atau The research
pembaca kepada pengetahuan tentang ”what reported in this thesis centred around the issues …
the research was about” Atau The thesis investigated…

Ringkasan tentang “the nature of the study” Analysis of the research literature in ... revealed that …. . It
diikuti dengan Kajian Literature (cukup satu was argued that the use of … would provide important ….
atau dua kalimat) (penulis bisa juga menginformasikan kepada pembaca tentang
mengapa penelitian ini perlu dilakukan.
Kalimat selanjutnya mengandung unsur This study used/employed... and data were obtained through
metodologi penelitian the use of ... …
(bisa dibuat dengan kalimat pasif, seperti … a case study
methodology was used in this study, and ….data were
collected through …)
Setelah itu, penulis mengatakan bagaimana The data from … were subjected first to simple descriptive
cara data yang diperoleh dari masing-masing statistical analysis. These analyses revealed …
teknik pengumpulan data dianalisis,
(Pernyataan yang mengandung informasi The interview data were then subjected to the thematic coding
seperti ini bisa ditulis dalam paragraf yang procedures described by ….in their qualitative analysis text.
sama dengan metodologi penelitian)
Kemudian, pernyataan berikutnya The results of the study were consistent with previous work
menerangkan bagaimana penelitian ini performed by ... (conducted by … )
relevan atau berintegrasi dengan penelitian
sebelumnya atau kalau ada unsur yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya,
mungkin bisa dipakai sebagai salah satu poin
untuk rekomendasi penelitian selanjutnya
atau yang akan datang dalam topik yang
sama.

Tahap selanjutnya menerangkan tentang In the concluding chapter, it was noted that the study
kelemahan dalam penelitian yang dilaporkan, reported in this thesis has shortcomings. Apa kelemahannya
misalnya … disebutkan.
dengan mengatakan:
(mengingat abstrak yang pendek, kadang-
kadang kelemahan penelitian tidak
disebutkan, seperti dalam contoh abstrak
yang akan diberikan di bawah ini)

Bagian terakhir dari abstrak biasanya berisi The thesis concludes with a discussion of future research
tentang arah penelitian selanjutnya avenues. It is suggested that a study should be conducted with
(Berberapa abstrak yang diteliti dianalisis …
dala pelenlitian penulis (Emilia, 2007) tidak

155
mencantumkan rekomendasi ini) The thesis concludes with the proposition that it would be
most useful to conduct a …

Mengingat abstrak yang sangat pendek, mungkin penulis tesis atau disertasi tidak bisa

memaparkan semua unsur ini dengan rinci, terutama berkaitan dengan kajian pustaka. Mungkin

kita hanya menyentuh kajian pustaka dalam beberapa kalimat saja, tidak usah dalam paragraf

terpisah, seperti dalam contoh abstrak dari disertasi yang dibuat oleh penulis (lihat Tabel 7.5 di

bawah).

Dalam bidang sains, misalnya dalam bidang matematika, abstrak tesis atau disertasi kadang-

kadang hanya memaparkan hasil penelitian saja (Crasswell, 2005: 196). Crasswell memberikan

contoh abstrak yang diambil dari salah satu disertasi di jurusan Matematika seperti di bawah ini.

There are two main results contained in this dissertation. The first result is a description of an algorithm
for the computation of polycyclic presentations for nilpotent factor groups of a given finitely presented
group. This algorithm is a generalization of the methods employed in the p-quetient algorithm [reference]
to possibly infinite nilpotent groups. The second is a method for the computation of the Schur multiplicator
of a group given by polycyclic presentation and a method for the classification of the isomorphism types of
Schur covering groups for finite soluble groups. Both algorithms can be treated in a similar context,
namely forming central downward extentions of polycyclic groups (Crasswell, 2005:196).

Tabel 7.5 Contoh abstrak


(Sumber: Emilia, 2005)

156
Move Dalam Abstrak Judul Disertasi: A Critical Genre-Based Approach to Teaching Academic
Writing in A Tertiary EFL Context in Indonesia

ABSTRACT

This thesis reports on the effectiveness of using a critical genre-based


approach (GBA) in teaching academic English writing to student teachers who
Review tentang “what research was about” dan sedikit were learning English as a foreign language in a state university, West Java,
literature review. Indonesia. The model of the GBA (as adapted from Rothery, 1996 and others
relevant to the study) was distinctive in that it sought to synthesise principles
from other theories, to do with critical thinking (e.g. Paul, 1992, 1993), critical
pedagogy (e.g. Freire, 1971, 1993, 1997) and critical literacy (e.g. Wallace,
1992a, b, 2001). The approach was also distinctive in that it sought to use a
genre-based pedagogy with a community of English as a foreign language
(EFL) students, whereas hitherto most uses of this pedagogy have been with
native speakers or English as a second language (ESL) students.

The study employed a qualitative research design, embracing characteristics of


a case study and to some extent a program evaluation. The data were obtained
from several sources, including a questionnaire prior to an 11 week teaching
Pernyataan tentang metodologi penelitian, teknik program; classroom observations by the researcher and her colleague,
pengumpiulan data collection of samples of students‟ texts in various stages of the teaching
(Penulis tidak menyebutkan data interview dianalisis program, which were then analysed using systemic functional grammar (SFG)
dengan cara apa dan karena tempat yang kurang dan data as developed by Halliday (1985b, 1994a); Halliday and Mathiessen (2004);
interview merupakan data sekunder. Sebaiknya semua students‟ journals written after each teaching session; and two stages of
data kalau memungkinkan disebutkan bagaimana interviews with the student participants, immediately after the program and
dianalisisnya. eight months after the program.

The findings revealed that despite some limitations, the teaching program was
successful in many ways in the Indonesian EFL tertiary teaching context. Most
significantly, the students‟ argumentative writing skills in English improved in
Pernyataan tentang temuan peenlitian yang juga that they achieved enhanced control of the target argumentative genre, at
merupakan kesimpulan peenlitian greater length, with clear schematic structure and improved use of evidence
and information in support of their arguments, using various linguistic
resources, which also indicates their development in critical thinking and
critical literacy. Moreover, data from classroom observations, students‟
journals and interviews showed that the students were aware of having made
progress in terms of metalanguage for discussing critical reading and writing;
a good grasp of those critical thinking dispositions, abilities and skills taught
in the program; and enhanced awareness of the values of class dialogue, a
democratic atmosphere, and the different roles of the teacher which allowed
them to actively participate in their learning.

Based on these findings, it is recommended that a critical GBA be gradually


adopted in Indonesia, as part of the centralized curriculum to enhance the
teaching of English in Indonesia, of English writing in particular. The
Indonesian government‟s implementation of the 2004 curriculum, and the GBA
Rekomendasi in particular, should be conducted more intensively to provide English teachers
with a sound understanding of the background to and practical guidance on the
application of the approach in their classes. Teacher education should also
provide student teachers with sound knowledge about English language and
literacy and pedagogical principles for their teaching. In addition, given the
urgency of the need for critical thinking and the calls for the implementation of
interactive curriculum, it is now the right time to infuse critical thinking and
critical pedagogy across the subjects of the school curriculum.

Contoh abstrak dalam laporan penelitian yang ditulis dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam

Tabel 7.6 di bawah ini. Abstrak ini diambil dari laporan penelitian mengenai aplikasi pendekatan

157
genre-based approach di sebuah sekolah menengah pertama di Bandung dan laporan

penelitiannya diserahkan ke Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS UPI.

Tabel 7.6. Contoh abstrak dalam laporan penelitian dalam bahasa Indonesia
(Sumber: Emilia dkk, 2008)
Abstrak

Penelitian ini berusaha untuk mengkaji aplikasi pendekatan genre-based (selanjutnya disingkat GBA) sebagai
salah satu alternatif pendekatan pengajaran yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa
Inggris dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dalam belajar bahasa Inggris, khususnya di
tingkat SMP berdasarkan kurikulum bahasa Inggris tahun 2006.

Penelitian dilakukan di salah satu SMP Negeri di Bandung dengan melibatkan satu orang guru bahasa Inggris
dan satu kelas murid sebagai partisipan. Penelitian berusaha untuk mengkaji beberapa hal berkaitan dengan
GBA, khususnya mengenai: aplikasi GBA di kelas, termasuk model GBA yang digunakan, alasan guru
menggunakan GBA, kelebihan dan kelemahan GBA, berdasarkan perspektif guru dan murid, keberhasilan
belajar murid dalam mencapai tujuan pembelajaran, dilihat dari berbagai keterampilan berbahasa, khususnya
membaca dan menulis, serta tantangan atau kesulitan yang dihadapi oleh guru dan murid berkaitan dengan
aplikasi GBA di kelas.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif, khususnya metode studi kasus (Freebody, 2003;
Nunan, 1992; Stake, 1985; Yin, 1993, 2003; Travers, 2002) dan akan menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data, di antaranya observasi kelas selama kurang lebih 3 bulan, analisis dokumen, terutama
dokumen yang berkaitan dengan kurikulum 2006 dan yang mengandung informasi mengenai pencapaian
mahasiswa dan tulisan siswa yang dikumpulkan selama observasi dilaksanakan, kuesioner dan wawancara
dengan guru dan beberapa orang murid, baik wawancara secara individu (Kvale, 1996) maupun focus group
(Frey and Fontana, 1993; Krueger, 1993, 1998).

Data yang berupa dokumen akan dijadikan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan observasi dan
pengambilan data dari sumber lain, seperti kuesioner dan interviu. Data dari observasi akan dianalisi dengan
mengikuti petunjuk aplikasi pendekatan genre-based (Derewianka, 1990; Feez and Joyce, 1998; Feez, 2002;
Rothery, 1996; Calaghan, 1989; Gibbons, 2002). Data dari observasi juga akan dipakai untuk meneliti kesulitan
atau tantangan yang dihadapi oleh guru dan murid dalam penerapan GBA di kelas. Selain itu, data berupa
tulisan siswa akan dianalisis dengan mengikuti petunjuk analisis teks, khususnya teori linguistic sistemik
fungsional (Christie, 1991, 2002, 1993, 2005; Martin, 1992; 1997, 2001; Halliday, 1985; 1994; 2002; Eggins,
1994; Coffin, 1997; Veel, 1997; Martin and Rose, 2003), yang dalam beberapa hal berkaitan dengan teoris
analisis wacana kristis (Fairclough, 1992, 1995; 2003), serta teori berpikir kritis (de Bono, 1976; Ennis, 1992;
Lipman, 2003; Norris and Ennis, 1989; Paul, 1990; 1992; 1993; 2002) yang juga akan dipakai dalam penelitian
ini. Tulisan siswa akan dianalisis dengan menggunakan tata bahasa sistemik fungsional (systemic functional
grammar, SFG), bersadarkan tiga system tata bahasa (Theme, Transitivity dan Mood) yang relevan dengan tiga
metafungsi bahasa (metafungsi textual, experiencial dan interpersonal) seperti yang telah ditegaskan dalam
linguistik sistemik fungsional (Halliday, 1976; 1985a,b; 1994, 2002). Tulisan siswa akan pertama-tama
dianalisis berdasarkan struktur organisasinya dan kemudian ciri-ciri linguistiknya. Setelah itu, berdasarkan
analisis struktur organisasi dan ciri linguistiknya, tulisan siswa akan dianalisis berdasarkan beberapa disposisi
berpikir kritis (seperti yang ditawarkan oleh Ennis, 1992; Lipman, 2003; Diestler, 2001; Chaffee dkk, 2002)
yang paling berkaitan dan dapat dilihat dalam tulisan siswa. Terakhir, data dari kuesioner dan wawancara akan
dianalisis dengan menggunakan analisis tema (Kvale, 1996; Merriam, 1998), yang diformulasikan konsisten
dengan pertanyaan penelitian yang akan berusaha untuk dijawab dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal bahwa temuan
peneltian akan dapat dijadikan sebagai landasan kebijakan dalam penerapan GBA serta pengembangan
pengajaran bahasa Inggris di sekolah tempat penelitian khususnya dan di SMP lain umumnya. Hasil penelitian
juga diharapkan dapat memperkaya literatur dan menjadi model dalam penerapan GBA di kelas, terutama bagi

158
mereka yang masih merasa kebingungan tentang penerapan GBA di kelas, khususnya di kelas-kelas besar
dalam konteks di Indonesia. Hasil penelitian pun diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada para guru
dalam menerapkan GBA di kelas, terutama dalam mengatasi tantangan dan hambatannya dalam konteks
pengajaran bahasa asing di Indonesia.

Contoh lain dari abstrak dapat dilihat dalam Tabel 7.7 yang diambil dari abstrak proposal

penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis di program studi pendidikan

bahasa Inggris SPs UPI.

Tabel 7.7 Contoh Abstrak Proposal Penelitian


(Emilia, 2008:2-3)
Abstrak

Penelitian ini akan berusaha untuk mengkaji kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dan tugas dalam
bahasa Inggris di program studi Pendidikan Bahasa Inggris SPs UPI, penyebab kesulitan itu, dilihat dari
perspektif mahasiswa dan dosen sebagai pengajar dan pembimbing, serta apa yang sebaiknya dilakukan
untuk membantu mahasiswa meminimalisasi kesulitannya dalam menulis tesis, juga berdasarkan perspektif
mahasiswa dan dosen di program studi pendidikan bahasa Inggris serta pimpinan SPs Universitas
Pendidikan Indonesia.

Penelitian ini akan menggunakan desain penelitian kualitatif, khususnya metode studi kasus (Freebody,
2003; Nunan, 1992; Stake, 1985; Yin, 1993, 2003; Travers, 2002). Penelitian akan melibatkan beberapa
kelompok partisipan, yakni mahasiswa yang sedang menulis tesis dan mereka yang sudah menjadi alumni
program studi pendidikan bahasa Inggris SPs UPI, dosen program studi yang berperan sebagai pengajar dan
pembimbing tesis dari para mahasiswa yang menjadi partisipan, serta pimpinan SPs UPI. Partisipan dari
mahasiswa, baik yang sudah maupun belum lulus diharapkan dapat mewakili kelompok mahasiswa yang
tergolong low achiever (IPK <3), mid achiever (IPK 3-3.5) dan high achiever (IPK >3.5). Penelitian akan
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antaranya analisis dokumen, terutama dokumen yang
mengandung informasi mengenai pencapaian mahasiswa dan tesis serta tugas yang dikumpulkan oleh
mahasiswa, kuesioner dan wawancara dengan partisipan, baik wawancara secara individu (Kvale, 1996)
maupun focus group (Frey and Fontana, 1993; Krueger, 1993, 1998).

Data yang berupa tesis dan tugas mahasiswa akan dianalisis dengan mengikuti teori analisis teks akademik
(Swales and Feak, 1994; Hinkel, 2002), yang juga relevan dengan analisis teks yang menggunakan teori
linguistik sistemik fungsional (Christie, 2002, 1991, 1993, 2005; Martin, 1992; 1997, 2001; Martin and
Rose, 2003; Eggins, 1994; Halliday, 1985; 1994; 2002; Fairclough, 1992, 1995; 2003), serta teori berpikir
kritis (de Bono, 1976; Ennis, 1992; Lipman, 2003; Norris and Ennis, 1989; Paul, 1990; 1992; 1993; 2002).
Dengan menggunakan tata bahasa sistemik fungsional (systemic functional grammar, SFG), bersadarkan
tiga system tata bahasa (Theme, Transitivity dan Mood) tesis dan tugas akan dianalisis berdasarkan struktur
organisasi dan ciri-ciri linguistiknya. Kemudian, karena kemampuan menulis argumentatif teks seperti
tesis dan tugas atau makalah sangat erat kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis (BK) (Chaffee, dkk,
2002), yang pengembangannya juga bersifat mendesak di Indonesia, di era reformasi seperti sekarang ini,
tesis dan tugas mahasiswa akan dianalisis berdasarkan ada tidaknya beberapa aspek BK, terutama standar
dan disposisi BK (seperti yang ditawarkan oleh Ennis, 1992; Lipman, 2003; Diestler, 2001; Chaffee dkk,
2002) yang paling relevan dalam tulisan argumentative serta ada tidaknya kesalahan dalam (fallacies)
dalam BK. Sementara itu, data dari kuesioner dan wawancara akan dianalisis dengan menggunakan analisis
tema (Kvale, 1996; Merriam, 1998) yang relevan dengan pertanyaan penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan

159
program studi pendidikan bahasa Inggris khususnya dan sekolah pascasarjana UPI serta UPI secara
keseluruhan umumnya. Hasil penelitian diharapkan dapat mendorong terciptanya satu pedoman penulisan
karya tulis ilmiah yang rinci, dengan struktur makro dan mikro (ciri-ciri linguistiknya) nya, serta aspek BK
untuk membantu mahasiswa meminimalisasi kesulitan yang mereka hadapi dalam menulis tesis serta tugas
dalam bahasa Inggris di program studi pendidikan bahasa Inggris khususnya, dan di semua program studi
yang ada di SPS UPI serta UPI umumnya. Peningkatan kemampuan menulis dan BK bagi lulusan
universitas, terutama program pascasarjana merupakan hal yang sangat esensial, khususnya bagi mereka
yang akan menjadi akademisi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa apa yang dilakukan oleh akademisi,
seperti yang ditegaskan oleh Hyland (2002:3) adalah menulis, mulai dari menulis artikel atau buku yang
diterbitkan, makalah dalam konferensi, hasil penelitian dan banyak lagi tulisan akademik lainnya, yang
semuanya memerlukan keterampilan BK. Hasil penelitian juga diharapkan dapat mendorong terbentuknya
kebijakan yang akhirnya dapat memacu peningkatan kualitas lulusan serta percepatan studi mahasiswa
program studi pendidikan bahasa Inggris khususnya dan program studi lain yang ada di Sekolah
Pascasarjana dan UPI pada umumnya.

Berkaitan dengan ciri linguistik dari abstrak dalam bahasa Inggris khususnya, berdasarkan

pengamatan penulis dalam membimbing atau menguji tesis, banyak mahasiswa yang mengalami

kesulitan menggunakan tense dalam abstrak. Sebagian ada yang menggunakan past tense,

sebagian simple present. Berkenaan dengan hal ini, Cooley dan Lewkowicz (2003, lihat juga

Paltridge & Stairfield, 2007) mengatakan bahwa ada dua cara mahasiswa bisa memandang

abstrak dalam tesisnya: sebagai ringkasan dari tesis atau disertasinya, atau sebagai ringkasan dari

penelitian yang telah dilakukan. Kalau abstrak dipandang sebagai ringkasan dari tesis atau

disertasinya, maka abstrak menggunakan present tense. Contoh:

This thesis examines, this thesis reports ….

Kalau abstrak dipandang sebagai ringkasan dari penelitian yang telah dilakukannya, maka simple

past tense biasanya digunakan. Contoh:

The study revealed that …

Present perfect tense digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara penelitian sekarang

dengan penelitian sebelumnya. Contoh:

Previous studies have shown … .

Menulis ucapan terimakasih

160
Dalam menulis ucapan terima kasih, ada beberapa moves atau elemen utama yang biasanya

ditulis (Hyland, 2004). Berdasarkan temuan penelitiannya dalam menganalisis ucapan terima

kasih dalam tesis mahasiswa yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (ESL), Hyland

menyimpulkan bahwa ucapan terima kasih terdiri dari tiga elemen utama sebagai berikut:

A reflecting move, yang memberikan komentar tentang pengalaman penulis dalam

melakukan penelitian atau menulis tesis.

Contohnya:

1. The writing of the the MA thesis is not an easy task;


2. The most rewarding achievement in my life, as I approach middle age, is the
completion of my doctoral dissertation (Paltridge & Stairfield, 2007:161).

Thanking move yang memberikan kredit kepada individu atau institusi. Berkaitan dengan

thanking move ini, Evans dan Gruba (2002) menyarankan bahwa penulis hendaknya

menyebut bantuan yang didapat dalam pelaksanaan penelitian dan dalam persiapan

penulisan laporan atau tesis atau disertasi. Evans dan Gruba juga menyarankan untuk

menyebut badan atau institusi yang memberi dana beasiswa atau sumber dana lainnya,

kalau memungkinkan.

Announcing move yang menunjukkan pernyataan menerima tanggung jawab atas segala

kekurangan dan kesalahan dalam tesis dan mendedikasikan tesis kepada individu atau

sekelompok orang.

Namun demikian, menurut Hyland (2004) dari sekian move yang biasanya ada dalam tesis,

hanya thanking move yang bersifat obligatory atau yang keberadaannya bersifat wajib.

161
Dalam menulis ucapan terima kasih ada hal yang tricky. Ucapan terima kasih ini bersifat pribadi,

dan kadang-kadang ada orang yang ingin menulis ucapan terima kasih sebanyak banyaknya dan

menyebut orang sebanyak-banyaknya. Namun demikian, pembimbing penulis dalam menulis

disertasi (Prof. Frances Christie) menyarankan bahwa ucapan terima kasih dalam tesis atau

disertasi hendaknya cukup satu halaman saja. Sebut saja orang-orang yang paling berperan

dalam proses penyelesaian tesis atau disertasinya, tidak perlu semua orang disebut. Hal ini

sejalan dengan apa yang disarankan oleh Glatthorn dan Joyner (2005:162) bahwa ucapan terima

kasih harus ditulis secara singkat, dan jangan terlalu effusive (mengungkapkan rasa terima kasih

dengan cara yang terlalu menyolok). Contoh ucapan terima kasih (Acknowledgements) yang

dikutip dari Paltridge dan Stairfield (2007: 161) dapat dilihat dalam Tabel 7.8 di bawah ini.

Tabel 7.8. Elemen ucapan terima kasih


(Sumber: Paltridge and Stairfield, 2007:161)
Move Examples
Reflecting Move The most rewarding achievement in my life, as I approach middle age, is the
completion of my doctoral dissertation.

Thanking move I would like to take this opportunity to express my immense gratitude to all
Presenting participants those persons who have given their valuable support and assistance.

Thanking for academic In particular, I am profoundly indebted to my supervisor, Dr James Fung


assistance, intellectual who was very generous with his time and knowledge and assisted mein each
support, ideas, analysis and step to complete the thesis.
feedback, etc.

Thanking for resources, data The research for this thesis was financially supported by a postgraduate
access and clerical, technical, studentship from the University of Hongkong, … , …
and financial support, etc.

Thanking for moral support, I would include those who helped includinmg my supervisor, friends, and
friendship, encouragement, colleagues. It is also appropriate to thank for spiritual support, so, I would
symphaty, patience, etc. also include my friends in mosque, church and family members.

Dari contoh di atas, kita bisa melihat bahwa peneliti mengucapkan terimakasihnya dengan

singkat. Penulis tesis atau disertasi juga sering mengucapkan terima kasihnya pertama-tama

kepada partisipan, kemudian kepada pembimbing. Hal ini tidak menjadi masalah sebenarnya.

Namun demikian, hal ini jarang ditemukan di dalam skripsi, tesis atau disertasi di Indonesia.

162
Mahasiswa biasanya menyebut dosen lebih dahulu dari pada partisipan karena menganggap

dosen pembimbing yang memberikan kontribusi paling banyak dalam penyelesaian tesis atau

disertasinya. Di Vietnam, berdasarkan pembicaraan informal dengan kolega penulis ketika

menulis disertasi, dikatakan bahwa mahasiswa harus menempatkan pembimbing sebagai orang

yang pertama kali disebut. Kalau tidak, bisa tidak lulus.

Berikut adalah contoh ucapan terima kasih yang ditulis oleh penulis dalam disertasi, dan dalam

ucapan terima kasih itu, bisa dilihat bahwa penulis menyebut dosen pembimbing sebagai orang

yang dianggap berkontribusi paling banyak dalam penyelesaian tesis dan disertasinya.

163
ACKNOWLEDGEMENTS
Many people have helped me throughout this study. My first and foremost thanks go to my supervisors,
Prof Frances Christie and Dr. Kristina Love. Prof. Frances Christie has been a constant source of
knowledge, strong encouragement and sustained critical support for the whole course of the study. Dr.
Kristina Love has been the main supervisor and also a constant source of knowledge, strong
encouragement as well as critical support after Prof. Frances Christie‟s resignation from the University of
Melbourne. Without Dr. Kristina‟s guidance and supervision, I can hardly imagine the completion of the
research project. It has indeed been a great privilege and joy to work under the guidance and scaffolding
of both the supervisors, which made every step on the road to the completion of the research project as
easy as possible.

My special thanks are also due to the students, who have given me an opportunity to learn together. Some
colleagues in the research site also deserve a special mention, especially Pak Bukhori and Ibu Safrina, for
help so generously given to me and Dr. Bachrudin Musthafa, who acted as an external supervisor under
the University of Melbourne Post Graduate Overseas Research Experience Scheme (PORES) grant, for his
guidance during the data collections.

I also thank many lecturers and students in the Department of Language, Literacy and Arts Education, the
University of Melbourne, for their share and support as well as feedback to my study in various department
presentations.

My heartfelt thanks go to my parents, sisters, in laws who in different, but equal ways, have contributed to
my study immeasurably, for their sincere love and prayers

Finally, I want to acknowledge a special debt of gratitude to my family: to my husband, Akhmad Tizani,
and to my children, Mizan and Najmi, for their support to a wife and a mother whose mind was not always
free to give the attention they needed. It is with pleasure that to them all I dedicate this thesis (Emilia,
2005)

Menulis daftar isi

Daftar isi atau table of contents atau apa yang disebut oleh Glatthorn dan Joyner, (2005:162)

sebagai Contents, berfungsi sebagai “peta dari tesis” (Evans & Gruba, 2002:48) − apa yang ada

di dalam tesis, bagaimana berbagai bagian dari tesis berkaitan satu dengan yang lainnya, dan

bagaimana kita dapat menemukan jalan menuju ke bagian yang diinginkan.

164
Daftar isi, seperti dikatakan oleh Paltridge dan Stairfield (2007:80) merupakan bagian akhir yang

ditulis oleh mahasiswa ketika menulis tesis atau disertasinya, tetapi table of contents merupakan

salah satu bagian pertama yang dilihat oleh penguji dan pembaca lainnya.

Paltridge dan Stairfield (2007:80; lihat juga Evans & Gruba, 2002: Pearce, 2005), dengan

mengutip Stairfield dan Ravelli (2006:226) mengatakan: “The table of contents along with the

thesis title are important sites of identity negosiation where the writer begins to align him or

herself with a research tradition.” Paltridge dan Stairfield (2007) menambahkan:

Halaman daftar isi menunjukkan gambaran tesis, dan dengan demikian, berperan sebagai penuntun awal
dari pembaca tesis. Halaman daftar isi juga menujukkan bagaimana mahasiswa itu telah menempatkan
hasil karyanya dalam disiplin dan budaya penelitian tertentu (Paltridge dan Stairfield, 2007:80; lihat juga
Emerson, 2007:31).

Banyak mahasiswa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk membuat daftar isi, padahal

daftar isi sebenarnya bisa dibuat sejalan dengan penulisan tesis, dengan cara memformat setiap

bab yang ditulis. Pelabelan untuk setiap bab dan sub-bab sebaiknya konsisten. Di program

Microsoft Word ada kolom yang berisi heading 1 sampai tak terhingga tergantung kita mau

berapa level. Kalau kita konsisten dalam penulisan, misalnya, setiap judul bab diberi heading1,

sub-heading 1.1, heading 2, sub-heading 1.1.1 heading 3 dan seterusnya, maka di akhir

penulisan tesis kita bisa tinggal mengklik

Insert -------------- Reference --------------Index and Tables --------- Table of Content (lihat

juga penjelasan Evans dan Gruba, 2002:129).

Dalam komputer nanti ada beberapa pilihan tentang berapa level yang mau dimunculkan, dan

style yang dipakai.

165
Dengan cara seperti ini, kita bisa menghemat waktu untuk membuat daftar isi, dan kalau ada

perubahan halaman, kita tidak usah secara manual mengubah semua halaman yang ada di tesis

atau disertasi, karena kita tinggal memperbarui daftar isinya dengan mengklik up date table of

contents. Selain lain itu, manfaat dari memformat daftar isi adalah daftar isi itu kelihatan rapi dan

bagus karena masing-masing level heading atau sub-heading sudah mempunyai tempat

tersendiri.

Hal ini juga disarankan oleh Paltridge dan Stairfield (2007:141), Moriarti (1997); Evans dan

Gruba (2002) dan Hamilton (2003) bahwa penggunaan heading, sub-heading dan penomoran

sangat membantu mengorganisasikan tulisan yang panjang. Paltridge dan Stairfield (2007:141)

menyarankan kepada mahasiswa yang berbahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing

sebagai berikut:

The second language student in particular may be unaware of how useful adopting such a system can be in
helping to organize large amounts of text. This is facilitated by word-processing software which enables
the writer to set up a template with headings and sub-heading sformatted in their chosenstyle from the
outset. These headings can then easily generate a table of contents. … we find that encouraging students to
use headings and sub-headings is a valuable tool in helping them organize information in the text and
develop the logic of their argument (Paltridge dan Stairfield, 2007:141).

Penggunaan heading dan sub-heading dalam teks yang panjang seperti tesis atau disertasi,

merupakan petunjuk visual yang sangat penting untuk menandai perubahan arah (Moriarti,

1997:72; Hamilton, 2003: 41-42;). Dengan menggunakan sub-heading atau “verbal signals”

(Glatthorn & Joyner, 2005:140), seperti telah dikatakan sebelumnya dalam buku ini, organisasi

tulisan menjadi jelas bagi pembaca dan penggunaan heading yang tepat akan membantu

pembaca menelusuri pola organisasi tulisan kita. Hamilton menambahkan:

Informative headings that reflect the themes of the argument or the issues arising from the topic are helpful
to both readers and writers. The use of headings break the text up into managable sections either to write
them or read them. The section headings and sub-headings can form part of planning the content of the
document and be listed in a formal outline (2003:42) .

166
Selain itu, Moriarti (1997:72) mengatakan bahwa penggunaan heading tidak hanya

mengorganisasikan tugas menulis untuk penulis, tetapi juga mengorganisasikan bahan bacaan

untuk pembaca. Moriarti mengatakan bahwa peneliti dan ilmuwan harus mempunyai

pengetahuan yang mutakhir dalam bidangnya. Karena mereka menghabiskan waktunya untuk

banyak membaca, maka mereka tidak punya waktu untuk membaca secara intensif. “Heading

memberi petunjuk kepada pembaca tentang tempat dimana bahan yang paling diminati oleh

mereka” (Moriarti, 1997:72).

Dalam hal heading, Moriarti (1997: 73-74) memberikan penjelasan yang cukup lengkap dan

dapat dijadikan rujukan dalam membuat atau memformat tesis atau disertasi. Moriarti (1997)

menjelaskan bahwa heading ada beberapa tahap: Tahap 1, tahap 2, dan seterusnya. Moriarti

mencontohkan:

Heading level 1 membagi tesis atau disertasi ke dalam bagian utama tesis atau disertasi, seperti : Abstract,
Acknowledgements, Table of Contents, List of Figures, dan judul bab, seperti Introduction, Literature
Review dan seterusnya. Heading tahap satu ditulis dalam huruf kapital semuanya. Heading tahap satu
ditulis di tengah halaman. Heading pertama ini biasanya ditempatkan dua spasi di atas text yang
mengikutinya dan tiga spasi setelah teks yang mendahuluinya.

Heading level 2 menunjukkan subdivisi dalam bagian utama dari disertasi. Misalnya, dalam bab
pendahuluan, ada bagian latar belakang (background) , cakupan penelitian (scope of the study) , tujuan (aim
of the study) dan seterusnya. Ini semua ditulis dalam heading level 2, ditulis dengan campuran huruf besar
dan huruf kecil. Heading ini ditempatkan dua spasi di bawah teks sebelumnya dan dua spasi di atas teks
yang mengikutinya.

Heading Level 3 merupakan subdivisi dari subdivisi. Misalnya, dalam bab tiga, tentang metodologi
(heading satu) ada data collection (heading dua), kemudian ada interview (heading 3). Heading level 3
sama dengan heading level 2, dan ditulis menjorok (Moriarti, 1997:73-74).

Penulisan heading sebaiknya konsisten dengan cara menulis heading dan dalam menggunakan

divisi dan subdivisi. Kita juga sebaiknya tidak mencampuradukkan tanda baca. Berikut adalah

contoh bagian dari Table of Contents dari disertasi yang dibuat oleh penulis (Emilia, 2005) dan

diformat.

167
Contoh Table of Contents
(dikutip dari Emilia, 2005:ix)

Dari daftar isi di atas bisa dilihat bahwa judul Table of Contents biasanya dalam huruf kapital,

bisa ditulis di pinggir atau di tengah. Setelah itu ke bawah sedikit, di margin kanan muncul Page,

atau “Halaman” kemudian ke bawah lagi, di margin kiri muncul Abstract, Acknowledgement dan

seterusnya. Judul bab biasanya ditulis dengan huruf kapital (huruf awal dari nama bab, nama

tabel, atau gambar ditulis dalam huruf kapital juga ketika nama itu disebut di dalam tesis atau

disertasi, misalnya, … in Chapter 3 (Bab 3)… as can be seen in Table 3 (seperti dapat dilihat di

Bab 3, dan sebagainya). Namun demikian, judul sub-bab biasanya ditulis dengan huruf kecil,

dan hanya huruf awalnya saja dari setiap Content Words atau “Key Words” (Anderson & Poole,

2001:91) yang ditulis huruf besar. Atau, kalau mengikuti petunjuk APA, maka judul sub-bab

ditulis huruf kecil, kecuali huruf pertama dalam kata pertama dari judul itu yang ditulis dengan

168
huruf kapital. Sub-bab biasanya ditulis menjorok. Judul bab dan sub-bab tidak memakai tanda

baca.

Selain itu, dari daftar isi di atas juga bisa dilihat bahwa halaman bagian pendahuluan atau apa

yang disebut Evans dan Gruba (2002) sebagai preliminary pages seperti abstract,

acknolwedgement dan table of contents atau list of tables dan list of figures ditulis dengan nomor

Romawi sedangkan bab dan sub-bab dalam huruf Latin (lihat Anderson & Poole, 2001:91-92

untuk contoh yang lebih rinci mengenai menulis Table of Contents atau daftar isi).

Dari table of contents di atas, kita juga bisa melihat bahwa, semua bagian pendahuluan tesis dan

nama bab diformat sebagai heading satu, karena itu semuanya sama, fontnya juga sama,

posisinya di daftar isi sama. Selain itu, tergantung pada style atau gaya yang di pilih, heading dua

ditulis dengan cetak miring dan mempunyai posisi yang tidak sama dengan heading satu atau

heading tiga. Hal ini membuat daftar isi tampak bagus dan rapi (Lihat juga manfaat memformat

Table of Contens seperti yang ditekankan oleh Emerson, 2007: 31-32). Heading dari setiap

bagian dan sub-bab juga harus sama dengan atau berkorelasi dengan apa yang muncul di tubuh

tesis (Emerson dkk, 2007; Evans & Gruba, 2002). Dengan memormat judul bab, heading dan

sub-heading dalam setiap bab, maka daftar isi akan mudah dibuat dan akan muncul secara

otomatis, dan yang paling penting, daftar isi dapat disajikan dengan rapi (Emerson dkk, 2007).

Kesimpulan

Bab ini telah membahas penulisan bagian awal tesis atau disertasi, yakni abtrak, daftar isi dan

ucapan terima kasih. Walaupun bagian ini bukan merupakan bagian ini dari tesis, namun bab ini

telah menunjukkan bahwa bagian-bagian ini sangat menentukan penilaian pembaca mengenai

169
tesis atau disertasi yang dibacanya. Bagian abstrak khususnya, memainkan peranan dalam

menentukan pembaca apakah mereka akan membaca terus tesis atau disertasi itu atau tidak.

Selain itu, daftar isi berperan sebagai petunkjuk arah bagi pembaca dalam menemukan apa yang

mereka cari dalam tesis atau disertasinya. Selain itu, daftar isi juga berfungsi sebagai lambang

kontinuitas atau koherensi sertai kesatuan dari tesis keseluruhan. Apa yang ada dalam taftar isi

menunjukkan apakah yang dibahas dalam tesis semuanya relevan dengan topik atau judul dari

tesis atau disertasi itu. Unsur tearakhir dari bagian awal tesis adalah ucapan terima kasih yang

juga memainkan peranan penting dalam menunjukkan modesty atau kerendahan hati penulis

dengan menunjukkan bahwa penyelesaian tesis atau disertasi juga merupakan hasil dari

kontribusi berbagai pihak.

BAB 8: MENULIS BAB PENDAHULUAN

Pendahuluan

Bab Tujuh telah membahas penulisan bagian pendahuluan dari tesis dan disertasi, yakni

abstrak, daftar isi dan ucapan terima kasih.

Bab ini akan membahas salah satu bab dari isi tesis atau disertasi, yakni bab pendahuluan. Dalam

pembahasan di bab ini akan diperlihatkan bahwa bab pendahuluan memainkan peranan penting,

170
seperti halnya abstrak dan bagian lain. Bab ini merupakan jendela dari bab-bab selanjutnya yang

ada dalam tesis atau disertasi.

Pembahasan akan dimulai dengan fungsi bab pendahuluan, kemudian diikuti dengan elemen-

elemen atau move atau langkah yang ada dalam pendahuluan. Setelah itu bab ini akan membahas

satu asumsi yang sering muncul di kalangan mahasiswa maupun dosen pembimbing mengenai

kapan sebaiknya menulis pendahuluan. Akan diperlihatkan dalam bab ini bahwa walaupun

mungkin benar bahwa sebelum penelitian dan analisis data selesai, dan penulisan tesis atau

disertasi secara keseluruhan selesai, maka pendahuluan belum bisa ditulis. Namun demikian,

alangkah baiknya kalau menulis pendahuluan dilakukan di awal, sebelum bab-bab lainnya. Kalau

ada perubahan nanti, sesuai dengan apa yang ditulis dalam bab-bab selanjutnya dari tesis, maka

tidak ada salahnya kalau draft pendahuluan yang sudah ada direvisi lagi, disesuaikan dengan isi

bab-bab selanjutnya, seperti yang disarankan oleh banyak pakar penulisan tesis dan disertasi,

baik dalam bahasa Inggris sebagai bahasa ibu, maupun sebagai bahasa kedua atau bahasa asing.

Berikut penjelasan mengenai masing-masing aspek berkaitan dengan penulisan pendahuluan

Fungsi pendahuluan

Pendahuluan, yang biasanya merupakan bab satu dari tesis atau disertasi merupakan bagian

penting lain dari tesis atau karya tulis ilmiah yang akan menentukan kesan pembaca tentang tesis

secara keseluruhan. Pendahuluan dapat berfungsi sebagai “a major signpost” (Smith, 2002:69)

atau “the window to the thesis” (Clare & Hamilton, 2003:25) dan merupakan kesempatan

pertama bagi penulis untuk membimbing pembaca, memberikan ide yang jelas dari apa yang

akan ditulis. Salah satu pembimbing di Australia mengatakan bahwa di dalam pendahuluan tidak

171
boleh ada kesalahan, karena dari situ pula pembaca akan memutuskan apakah dia akan terus

membaca atau tidak tesis atau disertasi itu. Menurut Swales dan Feak (1994), dari segi proses,

penulisan pendahuluan sebenarnya merupakan proses yang sangat lambat dan sulit, serta

membingungkan. Dengan mengutip Plato, Swales dan Feak (1994:173) mengatakan “The

beginning is half of the whole.” Swales dan Feak menambahkan bahwa “producing a good

introduction section always seems like a battle hard won” (Ibid).

Pendahuluan menjelaskan konteks penelitian, dan mendefinisikan penelitian yang dilakukan.

Perannya, seperti dikatakan oleh Moriarti (1997) adalah untuk menjembatani kekosongan antara

pembaca dan penulis. Pendahuluan memberikan konteks intelektual, pernyataan masalah,

manfaat penelitian dan ringkasan dari penelitian sebelumnya (Moriarti, 1997:84).

Pendahuluan yang merupakan bab tempat konteks, signifikansi, pertanyaan, serta isu yang dikaji

dalam penelitian harus dinyatakan dengan jelas, dengan cara yang informatif sehingga dapat

dengan mudah dibaca oleh pembaca. Pendahuluan menggiring pembaca kepada urutan tahapan

yang logis, menerangkan bagaimana pertanyaan dan isu yang dikaji dalam penelitian itu muncul

dan dalam keadaan seperti apa. Ini juga merupakan awal dari eksplorasi pustaka yang relevan

dan diakhiri dengan ikhtisar tujuan penelitian dan gambaran tujuan dari masing-masing bab yang

ada dalam tesis atau disertasi (Clare, 2003:25-26; Moriarti, 1997) dengan cara memaparkan

organisasi tesis atau disertasi.

Selain itu, dalam bab pendahuluan, membangun “the active voice” (Lincoln & Guba, 2000:

dikutip oleh Clare, 2003:25) dari peneliti atau penulis merupakan hal yang sangat sentral. Dalam

pendahuluan penulis menyatakan argumen yang meyakinkan untuk membangun tujuan

172
penelitian, yang didasarkan pada pengetahuan, pengalaman, kajian pustaka dan penelitian lain.

Ketika pembaca sampai pada akhir halaman kedua dari tesis atau disertasi, tujuan penelitian

seharusnya sudah jelas. Bab pendahuluan menetapkan tone dari tesis dan otoritas penulis (Clare,

2003:26).

Menurut Clare (2003:26), ada beberapa teknik yang dapat dipakai untuk meyakinkan bahwa

otoritas penulis dominan dalam bab pendahuluan dan bahwa tujuan penelitian jelas. Paragraf

pertama harus memperlihatkan tone pendahuluan dengan mengatakan hal-hal sebagai berikut:

This thesis attempts to answer complex questions relating ... (Clare, 2003:26).

Atau In this thesis complex questions relating to … (Clare, 2003:26).

Clare (2003:26) juga mengatakan bahwa penulis tesis atau disertasi sebaiknya tidak

menggunakan kalimat seperti ini: This thesis will attempt ... (kata “will attempt” merupakan

frase yang kurang kuat digunakan dalam tesis bahasa Inggris dan tidak meyakinkan penguji

bahwa apa yang dikaji dicapai).

Selain itu bab pendahuluan harus pula didasarkan pada kajian pustaka untuk membantu

pembaca memahami konteks penelitian dan signifikansi dari penelitian yang dialakukan. Fungsi

atau tujuan dimasukkannya kajian pustaka adalah untuk mendukung argumen peneliti atau tesis

dan harus dinyatakan dengan cara yang menunjukkan bahwa “voice penulis jelas atau dominan”

(Clare, 2003:26). Hal ini bisa dilihat dalam contoh berikut ini:

Literature Dominant: Menzies (1960) stated that...


Researcher Dominant: As long ago as 1960 Menzies demonstrated that …

Literature Diminant: Clare (2001) in a study examining …. demonstrated that …


Researcher Dominant: Empirical evidence from recent research (Clare, 2001) demonstrated
that …. The study examined ….

173
Contoh di atas menunjukkan bagaimana penulis dapat mempengaruhi cara ketika sebuah laporan

penelitian dibaca dari halaman pertama. Clare menegaskan:

There is nothing more boring for an examiner than to be confronted with pages of paragraphs all
beginning with the names of authors drawn from the literature. Like the data in other chapters, you must
make the literature work for you, using it to develop your argument (2003:27).

Berkaitan dengan isi dari bab pendahuluan, Pearce (2005) menyarankan bahwa penulis harus

memberikan informasi mengenai hipotesis, pertanyaan dan tujuan penelitian secara eksplisit.

Kegagalan penulis tesis dalam mengemukakan semua aspek ini sangat mempengaruhi penilaian

penguji berkaitan dengan keberhasilan penulis memenuhi kriteria yang telah ditentukan dalam

menulis pendahuluan sebuah tesis atau disertasi

Pendahuluan sebaiknya memperlihatkan secara garis besar, apa yang telah menjadi ilham atau

inspirasi dari keinginan untuk melakukan penelitian, seperti: peraturan pemerintah, perubahan

industri, perlunya perbaikan, usaha untuk menemukan pengetahuan baru, perubahan kebijakan

dan evaluasi (Swetnam, 2000). Kemudian diteruskan dengan mengatakan secara singkat apa

yang akan dilakukan, apa pertanyaan penelitian atau hipotesisnya dan dimana penelitian itu

dilakukan. Singkatnya, menurut Sternberg (1988:49), pendahuluan harus menjawab empat

pertanyaan berikut:

1. Penelitian apa (yang telah dilakukan sebelumnya) yang telah menggiring pada penelitian

kita?

2. Kontribusi apa yang diberikan penelitian kita kepada penelitian yang telah ada?

3. Mengapa kontribusi yang diberikan oleh penelitian kita penting atau menarik?

4. Bagaimana kontribusi itu dibuat atau dilakukan?

Selain itu, menurut Glatthorn dan Joyner (2005:165) beberapa faktor latar belakang khusus

mungkin juga dibahas dalam pendahuluan, seperti:

174
Latar belakang sosial: Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat yang membuat

masalah penelitian menjadi tampak penting.

Latar belakang intelektual: Gerakan intelektual dan filosofis utama yang terjadi pada

waktu penulisan tesis yang memberikan konteks khusus pada penelitian.

Latar belakang profesional: Perkembangan dalam bidang kita yang membuat persoalan

atau masalah tampak perlu dikaji.

Latar belakang penelitian: Metode baru yang tampaknya perlu dipakai atau teori baru

yang tampaknya perlu diuji, atau adanya gap atau kekosongan dalam pengetahuan yang

ada.

Biasanya faktor pribadi dianggap tidak relevan dalam disertasi atau tesis; disertasi merupakan

laporan ilmiah, dan pembaca biasanya tidak tertarik dengan kita sebagai peneliti (Glatthorn &

Joyner, 2005:166). Selain itu, menurut Glatthorrn dan Joyner, (2005), faktor lokal juga biasanya

tidak diidentifikasi. Misalnya, fakta bahwa sekolah memerlukan guru, sistem evaluasi guru baru,

tidak perlu disebutkan dalam tesis yang diharapkan akan dapat membawa dampak yang lebih

luas.

Struktur organisasi dari bab pendahuluan dapat dikatakan bergerak dari overview yang cukup

umum dari terrain penelitian ke masalah khusus yang diteliti melalui tiga move utama yang

menggambarkan tujuan komunikasi bab pendahuluan (Swales & Feak, 1994, lihat juga Paltridge

& Stairfield, 2007). Tujuan utama dari bab pendahuluan, menurut Swales dan Feak (1994)

adalah:

Untuk menjelaskan territorial kajian penelitian,

Mengidentifikasi adanya kekosongan atau gap dalam bidang yang dikaji,

175
Memberi tanda bagaimana masalah penelitian akan mengisi gap yang ada.

Elemen Pendahuluan

Pendahuluan biasanya terdiri dari beberapa elemen, dan Swales dan Feak (1994) dan

Bunton (2002, yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield, 2007) menggambarkan move yang ada

dalam pendahuluan sebagai berikut.

Tabel 8.1: Elemen (Move) dalam Bab Pendahuluan


(dikutip dari Paltridge & Stairfield, 2007:83)
Move 1: Establishing a research territory (menjelaskan territorial kajian penelitian)
a. Dengan memperlihatkan bahwa bidang penelitian secara umum penting dan sentral, problematik,
menarik atau relevan dalam satu atau lain hal (opsional)
b. Dengan memberikan informasi yang menjadi latar belakang tentang topik penelitian (bersifat
pilihan)
c. Dengan memperkenalkan dan menelaah hasil karya penelitian sebelumnya dalam bidang yang
dikaji (wajib).
d. Dengan mendefinisikan istilah.
Move 2: Establishing a niche (menentukan tempat atau posisi penelitian)
a. Dengan mengindikasikan gap dalam peneliian sebelumnya, memunculkan pertaynyaan tentang
gap itu, atau bisa juga menambah pengetahuan sebelumnya (wajib).
b. Dengan mengidentifikasi masalah atau kebituhan (wajib).
Move 3: Menempati tempat atau posisi penelitian
a. Dengan menyatakan tujuan penelitian atau hakekat penelitian yang dilakukan atau pertanyaan
penelitan/hipotesa (wajib).
b. Dengan menyatakan temuan utama atau manfaat penelitian (opsional)
c. Dengan menjelaskan struktur tesis dan memberikan sinopsis mini atau previu dari bab-bab
selanjutnya (wajib).
d. Dengan menyatakan posisi teori (bersifat pilihan)
e. Dengan menggambarkan metode penelitian yang dipakai (bersifat pilihan).

Menurut Paltridge dan Stairfield (2007), move yang berbeda dalam bab pendahuluan yang

ditulis dalam bahasa Inggris biasanya menggunakan tenses yang berbeda. Misalnya, move 1 a,

yang menunjukkan pentingnya penelitian sering menggunakan present tense atau present

perfect dalam kalimat yang membuat pernyataan-pernyataan ini penting (Swales & Feak, 1994).

Penggunaan present tense menunjukkan bahwa pernyataan yang dibuat merupakan “generally

accepted truth” (Paltridge & Stairfield, 2007) atau kebenaran yang diterima secara umum.

176
Move 2 menentukan tempat yang harus menunjukkan gap atau niche (tempat atau relung yang

perlu diisi) dalam penelitian sebelumnya yang akan diisi oleh penelitian. Hanya dengan

menelaah penelitian sebelumnya gap itu bisa ditentukan. Bahasa “gap statement” menurut

Atkinson dan Curtis (1998, dikutip oleh Paltridge & Stairfield, 2007:87) biassanya bersifat

evaluatif dengan cara negatif. Misalnya dapat dilihat dalam pernyataan yang ada dalam tesis

Master dan Doktor di bawah ini:

One class of quality improvement which has not received much attention is enhancement

by broadening the bandwidth of coded speech without an increase in the bit raete. This is

surprising since the notion of quality as a function of speech bandwidth is anticipated to

become more pervasive (Epps 2000:4, dikutip dalam Paltridge & Srttairfield, 2007: 87).

These observations point to the proposition that in order to recognize the mismatches and

to begin to understand the consequences of discontinuities, there is a need to increase

research knowledge of community social practices and interactions with community

literacies (White Davison, 1999:2, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 87).

It is important to take issue with criticism of the role of structuralism and

poststructuralism (Wakening 1998:5, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 87).

Paltridge dan Stairfield (2007, lihat juga Swales & Feak, 1994) juga menekankan bahwa penulis

tesis dan disertasi sebaiknya hati-hati dalam menggunakan bahasa yang mengidentifikasi

kelemahan dari penelitian orang lain. Hal ini khususnya penting bagi penulis tesis atau disertasi

yang ingin diterima dalam komunitas para ahli di bidang yang diteliti.

Dalam move 3, yakni menempati tempat penelitian, penulis, dengan menyatakan tujuan

penelitian, mengindikasikan kepada pembaca bagaimana penelitian yang diajukannya itu akan

177
mengisi gap yang ada. Dalam tesis atau disertasi, temuan utama mungkin bisa ditelaah dan

posisi teorestis dan metodologi juga mungkin bisa dikatakan. Di sinilah penulis dapat memberi

tanda bahwa penelitian yang dilakukannya penting. Move 3, pemaparan struktur organisasi tesis,

merupakan hal yang harus ada dalam pendahuluan. Move yang menggambarkan struktur

organisasi mengandung metadiscourse (Paltridge & Stairfield, 2007:89, lihat juga Fairclough,

1994; Ravelli, 2004:119; Gruber, 2004) yakni “discoures that is used to talk about the onngoing

discourse” (Ravelli, 2004:118) atau wacana yang membicarakan wacana lain, bagaimana kita

mendeskripsikan tulisan kita, struktur tulisan kita, bukan memaparkan isi dari tulisan kita.

Contoh meta-discourse atau metatext adalah: This thesis argues that, this chapter examines the

following section reviews (lihat Paltridge & Stairfield, 2007:89). Istilah meta-discourse atau

metatext juga telah dibahas dalam Linking Texts di Bab Empat ( lihat juga dalam dalam

discourse analysis seperti yang telah ditulis oleh Fairclough, 1992, 1995; 2003).

Berikut adalah contoh cuplikan pendahuluan disertasi Ph.D dalam bidang fisika (oleh Amy,

2000) dan sejarah (oleh Taylor, 2000) dengan move atau elemen yang biasa ada dalam

pendahuluan, yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:92-93 dan 95-97).

Tabel 8.2: Ekstrak pendahuluan dalam tesis PhD bidang Fisika


(Amy, 2000:1-2, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007:95-97)
Chapter 1
Introduction

Claiming 1.1. Overview


centrality The Magellanic Clouds provide a unique environment in which to study many
interesting and astrophysically challenging problems. They are relatively 1a
nearby, have a position which makes them observable for the entire year and
they provide ideal case studies to investigate many classes of sources.
Although distances to both the small and large Magellanic Clouds are still
somewhat uncertain, they are relatively well known, allowing detailed 1b
quantitative studies to be undertaken. The clouds have been studied over a
wide range of frequencies, from low frequency radio observations through
satellite based gamma ra-ray studies.

178
Establishing The Magellanic clouds are one of the prime observing targets for the
a research Molongo Observatory Synthesis telescope (MOST). Soon after the 1b
territory instrument was commissioned in 1981 an observing program to survey
both the small and large magellanic Clouds was undertaken. Operating at
a frequency of 843 MHz with an angular resolution of 44 arcsec, the
MOST was the highest angular resolution aperture synthesis radio
telescope in the southern hemisphere in regular use at that time. The
resulting sub-arcminute angular resolution images provide an excellent
base from which to select objects for further study. This MOST Magellanic
Cloud surveys were in progress when the work reported here was started 1c
and the images from the MOST Small Magellanic Cloud survey have since
been published in Turtle et al (1998).
1d
The MOST is a powerfuyl imaging instrument particularly suited to radio
surveys and to imagining, in a single 12-hour observation, sources with
complex extended morphologies. In addition to full synthesis‟observations, an
observing mode called „CUTS‟ can be used in which around 10 sources are
each observed for a few minutes with a cadence of approximately one hour
over the course of an observation. In this way a number of sources can be
imaged in a single observing session, allowing a survey of a large number of
sources to be undertaken in a relatively short amount of total observing time. 2a
Indicating a However, the MOST is restricted to a single observing frequency, a relatively
gap narrow continuum bandwidth of 3 MHz, fixed right-circular polarization and a
fixed physical configuration.

In the early 1980s, the pressing need for frequency agile synthesis radio
telescope in the southern hemisphere was acknowledged. This need was
addressed by the official opening of the Australia Telescope in 1988, with
regularly scheduled observations commencing in May 1990.

The Australia Telescope Compact Array (ATCA) is a sparse radio synthesis 1d


array, with 15 baselines compared to 351 for the Very Large Array (VLA) and
40 for the Westerbork Synthesis Radio Telescope (WSRT). It was envisaged
that to provide good spatial frequency coverage, four separate observations in
different baseline configurations would be required to adequately image a
typical radio source. In practice, such usage would have precluded the use of
the ATCA to survey a large number of sources. At the time this raised
questions such as:
Extending Was a survey of a large number of sources in a small number of
previous observing sessions achievable?
knowledge Would a “CUTS”-type observation with the ATCA be successful for 2b
compact sources?
Given the small number of baselines, could the resulting images be
deconvolved and used for quantitative analysis?

Occupying This thesis presents the results of an observing programme which used 3a
the niche preliminary Magellanic Cloud survey images from the MOST to select sources
to be studied with the then new ATCA. To test the viability of the “CUTS” 3e
technique for the ATCA, a single 12-hour observation at 4790 MHz was made
in May 1990, targeting seven sources and two calibrators in the Small
Magellanic Cloud (SMC) over I-hour cycles. The reduced data produced
3b
images of satisfactory quality to enable quantitative analysis including the
determination of peak and integrated flux densities and the angular extent of
the source. The observing programme was therefore extended to include
further sources in both Clouds over a 12 month period. At that time only 5
ACTA antennas were operational, giving just 10 baselines. The observing

179
techniques outlines here were extremely fruitful, and are now the basis for 3b
many continuum observations with the ACTA, made with the full set of 6
antennas and 15 baselines.

The properties of 61 compact radio sources in the Clouds are presented in this
3b
thesis, including flux densities at frequencies from 408 MHz to 8.6 GHz, radio
spectral indices, and the presence of coincident X-ray emission and likely
classification of the emitting object. These studies have had significant
scientific implications, including the selection of source candidates for other
survey work and detailed studies of individual objects, two of which are the 3c in
subjects of detailed chapters of this thesis*. part
Sumber, Amy, 2000:1-2, dikutip oleh Paltridge and Stairfield, 2007:95-97).

Catatan: Move 3c, yang diberi judul tesis outline ditemukan dalam bab
pendahuluan dari tesis.

Tabel 8.3: Ekstrak pendahuluan dalam tesis Ph.D bidang sejarah


(Taylor, 2000:1-2, dikutip dalam Paltridge and Stairfield, 2007:92-93).
Chapter 1
Introduction and Thesis Overview

Introduction

In this introductory chapter the background to the present research study will
Advance be provided along with an outline of the principal theoretical propositions. The
organiser chapter will also set out the research problem and the associated research
questions that the thesis seeks to answer. The justification for the research and
a statement of the contribution the thesis makes to the field of sports studies
follows. Finally, a brief overview of research methodology will be included
along with an outline and diagrammatic representation of the structure of this
thesis.

This thesis is an investigation of the sporting experiences of women from


Occupying a culturally and linguistically diverse backgrounds in Australia. Women from
niche diverse cultural and linguistic backgrounds are subpopulation that has been
identified as the „others‟ in previous research (Hooks, 1989; Prakash, 1994).
Establishing Sport theorists that have researched „otherness‟ suggest that individuals and
a research groups from outside the mainstream have been historically marginalized in
territory dominant discourses of sports (Bhandari, 1991; Hargreaves, 1992; Long et al,
1997). In Australia, the underrespresentation of this sub-group of women has
been quantitatively documented across all dimensions of sports involvement.
Previous studies have indicated that women from culturally and linguistically
diverse backgrounds are significantly less likely to participate in sports
activities (Australian Bureau of Statistics, 1998), engage in physical activity
(Amstrong, Bauman, Davies 2000) or become sports spectators (Australian
Bureau of Statistics, 1998). Women from culturally and linguistically diverse
backgrounds are also less likely to hold either volunteer roles or paid positions
Establishing in sports organisations (Fitzpatrick and Brimage, 1998). However, existing
a niche research does not explore on why this under-representations occurs. Neither
does it comment on how femnales from culturally and linguistically diverse
Occupying background think about and experience sports. The research undertaken for
the niche this thesis seeks to explore how the construction of sports discourses and the
organisation of sports have influenced women‟s sports experiences. It will be
argued that the formation of gender and ethnicity relations in sports

180
organisations has been constituted by culturally institutionalised meanings,
actions and explanations that are systematically exclusionary of women from
Establishing diverse cultural backgrounds. As such, this thesis responds to the call to
a niche action by many sports studies academics who have suggested that research
about migrant women and sports has been neglected for far too long (Costa
and Guthrie, 1994; Hall, 1996; Hargreaves, 1994; Theberge and Birrell,
Occupying a 1994a). The research focuses on the intersectiong domains of gender, sports
niche and ethnicity and the implications therefof sports theory and practice. It has
been previously identified that existing research on this topic is sparse (Adair
and Varnplew, 1997; Australian Sports Commission, 2000; Booth and tatz,
Indicating 2000; Hall, 1996; Mosely, 1997; Rowe and Lawrence, 1996). Given the
the gap identified gap in sports studies, this thesis has the potential to provide a
better theoretical and practical understanding of sports, gender and cultural
diversity.

Indicating Women‟s studies, sports studies and migration studies have each developed
gaps their own philosophical and conceptual approaches to researching their
constituent populations but each has seemingly neglected theory development
about the nexus between women, sports and ethnicity. Over the last few
decades feminist studies have extensively and intensively debated the role that
cultural institutions play in promulgating male hegemony, the ensuing power
relations that are created, maintained and reinforced by these institutions;
and the opportunities that women have to contest and resist a gendered
construction of society. Initial feminist treatises proposed grand theories,
which were applied to all women, however these theoretical assumptions have
now shifted and recent works recognise that „women‟ are not a homogenous
group. In particular, feminists have developed into issues surrounding the
Establishing marginalisation of women who do not fit into Eurocentric, middle-class,
a niche in Western‟White‟ theorisation within poststructural theory (Prakash, 1994;
feminist Spivak, 1988). Poststructural femninists have further suggested that all studies
literature of women need to acknowledge non-white, ethnic minority women and rethink
how social identities and forms of knowledge can encompass the‟other‟
(Hooks, 1989).
Gap in
sports Research on questions of racial and cultural differences in sports appears to
studies have been slow to respond to poststructural feminist imperatives, with
research primarily located within androcentric paradigms (Thommson, 1998).
(Sumber: Taylor, 2000:1-2, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007: 95-
97).

Di akhir pendahuluan, pembaca harus sudah memahami parameter penelitian kita, termasuk

pendahuluan terhadap metodologi dan metode serta gambaran umum dari tesis secara

keseluruhan. Bab pendahuluan juga seyogianya diakhiri dengan paragraf yang memperkenalkan

tujuan bab dua. Penggunaan paragraf pendahuluan atau kesimpulan dari sebuah bab telah

dibahas dalam bagian “linking texts” di Bab Empat.

181
Dalam bab pendahuluan, seperti dalam tesis yang ditulis oleh penulis (Emilia, 2005) dan juga

seperti yang disarankan oleh Glatthorn dan Joyner (2005: 164), perlu ditulis satu paragraf

pendahuluan yang fungsinya adalah sekedar untuk membuat pembaca “get into the chapter

somewhat gradually, rather than jumping directly into the first substantive division” (Glatthorn

& Joyner, 2005:164). Pendahuluan dalam bab pendahuluan ini bisa hanya satu paragraf, atau bisa

juga sampai tiga halaman. Kalau kita lebih suka dengan pendahuluan yang pendek, Glatthorn

dan Joyner (2005:164) menyarankan penggunaan contoh pendahuluan seperti di bawah ini:

This dissertation (thesis) is a report of an ethnographic study of the teaching of writing. The study was
based on primarily upon the direct observation of a fifth-grade teacher in an urban school disctrict who
used an “experience” approach to the teaching of language arts. This first chapter of the dissertation
(thesis) presents background of the study, specifies the problem of the study, describes its significance, and
presents an overview of the methodology used. The chapter concludes by noting the deliminations of the
study and defining some special terms used (dikutip dari Glatthorn & Joyner, 2005: 164).

Selain itu, contoh pendahuluan dalam bab pendahuluan dari sebuah tesis atau disertasi dapat

dilihat dalam “Introduction” terhadap bab pendahuluan tesis sebagai berikut tentang penggunaan

pendekatan genre-based yang disintesis dengan classroom practices dari critical thinking

movement, critical literacy dan critical pedagogy. Pendahuluan itu bisa dilihat dalam Tabel 8.4

berikut ini:

Tabel 8.4:Contoh Pendahuluan dari Bab Pendahuluan


(Sumber: Emilia, 2005:1-2)
This study is concerned with investigating effective ways to help students develop critical
capacities in learning to write academic English at the tertiary level in Indonesia.

Indonesia has had a long commitment to teaching English at all levels of education and there are
many reasons why Indonesia needs to develop effective programs for the teaching of English.
Some of these reasons are to do with the status of English in the modern world and its significance
for trade and commerce, economic development, tourism and intergovernmental communications
of many kinds, and the role of English in a great deal of scholarship and research in areas as
broad as science and technology. Apart from these matters, as will be discussed in Section 1.5,
since the commencement of the Reform era, which started with the retirement of President
Soeharto on May 21st, 1998, increasing the general levels of performance in English is now seen
as an important part of building a much more critical and independent community of people in
Indonesia. The development of a critical capacity in the workforce at all levels is now seen as of
great national importance, and the teaching of writing in both English and Indonesian assumes a
new significance as a means by which critical capacities can be promoted.

In Section 1.2, this chapter will firstly introduce some discussion of government policies about

182
education, including the teaching of English, and the role of English in the Indonesian national
school and the university curricula. In Section 1.3 the history of the development of the English
curriculum for junior (grades 7-9) and senior (grades 10-12) high schools in Indonesia will then
be provided. Here, it will be shown that different approaches to the teaching of English have been
advocated over some years now. However, as the discussion in Section 1.4 will reveal, the
evidence suggests that despite attempts at reform, most teaching of English remains focused on
traditional grammar teaching. The teachers seem to have little interest in broader questions to do
with meaning in language, for example, in the teaching of discourse patterns in which critical
capacities might be developed, as Hunter (2002) suggests. The teaching of English writing in
particular has been neglected, and this finding confirms the general disappointing conclusion that
students are poorly prepared and reluctant to undertake sustained writing tasks.

Then the discussion in Section 1.5 will turn to some consideration of the calls for the development
of greater critical capacities, as well as the urgency of the change in the centralized curriculum
and application of critical pedagogy in the classroom. Interest in critical pedagogy has been
mushrooming since the commencement of the Reform era. The mastery of English and the
teaching of English have been considered as one effective way to promote critical capacity and
cognitive development of Indonesian students. It will be suggested that the teaching of English
should be made relevant to the current situation in Indonesia, leading to the development not only
of language skills but also of critical thinking and critical literacy, and a higher awareness of the
diversity of ways of thinking and valuing (Alwasilah, 1998, 2001; Bundhowi, 2000).

In Section 1.6, an account of the teaching of English writing and a close examination of sample
syllabi of writing courses offered in the research site will be presented. It will be suggested that
the teaching of English writing in the research site needs improvement for three reasons, to do
with insufficient time for the teaching of writing, lack of practice in writing a complete coherent
text in various genres and the fact that the teaching of writing still follows the “traditional one-off
writing task” (Gibbons, 2002, p. 67). Then, drawing from the problems presented in the previous
sections, Section 1.7 will focus on the significance of the study as an attempt to address the
problems. Section 1.8 will present an outline of the thesis (Emilia, 2005:1-2).

Gaya penulisan pendahuluan harus ilmiah, jelas dan lugas dengan beberapa referensi kepada

sumber utama yakni teks umum yang membahas teori utama dari topik yang akan diteliti.

Dalam menulis pernyataan masalah (problem statement), Glatthorn dan Joyner (2005:167) serta

Evans dan Gruba (2005) juga mengatakan bahwa problem statement merupakan bagian yang

sangat singkat, mungkin hanya setengah halaman, dimana kita menyatakan masalahnya sejelas

mungkin. Walaupun singkat, bagian ini merupakan bagian yang sangat penting karena cara kita

mengungkapkan masalah akan berdampak langsung kepada cara kita mengungkapkan hasil

penelitian. Walaupun tidak menyebut problem statement, Murray (2002) atau Paltridge dan

Stairfield (2007) mengatakan bahwa problem statement ini dinyatakan dalam identifikasi gap

183
dalam penelitian atau kajian pustaka yang dilakukan. Contoh pernyataan masalah dalam tesis

bahasa Inggris dapat dilihat di bawah ini:

Contoh1

To date no research on an exercise-based cardiac rehabilitation programme appears to have been


done in Scotland, although it has the worst death rate from coronary heart disease in the world.
This study is an attempt to fill that gap. The study only involves acute patients who have had
recent Myocardial Infarction. Men and women will both be involved, as the study will investigate
the first forty consecutive patients. It has also been shown that provided women selected are
selected onto a cardiac rehabilitation programme using the same criteria as for men, they derive
the same benefits (Murray, 2002:133).

Contoh 2

Over half the energy used in the world today is obtained from coal, mostly through the combustion
of pulverized coal. Despite a great accumulation of empirical information since the first trial in
1818 very little has been discovered about the detailed mechanism of the combustion of pulverized
coal.

In Victoria, the indegenour brown coal is being used to provide much of the state „s energy, mostly
through the combustion of pulverized brown coal in power station boilers. Although the first such
trials were carried out in the 1920s no study of the fundamentals of pulverized brown coal
combustion has been reported. This represents a serious gap in the knowledge required for the
efficient use of pulverized brown coal (Evasn dan Gruba, 2002:59).

Setelah menyatakan probem statement, biasanya peneliti mengungkapkan signifikansi penelitian.

Dalam mengungkapkan signifikansi penelitian, Glatthorn dan Joyner (2005:167) menyarankan

beberapa cara untuk mengungkapkan signifikansi penelitian.:

Masalah utama mempunyai manfaat intrinsik, yang mempengaruhi organisasi

atau masyarakat;

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bukti yang berlawanan mengenai isu

khusus yang diteliti;

Penelitian menelti dalam konteks kehidupan nyata dari implementasi suatu

program berdasarkan teori yang telah diterima secara luas tetapi masih belum

banyak diuji.

Penelitian akan membuahkan hasil yang sangat bermanfaat bagi praktisi.

184
Populasi atau tempat penelitian yang dipilih cukup unik sehingga penelitian

tampak akan menambah pengetahuan dalam bidang yang ditelti.

Metode yang dipilih untuk penelitian belum banyak dipakai dalam profesi anda,

dan penelitian anda akan menghasilkan beberapa temuan metodologi yang

bermanfaat.

Dalam menulis signifikansi penelitian, penulis, menurut Marshall dan Rosman (2006:34-38)

perlu juga mengemukakan signifikansi penelitiannya berdasarkan beberapa aspek:

Signifikasi terhadap teori,

Signifikansi terhadap kebijakan,

Signifikansi terhadap praktek,

Signifikansi terhadap isu serta aksi sosial.

Signifikansi untuk teori ini, menurut Marshall dan Rossman (2006) bisa dikatakan dengan

mengatakan apa yang belum atau kurang diteliti dalam kajian pustaka yang merupakan

kontribusi penelitian. Signifikansi terhadap kebijakan, menurut Marshall dan Rossman bisa

dikembangkan dengan membahas perkembangan kebijakan formal dalam bidang yang dikaji

dan memaparkan data yang menunjukkan betapa seringnya masalah yang dikaji muncul dan

betapa mahalnya masalah atau dampak yang ditimbulkannya. Sementara itu, signifikansi

terhadap praktek sama dengan pengembangan argumen untuk signifikansi terhadap kebijakan.

Argumen di sini harus didasarkan pada pembahasan atau masalah yang dikemukakan dalam

kajian pustaka. Hal ini akan melibatkan kutipan dari para ahli, referensi penelitian sebelumnya,

dan meringkas data yang ada. Terakhir tentang signifikansi terhadap isu dan aksi sosial,

penelitian mungkin bisa dikatakan sebagai alat untuk memberi pencerahan pengalaman hidup

185
dengan memberikan gambaran dan mendukung adanya aksi. Hal ini bisa dilakukan dengan

menggunakan penelitian action research dan participatory action research yang merupakam

jenis penelitian yang mengandung taking action sebagai hal yang paling utama dalam

penelitiannya. (Marschall & Rossman, 2006: 37-38).

Selain dari hal-hal di atas, menurut Berkenkotter dan Huckin (1995), dewasa ini banyak penulis

artikel laporan penelitian, seperti dalam jurnal yang mengemukakan hasil temuan atau

pernyataan mengenai temuan utama penelitiannya, selain dari unsur-unsur yang telah dipaparkan

di atas, dalam bagian pendahuluan dari artikel itu.

Kapan sebaiknya menulis pendahuluan?

Berkaitan dengan penulisan pendahuluan, ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya

bab ini dibuat. Sebagian penulis yang telah menulis tesis atau disertasi mengatakan bahwa

mereka menulis pendahuluan di akhir, mengingat kita tidak akan tahu apa yang ditulis di

pendahuluan sampai tesis kita selesai (lihat penjelasan Paltridge & Stairfield, 2007 dan Evans &

Gruba, 2002 mengenai penulisan tesis yang dilakukan setelah analisis data selesai). Namun

demikian, ada juga yang menyarankan menulis pendahuluan di awal, tetapi kemudian, ketika

analisis data selesai, bab pendahuluan dilihat lagi atau direvisi lagi (Moriarti, 1997; Swetnam,

2000; Wolcott, 2001; Evans & Gruba, 2002; Kamler & Thomson, 2006; Paltridge & Stairfield,

2007).

Menurut pengalaman penulis, dan juga seperti dikatakan oleh Evans dan Gruba (2002);

Paltridge dan Stairfield (2007), Swetnam (2000), dan Wolcott (2001) tentang manfaat menulis

186
sejak awal program penelitian atau program Magister atau Doktor, maka lebih baik kita menulis

pendahuluan terlebih dahulu, karena ketika kita menulis proposal, di proposal harus sudah ada

unsur-unsur yang harus ada dalam bab pendahuluan dalam tesis atau disertasi. Proposal

merupakan embrio pendahuluan untuk tesis atau disertasi kita. Selain itu, kalau kita sudah

mempunyai draft yang ditulis untuk tiap bab, kita akan merasa lebih tenang. Masalah nanti bab

pendahuluan itu harus direvisi, ketika analisis data selesai, hal ini tidak akan menjadi masalah,

paling tidak kita sudah punya draftnya.

Masalah kapan kita menulis pendahuluan juga dibahas oleh Moriarti (1997); Swetnam (2000),

Wolcott (2001); Evans dan Gruba (2002), dan Paltridge dan Stairfield (2007). Sebagaimana

telah dijelaskan dalam Bab Tiga dan Empat mengenai penulisan tesis dan disertasi, semua

penulis ini menyarankan bahwa alangkah lebih baik kalau kita menulis pendahuluan di awal,

kemudian nanti di akhir proses penulisan tesis pendahuluan itu direvisi lagi. Swetnam

mengatakan:

It is better to do both! That is write it first and edit it at the end. Writing the introduction is a valuable way
of: clarifying thoughts, breaking the ice, establishing a style, providing a basis for a tutorial (Swetnam,
2000:64).

Selain itu, mengingat menulis pendahuluan itu sangat sulit (Swales & Feak, 1994) terutama bagi

sebagian penulis, Paltridge dan Stairfield (2007) mengatakan:

While it can be argued that one only knows where one is going once one has arrived and that is why the
introduction can only be written at the end of the journey, it is important to at least draftt the introduction-
and the research preoposal will, to a degree, be that draftt-so that it can be redraftted as the thesis evolves
until finally the overall meaning of the thesis emerges (2007:97).

Dengan mengutip Levine (2002), Paltridge dan Stairfield (2007:97) menambahkan bahwa “The

Introduction needs to be „rewritten‟ with the insights gained from having draftted the complete

187
thesis. The introduction may also „tidy up‟ the somewhat messy, circular process of the research

and make it appear more linear and logical”.

Dengan nada yang sama, Moriarti (1997) juga mengingatkan bahwa penulis tesis atau disertasi

jangan menganggap mudah proses menulis, khususnya menulis pendahuluan. Moriati

menyarankan bahwa menulis pendahuluan jangan ditunggu sampai proses penelitian selesai.

“Mulailah menulis dari awal. Sediakan waktu untuk melakukan revisi berkali-kali. Kebanyakan

karya tulis melalui beberapa kali draft” (Moriarti, 1997:86).

Kesimpulan

Bab ini telah memfokuskan pada penulisan bab pendahuluan dalam tesis dan disertasi. Beberapa

aspek mengenai pendahuluan telah dibahas, termasuk fungsi pendahuluan, struktur organisasi

atau elemen-elemen yang ada dalam bab pendahuluan, serta kapan sebaiknya menulis

pendahuluan.

Telah diperlihatkan dalam bab ini bahwa pendahuluan memegang peranan yang sangat penting,

sebagai jendela yang akan menggiring perhatian atau minat pembaca untuk membaca tesis atu

disertasi secara keseluruhan. Dalam hal elemen pendahuluan, bab ini telah membahas bahwa

pendahuluan terdiri dari beberapa elemen atau move, di antaranya adalah menjelaskan teritorial

penelitian, menjelaskan tempat atau posisi penelitian, dan mengisi kekosongan atau gap dalam

bidang yang dikaji. Terakhir, berkenaan dengan debat mengenai kapan sebaiknya menulis

pendahuluan, dengan mengikuti saran para penulis mengenai manfaat penulisan tesis dan

disertasi yang dilakukan sejak awal proses penelitian atau program magister dan doktor, bab ini

188
telah mengemukakan secara eksplisit bahwa pendahuluan sebaiknya dibuat di awal, kemudian

ketika analisis data selesai, bab pendahuluan bisa direvisi atau diubah, disesuaikan dengan

perubahan atau temuan yang ada.

Setelah memaparkan penulisan pendahuluan, bab selanjutnya, yakni Bab Sembilan akan

membahas bagian selanjutnya dari tesis dan disertasi, yakni penulisan kajian pustaka.

189
BAB 9: MENULIS BAB KAJIAN PUSTAKA (LITERATURE
REVIEW)

Pendahuluan

Bab Delapan telah membahas penulisan bab pendahuluan, yang merupakan jendela dari tesis

atau disertasi. Bab ini akan memaparkan penulisan kajian pustaka yang keberadaannya bersifat

wajib dalam tesis atau disertasi. Pembahasan akan difokuskan pada beberapa aspek, di antaranya

adalah: Fungsi kajian pustaka, elemen kajian pustaka, dan beberapa hal berkaitan dengan cara

menulis bab kajian pustaka. Bab ini akan menjelaskan bahwa walaupun ada beberapa cara

menulis kajian pustaka, elemen-elemen yang harus ada dalam kajian pustaka, seperti yang

disarankan oleh para ahli penulisan tesis dan disertasi, hampir sama. Dalam pembahasan

mengenai elemen-elemen kajian pustaka akan dijelaskan bahwa kegagalan yang paling umum

dihadapi oleh para penulis tesis dan disertasi adalah menghubungkan teori atau pustaka yang

dibahas dengan penelitiannya (Swetnam, 2000). Selain itu, dalam menulis referensi akan

diperlihatkan bahwa dalam menulis tesis atau disertasi, penulis seyogianya berusaha

menggabungkan beberapa teknik untuk membuat tulisannya dapat diterima dan argumen yang

dibangunnya ”sound” atau kuat. Penjelasan dari masing-masing aspek akan dipaparkan di bawah

ini.

Fungsi kajian pustaka

Kajian pustaka dalam tesis atau disertasi merupakan indikator penting dari validitas penelitian,

karena diperkuat oleh data sekunder (Thody, 2006). Kata “pustaka” meliputi semua sumber

kedua dari penelitian yang dilakukan, seperti teks tertulis, film, audio tape, presentasi, kuliah,

190
diari yang ditulis tangan, sumber arsip, peraturan perundangan, artifak, CD, DVD, dan tesis

(Thody, 2006:89).

Kajian pustaka, yang dalam bahasa Inggris disebut The Literature Review, menurut Kamler dan

Thomson (2006:34-35) mengandung beberapa makna. Pertama, kata the atau a dalam bahasa

Inggris menunjukkan bahwa kajian pustaka merupakan objek tunggal yang penting yang ada

dalam tesis, dan secara konvensional dipaparkan dalam bab dua. Apakah kita menggunakan kata

”the” atau ”a” Literature Review, secara linguistik, menurut Kamler dan Thomson, kata

literature review sering dianggap sebagai a piece of writing daripada sebagai bagian yang

dipakai dalam tesis secara keseluruhan. Dengan demikian, dalam banyak tesis kajian pustaka ini

sering tidak dihubungkan dengan bab-bab lain dalam tesis, dan apa yang diuraikannya tidak

dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Kamler dan Thomson (2006) adalah implikasi bahwa

kajian pustaka ini hanya ditulis satu kali saja, yakni di awal penelitian dan hanya sedikit revisi di

akhir penelitian setelah pengumpulan dan analisis data. Padahal, menurut Kamler dan Thomson,

penulisan kajian pustaka seharusnya merupakan proses yang berkembang dan berlangsung

secara terus menerus yang harus diperbarui dan direvisi selama proses penulisan tesis dan

disertasi. Dengan demikian, tambah Kamler dan Thomson, membaca dan menulis merupakan

bagian yang integral dari seluruh fase kuliah doktor atau magister. Selain itu, istilah literature,

kata Kamler dan Thomson, juga sering diartikan dengan laporan penelitian, buku, artikel,

monograf the literature. Mahasiswa magister atau doktor diminta untuk mengkaji literature,

bukan penelitian, dan literature (tunggal) bukan “literatures” (jamak).

191
Terakhir kata review, menurut Kamler dan Thomson (2006) mengandung makna sebuah koleksi,

yang memperlihatkan atau meringkas apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Mahasiswa

doktor atu magister bertugas untuk menciptakan review dengan ”doing one” (lihat juga Hart,

1998) atau “writing one” (lihat juga Murray, 2002). Penekanan terhadap mahasiswa magister

atau doktor adalah bahwa dalam mengkaji pustaka yang ada tentang topik penelitiannya, mereka

harus menggunakan dan mengevaluasi penelitian orang lain, untuk membuat tempat bagi

mereka sendiri dalam bidang ilmu yang diteliti.

Menulis kajian pustaka merupakan fase yang yang sangat penting dari penulisan tesis dan

disertasi dan kajian pustaka merupakan bagian yang keberadaannya bersifat wajib atau

“obligatory” (Swales & Feak, 1994: 179) dan sentral (Swetnam, 2000:65) dalam sebuah tesis

atau disertasi atau research paper. Di dalam tesis atau disertasi, bagian ini biasanya disebut atau

disimpan dalam Bab Dua (Glatthorn & Joyner, 2005). Namun demikian, menurut Murray

(2002:101) dan Paltridge dan Stairfield (2007) tidak semua tesis mempunyai bab literature

review, walaupun setiap penulis tesis atau disertasi harus menulis tentang kajian pustaka untuk

memperlihatkan “bagaimana karyanya berkaitan dengan karya orang lain dan untuk

mengkontekstualisasikan penelitiannya” (Murray, 2002; Glatthorn & Joyner, 2005; Hunt, 2005;

Paltridge & Stairfield, 2007:99). Tesis atau disertasi yang ditulis dengan topic-based (Paltridge

& Stairfield, 2007), seperti yang telah disebutkan dalam Bab Enam, tidak mempunyai bab

khusus yang membahas kajian pustaka, karena kajian pustaka dipaparkan dalam setiap bab dari

tesis atau disertasi.

192
Berikut adalah fungsi dari kajian pustaka yang disintesa dari beberapa penulis, di antaranya

Swetnam (2000:65), Evans dan Gruba (2002: 73); Murray (2002:106); Glatthorn dan Joyner

(2005:171); Pearce (2005:57; Brown (2006:78); Thody (2006:91-92). Beberapa fungsi kajian

pustaka itu adalah:

Menunjukkan “pengetahuan yang menjadi dasar penelitian” (Glatthorn & Joyner,

2005:171) atau “knowledge of the field” (Pearce, 2005:57) yang dimiliki oleh penulis,

sehingga bagian ini dianggap pula sebagai “performance of scholarship” (Pearce,

2005:57) yang akan menjadi fokus perhatian editor penerbit di bidang ilmu sosial dan

humaniora. Pengetahuan yang memadai mengenai bidang yang dikaji merupakan ciri

yang sangat menentukan bagi tesis yang berkualitas tinggi.

Memperlihatkan bahwa kita telah membaca banyak tentang topik yang kita teliti

(Swetnam, 2000). Pustaka yang padat (hefty) dan mutakhir (up to date), menurut Pearce

(2005), merupakan bukti yang meyakinkan bahwa penulis telah benar-benar secara serius

mengkaji bidang penelitiannya dan menghasbikan waktu yang banyak di perpustakaan

atau di depan internet. Kajian pustaka, bagi Pearce, juga sangat penting sebagai bukti

bahwa penulis mempunyai kecakapan dalam menyajikan informasi dan bibliografi.

Selain itu, dari segi berpikir kritis, kajian pustaka yang padat menunjukkan pemahaman

penulis tentang konsep teori yang dikajinya (lihat Lipman, 2003).

Mendemonstrasikan pemahaman kritis tentang teori yang dipakai.

Mengakui hasil karya orang lain dan memberikan penghargaan kepada mereka yang telah

bekerja sebelum kita dan hasil karyanya telah mempengaruhi cara berpikir kita.

Menginformasikan dan memodifikasi penelitian kita.

193
Menjustifikasi penelitian kita dengan memperlihatkan bahwa orang lain belum meneliti

topik kita atau tidak meneliti dengan cara yang sama (Thody, 2006); atau untuk

mengidentifikasi adanya gap dalam bidang yang kita teliti (Murray, 2002:106).

Mendemonstrasikan keterampilan dan kemampuan analitis dan kritis kita. Kajian pustaka

juga menentukan tone dari apa yang akan dikaji (Thody, 2006:91).

Untuk membangun credential untuk penelitian kita, dan hal ini penting karena orang lain

ada yang meneliti di bidang yang sama dengan kita.

Untuk memperlihatkan pemahaman mutakhir tentang topik yang diteliti, dengan

demikian kita bisa dengan lebih mudah memperlihatkan apa yang telah kita tambahkan

kepada bidang kajian penelitian kita. Hasil karya kita akan dinilai berdasarkan

perbandingan dengan hasil karya orang lain, karena itu di sinilah signifikansinya kajian

pustaka.

Untuk menerangkan munculnya topik penelitian dan metode pengumpulan data.

Untuk menunjukkan bagaimana kita menghasilkan kerangka konseptual kita.

Untuk memberikan overview secara umum tentang bidang penelitian kita, karena itu,

sebaiknya kita menggunakan sumber sebanyak mungkin, dan tidak tergantung atau

mengandalkan hanya beberapa sumber saja (Thody, 2006:91-92).

Menarik perhatian kepada:

(a) Hasil penelitian dan kesimpulan penelitian orang lain;

(b) Data yang relevan dan tren dari penelitian sebelumnya;

(c) Metode tertentu atau desain penelitian tertentu yang kita rasa akan membantu atau

yang harus dihindari (Brown, 2006:78).

194
Memberi latar belakang informasi yang diperlukan untuk mengkontekstualisasikan sejauh

mana signifikansi masalah penelitian kita. Dalam hal ini, menurut Evans dan Gruba

(2002), kajian pustaka berfungsi untuk membentuk parameter argumen kita. Ketika kita

menulis kajian pustaka, sebaiknya kita bertanya: siapa, apa, dimana dan kapan.

Mengidentifikasi dan membahas usaha yang telah dilakukan oleh orang lain untuk

menyelesaikan masalah yang mirip dengan penelitian kita.

Memberikan contoh metode penelitian yang telah dipakai oleh peneliti sebelumnya dalam

menyelesaikan masalah yang mereka teliti.

Selain itu, menurut Rudestam dan Newton (1992: 46) kajian pustaka memberikan konteks dari

penelitian yang dilakukan dan menunjukkan mengapa penelitian ini penting dan perlu dilakukan

sekarang. Bab ini, tambah Rudestam dan Newton harus menjelaskan hubungan antara penelitian

yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya mengenai topik yang sama. Pembaca harus

diyakinkan bahwa penelitian yang kita lakukan tidak hanya berbeda dengan penelitian

sebelumnya tetapi juga bahwa penelitian kita perlu dilakukan. Di sinilah, menurut Rudestam dan

Newton, kapasitas berpikir kritis kita sebagai penulis tesis dan disertasi diuji dan dibuktikan.

Elemen kajian pustaka

Syarat esensial dari kajian pustaka yang baik, menurut Berkenkotter dan Huckin (1995) dan

Pearce (2005) adalah adanya:

1) evaluasi dan kutipan tentang bidang yang diteliti;

2) usaha dari kajian pustaka itu untuk menghubungkan hasil karya yang dikaji dengan tesis

(penelitian) itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung.

195
Kajian pustaka yang baik, kalau memungkinkan, harus menunjukkan perbedaan atau kekurangan

dari pustaka yang dikaji berkaitan dengan apa yang diteliti dalam tesis atau disertasi yang ditulis.

Berkaitan dengan kutipan, yang merupakan referensi eksplisit terhadap pustaka sebelumnya,

Hyland (2002:21) mengukuhkan bahwa kutipan merupakan indikasi substansial dari

ketergantungan teks terhadap pengetahuan kontekstual, sehingga merupakan hal yang sangat

vital dalam konstruksi kolaboratif pengetahuan baru antara penulis dan pembaca. Referensi

terhadap pustaka sebelumnya, menuruf Fairclough (1992, 1995) (lihat juga Kress, 2003)

menunjukkan bahwa teks bersifat intertekstual dan tidak hanya menujukkan orientasi disipliner

yang baik, tetapi juga mengingatkan kepada kita bahwa pernyataan yang merupakan referensi

merupakan tanggapan terhadap pernyataan sebelumnya dan sekaligus available untuk pernyataan

atau tanggapan yang akan datang dari pembaca. Pentingnya kutipan dalam tulisan akademik,

menurut Hyland (2002:21) dapat dilihat dari perannya yang semakin penting dalam cara yang

dipakai penulis yang berusaha untuk menyusun fakta melalui praktek komunikasinya.

Selain itu, pentingnya kutipan dalam tulisan akademik, telah pula dibahas secara rinci oleh

Swales dan Feak (1994) yang menulis bahwa dalam tulisan akademik seperti tesis atau disertasi,

yang merupakan salah satu jenis teks argumentatif, kutipan sangat penting peranannya. Dengan

mengutip Gilbert (1977), Swales dan Feak (1994:180) menekankan bahwa “Citations are tools

of persuasion; writers use citations to give their statements greater authority.” Kutipan juga

merupakan indikasi apakah satu tulisan merupakan tulisan akademik atau populer (Swales, 1990)

dan merupakan bukti apakah penulis layak menjadi salah satu anggota komunitas akademik

196
tertentu, sesuai dengan bidang yang dikajinya (Bavelas, 1978, dalam Swales & Feak, 1994: 180,

lihat juga Swales & Feak, 2004).

Dilihat dari teori literasi kritis dan berpikir kritis, kutipan merupakan indikasi bahwa teks yang

ditulis bersifat analitis (Wallace, 2001) dan argumen yang dibangun dalam teks itu sangat kritis

(lihat Chaffee, 2000; Diestler, 2001; Chaffee, dkk, 2002;).

Salah satu kegagalan dalam menulis kajian pustaka, menurut Swetnam (2000) adalah

menyeimbangkan dengan benar penggunaan quotation dari hasil karya orang lain dengan

”critical gloss” dan komentar evaluatif kita. Kesalahan utama dalam literature review adalah

kita menulis referensi secara bebas tanpa memikirkan bagaimana literatur itu cocok dengan teori

dan tema penelitian kita. Setiap kali kita mengacu pada satu referensi, kita harus bertanya, apa

yang ditambahkan oleh referensi ini terhadap perkembangan teori kita? Bagaimana referensi ini

mengikuti alur disertasi dan bagaimana referensi ini berkaitan dengan pertanyaan penelitian.

Ketika memindahkan catatan yang ditulis ketika membaca ke dalam kajian pustaka, harus

dipikirkan alasan referensi ini dianggap bisa melengkapi tulisan kita. Salah satu atau beberapa

prinsip di bawah ini, menurut Swetnam (2000:66) bisa berlaku:

Referensi itu berkenaan dengan teori yang mendasari penelitian yang dilakukan;

Referensi itu membuat pernyataan pasti tentang salah satu aspek dari penelitian yang

dilakukan;

Berkaitan dengan bidang penelitian kita atau melengkapi teori dari bidang yang dikaji;

Memperlihatkan penghargaan terhadap pekerjaan orang lain;

197
Membantu pengembangan argumen yang bertautan dan berkesinambungan;

Mendefiniskan keadaan sekarang dari bidang yang kita teliti.

Kajian pustaka seyogianya menggambarkan dan mensintesa penelitian utama yang berkaitan

dengan topik penelitian. Kajian pustaka juga seyogianya menunjukkan hubungan antara

penelitian yang ditulis dengan penelitian lain yang telah dilakukan dalam bidang tertentu. Salah

satu ciri utama dari kajian pustaka yang tidak disadari oleh mahasiswa, menurut Paltridge dan

Stairfield (2007) adalah bahwa kajian pustaka itu harus merupakan telaah atau ulasan yang

esktensif dari penelitian sebelumnya, sampai pada waktu ujian tesis. Hal ini penting khusunya

bagi disertasi doktor dimana kajian pustaka harus pada tahap “state of the art”. Artinya,

mahasiswa perlu memperlihatkan bahwa mereka sadar akan penelitian yang relevan dengan

proyek penelitiannya yang telah diterbitkan sampai pada waktu penyerahan disertasi untuk

diuji. Dengan mengikuti Philips dan Pugh (2005), Paltridge dan Stairfield (2007:99)

mengilustrasikan bahwa ada empat area yang sebaiknya difokuskan dalam tesis penelitian.

Keempat area ini adalah:

Latar belakang teori, focal theory, data teori dan kontribusinya;

Latar belakang terhadap penelitian, dan berisi tentang reviu ”a state of the art” dari

bidang peneltian, termasuk perkembangan mutakhir, kontroversi dan terobosan,

penelitian sebelumnya dan teori relevan yang menjadi latar belakang penelitian;

Fokus penelitian: Apa yang diteliti dan mengapa;

Data yang dipakai dalam penelitian: Justifikasi dari pilihan data;

Kontribusi data: pentingnya penelitian untuk pengembangan bidang yang dikaji.

198
Berkaitan dengan pustaka yang harus menjadi perhatian penulis tesis dan disertasi, Hart

(2005:3) mengatakan bahwa pustaka yang harus dilihat ada dua macam, yakni: Pustaka yang

berkaitan dengan metodologi, yang disebut methodological literature dan pustaka yang berkaitan

dengan definisi, kualitas, dan cakupan atau skope, yang disebut dengan topic literature. Kedua

jenis pustaka dan hubungannya dengan penelitian yang kita lakukan bisa dilihat dalam gambar

9.1 di bawah.

Teori yang melatarbelakangi penelitian dibahas secara rinci dalam bab kajian pustaka. Dan

kajian ini harus mengarah pada apa yang diteliti dan mengapa. Berarti bab latar belakang harus

mengarah pada gap yang dikaji dan yang akan diisi oleh penelitian.

Menurut Paltridge dan Stairfield (2007:101) kajian pustaka harus memfokuskan pada beberapa

hal berikut:

Methodological Topic
Literature: Literature:
Asumptions, Definitions,
Arguments/ Questions,
Debates
Scope

Your literature

Gambar 9.1 Jenis pustaka yang perlu dibaca (Hart, 2005:3)

199
Isu utama yang mendasari penelitian;

Temuan utama dalam topik penelitian, oleh siapa dan kapan;

Gagasan atau ide utama dan kontroversi yang ada berkaitan dengan topik yang diteliti;

Evalusi kritis terhadap pendapat atau gagasan yang diteliti, dengan memperlihatkan

kelebihan dan kelemahan dari penelitian sebelumnya tentang topik yang diteliti;

Kesimpulan umum tentang “the state of the art” pada waktu menulis, termasuk penelitian

apa yang perlu dilakukan, yakni gap dalam penelitian yang akan diisi oleh penelitian.

Kajian pustaka perlu ekstensif dan harus merupakan review ekstensif dengan mengacu pada

berbagai sumber dan penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bisa disusun berdasarkan:

Berbagai masalah atau pertanyaan yang ditanyakan;

Menurut topik yang berlainan dan sub topik yang penting bagi penelitian;

Menurut variabel spesifik dalam penelitian;

Secara kronologis dari yang paling lama sampai yang terbaru;

Menurut pandangan atau gagasan yang berbeda;

Atau kombinasi dari susunan di atas.

Dalam menulis atau mencari pustaka yang diperlukan untuk penelitian, Brown (2006:78) dalam

memberikan saran kepada mahasiswa di bidang bisnis dan manajemen, mengatakan ada dua

macam pustaka yang perlu dikaji.

1. Pustaka konseptual: Pustaka yang ditulis oleh otoritas di bidang studi yang diteliti.

Pustaka ini menawarkan gagasan atau pendapat, teori atau pengalaman dan diterbitkan

dalam bentuk buku, makalah, atau artikel.

200
2. Pustaka penelitian: Pustaka ini memberikan pembahasan dan hasil penelitian yang telah

dilakukan dalam bidang yang diteliti, dan dipaparkan dalam bentuk makalah dan laporan

penelitian.

Proses menulis kajian pustaka

Menulis kajian pustaka, menurut Thody (2006: 93-98) melaui satu proses, yang digambarkan

sebagai berikut:

Mencatat ------meringkas -------mengintegrasikan ------menganalisis -------mengkritisi

Gambar 9.2 proses penulisan kajian pustaka (Thody, 2006:93)

Masing-masing proses atau tahapan dalam penulisan tesis dan disertasi, menurut Thody (2006)

dapat diterangkan sebagai berikut.

Mencatat

Kegiatan ini dilakukan persis setelah kita membaca sebuah sumber. Dalam merekam sumber

maka semua informasi harus dimasukkan, tidak hanya pendapat atau isinya saja, tetapi juga

penulis, tahun terbit dan halaman serta penerbit dan kota diterbitkannya sumber itu. Kalau kita

gagal melakukan hal ini, maka, menurut Thody, nanti di draft akhir kita akan menemukan bahwa

kutipan yang penting, tidak mempunyai halaman, atau tidak tahu penerbitnya dan sebagainya.

Hal ini bisa memakan waktu lama, dan seperti akan dijelaskan di bawah dalam bab ini,

merupakan kegagalan yang sering dialami oleh penulis tesis dan disertasi dalam menulis kajian

pustaka.

Meringkas

201
Ketika kita mencatat, kita juga ingin memahami makna temuan buku atau bahan bacaan yang

dibaca dan hubungannya dengan penelitian yang kita lakukan. Ketika mencatat bahan bacaan,

kita sebaiknya tidak terlalu banyak membuat catatan, apalagi untuk mahasiswa doktor yang

diharapkan dapat membaca buku lebih dari 100, belum artikel jurnal dan lain sebagainya, bahkan

di beberapa institusi di Australia, misalnya, mahasiswa doktor yang mengambil Ph.D diharapkan

membaca sekitar 300 entri. Kalau dari satu entri mencatat 100 kata, maka penulis disertasi akan

dengan sangat cepat bisa menghasilkan 15000 kata setelah membaca banyak bahan bacaan.

Thody (2006) menyarankan bahwa mahasiswa cukup mencatat 150 kata atau satu paragraf atau

mungkin satu kalimat saja yang berkisar antara 20-30 kata.

Ketika mencatat, Thody (2006:94) juga menyarankan bahwa penulis:

1. Mencatat atau menulis dengan kata-kata sendiri. Dengan cara ini penulis bisa menghindari

plagiarisme dan mulai berinteraksi dengan informasi, yang merupakan pendahuluan dari

analisis dan kritik yang berhasil; atau

2. Kalau mencatat kata-kata yang ditulis di buku atau di bahan bacaan, maka catatan itu harus

diberi tanda kutip, dan dengan demikian, kita akan ingat bahwa kita akan perlu memparafrase

catatan itu dengan kata-kata kita kalau kita menulis versi terakhir dari tesis atau disertasi.

Kalau kita mau mempertahankannya verbatim, maka kita harus menuliskan sumbernya.

Meringkas, menurut Thody (2006:94) merupakan cara menulis kajian pustaka yang paling

sederhana, tetapi paling membosankan. Ringkasan merupakan listing atau daftar atau urutan dari

siapa mengatakan apa, satu persatu, dengan perbandingan yang implisit. Hal ini, menurut Thody,

202
bisa dipakai kalau kita menulis untuk tugas yang pendek atau jurnal yang hanya memberi ruang

sedikit untuk kajian pustaka.

Contoh kajian pustaka yang merupakan ringkasan yang diambil dari sebuah jurnal akademik

dapat dilihat di bawah ini.

A fundamental question regarding teaching professional ethics is can ethics actually be taught? Peppas
and Diskin (2001) in a study of the attitudes of university students regarding professional and
businessethics concluded that ethics teaching appeared not to promote significant differences in ethical
values compared with students who had not been taught ethics. However, Clakeburn (2002) and Haydon
(2000) argued that ethics should be taught because … Waldman (2000) stated that because all mature
professions have a well-developed code of ethics, this should … . In terms of how to include ethics teaching
within the curricula, Krawszyk (1997) described three approaches … [and] concluded that formal
lecturing did not appear to stimulate the development of moral judgement … . Wright (1995) identified a
number of factors that may have an impact on the effectiveness of … (Taylor et al, 2004:44, dikutip oleh
Thody, 2006:94).

Cara menulis kajian pustaka seperti di atas, seperti dikatakan oleh Clare (2003), merupakan cara

literature dominan, dan menurut Johnson (2003) kurang efektif karena membiarkan orang lain

mendominasi tulisan kita.

Mengintegrasikan

Setelah meringkas, kita perlu mengintegrasikan sumber bahan ringkasan yang dikutip. Kita harus

menyatukan dan membandingkan semua sumber yang telah dikutip satu dengan yang lain dan

disusun dalam satu kategori dengan pustaka lain yang berhubungan. Dalam tesis atau disertasi,

menurut Thody (2006) kategori biasanya dipaparkan dalam list (daftar) yang kemudian bisa

dibahas sepenuhnya nanti dalam bab kajian pustaka itu.

Contoh di bawah ini, merupakan daftar yang dikutip dari tesis tingkat Master oleh Thody

(2006:95).

Creating Teams
(i) Team members to have a clear sense of self ... (Katzenbach and Smith, 1993:12).

203
(ii) Team members must understand what the rest of the team can contribute … (Katzenbach and
Smith, 1993:12).

(iii) A team must recognize where skills are lacking (Katzenbach and Smith, 1993:12) (dikutip
dari Thody, 2006:95).

Contoh lain adalah integrasi mengenai aspek berpikir kritis yang ditekankan dalam penelitian
yang dilakukan penulis (Emilia, 2005).
Other components essential to CT were also emphasized, such as: the issue, the question that is being
addressed (Diestler, 2001; Bowell and Kemp, 2002); the main or primary question the author asks and
then goes on to answer (Reichenbach, 2001; Bowell and Kemp, 2002); reason, the central point of an
argument, as it provides support for claims (Toulmin et al, 1984, Beyer, 1997, Diestler, 2001, p. 9), and it
is by means of reasoning that we extend and defend claims or knowledge (Lipman, 2003, p. 179); facts,
which is what actually happened, what is true (Glossary of CT: F-H, 2001), verifiable by empirical means,
distinguished from interpretation, inference, judgment (Picciotto, 2000) and opinions, something that may
be believed to be true, but questionable or debatable (Picciotto, 2000). Students‟ capacity to differentiate
facts and opinions in particular constitute a critical importance in academic discourse, as Hyland (1999, p.
106) suggests (Emilia, 2005:25).

Dalam mengintegrasikan teori atau pustaka yang dibaca, Rudestam dan Newton (1992:53)

menyarankan bahwa kita sebagai penulis tesis atau disertasi sebaiknya membuat Diagram Venn

untuk melihat persamaan dan perbedaan dari masing-masing referensi atau teori yang kita bahas.

Rudestam dan Newton menggambarkan proses mengintegrasi teori seperti terlihat dalam gambar

di bawah ini.

Gambar 9.3. Diagram Venn untuk memandu kajian pustaka


(Rudestam & Newton, 1992:53)

204
Kalau kita sudah mengintegrasikan teori yang kita baca, maka akan besar kemungkinan kita akan

menggunakan beberapa referensi untuk satu pernyataan yang kita tulis, seperti contoh di atas.

Misalnya:

Dalam teori berpikir kritis ada dua konssepsi, yakni konsepsi umum dan konsepsi subjek spesifik (lihat
Ennis, 1992; Perkins, 1992).

Menganalisis

Analisis merupakan proses pembagian informasi menjadi bagian-bagian konstituennya, sehingga

hubungan antara bagian-bagian itu jelas. Dalam masing-masing kategori, sumber yang kita kutip

dibahas berkaitan dengan berbagai tema, seperti:

-Konteks: Penulis tesis atau disertasi menggunakan kajian pustaka untuk menghubungkan

penelitiannya dengan waktu penelitian. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:

The central contention is that ... the creation and application of … standards presented a series of
„opportunities and dilemmas‟ (Bolam, 1997:278) [during] the latter part of the twentieth century] which
launched a still continuing revolution in education in England (Thody, 2000). (dikutip dari Brundett,
2003:10,14 dalam Thody, 2006:96).

-Istilah atau teori umum. Contoh berikut diambil dari jurnal terakreditasi, yang dikutip dari

Thody (2006:96).

We need to focus upon the ideology of male sexual needs (Mary McIntosh, 1978) … .
We need to explore masculinities …[including] an analysis of the masculinist state tied to the capital
accumulation prosess on the one hand and the myth of democratic legitimation on the other (O‟Neill,
1996:9, dikutip dari Thody, 2006:96).

-Temuan spesifik dari penelitian sebelumnya. Apa yang diteliti dan bagaimana? Apa hasil

penelitiannya? Sampel apa yang dipakai? Apakah temuan penelitian didukung dengan bukti?

Apakah kekurangan penelitian dinyatakan?

205
- Hubungan antara penelitian sebelumnya. Bagaimana penelitian sebelumnya berbeda atau

sama? Apakah penelitian-penelitian itu menggunakan konsep, metodologi dan terminilogi yang

hampir sama? Yang mana yang bersifat seminal? Berikut adalah contoh kajian pustaka yang

menunjukkan hubungan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya.

It is a virtue of intrinsic properties that things affect other things. This is a widely held view in
contemporary metaphysics [Jackson et al., 1982; Amstrong, 1983; van Cleave, 1995] and it is shared by
Lewis himself (Langton, 2004:130) (dikutip dalam Thody, 2006:97).

- Hubungannya dengan penelitian kita. Bagaimana penelitian itu berbeda dengan penelitian kita,

mungkin dalam hal metode, dasar filosofisnya, sampel, fokus atau temuan penelitiannya. Hal

ini dapat dilihat dalam contoh berikut ini yang dikutip dari Thody (2006: 97).

One ... important point of difference between our study and that of Buckler and Zien is worth noting ... they
follow the path of students of symbols, myths and challenge change … . Our approach is different in that
we focused on stodry-telling (Barnett dan Storey, 1999: 7, dikutip dalam Thody, 2006:97)

Mengkritisi

Kritik merupakan kunci dari tulisan akademik mengingat kita mengevaluasi hasil karya orang

lain dan juga hasil karya kita sendiri (Thody, 2006:98). Kritik, menurut Thody dapat

didefinisikan seperti dalam Tabel 9.1 berikut ini.

Tabel 9.1 Definisi Kritik dalam Kajian Pustaka


(Sumber: Thody, 2006:98)
Bertanya ”apa yang tersembunyi di balik yang dimunculkan ... kepentingan siapa yang dilayani atau
diselamatkan dan dengan cara apa dalam kebijakan, praktek, budaya atau wacana (Knight, 2002:12).
Melibatkan pemberian kredence kepada argumen lain dan memperlihatkan seberapa banyak
dukungan yang ada untuk pendapat atau argumen selain yang kita pegang.
Kritik biasanya dinyatakan dengan cara yang sangat baik dan tidak destruktif, dengan kritik yang
didukung oleh bukti. Kritik hanya terbatas pada isi tulisan, bukan kepada kepribadian penulis.
Bersifat positif dan apresiatif, tetapi juga negatif dan tidak mendukung.
Berkaitan dengan bergabung dalam debat penelitian yang lebih luas dengan mereka yang mungkin
belum pernah kita temui (Balxter et al., 2001:230) tetapi yang terdiri dari masyarakat penelitian kita.
Skeptis dalam bersikap, berdasarkan kekhawatiran tentang temuan peneitian kita dan temuan
penelitian yang lain (Thody, 2006:98).

Contoh berikut yang diambil dari Thody (2006:98) mungkin bisa dijadikan sebagai model dalam

mengkritisi hasil karya orang lain, sesuai dengan petunjuk di Tabel 9.1 di atas.

206
So far, not much attention has been paid to the ideas of Daniel R. Headrick … Central to his wellknown
The Tools of Empire: Technology and European Imperialism in the Nineteenth Century is the assertion
that European imperialism resulted from a combination of appropriate motives and adequate means …
coupled with new technological means … Headrick technological dimensions is a welcome addition to the
imperialism debate, especially since the motives for expansion have been … given undue attention [in
other works] … Stressing the equal importance of the means of expansion seems to be particularly relevant
to the Dutch case. (Bossenbroek, 1995:27, dikutip dalam Thody, 2006:98).

Setelah kita melalui semua tahapan ini, maka ketika kita menulis bab kajiam pustaka kita bisa

dengan percaya diri mengatakan payung dari teori yang melatarbelakangi penelitian kita, dan

kita akan tahu persis, aspek apa dari teori yang ada itu yang akan menjadi fokus penelitian kita.

Sehingga di awal kajian pustaka kita bisa dengan percaya diri mengungkapkan argumen yang

menjadi penelitian kita seperti dalam contoh yang dipaparkan dalam Tabel 9.2 di bawah ini.

Tabel 9.2 Contoh pendahuluan dalam kajian pustaka


The study will be given shape by three main theories. The first broad theory is to do with the genre-based approach,
especially the systemic functional linguistic GBA as suggested by, among others Martin (1997), Derewienka (1990),
Gibbons (2002), Christie, Rothery, Martin (1994), Rothery (1996), Feez (2002); Feez and Joyce (1998) and others. The
model of the GBA to be the basis of the study will be particularly the one suggested by Feez (2002) and Gibbons (2002)
which consists of four stages, including: Building Knowledge of the Field, Modelling, The Joint Construction and the
Independent Construction Stages.

The second theory will be the critical thinking (CT) theory, particularly the concept of CT from the CT movement, as
suggested, among others by Lipman (2003), Ennis (1992), Moore and Parker (1995); Norris (1989, 1992); Paul (1991),
Paul et al (2002). One of the definitions of CT that will be employed in the study is that “CT is a careful, deliberate
determination of whether we should accept, reject, or suspend judgment about claim - and of the degree of confidence with
which we accept or reject it (Moore and Parker, 1995, p. 4). The definition of CT above reveals among others a
commitment to values of careful judgment, and of using objective factors to make decisions

The last theory that will give shape to the study will be the theory of critical literacy, especially the social theory of literacy,
as suggested by Heath (1983), Luke (1994), Luke and Freebody (1997), Comber (2002), Janks (2001), Johns (2002) and
the work under the umbrella of the critical language awareness (CLA) as developed in EFL contexts in Britain by Wallace
(1992). Under this theory, as suggested by Luke and Freebody (1997, p. 193), “writing and reading are social activities,
that is, we are always reading something, written by someone or writing something for someone. These others are always in
some relationship to us-often materially or symbolically unequal relationships of power but always relationships in which
versions of „ourselves‟ and „others‟ are implicated and constructed. Even those texts we read or write that come from or are
intended for people we do not know assemble versions of our identities and positions as readers - as men and women,
students and teachers, taxpayers and newspapers readers, and so forth. … “ (Emilia, 2006: 3).

Kapan sebaiknya menulis kajian pustaka?

Berkaitan dengan kapan menulis kajian pustaka, sebagaimana telah ditekankan dalam beberapa

bagian sebelumnya dari buku ini, penulisan tesis atau disertasi sebaiknya berjalan secara

simultan dengan kemajuan penelitian. Untuk itu, penulisan kajian pustaka sebaiknya sejalan

207
dengan proses penelitian. Kajian pustaka adalah bagian tesis atau disertasi yang harus ditulis

sebelum kita melakukan penelitian atau pengambilan data (Crasswell, 2005; Delamont dkk,

2005). Dengan memahami konsep teori yang menjadi dasar penelitian kita, kita akan lebih

mudah mengambil data dan menginterpretasinya nanti.

Ada banyak mahasiswa yang mengambil data sebelum mereka menulis kajian pustaka yang

komprehensif. Akhirnya data yang diambil ada yang salah dan banyak data yang seharusnya

diambil tidak diambil atau kalau diambil salah cara mengambilnya. Hal ini disebabkan oleh

kemungkinan bahwa mahasiswa belum tahu prinsip dasar dari teori yang dikajinya. Selain itu

dengan belum memahami teori yang menjadi dasar penelitiannya, mahasiswa banyak yang tidak

tahu harus melakukan apa setelah data terkumpul. Hal ini wajar, karena bagaimana bisa

menganalisis data kalau kita belum memahami teorinya, karena alat analisis itu, apalagi di dalam

penelitian kualitatif, seperti yang mungkin dipakai dalam penelitian mengenai pengajaran bahasa

Inggris atau ilmu sosial lainnya, adalah teori (lihat Krueger, 1998; Silverman, 2005). Beberapa

penulis mengenai penulisan tesis dan disertasi bahkan menyarankan bahwa kita sebaiknya

menulis empat kali lipat dari banyaknya kajian pustaka yang akan ditulis dalam kajian pustaka

yang ada di dalam tesis atau disertasi (lihat Delamont dkk, 2005 dalam bukunya yang berjudul

Supervising the Doctorate).

Pentingnya menulis kajian pustaka dari awal sebelum mengambil data juga disarankan baik oleh

mereka yang mendukung penulisan tesis dengan format konvensional maupun format alternatif

yang dipengaruhi oleh konsep posmodernisme (lihat Thody, 2006). Thody mengatakan:

The conventional approach is not to design the research instruments, finalise the research questions or
start collecting the data until after a first draft of the literature review is written. An alternative approach is

208
similar, in that you will be writing from the start and most of your early writing will be about the literature
(Thody, 2006:92).

Selama menulis kajian pustaka, kita akan mengalami proses interaktif, dengan membiarkan

gagasan kita berkembang ketika kita menghubungkannya dengan kajian pustaka. Dalam menulis

kajian pustaka, menurut Thody (2006), sebaiknya kita menggunakan kombinasi dua pendekatan,

yakni: Mulai menulis dengan catatan tentang apapun sumber yang kita miliki, dan menambahkan

dalam catatan itu ketika kita menemukan informasi baru. Selama waktu itu, metodologi akan

muncul dan pengumpulan data akan dimulai, tetapi kita akan terus membaca dan menulis. Sering

terjadi bahwa sumber terakhir mungkin ditambahkan sehari sebelum dokumen itu diselesaikan.

Hal ini tergantung pada kecepatan kita mendapatkan sumber melalui internet, perpustakaan dan

antar perpustakaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis kajian pustaka

Dalam menulis kajian pustaka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dilakukan dan

ditulis, di antaranya adalah sebagai berikut.

Cara menulis referensi

Dalam melaporkan penelitian sebelumnya, Paltridge dan Stairfield (2007:107, lihat juga Swales,

1990; Smith, 2002; Clare, 2003; Johnson, 2003; Hunt, 2005 untuk pembahasan yang hampir

sama) mengatakan bahwa ada tiga cara yang sering dipakai dalam kajian pustaka, yakni: central

reporting, non central reporting dan non reporting.

1. Central reporting: Penulis dilaporkan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap

temuan atau argumen tertentu dan ditempatkan sebagai subjek dalam kalimat. Kutipan seperti

ini disebut juga sebagai ”literature dominant” (Clare, 2003: 26). Pemakaian cara mengutip

seperti ini, kalau terus-terusan dipakai akan membuat pembaca bosan (Clare, 2003) dan juga

209
kurang efektif (Johnson, 2003). Johnson (2003:77) mengatakan bahwa penggunaan cara

mengutip seperti ini sebenarnya membuat ”other voices dominate your work”. Contoh

kajian pustaka yang bersifat central reporting:

Burke (1986) discovered that many students would like to become integrated into
Australian society.‟ (Paltridge & Stairfield, 2007:107).

Jones (1995) says that prewriting strategies are an important part of the writing process.

2. Non central reporting: penulis dilaporkan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap

argumen atau temuan tertentu tetapi dengan nama mereka diberi lebih sedikit fokus, dengan

ditempatkan di dalam kurung di akhir pernyataan yang dikutip. Cara ini, menurut Clare

merupakan cara “researcher‟s dominant” (2003:26) dan dianggap cara menulis kajian

pustaka yang lebih efektif (Johnson, 2003:77). Contoh cara penulisan seperti ini adalah:

It has been shown that students have often performed successfully in their own education
system before they seek entry to the particular university (Ballard, 1991) (dikutip dari
Paltridge & Stairfield, 2007:107).

3. Non reporting: Hasil penelitian dipresentasikan dengan fokus lebih sedikit diberikan kepada

penulis atau kepada penelitian dan tidak ada reporting verb atau kata kerja

yang fungsinya untuk melaporkan, seperti claim, show, dsb. Cara seperti ini, dianggap sebagai

cara researcher dominant (Clare, 2003:26) dan juga dianggap lebih efektif (Johnson, 2003:77).

Contoh cara penulisan seperti ini adalah sebagai berikut.

Prewriting strategies are an important part of the writing process (Jones, 1995).
Instead of motivation producing achievement, it may be that achievement produces
motication (Spolsky 1989) (Paltridge and Stairfield, 2007:107).

210
Dalam melaporkan gaya ini, menurut Hunt (2005), penulis bisa juga mengatakan hal seperti

ini:

Writing plays a central role in helping develop students‟ critical thinking. This is covered
in the book by … .”.

Berkenaan dengan cara menulis referensi, Swetnam (2000:67) memberikan beberapa saran

berikut ini:

1. Parafrase dari gagasan seorang penulis:

Edirisinghe (1989) explored the injection moulding of ceramics using several thermoplastic
binders. He found … .

2. Kutipan dari sumber yang singkat yang dimasukkan dalam teks:

The difficulty of investigating the processes in elite groups, attributed by Delamonte (1993) to
the ”inverted snobbery of sociologists” is described as the …

3. Kutipan penuh lebih dari satu baris ditulis terpisah dari teks dan biasanya ditulis dalam satu

spasi. Selain dari mengutip seperti di atas, yang mengandung satu pernyataan atau satu kalimat,

penulis disertasi atau tesis kadang-kadang mengutip lebih dari satu kalimat bahkan mungkin

satu paragraf. Berkenaan dengan hal ini, Joseph (1999: 71) memberikan contoh sebagai berikut

yang tampaknya sangat baik untuk diikuti.

Problems in education have a negative impact on American business. In a recent Harvard Business Review
article, management specialist Nan Stone describes the interrelationsgip between the classroom and the
workplace. She notes that in today‟s environment, American companies will not prosper without a steady
supply of educated, motivated, disciplined young people. These companies cannot rely on new technology
or promote self-managed teams if the employees are not competent and reliable. Stone concludes that the
economic marketplace will suffer because American students can memorise facts but cannot analyse or
interpret the information (46-52). As evident the problems of the classroom extend into the business world.
Educators and business executives must recognize that a strong economy depends on a solid educational
system (dikutip dari Joseph, 1999:71).

Contoh di atas menunjukkan bahwa kutipan terdiri dari empat kalimat, berdasarkan penulis Nan

Stone. Karena kalimat kedua, ketiga dan keempat berkaitan dengan kalimat pertama, maka hanya

211
satu kutipan yang diperlukan. Lihat juga bahwa kutipan berasal dari halaman 46-52, jadi dari

contoh di atas bisa dilihat bahwa informasi yang disampaikan dalam kutipan di atas diparafrase

dari beberapa kalimat dari artikel Nan Stone. Dari contoh di atas juga bisa dilihat bahwa ketika

penulis disebut pertama kali, nama penulis ditulis lengkap, tetapi selanjutnya hanya nama

akhirnya saja. Selain itu, ketika penulis disebut pertama kali, sedikit informasi tentang penulis

diberikan juga.

Selain itu, ada kemungkinan bahwa kita mengutip secondary source, atau sumber sekunder

seperti yang dicontohkan oleh Joseph dalam cuplikan berikut:

In Civilization Before Greece and Rome, H. W. Saggs describes the work of Ottos Neugebauer, a
distinguished historian of science who investigated the impact of the early Egyptian civil calendar.
Neugebauer‟s research reveals that this calendar is the basis for the Gregorian calendar used today (232-
33).

Buku yang dikutip:

Saggs, H. W. (1997). Civilization before Greece and Rome. New Haven: Yale University Press.

Selain cara di atas, bisa juga penulis menggunakan kata (quoted in) … .

Kalau yang dikutip itu merupakan salah satu bagian atau bab dalam sebuah buku atau salah satu

edisi jurna, maka yang kita tulis di kutipan adalah nama penulis, kemudian di Bibliografi kita

tulis nama penulis artikel dan ditulis nama editor buku serta judul bukunya atau jurnalnya. Nama

artikel diketik di antara tanda petik tunggal dan kemudian nama bukunya dicetak miring.

Misalnya:

Hyland, K. (2005). ‟Patterns of Engagement: dialogic features and L2 undergraduate writing.‟ In Ravelli,
L., and Ellis, R. A. (2005). Analysing academic writing. London: Continuum.

Jadi, nama yang ditulis bukan nama editor buku, tapi nama penulis artikel itu.

212
Kalau artikel itu ada dalam jurnal, maka penulis artikel yang ditulis sebagai referensi dalam tesis

atau disertasi, kemudian judul artikel ditulis dalam bibliografi dalam tanda kutip tunggal, tidak

dicetak miring. Nama jurnalnya dicetak miring. Contoh:

Kim, Y., and Kim, J. (2005). ‟Teaching Korean University Writing Class: Balancing the Process and the
Genre Approach. In Asian EFL Journal. Vol 7. Issue 2. Kota Tempat Terbit: Nama Penerbit.

Kalau artikel jurnal itu didapat dari internet, maka ditulis sebagai berikut:
Kim, Y., and Kim, J. (2005). ‟Teaching Korean University Writing Class: Balancing the Process and the
GenreApproach. In Asian EFL Journal. Vol 7. Issue 2. http://www.asiasn-efl-
journal.com/June_05_ykandJk.php. Diakses tanggal 17 Juli 2007.

Dalam menulis kajian pustaka, penulis tesis atau disertasi sebaiknya menggunakan konsep

“pencil sharpening” (Swetnam, 2000), yakni general background dan hasil karya teoretis yang

standar sebaiknya dikonsentrasikan di halaman awal. Ketika kajian berkembang, tambah

Swetnam, referensi menjadi lebih spesifik, terhadap topik yang lebih pasti, menggunakan jurnal

dan periodikal yang mutakhir, bergerak dari teori ke praktek dan berakhir dengan ”direct lead

into your own empirical work” (2000:66-67).

Dalam menulis kajian pustaka dan referensi yang dipakai, menurut Murray (2000:107), ada

beberapa pertanyaan yang seyogianya dikemukakan dalam kajian pustaka. Pertanyaan itu di

antaranya adalah:

Apa tujuan penelitian yang dilaporkan?


Apa hasil penelitian itu?
Pendekatan, metode dan strategi apa yang dipakai?
Dalam konteks apa penelitian itu dilakukan?
Apa kontribusinya terhadap bidang yang diteliti?
Apakan penelitian itu punya keterkaitan dengan pertanyaan penelitian kita? (Murray,
2002:107).

213
Yang harus diingat, tambah Murray, adalah bahwa kajian pustaka tidak hanya merupakan

sintesa dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga

mensintesa penelitian kita dengan penelitian mereka. Yang paling utama adalah menghubungkan

pustaka yang ada dengan penelitian yang kita tulis (Murray, 2002:112). Ini, tambah Murray

(2002:107), bukan hal yang mudah bagi peneliti karena penelitian masih berjalan sementara

peneliti menulis. Karena itu Murray menyarankan menulis dalam berbagai bentuk, tidak hanya

draft yang akan diserahkan kepada pembimbing.

Dalam penulisan kajian pustaka, Glatthorn dan Joyner (2005:178) juga mengingatkan bahwa

penulis yang kurang terampil hanya mendaftar atau menulis kesimpulan dari penelitian

sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut.

Jones (1995) concluded that staff develpment programs are not effective. Joyve (1997) concluded that they
can be effective if certain conditions hold true. Glikcman (1998) concluded that coaching was an important
condition of all successful programs (Glatthorn & Joyner, 2005:178).

Selanjutnya Glatthorn dan Joyner (2005) menyarankan bahwa penelitian utama harus dibahas

secara rinci, penelitian yang tidak begitu penting atau bukan penelitian utama bisa dibahas dalam

beberapa paragraf. Penelitian yang kurang penting cukup disebut sebagai salah satu sumber yang

dibahas secara singkat saja. Seperti Murray (2002) di atas, Glatthorn dan Joyner (2005)

menyarankan bahwa pembahasan harus berkorenspondensi dengan kepentingannya dalam

penelitian kita.

Dalam penulisan kajian pustaka, Paltridge dan Stairfield (2007) memberikan beberapa contoh

reporting verbs yang bisa dipakai untuk melaporkan penelitian sebelumnya. Ada beberapa cara

dimana kata kerja ini bisa diklasifikasikan. Misalnya:

214
Kata kerja yang menyatakan statement: report;

Kata kerja yang menyarakan penilaian pribadi penulis: explain;

Kata kerja yang menyatakan pendapat penulis: argue;

Kata kerja yang menyatkan saran penulis: propose;

Kata kerja yang menyatkan ketidak setujuan: doubt.

Reporting verbs dalam kajian pustaka tesis atau disertasi yang ditulis dalam bahasa Inggris

khususnya, biasanya ditulis dalam present tense, past tense atau perfect tense. Beberapa kriteria

dalam menggunakan masing-masing tense dapat dilihat dalam Tabel 9.3 di bawah ini.

Tabel 9.3 Tense yang digunakan dalam kajian pustaka (Paltridge & Stairfield, 2007:109)

Pilihan Tense Alasan


Present simple Menyatakan generalisasi
Referensi terhadap keadaan pengetahuan sekarang
Temuan sebelumnya dipaparkan atau diterima sebagai fakta
Simple Past Referensi terhadap satu penelitian
Referensi terhadap penelitian spesifik dan temuannya
Present Perfect Area umum dari penelitian atau temuan dipaparkan
Pernyataan umum dinyatakan tentang penelitian sebelumnya.
(Paltridge & Stairfield, 2007:109).

Selain memaparkan hasil penelitian sebelumnya, peneliti juga seharusnya mengkritisi penelitian

sebelumnya. Hal ini, menurut Paltridge dan Stairfield (2007) biasanya sulit dilakukan oleh

mahasiswa bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Dalam mengkritisi penelitian sebelumnya,

beberapa pertanyaan berikut sebaiknya ditanyakan:

Apakah masalah penelitian dinyatakan dengan jelas?

Apakah variable penelitian dideskripsikan dan didefinisikan?

Apakah desain penelitiannya cocok untuk pertanyaan penelitian tertentu?

Apakah instrumen penelitian yang digunakan tepat untuk penelitian tertentu?

Apakah prosedur analisis data sesuai dengan penelitian?

215
Apakah penulis konsisten dalam cara menganalisis penelitian?

Apakah kesimpulan, implikasi dan rekomendasi dinyatakan dalam pembahasan data?

Dalam membaca artikel jurnal, menurut Bryant (2004), ada beberapa hal yang perlu dicatat,

seperti:

Penulis;
Judul;
Data;
Penerbit dan tempat publikasi;
Kalau jurnal, volume dan nomor halaman;
Tujuan penelitian, pertanyaan penelitian;
Metode penelitian dan cakupan penelitian;
Temuan penelitian;
Rekomendasi yang diberikan oleh penulis (Bryant, 2004:77).

Berikut contoh dari mengkritisi pustaka dari tesis dalam bidang kesehatan.

… A better design was used in a British trial (Carson et al.1992) in which three hundred men who had
suffered a Myocardial Infarction (MI) and been admitted to hospital were randomly allocated to an
exercise group or a control group. The patients were assessed at their first clinical visit, six weeks post-MI
and again after five weeks, at one year and at three years. The dependent variables assessed were
mortality, physical fitness, angina, return to work, heart size and smoking habits. Physical fitness was
assessed on a bicycle ergometer and expressed as total cycling time. The results showed a highly
significant (p<0.001) difference in physical fitness between control and exercise groups as assessed by
mean cycling time, the exercise group being the higher of the two. The exercise group returned to work no
earlier than the control group. There was no significant difference in the smoking habits between the
groups. Although the improvement in morale was not measured, it was stated to be obvious in the control
group. This trial would have been more interesting if psychological parameters had been objectively
measured, especially as the return to work rate was the same for both (dikutip dari Murray, 2002:113).

Setelah kita mengatakan kelemahan dalam kajian pustaka yang ada, tanpa meremehkan hasil

karya yang ada, maka kita bisa mulai mengatakan gap atau kekosongan yang akan kita isi

dengan penelitian yang akan dilakukan. Ini, menurut Murray (2002:113) merupakan cara

mengkonstruksi atau menyusun hubungan logika antara kekurangan dalam penelitian dengan

tujuan penelitian kita. Contohnya bisa dilihat dalam kutipan berikut ini.

To date no research on an exercise-based cardiac rehabilitation programme appears to have been done in
Scotland, although it has the worst death rate from coronary heart desease in the world. This study is an
attempt to fill that gap. The study only involves acute patients who have had recent Myocardial Infarction.
Men and women will both be involved, as the study will investigate the first forty consecutive patients. It

216
has also been shown (Sugar and Newt 1999) that provided women are selected onto a cardiac
rehabilitation programme using the same criteria as for men, they derive the same benefits (Murray,
2002:113).

Menghubungkan penelitian yang dilakukan (dilaporkan dalam tesis atau disertasi) dengan
pustaka yang ada:

Background

Beginning in the late 1950s and throughout the following two decades, the debate on mixed-ability
teaching has been given a high priority. Among the more influential writers on the subject were Rudd (1),
Willig (2), Jackson (3), Yates (40, Baker-Lunn (5) and kelly (6). However, in the late 1980s there was a
view abroad that “the Mixed Ability Debate” was no longer relevant; the argument has been won and
mixed-ability organisastion has been accepted as the normal practice, especially in the pre-certificate
stages of education. Certainly there is a death of recent publications on the matter, and it has been outset
from the currency of staffroom discussion by other pore pressing initiatives. So, perhaps the stance has
some validity. This aim of this study is not to maintain this view, complacent though it may be. Rather it is
the intention to maintain that if any justification does exist it is limited to secondary and not the primary
sector (Murray, 2002:112).

Ketika menelaah atau mengkritisi penelitian orang lain, penulis tesis atau disertasi juga

seyogianya memperlihatkan stance atau argumennya berkaitan dengan penelitian itu. Dan hal ini

bisa dilakukan dengan menggunakan apa yang dinamakan dengan metadiscourse, yakni

“Linguistic devises writers employ to shape arguments to the needs and expectations of their

target readers” (Hyland, 2004, dikutip dalam Paltridge & Stairfield, 2007:110).

Setelah menulis kajian pustaka, Menurut Hunt (2005:120), penulis tesis atau disertasi sebaiknya

mengakhiri kajian pustaka dengan pernyataan positif mengenai apa yang akan dilakukan selama

proyek penelitian yang didasari oleh teori yang telah dipaparkannya, atau paling tidak tentang

apa yang menjadi fokus penelitiannya. Penulis tesis atau disertasi juga disarankan untuk

meringkas kajian pustaka yang ditemukan, apa yang dipikirkan, kemudian gambarkan apa yang

akan menjadi focus penelitian anda dan mengapa.

Dalam menulis referensi, ada juga beberapa singkatan yang sering muncul, yakni:

217
1. Ibid (in the same place). Digunakan untuk menghindari mengulang nama penulis dimana

referensi berasal dari hasil karya yang sama seperti kalimat yang yang telah ditulis persis

sebelum kalimat itu.

2. Op Cit (the work already referred to). Tidak banyak digunakan karena bisa menimbulkan

ambiguitas, kecuali kalau nama penulis disebut.

3. Loc Cit (The place cited ). Lebih spesifik, tidak hanya hasil karya yang sama tetapi juga

halamannya sama.

4. Sic (thus). Digunakan kalau kita mau mengutip sesuatu dengan kesalahan di dalamnya kita

tidak mau dihubungkan dengan kesalahan itu.

5. Et al (dkk ─ dan kawan-kawan). Menulis nama pengarang pertama saja, tetapi nama yang lain

tidak ditulis dari buku dengan pengarang yang banyak.

Masalah atau kegagalan dalam menulis kajian pustaka

Beberapa hal yang sering dianggap sebagai kegagalan (atau Thomas & Brubaker 2000

menyebutnya ”dosa” dalam menulis kajian pustaka) atau kesalahan dalam menulis kajian

pustaka telah dibahas dalam berbagai sumber mengenai penulisan tesis dan disertasi. Berikut

adalah kegagalan yang dipaparkan oleh Rudestam dan Newton (1992); Moriarti (1997);

Swetnam (2000); Thomas dan Brubaker (2000); Evans dan Gruba (2002); Crasswell (2005);

Brown (2006); Kamler dan Thomson (2006). Beberapa kegagalan itu adalah sebagai berikut:

1. Kegagalan yang paling besar adalah bahwa mahasiswa tidak sadar bahwa menulis kajian

pustaka tidak bisa satu kali dan kemudian disingkirkan (disimpan) sementara kita

menyelesaikan tesis atau disertasi kita (Kamler & Thomson, 2006 dan Brown, 2006).

Setelah kita mendapatkan data dan temuan penelitian, maka kita sebagai penulis harus

kembali lagi ke bab kajian pustaka dan melihat dimana hubungan antara data yang

218
diperoleh dengan pustaka yang ada. Penulis mungkin harus menghilangkan pustaka yang

kurang relevan atau tidak relevan dengan temuan penelitian.

2. Kegagalan menghubungkan referensi yang ditulis dalam kajian pustaka dengan penelitian

yang dilakukan (Swetnam, 2000; Crasswell, 2005). Hal ini memberi kesan seolah-oleh

kajian pustaka merupakan bagian terpisah dan dibiarkan ”drift away” dari bagian tesis atau

disertasi lain, dan menjadi essay ilmiah terpisah, tidak mendasari hasil karya empiris (Swetnam,

2000:66). Kajian pustaka, menurut Murray (2002:107) tidak hanya merupakan sintesis dari

penelitian atau hasil karya orang lain, tetapi juga merupakan sintesis antara penelitian orang lain

dengan penelitian kita.

3. Menulis kajian pustaka yang terlalu banyak (Overloading a Literature Review)

(Rudestam & Newton, 1992; Thomas & Brubaker, 2000; Evans & Gruba, 2002). Kita

kadang-kadang merasa sayang kalau tidak memasukkan referensi yang sudah kita baca

dan sudah menghabiskan waktu untuk membaca dan memahaminya. Kita juga kadang-

kadang berkeyakinan bahwa semakin banyak referensi dan kutipan, maka kajian pustaka

atau tesis atau disertasinya semakin baik. Tetapi, menurut Thomas dan Brubaker (2000),

pendekatan penulisan kajian pustaka seperti ini justru bisa menimbulkan kesan

sebaliknya. Dengan memasukkan referensi yang kurang relevan dengan topik penelitian,

maka organisasi kajian pustaka akan tidak bagus dan pembimbing mungkin akan

menganggap kajian pustaka yang terlalu banyak sebagai ketidakmampuan penulis.

Dalam hal ini, Evans dan Gruba (2002) mengatakan bahwa ketika membaca referensi,

mungkin kita membaca lebih banyak dari apa yang seharusnya kita tulis dalam kajian

pustaka tesis. Yang harus kita lakukan adalah mengidentifikasi dan membahas

219
pendekatan yang dipakai oleh orang lain dalam menjawab permasalahan yang dilontarkan

dalam penelitian kita. Dalam hal inilah, kemampuan berpikir kritis kita akan diuji. Dalam

menulis kajian pustaka, kita seyogianya memperhatikan cakupan dan tujuan penelitian:

Kita sebaiknya bertanya: How does what we are reading relate to achieving our stated

aim?” (Evans & Gruba, 2002:73).

Dengan nada yang sama, Rudestam dan Newton (1992:49) mengingatkan:

Once you have read the literature in an area, it may be tempting to report everything you now know. Avoid
this temptation! A good literature review needs to be selective and it is taken for granted that the majority
of source material you have read will not make it directly into the literature review. … That does not mean
that it does not need to read all those books and articles; they provide the expertise required to make your
contribution. But remember, in the dissertation itself, your task is to build an argument, not a library
(Rudestam & Newton, 1992:49).

4. Gagal menuliskan bibliografi ketika membuat catatan atau informasi dari bibliografi,

mungkin kita lupa menulis judul, tahun penerbitan atau penerbit dan sebagainya yang

berkaitan dengan detail dari bacaan yang dipakai. Hal ini bisa menimbulkan kesulitan di

masa yang akan datang, mengingat ada kemungkinan kita lupa tentang siapa penulisnya,

dimana, di halaman berapa. Beberapa teman penulis waktu menyelesaikan program Ph.D

di Australia harus menghabiskan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan–bulan

hanya untuk menemukan referensi yang menjadi salah satu referensi utama, tetapi

referensi itu tidak tercatat.

Kalau hal ini terjadi, seperti yang disarankan oleh Thomas dan Brubaker (2000:44) kita

sebaiknya tidak asal tebak saja. Kita sebaiknya mengantisipasi kalau orang lain akan

menggunakan reeferensi yang kita gunakan. Kalau kita asal tebak saja, maka kita akan

menemukan dua masalah.

220
Pertama, dalam penelitian, esensi dari penelitian, menurut Thomas dan Brukaber (2000:44)

adalah harus ilmiah dan bisa dipercaya. Ketika kita membaca, kita berharap bahwa penulis

jujur dan ilmiah. Hal ini juga diharapkan oleh pembaca ketika mereka membaca tesis atau

disertasi kita. Orang lain mungkin akan menggunakan referensi yang kita gunakan. Kalau

kita tidak memberikan referensi yang benar, atau tidak memberikan kutipan yang akurat,

ketika pembaca mau menggunakan referensinya, mereka tidak akan bisa mendapatkannya.

Kedua, kita mungkin terperangkap dengan memberikan informasi yang salah. Pembimbing

atau penguji mungkin merupakan ahli di bidang yang kita teliti. Dengan demikian, mereka

akan dengan mudah dapat mengenali kutipan yang mengandung informasi yang salah. Hal

ini biasanya dianggap sebagai akibat dari keteledoran atau kecerobohan, dan kita akan

diminta untuk membetulkannya.

5. Kegagalan yang berkaitan dengan keyakinan bahwa kajian pustaka berfungsi untuk

memperlihatkan bahwa penulis mengetahui tentang penelitian yang telah dilakukan oleh

orang lain (Rudestam & Newton, 1992:46-47). Berdasarkan kesalahfahaman ini, kajian

pustaka ini berbunyi seperti ”a laundry list of previous studies” (1992:46) dengan kalimat

atau paragraf yang dimulai dengan: “Smith found … ”, ”John concluded... ”, ”Anderson

stated...,” dan sebagainya. Ini tidak hanya menunjukkan kemampuan menulis yang kurang

bagus tetapi juga menghilangkan esensi dari kajian pustaka yang efektif. Kalimat-kalimat

seperti ini, menurut Rudestam dan Newton (1992) sebaiknya dipakai seminimal mungkin,

mengingat pernyataan seperti itu mengalihkan fokus kajian dari argumen kita sebagai penulis

tesis dan disertasi kepada hasil karya orang lain (1992:48).

221
Strategi yang lebih baik adalah mengembangkan tema dan kemudian mengutip hasil karya

orang lain yang relevan untuk mendukung argumen yang dibuat. Mengenai cara menulis

seperti ini, bisa dilihat kembali di Bab Enam mengenai penulisan tesis atau disertasi.

6. Menggunakan kutipan yang terlalu banyak. Berkenaan dengan hal ini, Rudestam dan Newton

(1992) mengingatkan bahwa kajian pustaka bukan kompilasi fakta dan perasaan, tetapi

merupakan argumen yang koheren yang telah menggiring pada deskripsi penelitian kita.

Rudestam dan Newton menambahkan bahwa sebaiknya tidak ada misteri tentang arah

penelitian dan pertanyaan ”Where are you going with this?” merupakan pertanyaan yang

baik untuk ditanyakan secara berulang-ulang dalam menulis kajian pustaka (1992: 47).

7. Dalam membaca referensi, kita hanya membaca atau menyoroti kesimpulannya saja, dan tidak

membaca metode penelitiannya (Brown, 2006).

9. Plagiarisme. Plagiarisme, menurut Thody (2006:226, lihat juga Burton, 2002; Kamler &

Thomson, 2006) adalah mengatakan kata-kata atau gagasan orang lain seolah-olah kata-kata

atau gagasan itu milik kita, atau menggunakan hasil karya orang lain tanpa memberi kredit

kepada sumber aslinya. Plagiarisme, menurut Thody, tidak etis dan menyalahi hukum

mengenai hak cipta. Plagiarisme juga dianggap sebagai pelanggaran yang serius dalam dunia

akademik (Burton, 2002:10). Cara terbaik, menurut Thody (2006:226) adalah menekankan

sumber dengan jelas yang bukan merupakan hasil karya penulis tesis atau disertasi dengan

menggunakan tanda kutip, penulisan yang menjorok dalam teks, penulisan dengan huruf

miring dan cara lain dan memberikan kutipan yang tepat terhadap sumber aslinya.

222
Kalau seorang penulis menemukan satu informasi, kemudian dia mengutipnya, dan

mengomentarinya, maka penulis itu, menurut Hunt (2005:63) telah memperlihatkan

kemampuan untuk menemukan informasi elusif mengenai topik itu dan menganalisis isinya.

Sebaliknya, kalau si penulis itu mengatakan kata-kata saja tanpa referensi, maka penulis itu,

tambah Hunt (2005:63) akan dinilai pandai dalam ”cheating” .

Kapan bisa mengatakan ”cukup”?

Pertanyaan mengenai kajian pustaka yang sering muncul adalah seberapa banyak kajian pustaka

yang harus ditulis? When is enough enough? (Bryant, 2004:72; Brown, 2006:95). Secara

harfiah, kata cukup, termasuk untuk tesis atau disertasi secara keseluruhan, menurut Brown

(2006:96), merupakan masalah sufficiency. Dalam hal ini, kata cukup adalah jumlah yang perlu

untuk menceritakan kepada tesis atau disertasi kita cerita secara lengkap, singkat dan

memuaskan. Kata “cukup” ini tidak tergantung pada jumlah kata dan font tulisan serta tata letak

halaman, dan akan berkembang sejalan dengan proses penulisan tesis atau disertasi, sampai kita

bisa melihatnya dengan jelas dan merasa bisa berhenti.

Berkenaan dengan kapan kita bisa berhenti membaca untuk menulis kajian pustaka, Bryant

(2004) memberikan beberapa saran seperti yang akan dikemukakan di bawah ini.

1. Kita ingin mengetahui pemikiran mutakhir mengenai topik yang kita teliti. Dengan demikian,

kita tidak ingin ketinggalan beberapa hasil karya mutakhir dan mewakili pandangan aliran

utama. Untuk itu, referensi seperti ini perlu dibaca.

2. Kita mungkin ingin berbicara secara otoritatif tentang penelitian yang telah dilakukan dalam

bidang yang kita teliti.

223
3. Ketika kita melihat banyak ahli atau akademisi lain mengutip secara berulang-ulang penelitian

yang sudah kita tahu, kita mungkin sudah mengetahui pustaka dalam bidang kita. Pada saat

itu, kita bisa mengatakan bahwa kajian pustaka yang kita tulis sudah cukup.

4. Ketika kita kenal dengan nama yang disebut orang lain yang dikatakan kepada kita, kita bisa

merasa yakin bahwa cakupan penelitian kita sudah cukup.

Selain itu, pertanyaan mengenai kajian pustaka juga sering muncul berkenaan dengan sumber,

yakni sampai tahun berapa yang perlu dikutip atau dibaca? Dalam hal ini, Brown (2006)

menyarankan bahwa penulis tesis, dan apalagi disertasi diharapkan menjadi ahli dalam bidang

yang ditelitinya. Untuk itu, kita sebaiknya tahu semua hasil karya yang penting berkaitan dengan

penelitian kita yang sudah diterbitkan. Selain itu, seperti dikatakan oleh Oliver (2004:118),

penelitian akademik merupakan kegiatan yang bersifat akumulatif, masing-masing generasi

belajar dari generasi sebelumnya dan penelitian sekarang mau tidak mau pasti dibangun

berdasarkan hasil karya dan pandangan para akademisi sebelumnya. Kalau ada teori atau hasil

karya seminal yang ditulis beberapa tahun ke belakang atau lama ke belakang, kita sebaiknya

melaporkan ahli utama dalam bidang itu. Dengan demikian, kita sebaiknya membaca teori atau

referensi yang ditulis beberapa tahun bahkan berpuluh-puluh tahun ke belakang. Namun

demikian, pada saat yang sama, kita juga diharapkan menjadi bagian dari masyarakat ilmiah

yang secara aktif mengkaji suatu topik secara terus menerus. Untuk itu, kita juga diharapkan

memasukkan sumber yang mutakhir dalam kajian pustaka kita.

Kesimpulan

Bab ini telah membahas beberapa hal berkaitan dengan penulisan kajian pustaka. Bab ini telah

menekankan bahwa kajian pustaka merupakan elemen yang keberadaannya wajib dalam

224
penulisan tesis dan disertasi, baik menurut format konvensional maupun format alternatif,

dimana penulis tidak menulis kajian pustaka dalam satu bab khusus.

Bab ini juga telah memaparkan tahapan dalam penulisan kajian pustaka, yakni merekam atau

mencatat, meringkas, mengintegrasikan pustaka, menganalisis, dan mengkritisi pustaka yang

kita telaah. Kajian pustaka sebaiknya ditulis dengan cara yang bisa memperlihatkan voice

penulis, dan dengan demikian, cara penulisan central reporting sebaiknya dibatasi, mengingat

cara itu menjadikan penulis apa yang kita paparkan menjadi fokus tulisan kita dan dianggap

kurang efektif.

Menulis kajian pustaka tidak bisa dilakukan hanya satu kali, tetapi harus berulang-ulang sejalan

dengan kemajuan penelitian yang dilakukan. Kita juga harus menghubungkan pustaka atau teori

yang dipaparkan dalam kajian pustaka dengan penelitian yang dilakukan, dan memilih pustaka

yang telah dibaca, tidak memasukkan semuanya ke dalam kajian pustaka. Asumsi bahwa kajian

pustaka yang tebal menunjukkan kemampuan penulis yang baik justru bisa sebaliknya, yakni

pembaca bisa menganggap bahwa kita kurang terampil atau kurang cakap dalam menulis kajian

pustaka.

Dalam menentukan kapan kita bisa berhenti menulis kajian pustaka atau membaca pustaka yang

berkaitan dengan topik penelitian kita, sebaiknya kita tidak membatasi tahun penerbitan sumber

yang dibaca, karena sebagai penulis tesis dan disertasi kita dituntut untuk mengetahui teori dari

awal sampai pada saat tesis atau disertasi diujikan. Sementara itu, kita bisa merasa cukup dengan

kajian pustaka kita kalau kita sudah merasa kenal dengan orang yang disebut oleh orang yang

225
menulis atau membicarakan topik yang sama dengan toipik penelitian kita, atau kita merasa

sudah memasukkan semua teori yang sebaiknya dimasukkan dalam kajian pustaka tesis atau

disertasi kita.

Setelah kita mengetahui cara menulis kajian pustaka, maka bab selanjutnya, yakni Bab Sepuluh

dari buku ini akan membahas penulisan metodologi penelitian, yang dalam tesis atau disertasi

biasanya ditempatkan setelah kajian pustaka.

226
BAB 10: MENULIS BAB METODOLOGI PENELITIAN

Pendahuluan

Bab Sembilan telah membahas penulisan kajian pustaka, yang merupakan tempat penulis tesis

dan disertasi mengemukakan argumen mengenai teori yang telah melatarbelakangi penelitian

yang dilaporkan dalam tesis atau disertasinya. Sejalan dengan pemahaman konsep serta teori

yang melatarbelakangi penelitian, penulis tesis atau disertasi juga bisa secara perlahan

memahami metode penelitian yang bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

diajukan.

Bab ini akan membahas penulisan bab metodologi tesis atau disertasi. Walaupun menurut

sebagian penulis (Swales & Feak, 1994; Moriarti, 1997) bab ini merupakan bab yang paling

mudah, namun pada dasarnya semua bab yang ada dalam tesis itu sulit. Tidak ada bab yang

paling mudah dalam menulis tesis dan disertasi karena semua bagian tesis dan disertasi

merupakan satu kesatuan yang utuh. Yang membuat penulis merasa mudah menulis metodologi

karena biasanya mereka sudah menulis bab kajian pustaka dan dengan demikian memahami

konsep teori penelitian dan dengan demikian memahami juga bagaimana orang lain yang telah

melakukan penelitian dalam bidang yang sama melakukan penelitiannya.

227
Ada dua hal yang akan dibahas dalam bab ini, yakni fungsi bab metodologi penelitian, serta

bagian atau elemen–elemen yang biasanya dibahas dalam bab metode penelitian. Pembahasan

masing-masing akan dipaparkan di bawah ini.

Fungsi bab metode penelitian

Bab metodologi merupakan bagian sentral untuk mendemonstrasikan validitas penelitian yang

dijustifikasi dengan sumber data sekunder mengenai penelitian yang dipakai dalam penelitian

lain sebelumnya (Thody, 2006:90). Bab metode penelitian ditulis untuk membanguan kredibilitas

penelitian dengan pembaca dengan cara memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitiannya. Dengan demikian, seperti

dikemukakan dalam Bab Tiga dari buku ini, sebelum melakukan penelitian, peneliti hendaknya

memahami metode penelitian yang mungkin dipakai dalam penelitiannya.

Bagian metodologi penelitian mendeskripsikan secara rinci metodologi, materi dan prosedur

penelitian atau mendeskripsikan “how the inquiry will be (was) approached” (Moriarti, 1997:86;

Hamilton & Clare, 2003a:12; Kilbourn, 2006). Bagian ini biasanya merupakan bagian terpendek

dari tesis atau laporan penelitian. Metodologi, menurut Swales dan Feak (1994) dan Moriarti

(1997) biasanya merupakan salah satu bagian yang ditulis terlebih dahulu oleh peneliti.

Dalam bab metodologi, penulis biasanya melaporkan apa yang dilakukan dalam penelitian dan

dalam bab ini biasanya muncul heading seperti: Settings (Tempat penelitian), Participants

(Responden Penelitian), Methods (Metodologi Penelitian), Data Collection (Teknik

Pengumpulan Data) dan Data Analysis (Analisis Data) dan sebagainya. Tujuan dari metodologi,

seperti dikemukanan oleh Sternberg (1988), Moriarti (1997:86), Bradley, dkk yang dikutip oleh

228
Calabrese (2006) adalah untuk memberikan gambaran yang komprehensif, konsisten dan akurat

mengenai prosedur penelitian supaya penelitian lain dapat mereplikasi penelitian yang dilakukan

serta cara menganalisis data yang dipakai.

Metode penelitian pada dasarnya bisa dikategorikan dalam dua kelompok besar, yakni kualitatif

dan kuantitatif (Roberts, 2000; Thomas & Brubaker, 2000; Evans & Gruba, 2002; Hamilton &

Clare, 2003a,b,c). Dalam bab metodologi penulis biasanya diharuskan untuk membuat justifikasi

mengenai apa yang dilakukannya atau metodologi serta prosedur penelitian yang dipakainya.

Dalam menggambarkan prosedur penelitian, akan lebih baik kalau penulis memberikan dasar

teori dari prosedur yang dipakai. Dasar teori prosedur penelitian bisa menghilangkan potensi

kesalahan dalam melakukan penelitian atau pengumpulan data dan manfaat dalam menganalisis

data. Dalam mengutip sumber prosedur penelitian, Moriarti (1997) yang memberikan arahan

untuk penelitian sains, menyarankan bahwa kita mengutip dengan cara yang sama seperti dalam

bagian lain dari tesis atau disertasi.

Paparan mengenai metodologi, menurut Thody (2006:90), sebaiknya mencakup dua hal:

Data primer, yakni catatan atau rekaman dari metodologi yang dipakai dalam penelitian;

Data sekunder dari sumber lain, berkaitan dengan metodologi, yang menjustifikasi apa

yang dilakukan dalam penelitian yang dilaporkan dan memberikan perbandingan dengan

metodologi dalam proyek penelitian yang lain;

Di dalam ilmu sosial, bagian metodologi merupakan bagian yang sangat penting dan

mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

- Memaparkan detil dan prosedur secara eksplisit;

229
- Bersifat slow paced karena tidak memikirkan banyak background knowledge;

- Memuat justifikasi, penjelasan dan kadang-kadang contoh;

- Terminologi yang ada di bagian metodologi sering diulang-ulang.

Elemen-elemen dalam bab metode penelitian

Ada beberapa hal yang harus dibahas dalam bagian ini, dan menurut Hamilton dan Clare

(2003a:12, lihat juga Oliver, 2004) beberapa hal itu, di antaranya adalah:

1. Desain penelitian, misalnya rencana untuk melakukan penelitian dan melakukan penelitian

termasuk tahap-tahap yang dilakukan untuk memperlihatkan kerja keras. Ini didefinisikan

untuk penggunaan metode penelitian yang dipakai.

2. Siapa yang menjadi partisipan, dan bagaimana mereka dipilih. Kalau di negara yang

memerlukan ethics approval, bagian ini harus menyebutkan bagaimana ethics approval

diperoleh.

3. Detil mengenai data apa yang diperoleh dan bagaimana.

4. Bagaimana data diproses, dianalisis dan diusun. Bagian ini, menurut Oliver (2004) sebaiknya

dipaparkan dengan sejelas-jelasnya.

Petunjuk umum untuk menuliskan metodologi, menurut Hamilton dan Clare (2003a:13) adalah

bahwa proses pelakasanaan penelitian diterangkan dan dijustifikasi dengan cara yang akurat dan

pendekatan penelitian diterangkan. Dengan memberikan gambaran mengenai pelaksanaan

penelitian, tambah Hamilton dan Clare, maka penulis akan memungkinkan pembaca untuk

membuat penilaian mereka terhadap kredibilitas penelitian. Deskripsi seperti ini sangat penting

untuk penelitian kuantitatif yang mengandalkan replikasi penelitian untuk mengkonfirmasi

temuan.

230
Selain itu, menurut Kilbourn (2006), bagian metodologi bisa terdiri dari dua bagian. Bagian

pertama merupakan justifikasi terhadap pendekatan umum terhadap penelitian – justifikasi

seperti mengapa pendekatan experimental, survey, interpretive, kritis, dsb dianggap sebagai

metode yang paling tepat untuk penelitian itu. Bagian kedua bisa berisi pembahasan rinci

mengenai metode khusus tertentu yang akan digunakan dalam pengumpulan data, interpretasi

dan presentasi dari penelitian yang dilakukan.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam bab metode penelitian, berdasarkan

penjelasan dari Swetnam (2000); Hamilton dan Clare (2003a); Calabrese (2006) dan Murray

(2002). Beberapa hal yang harus dipaparkan itu adalah sebagai berikut:

1. Mengapa metode penelitian tertentu dipilih.

Dalam hal ini, Hamilton dan Clare (2003a) mengatakan bahwa terlepas dari pendekatan

yang digunakan, penulis berkewajiban untuk menjelaskan dan menjustifikasi bagaimana

mereka melakukan penelitian. Laporan penelitian mempunyai bagian yang digunakan untuk

menerangkan bagaimana peneliti melakukan penelitian dan mnengapa melakukan dengan

cara itu.

Berkenaan dengan hal ini, dalam memaparkan metode penelitian atau apa yang disebut

dengan “research perspective” (Calabrese, 2006:39), kita sebaiknya menerangkan

boundaries atau cakupan penelitian yang dilakukan dan mengapa memilih metode itu. Hal

ini bisa dilihat dalam contoh berikut.

Contoh 1:

This research study was guided by phenomenological inquiry approach. Since this study aimed at

231
understanding the perceptions and experiences of teachers from their own point of view,
phenomenolohgy was an ideal guiding framework as it is committed to understanding
phenomenon from the actors perspectives … . In addition, phenomenological inquiry focuses on
the question , “ what is the structure and essence of experience of this phenomenon for these
people? (Patton, 1990) and the study sought to understand the structure and experiences of the
participants” (Wayubele, 2003:70, dikutip oleh Calabrese, 2006:39).

Contoh 2:

Based on the classification of research designs from Nunan (1992), this research can be
characterised as a qualitative program evaluation because in this study the researcher created
and then implemented a teaching program. In the course of the program, she evaluated the value
and the effectiveness of the program, through ongoing assessment of students‟ achievements
(done by herself and her colleague who was involved in this study) relevant to the objectives of
the program. This assessment was valuable “to assist the researcher in deciding whether the
teaching program needed to be modified or altered in any way so that objectives may be
achieved more effectively” (Nunan, 1992, p. 185).

However, this research also has similar characteristics to a case study. First, like a case study, it
was carried out in “a small scale, a single case” (Stake, 1985, p. 278). It “focused on one
particular instance of educational experience or practice” (Freebody, 2003, p. 81), that is, a
teaching program, where “the researcher acted as teacher” (Stake, 1995, p. 91). The second
characteristic, which constitutes the important aspect of case study, as Yin (1993, p. 32)
suggests, is that this research employed “multiple sources of evidence – converging from the
same set of issues” (Yin, 1993, p. 32) or “multiple data collections and analytic procedures”
(Freebody, 2003, p. 83) to allow for “in-depth study” (Ary, Jacobs and Razavieh 1972; Connole,
1993) or “down to earth” study (Cohen and Manion, 1985, see also Cohen, Manion and
Morrison, 2000). Multiple data gatherings aimed to enhance the construct validity of the study
(Yin, 1993, p. 39-40) and to gain more rounded and complete accounts to test the values and
effectiveness of the teaching program implemented in this study, as mentioned in the purpose of
the study above. The third characteristic is that this study used text analysis, which is another
method of qualitative case study (Travern, 2001; Freebody, 2003), using SFG, which provides a
powerful analytical tool, and constitutes “one of a variety of linguistic approaches that have
been well developed in the area of education” (Freebody, 2003, p. 185) (Emilia, 2005:74-75).
Contoh dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam ekstrak di bawah ini.

Metode penelitian yang kami pakai dalam penelitian ini adalah participatory action research (Carr &
Kemmis, 1986; Marshall & Rossman, 12006) dimana semua personil dalam penelitian mempunyai
peran serta status. Selain itu, penelitian ini mungkin bisa dikatakan sebagai alat untuk memberi
pencerahan pengalaman hidup, dalam hal ini mengajar dengan memberikan gambaran dan
mendukung adanya aksi, yakni perbaikan dalam pemahaman mengenai konsep serta prinsip dasar
pendekatan genre-based. Mengingat penelitian action research dan participatory action research
merupakam jenis penelitian yang mengandung taking action sebagai hal yang paling utama dalam
penelitiannya (Marschall & Rossman, 2006: 37-38), maka penelitian ini pun mengutamakan adanya
aksi yang ditujukan untuk perbaikan pengajaran bahasa Inggris dan pencapaian siswa dalam belajar
bahasa Inggris di tempat penelitian khususnya (Emilia, dkk, 2008).

2. Apa karakteristik dari populasi, sampel atau eksperimen. Dalam mendeskripsikan partisipan,

penulis hendaknya menjelaskan beberapa hal seperti gender, usia, suku atau etnik dan latar

belakang sosial ekonomi. Penulis, menurut Calabrase (2006:43) hendaknya menggunakan

232
deskripsi yang tepat sehingga memungkinkan pembaca membayangkan partisipan. Penulis

juga, tambah Calabrase, dengan mengutip Bradley dkk (1994), sebaiknya menggambarkan

cara atau proses memilih partisipan. Kalau partisipan drop out dari penelitian, maka penulis

sebaiknya menjelaskan berapa yang drop out dan alasannya. Contoh:

African America and European American females were asked to volunteer for this study, only if
they had already chosen a college major. Students participated in order to partially fulfill their
introductory psychology class requirements. Participation was considered voluntary, as other
options to complete class requirements were available. Demographic information pertaining to
the total sample (N=291) consisted of 133 African American females and 158 European
American females. Ages ranged from 17 to 47 years old. Participants in the age range of 18 to
19 years, comprised 81.8 % of the sample. Within the total sample, 239 (82.1 %) were
Freshwomen, 28 (9.6%) were Sophomores, 17 (5.8%) were Juniors, 4 (1.4 %) were Seniors, and
3 (1.0%) were in a continuing education program” (Bath, 2002:53, dikutip oleh Calabrese,
2006:44).

Contoh lain diambil dari disertasi penulis, yang bisa dipaparkan sebagai berikut:
The participants of this study were 18 semester six student teachers of a Bachelor degree (which
usually takes at least eight semesters) in the department, who voluntarily participated in the
study upon the researcher‟s giving information on the nature of the study and what was expected
of them (see Chapter 4, Section 4.2). Student teachers were chosen as they were considered to
have a potential to apply their learning from this program in their own teaching later. Moreover,
with the principles of CP adopted in this study, as discussed in Chapter 2, student teachers were
expected to learn “what teacher-students interactions in the classroom should look like, which
would then influence the interactions and power relations in the broader society” (Cummins,
1996, p. iii). This, as Cummins further argues, embodies an image of the society they will
graduate into and the kinds of contributions they are being enabled to make within the society.

The students involved in this study had taken the subjects Writing I to IV, offered in the
department, which mostly deal with writing paragraphs and some genres of writing (see
Appendix 1, about the syllabus of the teaching of writing in the research site). As argumentation
is difficult, as mentioned above, by selecting these students, the researcher hoped that the
materials or the tasks given in the class were in line with their English and writing capacities.

All participants were between 20-21 years of age. They were all Moslems, originally from the
Sundanese ethnic group in Indonesia, having Bahasa Sunda as their mother tongue. Bahasa
Indonesia is their second language and English is thus their foreign language. The class had
only two male students, which is common in language classes in all language departments in the
university. However, from a CL perspective, as revealed in interview data in Chapter 6, this is a
limitation of the study, as the class was not heterogeneous. A mixed-gendered class, with
students having different cultural backgrounds could have provided an ideal environment in
which the students “could test their own readings against those of others” (Janks, 2001, p. 149).
Another limitation, as will also be shown in the interview data, is that the class was much
smaller than regular classes in the research site and in other Indonesian contexts in general,
which will influence the reliability of the results of the study. Moreover, the class being
additional to the others and the voluntary-based participation may also mean that the students
were potentially more motivated, which again, affects the reliability of the results of the study.
The last limitation is to do with the class being set up specifically for the purpose of research.
From the perspective of classroom observation in ESL or EFL, it would have been much better if
the research had taken place in an ongoing and regular class (van Lier, 1988, p. 9). This is
because “in an ongoing class things are done along similar lines a number of times, and they

233
turn into routines in which all participants know what is likely to happen next” (van Lier, 1988,
p. 10), which can lead to “a natural and undisturbed lesson” (van Lier, 1988, p. 39) (dikutip dari
Emilia, 2005:76-77).

Contoh lain dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam ekstrak berikut:

Contoh 1:
Berkaitan dengan partisipan, partisipan dalam penelitian ini adalah seorang guru yang secara
sukarela dan direkomendasikan oleh pimpinan sekolah untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
dan satu kelas dari kelas 8 yang terdiri dari 42 siswa, yakni kelas 8B. Mengingat penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas, maka guru, yang awalnya sebagai partisipan, bisa juga
dikatakan sebagai anggota tim peneliti (Emilia dkk, 2008).

Contoh 2:
Partisipan yang akan terlibat dalam penelitian dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori,
yakni:

Mahasiswa program studi pendidikan bahasa Inggris, baik yang masih kuliah atau sedang
menulis tesis maupun mereka yang sudah lulus (mahasiswa yang berpartisipasi
dalam penelitian ini diharapkan berjumlah 20-30 orang, mewakili berbagai tingkat
pencapaian mahasiswa, yakni kelompok low achiever - IPK <3, mid achiever - IPK
3-3,5, dan high achiever - IPK>3,5)
Semua dosen program studi pendidikan bahasa Inggris sekolah pascasarjana Universitas
pendidikan Indonesia;
Pimpinan sekolah pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Perlu diketahui bahwa partisipasi dalam penelitian ini akan bersifat sukarela atau voluntary-
based (Emilia, 2007).

.
3. Instrumen apa yang akan dipakai. Bagian ini menerangkan secara lengkap mengenai

instrumen penelitan yang digunakan untuk mengumpulkan data (Calabrese, 2006:48). Bagian

ini, tambah Calabrese, mendeskripsikan masing-masing instrumen dengan referensi yang

tepat untuk mendukung penggunaan instrumen tertentu beserta validitas dan reliabilitasnya.

Bagian ini juga bisa memasukkan penelitian lain yang berkaitan dengan bidang yang diteliti

dan peneliti menggunakan instrumen yang sama untuk mengumpulkan data yang hampir

sama.

Contoh 1:

A demographic questionnaire was devised that includes questions regarding general


demographic information, i.e., age, gender, marital status, grade, major, ethnicity. This
instrument is found in Appendix C (Calabrese, 2006:2).

234
Contoh 2:
As illustrated in Table …, two types of interview were employed: individual and focus group. …

A guided or semi-structured interview was used in both stages of interviews to enable the
researcher to get all information required (without forgetting a question), while at the same time
to permit the participants‟ freedom of responses and description to illustrate the concepts (Field
and Morse, 1985, p. 67). …

Questions asked in individual interviews in stage one can be seen in Appendix 18.1. Moreover,
the focus group only used some of the same questions, as students‟ responses had already
confirmed the students‟ main ideas in the individual interviews. Most questions were leading
questions and popular opinion about leading questions today is that “leading questions are not
that powerful” (Kvale, 1996, p. 157) (see also Merriam, 1998, p. 78-79; Cohen, Manion and
Morrison, 2000, p. 122). However, Kvale (1996) further argues for the importance of leading
questions, particularly in qualitative research, as saying:

The qualitative research interview is particularly well suited for employing leading questions to check repeatedly
the reliability of the interviewees‟ answers, as well as to verify the interviewer‟s interpretations. Thus, contrary to
popular opinion, leading questions do not always reduce the reliability of interviews, but may enhance it; rather
than being used too much, deliberately leading questions are today probably applied too little in qualitative
research interviews (1996, p. 158).


The questions used in stage two can be found in Appendix 18.4. There were only three main
questions asked in this interview. Each was to do with what the students remembered they
learnt in the program, what development they thought they gained, using samples of their texts
as a prompt, and what challenges they thought they would face in implementing a similar
teaching program in their own teaching later … (Emilia, 2005:81-84).

Kalau peneliti melakukan “pilot study” atau “preliminary study,” pilot study itu sebaiknya

dilaporkan. Pilot study, menurut Calabrese (2006:50) merupakan versi kecil atau uji coba

instrument untuk menguji atau menilai instrument atau precursor. Contoh:

All questions in the interview stage one were tried out with several students who were not involved in
the study, for suggestions and advice, particularly regarding whether the questions were ambiguous,
vague or confusing (Emilia, 2005:84).

4. Analisis data. Dalam bagian ini, penulis tesis atau disertasi seyogianya menerangkan

bagaimana data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data dianalisis untuk

menjawab pertanyaan penelitian yang diformulasikan. Contoh pemaparan analisis data

kuantitatif dapat dilihat dalam dua kutipan berikut.

Contoh 1

“For the handgrip task a repeated measures (RM) multivariate analysis of Variance (MANOVA) was
employed with gender as a between subjects factor, and time intervals (15 second) nested within

235
three sensation variables nested within three clusters (i.e., physical, motivational and affective
sensations) as repeated factors and gender as a between subjects factor. For the cycle task a RM
MANOVA was employed with time intervals (30 sec) nested within three sensation variables as
repeated factors and genders as a between subjects factor. A hierachical linear regression analysis
was conducted to determine how much of the variance in “time to fatigue” was accounted for by
dispositional and task-specific factors.The significance level used in this study was p≤0.05”
(Hutcinson, 2004:29, dikutip oleh calabreses, 2006:55).

Contoh 2

Semua data yang diperoleh dari semua teknik pengumpulan data akan dianalisis secara bertahap.
Tesis akan dianalisis dengan cara-cara analisis teks seperti yang telah disarankan oleh teori analisis
teks akademik serta petunjuk analisis teks dari teoris genre dan berpikir kritis, yang juga relevan
dengan analisis wacana kritis, seperti yang telah dijelaskan di atas. Tesis dan tugas akan dianalisis
dengan menggunakan tata bahasa sistemik fungsional (sistemic functional grammar, SFG)
bersadarkan tiga sistem tatabahasa (Theme, Transitivity dan Mood) yang relevan dengan tiga
metafungsi bahasa (metafungsi textual, experiencial dan interpersonal) seperti yang telah ditegaskan
dalam linguistik sistemik fungsional (SFL). Analisis akan difokuskan pada struktur skema atau
struktur makro, dan ciri-ciri linguistik atau struktur mikro tesis dan tugas. Dari analisis ini, beberapa
disposisi berpikir kritis yang erat kaitannya dalam penulisan teks argumentatif (Ennis, 1992; Lipman,
2003) seperti tesis atau tugas akan di evaluasi. Analisis tesis atau tugas yang dibuat oleh mahasiswa
dianggap sangat relevan dalam penelitian ini, yang berusaha untuk menelisisk kesulitan mahasiswa
dalam menulis, khususnya menulis tesis di tingkat universitas. Pentingnya analisis teks yang dibuat
oleh mahasiswa untuk membantu mengidentifikasi kesulitan mahasiswa dalam menulis di tingkat
universitas telah diobservasi oleh beberapa penulis, seperi Jones, dkk (1989) dan Freebody (2003).
Jones dkk (1989: 260) mengatakan, “Analysis of student texts helps the teacher understand the
problems the students have in learning to write at the university level.” Berkaitan dengan analysis
teks yang menggunakan tatabahasa sistemik fungsional (SFG), untuk konteks bahasa Inggris sebagai
bahasa asing, Jones dkk (1989:260-261) melaporkan bahwa analisis seperti itu memungkinkan guru
menganalisis teks bukan dari tahap perkembangan bahasa atau pemerolehan bahasa tetapi dalam hal
“where the students are in relation to the native speaker texts they aim to approximate” (Ibid).

Selain itu, data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan tematik analisis
(Kvale, 1996; Merriam, 1998), yakni data akan dikategiorisasikan berdasarkan central theme atau
tema utama dari penelitiaan, sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah diformulasikan di atas.

Tearkhir, data dari interviu akan dianalisis secara bertahap. Pertama, data interviu akan ditranskripsi.
Selama pembuatan transkrip interviu, nama mahasiswa akan diganti dengan nama samaran untuk
menjamin objektivitas peneliti dalam menganalisis data lebih lanjut (Kvale, 1996). Setelah
ditranskripsi, data interviu akan dikembalikan kepada partisipan untuk menjamin bahwa transkripsi
memang betul-betul merefleksikan apa yang dimaksud oleh partisipan (Kvale, 1996) dan kalau
memungkinkan mendapatkan masukan dari partisipan (Connole, Smith & Wiseman, 1993:167).
Kemuan data interviu yang sudah ditranskripsi, seperti data kuesioner, akan dikategorisasikan ke
dalam tema utama penelitian, sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah diformulasikan. Setelah
itu data yang telah dikategorisasikan akan “dikondensed” untuk selanjutnya diinterpretasi,
dibandingkan dengan teori yang melatarbelakangi penelitian ini (Emilia, 2007 dalam proposal dan
laporan penelitian mengenai kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis dalam bahasa Inggris).

Selain itu, dalam bab mengenai metodologi, kita harus memaparkan metode atau metode-

metode yang dipakai untuk mengetes hipotesis atau menjawab pertanyaan, dan mengapa kita

236
memakainya. Kita harus pertama kali mereviu metode penelitian yang dipakai dan

mengemukakan alasan mengapa memilih metode itu. Kadang-kadang bagian ini suka mudah

dilupakan karena ketika menulis tesis kita sudah dikerubuti oleh banyak macam metode

penelitian dan banyak hal yang berkaitan dengan penelitian, sehingga kita lupa untuk

mengatakan mengapa metode penelitian tertentu yang dipakai. Namun demikian, menurut

Evans dan Gruba, “pembaca tidak bisa membaca pikiran kita … Tidak akan ada penguji

yang cukup baik untuk mengatakan “Well I expect the candidate had good reasons for

selecting that particular method” (2002:90).

Berkaitan dengan metodologi, ada yang dinamakan dengan”triangulation” (Evans dan Gruba,

2002:91, Yin, 1984, 1993, 2003) sebagai cara untuk menjamin validitas penelitian. Triangulasi,

menurut Sydenstricker-Neto (1997) dan Trochim (2001), yang dikutip dalam Calabrese

(2006:60) didefinisikan sebagai berikut:

Triangulation is a qualitative process that tests the consistency of findings gathered through different
methods and sources of data, including field notes, artifacts, and transcripts.

Istilah triangulasi dipakai dalam penelitian kalau kita menggunakan lebih dari satu metode atau

jenis data untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesa kita. Evans dan Gruba

(2002) mengatakan bahwa kita bisa melakukannya kalau kita mempunyai lebih dari satu hipotesa

atau pertanyaan penelitian, atau kalau pertanyaan penelitian “multi-faceted” sehingga metode

yang berbeda atau pendekatan yang berbeda diperlukan. Triangulasi sangat umum dalam

penelitian ilmu sosial. Istilah triangulasi dipakai dengan cara yang berbeda dalam penelitian yang

berbeda: Triangulasi data, triangulasi teori, triangulasi peneliti dan triangulasi metodologi

penelitian. Triangulasi, khususnya dalam penelitian kualitatif dapat meningkatkan validitas serta

“trustworthiness” (Calabreses, 2006; Silverman, 2006) dari penelitian.

237
Selain dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, ada beberapa hal lain yang perlu

diterangkan dalam Bab Metodologi penelitian. Beberapa hal ini berkaitan dengan Bias dan Error

atau kesalahan dalam melakukan penelitian. Berikut adalah contoh-contoh yang menunjukkan

bahwa bias atau error dalam penelitian disadari oleh peneliti.

Contoh 1:

The researcher also wrote observation notes immediately after each session while “the memory of the
observation was still fresh” (van Lier, 1988, p. 241). Observation notes focused on what was said and done
by both the researcher and the students in the “interactional setting” (Morrison, 1993, cited in Cohen,
Manion and Morrison, 2000, p. 305; Allwright, 1988). This aimed to help “increase the researcher‟s
sensitivity to her own classroom behaviour and its effects and influence on students” (Allwright, 1988, p.
77). Observation (and the collection of students‟ writing samples below) constituted a technique for
evaluating the program as “it provides objective measures of pre-to-post-training changes in students”
(Allwright, 1988, p. 260).

As no observation is value-free or theory-free (van Lier, 1988, p. 46; Fraenkel and Wallen, 2000, p. 538-
539), the researcher invited one of her colleagues, Mr Ari (pseudonym), to observe the class. This was
intended to enable the researcher “to check her observations against his” (Fraenkel and Wallen, 2000, p.
539) and accordingly to promote the reliability of observations (Allwright, 1988; van Lier, 1988;
Shimahara, 1988) (Emilia, 2005:79).

Contoh 2:

“One of the advantages of participant observer approach is … . This same advantage can be construed as
a situation that might encourage bias in the researchers reporting of data and so must be balanced with
controls. Use of collaborative teacher researcher provides an insider who can challenge the interpretation
of the researcher. A constant check for rival hypothesis or negative instances also provides control. The
use of value free note taking with separate personal and analytical notes provides a more unbiased
approach.” (Mather, 2004:79, dikutip dalam Calabrese, 2006:58).
Contoh 3

In order to remove some of the bias in verbal reports toward pleasing the instructor as the researcher, who
was also the interviewer, … two weeks after the individual and focus group interviews in stage one, two
individual interviews were conducted with a mid and a high achiever, who had been interviewed
previously. These interviews were intended to test the reliability of the students‟ verbalisations. To allow
the students to express their ideas in a more elaborated way, these two interviews were conducted in
bahasa Indonesia by a researcher‟s colleague (Hyon, 2002) who did not participate in the teaching
program (Emilia, 2005:84).

238
Kesimpulan

Bab ini telah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan Bab Metodologi

penelitian. Telah dipaparkan dalam bab ini bahwa segala hal berkaitan dengan metode

pelaksanaan penelitian seyogianya dibahas dan diinformasikan kepada pembaca supaya mereka

bisa melakukan replikasi penelitian kita.

Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan secara rinci dalam bab metodologi penelitian, terutama

berkaitan dengan metode atau desain penelitian, tempat dan partisipan penelitian, teknik

pengumpulan data dan instrumennya, serta analisis data.

Setelah memaparkan pengumpulan data, maka tahap selanjutnya dari proses menulis tesis atau

disertasi adalah memaparkan dan membahas data, yang posisinya dalam tesis atau disertasi

biasanya berada di Bab Empat. Untuk itu, Bab Sebelas dari buku ini akan membahas bagaimana

data yang telah diperoleh dipaparkan dan dianalisis dalam tesis atau disertasi, yang biasanya

disimpan dalam Bab Empat.

239
BAB 11: MENULIS BAB PEMAPARAN DAN PEMBAHASAN

DATA

Pendahuluan

Bab ini akan membahas salah satu bab dalam tesis atau disertasi yang paling penting dan juga

paling sulit, yakni menulis bab yang mempresentasikan dan menganalisis data. Akan

diperlihatkan dalam bab ini bahwa ada dua pendapat mengenai cara memaparkan data dan

pembahasan data. Beberapa pakar penulisan tesis dan disertasi menyarankan data dan interpretasi

atau analisis data dipisahkan. Tetapi ada juga yang menyatukan bab data dan presentasi data

seperti yang umum dipakai dalam bidang politik, hukum, pendidikan, dan sosiologi (lihat

pembahasan dalam Sternberg, 1988; Rudestam & Newton, 1992; Swales & Feak, 1994;2004;

Evans & Gruba, 2002).

Berkenaan dengan pemaparan dan interpretasi data di atas, bab ini akan menunjukkan bahwa

sebenarnya dari segi isi tidak ada perbedaan, tetapi dari segi keterbacaan, data yang dipaparkan

dan langsung dinterpretasi dalam satu bagian yang sama atau bab yang sama membuat alur tesis

atau disertasi menjadi lebih baik (Rudestam & Newton, 1992:79, lihat juga Sternberg, 1988;

Swales & Feak, 1994; 2004). Buku ini, seperti diperlihatkan dalam judul bab ini, didasari oleh

asumsi bahwa data dan pembahasannya disajikan dalam satu bab.

Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dengan fungsi bab presentasi dan analisis data, dan

dilanjutkan dengan cara memaparkan dan membahas data, termasuk rhetorical move yang

biasanya muncul dalam bab ini, berdasarkan saran atau contoh-contoh yang diberikan oleh para

240
pakar penulisan tesis dan disertasi. Ciri-ciri linguistik atau contoh-contoh pernyataan yang biasa

muncul dalam bab ini pun akan diberikan.

Berikut adalah penjelsan mengenai setiap aspek yang berkaitan dengan pemaparan dan

pembahasan data.

Fungsi bab presentasi dan analisis data

Melaporkan hasil penelitian merupakan bagian yang esensial dari penelitian, dan dapat dikatakan

sebagai ciri penting yang membedakan penelitian dengan yang bukan penelitian (Allison &

Race, 2004:6). Dengan demikian, bab presentasi dan analisis data merupakan bab yang paling

utama dan paling sulit (Thomas, 2000). Dalam beberapa tesis, bab ini bisa menghabiskan

sepertiga dari isi tesis secara keseluruhan (Glatthorn & Joyner, 2005).

Ketika menulis bab ini, penulis harus memperhatikan apa yang ditulis dalam bab pendahuluan,

terutama pertanyaan penelitian atau hipotesa, bab kajian pustaka, untuk mengintegrasikan dan

menghubungkan temuan penelitian dengan penelitian atau teori yang melatarbelakangi

penelitian, dan dengan bab metodologi, untuk mengklasifikasikan data. Selain, itu, mengingat

bab ini juga merupakan dasar dari kesimpulan, maka menurut Thomas (2000:79), bagian atau

sub-heading atau argumen yang ada dalam pendahuluan, pemaparan dan pembahasan data serta

kesimpulan, harus sama.

Tujuan dan fungsi dari bagian presentasi data adalah memaparkan data atau temuan sejelas

mungkin dan dengan demikian, penulis sebaiknya merencanakan terlebih dahulu apa saja yang

241
akan dipaparkan dalam bagian ini (Rudestam & Newton, 1992:79). Data mengacu pada apa

yang terjadi sebagai konsekuensi dari apa yang dilakukan atau prosedur penelitian yang dipakai.

Pembahasan atau discussion mengacu pada interpretasi atau signifikansi dari hasil penelitian.

Data menggambarkan apa yang terjadi, discussion atau pembahasan menerangkan apa arti data

yang diperoleh. Data, menurut Moriarto (1997:91, lihat juga Hart, 2005:352-354) mentabulasi

efek, sementara pembahasan menerangkan efek. Data, menurut Hart (2005:354) merupakan apa

saja yang perlu untuk menjawab pertanyaan penelitian dan pada hakekatnya tidak ada data yang

bisa dikatakan lebih baik daripada yang lain.

Hasil atau data merupakan hasil langsung dari program penelitian, kalau di bidang sains

mungkin merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan yang bisa berupa angka dari hasil

penghitungan atau informasi hasil observasi atau hasil dari teknik pengumpulan data lain. Grafik,

tabel, chart, ilustrasi akan muncul dalam bab atau bagian ini. Kalau menggunakan grafik, tabel

atau chart atau gambar, menurut Moriarti (1997:88) dalam melaporkan percobaan sains, yang

juga relevan dengan laporan penelitian dalam bidang sosial, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:

1. Grafik, tabel dan gambar itu harus disebutkan dulu dalam teks laporan sebelum grafik atau

tabel itu muncul;

2. Grafik diberi judul dan diberi label;

3. Grafik diintegrasikan dengan teks;

4. Pembahasan mengenai grafik mengikuti grafik, kalau relevan.

242
Dalam banyak petunjuk penulisan laporan penelitian, bagian data berfungsi untuk memaparkan

data saja dan hanya dalam bagian interpretasi data peneliti disarankan mengomentari data yang

diperolehnya (Lihat Moriarti, 1997; Thomas, 2000). Sternberg (1988:54), berdasarkan

penelitiannya dalam bidang psikologi, menyebut cara pertama ketika penulis memaparkan data

terpisah dengan pembahasan sebagai cara nontematik dan cara kedua, ketika penulis

memaparkan data dan pembahasan dalam satu bab sebagai cara tematik. Dalam organisasi

nontematik, menurut Sternberg, data dan pembahasan akan dipaparkan sebagi berikut:

III. Data (Results): A. Presentation of Results A


B. Presentation of Results B
C. Presentation of Resluts C
IV. Discussion: A: Discussion of Results A
B: Discussion of Results B
C: Discussion of Results C (Sternberg, 1988:54)

Sementara itu, dalam organisasi tematik data dan pembahasan akan dipaparkan sebagai berikut:

IV. Results and Discussion


A. Results A:
1. Presentation
2. Discussion
B. Results B:
1. Presentation
2. Discussion
C. Results C
1. Presenmtation
2. Discussion (Sternberg, 1988:54)

Namun demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh Swales dan Feak (1994); Berkenkotter

dan Huckin (1995); Hyland (2002); Hamilton dan Claire (2003a) dan yang lebih mutakhir lagi

oleh Lim (2005) di Malaysia, membuktikan bahwa perbedaan antara data dan analisis atau

pembahasan data tidak setajam yang selama ini diyakini oleh kebanyakan orang. Banyak penulis

memasukkan komentar atau interpretasi data langsung ketika memaparkan data, karena mereka

sadar akan adanya pembaca dari tulisan yang dibuatnya. Swales dan Feak (1994; 2004)

243
mengatakan bahwa penulis umumnya berusaha untuk bisa mengantisipasi kemungkinan

pertanyaan yang muncul dari pembaca ketika membaca data, seperti pertanyaan “Apakah data ini

aneh?” Untuk mengantisipasi pertanyaan seperti ini, dengan demikian, menurut Swales dan Feak

(1994; 2004) penulis mungkin tidak mau menunda merespon pertanyaan itu dan memberikan

komentar kritis sampai bagian laporan penelitian berakhir.

Dalam hal bab data yang digabungkan dengan interpretasi atau analisis data, Sternberg

mengatakan:

I recommend that results should be combined with discussion, especially when each section is relatively
short. I recommend this combination even when the individual sections are not short. The problem with
results section standing by itself is that it is difficult to follow and makes for dry reading. The reader is
confronted with masses of statistics (in quantitative research) without being told what the statistics mean or
why they are important. Meaningful discussion is deffered until later (1988:54).

Dengan alasan keterbacaan tesis atau disertasi seperti dikemukakan oleh para penulis di atas,

buku ini juga menyarankan bahwa data sebaiknya dipresentasikan dan dibahas dalam satu bab

dengan judul Data presentation and analyses atau “Pemaparan dan Pembahasan Data.” Dengan

cara ini, penulis tesis atau disertasi juga akan terhindar dari kemungkinan lupa membahas data

yang sebaiknya dibahas dengan detil, karena ketika melihat dan memaparkan data penulis bisa

langsung menilai atau menginterpretasi data itu, tidak usah membuka atau menunggu pemaparan

data selesai. Selain itu, dalam proses analisis atau pembahasan, cara ini juga memudahkan

penulis, mengingat penulis hanya harus membuka terutama dua bab (file) ketika membahas data,

yakni bab pemaparan dan pembahasan data serta bab kajian pustaka yang berfungsi sebagai

sumber informasi untuk menguhubungkan temuan dengan penelitian sebelumnya atau dengan

teori yang menjadi dasar pemikiran penelitian, yang biasanya dipaparkan dalam bab kajian

pustaka.

244
Cara memaparkan data

Tidak ada cara standar untuk memaparkan data yang bisa diterapkan dalam setiap kasus

penulisan tesis atau disertasi (Rudestam & Newton, 1992:79). Yang penting, tambah Rudestam

dan Newton, adalah data dipaparkan dengan logika organisasi yang bisa difahami oleh pembaca

mengenai data atau hasil penelitian. Data, seperti dikatakn oleh Evans dan Gruba (2002:105)

merupakan hasil rekaman pengukuran atau image, dan ketika data dipaparkan atau diperlihatkan

secara sistematis, maka data akan menjadi informasi, dan pemaparan data, tambah Evans dan

Gruba, sebaiknya “memberi informasi” kepada pembaca.

Ada dua cara umum yang bisa dipakai dalam mengorganisasikan data, yakni berdasarkan cara

pengumpulan data atau berdasarkan pertanyaan penelitian (Rudestam & Newton, 1992; Thomas,

2000; Paltridge & Stairfield, 2007). Berdasarkan pengalaman penulis, dan berdasarkan hasil

temuan penelitian yang sedang dilakukan penulis dalam menganalisis tesis, penulis berkeyakian

bahwa memaparkan data berdasarkan metode pengumpulan data mungkin lebih baik. Hasil

analisis tesis mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa yang memaparkan data berdasarkan

pertanyaan penelitian, cenderung tidak berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian ini

dengan data yang didapat dari semua teknik pengumpulan data yang dipakai. Beberapa tesis

yang dianalisis hanya menjawab pertanyaan penelitian dengan data dari salah satu sumber saja,

misalnya wawancara. Kalau pertanyaan sudah terjawab dengan wawancara, data yang lain

cenderung diabaikan. Dengan memaparkan data berdasarkan teknik pengumpulan data, dan

pertanyaan penelitian dibahas dalam setiap pengumpulan data, maka triangulasi akan benar-

benar terjadi, pembahasan akan lebih komprehensif dan dengan demikian, kesimpulan yang

didapat akan menjadi lebih valid. Dengan demikian, kalau kita menggunakan cara tematik seperti

245
yang digambarkan di atas, maka apa yang dinamakan “Results A, Results B, Results C”,

misalnya, bisa merupakan data yang didasarkan pada teknik pengumpulan data. Jadi bunyi

headingnya akan seperti ini: Results A merupakan Data from Observation (Data dari Observasi);

Results B: Data from Interviews (data dari Intervieu) dan Results C merupakan Data from

Document Analysis (Data dari Analisis dokumen).

Ada beberapa saran mengenai pemaparan data, seperti yang telah dikemukakan oleh beberapa

penulis, di antaranya: Rudestam dan Newton (1992); Evans dan Gruba (2002); Hamilton dan

Clare (2003a,b); Thomas (2000); Glatthorn dan Joyner (2005); Sternberg (1988). Saran itu di

antarnya adalah:

Memaparkan data dengan cara yang jelas untuk membantu pembaca memahami hasil

penelitian. Ini bisa dicapai dengan beberapa cara seperti yang akan dijelaskan di bawah

ini.

1. Memaparkan temuan penelitian dengan urutan yang berkaitan dengan masalah penelitan,

seperti pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian atau tema penelitian (apapun

yang menuru penulis tepat dalam penelitian yang dilakukan).

2. Memaparkan data yang disusun dengan sub-heading yang berkaitan dengan masalah

penelitian utama untuk membantu pembaca memahami hasil penelitian, terutama ketika

hasil penelitiannya kompleks.

3. Menggunakan visual aids, seperti tabel, gambar, diagram, model, grafik untuk meringkas

data.

Data sebaiknya diorganisasikan dengan cara yang tidak membuat pembaca dihadapkan

pada banyak data. Data sebaiknya dipaparkan dengan jelas, sederhana dan lengkap

246
(Rudestam & Newton, 1992:80). Ketika memaparkan data, menurut Thomas (2000:73),

penulis hanya memaparkan hasil dari pengumpulan data, tanpa mengomentari atau

mengintegrasikan data dengan penelitian sebelumnya.

Tesis atau disertasi yang berhasil mempunyai atribut desain sebagai berikut:

- Tabel dan gambar (figure) yang dipresentasikan dengan baik;

- Kejelasan dari pemaparan data yang penting atau menonjol;

- Tata letak (Layout) yang bagus;

- Pemaparan temuan penelitian yang logis (Thomas, 2000).

Merekam dan menyusun data dengan cara yang sistematis.

Dalam melaporkan data, penulis memberikan kesempatan kepada pembaca untuk

menguji atau melihat dengan private arrangement.

Masukan data yang cukup di apendiks sehingga pembaca melihat bagaimana kita

mengumpulkan data, bagaimana bentuknya, dan bagaimana kita menyusun atau

mengaturnya dalam proses kondensasi data untuk tujuan pemaparan dalam bab

pemaparan data. Misalnya, peneliti menyimpan transkrip wawancara di apendiks

sehingga pembaca dapat melihat hubungan ringkasan semua wawancara.

Memaparkan hasil penelitian dalam bab pemaparan data dengan cara sehingga data itu

jelas hubungannya dengan hipotesis.

Data yang tidak bisa difahami sebaiknya disimpan di lemari.

Dalam memaparkan data atau argumen, Hamilton (2003:35) mengatakan bahwa ketika

menulis laporan penelitian kita harus menulis data atau argumen seluruhnya dan hal ini

tidak berarti bahwa kita hanya menulis kasus yang paling baik, kemudian kita

247
mengabaikan atau meninggalkan temuan yang tidak cocok atau temuan yang tidak kita

duga atau tidak kita harapkan. Hamilton (2003:35) mengatakan:

Researchers speculate on unexpected findings in discussion of the text, suggesting likely explanations for
them or identifying new research pathways that might explain them. A researcher‟s argumemnt is stronger
if alternative explanations or competing ideas are successfully refuted or explained away. But they may
give the researcher pause to rethink the [position they have taken in relation to their thesis. … However,
the research paper should be more than a thesis with supporting subsections … it should set out to critique
the work in the fdield.

Berikut adalah cara memaparkan data berdasarkan saran dari Rudestam dan Newton (1992:80-

84)

Bagian data biasanya dimulai dengan deskripsi mengenai sampel (jenis kelamin, status,

umur, dan hal lain yang berhubungan dengan faktor demografik), dan bisa dipaparkan

dalam grafik.

Setelah mendeskripsikan sampel, tahap selanjutnya adalah memaparkan pertanyaan

penelitian atau hipotesa satu persatu dalam sub-heading yang belainan. Kalau data

dibahas berdasarkan teknik pengumpulan data, maka pertanyaan penelitian akan menjadi

bagian dari heading tiap data yang dikumpulkan berdasarkan teknik pengumpulan data

itu. Dalam memberikan nama untuk sub-heading, Rudestam dan Newton (1992)

mengingatkan bahwa kita jangan memakai judul seperti “Hipotesa 1” atau “Hypothesis

1” karena ada kemungkinan bahwa ada lebih dari satu hipotesa akan dibahas dalam satu

analisis dan penggunaan nomor sebagai heading tidak informatif. Menurut Rudestam dan

Newton, akan lebih baik kalau kita memberi sub-heading dengan isi hipotesa yang akan

dianalisis.

Dalam memaparkan data, urutan data yang dilaporkan memainkan peranan penting

(Sternberg, 1988:52; Rudestam & Newton, 1992:82). Menurut Sternberg serta Rudestam

dan Newton, penulis sering melaporkan data yang paling penting dan relevan dengan

248
hipotesis yang diuji atau pertanyaan penelitian yang dijawab, kemudian diikuti dengan

data yang tidak begitu penting atau menarik atau kurang relevan. Penulis, tambah

Sternberg bisa juga memulai pemaparan data dan interpretasi data dengan kesimpulan

atau interpretasi umum, kemudian dengan informasi detil dari masing-masing tema.

Dalam memilih data yang dipaparkan, penulis harus berhati-hati dengan data yang kurang

penting dan data yang tidak mendukung hipotesis penelitian. Rudestam dan Newton

(1992:82) mengungkapkan bahwa ada perbedaan antara data yang tidak penting dan data

yang tidak mendukung hipotesis penelitian. Menurut Rudestam dan Newton, data yang

tidak penting atau kurang relevan dengan apa yang dicari dalam penelitian tidak perlu

dibahas. Akan tetapi, tambah Rudestam dan Newton, data yang tidak mendukung

hipotesa penelitian harus dibahas, mengapa data itu muncul, apa penyebabnya.

Berikut adalah cara memaparkan data seperti yang disarankan oleh Rudestam dan Newton

(1992:82-84), baik pemaparan data kuantitatif maupun data kualitatif.

Pemaparan data kuantitatif

Bagian pemaparan data biasanya memaparkan hasil multiple anayisis dari data. Masing-masing

analisis bisa dipecah menjadi beberapa pernyataan yang menerangkan temuan utama penelitian,

yang sebagiannya mungkin dipaparkan dalam bentuk tabel atau grafik. Ada empat pernyataan

yang biasanya dibuat dalam menganalisis data kuantitatif. Keempat pernyataan itu adalah

sebagai berikut.

Pernyataan Jenis Pertama: Membimbing pembaca kepada tabel atau gambar dan

menggambarkan apa yang diukur atau dipaparkan.

249
Contoh 1: Menggambarkan tabel korelasi.

The correlations between student ratings and final examination marks are given in Table

1.

Contoh 2: Menggambarkan persentase dalam tabel.

Table 1 presents the percentage of responses for each of the five possible categories.

Contoh 3: menggambarkan tabel nilai rata-rata atau Means.

Table 1 presents the means and standard deviations by drug category.

Pernyataan Jenis Kedua: Menggambarkan temuan utama yang diperlihatkan dalam

tabel atau gambar. Perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi, frekuensi dan nilai r

antara berbagai kondisi merepresentasikan contoh. Sering pernyataan jenis ini

digabungkan dengan pernyataan jenis ketiga yang akan dijelaskan di bawah.

Contoh 1: Gambaran mengenai tabel dan gambar korelasional.

Of the 10 correlations, it can be seen that 9 are positive and 8 are above r= .32.

Contoh 2: gambaran sebuah eksperimen.

Males rated applicants as lower in intelligence and friendliness when wearing cologne.
In contrast females rated the applicants higher in intelligence and friendliness when
wearing cologne.

Contoh 3: Gambaran gambar (figure)

As shown in Figure 2, the rate of typing increased from a baseline of about 0.7 words
perminute to about 1.5 words perminute during the treatment period.

Pernyataan Jenis 3: Memaparkan hasil dari tes statistik dan referensial, seperti E atau t.

Pernyataan ini biasanya digabungkan dengan pernyataan jenis 2 di atas.

Contoh1: menggambarkan korelasi.

250
Six of the correlations between amount of homework and GPA were found to be positive
and d=significant (p<.05).

Contoh 2: Menggambarkan eksperimen.

The retention of communication content was found to vary significantly as a function of


the time and method of measurement, E (2,80)=34.45, p<.01.
Contoh 3: The image instructed groups were significantly faster (E1,60)_7.34,p<.01)
and made fewer errors (E (1,60)=9.94,p<.01) than the no image groups.

Menggabungkan Pernyataan Jenis Kedua dan Ketiga

Contoh 1: Menggambarkan korelasi.

The correlation between mean Parent IQ and child IQ was statistically significant, r
(190) = .87,p<.05.

Contoh 2: Menggambarkan eksperimen.

The mean score of females (75.5) was significanty greater than the mean score for males
(70.7), E (1,28)=23.1,p<.05.

Pernyataan Jenis Empat: Pernyataan ringkasan dari temuan-temuan atau kesimpulan

sebelumnya.

Contoh 1: The results suggest that students who reported very heavy drug use had
significantly higher maladjustment scores than other students.

Pernyataan-pernyataan di atas, menurut Rudestam dan Newton (1992:84) memberi

contoh tentang berbagai komentar yang mungkin digunakan dalam menggambarkan hasil

dari sebuah penelitian empiris. Ketika menggambarkan hasil penelitian, tambah

Rudestam dan Newton (1992) kita sebaiknya menghindari pemakaian kalimat editorial

seperti “Unfortunately, the findings were not significant…” (Sayang, temuan ini tidak

signifikan…) atau “This result was quite surprising …” (Temuan ini cukup mengejutkan

…). Pernyataan-pernyataan seperti itu, menurut Rudestam dan Newton, kurang

251
membantu pemahaman pembaca terhadap hasil penelitian dan mungkin membuat tulisan

kita tampak kurang bagus.

Pemaparan data kualitatif

Bagian pemaparan data sebaiknya membahas bagaimana peneliti menganalisis data yang

dikumpulkan dalam penelitian, temuan utama yang dihasilkan dari analisis data dan apakah

temuan mendukung pertanyaan penelitian yang diajukan (Burton, 2002:71). Dalam memaparkan

data, menurut Burton (2002), tense yang digunakan sebaiknya past tense (kalau tesis atau

disertasi ditulis dalam bahasa Inggris), mengingat kita berbicara tentang hasil dari analisis yang

dilakukan waktu lampau.

Setelah itu, bab pemaparan data sebaiknya dimulai dengan ringkasan singkat mengenai temuan

penelitian, dengan mengatakan kembali tujuan penelitian. Dalam penelitian kuantitatif, menurut

Burton (2002:71), peneliti menggambarkan temuannya dengan rinci berkaitan dengan hipotesis

yang diformulasikan. Hal ini biasanya melibatkan pemaparan statistik, means dan standar deviasi

ketimbang skor untuk masing-masing individu (Burton, 2002). Data kuantitatif sering lebih

mudah dipresentasikan dalam bentuk tabel, grafik, figur daripada dengan pemaparan.

Penelitian kualitatif biasanya menggunakan metode deskriptif seperti observasi, wawancara, dan

studi kasus untuk menggambarkan perilaku daripada menggunakan data yang bisa dianalisis

secara statistik (Burton, 2002:71). Penelitian naturalistik kemungkinan besar menghasilkan data

yang jauh lebih banyak yang merepresentasikan kata dan gagasan daripada angka dan statistik.

Data ini bisa terdiri dari data wawancara, catatan di lapangan atau field notes, dan sejumlah

252
rekaman data lain, atau dokumen (Rudestam & Newton, 1992:113). Peneliti, tambah Rudestam

dan Newton mungkin menjadi “Korban data yang terlalu banyak” tanpa ide dan gagasan tentang

apa yang harus dipaparkan dan dari mana mulainya. Data reduksi merupakan parcel atau hadiah

dari penelitian kuantitatif, tetapi “seni dari memroses data kualitatif kurang berkembang”

(Lincoln & Guba, 1985:354, dalam Rudestam & Newton, 1992:113).

Data kuantitatif bisa dipaparkan dengan cara yang standar, seperti menggunakan SPSS, dan lain

sebagainya, analisis atau pemaparan data kualitatif menharuskan peneliti untuk membuat alat

atau metode untuk memaparkan dan menganalisis datanya (Rudestam & Newton, 1992). Selain

itu, dengan mengutip Lincoln dan Guba (1985), Rudestam dan Newton mengatakan bahwa

dalam memahami data kualitatif peneliti harus melakukan analisis induktif, dan dalam analisis

ini, ada dua kegiatan yang dilakukan, yakni unitising: kegiatan memberi kode yang

mengidentifikasi unit informasi yang terpisah dari teks, dan categorising yakni menyusun dan

mengorganisasikan data berdasarkan persamaan makna. Proses ini memerlukan revisi,

modifikasi dan perubahan yang berlangsung terus menerus sampai unit baru dapat ditempatkan

dalam kategori yang tepat dan pemasukan unit tambahan menjadi suatu kategori tidak memberi

informasi baru.

Dalam memaparkan data, menurut Rudestam dan Newton (1992: 111) penulis penelitian

kualitatif sangat perlu untuk menggambarkan konteks dimana suatu kejadian terjadi.

Elemen yang ada dalam pemaparan data

253
Dalam memaparkan data, biasanya penulis menggunakan bahasa persuasif untuk melakukan

beberapa elemen atau move (Paltridge & Stairfield, 2007:135). Beberapa elemen ini, berdasarkan

penjelasan Paltridge dan Stairfield dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Elemen dalam bab pemaparan data


Dikutip dari Paltridge & Stairfield (2007:135).
Move Tujuan
Memaparkan informasi Memaparkan informasi awal atau persiapan dengan: mereviu,
metatekstual menghubungkan, memberikan latar belakang informasi, mengacu ke
belakang ke bagian metodologi untuk menunjukkan lokasi tabel, gambar
atau grafik.

Memaparkan data Memaparkan results atau data penelitian.


Memaparkan prosedur.
Menyatakan kembali hipotesa atau pertanyaan penelitian.
Mengatakan datanya apa dan menyoroti data untuk menraik perhatian
pembaca.
Memberikan bukti seperti satatistik, contoh, sering memaparkan informasi
secara visual (misalnya grafik, tabel, gambar, foto).

Mengomentari data Mulai menginterpretasi data dan membuat pernyataan.


Mencari makna dan signifikansi, mungkin menunjuk pada kontribusi kepada
bidang ilmu yang diteliti.
Membuat perbandingan dengan penelitian sebelumnya
(sering dengan membuat justifikasi terhadap metode atau prosedur)
Bisa mengomentari kelebihan atau kelemahan atau generalisability dari
data.

Paltridge dan Satirfield (2007) juga memberikan beberapa contoh ketika penulis tesis atau

disertasi menggunakan semua move yang digambarkan dalam tabel di atas.

Ekstrak tentang move 1 dari bab data dari tesis Ph.D dalam sejarah
(Sumber: Taylor, 2000:173-174, dikutip oleh Paltrdige & Stairfield, 2007:136)
Thematic title + CHAPTER SIX: PERSPECTIVES FROM THE MARGINS-THE
Use of generic terms ‟findings‟ FINDINGS

Metatextual Move-indicates 6.0. Introduction


structure and refers back to Chapter 5 identified the methodologies that were selected to
previous chapter empirically investigate the research propositions. This chapter
reports on the outcomes of the data gathering phase. The data
collected and information are analysed in relation to the overarching
research question posed in this thesis.

Research question stated What impact have the discourses and organization of sports had on
women from culturally and linguistically diverse backgrounds in
Australia?

254
Refers back to theoretical Inherent in the question is the assumption that male experiences are
framework different from female experiences and that women from culturally and
linguistically diverse backgrounds have different experiences than
those from Anglo-Australian backgrounds. The notion of „difference‟
recognises that there is more than one valid form of representing
human experience and through investigations of behaviours,
activities, experiences, perspective, insights and priorities, a better
understanding of the differences can be achieved (Ross-Smith, 1999).
This notion is explored in the subsidiary question.

What are the sport experiences and perceptions of women from


culturally and linguistically diverse backgrounds; and are these
perceptions and experiences different from those of other women?

Refers back to methodology to Survey research and interviews were utilised to investigate these
introduce results:reminds reader questions. The surveys were designed to address the subsidiary
of mixed quantitative and question, that is, to ascertain if females from diverse cultural and
qualitative methodology linguistic backgrounds had different sporting participation patterns
from females of English speaking backgrounds. The central question
was qualitative in nature therefore interviews were used to address its
concerns.

The empirical research component of this thesis encompassed four


distinct phases that were detailed in the preceding methodology
chapter. This chapter outlines the findings of the broad level
investigations into women, ethnicity and sports.

Dalam memaparkan data, menurut Crasswell (2005), penulis tesis dan disertasi seyogianya

memperhatikan bahwa data tidak sama pentingnya, dengan demikian data juga sebaiknya

dipaparkan berdasarkan tingkat signifikansinya dalam penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini,

Crasswell menyarankan penulis tesis atau disertasi bertanya beberapa hal berikut:

Apa yang saya anggap paling penting tentang temuan penelitian saya secara umum, dan mengapa?
Temuan mana yang tampaknya lebih penting dan kurang penting dan mengapa?
Apakah ada temuan khusus yang harus saya perhatikan secara khusus pula, dan mengapa?
Apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak biasa dalam temuan penelitian yang perlu disebutkan, dan
mengapa?
Apakah metodeologi yang dipakai atau faktor lain telah mempengaruhi interpretasi saya tentang temuan
penelitian saya dan apakah ini merupakan sesuatu yang perlu dibahas (misalnya bias yang bisa muncul
dalam desain penelitian) (Crasswell, 2005:199).

Dengan memroses temuan penelitian seperti ini, tambah Crasswell, penueliti bisa menyusun data

menjadi satu set yang saling berkaitan

255
Kesalahan umum dalam memaparkan data

Kesalahan yang sering dibuat dalam memaparkan data adalah bahwa penulis memaparkan data

yang sangat banyak. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin berat beban penulis untuk

menganalisis data dan beban pembaca untuk memahami data yang dipaparkan (Rudestam &

Newton, 1992:81-82).

Kesalahan kedua adalah anggapan bahwa dalam memaparkan data, unsur kreativitas penulis

kurang berperan. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep bahwa menulis jenis teks apa pun

melibatkan faktor kreativitas penulis, seperti dikemukakan oleh Evans dan Gruba (2902) dan

Kamler dan Thomson (2006). Ketika penulis menentukan data mana yang paling signifikan, dan

mengorganisasikan data berdasarkan signifikansi atau kepentingan data terhadap penelitian,

penulis menilai data, dan ini melibatkan unsur kreativitas penulis. Jadi, kalau seorang peneliti

mengatakan bahwa dia belum mengetahui kesimpulan atau jawaban dari pertanyaan penelitian

yang dilakukannya, maka dia, menurut Evans dan Gruba (2002) berati menanyakan pertanyaan

penelitian yang salah. Unsur kreativitas penulis telah berperan sejak penelitian dimulai. Dalam

kaitannya dengan hal ini, Rudestam dan Newton menegaskan bahwa kita harus menerima fakta

bahwa sebagai penulis, kita mempunyai posisi yang lebih baik daripada yang lain untuk menilai

pentingnya satu temuan penelitian tertentu dan menyusun data itu untuk menekankan apa yang

penting (1992:82).

Selain itu, anggapan bahwa bab pemaparan data bersifat objektif dikritisi juga oleh Kamler dan

Thomson (2007:4) dalam menanggapi kata “writing up‟” dalam proses penelitian seperti yang

telah dipaparkan dalam Bab Tiga dari buku ini. Kamler dan Thomson (2006:4) mengatakan

256
bahwa data tidak ada begitu saja dan dipilih oleh penulis, tetapi data dihasilkan oleh penulis dan

data serta teks selanjutnya yang dihasilkan dibentuk dan dianyam atau disulam oleh peneliti

melalui berbagai tahapan pemilihan tentang apa yang harus dimasukkan dan apa yang tidak

harus dimasukkan, apa yang harus dikedepankan dan apa yang harus dipaparkan kemudian, dan

sebagainya. Jadi, ketika memaparkan data pun, menurut Kamler dan Thomson, faktor kreativitas

penulis sangat besar peranannya, walaupun tidak sebesar dalam bagian pembahasan data.

Setelah memaparkan data dalam bentuk informasi, atau dengan cara yang dapat memberi

informasi kepada pembaca, maka tahap selanjutnya, menurut Evans dan Gruba (2002:110)

adalah memikirkan tentang data itu. Misalnya, kalau dalam penelitian sains, pertanyaan

informasi yang diperoleh dari temperatur maksimum setiap hari yang direkam oleh badan

meteorologi: Mengapa temperatur naik?

Selain itu, kalau mereka yang menerapkan pendekatan genre-based dalam pengajaran menulis

yang salah satu tahapannya adalah joint construction misalnya, kemudian mendapatkan

informasi bahwa anak-anak kurang menyukai joint construction stage dari pendekatan genre-

based (Emilia, 2005), maka pertanyaan yang bisa muncul adalah: Mengapa anak-anak kurang

menyukai joint construction? Setelah alasan anak-anak tidak menyukai joint construction

diketahui, maka informasi ini akan menjadi knowledge atau pengetahuan, tetapi pengetahuan ini

belum menjadi wisdom (Evans & Gruba, 2002:104), yakni pandangan atau teori atau paradigma

baru, kalau pengetahuan itu belum dihubungkan dengan hasil karya orang lain yang sudah ada.

Hal inilah yang menjadi tugas utama penulis tesis dan disertasi dalam membahas data, seperti

yang akan dipaparkan di bawah ini.

257
Cara membahas data

Membahas data merupakan bagian yang membuat mahasiswa paling khawatir (Evans & Gruba,

2002:110). Alasannya adalah bahwa dalam menulis bagian ini, tambah Evans dan Gruba,

tension atau ketegangan antara bagian rasional dan bagian kreatif otak kita akan sangat jelas,

karena kita harus membandingkan hasil dari penelitian kita dengan apa yang kita duga

berdasarkan teori yang ada untuk melihat ide atau pemikiran apa yang akan muncul. Tidak

seperti bagian pemaparan data, bagian ini, menurut Thomas (2000), lebih evaluatif dan

integratif, ketika penulis menimbang bukti yang mendukng hipotesis atau menjawab pertanyaan

penelitian.

Sementara itu, dalam membahas data, menurut Sternberg (1988:53) ada beberapa tahap yang

harus dibahas:

1. Bagaimana data cocok dengan hipotesa awal (penelitian kuantitatif) atau bagaimana data

bisa menjawab pertanyaan penelitian (penelitian kualitatif).

2. Pernyataan kesimpulan; dan

3. Diskusi mengenai teori dan implikasi hasil penelitian (kalau memungkinkan).

Berkaitan dengan pembahasan data, Sternberg (1988:53) juga menyarankan bahwa pembahasan

harus dimulai dengan pernyataan umum bagaimana data cocok dengan hipotesa atau pertanyaan

penelitian. Kalau data cocok, menurut Sternberg, tugas kita selanjutnya adalah langsung

menginterpretasi data. Kalau data tidak cocok, maka peneliti harus mengatakan bahwa data tidak

cocok dan tidak bisa diinterpretasi, atau mungkin peneliti bisa mengatakan bahwa data bisa

258
diinterpretasi dengan dua cara: data tidak bisa diinterpretasi atau diinterpretasi dengan hipotesa

yang berbeda dengan hipotesa awal.

Struktur organisasi atau elemen yang biasanya ada dalam pembahasan data, menurut Hopkins

dan Dudley-Evans (1988), yang dikutip oleh Paltridge dan Stairfield (2007:147), bisa

digambarkan sebagi berikut:

1. Latar belakang penelitian (Informasi mengenai latar belakang penelitian);


2. Pernyataan hasil penelitian (Statement of results);
3. Hasil yang diharapkan dan tidak diharapkan (Un)expected outcomes;
4. Referensi terhadap penelitian sebelumnya;
Penjelasan mengenai hasil penelitan yang tidak diharapkan: mengemukakan alasan atas munculnya hasil
atau data yang tidak diduga atau tidak diharapkan (kalau memang ini benar) atau data yang berbeda dengan
temuan penelitian sebelumnya (lihat juga Gltthorn and Joyner, 2005:209).
5. Exemplification (pemberian contoh) : Memberi contoh untuk mendukung penjelasan yang diberikan dalam
tahap no 5 di atas;
6. Deduksi atau pernyataan – membuat pernyatan yang lebih umum yang muncul dari hasil penelitian,
misalnya menarik kesimpulan, menyatakan hipotesa;
7. Dukungan dari penelitian sebelumnya: mengutip penelitian sebelumnya untuk mendukung pernyataan yang
dibuat;
8. Rekommendasi- membuat rekomendasi untuk penelitian yang akan datang;
9. Pembenaran penelitian yang akan datang: Memberikan argumentasi mengapa penelitian yang akan datang
direkomendasikan (dikutip dari Paltridge & Stairfield, 2007: 147).

Berkenaan dengan hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005:209) menyebutkan bahwa data atau hasil

penelitian yang tidak diharapkan perlu dijelaskan, yang mungkin berkaitan dengan desain

penelitian, penggunaan populasi, kesalahan sampling, kesalahan dalam mengontrol variabel,

kekurangan dalam instrumen atau mungkin pelaksanaan treatment yang kurang baik. Dalam

menerangkan hasil yang tidak diharapkan, kita sebaiknya tidak bersifat apologetic atau seperti

minta maaf atau menyalahkan diri sendiri atau orang lain, tetapi sebaiknya melihat masalahnya.

Glatthorn dan Joyner (2005:209) memberikan contoh sebagai berikut:

The fact that the experimental group did not show gains were statistically significant may have resulted
from the teachers‟ failure to implement the new approach as it had been designed. Discussions with the
teachers after the treatment had been implemented indicated that there were major differences in the way
the trainers had presented the new unit to the teachers. …

259
Contoh lain diambil dari disertasi penulis sebagai berkiut:

Two students expressed their concern that the teacher‟s corrections some times made them feel over-
supported or “feel spoon-fed,” (Ira) or “made the students think that the mistakes would be corrected by
the teacher” (Warda).

This instance of students‟ valuable response seems to coincide with the idea that correction is “a universal
teaching problem” (Auerbach, 1996, p. 190) and in the ESL/EFL context, “providing corrective feedback
can be a complicated business as different students react differently to being corrected” (Nunan &Lamb,
1996, p. 44-45).

The fourth suggestion was pointed out by two students (Ira and Warda), to do with insufficient exploration
of functional grammar, due to the limited time. Ira said, “unfortunately we did not have time to explore
functional grammar,” and Warda “functional grammar should be more explored because we need it.”
Although these comments indicate another limitation of the program, they may signal the emergence of
students‟ awareness of the significance of functional grammar. As functional grammar is a broad body of
knowledge, continuous and longer teaching program on functional grammar should be conducted to enable
students to learn in more detail how language works to make meaning (Emilia, 2005: 263-264).

Contoh lain bisa diambil dari disertasi penulis dalam membahas data dari jurnal partisipan
… from conversations and students‟ journals, it appeared that initially the Joint Construction, was not
uniformly welcomed by all students. … Other students, however complained that the stage was time
consuming …

Rather than viewing instances of resistance to the Joint Construction as a failure and an indication that
the Joint Construction should be abandoned, the researcher made observations and reflection on several
possible problems which may have caused students‟ resistance to the stage. These will be discussed below.

The first one was the grouping, which can be problematic (see Nunan and Lamb, 1996, Leki, 2001 in an
ESL context) and require more extended treatment than is possible in this study.

The second possible problem was students‟ accustomisation to “the traditional one-off writing task, when
they were expected to write a single and final copy at one sitting” (Gibbons, 2002, p. 67). This may have
led to their lack of research strategies, especially note-taking … which contributed to their assumption of
the Joint Construction as time consuming (Emilia, 2005: 148).

Selain itu, Paltrdige dan Stairfield juga mengikuti Samraj (2005) yang meneliti tesis mahasiswa

tingkat Master di Amaerika Serikat dalam bidang linguistik dan Biologi. Samraj menemukan

bahwa Bab Pembahasan terdiri dari beberapa tahapan, yakni:

1. Background information (informasi pendahuluan, atau informasi yang menjadi latar belakang
data);
2. Laporan mengenai data;
3. Komentar mengenai hasil atau data, yang terdiri dari:
Interpretasi data;
Membandingkan data dengan penelitian lain;
Menerangkan data;
Mengevaluasi data;
4. Meringkas data;
5. Mengevaluasi penelitian dengan cara:

260
Mengungkapkan kelemahan penelitian;
Mengemukakan kelebihan atau signifikansi penelitian;
Evaluasi metode penelitian;
6. Evalusi bidang yang dikaji;
7. Membuat deduksi atau kesimpulan umum dari data, dengan mengatakan dedeuksi penelitian dan
deduksi applikasi (Samraj, 2005, dikutip oleh Paltridge and Stairfield, 2007:147).

Perlu diperhatikan pula bahwa dalam mengomentari data, penulis tesis dan disertasi seyogianya

berhati-hati dengan dua sisi ekstrim yang sering ditemukan dalam karya tulis ilmiah (Swales &

Feak, 1994; Pearce, 2005). Di satu sisi, penulis atau peneliti sering kali hanya mendeskripsikan

data yang diperolehnya. Di sisi lain peneliti sering “membaca” data terlalu jauh, yang bisa

melahirkan interpretasi yang salah (lihat juga Gee, 1992) sehingga menarik kesimpulan yang

tidak bisa dijustifikasi.

Cara mengnanalisis data yang baik, seperti disarankan oleh Swales dan Feak (1994:77) adalah

berusaha menemukan pernyataan yang kuat dan benar mengenai data yang kita miliki dan

kemudian menyusun pernyataan itu dengan cara yang baik, seperti dari pernyataan yang paling

signifikan ke yang kurang signifikan. Biasanya, pernyataan untuk menginterperetasi data

diawalali dengan pernyataan umum ke pernyataan khusus.

Berkaitan dengan struktur skematik dari bagian pembahasan atau analisis data, Lim (2005: 1),

dengan mengikuti Yang dan Allison (2003), mengatakan bahwa ada beberapa moves yang

biasanya muncul dalam tahap pembahasan, yakni:

1) preparatory move,

2) presentational moves ( „melaporkan data‟, „meringkas data‟, dan „meringkas penelitian‟),

dan

3) commentary moves („mengomentari data‟, „mengevaluasi data‟ dan „deduksi dari

penelitian‟) (Yang & Allison, dikutip oleh Lim, 2005:1).

261
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Bagian data membahas fakta, sedangkan pembahasan

membahas pendapat (points); data bersifat deskriptif dan pembahasan interpretif (Swales and

Feak, 1994, 2004). Selain itu dalam presentasi data, peneliti menggunakan ekspresi yang

menyatakan keyakinan, karena yang dipaparkan merupakan fakta, sementara dalam pembahasan

peneliti biasanya banyak menggunakan hedging yang menunjukkan tentativity tentang

interpretasi data, seperti yang telah dilaporkan Lim (2005).

Selain itu, perlu diingat bahwa pembahasan data berbeda dari satu penelitian ke penelitian lain

tergantung dari beberapa faktor, dan salah satu faktor yang penting adalah pertanyaan penelitian

yang berusaha dijawab dalam penelitian itu. Pembahasan, menurut Swales dan Feak (1994; lihat

juga Berkenkotter & Huckin, 1995; Lim, 2005) sebaiknya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

lebih bersifat teoretis;

abstrak;

umum;

lebih terintegrasi dengan bidang ilmu yang dikaji;

lebih berkaitan dengan dunia nyata; dan

lebih menyangkut implikasi dan aplikasi, dan kalau memungkinkan, pembahasan

mempunyai karakteristik gabungan dari semua ini.

Dalam membahas data, Paltridge dan Stairfield (2007), dengan mengutip Thompson (1993)

mengatakan bahwa petunjuk penulisan tesis dan disertasi yang preskriptif bisa menyesatkan

mahasiswa atau penulis tesis dan disertasi karena mereka menganggap bagian pemaparan data ini

262
sebagai deskripsi yang murni objektif, tanpa pengakuan bahwa bagian ini, bagaimanapun,

mengandung argumentasi dan evaluasi juga. Hal ini juga dikatakan oleh Kamler dan Thomson

(2006) dalam membahas istilah writing up seperti yang telah dibahas dalam Bab Tiga yang

dianggapnya mengaburkan fakta bahwa menulis tesis dan disertasi merupakan proses yang tidak

netral, mengingat dalam memilih dan memaparkan data, penulis memilih data. Selain itu,

menurut Kamler dan Thomson, data dalam penelitian tidak ada begitu saja, tetapi dihasilkan

dalam proses penulisan tesis atau disertasi, bukan ditemukan.

Dengan demikian, menurut Paltridge dan Stairfield (2007:135) mahasiswa yang menulis dalam

bahasa Inggris sebagai bahasa asing sangat perlu untuk memahami bahwa bab yang memaparkan

data tidak pernah semata-mata merupakan presentasi atau laporan saja, tetapi selalu melibatkan

pemilihan dan penyusunan data dengan cara yang didesain untuk menggiring pembaca kepada

pemahaman yang diinginkan oleh penulis. Penulis dengan demikian harus menarik signifikansi

data, menyoroti trend yang signifikan, dan perbandingan yang signifikan, dan terus

menunjukkan kepada pembaca dimana dalam data dia diarahkan. Menghubungkan tabel dan

gambar dengan teks dan memilih data mana yang harus disoroti kemudian menjadi sangat

penting sejalan dengan argumen yang dibangun (Paltridge & Stairfield, 2007:135).

Berkaitan dengan objektivitas, Mauch dan Park (2003) juga membahas bahwa penulis harus

objektif tidak hanya terhadap tulisannya atau penelitiannya, tetapi juga terhadap hasil karya atau

penelitian orang lain. Grabe dan Kaplan (1996), yang juga dikutip oleh Hyland (2005)

mengatakan beberapa faktor yang berkaitan dengan audience yang mempengaruhi seseorang

menulis. Di antaranya: power relation antara penulis dan membaca.

263
Kesalahan umum dalam membahas data

Temuan penelitian harus dibahas dan salah satu tahap dalam membahas penelitian adalah

menghubungkan atau mengintegrasikan temuan penelitian dan membahasnya berkaitan dengan

penelitian sebelumnya (Rudestam & Newton, 1992; Thomas, 2000; Barras, 2002; Glatthorn &

Joyner, 2005; Paltridge & Stairfield, 2007), untuk memperlihatkan kepada pembaca bagaimana

penelitian memperkokoh dasar pengetahuan (Glatthorn & Joyner, 2005:208).

Kesalahan yang umum ditemukan dalam menulis bab pembahasan, berdasarkan pengamatan

Rudestam dan Newton, (1992) dan juga dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam

menganalisis tesis yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa program magister di

program studi Pendidikan Bahasa Inggris adalah bahwa penulis gagal untuk kembali kepada

kajian pustaka yang telah ditulis dalam Bab Dua atau dalam literature review untuk

mengintegrasikan hasil penelitian dengan penelitian empiris lain yang meneliti fenomena yang

sama. Pembahasan atau diskusi yang baik, tambah Rudestam dan Newton (1992), melekatkan

masing-masing temuan penelitan dengan konteks teori yang dipaparkan dalam kajian pustaka.

Dengan demikian, dalam pembahsan ini, penulis perlu mengutip penelitian yang relevan yang

dibahas sebelumnya, dan kembali ke kajian pustaka untuk mahami lebih baik temuan penelitian

dan mencari bukti yang mengonfirmasi atau yang bertentangan dengan data atau hasil penelitian

yang ada.

Dengan demikian, pernyataan yang mungkin mucul dalam bab atau bagian pembahasan, menurut

Rudestam dan Newton (1992) adalah sebagai berikut:

Unlike Smith (1989), who relied upon self-report to look for evidence of dissimulation, the current study
found behavioural evidence that teenagers drink more alcohol than they admit to family members
(Rudestam & Newton, 1992:123).

264
Tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh …, yang menggunakan ..., penelitian ini menemukan bahwa ...

Contoh lain dapat dilihat dalam beberapa kutipan berikut.


Previous studies of effective principals have concluded that they were especially assertive in their dealings
with the faculty during the first semester of their tenure as principal(see for example, Rivers, 1998;
Clements, 1999) (Glatthorn & Joyner, 2005:208).

As anticipated, males and females paired with either friends or dyads reported similar attitudes and
preferred activities. This findings supports the results of Werner and Parmelee (1979) and Kandel (1978)
where same sex-friends were samples. The results provide partial support for the hypothesis that friends
would have more similar attitudes than strangers … (Burton, 2002:96, dalam contoh laporan penelitian
yang berjudul “Similarity in Attitudes and Activities of Friends”).

Contoh lain adalah pembahasan data wawancara yang diambil dari disertasi penulis
These comments suggest students‟ appreciation of the necessity of the acts of teaching, of learning, of
studying, which is not only a serious and demanding task but also pleasurable and generates satisfaction in
the teacher and students (Freire, 1998, p. 88-92). These comments also seem to support the notion that
“knowing is something demanding many things, which makes you tired, in spite of being happy. Knowing
... , is not a weekend on a tropical beach”(Freire and Shor, 1987, p. 79-80). From the perspective of the
teaching of ESL, students‟ comments seem to coincide with the notion that “instruction must evoke
intellectual effort on the part of students, i.e. be cognitively demanding, if it is to develop academic and
intellectual abilities” (Cummins, 1996, p. 72) (Emilia, 2005: 247).

Dalam membahas atau menghubungkan hasil penelitian dengan penelitian lain, referensi yang

dikutip harus menunjukkan pemahaman penulis yang jelas mengenai pustaka yang relevan dan

bidang yang dikaji secara umum dan tentang semua referensi yang kerhubungan secara langsung

dengan masalah penelitian (Barras, 2002:147).

Dengan demikian, menurut Rudestam dan Newton (2992, lihat juga Glatthorn & Joyner, 2005)

ada beberapa saran yang bisa dipakai dalam menulis bab pembahasan data berdasarkan

kesalahfahaman yang umum ditemukan.

Analisis data harus sudah dipaparkan secara sistematis di bab pemaparan data dan temuan

penelitian tidak dibahas dalam pemaparan data.

265
Jangan mengulang pernyataan yang telah dikatakan. Bab ini atau bagian ini biasanya

dianggap sebagai ringkasan dari temuan khusus. Dalam bab ini, dari pada

mendeskripsikan temuan lagi, lebih baik membahas temuan.

Kecenderungan umum mahasiswa adalah menuliskan kelemahan penelitian dengan nada

apolojetik. Menurut Rudestam dan Newton (1992), lebih baik peneliti menerima

penelitian apa adanya. Kalau ada kritik yang mendasar, seperti adanya temuan yang

negatif karena kesalahan dalam desain penelitian, maka perlu bertanya mengapa

penelitian dilakukan. Menuirut Rudestam dan Newton (1992) tidak masuk akal kalau

penulis menuliskan kelemahan penelitian yang tidak disengaja atau yang merupakan

kelemahan dalam penelitian. Selain itu, seperti dikatakan di atas, andaikata ada

kelemahan penelitian yang disebutkan maka harus ditulis pula kelebihan penelitian atau

beberapa cara untuk mengatasi kelemahann itu.

Jangan menawarkan rekomendasi yang panjang dan banyak untuk penelitian selanjutnya.

Sebaiknya saran atau rekomendasi dipusatkan pada dua atau tiga hal yang paling utama.

Misalnya, menyarankan penelitian yang melibatkan partisipan yang berbeda, dengan

kelompok usia atu konteks yang berbeda. Akan lebih baik lagi, menurut Rudestam dan

Newton untuk menyarankan penelitian yang melangkah satu tahap ke depan dari

penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini, Glatthorn dan Joyner (2005: 210) menyarankan

bahwa rekomendasi yang diberikan hanya yang berkaitan dengan apa yang ditemukan

oleh penelitian yang dilaporkan sebagai sesuatu yang perlu dilakukan.

Jangan memberi saran yang bisa dilakukan dengan mudah dalam penelitian yang

dilakukan. Hal ini hanya akan menimbulkan kesan bahwa kita kurang cermat dalam

menganalisis atau melihat data kita.

266
Jangan memasukkan hal-hal yang kurang perlu berkaitan dengan topik penelitian. Bab ini

merupakan bab tempat pemikiran kreatif kita dipakai. Tetapi, seperti bab-bab lainnya

dalam tesis atau disertasi, bab ini pun harus logis dan terfokus (Rudestam & Newton,

1992:123-124).

Selain itu, ketika membahas data, menurut Crasswell (2005:201) kita sebaiknya bertanya

beberapa pertanyaan berikut:

Dalam hal apa atau sejauh mana temuan penelitian saya sesuai atau mendukung temuan

penelitian lain, persisnya dalam hal apa, dan kalau tidak, mengapa?

Kalau temuan tertentu memerlukan penelitian lebih lanjut, aspek apa yang mungkin

diteliti dan bagaimana penelitian itu dapat memperbaiki pengetahuan yang ada sekarang

tentang topik penelitian di bidang yang kita teliti?

Kesimpulan

Bab ini telah membahas penulisan bab yang memaparkan dan menganalisis atau membahas data.

Setelah data dianalisis dan dibahas, maka sekarang peneliti sudah mempunyai wisdom yang

berupa pandangan atau teori baru berkaitan dengan topik penelitian yang dilakukan. Peneliti

sudah mempunyai jawaban yang jelas dari pertanyaan penelitian yang diajukan dalam

penelitiannya.

Telah dijelaskan dalam bab ini bahwa dalam memaparkan dan membahas data tidak ada cara

yang standar. Hanya ada dua cara yang mungkin dipakai dalam memaparkan data, yakni

berdasarkan teknik pengumpulan data dan berdasarkan pertanyaan penelitian. Telah dikatakan

dalam pembahasan dalam bab ini bahwa pemaparan data berdasarkan teknik pengumpulan data

267
memungkinkan penulis membahas data secara seimbang dari tiap-tiap teknik pengumpulan data,

khususnya bagi penelitian kualitatif yang biasanya menggunakan sumber data lebih dari satu

dalam menjawab pertanyaan penelitiannya.

Bab ini juga telah memperlihatkan bahwa selama proses penelitian, unsur rasional dan unsur

kreatif penulis atau peneliti berperan penting, terutama dalam fase pemaparan dan pembahasan

data. Dengan demikian, wajarlah bahwa bab ini dianggap sebagai bab yang paling sulit bagi

penulis tesis dan disertasi. Bab ini juga telah memaparkan beberapa kesalahan yang sering

muncul dalam menulis bab pemaparan dan pembahasan data dan bagaimana cara

meminimalisasi atau menghindarinya.

Setelah membahas data, maka tibalah saatnya penulis sekarang untuk menulis bab terakhir dari

tesis atau disertasi, yakni bab kesimpulan, seperti yang akan dijelaskan dalam bab selanjutnya

dari buku ini, yakni Bab 12.

268
BAB 12: MENULIS BAB KESIMPULAN

Pendahuluan

Bab 11 telah membahas penulisn bab presentasi dan analisis atau pembahasan data yang

merupakan dasar dari kesimpulan yang bisa ditarik oleh peneliti atau penulis tesis dan disertasi.

Bab ini akan membahas bab terakhir dari tesis atau disertasi, yakni bab kesimpulan. Beberapa hal

akan dipaparkan dalam bab ini, di antaranya adalah fungsi kesimpulan, dan elemen-elemen atau

tahapan-tahapan yang ada dalam bab kesimpulan.

Fungsi Kesimpulan

Kesimpulan merupakan bagian akhir dari laporan penelitian atau tesis atau disertasi. Bagian ini

merupakan bagian yang pendek tetapi keberadaannya sangat sentral dan melengkapi lingkaran

tesis yang diawali dengan pendahuluan (Swetnam, 2000:77). Bab kesimpulan sering dianggap

sebagai komponen yang jauh lebih penting ketimbang komponen-komponen lain yang ada dalam

tesis atau disertasi, dan perlu ditulis dengan lebih ketat daripada bagian lain, sehingga semua

komponen lain dari tesis “seperti ditenun menjadi satu pakaian emas” (Thomas, 2000:87).

Berkaitan dengan bab kesimpulan, beberapa penulis seperti Evans dan Gruba (2002), Clare dan

Hamilton (2003a); Paltridge dan Stairfield (2007) mengangagap bab kesimpulan menyatu

dengan bab pembahasan. Namun demikian, buku ini didasari oleh asumsi bahwa bab kesimpulan

dibuat dalam bab terpisah biasanya sebagai bab terakhir dari tesis atau disertasi.

269
Kesimpulan, menurut Thomas (2000, lihat juga Cooley & Lewkowicz, 2003) harus memainkan

beberapa fungsi sebagai berikut.

Mereviu hasil kajian pustaka dan bagaimana hasil itu diartikulasikan dengan pertanyaan

penelitian. Namun demikian, fungsi ini, seperti yang dikatakan oleh Evans dan Gruba

(2002) di bawah tidak perlu lagi dilakukan.

Menyatakan kembali temuan yang paling utama dari penelitian dan bagaimana temuan

itu berintegrasi dengan temuan sebelumnya. Pernyataan yang mungkin muncul, menurut

Thomas dalam bidang kesehatan, misalnya seperti berikut:

The research findings in the present study are at odds with those presented by Bloogs (1991), but are
consistent with those presented by Nurk (1987). The present research demonstrated that …

(Temuan penelitian ini berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Bloogs (1991), tetapi konsisten
dengan temuan penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Nurk (1987). Penelitian ini
menunjukkan/mengindikasikan bahwa …)

The findings of study 2 supported the predictions made by the application of the Health belief model in
that … (Thomas, 2000:88-89).

Temuan penelitian kedua mendukung prediksi yang dibuat dalam aplikasi model keyakinan
kesehatan dalam hal bahwa …

Kesimpulan seperti ini, yang memasukkan teori lagi ke dalam kesimpulan biasanya ada

dalam bab pembahasan atau discussion dan pembahasan ini disatukan dengan

kesimpulan. Kalau kesimpulan merupakan bab tersendiri, seperti dikatakan oleh Evans

dan Gruba (2002), kesimpulan sebaiknya tidak mengandung kajian pustaka lagi.

Membahas kelebihan dan kelemahan penelitian yang dilaporkan dalam tesis atau

disertasi. Dalam membahas kelemahan penelitian, menurut Thomson (2000:89; Cooley &

Lewkowicz, 2003:95-104), kita sebagai peneliti juga harus membahas kelebihan

penelitian atau bagaimana cara mengatasi kelemahan penelitian. Kalau hanya membahas

kelemahan penelitian saja, maka menurut Thomas, “Mengapa penelitian dilakukan?”

(2000:89).

270
Dalam memaparkan kelemahan penelitian, Thomas (2000:89) menyebutkan beberapa hal

yang perlu diungkapkan.

1. Kemungkinan bisa tidaknya temuan penelitian digeneralisasi. Hal ini dipengaruhi oleh

pemilihan partisipan, dan atau sumber data penelitian, kondisi dan konteks ketika data

dikumpulkan, dan cara pengumpulan data. Kalau partisipannya sukarela, maka bias

apa yang akan muncul dari partisipasi seperti ini.

2. Metodologi yang digunakan dalam penelitian. Misalnya, kalau seseorang

menggunakan self-report questionnaire untuk mengumpulkan data, maka ada isu

validitas, social desirability dan lain sebagainya yang perlu dibahas. Kalau peneliti

menggunakan cara atau alat yang tidak standar untuk mengumpulkan data, maka

masalah validitas apa yang mungkin perlu dibahas. Karena itu, seperti telah dibahas

dalam Bab 10 mengenai penulisan bab metodologi, ketika memaparkan metodologi

penelitian, unsur bias dan error sebaiknya dipaparkan.

3. Desain penelitian. Kelemahan dan kelebihan desain penelitian dibahas dan bagaimana

kelemahan dan kelebihan desain penelitian ini diperlihatkan dalam penelitian yang

dilaporkan.

Mengajukan jalan penelitian selanjutnya dan pertanyaan yang muncul dari penelitian

yang dilakukan. Dalam mengajukan pertanyaan penelitian untuk penelitian selanjutnya,

kita seyogianya berhati-hati jangan sampai menyatakan pertanyaan yang lebih menarik

daripada pertanyaan yang dinyatakan dalam tesis atau disertasi yang dilaporkan.

271
Elemen-Elemen dalam Kesimpulan

Dalam bab kesimpulan ada beberapa tahapan yang biasanya dijelaskan, dan berikut adalah

beberapa bagian konvensional kesimpulan yang disintesis dari penjelasan yang diberikan oleh

Thomas (2000); Evans dan Gruba (2002); Cooley dan Lewkowitcz (2003) dan Thompson (2005)

yang dikutip oleh Paltridge & Stairfield (2007: 151). Beberapa tahapan atau elemen kesimpulan

itu, di antarnya adalah:

Tahap 1: Introductory restatement of aims, research questions (Pernyataan kembali dari tujuan

dan pertanyaan penelitian. Contoh:

This thesis reported the results of a study of carers of people with Alzheimer‟s disease. The purpose of the research
was to discover whether the carers had elevated levels of psyuchological distress and use of health services when
compared with people not involved in caring (dikutip dari Thomas, 2000:90).

This thesis was concerned with the responses of people from non English speaking backgrounds, specifically Greek
and Chinese Australians, to primary health services. The purpose of the research was to discover whether ethnic
background was important determination of responses than demographic characteristics including the ages and sex
of the research participants (dikutip dari Thomas, 2000:90).

This study sought to investigate the values of using a genre-based approach in teaching academic English writing
skills to students who were learning EFL in Indonesia. The approach that was developed was distinctive in at least
two senses. Firstly, it was distinctive in that the approach sought to synthesise principles taken from other areas of
theory to do with critical thinking (CT), critical pedagogy (CP) and critical literacy (CL). Secondly, it was
distinctive in that it sought to use a genre-based pedagogy with a community of EFL students, whereas hitherto most
uses of this pedagogy have been with native speakers or ESL students (Emilia, 2005:279). ,

Tahap 2: Ringkasan dari temuan utama penelitian;

Tahap 3: Kontribusi atau konsolidasi dari penelitian yang dilaporkan dengan penelitian

sebelumnya;

Tahap 4: Kelemahan penelitian;

Tahap 5: Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Contoh dari penulisan tahap 2 sampai

dengan tahap 5 di atas bisa dilihat dalam contoh berikut, yang dikutip dari Cooley dan

Lewkowicz (2003:98-99).

272
Tabel 12.1. Contoh kesimpulan
(dikutip dari Cooley & Lewkowicz, 2003:97-98)
This study investigates whether houses located on rear-entry alleyways shouls sell for less than otherwise
identical properties with traditional front-entry driveways. (1) The regression results suggest that the
alleyway subdivision design discounts sale prices by 5 % all else had equal. (2) Why? Because alleyways
can attract criminal activities and greatly reduce the size of the homeowner‟s backyard. (3) As well, they
are often poorly maintained, unsightly, cluttered with debris and inconvenient, so many residents park their
vehicles on the street, thereby creating traffic congestion.(4)

While the findings of the research suggest that there are diseconomies associated with the rear-entry
alleyway design, one element in the New Urbanism contemporary neighbourhood design is in fact, the
alleyway that emphasizes compactness and a return to traditional neighbourhood values. (5). New
urbanists believe that it helps overcome urban sprawl and encourages less reliance on automobiles, while
critics counter that New Urbanism attempts to alter human behaviour through design, it creates more
traffic problems than it solves, it does not offer consumers enough housing choices.(6). These findings
hopefully will influence New Urbanism subdivision designers to reconsider alleyways in favour of
traditional suburban parking.(7).

The results of this study may be, in part, a function of this sample, but the implicatiuons are clear for
appraisers, developers, New Urbanists and other real estate participants. (8). Subdivisions design
contributes to overall value. (9) Additional subdivision design research is recommended, both to confirm
the findings of this investigation and to determine whether other elements of design (e.g. sidewalks culverts
vs.curb-and gutter drainage)affect value as well.(10)

Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa tahap 2-5 di atas dipaparkan sebagai berikut:

Tahap 2: Ringkasan temuan penelitian dipaparkan dalam kalimat 1-6;

Tahap 3: Kontribusi penelitian dan konsolidasi dengan penelitian sebelumnya dinyatakan

dalam kalimat 7-8 (bagian terakhir) dan kalimat 9;

Tahap 4: Kelemahan penelitian dalam kalimat 8; dan

Tahap 5: Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dinyatakan dalam kalimat 10.

Namun demikian, walapun semua unsur di atas biasanya ada dalam setiap laporan penelitian,

khususnya tesis dan disertasi, dalam tesis dan disertasi yang panjang, biasanya bab

kesimpulannya juga panjang, dan semua tahapan di atas biasanya dipaparkan dalam bagian yang

berbeda. Bagian kelemahan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya terutama,

biasanya dipaparkan dalam bagian yang berbeda (kita bisa melihatnya dalam contoh-contoh tesis

atau disertasi yang sudah lulus).

273
Selain dari elemen-elemen di atas, kesimpulan dapat juga memaparkan data yang tidak

diharapkan atau tidak menggembirakan, yang keberadaannya bersifat opsional, hanya bila

perlu, seperti yang dijelaskan Swales dan Feak (1994:95),

Dalam menulis kesimpulan, ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan, dan menurut Evans

dan Gruba (2005:120, lihat juga saran Swetnam, 2000) aturan-aturan itu di antaranya adalah:

Kesimpulan hanya didasarkan pada bab pembahasan. Kalau kita masih menulis hal-hal

yang diuraikan dalam bab-bab lain dari tesis, menurut Evans dan Gruba, yang tidak

dibahas dalam bab pembahasan, kita berarti menghilangkan informasi yang penting dari

pembahasan dan kemungkinan kita masih ”hankering” lebih dari satu tujuan. Karena itu,

tambah Evans dan Gruba (2005) kita lebih baik tidak mempunyai kesimpulan dari bab

pembahasan. Namun demikian kalau kita berpikir tentang keseragaman dari seluruh bab

yang ada dalam tesis, kalau bab lain mempunyai kesimpulan, berarti bab pembahasan

juga harus mempunyai kesimpulan. Karena itu, kita bisa membuat bab yang berjudul

Discussion and Conclusions.

Tidak ada pembahasan lebih jauh dalam bab kesimpulan. Kalau penulis tesis atau

disertasi masih ingin memasukkan pembahasan lebih jauh dan bahkan masih ingin

mengutip dari kajian pustaka, maka penulis tesis atau disertasi itu seharusnya

memasukkan bahan ini dalam bab pembahasan. Namun demikian, berkaitan dengan hal

ini ada dua pendapat. Beberapa penulis, seperti Thomas (2000) mengatakan bahwa kalau

kajian pustaka yang tidak dimasukkan, maka seseorang akan bertanya “bagaimana

seseorang bisa membahas jawaban tanpa membahas dasar dari pertanyaan?” (2000:87-

88).

274
Terkait dengan hal ini, tampaknya pengalaman penulis dalam menyebutkan kajian

pustaka di bab kesimpulan dalam tesis S3 perlu disebutkan. Pengalaman penulis dalam

menulis disertasi S3 di Australia yang diuji oleh external examiners menunjukkan bahwa

ketika penulis memasukkan kajian pustaka dalam bab terakhir dari tesis, yang terdiri dari

kesimpulan dan rekomendasi, salah seorang penguji mengatakan bahwa setelah bekerja

keras melakukan penelitian, termasuk mengkaji teori yang berkaitan dengan penelitian

dan membahas data yang diperoleh dari penelitian, di bab kesimpulan, sudah saatnya

peneliti merasa percaya diri dengan apa yang dikatakannya, dan dengan demikian, tidak

perlu lagi didukung oleh referensi. Namun demikian, penguji yang lain tidak memberi

komentar apa-apa dengan bab kesimpulan tesis penulis yang memakai referensi.

Untuk itu, penulis beranggapan bahwa dalam hal ini mungkin kita tidak perlu terlalu

terpaku pada saran untuk tidak memasukkan referensi sama sekali dalam bab kesimpulan.

Faktor kreativitas penulis kembali dibutuhkan untuk menulis kesimpulan, yang

memasukkan sedikit kajian pustaka, tetapi bisa membuat kesimpulan yang bagus pula.

Kesimpulan harus merespon tujuan yang dinyatakan dalam bab pendahuluan. Kalau kita

mengambil problem statement dan tujuan penelitian dari bab pendahuluan, dan kita

menggabungkan dengan kesimpulan, hasilnya harus merupakan dokumen mini yang

logis. Penguji, seperti dikatakan oleh Moriarti (1997), Evans dan Gruba (2005), Pearce

(2005), dan dikatakn beberapa kali dalam bagian sebelumnya dari buku ini, akan

melakukan hal yang sama dalam menguji tesis atau disertasi.

275
Ringkasan bukan kesimpulan. Ringkasan merupakan uraian singkat mengenai apa yang

telah kita temukan; kesimpulan merupakan pernyataan tentang pentingnya apa yang telah

kita temukan − apa yang kita simpulkan dari temuan itu. Kalau kita hanya meringkas

argumen yang kita kembangkan dalam pembahasan, kita akan merasa kurang senang

dengan kesimpulan kita, dan menurut Evans dan Gruba, tidak akan ada “sense of

closure” (2002:121). Selain itu, kalau hal ini terjadi, kita akan gagal merespon tujuan

penelitian seperti yang telah dikemukakan dalam bab pendahuluan.

Kesimpulan harus crisp (Evans & Gruba, 2002) atau kena dan ringkas. Bab kesimpulan

mungkin hanya dua atau tiga halaman saja, yang akan membantu memberikan “sense of

closure” (Evans & Gruba, 2002:121). Biasanya digunakan bullets atau dot point atau

nomor. Kalau perlu, beberapa institusi menyarankan rekomendasi yang muncul dari

temuan penelitian dan dihubungkan dengan institusi itu.

Terakhir, dalam bab kesimpulan penulis seyogianya mengingatkan pembaca tentang apa

yang telah dilakukan dan apa yang muncul dari temuan utama atau perkembangan teori.

Dari sini sering muncul saran untuk penelitian selanjutnya.

Kesimpulan

Bab ini telah membahas cara menulis bab kesimpulan. Kesimpulan merupakan bagian akhir dari

laporan penelitian atau tesis atau disertasi. Bagian ini merupakan bagian yang pendek tetapi

keberadaannya sangat sentral dan melengkapi lingkaran tesis yang diawali dengan pendahuluan.

Bab kesimpulan perlu ditulis dengan lebih ketat daripada bagian lain, sehingga semua

276
komponen lain dari tesis seolah “ditenun menjadi satu pakaian emas”. Beberapa hal juga perlu

diperhatikan dalam menulis kesimpulan, yakni:

Kesimpulan hanya didasarkan pada bab pembahasan.

Tidak ada pembahasan lebih jauh dalam bab kesimpulan. memasukkan kajian pustaka,

tetapi bisa membuat kesimpulan yang bagus pula.

Kesimpulan harus merespon tujuan yang dinyatakan dalam bab pendahuluan.

Ringkasan bukan kesimpulan.

277
BAB 13: BEBERAPA HAL YANG PERLU DILAKUKAN
SEBELUM TESIS ATAU DISERTASI DISERAHKAN UNTUK
DIUJI

Pendahuluan

Bab Dua Belas telah memaparkan penulisan bab terakhir dari tesis atau disertasi. Bab ini akan

membahas beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum tesis atau disertasi diserahkan kepada

panitia ujian. Beberapa hal itu akan dipaparkan berikut ini.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum tesis diujikan

Ketika kita mengetik titik terakhir dari tesis atau disertasi, mungkin kita merasa tesis kita sudah

selesai (Evans & Gruba, 2002). Tunggu dulu, belum, belum selesai! Kita masih harus

mengerjakan beberapa hal yang sangat penting untuk tesis atau disertasi kita. Pertama adalah

kemungkinan merevisi dan kedua mengedit, mulai dari mengedit struktur organisasi tesis atau

disertasi, sampai pada mekanik tesis atau disertasi dan sebagainya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti disarankan oleh Moriarti (1997); Evans dan Gruba

(2002) dan Brown (2006) adalah sebagai berikut:

1. Mengedit struktur tesis atau disertasi secara keseluruhan. Walaupun setiap bab sudah tampak

berkesinambungan, mungkin tesis secara keseluruhan belum. kita juga sebaiknya melihat

apakah argumen yang dikatakan di bab pendahuluan, mulai dari tujuan sampai kesimpulan

berkesinambungan (tentang hal ini, bisa dilihat juga saran dari Moriarti, 1997, seperti yang

dijelaskan dalam bab presentasi dan pembahasan data dalam Bab Sebelas). Walaupun contoh

278
yang diberikan oleh Moriarti dalam bidang sains, contoh itu relevan juga untuk ilmu sosial.

Kita juga harus mengecek apakah ada data atau materi yang banyak yang seharusnya

disimpan di Apendiks, apakah ada hal yang sebenarnya menunjukkan pendapat atau

pemikiran yang penting, tetapi tidak mendapat perhatian yang cukup, apakah Daftar Isi

konsisten dengan judul bab dan semua judul sub-bab. Kalau kita mengubah heading dan

lupa mengubahnya dalam Daftar Isi yang diformat dengan menggunakan ”Insert, Reference,

Table and Index, Table of Content,” maka perubahan ini tidak akan muncul. Daftar Isi juga

harus menjelaskan dengan segera apakah ada masalah yang berhubungan dengan logika dari

tesis atau disertasi secara keseluruhan. Kalau kurang informatif, maka kita sebaiknya

membaca lagi bagian awal dari setiap bab dan membaca pendahuluannya.

Selain itu, kita juga harus mengecek halaman-halaman pendahuluan, mulai dari halaman

judul, halaman Abstrak (abstract), Ucapan Terimakasih (acknowledgements), Daftar Isi

(table of contents) dan sebagainya. Selain itu, mekanin, seperti titik, koma, ejaan dan

sebagainya perlu dilihat.

2. Mengevaluasi tesis atau disertasi, seperti yang dilakukan penguji. Dalam mengevaluasi tesis

atau disertasi, menurut Brown (2006:104-105; lihat juga Evans & Gruba, 2002; Pearce,

2005) semua penguji akan melihat apakah penulis tesis atau disertasi:

Memahami hakekat dan tujuan penelitian;

Kenal dengan pustka yang relevan;

Telah menguasai teknik untuk melakukan penelitian;

Mampu menilai atau mengevaluasi makna dan signifikansi temuan penelitian.

279
Semua penguji akan melihat apakah tesis atau disertasi bisa berdiri sendiri, sebagai satu

pembahasan dari network yang telah kita lakukan, dan tesis dan disertasi harus ditulis

dengan koheren, ”well-written, well argued dan well presented” (Brown, 2006:105).

Semua penguji juga akan memperhatikan masalah yang paling sentral, yakni apakah

temuan dan rekomendasi telah dikomunikasikan dengan cara yang meyakinkan.

3. Setelah itu, esis atau disertasi disimpan beberapa hari, kemudian dibaca lagi tesis dan

disertasi itu dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Membaca bab pendahuluan seperti kita membaca tesis atau disertasi itu untuk pertama kali.

Ketika membaca bab ibi, penulis sebaiknya mengajukan pertanyaan seperti berikut:

Apakah bab ini menerangkan tentang mengapa penelitian dilakukan?


Apakah ada penjelasan yang tepat mengenai tujuan penelitian?
Apakah ada penjelasan mengenai bagaimana peneliti mencapai tujuannya?
Apakah cakupan tesis atau disertasi dijelaskan?

Kalau ada yang kurang penjelasan dari beberapa aspek di atas, maka sebaiknya kita menulis

di pinggir halaman kemudian langsung membaca kesimpulan dan bertanya apakah

kesimpulan menjawab tujuan yang dikatakan di Bab Satu (lihat juga saran Moriarti, 1997;

Pearce, 2005).

Untuk bisa membaca tesis dengan cara ini, maka penjelasan dalam bab satu bahwa waktu

yang dihabiskan untuk menulis tesis atau disertasi sebaiknya hanya 75% saja dari yang

disediakan memang bermanfaat. Dengan demikian tesis bisa dipoles, dibaca lagi, diedit lagi,

dan sebagainya.

280
4. Ketika melihat draft kedua, kita juga harus melihat hal-hal yang bersifat editing, seperti:

format, ejaan, tanda baca, daftar gambar, nomor gambar, nomor tabel, dan referensi atau

kutipan. Walaupun hal ini secara intelektual tidak terlalu berat, tetapi mengerjakan hal-hal

seperti ini memerlukan waktu yang cukup banyak. Berkaitan dengan kutipan perlu

diperhatikan bahwa penulisan kutipan harus mengikuti aturan, dan beberapa aturan itu telah

dibahas dalam Bab Tiga.

Ketika kita melihat unsur-unsur di atas, menurut Cooley dan Lewkowicz (2003:160-165)

penulis tesis atu disertasi juga perlu melihat pilihan kata, penggunaan kata sambung,

penggunaan persamaan kata (sinonim). Tentang penggunaan sinonim dan kata sambung,

Cooley dan lewkowicz, mengatakan bahwa sinonim sering digunakan oleh penulis untuk

menghindari pengulanagan kata yang terlalu banyak. Namun demikian, tambah Cooley dan

Lewkowicz, penggunaan sinonim perlu hati-hati karena ada kemungkinan kata yang berbeda

mengindikasikan makna yang berb eda pula. Sekaitan dengan penggunaan kata sambung,

Cooley dan Lewkowicz mengakui bahwa kata sambung mempunyai peranan yang sangat

penting dalam membentuk teks yang kohesif. Namun demikian, menurut Cooley dan

Lewkowicz kita juga perlu hati-hati dalam menggunakan kata sambung, kalau-kalau kata

sambung dipakai dalam kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak perlu kata sambung.

5. Terakhir, tesis atau disertasi perlu diperiksa apakah semua kutipan telah ditulis dengan baik

dan tepat sesuai dengan aturan yang berlaku atau yang dipakai dalam penulisan tesis atau

disertasi secara keseluruhan dan apakah semua penulis yang menjadi acuan dalam tesis telah

ditulis dalam bibliografi. Beberapa hal mengenai cara menulis biblilografi perlu diperhatikan

281
seperti yang akan dibahas dalam bagian berikut ini, berkenaan dengan cara mendokumentasi

sumber yang dipakai dalam tesis atau disertasi.

Dokumentasi sumber yang dipakai: Modern Language Association


(MLA)/American Psychological Association (APA)

Selama ini ada beberapa cara dalam mendokumentasikan sumber bacaan yang dipakai dalam

tesis atau disertasi, yakni:

The Modern Language Association (MLA)

The American Psychological Association (APA)

The Columbia Guide to Online Style (COS)

The Council of Science Education (CBE/CSE)

The Chicago Manual Style (CMS).

Namun demikian, dalam bagian ini hanya dua cara yang akan dijelaskan, yakni MLA, yang

paling umum dipakai dalam menulis tesis dan disertasi di bidang humaniora, bahasa dan sastra,

dan APA yang paling sering dipakai dalam ilmu sosial dan sains (Rodrigues & Rodrigues,

2003:152). Mengingat sumber online atau sumber elektronik seperti CD-ROM berkembang

begitu pesat dewasa ini, maka baik MLA maupun APA memberikan cara –cara

mendokumentasikan sumber elektronik. Menurut Rodrigues dan Rodrigues (2003) ada beberapa

informasi atau hal yang perlu diperhatikan ketika kita mencari bahan secara elektronik, yakni:

Nama Penulis

Judul dari sumber Web (buku online, editorial, proyek penelitian, dan sebagainya)

Judul Website (kalau sumber kita merupakan bagian dari sumber yang lebih besar dengan

judul tersendiri)

282
Tahun publikasi atau mengirimkan ke Website (Kalau ada)

Informasi publikasi (seperti CD-ROM, atau database).

Alamat Web (URL)

Tanggal kita mengakses sumber Web.

Judul artikel yang diperoleh dari website sebaiknya dicetak miring (Rodrigues & Rodrigues,

2003:153), seperti halnya buku. Selain itu, penggunaan online yang digarisbawahi akan

memungkinkan kita untuk terhubungkan dengan file atau sumber line melalui fasilitas hyperlink.

Berikut adalah beberapa cara dalam mendokumentasikan sumber bacaan yang kita pakai dalam

tesis atau disertasi berdasarkan cara MLA dan APA, seperti yang dijelaskan oleh Burton (2002:

115-125) dan Rodrigues dan Rodrigues (2003: 154-163). Kebanyakan contoh yang diberikan

dalam bagian ini diambil dari Rodrigues dan Rodrigues (2003), sebagian dari Burton (2002), dan

sebagian kecil contoh diberikan oleh penulis.

Dokumentasi gaya Modern Language Association (MLA)

Berikut adalah beberapa contoh gaya penulisan MLA dalam bibliografi. Cara penulisan

menjorok untuk baris kedua dan seterusnya dari sumber yang didokumentasikan.

Bahan yang diambil dari sumber elektronik (Online)

Artikel dalam jurnal

Quinlan, Kathleen M. ”Generating Productive Learning Issues in PBL Tutorials: An Exercise to


Help Tutors Help Students.” Medical Education Online.5 (2000). 26
Apr.2001http://www.med-ed-online.org/issue2.htm#v6.
Nama akhir penulis, nama pertama. “Judul Artikel” Judul jurnal. Vol.# (Tahun Publikasi) Data
mengakses artikel <URL>. Dalam hal ini MLA menyarankan kita bertanya kepada
pembimbing apakah kita mau menulis judul jurnal dengan dicetak miring atau
digarisbawahi (Rodrigues & rodrigues, 2003:155).

283
Arikel dalam database

Jones, George, and Mark Luscombe. “Provisions in 1999 Tax legislation Have Impact.”
Accounting Today.3 Jan 2000.Lexix-Nexis.27Apr.2001.<http://www.lexis-
nexis.com/Incc>.

Nama akhir penulis, nama awal. “Judul Artikel” Judul Jurnal. Tahun penerbitan. Nama database.
Tanggal akses.<URL>

Artikel dalam Database Search Engine


Herron, Jeffrey. “A Street Guide to Search Warrant Exeptions.” Law and Order. Oct. 2000:207-
208. ProQuest. ReSearch Engine.27 Apr.2001. <http://researchengine.
xanedu.com/xreweb>.
Nama akhir penulis, Nama awal. “Judul Artikel.” Judul Majalah. Tanggal publikasi: Halaman
(kalau ada). Nama database. Nama search engine kommersial. Nama Perpustakaan
(Kalau menggunakan perpustakaan), Nama kota. Tanggal diakses. <URL>.

Personal Site (Website pribadi)


Rodrigues, Dawn. Home page. 1 May 2001 <http://English.utb.edu/drordigues>.

Professional Site (Website profesional)


International reading Assotiation. 1 May 2001 http://www.ira.org/.

Website dengan organisasi sponsor


Guidelines & Position Statements. 7 Mar.2001.National Council of Teachers of English. 28
Apr.2001. http://www.ncte.org/positions/.

Proyek Ilmiah
Spice islands Archaeology Peoject. Peter laper. 17 Aug. 1999. Brown U. 26 Apr.2001
<http://www.brown edu/Departmens/Anthropology/SIAP/home.html>.

Buku
Alcott.Louisa M. The Mysterious Key and What It Opened. Boston.1867. A Celebration of
Women Writers. Ed. Mary K.Ackerman.25 Apr.2001.The Online Books page.
http://digital.library.openn.edu/women/alcott/key/key.html.

Puisi
Silko, Leslie M. “The earth is your mother.” Storyteller. 1981. Voices from Gaps.Richard K.
Mott.6 Nov.2000.University of New Mexico.26 Apr.2001
<http://voices.cla.umn.edu/authors/LeslieMarmonSilko.html>.

Artikel Koran
Associated Press. “Navy Resumes Bombing on Vieques.” The New York Times Online. 27 Apr.
2001. <http://www.nytimes.com/aponline/world/AP-Navy-Vieques.html>.

284
Email
Chaffee, John. “Critical Thinking.” Email to the author. 25 Feb.2003

Komunikasi Sinkronis
Crump. Eric, and Dawn Rodrigues. MOO concversation. 20
Feb.2003http://mud.ncte.org.8888/>.

Bahan yang diambil dari sumber nonelektronik

Artikel dalam jurnal


Hyland, Ken. “It might be suggested that …: Academic hedging and student writing.” ARAL
Series S, 16:83-97 @ALAA 2000.

Artikel dalam koran


Kridalaksana, Harimurti. (2002). “Soal tidak ada universitas riset. Kemampuan menulis para
dosen masih minim.” The Kompas, 16 Jan. 2002.

Artikel dalam majalah populer


Cohen, Adam. ”Who Swiped the Surplus?” Time, September 3, 2001:30-33.

Artikel dalam majalah populer, tanpa nama disebutkan


”Beyond NAFTA: A Forum-Towrd a North American Economic Community (North American
Free Trade Agreement).” The Nation, May 28, 2001:19.

Reviu buku
Shermis, Mark D. “Book Review.” Rev.od Computer-Assisted Assessment in Higher Education,
eds. S. Brown, P. Race, and J. Bull. Assessment Update may-June 2001:16.

Buku dengan satu orang penulis


Kuhn, Deana. The skills of argument. New York: Cambridge University Press, 1991.

Buku dengan dua penulis atau lebih


Kress, G, Jewitt, C., Ogborn, J., Tsatsarelis, C. Multimodal teaching and learning. The rhetorics
of the science classroom. New York: Continuum, (2001).

Buku yang diedit


Salay, David L., ed. Hard Coal, hard Times: Ethnicity and Labour in the Anthracite Region.
Scranton, PA: Anthracite Museum Press, 1984.

Buku tanpa penulis


Sintra and Its Surroundings. Lisbon: Sage Editora, 1994.

Artikel atau hasil karya dalam antologi


Bleich, David. “The Unconscious Troubles of Men.” Critical Theory and the Teachingof
literature. Ed.James F. Slevin and Art Young. Urbana, IL:National Council of Teachers
of English, 1996.47-62.

285
Pidato
Fuentes, carols. Untitled Speech at Distinguished Lecture Series. Tape Recording. Brownsville,
TX:University of Texas at Broownsville and Texas South most College, September 11,
2001.

Komunikasi pribadi
Last, First (Names). Teelephone Conversation wth the Author. Bennington, TV: September 15,
2001.

Dokumentasi gaya American Psychological Association (APA)

Bahan yang diambil dari sumber elektronik (Online)

Artikel dalam jurnal


Hyland, Ken. It might be suggested that …: Academic hedging and student writing. ARAL Series
S, 16:83-97 @ALAA 2000.

Artikel dalam Database

Jones, G. & Luscombe, M. (2000, Jan 3). Provisions in 1999 Tax legislation Have Impact.
Accounting Today. Retrieved April 27, 2001, from on-line data-base Lexis-Nexis on the
World Wide Web: http://www.lexis-nexis.com/Incc.

Artikel dalam Database Search Engine


Herron, J. (2000, October). A Street Guide to search warrant exeptions. Law and Order. 207-
208. Retrieved April 27, 2001 from ProQuest database ReSearch Engine on the World
Wide Web: http://researchengine. xanedu.com/xreweb.

Email, Komunikasi Sinkronis dan Daftar Diskusi

Dalam penulisan gaya APA, komunikasi pribadi, komunikasi sinkronis dan sumber yang didapat

dari forum diskusi tidak dimasukan dalam daftar referensi, tetapi dinyatakan dalam teks seperti

ini: Frances Christie (personal kcommunication with the writer, May 26, 2004) (atau komunikasi

pribadi dengan penulis pada tanggal 26 Mei 2004) atau Frances Christie (posting to University of

Texas Assessment Forum, June 15, 2004) (France Christie, dokumen yang dikirimkan ke Forum

Penilaian Universitas Texas, pada tanggal 15 Juni 2004).

286
Selain itu, menurut Rodrigues dan Rodrigues (2003:161), ada beberapa hal yang perlu juga

diperhatikan berkaitan dengan cara penulisan APA. Di antaranya adalah:

Walaupun APA menyarankan bagian referensi diketik dalam dua spasi, APA juga

memperbolehkan daftar referensi diketik dalam satu spasi, kalau ada keterbatasan word

processor atau browser.

Jangan memakai titik di akhir URL. Dengan tidak menulis titik di akhir URL, maka tidak

akan ada orang yang mengira bahwa titik itu bagian dari URL.

APA memperbolehkan judul dari buku dicetak miring atau digarisbawahi, tetapi

menyarankan untuk konsisten dalam penggunaannnya .

Dalam hal pengetikan yang menjorok, APA memperbolehkan pengetikan yang menjorok

penulisan seperti paragraf, tetapi penggunaannya harus konsisten.

Bahan atau sumber nonelektronik

Artikel dalam Jurnal (Dengan Volume)


Thompson, G. (2001). Interaction in academic writing: Learning to argue with the reader.
Applied Linguistics 22/1. p. 58-78. Oxford University Press.

Artikel dalam koran


Kridalaksana, H. (2002, Januari 16). Soal tidak ada universitas riset. Kemampuan menulis para
dosen masih minim. Kompas.

Artikel dalam majalah populer


Cohen, A. (2001, September 3). Who swiped the surplus? Time, 158, 30-33.

Reviu (telaah) buku


Saba, M. S. (2001). [Review of the book Goddess of the Americas: La Doisa de las Americvas:
Writings on the Virgin of Guadalupe]. Hispanic Outlook in Higher Education, 11(22),
48.

Buku dengan satu orang penulis


Thibault, P. J. (1996). Re-reading Saussure: The dynamics of signs in social life. London:
Routledge.

287
Buku dengan dua orang penulis
Martin, J. R, &Rose, D. (2003). Working with discourse. Meaning beyond the clause. London:
Continuum.

Buku yang diedit


Emerson, L. (2007). (Editor). Writing guidelines for education students. Edisi Kedua. Victoria,
Australia: Thomson.

Buku tanpa penulis


Sintra and its surroundings. (1994). Lisbon: Sage Editora (lihat Rodrigues & Rodrigues, 2003:
162).

Artikel dalam antologi atau buku yang diedit


BleichFinke, R.A., & Shepard, R. N. (1986). Visual functions of mental imagery. Dalam K.R.
Boff., & J. Thomas. (Editor). Handbook of of perceptionand human performance. Vol. 2
(1-55). New York: John Willey & Sons.

Thibault. P. J. (1995). Mood and ecosocial dynamics of semiotic exchange. Dalam R. Hasan., &
P.H. Fries. (1995). (Editor). On subject and theme. A discourse functional perspective.
(halaman…). Amsterdam: John Benjamins. B. V.

Pidato
Fuentes, C. (Speaker) (2001). Untitled Speech at Distinguished Lecture Series [Tape Recording]
(Pidato dalam Seri perkuliahan) (Rekaman). Brownsville: University of Texas at
Brownsville, September 11.

[Catatan: APA tidak merekomendasikan sumber dalam referensi kalau sumber aslinya tidak bisa ditemukan.
Namun, APA menyarankan untuk menggunakan kutipan dalam teks. Dengan demikian, kalau bahan pidato di atas
tidak direkam, maka kita lebih baik menggunakan kutipan dalam teks yang berbunyi seperti ini: ”C. Fuentes (pidato
di the university of Texas di Brownsville, September 11, 2005) mengatakan ...”]

Komunikasi pribadi

Doe, J. (2001). Conversation with author [Audio tape]. Brownsville, TX, 15 September.

(Catatan: kalau percakapan itu tidak direkam, maka kuminkasi ini tidak perlu dimasukkan dalam daftar referensi.
Tetapi, di dalam teks ditulis kutipan internal ”In a personal conversation with this writer, Jane Doe (September 20,
2002) said ...” atau “J. Doe (komunikasi pribadi, September 11, 2001) mengatakan bahwa …”.)

Dari contoh di atas kita bisa melihat bahwa setiap entry ditulis menjorok baris keduanya baik

dalam gaya MLA ataupun APA. Akan tetapi, dalam penulisan judul artikel dalam jurnal atau

288
antologi ada perbedaan antara MLA dan APA. Dalam APA judul artikel dalam antologi dan

jurnal tidak ditulis di antara tanda kutip ganda atau double quotation mark.

Kesimpulan

Bab ini telah membahas beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum tesis dikumpulkan untuk

diuji, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan struktur organisasi, daftar isi, isi dari masing-

masing bab, apakah memenuhi tujuan dari masing-masing bab, tanda baca dan cara mengutip.

Setelah semuanya selesai dan semua aspek di atas diperiksa, penulis tesis dan disertasi

tinggal mengikuti ujian. Kalau penguji mengharuskaan tesis atau disertasinya diperbaiki,

sebaiknya perbaikan dilakukan dengan cepat. Kalau sudah dinyatakan lulus maka penulis tesis

atau disertasi tinggal menjilid tesis atau disertasi yang telah dibuat selama berbulan-bulan bahkan

mungkin bertahun-tahun. Setelah itu, tinggal menikmati keberhasilan yang telah diraih. Selamat!

289
BIBLIOGRAFI

Abel, K. (2007). Using Halliday‟s Functional Grammar to Examine Early Years Eorded
Mathematics Texts. Makalah disajikan dalam Konferenasi nasional ALEA tahun 2007
di Canberra.
Acevedo, C., & Rose, D. (2007). Reading and writing to learn. Pen 157. Marrickville: PETA.
Allison, B., & Race, P. (2004). The students‟ guide to preparing dissertations and theses. (2nd
Ed). London: Routledge Falner.
Anderson, J., & Poole, M. (2001). Assignment and thesis writing. 4th Ed. Milton, Queensland:
John Wiley Sons Australia, Ltd.
Anfara, Jr., & Martz, N.T. (2006). (Ed). Theoretical framework in qualitative research.
Thousand Oaks: SAGE Publications.
Bailey, S. (2006). Acdemic writing. A handbook for international students. New York:
Routledge.
Baker, N. L., & Huling, N. (1995). A research guide for undergraduate students. English and
American literature. New York: The Modern Language Association of America.
Barras, R. (2002). Scientist must write. A guide to better writing for scientists, engineers, and
students. London: Routledge.
Bazerman, C (1988). Shaping written knowledge. The genre and activity of the experimental
article in science. Wisconsin: the University of Wisconsin Press.
Bazerman, C. (1997). The life of genre, the life in the classroom. Dalam W. Bishop., & H.
Ostrom. (1997). (Editor). Genre and writing. Issues, arguments, alternatives.
Portsmouth, NH: Heinemann. Boynton/Cook Publishers.
Beach, R., and Friedrich, T. (2006). Response to Writing. Dalam C.A. MacArthur., S. Graham,
S., & J. Fitzgerald. (2006). (Editor). Handbook of writing research. New York: The
Guilford Press.
Beasley, C. J. (1999). Assisting the postgraduate research and writing process:Learning the
context across disciplines. Bisa diakses di
http://lsn.curtin.edu.au/tlf/tlf1999/beasley.html. accessed on 7 Nov, 2007.
Berkenkotter, C., & Huckin, T. N. (1995). Genre knowledge in disciplinary communication:
Cognition/culture/power. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Berry, R. (1994). The research project. How to write it. (Edisi ketiga). London: Routledge.
Bhatia, V. K. (1993). Analysisng genre: Language use in professional settings. London:
Longman Group.
Bizzell, P. (1992). Academic discourse and critical consciousness. Pittsburgh: University of
Pittsburgh Press.
Bolker, J. (1998). Writing your dissertation in fifteen minutes a day. New York: Henry Holt and
Company, LLC.
Brause, S. R. (2000). Writing your doctoral dissertation. Invisible rules for success. London:
Falmer Press.
Brookfield, S.D. (2003). Critical thinking in adulthood. Dalam D. Fasco, Jr. (2003). (Editor).
Critical thinking and reasoning. Current research, theory, and practice. Cresskill, New
Jersey: Hampton Press, Inc.
Brown, R. B. (2006). Doing your dissertation in business and management. The reality of
researching and writing. London: SAGE Publication. Ltd.

290
Bryant, M. T. (2004). The portable dissertation advisor. Thousanf Oaks: Corwin Press.
Burton, L. J. (2002). An interactive approach to writing essays and research reports in
psychology. Milton, Queensland: John Wiley and Sons Australia, Ltd.
Calabrese, R. L. (2006). The elements of an effective dissertation and thesis. A step-by-step guide
to getting it right the first time. Lanham, Maryland: Rowman and Littlefield Education.
Callaghan, M., & Rothery. J (1988). Teaching factual writing. Sydney: Metropolitan East
Disadvantaged Schools Program.
Cantor, J. A. (1993). A guide to academic writing. Westport, Connecticut: Greenwood Press.
Chaffee, J. (2000). Thinking critically. Sixth edition. New York: Houghton Mifflin Company.
Chaffee, J., McMahon, C., & Stout, B.(2002). Critical thinking, Thoughtful writing. Second
edition. New York: Houghton Mifflin Company.
Christie, F. (1986). Writing in schools: generic structures as ways of meaning. Dalam B.
Couture. (1986). (Editor). Functional approaches to writing. Research perspectives.
New Jersey: Ablex Publishing Corporation.
Christie, F. (1987). Genres as choice. Dalam I. Reid. (1987). (Editor). The place of genre in
learning. Current debates. Melbourne: Deakin University Press.
Christie, F. (1989). Language development in education. Dalam R. Hasan., & J.R. Martin.
(1989). (Editor). Language development: learning language, learning culture. Meaning
and choice in language: Studies for Michael Halliday. Volume XXVII. New Jersey:
Ablex Publishing Company.
Christie, F. (1990). The changing face of literacy. Dalam F. Chrstie. (1990). (Editor). Literacy
for a changing world. Melbourne: ACER.
Christie, F. (1991). First and second-order registers in education. Dalam E. Ventola. (1991).
(Editor). Functional and systemic linguistics. Approaches and uses. New York: Mouton
de Gruyter.
Christie, F. (1993). Curriculum Genres: Planning for effective teaching. Dalam B. Cope, & M.
Kalantzis. (1993). (Editor). The powers of literacy. A genre approach to teaching
writing. London: The Falmer Press.
Christie, F. (1997). Curriculum macrogenres as forms of initiation into a culture. Dalam F.
Christi., & J.R. Martin. (1997). Genre and institutions. London: Continuum.
Christie, F. (1998a). Learning the literacies of primary and secondary schooling. Dalam F.
Christie., & R. Misson. (1998). Literacy and schooling. London: Routledge.
Christie, F. (1998b). Science and apprenticeship. Dalam J.R. Martin, J. R., & R. Veel. (1998).
(Editor). Reading science. Critical and functional perspectives on discourse on
science. London: Routledge.
Christie, F. (1999a).Learning to Write. A process of learning how to mean. . Dalam B. Doecke.
(1999). (Editor). Responding to students‟ writing. Continuing concversation. Norwood,
SA: The Australian association for the Teaching of English.
Christie, F. (1999b). The teaching of writing 15 years on. Dalam B. Doecke. (1999). (Editor).
Responding to students‟ writing. Continuing concversation. Norwood, SA: The
Australian association for the Teaching of English.
Christie, F. (2002a). The development of abstraction in adolescence in subject English. Dalam
M.J. Scleppegrell., & M.C. Colombi. (2002). (Editor). Developing advanced literacy in
first and second languages. Meaning with power. Mahwah, N.J: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Christie, F. (2002b). Classroom discourse analysis. London: Continuum.

291
Christie, F. (2004). Authority and its role in the pedagogic relationship of schooling. Dalm L.
Young., & C. Harrison. (2004). (Editor). Systemic functional linguistics and critical
discourse analysis. Studies in social change. London: Continuum.
Christie, F. (2005). Language education in the primary years. London: Continuum.
Christie, F., & Dreyfus, S. (2007). Letting the secret out: Successful writing in secondary
English. In Australian Journal of Language and Literacy. Vol.30.No.3, 2007. p. 235-
247.
Christie, F., & Misson, R. (1998). Framing the issues in literacy education. Dalam F. Christie.,
& R. Misson. (2000). (Editor). Literacy and schooling. London: Routledge.
Christie, F., & Soosai, A. (2001). Language and meaning. Vol. 2. Melbourne: Macmillan
Education Australia.
Christie, F., & Unsworth, L. (2000). Developing socially responsible language research. Dalam
L. Unsworth. (Editor). (2000). Researching Language in School and Community.
London: Cassell.
Christie, F., &Rothery, J. (1990). Literacy in the curriculum: planning and assessment. Dalam F.
Christie. (1990). (Editor). Literacy for a changing world. Melbourne: ACER.
Christie, F., Devlin, B., Freebody, P., Luke, A., Martin, J. R., Threadgold, T., Walton, C. (1991).
Teaching English literacy. A project of national significance on the preservice
preparation of teachers for teaching English literacy. Volume 1. Canberra: Centre for
Studies of Language in Education.
Christie, F., Martin, J., &Rothery, J. (1994). Social processes in education: A reply to Sawyer
and Watson (and others). Dalam B. Stierer., & J. Maybin. (1994). (Editor). Language,
literacy and learning in educational practice. Adelaide: Multilingual Matters LTD in
association with The Open University.
Clare, J. (2003). Writing a PhD Thesis. Dalam J. Clare., & H. Hamilton. (2003). (Editor).
Writing Research.. Transforming data into text. London: Chrchill Linving stone.
Coffin, C. (1997). Constructing and giving value to the past: An investigation into secondary
school history. Dalam F. Christie., & J.R. Martin. (1997). (Editor). Genre and
institutions. Social processes in the workplace and school. London: Continuum.
Coffin, C., Curry, M.J., Goodman, S., Swann, L. (2003). Teaching Academic Writing. London:
Routledge.
Connole, H. (1993). The research enterprise. Dalam H. Connole., J. Smith., R. Wiseman.
(1993). (Editor). Research methodology 1: Issues and methods in research. Study
guide. Melbourne: Deakin University.
Connole, H., Smith, J., & Wiseman, R. (1993). Research methodology 1: Issues and methods in
research. Study guide. Melbourne: Deakin University.
Cooley, L., & Lewkowicz, J (2003). Dissertation writing in practice. Turning ideas into text.
Hongkong: Hongkong University Press.
Costa, A. L. (2003). Communities for developing minds. Dalam D. Fasco, Jr. (2003). (Editor).
Critical thinking and reasoning. Current research, theory, and practice. Cresskill, New
Jersey: Hampton Press, Inc.
Crasswell, G. (2005). Writing for academic success. A postgraduate guide. London: SAGE
Publications.
Cullen, D. J., Pearson, M., Saha, L. J., Spear, R. H. (1994). Establishing effective PhD
supervision.
Davinson, D. (1977). Thesis and dissertations as information sources. London: Clive Bingley.

292
Davis, L., & McKay, S. (1996). Structures and strategies. An Introduction to academic writing.
South Melbourne: Macmillan Education Australia.
Delamont, S., Atkinson, P., Parry, O. (2005). Supervising the Doctorate. A Guide to Success.
Berkshire, England: Society for Research into Higher Education and Open University
Press.
Derewianka, B. (1990). Exploring how texts work. Newtown: PETA
Derewianka, B. (1998). A grammar companion. For Primary Teacher. Newtown: PETA.
Derewianka, B. (2003). Trends and issues in Genre-Based Approaches. RELC Journal 34 (2).
August 2003).
Diestler, S. (2001). Becoming a critical thinker. (Edisi Ketiga). New Jersey: Prentice-Hall. Inc.
Doecke, B. (1999). (Editor). Responding to students‟ writing. Continuing concversation.
Norwood, SA: The Australian association for the teaching of English.
Eggins, S. (1994). An introduction to systemic functional linguistics. London: Printer Publishers,
Ltd.
Emerson, L. dkk (2007). Writing guidelines for education students. (Edisi Kedua). Melbourne:
Thomson.
Emilia, E. (2005). A critical genre-based approach to teaching academic writing in a tertiary
EFL context in Indonesia. Disertasi PhD. Melbourne University.
Emilia, E. (2006). Proposal penelitian postdoktoral Endeavour Indonesia Research Fellowship,
dari Departemen Pendidikan dan Teknologi Australia.
Emilia, E. (2008a). Menulis disertasi: Mengapa lama? Chronicle, Edisi Januari 2008. Bandung:
UPI Press.
Emilia, E. (2008b). Analisis kesulitan mahasiswa dalam menulis tesis. Laporan penelitian
dengan dana dari Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Emilia, E., Hermawan, B., Tati, D. (2008). Aplikasi Pendekatan Genre-Based dalam Kurikulum
2006. Penelitian Tindakan Kelas di salah satu SMP Negeri di Bandung. Penelitian
didanai oleh jurusan pendidikan bahasa Inggris UPI.
Ernst, M-O. (1981). A guide through the dissertation process. New York: The Edwin Mellen
Press.
Evans, D., & Gruba, P. (2002). How to write a better thesis. Carlton South, Victoria: Melbourne
University Press.
Fairclough, N. (1992a). Discouse and social change. Cambridge: Polity Press.
Fairclough, N. (1992b). Introduction. Dalam N. Fairclough. (1992). (Editor). Critical language
awareness. London: Longman.
Fairclough, N. (1992c). Language awareness: Critical and noncritical approaches. Dalam N.
Fairclough. (1992). (Editor). Critical language awareness. London: Longman.
Fairclough, N. (1992d). The appropriacy of appropriateness. Dalam N. Fairclough. (1992).
(Editor). Critical language awareness. London: Longman.
Fairclough, N. (1995). Critical discourse analysis: The critical study of language. New York:
Longman.
Fairclough, N. (2003). Analysing discourse. Textual analysis for social research. London:
Routledge.
Fairclough, N., & Chouliaraki, L. (1999). Discourse in late modernity. Edinburg: Edinburg
University Press.
Fairclough, N., & Wodak, R. (1997). Critical discourse analysis. Dalam T.A. van Dijk. (1997).
(Editor). Discourse as social interaction. London: SAGE Publications Ltd.

293
Feez, S. (2002). Heritage and innovation in second language education. Dalam A.M. Johns.
(2002). (Editor). Genre in the classroom. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers.
Feez, S., & Joyce, H (1998a). Text-based syllabus design. Sydney: National Centre For English
Language Teaching and Research.
Feez, S., & Joyce, H. (1998b). Writing skills. Narrative and nonfiction text types. Melbourne:
Phoenix Education Pty. Ltd.
Feez, S., &Joyce, H. (2000). Creative writing skills. Literary and media text types. Melbourne:
Phoenix Education Pty. Ltd.
Gall, M. D., & Borg, W. R. (1989). Educational research: A guide for preparing a thesis or
dissertation proposal in education. New York: Longman.
Gee, J. P. (1990). Social linguistics and literacies. Ideology in discourses. London: The Falmer
Press.
Gibbons, P. (2002). Scaffolding Language, Scaffolding Learning. Teaching second language
learners in the mainstream classroom. Portsmouth, NH: Heinemann.
Glatthorn, A.A., & Joyner, R. L. (2005). Writing the Winning Thesis or Dissertation. Thousand
Oaks: California: Corwin Press.
Goble, F. G (2004). The third Force: The psychology of Abraham Maslow. Bisa diakses di
www.questia.com.
Goldwasser, I. (2006). Student Study Guide. A manual for International Students. Sydney:
Pearson Education Australia.
Grabe, W. (2000). Textual coherence and discourse analysis. ARAL Series S, No. 16:65-82.
ALAA 2000.
Grabe, W., & Kaplan, R. (1996). Theory and Practice of writing. New York: Longman.
Graves, D. H. (1983). Writing: Teachers and children at work. London: Heinemann.
Graves, D. H. (1990). The reading/writing teachers‟ companion. Discover your own literacy.
Portsmouth: Heinemann.
Graves, D. H. (1996). A Fresh Look at Writing. Portsmouth, N. J: Heinemann.
Graves, N. (1997). Problems of supervision. Dalam N. Graves., & V. Varma. (1997). (Editor).
Working for a doctorate. A guide for the humanities and social sciences. New York:
Routledge.
Grenville, K. (2001). Writing from start to finish. A six-step guide. Crows Nest, NSW: Allen and
Uniwin.
Gruber, H. (2005). Scholar or consultant?Author-roles of student writers in German business
writing. Dalam L. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng Academic Writing. London:
Continuum.
Halliday, M. A K, (1985a). An Introduction to functional grammar. London, Edward Arnold.
Halliday, M. A. K. (1985b). Spoken and written language. Geelong, Victoria: Deakin University
Press.
Halliday, M. A. K. (1994a). An Introduction to functional grammar. (Edisi Kedua). London,
Edward Arnold.
Halliday, M. A. K (1994b). The construction of knowledge and value in the grammar of
scientific discourse, with reference to Charles Darwin‟s The origin of Species. Dalam
M. Coulthard (1994). Advances in written text analysis. New York: Routledge.
Halliday, M. A. K. (1975). Learning how to mean: Explorations in the development of language
(Exploration in language study). London: Edward Arnold.

294
Halliday, M. A. K. (1976). System and function in language. (Diedit oleh G. Kress). London:
Oxford University Press.
Halliday, M. A. K. (1994c). Language as social semiotic. Dalam J. Maybin. (1994). (Ed)
Language and literacy in social practice. Clevedon: Multilingual Matters.
Halliday, M. A. K. (1995). How do you mean? Dalam M. Davies, dan L. Ravelli (1992).
Advances in systemic linguistics. Recent theory and practice. London: Pinter
Publishers.
Halliday, M. A. K. (1996). Literacy and linguistics: A functional perspective. Dalam R. Hasan.,
& G. Williams. (1996). (Editor). Literacy in society. London: Longman.
Halliday, M. A. K. and Hasan, R. (1985c). Part A of Language, Context and Text: Aspects of
language in a social semiotic perspective. Burwood, Melbourne: Deakin University.
Halliday, M.A.K. (2002a). Linguistic studies of text and discourse. London: Continuum.
Halliday, M.A.K. (2002b). On Grammar. London: Continuum.
Halliday, M.A.K., & Hasan, R. (1976). Cohesion in English. London: Longman. (English
Language Series 9).
Halliday, M.A.K., & Mathiessen, R (2004). An introduction to functional grammar. (Edisi
Kedua). London, Edward Arnold.
Hamilton, H. (2003). The nature of research writing. Dalam J. Clare., & H. Hamilton. (2003).
(Editor). Writing research. Transforming data into text. London: Churchill Livingston.
Hamilton, H., & Clare, J. (2003a). The shape and form of research writing. Dalam J. Clare., &
H. Hamilton. (2003). (Editor). Writing research. Transforming data into text. London:
Churchill Livingston.
Hamilton, H., & Clare, J. (2003b). „Purpose, planning and presentation.‟ Dalam J. Clare., & H.
Hamilton, (2003). (Editor). Writing research. Transforming data into text. London:
Chrchill Linving stone.
Hamilton, H., & Clare, J. (2003c). „Key Relationship for writers‟. Dalam Dalam J. Clare., & H.
Hamilton, (2003). (Editor). Writing research. Transforming data into text. London:
Churchill Livingston.
Hart, C. (2001). Doing a literature search. London: SAGE Publications Ltd.
Hart, C. (2005). Doing your Masters‟ dissertation. London: SAGE Publications Ltd.
Hartley, J. (1997). Writing the thesis. Dalam N. Graves., & V. Varma. (1997). (Editor). Working
for a doctorate. A guide for the humanities and social sciences. London: Routledge.
Heaton, J. (2004). Reworking qualitative data. London: SAGE Publications.
Hinkel, E. (2002). Second language writers‟ text. Linguistic and rhetorical features. London:
Lawrence, Erlbaum Associates.
Holliday, A. (2003). Doing and writing qualitative research. London: SAGE Publications.
Hood, S. (2005). Managing attitude in undergraduate academic writing: a focus on the
introduction to research reports. Dalam L. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng
academic writing. London: Continuum.
Hornsby, D. & Sukarana, D. (2007). Focus on writing. Hand out untuk pengembangan profesi
dengan David Hornsby & Debbie Sukarna di Darebin Arts & Entertainment Centre.
Victoria, Australia, Sabtu, 21 July, 2007.
Hunt, A. (2005). Your research project. How to manage it. London: Routledge.
Hyland, K. (1999). Disciplinary discourses: writer stance in research articles. Dalam C. Candlin.,
& K. Hyland. (1999). (Editor). Writing: Texts, processes and practices. London:
Longman.

295
Hyland, K. (2000a). Disciplinary discourses. Social interactions in academic writing. Singapore:
Pearson Education Limited.
Hyland, K. (2000b). It might be suggested that …: Academic hedging and student writing.
ARAL Series S, No. 16:83-97 @ALAA 2000.
Hyland, K. (2002). Teaching and researching writing. London: Pearson Education Limited.
Hyland, K. (2003). Second language writing. Cambridge: Cambridge University Press.
Hyland, K. (2005). Patterns of engagement: dialogic features and L2 undergraduate writing.
Dalam L. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng Academic Writing. London:
Continuum.
John, A. M. (1990) (Editor). Coherence in writing. Alexandria, Virginia: Teachers of English to
Speakers of Other Languages, Inc.
Johnson, A.P. (2003). A short guide to academic writing. Lanham, Maryland: University Press
of America.
Joseph, N. L. (1999). Research writing. Using traditional dan electronic sources. New Jersey:
Prentice Hall.
Kalantzis, M., & Wignell, P. (1988). Explain, argue, discuss? Writing for essay exams.
Leichardt, Australia: Common Ground.
Kamler, B., & Thomson, P. (2006). Helping doctoral students write. Pedagogies for supervision.
Oxon: Routledge.
Kim, Y., & Kim, J. (2005). Teaching Korean university class: Balancing the process and The
genre approach. (http://www.asian-efl-journal.com/June_05_ykandJk.php). Accessed
on 17-7-2007.
Krathwall, D. R., & Smith, N. L. (2005). How to prepare a dissertation proposal. Suggestions
for students in education and the social and behavioural scienc es.
Kress, G. (1982). Learning to write. London: Routledge and Kegan Paul.
Kress, G. (1985). Linguistic Processes in sociocultural practice. Melbourne: Deakin University.
Kress, G. (2003). Literacy in the new media age. London: Routledge.
Krueger, R.A. (1998). Analysing and reporting focus group results. Thousand Oaks: SAGE
Publication.
Lawton, D. (1997). How to succeed in postgraduate study. Dalam N. Graves., & V. Varma.
(1997). (Editor). Working for a doctorate. A guide for the humanities and social
sciences. London: Routledge.
Leki, I. (1992). Understanding ESL writers. A guide for teachers. Portsmouth: Boynton/Cook
Publishers.
Leki, I. (2001). A narrow thinking system: Nonnative-English-speaking students in group
projects across the curriculum.‟ TESOL Quarterly, Vol. 35, No. 1, Spring, 2001.
Lester, J. D., & Lester, J. D. Jr. (2005). Writing research paper. New York: Pearson Education
Incorporation.
Levine, S. J. (2007). Writing and presesnting your thesis or disertation.<Dissertation/Thesis
guide, http//www.learnerassociates.net/dissthes/> updated : 08/01/2007). Accessed on
02/11/2007.
Lim, J, M. (2005). Reiterating and Explaining Findings: Analysing Communicative Functions in
Research Reports. Makalah dalam Konferensi Internasional Pendidikan Literasi,
Semarang, 29-30 September 2005.
Lipman, M. (2003). Thinking in education. (Edisi Kedua). Cambridge: Cambridge University
Press.

296
Love, K. (1999). Unpacking arguments. The need for a metalanguage. Dalam B. Doecke.
(1999). (Editor). Responding to students‟ writing. Continuing concversation. Norwood,
SA: The Australian association for the Teaching of English.
Macken-Horarik, M. (2002). Something to shoot for. Dalam A.M. Johns. (2002). (Editor). Genre
in the classroom. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Macmillan, A. (2001). Deconstructing social and cultural meaning. A model for education
research using postmodern construct. Melbourne: Common Ground.
Marshall, C., & Rossman, G.B. (2006). Designing qualitative research. (Edisi Kedua)).
Thousand Oaks: SAGE Publications.
Martin, J. R, & Rose, D. (2003). Working with discourse. Meaning beyond the clause. London:
Continuum.
Martin, J. R, &Rose, D. (2007). Working with discourse. Meaning beyond the clause. (Edisi
Kedua). London: Continuum.
Martin, J. R. (1992). English text. System and structure. Amsterdam: John Benjamin‟s
Publishing Company.
Martin, J. R. (1993). A contextual theory of language. Dalam B. Cope., & M. Kalantzis. (1993).
(Editor). The powers of literacy. A genre approach to teaching writing. London: The
Falmer Press.
Martin, J. R. (1996). „Evaluating disruption: Symbolising theme in junior secondary narrative.‟
Dalam R. Hasan, R., & G. William. (1996). (Editor). Literacy in society. New York:
Addison Wesley Longman.
Martin, J. R. (1997). Analysisng genre: Functional parameters. Dalam F. Christie., & J.R.
Martin. (1997). (Editor). Genre and institutions. London: Continum.
Martin, J. R. (2000). Beyond exchange: Appraisal systems in English. Dalam S. Hunstan., & G.
Thompson. (2000). (Editor). Evaluation in English. New York: Oxford University
Press.
Martin, J. R., & Rothery, J. (1993). Grammar: Making meaning in writing. Dalam B. Cope., &
M. Kalantzis. (1993). (Editor). The powers of literacy. A genre approach to teaching
writing. London: The Falmer Press.
Martin, J. R., & Rothery. J (1986). What functional approach to the writing task can show
teachers about „good writing‟. Dalam B. Couture. (1986). (Editor). Functional
approaches to writing. Research perspectives. New Jersey: Ablex Publishing
Corporation.
Martin, J. R., Christie, F., & Rothery, J. (1994). Social processes in education: A reply to Sawyer
and Watson. Dalam B., Stierer., & J. Maybin. (1994). Language, literacy and learning
in educational practice. Adelaide: Multilingual Matters LTD in association with The
Open University.
Martinich, A. P. (2005). Philosophical writing: An introduction. Carlton, Victoria: Blackwell
Publishing.
Masden, D. (1992). Successful dissertation and thesis. A guide to graduate student research from
proposal to completion. (Edisi Kedua). San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Matthews, J. R., Bowen, M, J., & Matthews, R. W. (2000). (Edisi Kedua). Successful Scientif
Writing. A Step by step guide for the biological and medical sciences/. Cambridge;
Cambridge University Press.
Mauch, J. E., & Park, N. (2003). Guide to the successful thesis and dissertation. A handbook for
students and faculty. (Edisi Kelima). Madison Avenue, New York: Marcel Dekker.

297
Maxwell, J. A. (2005). Qualitative research design. An interactive approach. (Edisi Kedua).
Thousand Oaks: SAGE Publications.
McPeck, J. E. (1990). Teaching critical thinking. London: Routledge.
Meloy, J. M. (2002). Writing the qualitative dissertation. Understanding by doing. (Edisi
Kedua). Mahwah: Lawrence Erkbaum Associates Publishers.
Moore, A. (1999). Teaching multicultured students. Culturism and anti-culturism in school
Classrooms. London: Falmer Press.
Moriarti, M.F. (1997). Writing science through critical thinking. London: Jones and Bartlett
Publishers International.
Murphy, E. (2007). Essay writing made simple. Sydney: Pearson Education Australia.
Murray, D. M. (1982). Learning by Teaching (Selected articles on writing and teaching).
Montclair/Boynton: Cook Publishing Company.
Murray, D.M. (1985). A writer teaches writing. Second edition. New Jersey: Houghton Mifflin
Company.
Murray, D. M. (1989). Expecting the unexpected. Teaching myself and others to read and write.
Portsmouth, NH: Boynton/Cook Publishers.
Murray, R. (2002). How to write a thesis. Maidenhead, Berkshire: Open University Press.
Murray, R. (2005). Writing for academic journals. Maidenhead, Berkshire: Open University
Press.
Nunan, D. (1999). Second language teaching and learning. Boston: Heinle and Heinle
Publishers.
O‟Leary, Z. (2004). The essential guide to doing research types of literature: Any and all.
London: SAGE Publications.
Ogden, E. H. (1993). Completing your dissertation or master‟s thesis in two semesters or less.
Lancaster: Technique Publishing. Co. Inc.
Oliver, P. (2004). Writing your thesis. London: SAGE Publications.
Oshima, A., & Hogue, A. (1999). Writing academic English. (Edisi Ketiga). Addison Wesley:
Longman.
Paltridge, B. (2005). The exegesis as a genre: an ethnographic examination. Dalam L. J. Ravelli.,
& R.A. Ellis. (2005). Analysisng academic writing. London: Continuum.
Paltridge, B., & Satrfield, S. (2007). Thesis and dissertation writing in a second language. A
hanbook for supervisors. London: Routledge.
Parker, C. A., & Davis, G. B. (1997). Writing the doctoral dissertation. New York: Barrons‟
Educational Series.
Paul. R. (1993). Critical thinking. What every person needs to survive in a rapidly changing
world. Melbourne: Hawker Bronlow Education.
Pearce, L. (2005). How to examine a thesis. Berkshire, England: Society for Research into
Higher Education and Open University Press.
Phillips, E. M., & Pugh, D. S. (1994). How to get a Ph.D. A handbook for students and
supervisors. Buckingham: Open University Press.
Press.
Pritchard, R.J., & Honeucutt, R. L. (2006). The process approach to writing instruction:
Examining its effectiveness. Dalam C.A. MacArthur., S. Graham., J. Fitzgerald.
(2006). (Editor). Handbook of writing research. New York: The Guilford Press.
Punch, K. F. (2000). Developing Effective Research Proposals. London: SAGE Publications.

298
Ravelli, L. J. (2004). Signalling the organisastion of written texts:hyper Themes in management
and history essays. Dalam L. J. Ravelli., & R.A.Ellis. (2005). Analysisng academic
writing. London: Continuum.
Reason, P., & Bradbury, H. (2001). Introduction: Inquiry and Participation in Search of a World
Worthy of Human Aspiration. Dalam P. Reason., & H. Bradbury. (2001). Handbook of
action research. London: SAGE Publications Ltd.
Reichenbach, B. R. (2001). Introduction to critical thinking. Boston:McGraw Hill.
Rhedding-Jones, J. (2005). What is research. Sentrum, Norwegia:Universitetfarleget.
Richardson, J.S., Morgan, R.F., & Fleener, C. (2006). Reading to learn in the content areas. (6th
edn). Belmont, CA: Thomson Wadsworth.
Richardson, L. (1997). Fields of play. Constructing an academic life. New Brunswick, New
Jersey: Routledge University Press.
Roberts, C. M. (2004). The dissertation journey. A practical and comprehensive guide to
planning, writing and defending your dissertation. Thousand Oaks, California: Corwin
Press.
Rodrigues, D., and Rodrigues, R. (2003). The research paper. Guide to library and internet
research. (Edisi Kedua). New Jersey: Prentice Hall.
Romana, T. (2000). Blending genre, altering style. Portsmouth: Boynton/Cook Publishers.
Rose, D. (2003). „Scaffolding academic reading and writing at the Koori centre.‟ Dalam The
Australian Journal of Indigenous Education. 32, 2003, p. 41-49).
Rose, D. (2006a). „Reading Genre: A new wave of analysis‟. Dalam Linguistics and the Human
Sciences. 11 (1).
Rose, D. (2006b). Learning to Read: Reading to Learn. Scaffolding the English curriculum for
Indegenous secondary students. NSW 7-10 English Syllabus. Aboriginal Support Pilot
project. Office of the Board of Studies. Final Report. January, 2006.
Rose, D. (2006c).‟Literacy and equality in the classroom‟. Faculty of Education and Social work.
Future Directions in Literacy Conference and Certiticate of Primary Literacy Education.
The University of Sydney, Australia.
Rose, D. (2007a). „A reading based model of schooling.‟. In Pescuisas em Discurso Pedagogico.
IV (2), 2007. www.maxwell.lambda.ele.puc-rio.br.
Rose, D. (2007b). Reading to Learn. Preparing for reading and writing. Book One.
Rose, D. (2007c). Reading to Learn. Preparing for reading and writing. Book Two.
Rose, D. (2007d). Reading to Learn. Preparing for reading and writing. Book Three.
Rose, D. „The Approach to Teaching Literacy.‟ Available in (http://ab-
ed.boardofstudies.nsw.edu.au/go/english-literacy-7-10/the-approach-to-teach...), accessed
on 13 Sept 2007.
Rothery, J. (1996). Making changes: Developing educational linguistics. Dalam R. Hasan., & G.
William. (1996). (Editor). Literacy in society. New York: Addison Wesley Longman
Limited.
Rudestam, K. E., and Newton, R. R. (1992). Surviving your dissertation. Newbury Park:
London: SAGE Publications.
Scheurich, J. J. (1997). Qualitative studies. Series 3. Research methods in the postmodern.
London: Falmer Press.
Scheurich, J. J. (1997). Research method in the postmodern. London: The Falmer.
Seidman, I. (1998). Interviewing as qualitative research. A guide for researchers in education
and the social sciences. New York: Teachers College Press.

299
Shakespeare, P., Atkinson, D., French, S. (1993). (Ed). Reflecting on research practice. issues in
health and social welfare. Buckingham: Open University
Silverman, D. (2005). Doing qualitative research. Second Edition. London: SAGE Publication.
Silverman, D. (2006). Interpreting qualitative data. (Edisi Letiga). London: Sage Publications.
Smith, P. (2002). Writing an assignment. Proven Techniques from a chief examiner that really
get results.(Edisi Kelima). Oxforod: How To Books.
Sternberg, R. J. (1988). The psychologist‟s companion. A guide to scientific writing for students
and researchers. Leichester: Cambridge University Press.
Swales, J (1990a). Genre analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Swales, J. (1990b). Nonnative speaker graduate Engineering students and their introductions:
Global coherence and local management. Dalam U.Connor., & A.M. Johns. (1990)
(Editor). Coherence in writing. Alexandria, Virginia: Teachers of English to Speakers
of Other Languages, Inc.
Swales, J., & Feak, C. (1994). Academic writing for graduate students. A course for nonnative
speakers of English. Ann Arbor: University of Michigan Press.
Swales, J., & Feak, C. (2004). Academic writing for graduate students. A course for nonnative
speakers of English. (Edisi Kedua). Ann Arbor: University of Michigan Press.
Swetnam, D. (2000). Writing your dissertation. The bestselling guide to planning, preparing and
presenting first-class work. Oxford: United Kingdon: How to Books, Ltd.
Tannen, D. (1984). Spoken and written narrative in English and Greek. Dalam D. Tannen.
(1984). (Editor). Coherence in spoken and written discourse. Volume XII in the series
advances in discourse processes. New Jersey: Alex Publishing Corporation.
Tashakkari, A., & Teddlie, C. (1998). Mixed methodology. Combining qualitative and
quantitative approaches. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Tempo interactif. Edunet. Penerima beasiswa dari India dipulangkan karena kemampuan
bahasa Inggrisnya rendah. http://www. tempointeractif.com/edunet/artikel/2002/index-
isi.asp?file=15012002-1
ten Have, P. (2004). Understanding qualitative research and ethnomethodology. London: SAGE
Publications.
Thody, A. (2006). Writing and presenting research. London: sage Publications.
Thomas, R. M., & Brubaker, D.L. (2000). Theses and dissertation. A guide to planning,
research, and writing. Westport, Connecticut:Bergin and Garvey.
Thomas, S.A. (2000). How to write health science papers, dissertations and theses. London:
Harcourt Publishers. Ltd.
Turabian, K. L. (1996). A manual for writers of term papers, thesis and dissertations. (Ediusi
Keenam). Chicago: The University of Chicago Press.
Vygotsky, L. S. (1962). Thought and language. (Hanfman, E., and Vakar, G. Trans). Cambridge:
The M.I.T. Press.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Vygotsky, L. S. (1994). Extracts from Thought and language and mind in society. Dalam B.
Stierer., & J. Maybin. (1994). (Editor). Language, literacy and learning in educational
practice. A reader. Adelaide: Multilingual Matters Ltd.
Wallace, C. (2001). Critical literacy in the second language classroom: Power and control.‟
Dalam B. Comber., & A. Simpson. (2001). (Editor). Negotiating critical literacies in
classrooms. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Walshe, R. D. (1981). Every child can write. Rozelle, New South Wales: PETA.

300
Walshe, R. D. (1986a). Writing to learn. Dalam R.D. Walshe., P. March., & D. Jensen. (Editor).
Writing and learning in Australia. Melbourne: Dellasta, Pty.Ltd.
Walshe, R. D. (1986b). Progression in writing to learn, K-12. Dalam R.D. Walshe., P. March.,
& D. Jensen. (Editor). Writing and learning in Australia. Melbourne: Dellasta, Pty.Ltd.
Waters, K. (2000). Researching, writing and presenting. Croydon, Victoria, Australia: Tertiary
Press.
Wellington, J., Bathmaker, A-M., Hunt, C., McCulloch, G., & Sikes, P. (2005). Succeeding with
your doctorate. London: Sage Publications.
Whitaker, W. R., Ramsey, J. E., Smith, R. D. (2004). Media writing. Print broadcast and public
relations. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates.
William, M., & May, T. (1996). Introduction to the philosophy of social research.
Wilson, C. (2004). New pathways in psychology in Malow and the Post Fredian Revolution.
Deluxe Ebook Edition. Bisa diakses di www.questia.com.
Wolcott, F. H. (2001). Writing up qualitative research. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Wood, D., Bruner, J., & Ross, G. (1976). The role of tutoring in problem solving. Journal of
Child Psychology and Psychiatry. XVII, p. 89-100.
Woods, P (1999). Successful writing for qualitative researchers. London: Routledge.
Yin, R. K. (1984). Case study research. Beverly Hills, California: SAGE Publications.
Yin, R. K. (1993). Applications of case study research. Newbury Park, California: SAGE
Publications.
Yin, R. K. (2003). Applications of case study research. (Edisi Kedua). Newbury Park, California:
SAGE Publications.
Young, J. (2007). Critical capital: Teaching and learning. Makalah disajikan dalam konferensi
nasional ALEA (Australian Literacy Education Association) tahun 2007 di Canberra
tanggal 8-11 July 2007.

301
Indeks
abstrak definisi
contoh menulis
fungsi struktur organisasi
menulis draft pertama
rencana menulis EFL (English as a foreign language)
accuracy Eksposisi
a crummy first draft empiris
activists epistemologi
advisor evaluasi diri
akademik feedback
gaya tulisan dari teman
alasan jenis
All But Dissertation kapan mendapat/memberi
APA(AmericanPsychological peran feedback
Association) field
artikel knowledge of
dalam jurnal heading (subheading)
dalam database hedging
dalam ontologi hefty
a romantic belief gap
asumsi (tentang mahasiswa doktor atau hipotesis
magister) I (penggunaan)
audience impartial
career (a career ladder) isu sosial
comfort zone jadual yang realistis
committee kajian pustaka
contraction contoh menulis
daftar isi elemen-elemen
cara menulis fungsi
fungsi hefty
data kapan mengatakan cukup?
bab presentasi dan analisis kapan menulis
cara memaparkan dan membahas data kegagalan menulis kajian pustaka
cara tematik proses menulis
cara nontematik (mencatat,meringkas,
fungsi bab presentasi dan analisis mengintegrasikan,menganalisis,
kuantitatif mengkritisi)
kualitatif state of the art
deadline topic-based
deskripsi kalimat aktif dan pasif
die hard Kamler& Thomson
disertasi dan tesis kegagalan
analisis menulis kajian pustaka
menulis babpembahasan data

321
menyelesaikan tesis dan disertasi objektivitas
kelemahan penelitian objective stance
kesimpulan orijinalitas
aturan menulis bab paragraph
contoh cara menulis
elemen-elemen bab peak experience
menulis bab pembaca primer
konsep pembaca segera (immediate reader)
konvensional pembaca sekunder
format penulisan pembimbing
manfaat format konvensional fungsi/peran
kualitatif masalah dengan
kuantitatif memilih
lay out persetujuan
letter to the editor syndrome pembimbing yang terkenal
linking text (linking paragraph) pendahuluan
linking device contoh cuplikan bab
manfaat elemen-elemen bab
literature (review) (lihat kajian pustaka) fungsi bab
dominant literature kapan menulis bab
macro-Theme penelitian
maturity signifikansi
membahas data fisibilitas metodologi
kesalahan umum dalam latar belakang
struktur skematis bab pertanyaan
menulis peralatan dan persediaan
membaca meningkatkan kemampuan percaya diri
setiap orang bisa pernyataan
metatext(metadiscourse) cara menulis pernyataan
metode penelitian pernyataan efektif
elemen-elemen bab pernyataan kurang efektif
fungsi bab persuasi
memahami plagiarisme
menulis bab posmodernisme
multi-faceted pragmatists
metodologi pre-writing
MLA (Modern Language Association) preview, overview, review
model problem statements
modest program magister/doktor
move prokrastinasi
Mozart quotation
commentary move reader-responsible
preparatory move referensi
presentational move reflectors
rhetorical reporting
narasi central reporting

322
non-central reporting
non-reporting
research
arti/definisi
results
revisi
roller-coaster
sanggahan
self-assessment
sense of formality
sintesis
sloppy-coppy
systemic fungtional linguistics
Table of Contents
menulis table of contents
memformat table of content
tantangan dalam menulis tesis/disertasi
tentativeness
teori
deskripstif
explanatory
theorists
three-part structure
topik penelitian
ambisius
memilih topik penelitian
narrow and deep
triangulasi
tujuan dan pembaca
ucapan terimakasih
ujian
value-statements
Venn (diagram)
verbal signals
waktu
hambatan
writer‟s block
writer responsible
writing up
yang perlu dilakukan sebelum tesis diujikan
zero draft

323
Karya Dr. Emi Emilia ini selain menyentuh hampir semua aspek yang diperlukan dalam laporan
penelitian, khususnya tesis dan disertasi, juga memberikan contoh-contoh konkret serta praktis tentang
hal-hal yang sering dilupakan, seperti mekanik penulisan dan diksi. Buku ini patut dibaca oleh yang akan
dan sedang menulis karya ilmiah (tesis dan disertasi) agar siap dengan prinsip dasar dan teknik rinci
penulisan tesis atau disertasi (Prof. Fuad Abdul Hamied, M.A., Ph.D., Universitas Pendidikan
Indonesia).

Buku Menulis Tesis dan Disertasi karya Emi Emilia, Ph.D ini merupakan buku yang dapat menjadi
inspirasi bagi para mahasiswa S2 dan S3 yang akan maupun sedang menulis tesis dan disertasi. Gaya
penulisan yang khas menjadikan buku ini memikat. Pembaca buku ini akan merasa seperti membaca buku
motivasi. Penuturan yang lugas dan disertai pengalaman pribadi sebagai mahasiswa ketika menulis tesis
dan disertasi serta sebagai pembimbing mahasiswa menulis tesis dan disertasi membuat buku ini sarat
informasi yang diperlukan tidak saja oleh para mahasiswa sekolah pascasarjana, tetapi juga para dosen
pembimbing penulisan tesis dan disertasi. Buku ini sayang untuk dilewatkan oleh para akademisi di
perguruan tinggi (Prof. Drs. Bambang Yudi Cahyono, M.Pd., M.A., Ph.D., Universitas Negeri
Malang).

Banyak buku tentang cara penulisan tesis dan disertasi yang beredar di pasaran namun hanya buku
Menulis Tesis dan Disertasi karya Emi Emilia, PhD inilah yang ditulis berdasarkan penelitian yang
cermat dan teliti atas tesis-tesis mahasiswa pascasarjana di Indonesia. Buku teks research-based seperti
ini menjadikan permasalahan dalam penulisan tesis dan disertasi dibidik tepat sasaran secara efektif dan
efisien. Selain itu, informasi yang kaya tentang permasalahan penulisan membuat buku ini juga layak
dimiliki dan dibaca oleh para akademisi. Oleh karena itu, buku ini tidak hanya layak menjadi bacaan
wajib bagi para penulis tesis dan disertasi tetapi juga pantas dijadikan acuan oleh para akademisi (Dr.
Safrina Noorman, M.A., Universitas Pendidikan Indonesia).

Saya mengenali beberapa orang dengan intelektualitas kaliber nasional, namun terbilang sangat lama
dalam menyelesaikan Ph.D. thesisnya. Selorohnya, kontribusi IQ bagi penyelesaian tesis/disertasi
mungkin paling banyak 40%, sisanya adalah MQ (manajemen qolbu, meminjam istilah Aa Gym). Dalam
konteks ini pun buku karya Emi Emilia, Ph.D. ini mendapatkan relevansinya. Buku ini menyediakan
panduan teknis juga non-teknis yang komprehensif, terperinci, dan research-based bagi penulisan tesis
dan disertasi, yang tentu akan sangat berguna bila dipahami dan diterapkan dengan sepenuh hati (Iwa
Lukmana, M.A., Ph.D., Universitas Pendidikan Indonesia).

Penulis adalah dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Indonesia, juga Ketua
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia untuk
priode 2007-2010. Penulis menyelesaikan program sarjana di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS
IKIP Bandung (UPI) tahun 1989, program Graduate Diploma of Arts dalam bidang penerjemahan dan
interpreting di Deakin University Australia pada tahun 1992 (beasiswa Bank Dunia), program Master of
Education dalam bidang language and literacy education di universitas yang sama di Australia tahun
1996 (beasiswa bank Dunia), dan PhD dalam bidang language and literacy education di Melbourne
University tahun 2005 (beasiswa Australian Development Scholarship). Tahun 2007 penulis mendapat
beasiswa studi posdocotoral dari Department of Education, Science and Technology Australia untuk
melakukan penelitian, masih berkenaan dengan language and literacy education, di Australian Catholic
University, Australia.

324

Anda mungkin juga menyukai