Lapisan-Lapisan Epidermis
Stratum Basalis
Keratinosit merupakan sel yang berasal dari ektodermal dan jenis sel primer dalam
epidermis, engan jumlah minimal 80% dari seluruh sel yang ada. Fakta terakhir mengenai sel
ini adalah bahwa sel ini menyediakan komponen barrier epidermal yaitu sebagai stratum
korneum. Sehingga banyak fungsi epidermis dapat diketahui sedikit demi sedikit dari studi
mengenai struktur dan perkembangan keratinosit.
Diferensiasi keratinosit (keratinisasi) merupakan serangkaian perubahan morfologis
yang kompleks, teregulasi dengan teliti dan terprogram secara genetik dan kejadian metabolik
yang ttik akhirnya adalah diferensiasi terminal, keratinosit mati (korneosit) yang engandung
filamen keratin, protein matriks, dan membran plasma yang diperkuat protein dengan lipid
yang tergabung dengan permukaan.
Keratin adalah famili dari filamen intermediet dan tanda dari seluruh sel-sel
epidermis, meliputi keratinosit. Keratin memberikan peranan struktural utama dalam sel.
Sejumlah 54 gen keratin fungsional berbeda pada manusia telah teridentifikasi---34 keratin
epitelial dan 17 keratin rambut. Ekspresi yang bersamaan dari pasangan keratin spesifik
tergantung dari tipe sel, tipe jaringan, tahapan perkembangan, tahapan diferensiasi, dan
keadaan penyakit. Lebih jauh lagi, peranan kritis molekul-molekul ini ditegaskan oleh banyak
manifestasi penyakit yang meningkat karena mutasi gen-gen ini. Dengan demikian,
pengetahuan tentang ekspresi, regulasi dan struktur keratin memberikan pandangan kepada
diferensiasi dan struktur epidermal.
Stratum basalis (stratum germinativum) mengandung keratinosit aktif berbntuk
kolumner yang melekat melalui filamen keratin (K5 dan K14) ke zona membrana basalis
pada hemidesmosom, melekat ke sel-sel lain disekitarnya melalui desmosom dan yang
menumbuhkan sel-sel dari lapisan epidermal yang terdiferensiasi dan lebih seuperfisial.
Analisis ultrastruktur mengungkapkan adanya vakuola yang terikat membran yang
mengandung melanosom pigmen yang ditransfer dari melanosit oleh fagositosis. Pigmen
didalam melanosom tersebut berperan dalam pigmentasi seluruh kulit yang terlihat secara
makroskopis. Lapisan basalis merupakan lokasi primer sel-sel epidermis yang aktif mitosis.
Studi kinetik sel mengarahkan bahwa sel-sel lapisan basal menunjukkan potensial proliferatif
yang berbeda (stem cells, transit amplifying cells, dan postmitotic cells), dan studi invivo in
vitro menunjukkan bahwa terdapat stem cell epidermal yang berumur panjang. Karena sel
basal dapat dikembangkan dengan kultur h=jaringan dan digunakan untuk membangun cukup
epidermis untuk menyelubungi seluruh permukaan kulit psien yang terbakar, populasi awal
yang demikian diduga mengandung stem cell yang berumur panjang dengan potensial
proliferatif yang luas.
Sejumlah besar data mendukung keberadaan stem cell epidermal multipoten di dalam
regio yang menonjol dari folikel rambut berdasarkan pada cirinya. Sel-sel dari regio ini
mampu berperan dalam pembentukan tidak hanya seluruh unit pilosebaseus, namun juga
epidermis interfolikuler.
Keberadaan populasi sel progenitor tambahan di dalam permukaan stratum basalis
epidermal, juga didukung oleh sejumlah bukti baik in vivo maupun in vitro. Stem cell basal
tersebut bersifat klonogenik dan berkembang cepat dalam fase-S siklus sel, dan jarang
membelah selama pambaharuan diri yang stabil ( memakai label nukleotida radiolabeled
selama periode yang panjang). Sebagai tambahan, mereka mampu melakukan pembelahan sel
sebagai respon terhadap agen eksogen dan endogen. Eksperimen pencarian silsilah sel
epidermis awal mengidentifikasi bahwa keratinosit diorganisasikan menjadi kolom-kolom
vertikal sel yang berdiferensiasi progresif, diistilahkan sebagai epidermal proliferating units.
Tipe sel kedua, transit amplyfying cells dari stratum basalis, muncul sebagai subset
sel anakan (daughter cells) yang jarang diproduksi oleh pembelahan stem cells. Pembelahan
dari sel-sel ini merupakan mayoritas pembelahan sel yang dibutuhkan untuk pembaruan diri
stabil dan merupakan sel yang paling banyak di kompartemen basal. Setelah mengalami
beberapa pembelahan sel, sel ini tumbuh menjadi kelas ke-3 sel basal epidermal yaitu post
mitotic cell yang mengalami diferensiasi terminal. Meskipun telah lama diyakini terlepas dari
stratum basalis untuk bermigrasi ke posisi epidermis yang lebih superfisial, bukti saat ini
menunjukkan bahwa pembelahan sel asimetris dapat secara langsung menjadi sel anakan
suprabasal yang berdiferensiasi. Pada manusia, waktu transit normal sel basal, dari waktu
hilangnya kontak dengan stratum basalis sampai waktu memasuki stratum korneum, minimal
14 hari. Transit melalui stratum korneum dan deskuamasi yang selanjutnya membutuhkan
waktu 14 hari lagi. Periode waktu ini dapat berubah pada keadaan hiperproliferatif atau henti-
tumbuh (growth arrested)
Stratum Spinosum
Bentuk, struktur dan properti subseluler sel spinosum berhubungan dengan letaknya
yang ada di epidermis tengah. Dinamai seperti itu karena tepi selnya mirip duri (spine-like
appearance) pada irisan histologis. Sel-sel spinosum suprabasal berbentuk polihedral dengan
nukleus bulat. Karena berdiferensiasi dan bergerak ke atas melalui epidermis, sel-sel ini
menjadi semakin datar dan berkembang menjadi organella yang disebut granula lamellar. Sel-
sel spinosum juga mengandung simpul filamen keratin, yang terorganisasi di sekitar nukleus
dan diinsersikan ke desmosom secara periferal. Sel-sel spinosum menyimpan keratin K5/K14
yang dihasilkan di stratum basal, namun tidak menghasilkan mRNA baru protein ini, kecuali
pada gangguan hiperproliferatif. Malahan sintesis baru pasangan keratin K1/K10 terjadi di
dalam lapisan epidermal ini. Keratin-keratin ini khas pola diferensiasi epidermalnya dan
dengan demikian mengarah sebagai keratin keratinisasi-spesifik (keratinization-spesific
keratin) atau keratin berdiferensiasi spesifik. Namun pola diferensiasi normal ini akan
dialihkan ke jalur alternatif pada keadaan hiperproliferatif. Pada kondisi seperti psoriasis,
keratosis aktinik, dan penyembuhan luka, sintesis K1 dan K10 mRNA serta protein di
downregulasikan, sedangkan sintesis beserta translasi message untuk K6 dan K16 dibantu.
Berhubungan dengan perubahan ekspresi keratin merupakan suatu gangguan diferensiasi
normal pada stratum epidermal bertanduk dan granular selanjutnya. mRNA K6/K16 hadir
melalui epidermis normalnya, namun message hanya ditranslasikan pada rangsangan
proliferasi.
Spina sel-sel spinosum merupakan desmosom yang melimpah, modifikasi permukaan
sel yang tergantung kalsium yang mempromosikan adhesi sel-sel epidermal dan ketahanan
terhadap stres mekanik. Di dalam setiap sel terdapat plak desmosomal yang mengandung
plakoglobin polipeptida, desmoplakin I dan II, keratokalmin, desmoyokin dan plakophilin.
Glikoprotein transmembran-desmoglein 1 dan 3 dan desmokolin I dan II, anggota dari
caherin family---memberikan properti adesif dari porsi ekstraseluler desmosom, dikenal
sebagai core/ inti. Padahal domain ekstraseluler cadherin membentuk bagian inti, domain
intraseluler menyisip dan menjadi plak, menghubungkan mereka ke sitoskeleton (keratin)
filamen intermediet. Meskipun desmosom berhubungan dengan adherens junction, yang
berikutnya berhubungan dengan mikrofilamen aktin pada permukaan pertemuan sel-sel,
melalui set cadherin yang berbeda (ex. E-cadherin) dan molekul adapter catenin intraseluler.
Adanya fungsi desmosom sebagai mediator adhesi interseluler jelas ditunjukkan pada
penyakit yang strukturnya terganggu. Penyakit bullosa autoimun seperti pemphigus vulgaris
dan pemphigus foliaceus disebabkan oleh antibodi yang menargetkan protein desmoglein
didalam desmosom. Hilangnya adhesi desmosom berakibat pada pemisahan dan
penyelubungan keratinosit (akantolisis), akhirnya membentuk blister/bula di dalam
epidermis. Lebih mencolok lagi, presentasi klinis penyakit ini merefleksikan ekspresi relatif
di dalam jaringan dari protein desmoglein 1 dan 3. Pemphigus vulgaris merupakan akibat dari
antibodi yang diarahkan untuk melawan desmoglein 3 dan mengakibatkan rusaknya
epidermis antara lapisan basal dan suprabasal. Sebaliknya, desmoglein 1 diekspresikan di
lapisan atas epidermis, dan antibodipada pasien pemphigus foliaceus terhadap protein ini
berakibat pada munculnya blister/bula pada lapisan granular yang lebih superfisial. Penyakit
lain yang sama-sama menargetkan protein desmoglein 1 namun dengan mekanisme yang
berbeda adalah staphylococcal scalded skin syndrome dan impetigo bullosa, yangmana
protease bakteri memecah dan menginaktivasi desmoglein 1, yang mengakibatkan blister
superfisial yang sama terlihat pada pemphigus foliaceus. Mutasi genetik pada komponen
desmosom lain juga mengungkapan peranan protein ini dalam hal adhesi seperti pula dalam
hal signaling.
Pentingnya kalsium sebagai mediator adhesi telah diilustrasikan dengan baik dalam
kasus 2 keadaan yang menggambarkan karakteristik diskohesi epidermal, penyakit Darier
(keratosis folikularis) dan penyakit Hailey-Hailey (pemphigus kronis benigna). Kedua
penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen yang mengatur transpor kalsium, SERCA2
(sarco/endoplasmic reticulum CA2+-ATPase tipe 2 isoform) dalam kasus penyakit Darier, dan
ATP2C1 (ATPase, CA2+ transporting, tipe 2C, member 1, regulator konsentrasi kalsium
sitoplasmik) dalam kasus penyakit Hailey-Hailey.
Granula lamellar juga dibentuk di lapisan sel epidermal ini. Organela sekretori ini
mengirimkan prekursor lipid stratum korneum ke ruang interseluler. Granula lamellar
mengandung glikoprotein, glikolipid, fosfolipid, sterol bebas dan sejumlah asam hidrolase,
meliputi lipase, protease, asam fosfatase dan glikosidase. Glukosilceramid, prekursor ceramid
dan komponen dominan lipid stratum korneum, juga ditemukan di dalam struktur ini.
Penyakit genetik menunjukkan pentingnya metabolisme lipid & steroid untuk pengelupasan
sel-sel tanduk---pada iktiosis resesif X-linked, mutasi steroid sulfataseberakibat pada retensi
hiperkeratosis.
Stratum Granulosum
Disebut granula keratohialin basofilik yang prominen di dalam sel- sel pada tingkat
epidermis ini, lapisan granullar tersebut merupakan sisi generasi sejumlah komponen
struktural yang akan membentuk barrier epidermal, seperti pada sejumlah protein yang
mengolah komponen ini. Granula keratohialin secara primer terdiri dari profilagrin, filamen
keratin, dan lorikrin. Selubung sel-sel tanduk mulai terbentuk pada lapisan ini. Pelepasan
profillagrin dari granula keratohialin berakibat pada pecahnya protein polimerik profillagrin
yang tergantung kalsium menjadi monomer fillagrin. Monomer fillagrin ini beragregasi
dengan keratin membentuk makrofilamen. Akhirnya, fillagrin didegradasi menjadi molekul,
meliputi asam urokanik dan asam karboksilik pirrolidon, yang berperan dalam hidrasi stratum
korneum dan membantu filter radiasi UV. Lorikrin adalah protein aya sistein yang
membentuk komponen protein mayor dari selubung tanduk, menyusun lebih dari 70%
massanya. Saat lepasnyadari granula keratohialin, lorikrin terikat pada struktur desmosomal.
Orikrin, sepanjang involukrin, cystatin A, protein kecil kaya prolin (SPR1,SPR2, dan
cornifin), elafin, dan envoplakin adalah semuanya crosslinked ke membran plasma oleh
transglutaminase jaringan (TGMs, utamanya TGMs 3 dan 1), membentuk selubung sel
tanduk.
Mutasi gen TGM1 telah menunjukkan dasar dari beberapa kasus iktiosis lamelar
(suatu keadaan resesif autosomal, khas dengan skala besar dan gangguan pada sebagian besar
lapisan epidermis atas yang berdiferensiasi). Bentuk lain iktiosis, iktiosis vulgaris,disebabkan
oleh mutasigen yang mengkode fillagrin. Abnormalitas Loricrin menimbulkan bentuk
sindrom vohwinkel dengan iktiosis dan pseudoainhum, seperti penyakit keratodermia
simetrik progresif. Penemuan ini menekankan pentingnya pembentukan selubung tanduk
yang sesuai pada keratinisasi epidermal normal.
Tahap akhir diferensiasi sell-sel granuler melibatkan destruksi sel yang terprogram
sendiri. Selama proses ini, yangmana sel-sel granuler menjadi korneosit yang berdiferensiasi
terakhir, suatu mekanisme apoptosis menimbulkan destruksi nukleus dan hampir semua isi
seluler, dengan perkecualiasn filamen keratin dan matriks fillagrin.
Stratum Korneum
Diferensiasi lengkap sel-sel granuler menghasilkan tumpukan lapisan sel-sel tanduk
yang anukleasi dan datar yang membentuk stratum korneum. Lapisan ini memberikan
proteksi mekanis pada kulit dan barrier yang menahan hilangnya air serta penyusupan
substansi terlarut dari lingkungan. Barrier stratum korneum dibentuk oleh sistem lipid-
depleted 2 kopartmen, korneosit kaya protein yang dikelilingi matriks lipid ekstraseluler
kontinyu. Dua kompartmen ini meberikan fungsi yang agak selektif namun samun saling
melengkapi dan bekerjasama pada aktivitas barrier epidermis. Regulasi permiabilitas,
deskuamasi, aktivitas peptida mikrobial, eksklusi toksin dan absorbsi kimiawi selektif adalah
keseluruhan fungsi primer matriks lipid ekstraseluler. Sebaliknya, korneosit berfungsi untuk
hidrasi, penguatan mekanis, inisiasi inflamasi yang dipernatarai sitokin dan proteksi dari
kerusakan UV.
Nonkeratinosit Epidermis
Melanosit merupakan sel dendritik yang mensintesis pigmen dan berasal dari neural
crest yang terletak primer di stratum basal. Sel-sel ini di bawah mikroskop dikenali dari
sitoplasmanya yang tercat pucat, nukleus ovoid, dan warna melanosom yang mengandung
pigmen, organela melanosit yang berbeda. Fungsi melanosit bisa dgambarkan dari gangguan
jumlah dan fungsi melanosit. Penyakit dermatologik klasik, vitiligo, disebabkan oleh deplesi
melanosit autoimun. Penyebab gangguan pigmentasi lainya ditemukan pada berbagai defek
melanogenesis, meliputi sintesis melanin, produksi melanosom, dan tansport melanosom,
serta transfer keratinosit. Regulasi proliferasi melanosit dan homeostasis di bawah studi
intensif yang sama seperti pada sarana untuk pemahaman melanoma. Interaksi melanosit-
keratinosit bersifat kritis untuk homeostasis melanosit dan diferensiasi, mempengaruhi
proliferasi, dentrisitas dan melanisasi.
Sel merkel adalah mekanoreseptor tipe I slow-adapting yang terletak di sisi
sensitivitas taktil tinggi. Sel merkel terletak di antara keratinosit basal pada regio khusus
tubuh, meliputi kulit berambut dan kulit tak berambut pada jari-jari, bibir, regio kavitas oral,
dan selubung akar luar folikel rambut. Seperti nonkeratinosit lainnya, sel merkel memiliki
sitoplasma yang tercat pucat. Marker imunohistokimia sel merkel meliputi peptida keratin
K8, K18, K19 dan K20. K20 terbatas pada sel merkel kulit dan dengan demikian K20
mungkin merupakan marker ang paling bisa diandalkan. Secara ultrastruktural, sel merkel
mudah diidentifikasi dengan granula berinti padat dan terikat pada membran yang berkumpul
berlawanan dengan golgi dan di proksimal neurit tak bermielin. Granula ini sama dengan
granula neurosekretori dalam neuron dan mengandung substansi mirip neurotransmiter dan
marker sel neuroendokrin, meliputi metenkephalin, neuron spesifik enolase, dan sinaptofisin.
Meskipun fungsi normal sel merkel yang sedang lebih dipelajari, namun ada catatan klinis
khushs karena neoplasma yang berasal dari sel merkel bersifat agresif dan sulit diterapi. Sel
langerhans merupakan sel dendritik dan sebagai antigen presenting cell (APC) dan antigen
processing cell. Meskipun tidak unik, sel langerhans membentuk 2-8% dari seluruh populasi
sel epidermis. Sebagian besar ditemukan di suprabasal, namun terdistribui melalui lapisan
basal, spinosum, dan granuler. Secara histologis, sel langerhans tercat pucat dan memiiki
nukleus convoluted. Sitoplasma sel langerhans mengandung granula berbentuk cambuk kecil
atau racket shape, disebut sebagai granula sel langerhans atau birbeck granules. Sel tersebut
mempresentasikan antigen ke sel T epidermis. Karenafungsinya ini, sel langerhan
diimplikasikan pada mekanisme patologis yang mendasari dermatitis kontak alergika,
leishmaniasi kutaneus, dan infeksi HIV. Sel langerhans berkurang di epidermis para pasien
dengan keadaan tertentu seperti psoriasis, sakoidosis, dan dermatitis kontak; fungsi sel
langerhans terngganggu oleh radiasi UV khususnya UVB.
Karena keefektifannya dalam mempresentasikan antigen dan stimulasi limfosit, sel
dendritik dan langerhans menjadi media prospektif untuk terapi tumor dan vaksin tumor. Sel-
sel ini dimuat dengan antigen spesifik tumor, yang selanjutnya akan merangsang respon imun
host untuk meningkatkan spesifik-antigen, dan juga respon tumor-spesifik.