Anda di halaman 1dari 19

2010

PT PLN (Persero)

Rhino Fieldianto, S.T.

[PENGARUH KUALITAS HFO


TERHADAP KINERJA MESIN]
PLTD Trisakti, Sektor Barito. Banjarmasin, Desember 2010.
Latar Belakang
Heavy Fuel Oil (HFO) adalah salah satu jenis BBM yang dapat digunakan pada mesin
diesel SWD 9TM. Tipe HFO adalah BBM residual yang terlihat pada warna yang hitam pekat,
biasanya menghasilkan asap yang lebih gelap dari hasil pembakarannya, dan bersifat kental,
sehingga harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. HFO juga biasanya
mengandung polutan yang relatif lebih tinggi dari jenis BBM yang lain. Salah satu contoh
polutan tersebut adalah sulfur, yang nantinya akan membentuk sulfur dioksida (SO2) pada
saat pembakaran. Karena banyaknya polutan yang tidak dikehendaki tersebut dan perlunya
proses persiapan sebelum HFO dapat digunakan, maka HFO memiliki harga jual yang relatif
lebih rendah dibandingkan BBM jenis lain.
Karena sifat HFO tersebut, maka diperlukan pengamatan pada beberapa
parameternya, sehingga kinerja mesin tidak terganggu. Parameter tersebut perlu
dibandingkan dengan spesifikasi yang disarankan oleh buku manual mesin SWD 9TM,
spesifikasi dari Pertamina, dan spesifikasi yang disarankan oleh beberapa literatur lainnya.
Kemudian parameter aktual HFO yang digunakan mesin akan diteliti masing-masing
komponennya agar diketahui kekurangan HFO tersebut dan proses persiapan HFO dapat
lebih disempurnakan lagi.
Pada PLTD Trisakti di Kota Banjarmasin, khususnya pada mesin SWD 9TM, HFO sudah
digunakan sebagai bahan bakar utama sejak proyek MFOnisasi (MFO/ Marine Fuel Oil
adalah istilah lain untuk HFO) yang dilaksanakan pada tahun 2007. Proyek ini juga termasuk
menambah sistem persiapan HFO di dalam plant pembangkit listrik. Namun seiring
dimulainya penggunaan mesin pembangkit dengan bahan bakar HFO, frekuensi terjadinya
gangguan menjadi lebih banyak bila dibandingkan saat masih menggunakan HSD. Selain
pemeriksaan material mesin, perlu juga dilakukan pengamatan terhadap HFO yang
digunakan, karena dikhawatirkan parameter yang dianjurkan oleh produsen mesin tidak
tercapai.
Dari pemeriksaan HFO akan diketahui apakah parameter tersebut telah tercapai atau
tidak. Apabila ternyata HFO yang digunakan tidak memenuhi kriteria yang dianjurkan, maka
perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan sehingga kinerja mesin tidak terganggu.
Pemeriksaan yang dilakukan pada tulisan ini antara lain meliputi pemeriksaan komposisi
HFO aktual yang dipakai dan perbandingannya dengan komposisi dari literatur-literatur yang

1
sesuai, pemeriksaan sistem persiapan HFO, dan pemeriksaan berdasarkan gangguan yang
sering terjadi pada mesin.

Tujuan
- Mengamati komposisi HFO aktual dan dibandingkan dengan komposisi HFO dari
beberapa literatur
- Menguraikan masalah yang mungkin terjadi apabila komposisinya melebihi batasan
yang dianjurkan
- Memberikan langkah-langkah perbaikan agar kualitas HFO dapat lebih terjaga
sehingga tidak mengganggu kinerja mesin

Dasar Teori
Heavy Fuel Oil (HFO)
Produk minyak, secara umum (baik minyak diesel, minyak pelumas, LFO/ Light Fuel
Oil, atau HFO/ Heavy Fuel Oil), terdiri dari dua elemen utama, karbon dan hidrogen.
Kombinasi dari dua elemen itu disebut hidrokarbon. Hidrokarbon merupakan penyusun
utama minyak mentah dari berbagai formasi geologi di seluruh dunia.

Tipikal penyulingan minyak mentah modern

2
Minyak mentah terdiri dari spektrum hidrokarbon yang luas, dari jenis yang paling
ringan (berbentuk gas) hingga jenis residu yang berat. Residu yang berat tersebut berasal
dari sisa proses penyulingan. Hidrokarbon ringan dan beberapa hidrokarbon jenis lain
diekstrak dari minyak mentah melalui proses penyulingan. Proses serupa juga digunakan
untuk menyuling residu hidrokarbon menjadi hidrokarbon yang memenuhi kriteria pasar.
Rantai hidrokarbon yang biasanya ditemukan di dalam MFO/ Marine Fuel Oil terdiri dari
empat kelas utama, paraffinic, aromatic, naphthenic, dan olefinic.
Selain menjadi sumber dari berbagai hidrokarbon yang terkandung di dalam bahan
bakar yang energinya digunakan saat pembakaran di dalam mesin diesel, minyak mentah
juga menjadi sumber dari properti lain yang dihasilkan melalui proses penyulingan.
Kontaminan-kontaminan itu akan terkonsentrasi di dalam HFO yang telah melalui proses
penyulingan secara intensif.
Kontaminan lain dan properti yang berhubungan langsung dengan minyak mentah
antara lain sulfur, vanadium, nikel, kandungan abu, dan pour point. Tingkatan kontaminan-
kontaminan tersebut dapat digunakan untuk melacak asal minyak mentah.
Kontaminan lain dan properti yang berhubungan dengan proses penyulingan yang
dilakukan pada minyak mentah antara lain spesific gravity, viskositas, Kandungan aspal
(ashphaltene), sedimen, kandungan air, titik nyala, kompatibilitas, dan sodium.
Kualitas bahan bakar dapat mempengaruhi kinerja, pengoperasian, dan
pemeliharaan mesin diesel. Agar pengaruh bahan bakar tersebut dapat dipahami dengan
baik, diperlukan pemahaman terhadap karakteristik, properti, dan kontaminan yang dapat
mempengaruhi pengoperasian mesin diesel; penanganan sistem bahan bakar, dan sistem
persiapan bahan bakar. Mesin diesel memiliki tingkat sensitivitas terhadap beberapa
properti bahan bakar yang lebih tinggi dibandingkan tingkat sensitivitas boiler uap.
Berdasarkan buku Note on Heavy Fuel Oil yang diterbitkan ABS, properti bahan bakar adalah
karakteristik yang dihasilkan secara alami dari sumber minyak mentah dan juga merupakan
hasil dari proses penyulingan yang telah dilalui oleh bahan bakar tersebut. Kontaminan
adalah materi asing yang terbawa pada bahan bakar karena proses penyulingan,
transportasi, atau saat penyimpanan. Properti dan kontaminan tersebut akan dibahas pada
bagian selanjutnya dalam tulisan ini beserta pengaruhnya.

3
Properti Penting pada HFO
1. Viskositas
HFO biasanya dibeli berdasarkan batasan nilai viskositas. Walaupun begitu, nilai
viskositas tidak berhubungan dengan tingkat kualitas HFO, namun lebih berhubungan
langsung terhadap sistem pemanas dan penanganan bahan bakar. Hal ini dikarenakan
HFO harus dipanaskan terlebih dahulu agar mencapai nilai viskositas injeksinya untuk
mengoptimalkan pembakaran dan kinerja mesin.

2. Specific gravity
Specific gravity dapat didefinisikan dalam persamaan berikut:

Massa jenis HFO


Specific gravity 
Massa jenis air

Kedua massa jenis tersebut diukur pada temperatur yang sama (15 derajat celcius). Dari
hasil perhitungan itu, akan didapatkan nilai specific gravity. Nilai ini, pada kasus HFO,
berhubungan langsung dengan proses pemisahan kandungan air dari HFO, karena di
PLTD Trisakti proses separasi ini didasarkan pada perbedaan massa jenis dari dua
substansi yang ingin dipisahkan. Sehingga apabila nilai specific gravity mendekati nilai 1,
maka proses separasi sentrifugal akan menjadi tidak efektif. Pada HFO yang memiliki
nilai specific gravity yang tinggi, perlu dilakukan penambahan kapasitas separasinya.
Nilai specific gravity yang tinggi mengindikasikan bahan bakar dengan kualitas
pembakaran yang rendah, yang dapat mengakibatkan keausan yang tidak normal pada
liner (efek ini sering terjadi pada mesin diesel kecil berkecepatan tinggi).
Proses pemanasan pada HFO sebelum separasi dapat membantu proses
pemisahan dengan air, karena massa jenis HFO lebih sensitif terhadap perubahan
temperatur dibandingkan dengan massa jenis air. Nilai viskositas yang lebih rendah juga
dapat membantu proses separasi sentrifugal. Batas maksimal specific gravity yang baik
bagi proses separasi sentrifugal adalah sebesar 0,991 (pada 15 derajat celcius).

4
3. Kualitas pengapian (ignition quality)
Nilai kualitas pengapian bahan bakar sangat bervariasi. Kualitas pengapian yang rendah
dapat mengakibatkan permasalahan pada saat proses penyalaan mesin (terutama saat
proses start dingin) dan saat operasi dengan beban rendah. Kualitas pengapian yang
rendah dapat mengakibatkan keterlambatan pengapian yang panjang dan juga dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan secara cepat serta tekanan maksimum yang
sangat tinggi. Deposit di atas piston, pada katup exhaust, di dalam sistem exhaust, ring
nosel turbin, dan pada sudu turbin dapat terjadi. Karena deposit pada sistem
turbocharger tersebut, efisiensinya akan merendah dan beban termal mesin akan
meningkat. Salah satu cara mengukur nilai kualitas pengapian adalah menghitung
perhitungan calculated carbon aromaticity index (CCAI) yang didasarkan pada nilai
massa jenis dan viskositas bahan bakar:

 t  273 
CCAI  D  140.7 log(log(V  0.85))  80.6  210 ln  
 323 

D = massa jenis pada 15°C (kg/m3)


V = viskositas (cST)
t = temperatur viskositas (°C)

Nilai CCAI normal biasanya berkisar antara 800 hingga 880. Semakin rendah nilainya,
maka semakin baik kualitas pengapiannya. Bahan bakar dengan nilai CCAI melebihi 880
biasanya sering bermasalah dan bahkan sebaiknya tidak digunakan pada mesin diesel.
Kualitas pengapian ini terutama dapat mengakibatkan masalah bagi mesin diesel
berkecepatan sedang dan tinggi (di atas 400 rpm). Untuk bahan bakar distilat (distillate
fuel), nilai kualitas pengapian diukur dengan cetane number.

4. Kandungan air
Air yang terkandung di dalam HFO dapat berasal dari berbagai sumber dan bisa berupa
air biasa atau bahkan air laut. Air juga dapat dihasilkan dari kondensasi yang terjadi di
dalam tangki penyimpanan. Semakin tinggi kandungan air dapat menyebabkan
penurunan kandungan energi pada bahan bakar tersebut, yang nantinya akan

5
mengakibatkan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar. Bila HFO terkontaminasi
dengan air laut, maka klorin di garam dapat menyebabkan korosi pada sistem bahan
bakar, termasuk sistem injeksi bahan bakar. Air laut dapat menjadi penyebab masalah,
deposit, dan korosi terutama pada area bertemperatur tinggi.

Mikroba yang berkembang pada HFO

Solusi jangka pendek untuk mencegah pertumbuhan mikroba di HFO, yang biasanya
bersifat korosif, adalah dengan penambahan kimia “biosida”. Solusi yang lebih baik
untuk jangka panjang adalah dengan menguras bagian bawah tangki secara berkala
agar air yang merupakan sumber pertumbuhan mikroba dapat tereliminasi dari HFO.

5. Sulfur

Sulfur dioksida yang mengakibatkan polusi udara

6
Sulfur yang terkandung di dalam HFO dapat mengakibatkan korosi temperatur rendah
(cold corossion) dan keausan korosi, terutama saat operasi dengan beban rendah. Sulfur
juga berkontribusi menghasilkan deposit pada sistem exhaust, biasanya bersama
dengan vanadium dan/ atau sodium dalam bentuk sulfat (sulphates). Depositnya juga
dapat mengakibatkan korosi temperatur tinggi.

6. Kandungan abu (ash)


Komponen abu yang terdapat dalam HFO antara lain:
- Aluminium dan silikon oksida berasal dari proses penyulingan dan dapat
menyebabkan keausan abrasif utamanya pada pompa injeksi dan nosel, dan bisa
juga terjadi pada liner silinder dan ring piston. Separasi bahan bakar yang efisien
harus dilaksanakan agar mencegah keausan pada komponen mesin
- Vanadium dan sodium oksida, utamanya sodium vanadyl vanadates, terbentuk
selama proses pembakaran, dan akan bercampur atau bereaksi dengan oksida dan
vanadates dari komponen abu lain (seperti nikel, kalsium, silikon, dan sulfur).
Campuran tersebut dapat membentuk deposit pada katup exhaust atau pada
turbocharger. Deposit ini bersifat sangat korosif dan dapat merusak lapisan
pelindung oksida (seperti pada katup exhaust) sehingga mengakibatkan korosi
temperatur tinggi dan terbakarnya katup. Deposit dan korosi temperatur tinggi pada
turbocharger, khususnya pada ring nosel dan sudu turbin, akan mengakibatkan
penurunan efisiensi turbocharger.

Sistem udara masuk akan ikut terganggu karena kurangnya udara inlet, sehingga
beban termal mesin menjadi meningkat. Bentukan deposit ini akan menjadi semakin
banyak sejalan dengan meningkatnya temperatur dan output mesin.

7. Kandungan residu karbon


Kandungan residu karbon yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan deposit di
dalam ruang bakar dan pada sistem udara exhaust, terutama pada saat pembebanan
rendah.

7
8. Kandungan aspal (asphaltene)
Kandungan aspal dapat menyebabkan pembentukan deposit pada ruang bakar dan
pada sistem exhaust, terutama pada beban rendah. Kandungan aspal yang tinggi
mengindikasikan bahwa bahan bakar sulit mengalami pengapian dan terbakar dengan
lambat.

Bila HFO tidak stabil, kandungan aspal akan mengendap dari bahan bakar dan akan
membuat filter menjadi buntu dan/ atau menghasilkan deposit di sistem bahan bakar,
dan juga bisa menghasilkan bentukan lumpur di separator bahan bakar. Lebih jauh lagi,
saat beroperasi menggunakan HFO berkandungan aspal tinggi, minyak pelumas dituntut
berkinerja baik. Hal tersebut menjadi penting agar minyak pelumas mampu mengikat
residu pembakaran yang mengandung aspal.

9. Titik nyala
Titik nyala yang rendah tidak akan berpengaruh pada proses pembakaran, tapi bahan
bakar akan lebih berbahaya untuk ditangani dan disimpan. Dan akan lebih berbahaya
bila pour point bernilai tinggi, yang memerlukan pemanasan HFO, sehingga
temperaturnya bisa mendekati titik nyalanya. Pour point adalah titik temperatur
dimana bahan bakar tidak dapat dialirkan.

Tekanan penguapan yang tinggi (yang biasanya mengindikasikan titik nyala yang
rendah) dapat juga menyebabkan kavitasi dan kantong udara di dalam pipa bahan
bakar.

10. Kandungan sedimen


Semua HFO mengandung sedimen dalam jumlah tertentu yang dapat berupa organik
dan anorganik. Jumlah total sedimen (analisis TSP) menunjukkan kebersihan bahan
bakar (keberadaan pasir, karat, kotoran, butir katalis, dan kontaminan anorganik/ padat
lainnya), stabilitas bahan bakar (ketahanan pada kerusakan dan adanya endapan aspal),
dan kompatibilitas terhadap bahan bakar dengan kualitas berbeda.

8
Standar Komposisi HFO
Terdapat beberapa komposisi HFO standar yang diamati pada tulisan ini. Masing-masing
berasal dari beberapa literatur yang berbeda dan merupakan hasil dari metode pengukuran
yang mungkin berbeda, namun seluruhnya nanti akan dibandingkan dengan komposisi HFO
aktual pada bagian analisis dan pengamatan.

1. Standar batas dari buku manual SWD 9TM 620


Batas nilai HFO bunker
Properti Nilai Satuan
2
Viskositas pada 50° C Maks. 700 mm / s
Massa jenis pada 15° C Maks. 0,991 g/ ml
Kandungan air Maks. 1,0 %volume
Kandungan sulfur Maks. 5,0 %massa
Kandungan abu Maks. 0,2 %massa
Kandungan vanadium Maks. 600 mg/ kg
Kandungan sodium Maks. 100 mg/ kg
Residu karbon Maks. 22 %massa
Kandungan aspal Maks. 14 %massa
Flash point Min. 60 °C
Pour point Maks. 30 °C
Kandungan aluminium + silikon Maks. 80 mg/ kg
Sedimen total Maks. 0,1 %massa

2. Spesifikasi standar dari Pertamina


Batasan Metode Pengujian
No Properti Satuan
Min Maks ASTM IP
Specific gravity 60
1 - - 0.990 D-1298
60° F
Viskositas redwood 1
2 Secs 400 1250 D-445 *) IP 70
100° F
3 Pour point °F - 80 D-97
4 Calorific value gross BTU/ lb 18000 - D-240
5 Kandungan sulfur % wt - 3.5 D-1551/1552
6 Kandungan air % vol - 0.75 D-95
7 Sedimen % wt - 0.15 D-473
8 Strong acid number mgKOH/ gr - Nil
9 Flash point P.M.c.c °F 150 - D-93
Conradson carbon
10 % wt - 14 D-189
residu
*) Kinematic Viscosity Conversion specifications according to Oil and Gas Director General Decree
No.003/P/DM/MIGAS/1986. 14 April 1986.

9
3. Standar batas dari artikel buletin Wartsila (tahun 2004)
Properti Satuan HFO I HFO I HFO II HFO II Metode
Bunker Mesin Bunker Mesin Pengujian
Viskositas, mm2/s 730 730 730 730 ISO 3104
maks. 50° C
Massa jenis, kg/ m3 991 991 991 991 ISO 3675
maks. 15° C atau 12185
Air, maks. %volume 1,0 0,3 1,0 0,3 ISO 3733
MCR, maks. %massa 15 15 22 22 ISO 10370
Aspal, maks. %massa 8 8 14 14 ASTM D 3279
Flash point, °C 60 60 60 60 ISO 2719
min.
Pour point, °C 30 30 30 30 ISO 3016
maks.
Sedimen %massa 0,1 0,1 0,1 0,1 ISO 10307-2
total, maks.
Sulfur, maks. %massa 2,0 2,0 5,0 5,0 ISO 8754
Abu, maks. %massa 0,05 0,05 0,20 0,20 ISO 6245
Vanadium, mg/ kg 100 100 600 600 ISO 14597
maks.
Sodium, mg/ kg 50 30 100 30 ISO 10478
maks.
Aluminium + mg/ kg 30 15 80 15 ISO 10478
silikon,
maks.
CCAI, maks. 850 850 870 870 ISO 8217

10
Sistem HFO pada PLTD Trisakti Banjarmasin

UNLOADING PUMP MFO

STORAGE TANK MFO STEAM SYSTEM (existing)

TRANSFER PUMP

SETTLING TANK BURNER THERMAL OIL HEATER

SEPARATOR MODULE

OIL SUPPLY

SERVICE TANK

BOOSTER MODULE OIL RETURN

MIXING TANK

ENGINE

Diagram blok sistem HFO PLTD Trisakti

Sistem HFO pada PLTD Trisakti terdiri dari:


1. Storage tank
Tempat penampungan HFO dengan kapasitas yang harus mampu menyimpan bahan
bakar dalam jangka waktu tertentu sesuai waktu pengiriman bahan bakar. Storage
tank dipanaskan oleh heater dengan temperatur HFO dipertahankan pada 45 - 55° C.

11
2. Transfer pump
Pompa yang dipakai untuk mengalirkan HFO dari storage tank ke settling tank.
Modul ini terdiri dari dua filter, dual screw pump, dan heater. Transfer pump terdiri
dari dua unit (satu unit sebagai cadangan).

3. Settling tank
Tempat penyimpanan HFO sebelum masuk ke unit separasi. HFO akan diendapkan
dan dipanaskan sekitar 60 - 80° C di dalam tangki ini. Sistem pemanasannya
menggunakan burner thermal oil heater.

4. Separator module
Unit pemisah antara bahan bakar dengan kandungan kotoran dan air. Alat separasi
menggunakan prinsip gaya sentrifugal dengan menggunakan pembilasan air. Hasil
keluaran unit separasi ini akan dialirkan ke service tank sebagai bahan bakar yang
siap pakai. Modul ini terdiri dari separator sentrifugal, pemanas, sistem katup, dan
sistem kontrol.

5. Service tank
Tempat penyimpanan HFO yang telah siap digunakan oleh mesin. HFO pada tangki
ini dipertahankan pada temperatur 80 - 98° C, sehingga viskositas bahan bakar
memenuhi viskositas injeksinya.

6. Booster module
Modul ini digunakan untuk mempertahankan viskositas HFO yang sesuai standar
mesin kemudian dipompakan menuju mixing tank. Modulnya terdiri dari dua unit
dengan filter yang dilengkapi pemanas, serta viskometer (alat ukur viskositas HFO).

7. Mixing tank
Tangki penyalur HFO ke mesin diesel serta juga berfungsi sebagai media proses
change-over bahan bakar HSD ke HFO atau sebaliknya dengan menggunakan three
way valve.

12
8. Sludge tank
Tangki penampungan lumpur atau kotoran hasil separasi HFO. Kotoran tersebut
selanjutnya dikumpulkan untuk dimusnahkan.

9. Burner thermal oil heater


Pemanas HFO dengan media oli menggunakan burner heater yang berbahan bakar
HFO yang telah bersih atau HSD.

Analisis dan Pengamatan


Hasil Tes Laboratorium HFO Sebelum Mesin (Setelah Sistem HFO) Tanggal 28 Januari 2010
No Parameter Satuan Nilai Metode
1 Viskositas redwood 1 (pada 100° F) Secs 785 ASTM D-445
2 Massa jenis pada 15° C kg/ l 0,985 ASTM D-1298
3 Kandungan air % 0,32 ASTM D-95
4 Kandungan sulfur % 1,07 ASTM D-129
5 Flash point PMCC °C 164 ASTM D-93
6 Pour point °C 9 ASTM D-97
7 Spesific gravity 60 (pada 60° F) - 0,980 ASTM D-1298
8 Strong acid number mg KOH/ g Nil ASTM D-874
9 Conradson C residue % 3,02 ASTM D-189
10 Kandungan sedimen % 0,09 ASTM D-473
11 Nilai kalori BTU/ lb 18,560 ASTM D-260
12 Vanadium, V ppm 3,32 AAS
13 Natrium, Na ppm 1,5 AAS

Analisis Parameter HFO Hasil Laboratorium


1. Viskositas
Hasil laboratorium menunjukkan nilai 785 secs (redwood 1 (pada 100° F)).
Viskositas = 785 s (redwood 1)
= 200,11 centistokes (mm2/ s)
Viskositasnya memenuhi standar yang dianjurkan.

2. Massa jenis
Hasil laboratorium menunjukkan nilai 0,985 kg/ l (pada 15° C).
ρ = 0,985 kg/ l = 0,985 g/ ml
Massa jenisnya memenuhi standar yang dianjurkan.

13
3. Kualitas pengapian
 t  273 
CCAI  D  140.7 log(log(V  0.85))  80.6  210 ln  
 323 
 37,78+273 
 985  140.7 log(log(200.11  0.85))  80.6  210 ln  
 323 
 985  140.7 log(2.3031096)  80.6  210 (0.038567)
 985  (50.98)  80.6  8.1
 861.52

Dengan menggunakan data massa jenis (D) dan viskositas (V dan t) dari pengujian
laboratorium, didapatkan nilai CCAI yang sebesar 861,52. Nilai ini sedikit melebihi
standar HFO I yang dianjurkan namun masih dibawah nilai standar HFO II (menurut
buletin wartsila). Nilai CCAI diusahakan serendah mungkin karena dapat
menyebabkan banyak masalah, terutama pada mesin berkecepatan di atas 400 rpm
seperti SWD 9TM.

4. Kandungan air
Hasil laboratorium menunjukkan nilai 0,32 %
Nilai kandungan air ini sedikit melebihi nilai yang dianjurkan oleh buletin wartsila
yaitu 0,3 %. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kandungan energi pada HFO
yang dapat berakibat semakin borosnya penggunaan bahan bakar. Bila airnya
mengandung klorin dapat mengakibatkan korosi dan deposit pada area
bertemperatur tinggi.

5. Kandungan sulfur
Hasil laboratorium menunjukkan nilai 1,07 %
Kandungan sulfur ini memenuhi nilai standar yang dianjurkan.

6. Kandungan aluminium dan silikon


Kandungan ini tidak terukur dari pengujian laboratorium. Apabila kandungannya
melebihi batas normal dapat terjadi keausan abrasif di beberapa komponen mesin.

14
7. Kandungan vanadium dan sodium
Hasil laboratorium menunjukkan nilai 3,32; sehingga masih berada di dalam batas
aman nilai maksimal kandungan vanadium. Namun, kandungan sodium tidak
diperiksa dalam pengujian laboratorium. Kelebihan kandungan sodium akan
mengakibatkan terbentuknya deposit pada mesin. Deposit ini bersifat sangat korosif
dan dapat merusak lapisan pelindung oksida (seperti pada katup exhaust) sehingga
mengakibatkan korosi temperatur tinggi dan terbakarnya katup. Deposit dan korosi
temperatur tinggi pada turbocharger, khususnya pada ring nosel dan sudu turbin,
akan mengakibatkan penurunan efisiensi turbocharger.

8. Kandungan residu karbon


Hasil laboratorium menunjukkan nilai 3,02 %. Nilai tersebut masih dibawah batas
maksimal kandungan residu karbon yang diijinkan.

9. Kandungan aspal
Kandungan ini tidak terukur dari pengujian laboratorium. Kandungan aspal yang
melebihi normal dapat mengakibatkan terbentuknya deposit di ruang bakar serta
dapat menyebabkan masalah pada sistem bahan bakar.

10. Flash point


Nilai titik nyala HFO ini adalah 164° C, sehingga masih berada di atas nilai minimal
yang dianjurkan.

11. Kandungan sedimen


Nilai kandungan sedimen yang sebesar 0,09 %; sangat mendekati batas maksimal
dari nilai yang dianjurkan (maksimal 0,1 %). Sehingga, nilai kebersihan serta
kestabilan bahan bakar kurang baik.

15
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
- Berdasarkan hasil pengujian laboratorium tanggal 28 Januari 2010, Nilai viskositas,
massa jenis, kandungan sulfur, kandungan vanadium, kandungan residu karbon, dan
titik nyala bahan bakar memenuhi standar yang dianjurkan. Kandungan sedimen juga
memenuhi standar, namun nilainya mendekati batas maksimal yang diijinkan.
- Berdasarkan hasil pengujian yang sama, kandungan air telah melampaui batas yang
diijinkan, sehingga dapat mempengaruhi kinerja mesin.
- Terdapat beberapa parameter penting yang tidak terukur berdasarkan pengujian
laboratorium tersebut, yaitu kandungan aluminium dan silikon, kandungan sodium,
dan kandungan aspal.
- Nilai CCAI yang menggunakan data hasil pengujian laboratorium menunjukkan
bahwa kualitas pengapian kurang baik, karena hanya sedikit di bawah nilai CCAI
maksimal yang dianjurkan.

Saran
- Perlu dilakukan pengamatan dan perbaikan terhadap sistem reparasi dan sistem
filter HFO, sehingga nilai kandungan air dan kandungan sedimen dapat menjadi lebih
rendah.
- Nilai CCAI yang kurang baik perlu diperhatikan, sehingga kinerja mesin dapat lebih
baik.
- Pengujian yang dilakukan harus diusahakan mencakup semua properti penting dan
dilakukan secara periodik, sehingga kondisi aktual HFO dapat teramati dan dapat
dijadikan bahan evaluasi terhadap sistem HFO.

16
Daftar Pustaka
1. http://blog.fleetowner.com/trucks_at_work/wp-content/uploads/2009/01/oil-
rig.jpg
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Fuel_oil
3. American Bureau of Shipping, Notes on Heavy Fuel Oil, Houston, 1984.
4. http://www.kittiwake.com/images/contentimages/L_chart1.1.gif
5. Kai Juoperi, Heavy Fuel Oil – Still the Dominant Fuel Quality for Diesel Engines,
Wartsila, Finland, 2004.
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Calculated_Carbon_Aromaticity_Index
7. http://www.bangor.ac.uk/news/images/news/1308/1.jpg
8. http://www.treehugger.com/sulfur-bill.jpg
9. http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=60&Ite
mid=390
10. PT. Indonusa Harapan Masa, Training Pengoperasian MFO System di PLTD Trisakti,
Banjarmasin, 2007.

17
Biodata Penulis
Saya terlahir pada tanggal 2 Juli 1986 di Jombang, Indonesia
dan diberi nama Rhino Fieldianto. Karena nama tersebut,
banyak yang mengira saya terlahir di sebuah lapangan
bersama seekor badak. Sebelum menerka hal-hal yang lebih
aneh lagi mengenai nama saya, mungkin lebih baik anda
langsung tanyakan kepada saya agar cerita mengenai asal
usul nama tersebut lebih mendekati kebenaran. Masa kecil
saya hingga SMP dihabiskan di sebuah kota kecil dan tenang
di Kalimantan Timur, Balikpapan. Setelah lulus SMP, saya
melanjutkan pendidikan ke SMA Taruna Nusantara di
Magelang, Jawa Tengah. Tiga tahun saya jalani dalam sekolah berasrama itu, hingga
akhirnya lulus di tahun 2004 dan kemudian melanjutkan ke Institut Teknologi Bandung dan
memilih jurusan teknik mesin. Teknik mesin saya pilih karena ketertarikan saya terhadap
matematika dan fisika (sekaligus menghindari biologi, akuntansi, dan kimia). Setelah lulus
kuliah pada Oktober 2008 dengan IP pas-pasan, saya bekerja di PT PLN (Persero) dan
kemudian ditempatkan di PLTD Trisakti yang terletak pada Kota Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Selain belajar dan bekerja demi Bangsa Indonesia, saya memiliki beberapa hobi.
Hobi saya sejak kecil adalah menggambar (hobi yang modalnya paling kecil, hanya perlu
pensil dan kertas), membaca buku, dan sejak kuliah mulai mempelajari fotografi. Saya
adalah salah satu pendiri blog komik (pendirinya memang hanya satu) di alamat:
www.smallniceblog.blogspot.com

Untuk pertanyaan, masukan, kritik, dan saran dapat dikirimkan ke email saya yaitu:
ry_nobon@yahoo.com

18

Anda mungkin juga menyukai